skripsi - repository.unmuhpnk.ac.idrepository.unmuhpnk.ac.id/829/1/elandi_skripsi_tms_2018.pdf ·...
TRANSCRIPT
ANALISA EFISIENSI KALOR PADA ALAT PENETAS TELUR
SKRIPSI
BIDANG KONVERSI ENERGI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
ELANDI
NIM. 15.121.0735
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA EFISIENSI KALOR PADA ALAT PENETAS TELUR
SKRIPSI
BIDANG KONVERSI ENERGI
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
ELANDI
NIM. 15.121.0735
Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh para dosen
pada tanggal 30 Agustus 2018
Dosen Pembimbing I
(Fuazen, ST., MT.)
NIDN. 1122077301
Dosen Pembimbing II
(Gunarto, ST., M.Eng)
NIDN. 0009097301
Dosen Penguji I
(Eko Sarwono, ST., MT.)
NIDN. 0018106901
Dosen Penguji II
(Waspodo, ST., MT.)
NIDN. 1114067602
Mengetahui
Ketua Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik
(Waspodo, ST., MT.) NIDN. 1114067602
iii
LEMBAR PERUNTUKAN
Dengan Rahmat Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Dengan ini saya persembahkan karya ini untuk Kedua orang tua atas limpahan
doa dan kasih sayang yang tak terhingga dan selalu memberikan yang terbaik.
Teman-teman Teknik Mesin angkatan 2015 senasib, seperjuangan dan
sepenanggungan, terimakasih atas gelak tawa dan solidaritas yang luar biasa
sehingga membuat hari-hari semasa kuliah lebih berarti. semoga tak ada lagi
duka nestapa di dada tapi suka dan bahagia juga tawa dan canda.
Semoga Allah SWT membalas jasa budi kalian dikemudian hari dan memberikan
kemudahan dalam segala hal, amin..
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan
dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup
tanpa mimpi ibarat arus sungai. Mengalir tanpa tujuan. Teruslah belajar,
berusaha, dan berdoa untuk menggapainya.
Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi.
Never give up!
Sampai Allah SWT berkata “waktunya pulang”
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat
Kupersembahkan kepada kalian semua,,
Terimakasih beribu terimakasih kuucapkan.
Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku, kurendahkan
hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah.
Skripsi ini kupersembahkan. -by”Elandi”
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan
saya dan berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan
masalah ilmiah yang diteliti dan diulas di dalam Naskah Skripsi ini adalah asli
dari pemikiran saya. Tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur - unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai
dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun
2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Pontianak, 30 Agustus 2018
Mahasiswa,
Elandi
NIM. 151210735
v
LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI :
ANALISA EFISIENSI KALOR PADA ALAT PENETAS TELUR
Nama Mahasiswa : Elandi
NIM : 151210735
Program Studi : Teknik Mesin
DOSEN PEMBIMBING :
Dosen Pembimbing I : Fuazen, ST., MT
Dosen Pembimbing II : Gunarto, ST., M.Eng
TIM DOSEN PENGUJI :
Dosen Penguji I : Eko Sarwono, ST., MT.
Dosen Penguji II : Waspodo, ST., MT
Tanggal Ujian : 16 Agustus 2018
Pontianak, 30 Agustus 2018
Mengetahui
Ketua Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Waspodo, ST., MT.
NIDN. 1114067602
vi
RINGKASAN
Elandi, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Pontianak, Agustus 2018, Analisa Efisiensi Kalor Pada Alat
Penetas Telur Dosen Pembimbing : Fuazen dan Gunarto.
Mesin tetas merupakan salah satu media yang berupa box dengan konstruksi
yang sedemikian rupa sehingga panas di dalamnya tidak terbuang dengan sia-sia.
Suhu di dalam box dapat diatur sesuai ukuran derajat panas yang dibutuhkan
selama periode penetasan. Dalam bidang peternakan khususnya dalam
peternakan itik, masalah yang dihadapi adalah bagaimana untuk menetaskan telur
itik dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersamaan. Karena kemampuan
induk itik dalam mengerami telurnya terbatas, yaitu ± 15 butir telur tiap induk
itik. Ini menjadi masalah yang karena kebutuhan daging dan telur it ik di pasar
yang sangat banyak. Dimensi mesin penetas telur kapasitas 100 dengan Panjang
mesin penetas adalah 600 mm, dengan Lebar 450 mm, dan Tinggi 450 mm dan
bisa mempertahankan temperatur 38 oC sampai 41 oC sehingga dapat digunakan
pada pengeraman telur itik. Beban kalor pada ruang mesin tetas adalah sebesar
47,48 kcal/h dan daya yang diberikan pada mesin tetas sebesar 72,6 Watt.
Sehingga didapatkan efisiensi kalor yang terjadi pada ruang mesin penetas dari
perhitungan perbandingan beban kalor yang diperlukan mesin tetas dengan beban
kalor yang diberikan pada mesin tetas adalah sebesar 76%.
Kata kunci: Penetas Telur, Efisiensi Kalor, Temperatur
vii
SUMMARY
Machine hatches to constitute one of media which as box with in such a way
construction face so heat in it doesn't be discarded in vain. Temperature in box
can be managed appropriate needed hot degree up to hatch period. In ranch area in
particular in duck ranch, faced problem is how for incubate duck egg in number a
lot of and in the period of that coincides. Since duck parent ability in incubate its
circumscribed egg, which is ± 15 eggs every parented ducks. This becomes
because problem flesh requirement and duck egg at market that muchly. Machine
dimension incubate capacity 100 with longing machine incubate are 600 mm, with
Broad 450 mm, and Tall 450 mm and can keep temperature 38 o C until 41 o C so
gets to be utilized on duck egg brood. kalor's charges on spatial incubator machine
is as big as 47,48 kcal / h and energy that is given on incubator machine as big as
72,6 Watts. So gotten by happening kalor efficiency on incubator machine room
of charges compare count kalor that needful incubator machine with kalor's
charges that is given on incubator machine is as big as 76%.
Keyword: Egg incubator, Kalor efficiency, Temperature
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, karena atas izinnya penulisan skripsi
ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “ANALISA EFISIENSI KALOR PADA ALAT
PENETAS TELUR” ditulis dengan maksud untuk memenuhi syarat guna
mencapai gelar Sarjana Teknik Prodi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah
Pontianak.
Selama pengerjaan skripsi penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Helman Fachri, SE., MM, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Pontianak.
2. Bapak Fuazen, ST., MT, selaku Dekan Fakultas Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Pontianak sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberi bimbingan dengan menerima kehadiran penulis setiap saat disertai
kesabaran, ketelitian, masukan-masukan yang berharga untuk menyelesaikan
karya ini.
3. Bapak Gunarto, ST., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing II yang penuh
perhatian dan atas perkenaan memberi bimbingan dan dapat dihubungi
sewaktu-waktu disertai kemudahan dalam memberikan bahan dan
menunjukkan sumber-sumber yang relevan sangat membantu penulisan karya
ini.
4. Bapak Eko Sarwono, ST., MT., dan Bapak Waspodo, ST.,MT selaku Dosen
Penguji I dan II yang telah memberi masukan yang sangat berharga berupa
saran, ralat, perhatian, pertanyaan, komentar, tanggapan, menambah bobot
dan kualitas karya tulis ini.
5. Staf pengajar beserta karyawan/ti Fakultas Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Pontianak.
ix
6. Kedua orang tua tercinta yang telah banyak memberikan doa dan motivasinya
selama penulis menuntut ilmu.
7. Teman-teman Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Pontianak yang tidak sempat penulis sebutkan secara satu-
persatu yang juga turut serta memberikan dorongan dan semangat serta
bantuannya dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya, jika ada
kesalahan di dalam penulisan skripsi ini maka penulis mengharapkan masukan
yang sifatnya membangun guna penyempurnaannya dimasa mendatang.
Akhir kata, semoga penulisan skripsi yang berjudul “ANALISA
EFISIENSI KALOR PADA ALAT PENETAS TELUR” ini dapat bermanfaat
bagi para mahasiswa Teknik Mesin khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Pontianak, 30 Agustus 2018
Penulis,
Elandi
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
LEMBAR PERUNTUKAN ....................................................................... iii
LEMBAR ORISINILITAS ....................................................................... iv
LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI .................................. v
LEMBAR RINGKASAN .......................................................................... vi
LEMBAR SUMMARY ............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR SIMBOL ................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ...................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5
2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................... 5
2.2 Dasar Teori ............................................................................... 8
2.2.1 Pengertian Telur ............................................................ 8
2.2.2 Syarat – Syarat Penetasan Telur ..................................... 9
2.2.3 Mesin Penetas Telur ...................................................... 11
2.2.4 Komponen Mesin Penetas Telur .................................... 11
A. Box ............................................................................... 12
B. Rak Telur ...................................................................... 12
C. Sumber Panas ................................................................ 12
D. Termometer ................................................................... 13
E. Termostat ...................................................................... 14
F. Relay ............................................................................. 17
xi
G. Bak Penampung Air ...................................................... 18
H. Dimmer ......................................................................... 19
I. Kipas ............................................................................. 19
2.2.5 Persiapan Penetasan ...................................................... 20
2.2.6 Penanganan Telur di Mesin Tetas .................................. 21
A. Suhu .............................................................................. 21
B. Kelembaban .................................................................. 22
C. Pengaturan sirkulasi udara ............................................. 22
D. Pemutaran telur ............................................................. 22
2.2.7 Aluminium Foil ............................................................. 22
2.2.8 Dasar Perpindahan Kalor ............................................... 23
2.2.9 Perpindahan Kalor Secara Radiasi .................................. 24
2.2.10 Sifat Radiasi .................................................................. 26
2.2.11 Laju Perpindahan Panas secara Radiasi .......................... 27
2.2.12 Perpindahan Kalor secara Konduksi .............................. 29
2.2.13 Perpindahan Kalor Secara Konveksi .............................. 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 34
3.1. Gambar Desain Mesin Penetas Telur ......................................... 34
3.2 Metode Penelitian ..................................................................... 35
3.3 Variabel Penelitian .................................................................... 35
3.4 Perhitungan Dimensi Ruangan Mesin Tetas .............................. 36
3.5 Perhitungan Bahan Dinding Mesin Tetas .................................. 36
3.6 Jarak Lampu ke Rak ................................................................. 37
3.7 Efisiensi .................................................................................... 38
3.8 Tahap Analisis Data .................................................................. 39
3.9 Diagram Alir Penelitian ........................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 41
4.1 Diagram Alir Perancangan Mesin Tetas .................................... 41
4.2 Perhitungan Dimensi Ruang Mesin Penetas .............................. 42
4.3 Beban Kalor di Dalam Ruang Mesin Tetas ................................. 46
4.4 Kapasitas Kalor yang Diperlukan Ruang Mesin Tetas ................ 46
4.5 Laju Perpindahan Kalor Radiasi Pada Permukaan
xii
Dinding Bagian Dalam ............................................................. 47
4.6 Perhitungan Bahan Dindinding Mesin Penetas .......................... 48
4.7 Jarak Lampu ke Rak .................................................................. 50
4.8 Perpindahan Panas Konveksi Pada Ventilasi Mesin Penetas ....... 52
4.9 Pengoperasian Mesin Penetas ................................................... 54
4.10 Pengaruh Penggunaan Lampu Pijar 5 Watt dan 10 Watt ............. 55
4.11 Efisiensi ................................................................................... 60
4.12 Daya Tetas ................................................................................ 61
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 64
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 64
5.2 Saran ........................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 66
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan kapisitas telur, dimensi, dan jumlah lampu .......... 7
Tabel 2.2 Waktu pengeraman unggas sampai menetas .............................. 10
Tabel 2.3 Kode pengaturan termostat digital ETC-200 ............................. 16
Tabel 2.4 Suhu dan kelembaban penetasan ............................................... 21
Tabel 2.5 pengaruh temperatuir terhadap daya tetas telur itik ....................... 21
Tabel 2.6 Konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 oC ........................ 31
Tabel 3.1 Nilai emisivitas berbagai bahan ................................................. 37
Tabel 3.2 Hasil pengukuran dari mulai dioperasikan ................................. 39
Tabel 3.3 Perubahan temperatur tiap 5 menit ............................................ 39
Tabel 4.1 Perbandingan penggunaan lampu pijar 5 watt dan 10 watt ............ 59
Tabel 4.2 Perubahan temperatur rata-rata selama 28 hari penetasan .............. 61
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 2.1 Mesin tetas menggunakan pemanas api ................................ 11
Gambar 2.2 Mesin penetas telur ............................................................... 11
Gambar 2.3 Box ...................................................................................... 12
Gambar 2.4 Rak telur .............................................................................. 12
Gambar 2.5 Lampu sebagai sumber panas ............................................... 13
Gambar 2.6 Termometer digital ............................................................... 13
Gambar 2.7 Termostat digital .................................................................. 14
Gambar 2.8 Rangkaian kelistrikan termostat digital ................................. 15
Gambar 2.9 Tombol SET + UP ................................................................ 15
Gambar 2.10 Tampilan menu termostat ..................................................... 16
Gambar 2.11 Relay .................................................................................... 17
Gambar 2.12 Bagian-bagian Relay ............................................................ 17
Gambar 2.13 Bak penampung air ............................................................... 19
Gambar 2.14 Dimmer ................................................................................ 19
Gambar 2.15 Kipas .................................................................................... 20
Gambar 2.16 Aluminium foil ..................................................................... 23
Gambar 2.17 Spektrum elektromagnetik .................................................... 26
Gambar 2.18 Bagan menunjukkan pengaruh radiasi datang ....................... 27
Gambar 2.19 Faktor geometris untuk piringan sejajar (parallel disc) ......... 29
Gambar 2.20 Perpindahan panas konduksi pada dinding ............................ 29
Gambar 2.21 Perpindahan panas konveksi ................................................ 32
Gambar 2.22 Perpindahan panas konveksi paksa dan konveksi bebas ........ 33
Gambar 3.1 Desain mesin tetas ................................................................ 34
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian ......................................................... 40
Gambar 4.1 Diagram alir perancangan mesin tetas ................................... 41
Gambar 4.2 Rak telur 1 tingkat kapasitas 100 butir .................................. 43
Gambar 4.3 Dimensi rak telur .................................................................. 43
Gambar 4.4 Dimensi penetas telur ........................................................... 44
Gambar 4.5 Mesin penetas telur kapasitas 100 ......................................... 44
Gambar 4.6 Perpindahan panas konduksi melalui dinding ....................... 49
xv
Gambar 4.7 Perpindahan panas radiasi dari lampu ke dinding .................. 50
Gambar 4.8 Jarak lampu ke rak telur ....................................................... 51
Gambar 4.9 Jarak antar lampu ................................................................. 52
Gambar 4.10 Ventilasi pada mesin penetas .................................................. 53
Gambar 4.11 Kelistrikan pada mesin tetas ................................................. 54
Gambar 4.12 Diagram kelistrikan mesin tetas ............................................ 55
Gambar 4.13 Mesin tetas saat dioperasikan ............................................... 55
Gambar 4.14 lampu pijar 10 watt ................................................................ 56
Gambar 4.15 Kuat arus 0,33 ampere yang mengalir pada lampu .................. 57
Gambar 4.16 Kuat arus 0,27 ampere yang mengalir pada lampu ................... 58
Gambar 4.17 lampu pijar 5 watt ................................................................... 58
Gambar 4.18 Grafik perubahan temperatur rata-rata mesin
penetas selama 28 hari ............................................................. 62
Gambar 4.19 Telur hari ke 26 sudah mulai retak .......................................... 62
xvi
DAFTAR SIMBOL
Simbol
A = Luas penampang (m2)
c = celeritas / kecepatan cahaya (m/s)
Cp = Kalor jenis (kJ/kg oC)
D = Diameter (m)
dT = Perbedaan Temperatur (°C)
dX = Ketebalan (m)
E = Energi (J)
h = Koefisien perpindahan kalor (W/m2 oC)
h = Konstanta Planck (J.s)
I = Kuat arus (ampere)
k = Konduktivitas thermal (W/m oC)
L = Panjang (m)
m = massa (kg)
Nu = Bilangan Nusselt
P = Daya (watt)
Q = kalor (J atau kal)
q = Laju Perpindahan Panas (kj/det atau W)
Re = Bilangan Reynolds
T = Temperatur (oC)
t = waktu (jam, menit)
V = Tegangan listrik (volt)
v = Frekuensi (Hz)
λ = Panjang gelombang (μm)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin maju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin
terbuka pula peluang untuk melakukan usaha. Salah satu usaha agar mendapat
hidup yang layak yaitu dengan berternak unggas. Bisnis peternakan unggas akan
terus berkembang seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus
meningkat dari tahun ketahun. Hal tersebut membawa konsekuensi terhadap
permintaan akan daging dan telur unggas. Untuk memenuhi permintaan bibit
unggas saat ini dan masa yang akan datang kita tidak hanya cukup mengandalkan
cara tradisional karena tidak bisa memproduksi dengan cepat, tetapi diperlukan
dukungan teknologi yang dapat mempercepat dan mempermudah dalam penetasan
telur, yaitu dengan menggunakan mesin penetas telur.
Dalam bidang peternakan khususnya dalam peternakan itik, masalah yang
dihadapi adalah bagaimana untuk menetaskan telur itik dalam jumlah banyak dan
dalam waktu yang bersamaan. Karena kemampuan induk itik dalam mengerami
telurnya terbatas, yaitu ± 15 butir telur tiap induk itik. Ini menjadi masalah yang
karena kebutuhan daging dan telur itik di pasar yang sangat banyak.
Kebutuhan itik di Kalimantan Barat khsusnya Kabupaten Sambas sangat
besar dengan melihat data dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2017.
Sementara ini hanya sedikit orang yang terjun dalam dunia peternakan itik,
meskipun pemerintah sudah memberikan dorongan dengan memberikan bibit
secara besar-besaran. Kendala saat ini jika itik ditetaskan dengan cara indukan maka
hasilnya akan lambat dibandingkan menggunakan mesin tetas karena jumlah yang
dierami indukan terbatas yaitu ± 15.
Dari itu penulis ingin mengangkat tentang mesin penetas telur, meskipun
mesin penetas telur sudah banyak dirancang maupun dibuat dari yang paling
sederhana sampai yang paling canggih. Tetapi penulis hanya mengambil penelitian
tentang dinding yang digunakan untuk menahan panas agar tidak cepat keluar,
penelitian yang orang lakukan untuk mempertahankan panas yaitu dengan mengatur
jarak lampu mati dan hidup. Sedangkan dinding yang digunakannya masih
menggunakan sekam padi dicampur serbuk kayu dilapisi dengan triplek sehingga
2
panas yang berada di dalam mesin tetas mudah keluar.
Penggunaan serbuk kayu juga tidak tahan lama karena di dalam ruang mesin
tetas terjadi perubahan suhu dan kelembaban sehingga menjadikan serbuk kayu
mudah lapuk. Dari permasalahan tersebut yaitu ingin mendapatkan bahan pelapis
dinding yang mudah didapat, mudah dalam penggunaan, bisa menahan panas agar
tetap setabil, tahan terhadap perubahan suhu dan kelembaban, bahan yang dimaksud
adalah aluminium foil dengan menggunakan bahan ini, mesin tetas lebih mudah di
bersihkan, disamping itu juga aluminium foil lebih awet dan tahan lama.
Dengan menggunakan aluminium foil, setiap sudut pada mesin tetas dapat
terlapisi dengan rapat, sehingga panas di dalam kotak mesin tetas tidak keluar dan
udara dari luar tidak terlalu mempengaruhi kestabilan udara di dalam kotak mesin
tetas. Pemasangan aluminium foil untuk melapisi dinding bagian dalam mesin tetas
menggunakan lem supaya aluminium foil lebih dapat merekat pada dinding bagian
dalam mesin tetas.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan Tugas Akhir antara lain:
a. Mencari dimensi ruang penetas kapasitas 100 yang sesuai agar
mendapatkan temperatur yang stabil dan efisien yaitu 38oC - 41oC.
b. Mencari bahan yang sesuai untuk penggunaan ruang mesin tetas yang
tahan panas, tahan dengan kelembaban, dan bisa menjaga kestabilan
temperatur.
c. Bagaimana mengkondisikan temperatur pada mesin tetas agar sesuai
dengan suhu yang ada pada indukan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir hanya membahas tentang
analisa mesin penetas telur kapasitas 100 butir serta pemilihan bahan yang
digunakan untuk dinding mesin penetas telur yang sesuai dengan krateria yaitu
mudah didapat, mudah dalam penggunaan, bisa mempertahankan panas agar tetap
setabil, tahan terhadap perubahan suhu dan kelembaban, bahan yang dimaksud
adalah aluminium foil.
3
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan Tugas Akhir adalah :
a. Mencari dimensi mesin penetas telur yang sesuai untuk kapasitas 100
butir.
b. Memilih bahan yang sesuai untuk dinding mesin penetas telur.
c. Mendapatkan panas yang setabil dalam aplikasi penetas telur.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, universitas, dan
masyarakat luas yaitu untuk memperdalam dan memperluas wawasan dalam
bidang teknik pertanian dan penelitian (research) sehingga Universitas bisa
memberikan kontribusi bagi pengembangan teknik pertanian di fakultas teknik
mesin khususnya.
Bagi penulis penilitian ini dapat memberikan pengalaman kepada penulis
dan menjadikan penulis menjadi karakter yang fokus dan menyusun sesatu secara
tertata berdasarkan data yang ada.
Bagi universitas diharapkan dapat membantu visi pada tahun 2020 menjadi
universitas terkemuka dalam pengembangan iptek, seni dan sumber daya manusia
berdasarkan nilai-nilai keislaman untuk kesejahteraan umat serta dapat
memberikan sumbangan ilmu.
Bagi masyarakat khususnya untuk meningkatkan produktivitas ternak
dengan mengaplikasikan (penerapan) hasil teknologi tepat guna berupa mesin
tetas agar bisa membantu dalam kegiatan wirausaha memenuhi kebutuhan
masyarakat banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam Skripsi ini adalah
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
4
BAB II Landasan Teori
Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka, teori – teori dasar serta
rumus perhitungan yang sangat erat dengan permasalahan yang
sedang dibahas.
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini berisi spesifikasi data teknis serta metode alur
penelitian.
BAB IV Perhitungan dan Pembahasan
Pada bab ini berisi langkah perhitungan untuk mendapatkan efisiensi
kalor secara teoritis serta hasil pengujian untuk mendapatkan hasil
efisiensi kalor real di lapangan.
BABV Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan sebelumnya
dan saran – saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini.
LAMPIRAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Berikut adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan
rancang bangun mesin penetas telur dengan memperhatikan pengaruh penggunaan
dinding menggunakan aluminium foil yang sedang penulis lakukan.
Penelitian pertama yang penulis temukan adalah penelitian “penentuan
suhu pada ruangan penetasan telur berbasis mikroprosesor” yang dilakukan oleh
Nasruddin yang didapat dari hasil penelitiannya adalah sistem kendali suhu ini
mampu mempertahankan kawasan suhu berkisar antara 38oC-41oC untuk telur
ayam, 38oC-41oC untuk telur itik, dan 32oC-35oC untuk telur walet. Perancangan
peralatan pengendalian suhu ini dapat digunakan untuk aplikasi pada penetasan
telur dengan mempertahankan suhu antara 32oC- 41oC.
Penelitian kedua yang penulis temukan adalah penelitian “penerapan
teknologi mesin tetas telur dari barang bekas sebagai sumber belajar dan upaya
meningkatkan kesejahteraan siswa Sekolah Dasar di Kelurahan Pleret, Bantul”
yang dilakukan oleh Heru Nurcahyo dan Ciptono yang didapat dari hasil
penelitiannya adalah penerapan teknologi pembuatan mesin tetas telur dari barang
bekas dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas ternak ayam melalui
penyuluhan dan demonstrasi kepada siswa SD Negeri Keputren 1, 2, dan 3 Pleret,
Bantul, dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa SD
mengenai teknologi mesin tetas telur. Penerapan teknologi mesin tetas telur dari
barang bekas dapat digunakan sebagai sumber belajar di kelas VI SD.
Penelitian ketiga yang penulis temukan adalah penelitian “analisis laju
perpindahan panas radiasi pada inkubator penetastelur ayam berkapasistas 30
butir” yang dilakukan oleh Adib Johan, Ana Mufarida dan Ahmad Efan yang
didapat dari hasil penelitiannya pada percobaan pengujian laju perpindahan panas
pada suhu 37°C, 38°C dan 39°C dengan pemutaran rak secara teratur dengan
sudut 0°, 45°, dan 315° didapatkan bahwa kenaikan suhu tergantung dari
pemutaran rak, apabila jarak antara lampu pijar dengan telur semakin jauh maka
6
laju perpindahan panas radiasi yang terjadi pada kulit telur akan semakin besar
sebaliknya jarak antara lampu pijar dengan kulit telur semakin jauh maka laju
perpindahan panas yang terjadi pada telur akan semakin kecil.
Peneliti keempat yang penulis temukan adalah penelitian “analisa
penggunaan bahan aluminium foil dan styrofoam pada penutup alat distilasi
terhadap produksi air hasil distilasi jenis basin solar still” yang dilakukan oleh
Hasanudin, Lagiyono, dan Tofik H. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui lebih
besar manakah air hasil distilasi antara alat distilasi dengan penutup dinding
Styrofoam dan aluminium foil jenis basin solar still. Basin solar still dengan
panjang 50 cm dan lebar 36 cm, dengan penutup kaca bening dengan tebal 3 mm
yang membentuk sudut 30º terhadap dasar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode komperatif yaitu suatu
penelitian yang bersifat membandingkan, dimana dalam penelitian ini yang
dibandingkan air hasil distilasi yang dihasilkan antara basin solar still dengan
tutup Styrofoam dan basin solar still dengan tutup aluminium foil.
Hasil penelitian menunjukan bahwa basin solar still yang menggunakan
penutup aluminium foil lebih banyak menghasilkan air distlilasi dibandingkan
dengan penutup styrofoam yaitu didapat nilai rata-rata air hasil distilasi selama
tiga hari, dengan aluminium foil sebanyak 181,33 ml, sedangkan Styrofoam 64,66
ml.
Untuk menentukan dimensi mesin tetas agar sesuai dengan kebutuhan
sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas mesin penetas telur yang ingin
digunakan. Beberapa contoh hasil penelitian orang tentang dimensi penetas telur
dapat dilihat pada tabel 2.1
7
Tabel 2.1 Perbandingan kapisitas telur, dimensi, dan jumlah lampu pada mesin tetas
No. Nama
Peneliti Judul
Kapasitas
Telur
Dimensi (mm) Jumlah
Lampu Bahan
Dinding P L T
1. Jaelani dkk Mesin Tetas
Tenaga Surya Pada
Peternakan
Itik Alabio Di
Kecamatan Gambut
Kabupaten
Banjar
200 700 600 500 6 Multiplek
2. Adib dkk Analisis Laju Perpindahan
Panas Radiasi
Pada
Inkubator Penetastelur
Ayam
Berkapasistas 30 Butir
30 350 300 250 2 Medium
Density
Fiberboard
3. Sugiyanto Perancangan Sistem Penetas
(Mesin Tetas)
Telur Dengan Media Lampu
Pijar
42 500 300 320 4 Medium Density
Fiberboard
Menurut Jaelani dkk dengan judul penelitiannya “Mesin Tetas Tenaga
Surya Pada Peternakan Itik Alabio Di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar”
untuk kapasitas telur 200 butir diperlukan dimensi ruang penetas telur dengan
panjang 700 mm, lebar 600 mm, dan tinggi 500 mm, jumlah lampu pijar dengan
daya 10 watt sebanyak 6 buah, serta bahan dinding yang digunakan adalah
multiplek dengan ketebalan 3 mm. Dari hasil penelitiannya suhu rata-rata yang
dapat dicapai adalah 38,25 oC.
Menurut Adib dkk dengan judul penelitiannya “Analisis Laju Perpindahan
Panas Radiasi Pada Inkubator Penetastelur Ayam Berkapasistas 30 Butir” untuk
kapasitas telur 30 butir diperlukan dimensi ruang penetas telur dengan panjang
350 mm, lebar 300 mm, dan tinggi 250 mm, jumlah lampu pijar dengan daya 10
watt sebanyak 2 buah, serta bahan dinding yang digunakan adalah multiplek
8
MDF (medium density fiberboard) dengan ketebalan 9 mm. Dari hasil
penelitiannya suhu rata-rata yang dapat dicapai adalah 39 oC.
Menurut Sugiyanto dengan judul penelitiannya “Perancangan Sistem
Penetas (Mesin Tetas) Telur Dengan Media Lampu Pijar” untuk kapasitas telur 42
butir diperlukan dimensi ruang penetas telur dengan panjang 500 mm, lebar 300
mm, dan tinggi 320 mm, jumlah lampu pijar dengan daya 10 watt sebanyak 4
buah, serta bahan dinding yang digunakan adalah multiplek MDF (medium
density fiberboard) dengan ketebalan 9 mm. Dari hasil penelitiannya suhu rata-
rata yang dapat dicapai adalah 39 oC.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Pengertian Telur
Telur merupakan salah satu produk pangan hewani yang lengkap
kandungan gizinya. Selain itu telur merupakan bahan makanan yang mudah
dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning
telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan air, protein, lemak,
karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01; 10,5; 0,9; dan 10,9%
(Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara
bersama pejantan dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur
tertentu dan dan masing-masing berperan penting untuk perkembangan embrio
sehingga menetas. Agar dapat menetas telur sangat tergantung pada keadaan telur
tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998)
Telur unggas secara umum mempunyai struktur yang sama. Terdiri dari
enam bagian yang penting untuk diketahui, yaitu kerabang telur (egg shell),
selaput kerabang telur (membrane shell), putih telur (albumen), kuning telur
(yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel benih (germinal disk) (Nesheim et al.,
1979)
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan
bentuk bulat atau tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga
mempengaruhi posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak
yang tidak menetas, rata ̶ rata dimensi telur itik P x L (57 mm x 46 mm)
9
(Nuryati, et al., 1998). Letak rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang
tumpul dan simetris berada di tengah-tengah (Chan dan Zamrowi, 1993)
2.2.2 Syarat – Syarat Penetasan Telur
Agar mencapai hasil yang diinginkan, maka telur yang ditetaskan harus
memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
a. Suhu dan perkembangan embrio
Embrio akan berkembang cepat selama suhu telur tetap di atas 32oC dan
akan berhenti berkembang jika suhu dibawah 26oC, sesudah telur diletakan dalam
alat penetasan atau mesin tetas, pembelahan sel segera berlangsung dan embrio
akan terus berkembang sempurna dan menetas. Perlu diperhatikan bahwa suhu
ruang penetasan harus sedikit diatas suhu telur yang dibutuhkan. Sehingga suhu
yang diperlakukan untuk penetasan telur itik menurut kondisi buatan dapat sedikit
berbeda dengan suhu optimum telur untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Adapun suhu yang umum untuk penetasan telur itik adalah sekitar 38oC-41oC atau
rata-rata sekitar 39oC. Cara ini bertujuan untuk mendapatkan suhu telur tetas yang
diinginkan.
b. Kelembapan dalam induk buatan
Selama penetasan berlangsung diperlukan kelembapan yang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan embrio. Kelembaban nisbi yang umum untuk
penetasan telur itik sekitar 60 - 70 %. Kelembaban juga mempengaruhi proses
metabolisme kalsium (Ca) pada embrio. Saat kelembaban nisbi terlalutinggi,
perpindahan Ca dari kerabang ketulang – tulang dalamperkembangan embrio
lebih banyak. Pertumbuhan embrio dapat diperlambat oleh keadaan kelembaban
udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sedangkan pertumbuhan embrio
optimum akan diperoleh pada kelembaban nisbi mendekati 60%.
Mulai hari pertama hiungga hari kedelapan belas kelembaban nisbi yang
diperlukan sebesar 60%, sedangkan untuk hari – hari berikutnya diperlukan 70%.
Biasanya, kelembaban dapat diatur dengan memberikan air kedalam mesin tetas
dengan cara meletakannya dalam wadah ceper.
c. Ventilasi
Perkembangan normal embrio membutuhkan oksigen (O2) dan
10
mengeluarkan karbondioksida (CO2) melalui pori – pori kerabang telur. Untuk
itulah didalam mesin tetas harus cukup tersedia oksigen. Jika kerabang tertutup
oleh kotoran, pertukaran gas oksigen dan karbondioksida akan mengalami
gangguan.
Dalam keadaan yang demikian kadar karbondioksida akan meningkat
sekitar 0,5%, sedangkan kadar oksigen menurun sekitar 0,5%. Peningkatan kadar
karbondioksida yang terlalu tinggi dapat menyebabkan berkurangnya daya teteas
telur. Jika kadar karbondioksida meningkat 1%, maka kematian embrio dapat
meningkat. Sedangkan jika peningkatan sebesar 5%, embrio akan mati sebelum
menetas. Penigkatan kadar karbondioksida yang masih diperbolehkan adalah
sebesar 0,5 – 0,8%, dengan kadar optimum 0.5%. Menurut Djanah Djamalin
(1981), perimbangan udara dalam mesin tetas selama periode penetasan adalah
0,5% gas CO2 dan 21% O2 (Paimin, 2011).
Jangka waktu lamanya penetasan yang diperlukan pada masing – masing
spesies unggas berbeda satu sama lain. Ada kecenderungan, semakin besar ukuran
tubuh dari masing–masing spesies semakin besar pula ukuran telurnya dan
semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk menetaskan telurnya. Jangka
waktu yang diperlukan untuk penetasan telur pada masing – masing spesie dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Waktu pengeraman unggas sampai menetas
Spesies Periode penetasan (hari)
Ostrich 42
Angsa 35
Itik manila 35
Kalkun 35
Itik 28
Puyuh bobwhite 24
Ayam 21
Puyuh Jepang 17
Burung merpati 17
Sumber: (Sukardi, 1999)
11
2.2.3 Mesin Penetas Telur
Salah satu penetas telur buatan untuk unggas yang paling pertama tercatat
dibuat manusia muncul di Mesir sekitar 3.000 tahun yang lalu. Mesin ini
ditemukan dengan wujud sebuah rumah yang terbuat dari tumpukan batu bata
yang ditempelkan dengan lumpur. Rumah ini berbentuk persegi panjang, yang
disekat menjadi kamar-kamar kecil dengan oven di tiap-tiap ruangannya.
Gambar 2.1 Mesin tetas menggunakan pemanas api
Mesin penetas telur umumnya hanya bisa digunakan untuk menetaskan
telur unggas seperti telur ayam, puyuh, bebek, dan mentok. Mesin dilengkapi
dengan alat pengatur suhu yang disebut dengan termostat. Suhu di dalam box
dapat diatur sesuai ukuran derajat panas yang dibutuhkan selama periode
penetasan. Prinsip kerja penetasan telur dengan mesin tetas ini sama dengan induk
unggas (Adib dkk, 2016)
Gambar 2.2 Mesin penetas telur
2.2.4 Komponen Mesin Penetas Telur
Komponen utama mesin penetas telur yaitu box sebagai perumahan
sekaligus tempat berlangsungnya pengeraman, rak telur sebagai tempat telur agar
tetap pada posisinya, sumber pemanas biasanya dari bola lampu pijar, termometer
sebagai alat pengukur suhu, termostat sebagai pembatas suhu agar tidak melebihi
12
atau mengurangi dari kapasitas yang sesuai, dan bak penampung air untuk
menjaga kelembaban telur.
A. Box
Box berfungsi sebagai tempat ruangan pengeraman sekaligus tempat
meletakan lampu sebagai sumber pemanas, meletakan rak sebagai tempat telur
bersandar, meletakan bak penampung air, meletakan sensor termometer dan
termostat agar sesuai dengan suhu yang diperlukan telur.
Gambar 2.3 Box
B. Rak Telur
Rak telur berfungsi untuk meletakkan telur-telur di dalam mesin tetas.
Pada rak juga terjadi proses pembalikan telur agar telur terkena panas secara
merata.
Gambar 2.4 Rak telur
C. Sumber Panas
Sumber panas mesin penetas telur menggunakan lampu pijar, pengaturan
suhu pada mesin penetas disesuaikan dengan jenis telur yang ditetaskan. Cara
pengaturan suhu ini terlebih dahulu amati termometer, kemudian atur suhu
menggunakan termostat, hal ini ditandai dengan mati / menyala lampu pada suhu
yang dikehendaki. Bila suhu sudah sesuai ujilah mesin tetas selama 1 x 24 jam
tanpa telur. Setelah suhu bertahan baru masukan telur dengan menyusun pada rak
telur (Putra dkk, 2014:339).
13
Gambar 2.5 Lampu sebagai sumber panas
D. Termometer
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu ataupun
perubahan suhu istilah termometer berasal dari bahasa latin thermo yang berarti
panas dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada
bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.
Yang digunakan pada mesin penetas telur adalah jenis termometer digital
karena langsung menunjukkan suhu dalam bentuk angka digital sebagai penunjuk
suhu tidak sebagimana pada temometer menggunakan cairan atau air raksa.
Termometer ini menggunakan sensor panas elektrik untuk mengukur suhu (Steven
dkk, 2015)
Gambar 2.6 Termometer digital
Prinsip kerja termometer digital biasanya menggunakan termokopel
sebagai sensornya untuk membaca perubahan nilai tahanan. Secara sederhana
termokopel berupa dua buah kabel dari jenis logam yg berbeda yang ujungnya,
hanya ujungnya saja, disatukan. Titik penyatuan ini disebut hot junction. Fungsi
termometer digital selain bisa untuk mengukur suhu juga dilengkapi untuk
mengukur kelembaban jadi berfungsi ganda.
14
E. Termostat
Termostat adalah alat yang digunakan untuk mengendalikan kerja suatu
perangkat lainnya pada suatu ambang suhu tertentu. Alat ini banyak digunakan
pada elemen produksi pada industri maupun rumah tangga. Termostat berasal dari
kata Yunani termos “panas” dan statos “berdiri”. Termostat bekerja dengan cara
beralih dari pemanasan atau pendingin suatu alat atau mengatur aliran
perpindahan panas fluida yang diperlukan, untuk menjaga suhu yang diinginkan.
Gambar 2.7 Termostat digital
Sebuah termostat bisa menjadi pengontrol suatu unit untuk pemanas atau
pendingin suatu kompon. Termostat bisa dibangun dalam banyak cara dan dapat
menggunakan berbagai sensor untuk mengukur suhu. Output dari sensor
kemudian mengontrol peralatan pemanas atau pendingin. Termostat pertama kali
diciptakan pada tahun 1883 oleh Warren S. Johnson.
Termostat digital adalah modul Termostat yang bekerja dengan cara
system digital yang memiliki probe sebagai sensor. Kegunaannya untuk
menstabilkan dan mengukur suhu dan jika suhu sudah sesuai dengan suhu yang
diset, relay akan aktif atau nonaktif, tergantung mode yang anda set (sebagai
heating atau cooling mode). Termostat ini memerlukan suplai tegangan 220v
supaya dapat bekerja.
15
Gambar 2.8 Rangkaian kelistrikan termostat digital
Rangkaian kelistrikan termostat adalah sebagai berikut:
1) Rakitlah rangkaian termostat dengan Mesin Penetas seperti gambar 2.8.
2) Hubungkan termostat ke sumber daya 220V kemudian tekan power untuk
menyalakan termostat. Letakkan ujung probe yang merupakan sensor di
atas dekat dengan telur, letakkan ditengah ruangan dengan posisi
menggantung.
3) Tekan bersamaan tombol SET dan UP selama 5 detik untuk menampilkan
menu F0, F1, F2, F3, F4, dan F5. Lalu tekan SET lagi untuk menyimpan.
Lampu indikator akan menyala dan ada bunyi “klek” tanda relay bekerja
dan pemanas/bolam mesin penetas semuanya menyala.
Gambar 2.9 Tombol SET + UP
4) Tekan SET lalu pilih menu F0, F1, F2, F3, F4, atau F5 dengan menekan
UP atau DWON ubah nilainya sesuai tabel 2.3, lalu tekan SET lagi untuk
16
menyimpan, ± 30 detik mode pengaturan akan keluar. Angka yang
ditetapkan disesuaikan dengan nilai rencana pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kode pengaturan termostat digital ETC-200
Kode Keterangan Range Satuan Nilai
Rencana
F0 Pengaturan Perbedaan suhu 1 ~ 16 ℃ 1
F1 Waktu penundaan 0 ~ 9 Menit 0
F2 Batas suhu terendah -50 ~ 39 ℃ 38
F3 Batas suhu tertinggi 39 ~ 99 ℃ 41
F4 Mode penggunaan
1: Pendingin
2: Pemanas
3: Alaram
1
F5 Kalibrasi suhu -5 ~ 5 ℃ 0
Sumber: Operating Instructions ETC-200
Gambar 2.10 Tampilan menu termostat
5) Tekan tombol SET ± 5 detik maka akan mucul digit angka, kemudian atur
ke angka 39 dengan cara menekan tombol UP atau DWON.
6) Mesin penetas sudah siap digunakan, tunggu suhu Mesin Penetas
mencapai suhu settingan yaitu 39°C, jika suhu melebihi 39°C maka
pemanas/bolam Mesin Penetas akan mati semua. Saat suhu di bawah 39°C
maka pemanas/bolam akan menyala kembali. Kejadian ini akan berulang-
ulang sehingga suhu pada mesin penetas akan stabil antara 38°C - 41°C.
17
F. Relay
Relay merupakan komponen output yang paling sering digunakan pada
beberapa peralatan elektronika dan di berbagai bidang lainnya. Relay berfungsi
untuk menghubungkan atau memutuskan aliran arus listrik yang dikontrol dengan
memberikan tegangan dan arus tertentu pada koilnya (Setiawan, 21:2011). Ada 2
macam relay berdasarkan tegangan untuk menggerakkan koilnya, yaitu AC dan
DC.
Gambar 2.11 Relay
a. Prinsip Kerja Relay
Pada dasarnya, relay terdiri dari 4 komponen dasar yaitu :
1) Electromagnet (koil)
2) Armatur
3) Switch Contact Point (Saklar)
4) Spring
Gambar 2.12 Bagian-bagian Relay
Kontak poin (contact point) relay terdiri dari 2 jenis yaitu :
1) Normally Close (NC) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan
selalu berada di posisi CLOSE (tertutup).
18
2) Normally Open (NO) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan
selalu berada di posisi OPEN (terbuka).
Berdasarkan gambar diatas, sebuah besi (iron core) yang dililit oleh
sebuah kumparan koil yang berfungsi untuk mengendalikan besi tersebut. Apabila
kumparan koil diberikan arus listrik, maka akan timbul gaya elektromagnet yang
kemudian menarik armatur untuk berpindah dari posisi sebelumnya (NC) ke
posisi baru (NO) sehingga menjadi saklar yang dapat menghantarkan arus listrik
di posisi barunya (NO). Posisi dimana armatur tersebut berada sebelumnya (NC)
akan menjadi open atau tidak terhubung. Pada saat tidak dialiri arus listrik,
armatur akan kembali lagi ke posisi awal (NC). Koil yang digunakan oleh relay
untuk menarik Contact Poin ke posisi close pada umumnya hanya membutuhkan
arus listrik yang relatif kecil.
b. Fungsi dan Aplikasi Relay
Beberapa fungsi relay yang telah umum diaplikasikan kedalam peralatan
elektronika diantaranya adalah :
1) Relay digunakan untuk menjalankan fungsi logika (logic function)
2) Relay digunakan untuk memberikan fungsi penundaan waktu (time
delay function)
3) Relay digunakan untuk mengendalikan sirkuit tegangan tinggi dengan
bantuan dari sinyal tegangan rendah.
4) Ada juga relay yang berfungsi untuk melindungi motor ataupun
komponen lainnya dari kelebihan tegangan ataupun hubung singkat
(short)
G. Bak Penampung Air
Kegunanya untuk memenuhi standar kelembaban mesin tetas. Isi air dalam
baki dengan ketinggian 2-3 cm / di bawah permukaan bibir baki. Apabila akan
menambah air dalam baki, gunakan air hangat supaya perubahan suhu dalam
mesin tidak turun secara drastis.
19
Gambar 2.13 Bak penampung air
H. Dimmer
Dimmer (peredup lampu) adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengatur cahaya bola lampu pijar dari padam, redup, terang, hingga sangat
terang. Rangkaian ini dapat dipasang bola lampu pijar hingga daya 100 watt.
Selain itu dengan menggunakan Potensiometer, kekuatan cahaya bisa disesuaikan
sesuai keinginan kita dengan cara memutar kekanan dan kekiri, dimana potensio
ini dihubungkan dengan rangkaian yang terdiri dari beberapa komponen
pendukung lainnya, seperti resistor, kapasitor, ic, triac, dioda dan lain-lain
(Prabowo, 2009)
Gambar 2.14 Dimmer
I. Kipas
Kipas angin digunakan untuk menghasilkan angin, fungsi yang umum
adalah untuk pendingin udara, penyegar udara, ventilasi, dan pengering. Fungsi
pemasangan kipas angin pada mesin tetas untuk mengsirkulasikan udara panas
agar dapat merata pada ruang tetas serta meratakan kelembaban udara. Bagian
utama kipas angin adalah motor penggerak 12 Volt DC, baling-baling, rumah
kipas atau dudukan kipas (Onny, 2017)
20
Gambar 2.15 Kipas
2.2.5 Persiapan Penetasan
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja
seperti pada induk itik pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan
memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan
fisiologi dari embrio anak itik. Dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan
beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang meliputi temperatur,
kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan semua faktor-faktor
tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan
sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim, 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan disterilkan dahulu. Semua alat
dicuci bersih dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Juga bisa digunakan
alkohol 70% untuk bahan penyemprot. Selanjutnya alat dikeringkan dan
dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan Zamrowi, 1994).
Telur tidak bisa langsung dimasukkan ke dalam alat penetasan, karena ada
periode tertentu untuk persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu
penyimpanan sebelum penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7
hari, karena penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan
persentase penetasan telur tetas (Nesheim, 1979).
Kelembaban udara juga mempengaruhi untuk mempertahankan laju
penguapan air di dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung
udara. Kelembaban udara dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan
cara menambah atau mengurangi air di dalam bak air. Pada kerabang telur
terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas. Oleh karena itu untuk
menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban
21
pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70%
(Shanawany, 1994).
2.2.6 Penanganan Telur di Mesin Tetas
Faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses penetasan pada mesin tetas
adalah suhu, kelembaban, sirkulasi udara, dan pemutaran telur.
Tabel 2.4 Suhu dan kelembaban penetasan pada beberapa jenis unggas
No. Unggas Waktu
Penetasan Temperatur (oC) Kelembaban (%)
1 Ayam 21 37 - 40 55 - 60
2 Itik 28 38 - 41 60 - 70
3 Entok 35 - 37 36 - 38 70
4 Dara 14 - 17 36 - 38 55 - 66
5 Puyuh 14 - 17 36 - 38 55 - 60
6 Walet 14 - 16 32 - 34 55 - 60
Sumber: (Sukardi, 1999)
A. Suhu
Dalam proses penetasan telur, suhu dan kelembaban merupakan variabel
terpenting yang sangat menentukan keberhasilan proses penetasan. Suhu yang
diperlukan alat penetas harus memiliki kesamaan dengan kondisi suhu induk
unggas pada saat mengeram. Adapun keadaan suhu yang perlu diperhatikan pada
penetasan telur ayam dan bebek berkisar 38oC – 40oC dan lamanya penetasan 21
hari untuk telur ayam dan 28 hari untuk telur bebek (Sudrajat, 2003)
Tabel 2.5 pengaruh temperatuir terhadap daya tetas telur itik
Variabel Temperatur Penelitian
36-37 oC 37-38 oC 38-39 oC
Daya Tetas (%) 3,09 27,76 62
Mortalitas Embrio (%) 87,91 29,86 43,3
Sumber: (Maulidya dkk, 2013)
Menurut Maulidya dkk dengan judul penelitian “Pengaruh Temperatur
Terhadap Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrinchos)”. Hasil
analisa variansi menunjukkan bahwa daya tetas persentase tertinggi diperoleh
pada temperatur 38-39°C yaitu 62%.
22
B. Kelembaban
Kelembaban adalah perbandingan antara tekanan parsial uap air yang ada
di dalam udara dan tekanan jenuh uap air pada temperatur air yang sama. Ketika
proses penetasan, kelembaban dalam penetasan telur ayam berkisar 50% – 60%
dan 55% - 65% untuk menetaskan telur bebek. Pemberian kelembaban ini
dilakukan dengan cara memberikan tempat air di dasar tempat peletakkan telur
(Sudrajat, 2003)
C. Pengaturan sirkulasi udara
Keberadaan ventilasi dlam mesin penetas sangat penting, karena dengan
adanya ventilasi akan terjadi pergantian udara segar di dalam mesin tetas.
Ventilasi berguna untuk mensuplai oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
yang muncul akibat metabolisme telur selama pengeraman berlangsung, serta
mendistribusikan panas secara merata (Paimin, 2011)
D. Pemutaran telur
Pemutaran telur harus dilakukan pada setiap proses penetasan telur, dalam
hal ini pemutaran dilakukan setiap 8 jam sekali. Arah pemutaran telur untuk
semua rak yang ada di dalam mesin tetas harus searah, hal ini penting untuk
sirkulasi udara dan panas. Fungsi pemutaran telur adalah untuk menyeragamkan
suhu permukaan telur, mencegah peletakan embrio pada kulit embrio/kerabang
telur dan mencegah melekatnya yolk dan allantis pada akhir penetasan (Paimin,
2011)
2.2.7 Aluminium Foil
Sejarah penggunaan aluminium foil pertama kali digunakan pada tahun
1910 sebagai pembungkus tanaman. penggunaan aluminium foil untuk
pembungkus makanan pertama kali dilakukan di Amerika Serikat tahun 1913,
yaitu untuk membungkus permen dan permen karet. Aluminium foil adalah jenis
material berbentuk lembaran tipis, dimana kegunaannya banyak ditemui di
beberapa aplikasi bangunan dan peralatan rumah tangga. Ketebalan dari
aluminium foil umumnya ± 0,2 mm, disebut foil karena termasuk dalam lembaran
dengan ketebalan dibawah 150 micron. Aluminium foil mengandung sekitar 92%
23
- 94% bahan dasar Aluminium yang berbahan dasar bauxit.
Keistimewaan dari foil ini ialah: ekonomis, fleksibel, mudah diaplikasikan
sesuai kegunaan, kedap udara, higienis, tidak beracun, tak berpengaruh pada rasa
dan bau, Aluminium foil juga termasuk penghantar kalor yang baik bagi listrik
dan sinyal. Kelemahan Aluminium foil dapat rusak karena pengaruh garam dapur,
asam dan logam berat. Kerusakannya sendiri tergantung dari campuran spesifik
yang ada di dalamnya dan kontak langsung dengan zat tersebut.
Gambar 2.16 Aluminium foil
2.2.8 Dasar Perpindahan Kalor
Kalor adalah energi yang berpindah karena adanya perbedaan suhu. Kalor
selalu berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.
Peristiwa berpindahnya kalor/panas dari suatu tempat ke tempat lain sebagai
akibat perbedaan suhu disebut perpindahan kalor. Perpindahan kalor dapat terjadi
melalui 3 cara yaitu: konduksi, konveksi, dan radiasi (Lukman, 2004)
Satuan energi panas histories yaitu kalori, mula-mula didefinisikan sebagai
jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur 1 gram air 1oC
(1 Kelvin). Kilokalori adalah banyaknya energi panas yang dibutuhkan untuk
menaikan temperatur 1 kg air dengan 1oC. Kalori adalah bentuk energi dan dalam
SI satuannya adalah joule (Tippler, 1991)
Kerja dan kalor masing-masing adalah bentuk tenaga dan harus ada suatu
hubungan tertentu diantaranya yang dinamakan ekivalen mekanis dari kalor
(mecanical equivalent of heat). Dari percobaan joule, 1 kalori = 4.186 joule,
Satuan dalam SI untuk tenaga adalah joule atau Newtonmeter, dimana 1 joule=1
N.m=1kg.m2/s2.
24
2.2.9 Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Perpindahan kalor secara pancaran atau radiasi adalah perpindahan kalor
suatu benda ke benda yang lain melalui gelombang elektromagnetik tanpa
medium perantara. Bila pancaran kalor menimpa suatu bidang, sebagian dari kalor
pancaran yang diterima benda tersebut akan dipancarkan kembali (re-radiated),
dipantulkan (reflected) dan sebagian dari kalor akan diserap (Lukman, 2004)
Setiap benda akan mengemisikan energi dalam bentuk radiasi, yang
disebut sebagai daya emisi (emissive power) yang besarnya sebanding dengan
pangkat empat dari temperatur absolutnya. Untuk suatu benda hitam ideal (black
body), atau disebut juga ideal radiator besarnya daya emisi dinyatakan dengan
persamaan Stefan-Boltzman sebagai:
𝑞 = 𝜎𝐴(𝑇14 − 𝑇2
4) ...................................................................... (2-1)
Keterangan:
q = Laju Perpindahan Panas (kj/det atau W)
A = Luas Perpindahan Panas (m2)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
.
T = Temperatur Permukaan (oC)
Koestoer (2002) menyatakan bahwa radiasi adalah proses perpindahan
panas melalui gelombang elektromagnet atau paket–paket energi (photon) yang
dapat dibawa sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan
medium. Radiasi dalam perpindahan panas atau radiasi termal (thermal radiaton)
hanya salah satu bentuk dari jenis radiasi elektromagnetik.
Perpindahan panas radiasi berpindah dengan cara pancaran melalui
gelombang elektromagnet. Radiasi selalu merambat dengan kecepatan cahaya
3×1010cm/s. Kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang-gelombang
dengan frekuensi radiasi,
𝑐 = 𝜆. 𝜈 .......................................................................................... (2-2)
Keterangan:
c = Kecepatan cahaya (m/s)
λ = Panjang gelombang (μm)
v = Frekuensi(Hz)
25
Perambatan radiasi ini berlangsung dalam bentuk bagian–bagian energi
yang tidak dapat dibagi lagi, dengan setiap bagian mengandung energi sebesar
𝐸 = ℎ. 𝑣 ......................................................................................... (2-3)
Keterangan:
E = Energi (J)
h = Konstanta Planck (J.s)
v = frekuensi (Hz)
di mana h ialah konstanta Planck yang memiliki nilai ℎ = 6,625 × 10−34𝐽. 𝑠
Setiap bagian tersebut dapat dianggap sebagai suatu partikel yang
mempunyai energi, massa, dan momentum, seperti halnya molekul gas. Jadi, pada
hakekatnya, radiasi dapat digambarkan sebagai gas foton (photon gas) yang dapat
mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain. Jika dipandang secara relatif antara
massa dan energi, dapat diturunkan persamaan untuk massa energi partikel itu
yaitu.
𝐸 = 𝑚. 𝑐2 = ℎ. 𝑣 ........................................................................... (2-4)
𝑚 =ℎ.𝑣
𝑐2 .......................................................................................... (2-5)
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 = 𝑐ℎ.𝑣
𝑐2 =ℎ.𝑣
𝑐 .............................................................. (2-6)
Keterangan:
E = Energi (J)
m = massa (kg)
c = celeritas / kecepatan cahaya dalam ruang hampa 3,00x108 (m/s)
h = Konstanta Planck (J.s)
v = frekuensi (Hz)
26
Gambar 2.17 Spektrum elektromagnetik
Sumber : Incropera dkk, 2007
2.2.10 Sifat Radiasi
Holman (1995) menyatakan, bila energi radiasi menimpa permukaan suatu
bahan, maka sebagian dari radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian diserap
(absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi). Sebagai penggambaran,
bagian yang dipantulkan dinamakan reflektivitas ρ, bagian yang diserap
absorptivitas α, dan bagian yang diteruskan transimisivitas τ, maka,
𝜌 + 𝛼 + 𝜏 = 1 ................................................................................. (2-7)
Keterangan:
ρ = reflektivitas
𝛼 = absorptivitas
𝜏 = transimisivitas
Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal, sehingga
transmisivitas dapat dianggap nol. Sehingga,
𝜌 + 𝛼 = 1 ........................................................................................ (2-8)
27
Gambar 2.18 Bagan menunjukkan pengaruh radiasi datang Sumber : (Holman,1995: 343)
2.2.11 Laju Perpindahan Panas secara Radiasi
Pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa radiator ideal atau benda
hitam, memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat
suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan.
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. 𝑇4 ................................................................................... (2-9)
Keterangan:
qr = Laju perpindahan kalor radiasi (Watt)
A = luas ruang tetas (m2)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
T4 = Temperatur permukaan (oC)
Notasi σ ialah konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai 5,669×10-
8W/m2.K4. Persamaan di atas disebut hukum Stefan-Boltzmann tentang radiasi
termal yang berlaku hanya untuk benda hitam dan hanya berlaku untuk radiasi
yang dipancarkan oleh benda hitam. Sedangkan untuk pertukaran radiasi netto
antara dua permukaan, berbanding dengan perbedaan suhu absolut pangkat empat.
Maka,
𝑞𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜
𝐴∝ 𝜎(𝑇1
4 − 𝑇24) ......................................................... (2-10)
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa benda hitam ialah benda yang
memancarkan energi menurut hukum T4. Benda itu disebut “hitam”, karena
permukaannya yang hitam, seperti logam yang dilapisi dengan jelaga mempunyai
28
tingkah laku yang hampir seperti itu. Permukaan jenis lain yang dicat mengkilap
atau plat logam yang dipoles tidak memancarkan energi sebanyak benda hitam,
akan tetapi jumlah radiasi yang dipancarkan benda–benda itu masih mengikuti
suhu absolut pangkat empat (𝑇14).
Holman (1995: 13) menyatakan guna memperhitungkan sifat permukaan
benda kelabu, perlu menampilkan suatu faktor lain ke dalam persamaan Stefan-
Boltzmann, yang disebut emisivitas atau kepancaran (emissivity) yang
menghubungkan sinar dari permukaan kelabu dengan permukaan yang hitam
sempurna. Selain itu, perlu diperhitungkan juga bahwa radiasi dari suatu
permukaan tidak seluruhnya sampai ke permukaan lain, karena radiasi
elektromagnetik berjalan menurut garis lurus dan sebagian hilang ke lingkungan.
Sehingga, untuk memperhitungkan kedua situasi itu kita masukkan dua faktor lain
ke dalam persamaan Stefan-Boltzmann (Holman,1995: 13)
𝑞 = 𝐹𝑒. 𝐹𝐺 . 𝜎. 𝐴(𝑇14 − 𝑇2
4) .............................................................. (2-11)
Keterangan:
q = Laju pancaran energi radiasi benda (Watt)
𝐹𝑒= Faktor emisivitas bahan
𝐹𝐺 = Faktor geometri
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
A = Luas permukaan pancaran (m2)
T1 = Suhu mutlak pancaran spesimen uji (°C)
T2 = Suhu mutlak pancaran benda hitam (°C)
dimana 𝐹𝑒 adalah fungsi emisivitas dan 𝐹𝑒 fungsi faktor pandangan (view
factor) geometrik. Fungsi–fungsi ini saling bergantung satu sama lain. Faktor
geometris ini diambil dari bidang benda yang memancarkan radiasi panas. Bidang
yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk plat lingkaran (disc) yang disusun
sejajar,
29
Gambar 2.19 Faktor geometris untuk piringan sejajar (parallel disc)
Sumber : Incropera dkk, 2007
2.2.12 Perpindahan Kalor secara Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor
dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara
medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga
terjadi pertukaran energi dan momentum.
Gambar 2.20 Perpindahan panas konduksi pada dinding Sumber : Cengel, 2003
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi
adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut
Persamaan Dasar Konduksi :
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = −𝑘. 𝐴𝑑𝑇
𝑑𝑋 ........................................................................... (2-12)
Keterangan:
qkond = Laju Perpindahan Panas konduksi (kj / det,W)
k = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
30
dT = Perbedaan Temperatur (°C)
dX = Ketebalan (m).
dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor, konstanta positif
”k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda
minus disisipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor
mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur (Cengel, 2003)
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara
laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradient yang terdapat
pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
Dalam penerapan hokum Fourier (persamaan 2.12) pada suatu dinding
datar, jika persamaan tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan :
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = −𝑘𝐴
∆𝑥(𝑇2 − 𝑇1) ................................................................. (2-13)
Keterangan:
qkond = Laju Perpindahan Panas konduksi (kj / det,W)
k = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
T = Temperatur (°C)
∆x = Ketebalan (m)
Bilamana konduktivitas termal (thermal conductivity) dianggap tetap.
Tebal dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan T2 adalah temperatur muka dinding.
Jika konduktivitas berubah menurut hubungan linear dengan temperatur, seperti
𝑘 = 𝑘0(1 + 𝛽𝑇) maka persamaan aliran kalor menjadi :
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = −𝑘0𝐴
∆𝑥[𝑇2 − 𝑇1 +
𝛽
2(𝑇2
2 − 𝑇12)] ......................................... (2-14)
Tetapan kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang
disebut konduktivitas termal. Persamaan (2-12) merupakan persamaan dasar
tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah
dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktifitas
termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung
pada suhu.
31
Tabel 2.6 Konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 oC
Bahan W/m.°C Btu/h . ft . ºF
Logam
Perak ( murni ) 410 237
Tembaga ( murni ) 385 223
Aluminium ( murni ) 202 117
Aluminium Foil 0,034 0,02
Nikel ( murni ) 93 54
Besi ( murni ) 73 42
Baja karbon, 1% C 43 25
Timbal (murni) 35 20,3
Baja karbon-nikel ( 18% cr, 8% ni ) 16,3 9,4
Bukan logam
Kuarsa ( sejajar sumbu ) 41,6 24
Magnesit 4,15 2,4
Marmar 2,08-2,94 1,2-1,7
Batu pasir 1,83 1,06
Kaca, jendela 0,78 0,45
Kayu maple atau ek 0,17 0,096
Serbuk gergaji 0,059 0,034
Wol kaca 0,038 0,022
Zat cair
Air-raksa 8,21 4,74
Air 0,556 0,327
Amonia 0,54 0,312
Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085
Freon 12, 22FCCI 0,073 0,042
Gas
Hidrogen 0,175 0,101
Helium 0,141 0,081
Udara 0,024 0,0139
Uap air ( jenuh ) 0,0206 0,0119
Karbon dioksida 0,0146 0,00844
Sumber: (Sukardi, 1999)
2.2.13 Perpindahan Kalor Secara Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/
pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah
kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll.
Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi
32
diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan
konveksi paksa (forced convection).
Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena
perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free
/ natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi
dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga
fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai
konveksi paksa (forced convection).
Gambar 2.21 Perpindahan panas konveksi Sumber : Holman, 1994
Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran
tertutup seperti pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas.
Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan
persamaan.
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = − ℎ. 𝐴. (𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) ........................................................... (2-15)
Keterangan:
qkonv = Laju Perpindahan Panas ( kj/det atau W )
h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W / m2.oC )
A = Luas bidang permukaan perpindahaan panas (m2 )
Tw = Temperatur dinding (oC)
T∞ = Temperatur lingkungan (oC)
Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika,
sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif ( + ).
Persamaan (2.15) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi.
Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi
menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.
33
Gambar 2.22 Perpindahan panas konveksi paksa dan konveksi bebas Sumber : Cengel, 2003
Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, karena
dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan
fluida yang lain.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambar Desain Mesin Penetas Telur
Gambar 3.1 Desain mesin tetas
Keterangan:
1. Rangka
2. Lantai
3. Dinding samping
4. Lampu
5. Rak telur
6. Penampung air
7. Ventilasi udara
8. Pintu atas
9. Pintu depan
10. Termostat
11. Dimmer
35
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental,
yaitu metode yang digunakan untuk menguji dan menentukan variasi yang tepat
terhadap penelitian yang sudah dilakukan dengan menambahkan beberapa
perlakuan variasi. Instrumen penelitian adalah alat penetas telur, dengan
penggunaan aluminium foil pada dinding bagian dalam maka akan dilakukan
analisa terhadap efisiensi panas bahan tersebut, alat ukur yang digunakan adalah
termometer digital.
3.3 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:59) menjelaskan mengenai pengertian dari
variabel yaitu “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat maupun nilai dari
orang, bisa juga kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”.
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran terhadap keberadaan
suatu variabel dengan menggunakan instrumen penelitian. Setelah itu penulis akan
melanjutkan analisis untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Variasi ukuran volume ruangan penetas telur.
Ukuran volume ruangan penetas telur untuk kapasitas 100 yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 585 mm x 430 mm x 450 mm.
b) Variasi bahan dinding bagian dalam.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiplek dengan
ketebalan 9 mm dilapisi aluminium foil, untuk mengetahui koefisien perpindahan
kalor serta umur pakai bahan terhadap pengaruh perubahan suhu dan kelembaban
pada bahan tersebut.
c) Variasi lampu pijar
Posisi pemasangan lampu pijar dapat divariasikan dengan posisi di
samping kiri dan kanan, posisi belakang, serta posisi di atas. Dari masing-masing
posisi itu akan dicari perpindahan kalor yang paling efektif sehingga panas yang
dihasilkan menjadi efisien. Untuk mengetahui pengaruh panas yang mengalir
36
melalui pancaran radiasinya terhadap koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Jumlah lampu yang digunakan 6 buah dengan daya 10 watt.
3.4 Perhitungan Dimensi Ruangan Mesin Tetas
Laju perpindahan panas secara radiasi dapat dipengaruh oleh dimensi
ruang penetas, karena semakin besar dimensi ruang tetas maka akan semakin lama
untuk mencapai suhu kerja yaitu 38oC – 41oC. Luas seluruh dinding ruang tetas
dapat ditulis dengan persamaan:
𝐴𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠 = 2(𝑃. 𝐿) + 2(𝑃. 𝑇) + 2(𝐿. 𝑇) ................................ (3-1)
Keterangan:
A = Luas ruang tetas (m2)
P = Panjang ruang tetas (m)
L = Lebar ruang tetas (m)
T = Tinggi ruang mesin tetas (m)
Laju perpindahan kalor radiasi pada dinding bangun ruang mesin tetas
dapat ditulis dengan persamaan:
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. (𝑇14 − 𝑇2
4) ..................................................................... (3-2)
Keterangan:
qr = Laju perpindahan kalor radiasi (Watt)
A = luas ruang tetas (m2)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
.
T1 = Temperatur permukaan dinding (oC)
T2 = Temperatur lingkungan (oC)
3.5 Perhitungan Bahan Dinding Mesin Tetas
Bahan yang akan digunakan adalah multiplek dengan tebal 9 mm dan
aluminium foil, dari bahan tersebut akan dihitung kemampuan menahan panas
serta menahan perubahan kelembababan terhadap unjuk kerja bahan tersebut.
Perbandingan yang konstan antara radiasi suatu benda kelabu dengan benda hitam
disebut emisivitas dari benda kelabu tersebut dan diberikan dengan symbol 𝜺.
Dengan demikian laju perpindahan kalor radiasi dari sebuah permukaan
benda kelabu dapat dituliskan dengan persamaan:
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. 𝜀. (𝑇14 − 𝑇2
4) ................................................................ (3-3)
37
Keterangan:
qr = Laju perpindahan kalor radiasi (Watt)
𝜺 = Emisivitas bahan (dari tabel)
A = Luas perpindahan panas (m2)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
.
T = Temperatur permukaan (oC)
Tabel 3.1 Nilai emisivitas berbagai bahan
Material Emisivitas
Air 0,96
Aluminium Foil 0,07
Aspal 0,85-0,93
Baja Kromium 0,17
Cat Hitam 0,98
Cat Putih 0,9
Gabus 0,3
Kayu 0,82-0,92
Kulit Manusia 0,95
Plywood 0,14
Semir Emas 0,03
Semir Perak 0,02
Semir Tembaga 0,03
Sumber: (Holman, 1997)
3.6 Jarak Lampu ke Rak
Pengaruh jarak sumber pemanas ke telur dengan memperhatikan besarnya
kalor dari sumber pemanas yang dapat mengalir melalui radiasi untuk sampai ke
telir, menentukan sumber pemanas yang sesuai. Analisa penelitian menggunakan
dasar teori termodinamika yang hanya dipakai materi radiasi.
Posisi pemasangan lampu sangat mempengaruhi terhadap perpindahan
panas karena jika posisi tidak sesuai maka akan mengakibatkan kegagalan dalam
proses penetasan.
a. Posisi lampu di belakang mengakibatkan panas dibagian belakang akan
lebih cepat dibandingkan di depan, sehingga terjadi perbedaan panas yang
sangat tinggi.
b. Posisi lampu di samping kiri-kanan mengakibatkan panas dibagian
samping kiri-kanan akan lebih cepat dibandingkan di tengah, sehingga
38
terjadi perbedaan panas yang sangat tinggi antara di samping dan di
tengah.
c. Posisi lampu di atas lebih efisien karena jarak panas lampu akan lebih
merata dibandingkan jika lampu dipasang di belakang atau di samping.
Jarak lampu mempengaruhi laju perpindahan panas karena semakin dekat
jarak lampu terhadap rak telur akan semakin cepat panas yang terjadi pada rak,
jika jarak lampu ke rak terlalu jauh maka akan mengakibatkan kurangnya pasokan
panas yang dibutuhkan telur. Besarnya kalor per satuan waktu pada dinding
bangun ruang mesin tetas dapat ditulis dengan persamaan:
𝑄
𝑡= 𝑒. 𝜎. 𝐴. 𝑇4 ............................................................................... (3-4)
Keterangan:
Q = kalor (J) atau (kal)
t = waktu (s)
𝜺 = Emisivitas bahan (dari tabel)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
A = Luas perpindahan panas (m2)
T = Temperatur permukaan (oC)
3.7 Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan
output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan),
seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang
terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
Efisiensi sistem pengeraman menggunakan mesin tetas berdasarkan data
yang didapatkan secara rill adalah perbandingan antara temperatur rata-rata ruang
tetas yang terukur dengan temperatur acuan pengeraman yaitu 38oC ̶ 41oC yang
dapat dituliskan dengan persamaan:
ƞ =𝑇𝑢𝑠𝑒
𝑇𝑖𝑛× 100% ........................................................................ (3-5)
Keterangan:
ƞ = Efisiensi (%)
Tuse = Waktu rata – rata untuk mencapai temperatur 38oC ̶ 41oC
Tin = Waktu pemakaian daya per jam
39
3.8 Tahap Analisis Data
Menganalisa hasil pengukuran temperatur dengan menggunakan lapisan
aluminium foil pada diniding penetas telur suhu yang ingin dicapai adalah 38oC ̶
41oC.
Tabel 3.2 Hasil pengukuran temperatur per menit dari mulai dioperasikan sampai
mencapai temperatur 41 °C
Waktu
(menit)
Temperatur
lingkungan
(°C)
Temperatur
ruang
mesin tetas
(°C)
Temperatur
teoritis
(38-41)
Keterangan
Selisih temperatur
lingkungan dan
ruang mesin tetas
0 38-41
1 38-41
2 38-41
3 38-41
4 38-41
5 38-41
6 38-41
7 38-41
8 38-41
9 38-41
10 38-41
Tabel 3.3 Perubahan temperatur tiap 5 menit
Waktu
(menit)
Temperatur
lingkungan
(oC)
Temperatur
mesin tetas
(oC)
Selisih
temperatur
(oC)
Keterangan
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
40
3.9 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian
PERHITUNGAN TEKNIS
Meliputi perhitungan dimensi ruang penetas dan
sumber panas lampu terhadap jumlah telur
GAMBAR RANCANGAN
Gambar desain mesin penetas telur
PENGUMPULAN DATA
Data dimensi mesin penetas
Pemilihan material untuk dinding bagian
dalam mesin penetas
Refrensi tentang panas pengeraman yaitu
38oC-41oC
MULAI
UJI ALAT Menggunakan termometer untuk
mengukur perubahan suhu yaitu
38oC-41oC
YA
SELESAI
ANALISA
Pengaruh penggunaan aluminium
foil terhadap perubahan panas yang
terjadi di dalam mesin penetas
TIDAK
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Diagram Alir Perancangan Mesin Tetas
Gambar 4.1 Diagram alir perancangan mesin tetas
Mengukur Dimensi telur
Menentukan Dimensi Rak Sesuai Kapasitas yang Akan Dirancang,
Yaitu dari Hasil Perkalian Dimensi Telur dengan Kapasitas Telur
Pembuatan Kerangka Sesuai Ukuran
Perbandingan Panjang, Lebar, dan Tinggi
Dimensi Rak Sebagai Acuan Untuk Menentukan
Ukuran Kerangka Panjang dan Lebar Mesin Tetas
Perbandingan Panjang, Lebar, dan Tinggi (4:3:3)
Pemasangan Dinding Sekaligus Menghitung Beban Kalor
Pada Ruang Mesin Tetas Sehingga Dapat Menentukan
Kapasitas Kalor yang Diperlukan
Pemasangan Sistem Kelistrikan Sesuai
Kebutuhan dari Perhitungan Beban Kalor
Pengujian Mesin Tetas Sampai Mencapai
Temperatur 38oC – 41oC
Masukan Telur yang Telah Disortir ke dalam Mesin Tetas Serta
Letakan pada Rak, Sensor Termostat dan Sensor Termometer
Diletakan di Atas Permukaan Telur
Telur di Dalam Mesin Tetas Akan
Mengalami Pengeraman Selama 28 Hari
42
4.2 Perhitungan Dimensi Ruang Mesin Penetas
Mencari dimensi ruang mesin pentetas dengan menghitung perbandingan
jumlah telur dengan kapasitas rak, dari perhitungan tersebut didapat dimensi luas
rak telur. Asumsi diameter rata-rata telur itik P x L adalah (57 mm x 46 mm), jadi
luas permukaan telur itik adalah 2622 mm2. Kapasitas yang akan dihitung adalah
100 butir telur jadi ukuran luas rak telur dapat ditulis dengan persamaan:
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 . (4-1)
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = 100 𝑥 2622
𝑫𝒊𝒎𝒆𝒏𝒔𝒊 𝒓𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒍𝒖𝒓 = 𝟐𝟔𝟐𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒎𝟐
Untuk mencari Panjang dan Lebar rak telur gunakan acuan perbandingan
pada Tabel 2.1 sehingga didapat perbandingan 4 : 3.
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = 𝑃. 𝐿 .................................................................. (4-2)
Diketahui:
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = 262200 𝑚𝑚2
Perbandingan P.L = (4:3)
Karena P dan L belum diketahui maka mencari persamaan nilai “n”
Analisa:
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = 𝑃𝑛. 𝐿𝑛 .............................................................. (4-3)
262200 𝑚𝑚2 = 4𝑛 .3𝑛
262200 𝑚𝑚2 = 12𝑛2
𝑛2 =262200 𝑚𝑚2
12
𝑛2 = 21850 𝑚𝑚2
𝑛 = √21850 𝑚𝑚2
𝒏 = 𝟏𝟒𝟖 𝒎𝒎
Nilai "n" sudah diketahui substitusikan nilai “n” ke panjang dan lebar rak
telur.
𝑃 = 4𝑛
𝑃 = 4 𝑥 148 𝑚𝑚
𝑷 = 𝟓𝟗𝟐 𝒎𝒎
Jadi Panjang rak adalah 592 mm yang akan dijadikan acuan untuk Panjang
mesin penetas, Panjang mesin penetas yang akan dirancang adalah 600 mm.
43
𝐿 = 3𝑛
𝐿 = 3 𝑥 148 mm
𝑳 = 𝟒𝟒𝟒 𝒎𝒎
Jadi Lebar rak adalah 444 mm yang akan dijadikan acuan untuk Lebar
mesin penetas, Lebar mesin penetas yang akan dirancang adalah 450 mm.
Gambar 4.2 Rak telur 1 tingkat kapasitas 100 butir
Dimensi rak mesin penetas P x L dengan perbandingan 4 : 3 (acuan
perbandingan pada Tabel 2.1), jadi Panjang mesin penetas adalah 600 mm,
dengan Lebar 450 mm,
Gambar 4.3 Dimensi rak telur
Dimensi mesin penetas P x L x T dengan perbandingan 4 : 3 : 3; (acuan
perbandingan pada Tabel 2.1), jadi Panjang mesin penetas adalah 600 mm,
dengan Lebar 450 mm, dan Tinggi mesin penetas sama dengan Lebar jadi
Tingginya adalah 450 mm.
44
Gambar 4.4 Dimensi penetas telur
Gambar 4.5 Mesin penetas telur kapasitas 100
Laju perpindahan panas secara radiasi dapat dipengaruh oleh kapasitas
sumber kalor yaitu jumlah lampu dan dimensi ruang penetas, karena semakin
besar dimensi ruang penetas maka akan semakin lama untuk mencapai suhu kerja
45
yaitu 38oC – 41oC. Luas seluruh dinding ruang mesin penetas dapat ditulis dengan
persamaan:
𝐴𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠 = 2(𝑃. 𝐿) + 2(𝑃. 𝑇) + 2(𝐿. 𝑇) ................................ (4-4)
Keterangan:
ARuang Tetas = Luas permukaan dinding bagian dalam ruang tetas (mm2)
P = panjang lantai ruang penetas (mm)
L = lebar lantai ruang penetas (mm)
T = tinggi yaitu jarak dari lantai ke dudukan lampu (mm)
Dimensi mesin penetas adalah sebagai berikut:
A = Luas ruang penetas (mm2)
Tebal dinding = 9 mm
P = 600 mm (Panjang dinding bagian dalam dikurangi tebal dinding kiri
dan kanan)
P = 600 – 9 – 9
P = 582 mm
L = 450 mm (Lebar dinding bagian dalam dikurangi tebal dinding
belakang dan depan)
L = 450 – 9 – 9
L = 432 mm
T = 450 mm
Analisa:
𝐴𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠 = 2(𝑃. 𝐿) + 2(𝑃. 𝑇) + 2(𝐿. 𝑇)
𝐴𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠 = 2(582𝑥432) + 2(582𝑥450) + 2(432𝑥450)
𝐴𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠 = 502848 + 523800 + 388800
𝑨𝑹𝒖𝒂𝒏𝒈 𝑻𝒆𝒕𝒂𝒔 = 𝟏. 𝟒𝟏𝟓. 𝟒𝟒𝟖 𝒎𝒎𝟐
Jadi luas seluruh permukaan dinding untuk ruang mesin penetas adalah
1.415.448 mm2 atau 1,415 m2.
46
4.3 Beban Kalor di Dalam Ruang Mesin Tetas
Beban kalor pada permukaan dinding bangun ruang mesin penetas dapat
ditulis dengan persamaan:
𝑄 =𝑘
𝑑. 𝐴. (𝑇1 − 𝑇2 ) .................................................................... (4-5)
Diketahui:
Q = beban kalor (kcal/h)
k = konduktivitas termal aluminium foil 0,034
d = tebal dinding yang dilapisi aluminium foil 0,009 m
A = 1.415.448 mm2 jadi 1,415 m2
T1 = 39,0 oC (312,15 K) temperatur yang akan dicapai
T2 = 30,1 oC (303,25 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
1 kcal/h = 1,162222 Watt
Analisa:
𝑄 =𝑘
𝑑. 𝐴. (𝑇1 − 𝑇2 )
𝑄 =0,034
0,009. 1,415 . (312,15 − 303,25 )
𝑄 = 3,77 . 1,415 . (8,9)
𝑸 = 𝟒𝟕, 𝟒𝟖 𝒌𝒄𝒂𝒍/𝒉
Dikonversikan kedalam Watt (1 kcal/h = 1,162222 Watt)
𝑸 = 𝟓𝟓, 𝟏𝟖 𝑾𝒂𝒕𝒕
Jadi beban kalor pada seluruh permukaan dinding ruangan mesin penetas
dengan luas 1,415 m2, beban kalornya adalah 47,48 kcal/h atau 55,18 Watt.
4.4 Kapasitas Kalor yang Diperlukan Ruang Mesin Tetas
Kapasitas kalor yang diperlukan ruang mesin penetas dapat ditulis dengan
persamaan:
𝐶 =𝑄
∆𝑇 ........................................................................................... (4-6)
Diketahui:
C = kapasitas kalor yang diperlukan (J/oC)
Q = beban kalor 47,48 (kcal/h) menjadi 198648 Joule
T1 = 39,0 oC (312,15 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
47
T2 = 30,1 oC (303,25 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
∆T = 8,9 oC
1 Watt = 3600 Joule
Analisa:
𝐶 =𝑄
∆𝑇
𝐶 =198648
8,9
𝑪 = 𝟐𝟐𝟑𝟐𝟎 𝐉/°𝐂
Jadi kapasitas kalor yang diperlukan untuk menaikan temperatur ruang
mesin penetas dengan luas 1,415 m2 adalah 22320 J/oC.
4.5 Laju Perpindahan Kalor Radiasi Pada Permukaan Dinding Bagian
Dalam
Laju perpindahan kalor radiasi pada permukaan dinding bangun ruang
mesin penetas dapat ditulis dengan persamaan:
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. (𝑇14 − 𝑇2
4) ..................................................................... (4-7)
Diketahui:
qr = Laju perpindahan panas radiasi (Watt)
A = 1.415.448 mm2 jadi 1,415 m2
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
.
T1 = 39,0 oC (312,15 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
T2 = 30,1 oC (303,25 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
Analisa:
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. (𝑇14 − 𝑇2
4)
𝑞𝑟 = 5,669 𝑥 10−8. 1,415. (312,154 − 303,254 )
𝑞𝑟 = 8,02417 𝑥 10−8. (312,154 − 303,254 )
𝑞𝑟 = 8,02417 𝑥 10−8. 1037345223
𝒒𝒓 = 𝟖𝟑, 𝟐𝟑𝟖𝟒 Watt
Jadi laju perpindahan panas radiasi pada seluruh permukaan dinding
ruangan mesin penetas dengan luas 1,415 m2, temperatur pada mesin penetas 39,0
oC, laju perpindahan panas radiasinya adalah 83,2384 Watt.
48
4.6 Perhitungan Bahan Dinding Mesin Penetas
Bahan dinding yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 9 mm,
Luas seluruh permukaan dinding adalah 1,415 m2, temperatur lingkungan 30,1 °C
dan temperatur ruang mesin penetas mencapai 39,0 °C. Laju perpindahan panas
konduksi yang terjadi pada dinding mesin penetas adalah sebagai berikut sesuai
persamaan dasar konduksi :
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = 𝑘. 𝐴𝑑𝑇
𝑑𝑋 ............................................................................. (4-8)
Keterangan:
qkond = Laju Perpindahan Panas konduksi (kj / det,W)
k = 0,17 W/m.°C (konduktivitas termal multiplek tabel 2.6)
A = 1,415 m²
T1 = 39,0 oC (312,15 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
T2 = 30,1 oC (303,25 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
dT = T1 – T2 = 39,0 - 30,1 = 8,9 °C
dX = 0,009 m (tebal dinding)
Analisa:
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = 𝑘. 𝐴𝑑𝑇
𝑑𝑋
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = 0,17 𝑥 1,4158,9
0,009
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑 = 0,24055 𝑥 988,89
𝒒𝒌𝒐𝒏𝒅 = 𝟐𝟑𝟕, 𝟖𝟕 W
Jadi perpindahan panas konduksi yang terjadi pada dinding mesin penetas
luas 1,415 m², bahan multiplek dengan nilai konduktivitas termal 0,17 W/m.°C
dan ketebalan 9 mm adalah sebesar 237,87 W.
49
Gambar 4.6 Perpindahan panas konduksi melalui dinding
Laju perpindahan panas radiasi pada permukaan dinding dengan luas
keseluruhan 1,415 m², dilapisi aluminium foil dengan nilai emisivitas bahan 0,07,
temperatur mesin penetas 39,0 °C dan temperatur lingkungan 30,1 °C, laju
perpindahan panas radiasi yang terjadi pada dinding mesin penetas adalah sebagai
berikut :
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. 𝜀. (𝑇14 − 𝑇2
4) ................................................................ (4-9)
Keterangan:
qr = Laju perpindahan kalor radiasi (Watt)
𝜺 = 0,07 (emisivitas bahan dari tabel 3.1)
A = 1,415 m²
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
.
T1 = 39,0 oC (312,15 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
T2 = 30,1 oC (303,25 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
Analisa:
𝑞𝑟 = 𝜎. 𝐴. 𝜀. (𝑇14 − 𝑇2
4)
𝑞𝑟 = 5,669 x 10−8 𝑥 1,415 x 0,07. (312,154 − 303,254 )
𝑞𝑟 = 5,61 x 10−9 𝑥 (1037345223)
𝒒𝒓 = 𝟓, 𝟖𝟏𝟗 W
Jadi perpindahan panas radiasi yang terjadi pada dinding mesin penetas
luas 1,415 m², dilapisi aluminium foil dengan nilai emisivitas bahan 0,07,
50
temperatur mesin penetas 39,0 °C dan temperatur lingkungan 30,1 °C adalah
sebesar 5,819 W.
Gambar 4.7 Perpindahan panas radiasi dari lampu ke dinding
4.7 Jarak Lampu ke Rak
Jarak lampu mempengaruhi laju perpindahan panas karena semakin dekat
jarak lampu terhadap rak telur akan semakin cepat panas yang terjadi pada rak,
jika jarak lampu ke rak terlalu jauh maka akan mengakibatkan kurangnya pasokan
panas yang dibutuhkan telur.
Untuk menghitung intensitas radiasi yang terjadi pada ruang mesin
penetas, akan dilakukan analisa terhadap pengaruh jumlah lampu yaitu 6 buah,
untuk 1 buahnya memiliki daya 10 Watt, jadi P (6 x 10 = 60 Watt), jarak dari
lampu ke rak telur adalah 250 mm atau 0,25 m jadi intensitas radiasi dapat
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
𝐼 =𝑃
4.𝜋.𝑟2 ......................................................................................... (4-10)
Keterangan:
I = Intensitas radiasi (W/m2)
P = Daya yang dipancarkan 72,6 W (jumlah total daya lampu)
r = Jarak dari sumber panas 0,25 m
Analisa:
𝐼 =𝑃
4. 𝜋. 𝑟2
51
𝐼 =72,6
4 𝑥 3,14 𝑥 0,252
𝐼 =72,6
0,785
𝑰 = 𝟗𝟐, 𝟒𝟖 W/m2
Jadi intensitas radiasi yang terjadi pada ruang mesin penetas yang
menggunakan lampu sebanyak 6 buah, dengan jarak 0,25 m adalah 76,43 W/m2.
Gambar 4.8 Jarak lampu ke rak telur
Jarak lampu mempengaruhi laju perpindahan panas karena semakin dekat
jarak lampu terhadap rak telur akan semakin cepat panas yang terjadi pada rak,
jika jarak lampu ke rak terlalu jauh maka akan mengakibatkan kurangnya pasokan
panas yang dibutuhkan telur. Besarnya kalor per satuan waktu pada dinding
bangun ruang mesin penetas dapat ditulis dengan persamaan:
𝑄
𝑡= ε. 𝜎. 𝐴. 𝑇4 ............................................................................... (4-11)
Keterangan:
Q = kalor (J) atau (kal)
t = waktu (s)
𝜺 = 0,07 (dari tabel 3.1)
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman 5,669 x 10-8
W/m2
K4
A = 1,415 m2
T = 39,0 oC (312,15 K) didapat dari penelitian selama 28 hari
52
Analisa: 𝑄
𝑡= ε. 𝜎. 𝐴. 𝑇4
𝑄
𝑡= 0,07 𝑥 5,669.10−8 𝑥 1,415 𝑥 312,154
𝑄
𝑡= 5,615−9 𝑥 9494090278
𝑸
𝒕= 𝟓𝟑, 𝟑𝟏 𝐉/𝐬
Jadi untuk luas 1,415 m2 dengan temperatur dinding 39,0 oC bahan dinding
menggunakan aliminium foil kalor yang diperlukan untuk mencapai suhu kerja
adalah 53,31 J/s.
Gambar 4.9 Jarak antar lampu
4.8 Perpindahan Panas Konveksi Pada Ventilasi Mesin Penetas
Laju perpindahan panas konveksi yang terjadi pada ventilasi mesin penetas
telur dapat dihitung dengan persamaan.
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = ℎ. 𝐴. (𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) ............................................................... (4-12)
Keterangan:
qkonv = Laju Perpindahan Panas ( j/det atau W )
h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W / m2.oC )
A = Luas bidang permukaan perpindahaan panas (m2 )
T1 = Temperatur mesin penetas (oC)
T2 = Temperatur ventilasi (oC)
53
Mencari luas lintasan ventilasi yaitu luas pipa pada mesin penetas.
Analisa:
L = 0,28 m
D = Φ 1 inch atau 0,0254 m (r = 0,0127)
Aventilasi = 2.π.r.L
A = 2 . 3,14 . 0,0127 . 0,28
A = 0,0223 m2
Diketahui:
h = 72,6 W / m2.oC
A = 0,0223 m2
T1 = Temperatur mesin penetas 38,5 oC
T2 = Temperatur ventilasi 33 oC
Analisa:
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = ℎ. 𝐴. (𝑇1 − 𝑇2 )
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = 72,6 . 0,0223 . (38,5 − 33)
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = 1,61898 . (5,5)
𝒒𝒌𝒐𝒏𝒗 = 𝟖, 𝟗 𝑾
Jadi laju perpindahan panas konveksi yang melintasi ventilasi adalah 8,9 Watt.
Gambar 4.10 Ventilasi pada mesin penetas
54
4.9 Pengoperasian Mesin Penetas
Prosedur pengoperasian mesin penetas kapasitas 100 dengan rak 1 tingkat
agar saat proses penetasan sesuai dengan yang diharapkan yaitu mencapai suhu
kerja 38oC ̶ 41oC, adapun prosedur pengoperasiannya yaitu sebagai berikut:
a. Buka tutup bagian atas mesin penetas, pada bagian atas terdapat aktuator
serta komponen rangkaian sistem kelistrikan mesin penetas, komponen
kelistrikannya meliputi Termostat Digital, Relay, MCB, dan Kipas
pendingin.
b. Pastikan lampu sebagai sumber panas terpasang dengan kencang.
c. Hubungkan steker kesumber listrik PLN 220 V, lalu naikan tuas MCB
yang dilingkari merah pada gambar 4.7 kemudian putar Dimmer searah
jarum jam sampai posisi maksimal agar lampu menyala dengan terang.
Gambar 4.11 Kelistrikan pada mesin penetas
55
Gambar 4.12 Diagram kelistrikan mesin penetas
d. Cek jumlah lampu yang menyala, normal lampu yang menyala 6 buah,
tutup pintu depannya tunggu sampai temperatur mencapai 39,0 °C lampu
akan mati dan lampu akan hidup kembali jika temperatur 38 °C.
Gambar 4.13 Mesin penetas saat dioperasikan
4.10 Pengaruh Penggunaan Lampu Pijar 5 Watt dan 10 Watt
Data penggunaan lampu pijar dengan daya 10 watt, kuat arus yang
mengalir sebesar 0,33 ampere, pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh panas yang dihasilkan lampu terhadap
OFF ON
56
temperatur lingkungan. Dari hasil penelitian pada lampiran 4 didapat rata-rata
temperatur ruang mesin tetas mencapai 39,2°C. Pada siang hari waktu yang
diperlukan untuk mencapai temperatur 38°C – 41°C adalah 17 menit dan lampu
menyala 51 menit dalam 1 jam. Pada malam hari waktu yang diperlukan untuk
mencapai temperatur 38°C – 41°C adalah 20 menit dan lampu menyala 53 menit
dalam 1 jam. Menghitung daya lampu pada siang dan malam hari serta rata – rata
daya yang dihasilkan lampu.
Gambar 4.14 lampu pijar 10 watt
𝑃 = 𝑉. 𝐼 ......................................................................................... (4-12)
Keterangan:
P = Daya (watt)
V = Tegangan (volt)
I = Kuat arus (ampere)
Diketahui:
V = 220 volt
I = 0,33 ampere
Analisa:
𝑃 = 𝑉. 𝐼
𝑃 = 220 . 0,33
𝑷 = 𝟕𝟐, 𝟔 𝒘𝒂𝒕𝒕
57
Gambar 4.15 Kuat arus 0,33 ampere yang mengalir pada lampu
Mencari waktu rata – rata dengan rumus:
𝑡 =(17 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 20 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
2
𝑡 = 18,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Dengan lampu 10 watt pada siang dan malam hari rata – rata waktu yang
diperlukan untuk mencapai temperatur 38°C – 41°C adalah 18,5 menit. Daya yang
diperlukan per jam dapat dihitung menggunakan rumus.
𝐸 = 𝑃. 𝑡 ......................................................................................... (4-13)
Keterangan:
E = Energi listrik (Wh) atau (0,001 kWh)
P = Daya (watt)
t = Waktu (jam) atau (60 menit)
Diketahui:
P = 72,6 watt
t = 18,5 menit dijadikan jam (1/60)
Analisa:
𝑡 =18,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑡 = 0,308 𝑗𝑎𝑚
𝐸 = 𝑃. 𝑡
𝐸 = 72,6 𝑤𝑎𝑡𝑡 . 0,308 𝑗𝑎𝑚
𝑬 = 𝟐𝟐, 𝟑𝟔 𝑾𝒉
58
Jadi penggunaan lampu pijar dengan daya 10 watt sebanyak 6 buah untuk
mencapai temperatur 38°C – 41°C memerlukan waktu rata – rata 18,5 menit,
dengan konsumsi energi listrik sebesar 22,36 Wh selama 1 jam.
Data penggunaan lampu pijar dengan daya 5 watt, kuat arus yang mengalir
sebesar 0,27 ampere, pada siang hari waktu yang diperlukan untuk mencapai
temperatur 38°C – 41°C adalah 21 menit dan lampu menyala 57 menit dalam 1
jam. Pada malam hari waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur 38°C –
41°C adalah 60 menit dan lampu menyala 60 menit dalam 1 jam. Menghitung
daya lampu pada siang dan malam hari serta rata – rata daya yang dihasilkan
lampu tersebut.
Gambar 4.16 Kuat arus 0,27 ampere yang mengalir pada lampu
Diketahui:
V = 220 volt
I = 0,27 ampere
Analisa:
𝑃 = 𝑉. 𝐼
𝑃 = 220 . 0,27
𝑷 = 𝟓𝟗, 𝟒 𝒘𝒂𝒕𝒕
Gambar 4.17 lampu pijar 5 watt
59
Mencari waktu rata – rata dengan rumus:
𝑡 =(21 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
2
𝑡 = 40,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Dengan lampu 5 watt pada siang dan malam hari rata – rata waktu yang
diperlukan untuk mencapai temperatur 38°C – 41°C adalah 40,5 menit. Daya yang
diperlukan per jam dapat dihitung menggunakan rumus.
𝐸 = 𝑃. 𝑡 ......................................................................................... (4-14)
Keterangan:
E = Energi listrik (Wh) atau (0,001 kWh)
P = Daya (watt)
t = Waktu (jam) atau (60 menit)
Diketahui:
P = 59,4 watt
t = 40,5 menit dijadikan jam (1/60)
Analisa:
𝑡 =40,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑡 = 0,675 𝑗𝑎𝑚
𝐸 = 𝑃. 𝑡
𝐸 = 59,4 𝑤𝑎𝑡𝑡 . 0,675 𝑗𝑎𝑚
𝑬 = 𝟒𝟎, 𝟎𝟏 𝑾𝒉
Jadi penggunaan lampu pijar dengan daya 5 watt sebanyak 6 buah untuk
mencapai temperatur 38°C – 41°C memerlukan waktu rata – rata 40,5 menit,
dengan konsumsi energi listrik sebesar 40,01 Wh selama 1 jam.
Tabel 4.1 Perbandingan penggunaan lampu pijar 5 watt dan 10 watt
5 watt 10 watt
Waktu rata - rata 0,675 jam (40,5 menit) 0,308 jam (18,5 menit)
Konsumsi Energi 40,1 Wh 22,36 Wh
Temperatur kerja 38°C – 41°C 38°C – 41°C
Jadi penggunaan lampu pijar 10 watt lebih hemat konsumsi energi sebesar
17,74 Wh dibandingkan penggunaan lampu pijar 5 watt.
60
4.11 Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan
output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan),
seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang
terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
ƞ =𝑄𝑖𝑛
𝑄𝑜𝑢𝑡× 100% ........................................................................ (4-15)
Keterangan:
ƞ = Efisiensi (%)
Qin = Beban kalor yang diperlukan ruang mesin tetas
Qout = Beban kalor yang diberikan pada ruang mesin tetas
Parameter yang dilakukan untuk menghitung efisiensi kalor yang terjadi
pada ruang mesin penetas yaitu dengan menghitung perbandingan beban kalor
yang diperlukan mesin tetas dengan beban kalor yang diberikan pada mesin tetas.
Qin didapat dari perhitungan beban kalor di dalam ruang mesin tetas sesuai
persamaan (4-5) yaitu beban kalor sebesar 47,48 kcal/h dan Qout didapat dari
perhitungan daya yang diberikan pada mesin tetas sebesar 72,6 Watt dapat dilihat
pada persamaan (4-12).
Diketahui:
Ƞ = Efisiensi kalor
Qin = beban kalor yang diperlukan ruang mesin tetas 47,48 kcal/h
Qout = beban kalor yang diberikan 62,46 kcal/h (didapat dari konversi 72,6
Watt ke kcal/h)
Analisa:
ƞ =𝑄𝑖𝑛
𝑄𝑜𝑢𝑡 . 100%
ƞ =47,48
62,46. 100%
ƞ = 0,76 . 100%
ƞ = 𝟕𝟔%
Jadi efisiensi kalor yang terjadi pada ruang mesin penetas dari perhitungan
perbandingan beban kalor yang diperlukan mesin tetas dengan beban kalor yang
diberikan pada mesin tetas adalah sebesar 76%.
61
4.12 Daya Tetas
Tabel 4.2 Perubahan temperatur rata-rata selama 28 hari penetasan
Hari
ke
Rataan
Temperatur
lingkungan
(°C)
Rataan
Temperatur
ruang
mesin
penetas
(°C)
Kelembaban
(%)
Selisih
temperatur
lingkungan dan
ruang mesin
penetas
Keterangan
1 32,1 38,7 63,5 6,6
2 29,6 39,3 64,8 9,7
3 28,7 39,3 64,0 10,6
4 29,0 39,4 64,1 10,4
5 28,5 39,2 64,3 10,7
6 29,4 38,9 63,4 9,6
7 30,8 39,0 63,2 8,3
8 29,9 39,1 63,0 9,1
9 30,0 39,0 64,6 9,1
10 28,7 39,1 64,5 10,4
11 29,9 39,0 65,0 9,1
12 29,4 39,0 64,6 9,7
13 28,7 39,1 64,5 10,4
14 29,1 38,9 65,4 9,8
15 30,2 38,9 66,3 8,7
16 30,1 39,0 67,0 8,8
17 29,9 39,0 67,4 9,1
18 30,7 39,0 68,4 8,2
19 30,5 39,0 68,4 8,5
20 29,6 39,0 68,1 9,3
21 30,3 39,0 68,0 8,6
22 30,1 39,0 67,5 8,8
23 30,3 38,9 67,1 8,6
24 32,0 39,0 67,6 7,0
25 32,0 39,0 67,3 7,0
26 32,0 39,1 66,6 7,1
27 32,1 38,7 69,2 6,6
28 30,1 38,7 70,1 8,6
62
Gambar 4.18 Grafik perubahan temperatur rata-rata mesin penetas selama 28 hari
Keterangan:
Rata-rata Temperatur lingkungan = 30,1 °C
Rata-rata Temperatur ruang mesin penetas = 39,0 °C
Jumlah Telur = 100
Telur Infertil = 3
Telur Fertil = 97
Telur Menetas = 90
Dari jumlah telur 100 butir, hanya 90 telur yang bisa menetas sempurna,
10 telur tidak bisa menetas karena beberapa faktor, diantaranya telur yang infertil,
pada hari ke 27 sampai 28 telur akan menetas dan cangkang bekas penetasan
harus dibuang, pada proses ini pintu mesin penetas sering dibuka sehingga suhu di
dalam ruang mesin penetas menjadi kurang setabil, pada saat itu ada telur yang
mati karena terjadi perubahan temperatur yang tidak konstan.
Gambar 4.19 Telur hari ke 26 sudah mulai retak
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
Tem
per
atu
r (o
C)
Hari
RataanTemperaturlingkungan (°C)
RataanTemperaturruang mesintetas (°C)
63
Persentase penetasan dengan jumlah telur 100 butir, telur infertil 3,
jumlah telur yang fertil 97, sedangkan telur yang tidak menetas 7, telur yang
menentas 90, dari itu didapat hasil persentase dengan persamaan di bawah ini.
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠 =𝛴 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠
𝛴 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙× 100% ........................................... (4-16)
Keterangan:
Daya tetas (%)
Σ telur fertil = 97
Σ telur menetas = 90
Analisa:
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠 =97
90× 100%
𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒔 = 𝟗𝟐 %
Jadi daya tetas mesin penetas telur kapasitas 100 butir menggunakan rak 1
tingkat dengan dimensi 600 x 450 x 450, dari hasil pengeraman menggunakan
mesin tetas didapatkan daya tetas sebesar 92 %.
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Untuk meningkatkan efisiensi kalor yang terjadi pada ruang mesin tetas
dengan memperhatikan aspek seperti dimensi mesin penetas telur, bahan dinding
yang digunakan untuk lapisan bagian dalam agar bisa menjaga panas tetap stabil
dan dapat berfungsi sesuai kegunaannya yaitu untuk mengkondisikan temperatur
sesuai dengan suhu yang ada pada indukan, dari hasil analisa tersebut dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Dimensi ruang penetas yang diperlukan untuk mesin tetas kapasitas 100
butir telur itik adalah dengan menghitung perbandingan jumlah telur
dengan kapasitas rak, dari perhitungan tersebut didapat dimensi luas rak
telur dan menjadi acuan untuk luas lantai mesin tetas, jadi Panjang mesin
tetas adalah 600 mm, dengan Lebar 450 mm, dan Tinggi mesin tetas sama
dengan Lebarnya jadi Tingginya adalah 450 mm.
b. Bahan dinding yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 9 mm,
dilapisi aluminium foil dibagian dalam. Untuk perpindahan panas
konduksi yang terjadi pada dinding mesin tetas luas 1,415 m², dengan nilai
konduktivitas termal 0,17 W/m.°C adalah sebesar 237,87 W.
Untuk perpindahan panas radiasi yang terjadi pada dinding mesin tetas
dilapisi aluminium foil dengan nilai emisivitas bahan 0,07, temperatur
mesin tetas 39,0°C (312,15 K) dan temperatur lingkungan 30,1°C (303,25
K) adalah sebesar 5,819 W.
c. Dari hasil penelitian selama 28 hari, temperatur pada mesin tetas dapat
terjaga dengan kisaran 38oC sampai 41oC sehingga bisa digunakan untuk
proses penetasan telur itik.
d. Jadi efisiensi kalor yang terjadi pada ruang mesin penetas dari perhitungan
perbandingan beban kalor yang diperlukan mesin tetas dengan beban kalor
yang diberikan pada mesin tetas adalah sebesar 76%.
65
5.2 Saran
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat dikemukakan bagi para
pembaca yang berminat melanjutkan untuk menyempurnakan penelitian tentang
analisa perpindahan kalor pada mesin tetas.
a. Untuk dimensi penetas telur dapat disesuaikan dengan kapasitas telur agar
sesuai dengan kebutuhan.
b. Untuk sumber kalor yaitu menggunakan lampu pijar dengan daya 10 Watt
serta ukuran kaki lampu E27, agar panas yang dihasilkan tetap terjaga jika
menggunakan yang diatas 10 Watt maka panas mesin tetas terlalu tinggi
sehingga dapat merusakan sensor pada termometer.
66
DAFTAR PUSTAKA
Adib, J.F., Ahmad, E.N., & Ana, M., Analisis Laju Perpindahan Panas Radiasi
Pada Inkubator Penetastelur Ayam Berkapasistas 30 Butir. Agustus 2016,
01:28-36
Afdwiyarny, M.K., Ahmad, I., & Iqbal, S., Kajian Performa Alat Penukar Panas
Plate and Frame : Pengaruh Laju Alir Massa, Temperatur Umpan dan
Arah Aliran Terhadap Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh.
Februari 2014, 11:11-18
Ahmad, F.P., Andrizal., Kaosep, W., & Aisuwara, R., (2014). Rancang Bangun
Mesin Penetas Telur Itik Berbasis Mikrokontroler Menggunakan Metode
Fuzzy Logic. Padang: Fakultas teknologi Universitas Andalas
Bambang, S.A. & Arief, R., AN27 - Weather Station I (Temperature & Humidity).
Institut Teknologi Sepuluh November
Buchori, Lukman. (2004). Buku Ajar Perpindahan Panas. Semarang: UNDIP
Cengel, Yunus, A., (2003). Heat Transfer a Practical Approach 2nd Edition. New
York: McGraw-Hill
Christopher T. Kilian. (2000). Modern Control Technology: Components and
Systems 2nd Edition. Delmar
Halauddin. Penentuan Bilangan Performan Pompa Kalor Berdasarkan
Perbedaan Temperatur. Januari 2005, 01:16-19
Herlan, Prabowo. (2009). Rangkaian Dimmer Pengatur Iluminasi Lampu
PijarBerbasis Internally Triggered TRIAC. Jakarta: Bidang Komputer
Pusat Penelitian Informatika LIPI
Incropera, F.P., Dewitt, D.P., Bergman, T.L., & Lavine, A.S., (2007).
Fundamentals of Heat and Mass Transfer. United States of America
Jaelani, A., Widaningsih, N., & Firman, M., Mesin Tetas Tenaga Surya Pada
Peternakan Itik Alabio Di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. April
2017, 02:68-75
Koestoer, R.A. (2002). Perpindahan Kalor: Untuk Mahasiswa Teknik. Jakarta:
Salemba Teknika
Nasruddin, M.N., Penentuan Suhu Pada Ruangan Penetasan Telur Berbasis
Mikroprosesor. Desember 2007, 01:30-33
Maulidya S., N., Ismoyowati, & Ibnu H., S., Pengaruh Temperatur Terhadap
Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrinchos). April 2013,
01:347-352
67
Onny. “fan blower” http://artikel-teknologi.com/macam-macam-kipas- fan/.
(Diakses 19 Desember 2017)
Paimin, F.B. (2011). Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Jakarta: Penebar
Swadaya
Setiawan, Afrie. (2011). Mikrokontroler ATMEGA 8535 & ATMEGA16
menggunakan BASCOM-AVR. Yogyakarta: Andi
Sudrajat. (2003). Beternak Ayam Pelung. Yogyakarta: Kanisius
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Tim Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (2017). Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta
Tippler, Paul A., (1991). Fisika Untuk Sains dan Teknik, Jilid 1. Jakarta: Erlangga