skripsi fix

Upload: putroe-bungsu

Post on 19-Jul-2015

1.240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan Dana memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan dana tersebut sebagai alat investasi melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan untuk membeli aktiva tetap, untuk memproduksi barang dan jasa, membeli bahanbahan untuk kepentingan produksi dan penjualan, dan lain-lain. Dalam hal pengadaan barang modal, ada beberapa alternatif pembiayaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan. Pembiayaan dari sumber internal dan pembiayaan dari sumber eksternal. Pembiayaan dari sumber internal dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, diantaranya adalah laba ditahan, modal saham, dan lain-lain. Sedangkan pembiayaan dari sumber eksternal berasal dari luar perusahaan, diantaranya adalah pinjaman bank, sewa guna usaha (leasing), penjualan kredit dari pemasok, dan lain-lain. Bagi perusahaan yang mempunyai modal besar, alternatif termudah adalah dengan menggunakan modal sendiri, sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mempunyai cukup modal, alternatif yang dipilih adalah pembiayaan dari luar perusahaan. Salah satu jenis pembiayaan barang modal yang mulai banyak digunakan perusahaan di Indonesia selain pinjaman dari bank adalah pembiayaan sewa guna usaha (leasing).

1

2

Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor bertindak sebagai pihak yang membiayai barang modal dimana secara berkala lessor menerima pembayaran sewa guna usaha dari lessee dan di akhir masa sewa terdapat hak opsi bagi lessee. Hak opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewagunausahakan atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. Sedangkan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor membeli barang modal dan kemudian menyewa guna usahakannya kepada lessee, lessee tidak mempunyai hak opsi untuk membeli atau memperpanjang transaksi sewa guna usaha tersebut. Pada setiap akhir periode, perusahaan selalu membuat laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi. Dalam membuat laporan keuangan tersebut transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Perlakuan tersebut di atas adalah perlakuan yang biasa terjadi pada akuntansi komersial, perlakuan untuk perpajakan tentunya memiliki perbedaan dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang secara khusus

3

mengaturnya. Adanya perbedaan tersebut memotivasi penulis untuk mencoba meneliti bagaimana perlakuan akuntansi perpajakan atas transaksi sewa guna usaha. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimanakah penerapan akuntansi perpajakan atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease pada PT.IGLAS (Persero) ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi perpajakan atas transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) pada PT.IGLAS (Persero). 2. Menerapkan perlakuan akuntansi perpajakan yang tepat untuk kepemilikan aktiva kendaraan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi pada PT.IGLAS (Persero). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan akan diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis

4

Dapat memberikan kesempatan untuk mengadakan pengkajian dan pembahasan terhadap ilmu-ilmu yang diterima dalam perkuliahan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. 2. Bagi perusahaan Dapat memberikan acuan pada PT.IGLAS (Persero) tentang tata cara dan prosedur yang tepat untuk perlakuan akuntansi perpajakan sewa guna usaha. 3. Bagi pembaca lainnya Dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menambah

pengetahuan dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut bagi peneliti lainnya. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Sistematika penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut : Bab 1: Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah yang menguraikan pandangan umum tentang perlakuan akuntansi pajak atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease. Selanjutnya bab ini juga menguraikan tentang rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

5

Bab 2: Tinjauan Kepustakaan Bab ini menguraikan tentang teori dan konsep yang berhubungan dengan masalah penelitian, antara lain mengenai pengertian akuntansi, pengertian laporan keuangan, pengertian aktiva tetap, akuntansi pajak penghasilan, akuntansi pajak pertambahan nilai, pengertian leasing, serta teori-teori lainnya. Bab 3: Metodologi Penelitian Bab ini menguraikan tentang alasan pemilihan metode penelitian yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif (studi kasus). Dengan menggunakan metode tersebut penulis dapat menjelaskan secara rinci dan mendalam tentang objek studi dan dapat menemukan penyelesaian masalah dari permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis. Bab 4 : Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi tentang gambaran umum obyek dan subyek penelitian yang meliputi sejarah singkat perusahaan, struktur orgnisasi, kebijakan akuntansi perusahaan yang terkait dengan transaksi sewa guna usaha, serta perlakuan akuntansi pajak atas transaksi sewa guna usaha yang terjadi di perusahaan. Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang simpulan dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, sert pemberian saran-saran sehubungan dengan pembahasan yang telah dilakukan.

6

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Perlakuan Akuntansi Pajak 2.1.1 Pengertian akuntansi Akuntansi sering disebut sebagai bahasa bisnis. Atau bisa juga dikatakan akuntansi adalah bahasa dari keputusan-keputusan keuangan. (Horngren dkk., 1997 : 2). Pengertian akuntansi menurut APB Statement No.4 : Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan. Aspek legal menyangkut penyelenggaraan akuntansi atau pembukuan diatur dalam pasal-1 angka 26, dan pasal 28 Undang-Undang No.16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Menurut ketentuan pasal-1 angka 26 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut di atas, pembukuan didefinisikan sebagai : Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak

7

8

2.1.2 Pengertian laporan keuangan Laporan Keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) : Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan

Selanjutnya di dalam Standar Akuntansi Keuangan tersebut disebutkan bahwa tujuan disusunnya laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan,kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardships) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. 2.1.3 Pengertian akuntansi pajak Akuntansi perpajakan, menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Gunadi (1997:7) dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan

9

secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak. Tujuan utama dari laporan akuntansi pajak adalah untuk menyajikan informasi sebagai bahan menghitung besarnya pendapatan kena pajak (dasar pengenaan pajak dalam kasus PPN). Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak harus menghitung sendiri utang pajaknya sehingga laporan keuangan itu sangat membantu perhitungan. Selain untuk kebutuhan informasi manajemen, laporan keuangan juga dipakai sebagai bahan untuk mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap administrasi pajak, terutama dalam aktivitas pemeriksaan bahkan penyidikan pajak. 2.1.4 Aktiva tetap 2.1.4.1 Pengertian aktiva tetap Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.16 (2004:16.2) : Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu aktiva tetap mempunyai beberapa sifat, yaitu : 1. Masa manfaatnya jangka panjang atau lebih dari satu tahun

10

2. Dimiliki dan digunakan dalam operasi normal perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa 3. Tidak ditujukan untuk dijual kembali atau diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan aktiva tersebut 2.1.4.2 Bentuk-bentuk aktiva tetap Secara garis besar aktiva tetap dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu : 1. Aktiva Tetap Berwujud Zaki Baridwan (1992:271) mengungkapkan : Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan normal . Jadi aktiva tetap berwujud ini mempunyai sifat permanen atau dengan kata lain dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Aktiva tetap berwujud ini masih dibagi lagi menjadi : a. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah b. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva aktiva sejenis, misalnya: bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain. c. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis, misalnya: sumber-sumber alam seperti hasil tambang, hutan, dan lain-lain

11

2. Aktiva Tetap Tidak Berwujud Pengertian aktiva tetap tidak berwujud menurut Zaki Baridwan (1992:355) adalah : Aktiva-aktiva yang umurnya lebih dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik. Pada umumnya aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang dapat digunakan lebih dari satu tahun. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:19.3): Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Aktiva tidak berwujud antara lain dapat berbentuk lisensi, merek dagang, (termasuk merek produk), hak paten, hak cipta, waralaba. 2.1.5 Penyusutan aktiva tetap berwujud 2.1.5.1 Pengertian penyusutan Menurut Standar Akuntasi Keuangan (2004:17.1): Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :

12

1.

Diharapkan untuk

digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; dan 2. masa manfaat yang terbatas; dan 3. Ditahan oleh suatu Memiliki suatu

perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi. 2.1.5.2 Metode penyusutan Jumlah yang dapat disusutkan dialokasi ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode. Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut : 1. Berdasarkan waktu : a. Metode garis lurus (straight line method) b. Metode pembebanan yang menurun : i. Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method) ii. Metode saldo menurun/saldo menurun ganda

(declining/double declining balance method)

13

2. Berdasarkan penggunaan a. Metode jam jasa (service hours method) b. Metode jumlah unit produksi (productive output method) 3. Berdasarkan kriteria lainnya a. Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method); b. Metode anuitas (annuity method) c. Sistem persediaan (inventory system) 2.1.5.3 Metode penyusutan menurut ketentuan perpajakan Metode penyusutan menurut peraturan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah : 1. atau straight line method Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagianbagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. 2. menurun atau declining balance method Metode saldo Metode garis lurus

14

Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut : Tabel 2.1 Tarif penyusutan menurut ketentuan perpajakan Kelompok Harta Berwujud I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak permanen Masa Manfaat Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode Garis Lurus 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25 % 12,5% 6,25% 5% Saldo Menurun 50% 25% 12,5% 10%

20 tahun 10 tahun

5% 10%

-

Sumber : Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

15

2.1.6 Sewa guna usaha (Leasing) 2.1.6.1 Pengertian sewa guna usaha Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.Kep-

122/MK/2/1974 dan No.30/KPB/I/74 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Menurut Surat Keputusan Bersama tersebut menyatakan : Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama

Definisi tersebut nampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha saja yang lazim disebut capital lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan

No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam (pasal 1 huruf d) keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini : Perusahaan sewa guna usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Capital lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala

16

Menurut Marpaung (1985:1), perusahaan leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang dimana pihak penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu obyek lease ditambah dengan bunga, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan oleh lessor. Dari definisi-defini leasing yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri leasing yang membedakannya dari transaksi sewa-menyewa biasa, yaitu : a. Obyek Leasing Barang-barang yang menjadi obyek perjanjian leasing meliputi segala macam barang modal seperti mesin atau komputer, sedangkan pada transaksi sewa-menyewa biasa obyeknya tidak harus barang modal. b. Adanya pembayaran secara berkala dalam waktu tertentu Dalam sewa-menyewa biasanya cara pembayarannya dilakukan sekali untuk suatu periode tertentu, sedangkan leasing pembayarannya dilakukan secara berkala dan bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah tahun sekali. c. Nilai sisa atau residual value Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa sedangkan perjanjian sewa-menyewa biasa tidak mengenal hal ini.

17

d. Hak opsi bagi lessee Pada akhir dari masa leasing, lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa ataukah mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian sewa-menyewa biasa jika masa sewa telah berakhir maka penyewa wajib mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang menyewakan. 2.1.6.2 Jenis-jenis sewa guna usaha (Leasing) Secara umum jenis leasing bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama (Eddy P.Soekadi, 1990:20), yaitu : 1. Capital lease atau Capital Lease (Sewa guna usaha dengan hak opsi) Pada transaksi leasing jenis ini Lessee yang membutuhkan barang menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta lain-lain hal yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Kemudian Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan setelah itu barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Pada akhir masa lease, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor atau juga

18

mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang yang sama. Capital lease sendiri sebenarnya dapat dikategorikan lagi menjadi dua macam : a. Direct capital lease Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease. Pada dasarnya transaksi leasing jenis ini sama dengan transaksi capital lease yang telah diterangkan di atas. b. Sale and lease back Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessor dan lessee. 2. Operating Lease (Sewa guna usaha tanpa hak opsi) Pada transaksi leasing jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian menyewakannya kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Pada prakteknya lessee membayar uang secara berkala yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Disini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lessee yang sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru. Pada operating lease ini biasanya lessor bertanggung jawab

19

mengenai perawatan barang tersebut. Barang-barang yang sering digunakan dalam operating lease ini biasanya barang-barang yang mempunyai nilai tinggi seperti alat-alat berat, traktor, mesin-mesin, dan sebagainya. Di samping adanya bentuk-bentuk lease seperti yang telah disebutkan di atas, ada bentuk-bentuk lain dari leasing, yaitu : 3. Leverage lease Leverage lease ini adalah merupakan capital lease. Namun di dalam pelaksanaannya leverage lease ini jauh lebih kompleks serta melibatkan pihak ketiga. Selain daripada lessee dan lessor, ada juga pihak ketiga yang disebut sebagai credit provider. Lessor tidak membiayai barang tersebut hingga sebesar 100 % dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh pihak ketiga. Biasanya leverage lease ini dilakukan terhadap barang-barang yang mempunyai nilai yang tinggi. 4. Cross border lease Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berlainan. Cross border lease ini saat ini banyak dilakukan di negara-negara maju seperti di Eropa atau di Amerika Serikat. Barang-barang atau peralatan yang

20

ditransaksikan dalam cross border lease ini juga meliputi nilai jutaan dollar seperti misalnya pesawat terbang jet. Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum mengizinkan adanya transaksi cross border lease ini. 2.1.6.3 Kriteria penggolongan sewa guna usaha Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:30.6), suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini : 1. Penyewa guna usaha (lessee) memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha. 2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha (full payout lease). 3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

21

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. 2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2(dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. 3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya suatu transaksi dapat dikatakan sebagai transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) apabila memenuhi syarat : 1. Adanya hak opsi bagi lessee untuk membeli barang yang disewagunausahakan. 2. Masa sewa guna usahanya sama atau melebihi 75% dari taksiran umur ekonomis aktiva yang disewagunausahakan. 3. Pembayaran sewa guna usahanya selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

22

2.1.6.4 Perlakuan akuntansi oleh penyewa guna usaha (Lessee) Berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi komersial Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:30.7) perlakuan akuntansi oleh lessee atas transaksi capital lease adalah sebagai berikut : a. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan

dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha. b. Tingkat diskonto yang digunakan untuk

menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha. c. Aktiva yang disewagunausahakan harus

diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.

23

d.

Kalau aktiva yang disewagunausahakan

dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan. e. Kewajiban sewa guna usaha harus

disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha. f. Dalam hal dilakukan penjualan dan

penyewaan kembali (sales and lease back) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewagunausahakan apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

24

2. Berdasarkan ketentuan perpajakan Pajak Penghasilan Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, pada pasal 16 : i. Perlakuan pajak penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut : 1. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat lessee

menggunakan opsi untuk membeli. 2. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee

melakukan penyusutan dan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. 3. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3 keputusan ini.

25

ii. Lessee tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

b.

Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas bertambahnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak baik pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak, mengimpor barang kena pajak, melakukan usaha perdagangan, atau pengusaha yang melakukan usaha dibidang jasa kena pajak. Dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), ada dua jenis penyerahan yaitu penyerahan barang kena pajak dan penyerahan jasa kena pajak. Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 pasal 15 disebutkan bahwa atas penyerahan jasa kena pajak pada transaksi financial lease, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan dalam pasal 1 huruf b angka 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, disebutkan bahwa penyerahan barang kena pajak karena perjanjian leasing adalah penyerahan yang dikenakan PPN. Yang menjadi soal adalah siapa diantara lessee dan lessor yang berhak untuk mengkreditkan pajak masukan PPN. Dengan perkataan lain, nama dan NPWP siapa

26

yang tercantum dalam faktur pajak. Oleh karena barang modal tersebut digunakan oleh lessee dalam produksi, maka dialah yang berhak mengkreditkan pajak masukan. Dengan demikian, faktur pajak barang modal adalah atas nama dan NPWP lessee tersebut. Berikut ini adalah skema perlakuan PPN atas penyerahan sewa guna usaha dengan hak opsi : Gambar 2.1 Skema perlakuan PPN atas Financial LeaseSUPPLIER 3 7 5 1 LESSOR 8 BANK 9 2 LESSEE

6

4

10

Sumber : Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, 2005:488 Keterangan : 1. Perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditandatangani oleh lessor dan lessee.

27

2. Lessor menyerahkan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi kepada lesse yang berdasarkan pasal 4A UU PPN 1984 jo pasal 9 PP No.50/1994 tidak dikenakan PPN, sehingga lessor non PKP. 3. Perjanjian jual beli barang modal sebagai objek perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditandatangani oleh supplier dan lessor. 4. Penyerahan secara fisik barang modal kepada lessee sesuai dengan permintaan lessor. 5. Penyerahan secara yuridis barang modal kepada lessor selaku pemegang hak milik atas barang modal yang menjadi objek perjanjian. 6. Supplier membuat dan menyerahkan faktur pajak atas nama Lessor q.q. Lessee. 7. Lessor membayar PPN kepada supplier, tetapi PPN ini merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh lessor karena lessor bukan PKP. 8. Untuk membeli barang modal, lessor mengambil kredit dari bank. 9. Faktur pajak atas nama Lessor q.q. Lessee, diserahkan oleh lessor kepada lessee supaya pajak masukannya dapat dikreditkan oleh lessee.

28

10. Karena lessee menerima faktur pajak atas nama Lessor q.q. Lessee sehingga pajak masukan dapat dikreditkan, maka lessee mengembalikan uang pembayaran PPN kepada lessor.

2.2 Pencatatan Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi oleh Lessee Sophar (1996:510) mengatakan bahwa transaksi berdasarkan capital lease harus dicatat oleh lessee sebagai aktiva tetap dan kewajiban dengan jumlah yang sama. Dengan demikian, lessee melakukan penyusutan atas aktiva yang di sewagunausahakan. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang di sewagunausahakan harus diterapkan secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan aktiva lainnya. Apabila tidak ada kepastian bahwa aktiva tetap tersebut tidak dimiliki pada akhir masa sewa guna usaha, maka nilai aktiva tersebut harus disusutkan seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat dari masa sewa guna usaha atau umur ekonomisnya. Berikut ini adalah contoh pencatatan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha dengan metode capital lease pada buku lessee (Keiso dkk., 2002:242) : Pada saat lessee memperoleh aktiva Aktiva Sewa Guna Usaha Capital lease Hutang Sewa Guna Usaha Capital lease 1. Mencatat PPN pada saat memperoleh aktiva Aktiva Sewa Guna Usaha Capital lease xxx xxx xxx

29

PPN masukan Hutang Sewa Guna Usaha

xxx xxx

2. Pada saat pembayaran angsuran Hutang Sewa Guna Usaha Capital lease Kas xxx xxx

3. Mencatat pembayaran bunga yang terhutang pada akhir tahun pertama Beban bunga Hutang bunga 4. Mencatat penyusutan Beban penyusutan Capital lease Akumulasi penyusutan Capital lease 5. Opsi membeli di akhir periode leasing Aktiva tetap Akumulasi penyusutan Capital lease Aktiva Sewa Guna Usaha Capital lease Akumulasi penyusutan aktiva tetap Kas xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

30

2.3 Penelitian Sebelumnya Skripsi terdahulu yang dijadikan acuan oleh penulis untuk melakukan penelitian adalah skripsi dengan judul Perlakuan Akuntansi Pajak atas kepemilikan Aktiva Kendaraan dengan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi ditinjau dari pihak Lessee pada PT X milik Marlina Larasati tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian penulis tersebut, kesimpulan yang diperoleh adalah perlakuan akuntansi sewa guna usaha pada PT X hanya dari segi akuntansinya saja, sedangkan perlakuan akuntansi sewa guna usaha dari segi pajak belum diterapkan. Padahal terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal perlakuan antara biaya-biaya yang menurut pajak tidak boleh dibebankan, tetapi oleh akuntansi diakui sebagai biaya. Karena terdapat perbedaan perlakuan sewa guna usaha antara akuntansi dan pajak, maka akan mempengaruhi penghasilan kena pajak. Kesimpulan selanjutnya adalah pada perlakuan akuntansi pajak, biaya sewa guna usaha dan biaya bunga sewa guna usaha dimasukkan dalam laporan Laba/Rugi pada pos biaya operasional, sedangkan hutang sewa guna usaha dimasukkan dalam neraca pada pos kewajiban jangka panjang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah keduanya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan sama-sama melakukan penelitian terhadap perlakuan akuntansi sewa guna usaha atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease. Perbedaan diantara keduanya adalah subyek penelitian, penelitian terdahulu dengan subyek PT X yang bergerak dalam industri manufaktur pembuatan sepatu dan sandal, sedangkan penelitian ini subyeknya adalah PT.IGLAS (Persero), Badan Usaha Milik Negara yang bergerak

31

dalam bidang produksi dan perdagangan barang-barang dan peralatan yang berasal dari gelas serta hasil olahan lainnya yang berhubungan dari produksi gelas.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian Metodologi penelitian menurut Noeng Muhadjir (2000:6) merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Selanjutnya Noeng (2000:3) mengatakan metodologi penelitian berbeda dengan metode penelitian. Metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya. Metodologi penelitian secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu metodologi penelitian kualitatif dan metodologi penelitian kuantitatif. Pada penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif, hal ini karena menurut Moleong (2002:4), penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal tersebut membawa peneliti untuk memasuki dan melibatkan sebagian waktunya apakah di sekolah, masyarakat, perusahaan dan lokasi lainnya. Moleong (2002:5) mengistilahkan cara pengumpulan data yang demikian pengamatan berperan serta atau participantobservation

32

33

3.1.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah suatu batasan studi yang menjelaskan fokus studi agar tidak melebar pada masalah yang lain. Dengan demikian seorang peneliti tahu persis data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana yang tidak perlu dikumpulkan. Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Subjek penelitian adalah PT.IGLAS (Persero) Surabaya yang bergerak dalam bidang produksi dan perdagangan barang-barang dan peralatan yang berasal dari gelas serta hasil olahan lainnya yang berhubungan dari produksi gelas. . 2. Objek penelitian adalah perlakuan akuntansi perpajakan atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease pada tahun 2004-2005. 3.2 Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan dengan pihak-pihak yang terkait. Dalam hal ini bagian umum, bagian akuntansi dan bagian pajak. 2. Data Sekunder

34

Merupakan data dari sumber tertulis, baik dari buku-buku literatur maupun dokumen-dokumen serta laporan-laporan yang diperoleh dari PT.IGLAS (Persero). 3.3 Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahaptahap sebagai berikut : 1. Survey Pendahuluan Yaitu penulis membaca Laporan Auditor Independen PT.IGLAS (Persero) tahun 2004-2005 dan kemudian melakukan kunjungan awal ke perusahaan. 2. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 3. Survey Lapangan Yaitu survey lanjutan yang dilakukan secara lebih mendalam dengan cara mengamati secara langsung pada perusahaan yang menjadi subjek penelitian. Survey lapangan terdiri dari : a. Wawancara Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak terkait, dalam hal ini adalah bagian SDM dan umum, bagian akuntansi dan bagian pajak. b. Observasi

35

Yaitu

teknik

pengumpulan

data

dengan

cara

mengadakan

pengamatan tentang masalah penelitian, dalam hal ini mengenai perlakuan akuntansi pajak atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease. c. Dokumentasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memeriksa atau melihat secara langsung dokumen, catatan-catatan dan buku-buku yang digunakan perusahaan. 3.4 Teknik Analisis Untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan di awal, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Menyusun data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan perolehan aktiva kendaraan. 2. Menghitung perolehan aktiva kendaraan dengan metode capital lease. 3. Menerapkan perlakuan akuntansi perpajakan yang tepat atas transaksi tersebut. 4. Memberikan rekomendasi atau saran-saran kepada pihak manajemen.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah singkat perusahaan PT. IGLAS (Persero) awalnya adalah suatu perusahaan milik Belanda dengan nama NV NIGLAS (Nederlands Indusche Fabreken) yang didirikan berdasarkan akta Notaris Fanz Jon Berg No.6 tanggal 10 November 1941. Dan setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1955 pemerintah Republik Indonesia mengambil alih NV IGLAS dan menjalankan pabrik gelas dengan tujuan membuat botol selain sebagai pilot project. Untuk merealisasikannya, pada tanggal 2 November 1955 diadakan kontrak antara BIN (Bank Indonesia Negara) dengan Societe Mechanique Verrieries (Le Havre, Perancis) untuk mendatangkan mesinmesin, memasang, menjalankan dan mendidik tenaga-tenaga Indonesia selama 3 tahun sehingga dapat mencapai standar produk gelas kemasan dalam negeri dengan standar produk internasional. Pembangunan sipil dimulai sejak tanggal 22 Februari 1956 dengan pemancangan tiang beton utama di lokasi pabrik. Saat pembangunan pabrik mulai berjalan, pemerintah Republik Indonesia memutuskan agar BIN membeli semua saham NIGLAS milik NV Heinekens Indonesieche Beirbrowerij di Surabaya. Pada tanggal 29 Oktober 1956 berdasarkan akta notaris Mr. Raden Pranowo Suwandi

36

37

No.88 terdapat perubahan anggaran dari NV NIGLAS menjadi PT.Pabrik Gelas (IGLAS). Akta pendirian PT.Pabrik Gelas disahkan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Ketetapan Menteri Kehakiman No.JA5/9/156 pada tanggal 10 Desember 1956. Pembangunan sipil seluruhnya pada bulan Februari 1956. Pemasangan mesin dimulai pada bulan Mei 1957 oleh SA Maurer Swiss dan De Vulkan sebagai sub kontraktor dari Societe Mechanique Verrieres (SMV) dan selesai bulan September 1959. Penyalaan Tanur I mulai 9 Maret 1959 dan diikuti Tanur II pada 4 Januari 1960. Berdasarkan UU No.19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara oleh Pemerintah dikeluarkan PP No.130 tahun 1961 tanggal 17 April 1961 tentang pendirian Perusahaan Negara IGLAS dan sejak 1 Januari 1961 perusahaan ini berstatus Perusahaan Negara. Tanggal 1 November 1979 Perusahaan Negara IGLAS berubah menjadi PT.IGLAS (Persero) yang berdasarkan pada : 1. Neraca Konsolidasi DJ PKN 2. Akte Notaris Hadi Muntoro SH. No.3 tanggal 1 November 1979 yang disahkan oleh Menteri Kehakiman No. YA5/378/13 tanggal 14 Agustus 1980. 3. PP RI No.33 tahun 1978 tentang peralihan bentuk Perusahaan Negara IGLAS menjadi perusahaan Persero. Berdasarkan SK Direksi PT.IGLAS (Persero) No.65/Kpts/Dir/1989 ditetapkan hari jadi PT.IGLAS (Persero) pada tanggal 29 Oktober 1956.

38

Antara tahun 1961 dan 1966 para ahli asal Perancis dalam perusahaan mulai diganti oleh pimpinan, staf, teknisi Indonesia yang memiliki kualifikasi tinggi. Tetapi untuk menjamin kualitas produksi sesuai dengan standar yang diharapkan, konsultasi dan masukan dari mereka tetap diperlukan. PT. IGLAS (Persero) selalu mengikuti dan mempelajari perkembangan jaman, memanfaatkan kehebatan pengalaman dan menambah peralatan pabrik sekaligus memaksimalkan Sumber Daya Manusianya. Dan sebagai bukti dengan semakin meningkatnya kapasitas produksi secara signifikan, dari yang semula 50 ton/hari pada tahun 1960 meningkat menjadi 465 ton/hari saat ini. Hal ini untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pasar akan produksi PT.IGLAS (Persero) Sasaran konsumen yang dilayanipun semakin beragam, yaitu industriawan farmasi, makanan dan minuman serta kosmetik. Mutu produksinya juga telah diakui dan memenuhi standar internasional dengan diperolehnya sertifikat ISO 9002 pada tahun 1994 dan tahun 1995 serta sertifikat Zero Accident selaku produsen gelas kemasan sejak tahun 1997. 4.1.2 Struktur organisasi Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menunjukkan tugas dan pemisahan tanggung jawab serta fungsional sehingga lebih terarah, serta mempermudah dalam melakukan pengendalian agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Berikut ini adalah struktur organisasi PT.IGLAS (Persero):

39

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT.IGLAS (Persero)D IR E K T U R UTAM A

D IR E K T U R PRODUKSI

D IR E K T U R K EU A NN A G

D IR E K T U R PEMASARAN

Kadep K a d ep P ro d u k K a d e p K a d e p T e k n ik P ro d u k s i D e s ig n K euangan

Kadep A k u n ta n s i

Kadep L o g is tik

K adep K e p a la P e n g e m b a n g a n K e p a la S P I SD M &Um um P e m a s a ra n B is n is

Kadep

Sumber : SK Direksi No. 051/Kpts/Dir/05/2005/, tanggal 17 Mei 2005 1. Direktur Utama a. Pada tingkat direksi bertindak sebagai pemberi keputusan terakhir dan penanggungjawab tertinggi yang terakhir b. Bertindak untuk dan atas nama direksi mewakili PT.IGLAS (Persero) c. Sebagai anggota direksi memipin PT.IGLAS (Persero) d. Sebagai anggota direksi menetapkan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan 2. Direktur Produksi a. Sebagai anggota direksi memimpin PT.IGLAS (Persero) b. Sebagai anggota direksi menetapkan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan

40

c. Menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan

yang

berlangsung

dan

berkaitan dengan produksi 3. Direktur Keuangan a. Sebagai anggota direksi memimpin PT.IGLAS (Persero) b. Sebagai anggota direksi menetapkan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

keuangan, akuntansi dan perpajakan 4. Direktur Pemasaran a. Sebagai anggota direksi memimpin PT.IGLAS (Persero) b. Sebagai anggota direksi menetapkan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan c. Menyelenggarakan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan

promosi, distribusi dan pengembangan produk 5. Kepala Satuan Pengendalian Internal (SPI) a. Bertugas melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan atau audit terhadap segala transaksi dan laporan perusahaan agar sesuai dengan kebijakan, prosedur maupun peraturan yang berlaku demi kelangsungan bisnis perusahaan

41

6. Kepala SDM dan Umum a. Mengkoordinasikan dan memimpin perencanaan, pengadaan,

pengendalian dan pengembangan sumber daya manusia berdasarkan kebijakan strategis perusahaan b. Melakukan analisa komprehensif terhadap pelaku-pelaku organisasi sehingga tercipta hubungan kerja yang harmonis, solid dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan perusahaan 7. Departemen Produksi a. Melaksanakan kegiatan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku dan bahan penolong sesuai dengan kebutuhan produksi dalam usaha untuk mendukung kelancaran penyediaan material produksi b. Melaksanakan kegiatan penerimaan, penyimpanan dan pengendalian material/spare part serta peralatan pabrik agar dapat terjaga fungsinya secara baik c. Melaksanakan perencanaan dan pengendalian produksi, pengaturan jadwal produksi serta kapasitas pabrik d. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan penyortiran dan pengemasan produk serta proses lanjut agar tercapai target yang telah ditetapkan

42

8. Departemen Teknik a. Mengkoordinasikan dan memimpin proses persiapan sarana penunjang kegiatan pabrikasi seperti sarana pembangkit tenaga listrik dan instrumen untuk mendukung jalannya proses produksi b. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan perawatan dan perbaikan bangunan dan sarana pabrik, bangunan lain dan kawasan lokasi perusahaan 9. Departemen Produk Desain a. Melaksanakan perencanaan, penelitian, pengembangan dan

pengendalian cetakan serta pelabelan dan penyiapan bahan yang diperlukan dalam rangka memnuhi kebutuhan cetakan untuk proses produksi b. Mengkoordinasikan kegiatan pemeriksaan dan pengendalian mutu produksi serta merumuskan kebijakan, metode dan prosedur pengendalian mutu, agar mutu produksi dapat terjamin sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan 10. Departemen Keuangan a. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan proses penyimpanan, pengeluaran dan pemeliharaan uang atau alat pembayaran lainnya berdasarkan rencana anggaran yang telah disusun sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku

43

b. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan pengelolaan penagihan secara periodik untuk mengumpulkan dana perusahaan secara terpadu c. Mengkoordinasikan pengelolaan perpajakan dan asuransi

perusahaan untuk memenuhi kewajiban perusahaan 11. Departemen Akuntansi a. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan pengelolaan sistem administrasi keuangan perusahaan melalui sistem akuntansi yang berlaku b. Mengkoordinasikan dan memimpin proses pengelolaan keuangan melalui perencanaan, penyusunan dan pengendalian keuangan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan untuk meningkatkan keakuratan posisi finansiil perusahaan secara terpadu c. Memberikan analisa terhadap kondisi keuangan perusahaan kepada manajemen 12. Departemen Logistik a. Melaksanakan pengadaan bahan atau barang dan atau jasa baik lokal maupun impor sehingga barang dan atau jasa yang disediakan sesuai dengan mutu, biaya dan waktu yang tepat

44

13. Departemen Pemasaran a. Menyelenggarakan dan menjabarkan kebijakan dewan direksi dalam bidang perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan pengendalian penjualan produk agar program pemasaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta menjaga hubungan yang baik dengan para pelanggan secara langsung maupun melalui keagenan 14. Departemen Pengembangan Bisnis a. Mengkoordinasikan dan memimpin seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan produk, proses produksi dan potensi pasar dalam upaya menciptakan keunggulan daya saing perusahaan serta menuangkan hasilnya dalam bentuk konsep dasar b. Mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan perencanaan programprogram implementasi dari hasil kegiatan penelitian dan

pengembangan termasuk di dalamnya melakukan analisa kelayakan teknis dan finansiil 4.2 Hasil Analisis 4.2.1 Kebijakan akuntansi komersial PT.IGLAS (Persero) 1. Aktiva tetap dan penyusutannya Klasifikasi aktiva tetap dan nilai kapitalisasi (capital expenditure) ditetapkan dengan memo dinas direksi.

45

Aktiva tetap dicatat sebesar nilai perolehannya. Penyusutan aktiva tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method), berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aktiva tersebut. Pada bulan Februari tahun 2006 direksi memutuskan untuk merevisi kebijakannya atas penyusutan aktiva tetap yang selama ini digunakan dengan pertimbangan : 1. Berdasarkan pengalaman perusahaan, ternyata beberapa peralatan produksi mampu beroperasi lebih panjang dari umur teknis yang diperkirakan. 2. Pembebanan biaya penyusutan dengan umur aktiva yang lebih panjang akan mengurangi harga pokok produksi sehingga akan membantu kebijakan harga jual produk yang lebih kompetitif. Perbandingan kebijakan penyusutan sebelum dan sesudah revisi dapat digambarkan sebagai berikut :

46

Tabel 4.1 Perbandingan kebijakan akuntansi sebelum dan sesudah revisi Masa Penyusutan Jenis Aktiva 1. Bangunan 2. Mesin dan Perlengkapan Dapur Peleburan Mesin-mesin produksi Mesin Pembangit tenaga Mesin Peralatan bengkel Repair dapur dan mesinmesin (sesuai dengan sisa umur dapur atau mesin yang direpair) 3. Kendaraan 4. Inventaris Pallet dan trays Peralatan kantor Peralatan rumah dinas Sebelum revisi 20 tahun 7 tahun 10 tahun 10 tahun 10 tahun 2-3 tahun Setelah revisi tetap 9 tahun 15 tahun 15 tahun 15 tahun tetap

5 tahun 3 tahun 5 tahun 5 tahun

tetap tetap tetap tetap

Sumber : SK Direksi PT.IGLAS No.025/Kpts/Dir/02/2006 Tanah dinyatakan berdasarkan biaya perolehan dan tidak disusutkan. Biaya pengurusan hak atas tanah dikelompokkan ke dalam aktiva tetap tanah dan diamortisasi selama 20 tahun. Aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aktiva tetap berikut akumulasi penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aktiva tetap tersebut dibukukan dalam (pendapatan/biaya lain-lain) pada tahun yang bersangkutan. Mould dinilai berdasarkan nilai perolehan dan dibebankan secara bertahap pada saat digunakan untuk produksi. Perhitungan penyusutannya

47

didasarkan pada jumlah unit botol yang diproduksi (unit of production method). Sedangkan mould yang rusak sebelum taksiran kapasitas unit produksinya habis atau mould yang dapat dipakai melebihi taksiran kapasitas unit produksi tetap dibebankan dan dimasukkan ke R/L lain-lain. Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi pada saat terjadinya. Pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi atau peningkatan standar kinerja dikapitalisasi. 2. Aktiva Sewa Guna Usaha Capital lease Aktiva sewa guna usaha dicatat sebagai aktiva tetap sebesar nilai tunai pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha yang ditetapkan pada saat permulaan sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha biaya pemeliharaan menjadi beban penyewa (lessee). Penyusutan aktiva sewa guna usaha dihitung dengan metode garis lurus dengan masa manfaat ekonomis sama dengan aktiva tetap lainnya (lihat tabel 4.1). Kewajiban sewa guna usaha disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.

48

4.2.2 Transaksi sewa guna usaha pada PT.IGLAS (Persero) Transaksi sewa guna usaha yang dilakukan PT.IGLAS (Persero) selama ini adalah transaksi pengadaaan kendaraan. Kendaraan tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan memilih pembelian kendaraan dengan cara leasing karena : a. Masa pemrosesan pembiayaan yang diajukan membutuhkan waktu yang relatif singkat dan prosedurnya mudah b. Leasing dapat memberi pembiayaan sampai 100% atas barang yang disewa c. Menghemat modal kerja d. Sewa guna usaha tidak menuntut jaminan tambahan yang berarti e. Melindungi dari resiko keusangan f. Dalam kondisi moneter yang tidak menentu, perusahaan terhindar dari pengaruh keadaan moneter misalnya inflasi Sewa guna usaha yang dilakukan PT.IGLAS (Persero) adalah sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) dengan teknis pelaksanaan sewa guna usaha langsung (direct lease). Berikut ini penulis sajikan daftar kendaraan yang diperoleh PT.IGLAS (Persero) secara capital lease selama tahun 2001 hingga 2004 :

Tabel 4.2

49

Daftar Aktiva Sewa Guna Usaha PT.IGLAS (Persero) Tahun 2001-2004TAHUN REKENING KETERANGAN JML PEROLEHAN LAMA PENY. (Th) 121.12.1009 121.12.1010 121.12.1011 121.12.1012 T.KIJANG LGX/P-5527-1101 L 2559 NM T.KIJANG LGX/L-2784NM T.KIJANG LGX/L-2731NM ISUZU PANTHER L-2414PW Jumlah 1 1 1 1 30-11-2001 31-12-2001 31-12-2001 12/31/2004 5 5 5 5 NILAI PEROLEHAN (Rp.) 188,987, 091.00 188,987, 091.00 188,987, 091.00 154,751, 798.00 721,713,0 71.00 PENY. per bulan (Rp.) 3,1 49,784.85 3,1 49,784.85 3,1 49,784.85 2,5 79,196.63 12,02 8,551.18

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi Sewa Guna Usaha tersebut adalah: 1. Pihak Pertama (Lessee) : PT.IGLAS (Persero) Jl.Ngagel No.153, Surabaya 2. Pihak Kedua (Lessor) : Oto Multi Artha Jl.Karimun Jawa Kav.No.15-16, Surabaya Rincian transaksinya adalah sebagai berikut : 1. Tiga unit Toyota Kijang LGX. Transaksi dilakukan pada bulan Desember 2001 dengan jangka waktu perjanjian selama 4 tahun. Kendaraan tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan. a. Harga Barang

50

@Rp. 188.987.091 X 3 unit b. Bunga 4 tahun @ 10% c. Angsuran per bulan d. Nilai Sisa (Hak opsi)

: Rp. 566.961.273,: Rp. 163.668.462,: Rp. 10.701.284,-

@Rp. 72.000.000 X 3 unit: Rp. 216.000.000,2. Satu unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) Manual tahun 2004 warna perak metalik. Transaksi dilakukan pada bulan Desember 2004 dengan jangka waktu perjanjian selama 4 tahun. Kendaraan tersebut digunakan untuk fasilitas antar jemput karyawan. a. Harga Barang b. Bunga 4 tahun @ 7,5% c. Angsuran per bulan d. Nilai Sisa (Hak opsi) : Rp. 154.751.798,: Rp. 34.683.281,: Rp. 2.531.574,-

: Rp. 67.500.000,-

Tabel 4.3 Jadwal Pembayaran Sewa Guna usaha 3 Unit Toyota Kijang LGXNo 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Tgl January 02 February 02 March 02 April 02 May 02 June 02 July 02 August 02 September 02 October 02 November 02 December 02 January 03 February 03 March 03 April 03 May 03 June 03 July 03 August 03 September 03 October 03 November 03 December 03 January 04 February 04 March 04 April 04 May 04 June 04 July 04 August 04 September 04 October 04 November 04 December 04 January 05 February 05 March 05 April 05 May 05 Angsuran Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Bunga Rp4,705,778.56 Rp4,656,015.86 Rp4,605,840.13 Rp4,555,247.94 Rp4,504,235.84 Rp4,452,800.33 Rp4,400,937.91 Rp4,348,645.04 Rp4,295,918.13 Rp4,242,753.59 Rp4,189,147.78 Rp4,135,097.04 Rp4,080,597.69 Rp4,025,645.99 Rp3,970,238.19 Rp3,914,370.50 Rp3,858,039.12 Rp3,801,240.18 Rp3,743,969.81 Rp3,686,224.10 Rp3,627,999.10 Rp3,569,290.83 Rp3,510,095.28 Rp3,450,408.41 Rp3,390,226.14 Rp3,329,544.35 Rp3,268,358.91 Rp3,206,665.62 Rp3,144,460.29 Rp3,081,738.65 Rp3,018,496.41 Rp2,954,729.27 Rp2,890,432.86 Rp2,825,602.80 Rp2,760,234.64 Rp2,694,323.92 Rp2,627,866.15 Rp2,560,856.78 Rp2,493,291.23 Rp2,425,164.88 Rp2,356,473.09 Pokok Rp5,995,505.99 Rp6,045,268.69 Rp6,095,444.42 Rp6,146,036.61 Rp6,197,048.71 Rp6,248,484.22 Rp6,300,346.64 Rp6,352,639.51 Rp6,405,366.42 Rp6,458,530.96 Rp6,512,136.77 Rp6,566,187.51 Rp6,620,686.86 Rp6,675,638.56 Rp6,731,046.36 Rp6,786,914.05 Rp6,843,245.43 Rp6,900,044.37 Rp6,957,314.74 Rp7,015,060.45 Rp7,073,285.45 Rp7,131,993.72 Rp7,191,189.27 Rp7,250,876.14 Rp7,311,058.41 Rp7,371,740.20 Rp7,432,925.64 Rp7,494,618.93 Rp7,556,824.26 Rp7,619,545.90 Rp7,682,788.14 Rp7,746,555.28 Rp7,810,851.69 Rp7,875,681.75 Rp7,941,049.91 Rp8,006,960.63 Rp8,073,418.40 Rp8,140,427.77 Rp8,207,993.32 Rp8,276,119.67 Rp8,344,811.46 Sisa Rp566,961,272.09 Rp560,965,766.10 Rp554,920,497.41 Rp548,825,052.99 Rp542,679,016.38 Rp536,481,967.66 Rp530,233,483.4 4 Rp523,933,136.8 1 Rp517,580,497.29 Rp511,175,130.87 Rp504,716,599.90 Rp498,204,463.1 3 Rp491,638,275.63 Rp485,017,588.77 Rp478,341,950.20 Rp471,610,903.8 4 Rp464,823,989.7 9 Rp457,980,744.3 6 Rp451,080,699.98 Rp444,123,385.2 4 Rp437,108,324.7 9 Rp430,035,039.3 4 Rp422,903,045.61 Rp415,711,856.34 Rp408,460,980.20 Rp401,149,921.79 Rp393,778,181.59 Rp386,345,255.94 Rp378,850,637.02 Rp371,293,812.76 Rp363,674,266.85 Rp355,991,478.72 Rp348,244,923.4 4 Rp340,434,071.7 5 Rp332,558,390.00 Rp324,617,340.0 9 Rp316,610,379.4 6 Rp308,536,961.06 Rp300,396,533.2 9 Rp292,188,539.96 Rp283,912,420.29 Rp275,567,608.83

51

52

42 43 44 45 46 47 48 49

Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp10,701,284.55 Rp216,000,000.00 Rp730,629,734.7 8 Sumber : Data Olahan Penulis

June 05 July 05 August 05 September 05 October 05 November 05 December 05 January 06

Rp2,287,211.15 Rp2,217,374.34 Rp2,146,957.89 Rp2,075,956.98 Rp2,004,366.76 Rp1,932,182.34 Rp1,859,398.79 Rp1,786,011.14 Rp163,668,462.69

Rp8,414,073.40 Rp8,483,910.21 Rp8,554,326.66 Rp8,625,327.57 Rp8,696,917.79 Rp8,769,102.21 Rp8,841,885.76 Rp215,182,065.24 Rp566,961,272.09

Rp267,153,535.44 Rp258,669,625.23 Rp250,115,298.57 Rp241,489,971.00 Rp232,793,053.21 Rp224,023,951.00 Rp215,182,065.24 Rp0.00

Tabel 4.4 Jadwal Pembayaran Sewa Guna usaha 1 Unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) No1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49

TglJanuary 05 February 05 March 05 April 05 May 05 June 05 July 05 August 05 September 05 October 05 November 05 December 05 January 06 February 06 March 06 April 06 May 06 June 06 July 06 August 06 September 06 October 06 November 06 December 06 January 07 February 07 March 07 April 07 May 07 June 07 July 07 August 07 September 07 October 07 November 07 December 07 January 08 February 08 March 08 April 08 May 08 June 08 July 08 August 08 September 08 October 08 November 08 December 08 January 09

AngsuranRp2,531,527.67 Rp2,531,528.67 Rp2,531,529.67 Rp2,531,530.67 Rp2,531,531.67 Rp2,531,532.67 Rp2,531,533.67 Rp2,531,534.67 Rp2,531,535.67 Rp2,531,536.67 Rp2,531,537.67 Rp2,531,538.67 Rp2,531,539.67 Rp2,531,540.67 Rp2,531,541.67 Rp2,531,542.67 Rp2,531,543.67 Rp2,531,544.67 Rp2,531,545.67 Rp2,531,546.67 Rp2,531,547.67 Rp2,531,548.67 Rp2,531,549.67 Rp2,531,550.67 Rp2,531,551.67 Rp2,531,552.67 Rp2,531,553.67 Rp2,531,554.67 Rp2,531,555.67 Rp2,531,556.67 Rp2,531,557.67 Rp2,531,558.67 Rp2,531,559.67 Rp2,531,560.67 Rp2,531,561.67 Rp2,531,562.67 Rp2,531,563.67 Rp2,531,564.67 Rp2,531,565.67 Rp2,531,566.67 Rp2,531,567.67 Rp2,531,568.67 Rp2,531,569.67 Rp2,531,570.67 Rp2,531,571.67 Rp2,531,572.67 Rp2,531,573.67 Rp2,531,574.67 Rp67,500,000.00 Rp189,435,079.14

BungaRp967,198.74 Rp957,421.68 Rp947,583.51 Rp937,683.85 Rp927,722.31 Rp917,698.50 Rp907,612.03 Rp897,462.52 Rp887,249.57 Rp876,972.79 Rp866,631.76 Rp856,226.10 Rp845,755.40 Rp835,219.24 Rp824,617.24 Rp813,948.96 Rp803,214.00 Rp792,411.94 Rp781,542.36 Rp770,604.84 Rp759,598.95 Rp748,524.27 Rp737,380.37 Rp726,166.81 Rp714,883.16 Rp703,528.98 Rp692,103.83 Rp680,607.27 Rp669,038.85 Rp657,398.12 Rp645,684.63 Rp633,897.92 Rp622,037.54 Rp610,103.03 Rp598,093.92 Rp586,009.75 Rp573,850.04 Rp561,614.33 Rp549,302.14 Rp536,913.00 Rp524,446.41 Rp511,901.90 Rp499,278.98 Rp486,577.17 Rp473,795.96 Rp460,934.86 Rp447,993.37 Rp434,971.00 Rp421,867.22 Rp34,683,281.1

PokokRp1,564,328.93 Rp1,574,106.99 Rp1,583,946.15 Rp1,593,846.82 Rp1,603,809.36 Rp1,613,834.17 Rp1,623,921.63 Rp1,634,072.14 Rp1,644,286.09 Rp1,654,563.88 Rp1,664,905.91 Rp1,675,312.57 Rp1,685,784.27 Rp1,696,321.42 Rp1,706,924.43 Rp1,717,593.71 Rp1,728,329.67 Rp1,739,132.73 Rp1,750,003.31 Rp1,760,941.83 Rp1,771,948.72 Rp1,783,024.40 Rp1,794,169.30 Rp1,805,383.86 Rp1,816,668.51 Rp1,828,023.69 Rp1,839,449.83 Rp1,850,947.39 Rp1,862,516.82 Rp1,874,158.55 Rp1,885,873.04 Rp1,897,660.74 Rp1,909,522.12 Rp1,921,457.64 Rp1,933,467.75 Rp1,945,552.92 Rp1,957,713.63 Rp1,969,950.34 Rp1,982,263.53 Rp1,994,653.67 Rp2,007,121.26 Rp2,019,666.77 Rp2,032,290.68 Rp2,044,993.50 Rp2,057,775.71 Rp2,070,637.81 Rp2,083,580.29 Rp2,096,603.67 Rp67,498,755.86 Rp154,751,798.00

SisaRp154,751,798.00 Rp153,187,469.07 Rp151,613,362.08 Rp150,029,415.93 Rp148,435,569.11 Rp146,831,759.75 Rp145,217,925.58 Rp143,594,003.95 Rp141,959,931.80 Rp140,315,645.71 Rp138,661,081.83 Rp136,996,175.92 Rp135,320,863.35 Rp133,635,079.08 Rp131,938,757.66 Rp130,231,833.2 3 Rp128,514,239.52 Rp126,785,909.85 Rp125,046,777.11 Rp123,296,773.80 Rp121,535,831.97 Rp119,763,883.25 Rp117,980,858.86 Rp116,186,689.56 Rp114,381,305.70 Rp112,564,637.19 Rp110,736,613.51 Rp108,897,163.67 Rp107,046,216.28 Rp105,183,699.46 Rp103,309,540.92 Rp101,423,667.88 Rp99,526,007.14 Rp97,616,485.01 Rp95,695,027.38 Rp93,761,559.63 Rp91,816,006.71 Rp89,858,293.08 Rp87,888,342.75 Rp85,906,079.22 Rp83,911,425.55 Rp81,904,304.29 Rp79,884,637.53 Rp77,852,346.84 Rp75,807,353.34 Rp73,749,577.63 Rp71,678,939.83 Rp69,595,359.53 Rp67,498,755.86 Rp0.00

Sumber : Data Olahan Penulis

53

54

4

4.3 Pembahasan 4.3.1 Transaksi sewa guna usaha menurut peraturan perpajakan Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut : 1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. 2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2(dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3(tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III dan 7(tujuh) tahun untuk golongan bangunan. 3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Transaksi Sewa Guna usaha yang terjadi pada PT.IGLAS (Persero) atas pembelian 3 unit Toyota Kijang LGX dan 1 unit Isuzu Panther apabila penulis uji dengan tiga kriteria tersebut akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: a. Tiga unit Toyota Kijang LGX Kriteria 1 : Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama 4 tahun : Rp. 10.701.284,55 x 48 bulan = Rp. 513.661.658,-

55

56

Nilai hak opsi Jumlah

= Rp. 216.000.000,= Rp. 730.629.734,-

Harga Perolehan barang modal + keuntungan (bunga) : Rp. 566.961.272,- + Rp. 163.668.462,= Rp. . 730.629.734,-

Karena jumlah angsuran selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang modal + bunga lessor, maka kriteria 1 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 2 : Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/1995 tanggal 7 Februari 1995 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan, bahwa kendaraan Toyota Kijang tersebut digolongkan sebagai barang modal golongan II. Masa sewa guna usaha menurut perjanjian adalah 48 bulan (4 tahun), maka kriteria 2 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 3: Menurut perjanjian sewa guna usaha, lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha, maka kriteria 3 sebagai transaksi capital lease terpenuhi.

57

Kesimpulan Akhir : Dengan terpenuhinya semua kriteria yang dipersyaratkan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku, maka transaksi sewa guna usaha atas 3 unit Toyota Kijang LGX dapat dikategorikan sebagai transaksi capital lease. b. Satu unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) Manual Kriteria 1 : Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama 4 tahun : Rp. 2.531.574,7 x 48 bulan Nilai hak opsi Jumlah = Rp. 121.514.456,= Rp. 67.500.000,= Rp. 189.435.079,-

Harga Perolehan barang modal + keuntungan (bunga) : Rp. 154.751.798,- + Rp. 34.683.281,= Rp. 189.435.079,-

Karena jumlah angsuran selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang modal + bunga lessor, maka kriteria 1 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 2 : Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/1995 tanggal 7 Februari 1995 tentang penggolongan aktiva berwujud untuk keperluan penyusutan, bahwa kendaraan Isuzu Panther tersebut digolongkan sebagai barang modal golongan II.

58

Masa sewa guna usaha menurut perjanjian adalah 48 bulan (4 tahun), maka kriteria 2 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kriteria 3: Menurut perjanjian sewa guna usaha, lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha, maka kriteria 3 sebagai transaksi capital lease terpenuhi. Kesimpulan Akhir : Dengan terpenuhinya semua kriteria yang dipersyaratkan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku, maka transaksi sewa guna usaha untuk kendaraan Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) Manual dapat dikategorikan sebagai transaksi capital lease. 4.3.2 Perlakuan akuntansi pajak terhadap transaksi sewa guna usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Peraturan perpajakan yang terkait dengan transaksi sewa guna usaha yaitu : 1. Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 27

Nopember 1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing). 2. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1991 tentang perlakuan Pajak Penghasilan terhadap kegiatan sewa guna usaha (leasing).

59

Perlakuan Akuntansi Pajak terhadap transaksi sewa guna usaha pada PT.IGLAS (Persero) atas pembelian 3 unit Toyota Kijang LGX dan 1 unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) sesuai dengan peraturan-peraturan perpajakan tersebut adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan kriteria yang telah diuji di atas, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, maka transaksi sewa guna usaha yang terjadi pada PT.IGLAS (Persero) tersebut dapat dikategorikan sebagai transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease). b. Atas transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi tersebut, PT.IGLAS (Persero) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar : i. Tiga unit Toyota Kijang LGX Rp. 566.961.272,- x 10% = Rp. 56.696.127,-

ii. Satu unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) Manual Rp. 154.751.798,- x 10% = Rp. 15.475.179,-

Namun berdasarkan Undang-Undang nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PPN Masukan atas semua transaksi tersebut tidak dapat dikreditkan. c. PT.IGLAS (Persero) tidak boleh melakukan penyusutan atas kendaraan tersebut selama masa sewa guna usaha. Penyusutan baru

60

boleh dilakukan setelah PT.IGLAS (Persero) menggunakan hak opsinya untuk membeli kendaraan tersebut. d. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh PT.IGLAS (Persero) merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, rinciannya adalah sebagai berikut : i. Tahun Pajak 2002 Tiga unit Toyota Kijang LGX = Rp. 128.415.414,-

ii. Tahun Pajak 2003 Tiga unit Toyota Kijang LGX = Rp. 128.415.414,-

iii. Tahun Pajak 2004 Tiga unit Toyota Kijang LGX = Rp. 128.415.414,-

iv. Tahun Pajak 2005 Tiga unit Toyota Kijang LGX Satu unit Isuzu Panther = Rp. 128.415.414,= Rp. 30.378.896,-

v. Tahun Pajak 2006 Satu unit Isuzu Panther = Rp. 30.378.896,-

vi. Tahun Pajak 2007 Satu unit Isuzu Panther = Rp. 30.378.896,-

vii. Tahun Pajak 2008

61

e. PT.IGLAS

Satu unit Isuzu Panther (Persero) tidak

= Rp. 30.378.896,memotong Pajak

berkewajiban

Penghasilan pasal 23 atas transaksi sewa guna usaha tersebut. Berdasarkan data-data transaksi sewa guna usaha di atas, maka dapat disusun ayat jurnalnya sebagai berikut : 1. Tiga unit Toyota Kijang LGXTgl 31/12/2001 Ayat Jurnal Aktiva SGU Hutang SGU Lessee memperoleh Aktiva SGU 04/01/2002 Hutang SGU Kas Pembayaran angsuran 1 04/02/2002 Hutang SGU Kas Pembayaran angsuran 2 Jurnal untuk pembayaran angsuran hingga angsuran ke-48 sama dengan sebelumnya 31/12/2002 Beban Penyusutan Mencatat Penyusutan 31/12/2003 Beban Penyusutan Mencatat Penyusutan Jurnal untuk penyusutan hingga tahun ke-5 sama dengan tahun-tahun sebelumnya 01/06/2006 Toyota Kijang LGX Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU 782,961,27 2 566,961,272 Aktiva SGU Akumulasi Penyusutan Kijang LGX 566,961,272 566,961,272 37,797,418 Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU 37,797,418 Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU 10,701,285 10,701,285 10,701,285 10,701,285 Dr 566,961,272 Cr 566,961,272

37,797,418

37,797,418

62

Kas Menggunakan hak opsi

216,000,00 0

2. Satu unit Isuzu Panther LM 2.5 Plus C (SMART) ManualTgl 31/12/2004 Ayat Jurnal Aktiva SGU Hutang SGU Lessee memperoleh Aktiva SGU 05/01/2005 Hutang SGU Kas Pembayaran angsuran 1 01/02/2005 Hutang SGU Kas Pembayaran angsuran 2 Jurnal untuk pembayaran angsuran hingga angsuran ke-48 sama dengan sebelumnya 31/12/2005 Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU Mencatat Penyusutan 31/12/2006 Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU Mencatat Penyusutan Jurnal untuk penyusutan hingga tahun ke-5 sama dengan tahun-tahun sebelumnya 10/01/2009 Isuzu Panther LM 2.5 Akumulasi Penyusutan Aktiva SGU Aktiva SGU Akumulasi Penyusutan Isuzu Panther Kas Menggunakan hak opsi 222,251,798 154,751,798 154,751,798 154,751,798 67,500,000 51,583,932 51,583,932 51,583,932 51,583,932 2,531,573 2,531,573 2,531,573 2,531,573 Dr 154,751,798 Cr 154,751,798

63

4.3.3 Analisa Beda Pajak antara Akuntansi Komersial dengan Fiskal Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, selama masa sewa guna usaha, lessee tidak diperkenankan melakukan penyusutan atas aktiva sewa guna usaha. Lessee diperkenankan melakukan penyusutan atas aktiva sewa guna usaha setelah lessee melakukan opsi pembelian untuk membeli aktiva tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan akuntansi komersial yang menetapkan bahwa penyusutan atas aktiva sewa guna usaha dilakukan setelah perjanjian sewa guna usaha ditandatangani, yang berarti selama masa sewa guna usaha, lessee mengakui adanya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha tersebut. Perbedaan kebijakan tersebut penulis gambarkan sebagai berikut :

64

65Tabel 4.5 Perbandingan perlakuan atas penyusutan Aktiva SGU PT.IGLAS (Persero) antara Kebijakan Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan selama masa sewa guna usaha

Adanya Perbedaan antara Keputusan Menteri Keuangan NomorAktiva SGU Tahun Harga Perolehan Penyusutan 3 Unit Kijang 2002 Penyusutan Nilai Buku tahun 2002 Nilai Buku tahun 2002 Penyusutan Nilai Buku tahun 2003 Nilai Buku tahun 2003 Penyusutan Nilai Buku tahun 2004 Nilai Buku tahun 2004 Penyusutan Nilai Buku tahun 2005 Harga Perolehan Penyusutan 2005 Penyusutan Nilai Buku tahun 2005 3 Unit Kijang Nilai Buku tahun 2005 Penyusutan Nilai Buku tahun 2006 Nilai Buku tahun 2005 2006 Penyusutan Nilai Buku tahun 2006 Nilai Buku tahun 2006 Penyusutan Nilai Buku tahun 2007 Nilai Buku tahun 2007 Penyusutan Nilai Buku tahun 2008 Nilai Buku tahun 2008 Penyusutan Nilai Buku tahun 2009 Komersial Rp566,961,272 Rp566,961,272 5 Rp113,392,254 Rp453,569,018 Rp453,569,018 Rp113,392,254 Rp340,176,763 Rp340,176,763 Rp113,392,254 Rp226,784,509 Rp226,784,509 Rp113,392,254 Rp113,392,254 Rp154,751,798 Rp154,751,798 5 Rp30,950,360 Rp123,801,438 Rp113,392,254 Rp113,392,254 Rp0 Rp123,801,438 Rp30,950,360 Rp92,851,079 Rp92,851,079 Rp30,950,360 Rp61,900,719 Rp61,900,719 Rp30,950,360 Rp30,950,360 Rp30,950,360 Rp30,950,360 Rp0 Tidak ada penyusutan Tidak ada penyusutan Rp113,392,254 Fiskal Beda Pajak

3 Unit Kijang

2003

Tidak ada penyusutan

Rp113,392,254

3 Unit Kijang 2004

Tidak ada penyusutan

Rp113,392,254

3 Unit Kijang 2005

Tidak ada penyusutan

1 Unit Panther

Rp113,392,254 Rp30,950,360 Rp144,342,614

2006

1 Unit Panthe r

Tidak ada penyusutan

Rp113,392,254 Rp30,950,360 Rp144,342,614

1 Unit Panther

2007

Rp30,950,360

1 Unit Panther

2008

Tidak ada penyusutan

Rp30,950,360

1 Unit Panther

2009

Tidak ada penyusutan

Rp30,950,360

66

1169/KMK.01/1991 dengan kebijakan Akuntansi Komersial seperti yang telah penulis gambarkan tersebut, berdampak pada Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero). Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero) selama masa sewa guna usaha (2002-2009) akan mengalami koreksi positif sebesar biaya penyusutan atas aktiva sewa guna usahanya, karena menurut Keputusan Menteri Keuangan tersebut biaya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha tidak boleh diakui (tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Bruto PT.IGLAS). Akibatnya Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero) yang terhutang kepada Pemerintah selama masa sewa guna usaha menjadi bertambah besar. 4.3.4 Pelaksanaan Opsi atas Aktiva Sewa Guna Usaha PT.IGLAS (Persero) melakukan opsi pembelian atas aktiva sewa guna usahanya masing-masing pada bulan Februari tahun 2006 untuk 3 unit kijang dan bulan Februari tahun 2009 untuk 1 unit panther. Hak opsi yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp.216 juta (@Rp.72 juta x 3 unit) untuk 3 unit kijang dan Rp.67,5 juta untuk 1 unit panther. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, PT.IGLAS (Persero) diperkenankan untuk melakukan penyusutan atas kendaraan tersebut setelah PT.IGLAS (Persero) menggunakan hak opsinya. Dasar penyusutan yang digunakan adalah nilai sisa (hak opsi) kendaraan yang bersangkutan. Umur ekonomis yang digunakan untuk menyusutkan aktiva tersebut menurut ketentuan perpajakan adalah 8 tahun. Hal ini berbeda dengan

67

kebijakan akuntansi komersial PT.IGLAS (Persero). Sesuai dengan SK Direksi PT.IGLAS (Persero) No.025/Kpts/Dir/02/2006, menetapkan bahwa masa manfaat aktiva tetap PT.IGLAS (Persero) adalah selama 5 tahun. Untuk metode penyusutan, antara peraturan perpajakan dengan kebijakan akuntansi PT.IGLAS (Persero) tidak ada perbedaan. Perbandingan penyusutan atas kendaraan tersebut penulis gambarkan sebagai berikut :

Tabel 4.6 Perbandingan perlakuan atas penyusutan Kijang LGX PT.IGLAS (Persero) antara Kebijakan Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan setelah pelaksanaan opsi

1. Tiga Unit Kijang LGXTahun Komersial Fiskal

68

Nilai Opsi Penyusutan 2006 Penyusutan Nilai Buku tahun 2006 Nilai Buku tahun 2006 Penyusutan 2007 Penyusutan Nilai Buku tahun 2007 Nilai Buku tahun 2007 Penyusutan Nilai Buku tahun 2008 Nilai Buku tahun 2008 Penyusutan Nilai Buku tahun 2009 Nilai Buku tahun 2009 Penyusutan Nilai Buku tahun 2010 Nilai Buku tahun 2010 Penyusutan 2011 Penyusutan Nilai Buku tahun 2011 216,000,00 0 5 216,000,00 0 5 X 1 1 1 2

Rp216,000,000

Nilai Opsi Penyusutan 216,000,00 0 X 1 1 1 2

Rp216,000,000

Rp39,600,000 Rp176,400,000 Rp176,400,000

8 Penyusutan Nilai Buku tahun 2006 Nilai Buku tahun 2006 216,000,00 Penyusutan 0 8 Penyusutan Nilai Buku tahun 2007 Nilai Buku tahun 2007 Penyusutan Nilai Buku tahun 2008 Nilai Buku tahun 2008 Penyusutan Nilai Buku tahun 2009 Nilai Buku tahun 2009 Penyusutan Nilai Buku tahun 2010 Nilai Buku tahun 2010 Penyusutan Nilai Buku tahun 2011

Rp24,750,000 Rp191,250,000 Rp191,250,000

Rp43,200,000 Rp133,200,000 Rp133,200,000 Rp43,200,000 Rp90,000,000 Rp90,000,000 Rp43,200,000 Rp46,800,000 Rp46,800,000 Rp43,200,000 Rp3,600,000 Rp3,600,000 216000000 X 5 1 1 2 Rp3,600,000 Rp0

Rp27,000,000 Rp164,250,000 Rp164,250,000 Rp27,000,000 Rp137,250,000 Rp137,250,000 Rp27,000,000 Rp110,250,000 Rp110,250,000 Rp27,000,000 Rp83,250,000 Rp83,250,000 Rp27,000,000 Rp56,250,000

2008

2009

2010

2012

Tidak ada penyusutan

Nilai Buku tahun 2011 Penyusutan Nilai Buku tahun 2012 Nilai Buku tahun 2012 Penyusutan Nilai Buku tahun 2013 Nilai Buku tahun 2013 216,000,00 Penyusutan 0

Rp56,250,000 Rp27,000,000 Rp29,250,000 Rp29,250,000 Rp27,000,000 Rp2,250,000 Rp2,250,000 X 1 1 2 Rp2,250,000 Rp0

2013

Tidak ada penyusutan

2014

Tidak ada penyusutan 8 Penyusutan Nilai Buku tahun 2014

Tabel 4.7 Perbandingan perlakuan atas penyusutan Isuzu Panther PT.IGLAS (Persero) antara Kebijakan Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan setelah pelaksanaan opsi

69

2. Satu unit Panther SMARTTahun Nilai Opsi Penyusutan 2009 Penyusutan Nilai Buku tahun 2009 Nilai Buku tahun 2009 Penyusutan 2010 Penyusutan Nilai Buku tahun 2010 Nilai Buku tahun 2010 Penyusutan Nilai Buku tahun 2011 Nilai Buku tahun 2011 Penyusutan Nilai Buku tahun 2012 Nilai Buku tahun 2012 Penyusutan Nilai Buku tahun 2013 Nilai Buku tahun 2013 Penyusutan 2014 Penyusutan Nilai Buku tahun 2014 67,500,000 5 X 1 1 1 2 Rp12,375,000 Rp55,125,000 Rp55,125,000 67,500,000 5 Rp13,500,000 Rp41,625,000 Rp41,625,000 Rp13,500,000 Rp28,125,000 Rp28,125,000 Rp13,500,000 Rp14,625,000 Rp14,625,000 Rp13,500,000 Rp1,125,000 Rp1,125,000 67500000 X 5 1 1 2 Rp1,125,000 Rp0 Nilai Buku tahun 2014 Penyusutan Nilai Buku tahun 2015 Nilai Buku tahun 2015 Penyusutan Nilai Buku tahun 2016 Nilai Buku tahun 2016 Penyusutan 67,500,000 8 Rp17,578,125 Rp8,437,500 Rp9,140,625 Rp9,140,625 Rp8,437,500 Rp703,125 Rp703,125 X 1 1 Komersial Rp67,500,000 Nilai Opsi Penyusutan 67,500,000 8 Penyusutan Nilai Buku tahun 2009 Nilai Buku tahun 2009 Penyusutan 67,500,000 8 Penyusutan Nilai Buku tahun 2010 Nilai Buku tahun 2010 Penyusutan Nilai Buku tahun 2011 Nilai Buku tahun 2011 Penyusutan Nilai Buku tahun 2012 Nilai Buku tahun 2012 Penyusutan Nilai Buku tahun 2013 Nilai Buku tahun 2013 Penyusutan Nilai Buku tahun 2014 X 1 1 1 2 Rp7,734,375 Rp59,765,625 Rp59,765,625 Fiskal Rp67,500,000

Rp8,437,500 Rp51,328,125 Rp51,328,125 Rp8,437,500 Rp42,890,625 Rp42,890,625 Rp8,437,500 Rp34,453,125 Rp34,453,125 Rp8,437,500 Rp26,015,625 Rp26,015,625 Rp8,437,500 Rp17,578,125

2011

2012

2013

2015

Tidak ada penyusutan

2016 2017

Tidak ada penyusutan

Tidak ada penyusutan

70

2 Penyusutan Nilai Buku tahun 2017 Rp703,125 Rp0

Dari penggambaran tersebut, semakin jelas terlihat adanya perbedaan biaya penyusutan baik untuk kendaraan kijang maupun panther. Perbedaan tersebut berdampak pada Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero) selama tahun 2006 hingga 2017 mengalami koreksi pajak positif dan negatif, koreksi positif apabila biaya penyusutan menurut kebijakan akuntansi PT.IGLAS (Persero) lebih besar dibanding dengan biaya penyusutan menurut ketentuan perpajakan, dampaknya adalah Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero) menjadi bertambah besar. Sebaliknya koreksi negatif apabila biaya penyusutan menurut kebijakan akuntansi PT.IGLAS (Persero) lebih kecil dibanding dengan biaya penyusutan menurut ketentuan perpajakan, dampaknya adalah Pajak Penghasilan terhutang PT.IGLAS (Persero) menjadi berkurang. Ilustrasi kedua koreksi tersebut penulis gambarkan sebagai berikut :

71

Tabel 4.8 Koreksi Fiskal atas Aktiva SGU PT.IGLAS (Persero) Setelah pelaksanaan opsi

Tahun 2006 2007 2008 2009

Aktiva Tetap Tiga Unit Kijang Tiga Unit Kijang Tiga Unit Kijang Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther

Komersial Rp39,600,000 Rp43,200,000 Rp43,200,000 Rp43,200,000 Rp12,375,000 Rp55,575,000 Rp43,200,000 Rp13,500,000 Rp56,700,000 Rp3,600,000 Rp13,500,000 Rp17,100,000 Rp0 Rp13,500,000 Rp13,500,000 Rp0 Rp13,500,000 Rp13,500,000 Rp0 Rp1,125,000 Rp1,125,000 Rp0 Rp0 Rp0

Koreksi Positif Rp14,850,000 Rp16,200,000 Rp16,200,000 Negatif

Fiskal Rp24,750,000 Rp27,000,000 Rp27,000,000 Rp27,000,000 Rp7,734,375 Rp34,734,375 Rp27,000,000 Rp8,437,500 Rp35,437,500 Rp27,000,000 Rp8,437,500

Rp20,840,625

2010

Rp21,262,500

2011

Rp18,337,500

2012

Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther

Rp35,437,500 Rp27,000,000 Rp8,437,500 Rp35,437,500 Rp27,000,000 Rp8,437,500 Rp35,437,500 Rp2,250,000 Rp8,437,500 Rp10,687,500 Rp8,437,500 Rp8,437,500 Rp703,125

Rp21,937,500

2013

Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther

Rp21,937,500

2014 2015 2016 2017

Tiga Unit Kijang Satu Unit Panther Satu Unit Panther Satu Unit Panther Satu Unit Panther

-Rp9,562,500 -Rp8,437,500 -Rp8,437,500 -Rp703,125

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa data-data transaksi yang telah disajikan pada Bab 4, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut : 1. Perlakuan Akuntansi Sewa Guna Usaha atas kendaraan dinas selama tahun 2000-2004 di PT.IGLAS (Persero) hanya dari sisi akuntansi komersial saja, dari sisi fiskal belum diterapkan, padahal terdapat perbedaan-perbedaan perlakuan diantara keduanya. Misalkan masalah penyusutan, prinsip akuntansi komersial mengakui adanya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha, sedangkan ketentuan fiskal tidak, ketentuan fiskal memperkenankan pengakuan penyusutan setelah lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli aktiva tersebut. 2. Pembayaran angsuran sewa guna usaha yang dibayar setiap bulannya kepada lessor dicatat sebagai beban sewa oleh lessee dan menurut ketentuan perpajakan merupakan biaya yang deductable, yaitu dapat diakui sebagai biaya yang mengurangi Penghasilan bruto. 3. PPN Masukan atas pembelian aktiva kendaraan yang dilakukan oleh PT.IGLAS (Persero), menurut ketentuan UU No.18 tahun 2000 tentang

72

73

Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan, sehingga pencatatannya dikapitalisaskan ke harga perolehan. 5.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan pada PT.IGLAS (Persero) sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha atas pembelian aktiva kendaraan sesuai dengan ketentuan perpajakan adalah : 1. Sebaiknya PT.IGLAS (Persero) tidak cukup hanya

menerapkan transaksi leasing dari sisi akuntansi komersial saja, tetapi juga dari sisi akuntansi pajak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991, karena hal tersebut akan dapat memudahkan PT.IGLAS (Persero) dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. 2. PT.IGLAS (Persero) sebaiknya selalu mengikuti

perkembangan peraturan perpajakan yang terkait dengan transaksi leasing, sehingga tidak menimbulkan banyak perbedaan antara prinsip akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.