skripsi diajukan kepada fakultas ilmu dakwah dan ilmu...
TRANSCRIPT
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM
MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN
(Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan
Pengorganisasian Masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak
Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
B U H O R I 106054103692
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skiripsi yang berjudul “MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN (Studi
Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian
Masyarakat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan)” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana untuk
Program Strata 1 (S-1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 21 Desember 2010
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Wahidin Saputra, MA Ahmad Zaky, Msi
NIP. 197009031996031001 NIP. 150411158
Anggota:
Penguji I Penguji II
Siti Nafsiyah, MSW Lisma D Fuaida, M.Si
NIP. 19740101 200112 2002 NIP. 198005272007102001
Pembimbing
Ismet Firdaus, M.Si
NIP. 150411196
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Jakarta, 20 September 2010
BUHORI
i
ABSTRAK
Buhori
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM
MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN
(Studi Ketokohan Harini Bambang dalam Melakukan Pengorganisasian
Wahono di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Jakarta Selatan)
Permasalahan lingkungan telah lama disadari sebagai ancaman serius bagi
kehidupan manusia sehingga dalam penanggulangannya telah dilakukan tindakan
nyata. Ironisnya, peristiwa-peristiwa yang ditakutkan seperti bencana alam,
kekeringan, keracunan, punahnya hewan dan tumbuhan, naiknya permukaan laut
dan tenggelamnya berbagai pulau serta lain sebagainya telah datang silih berganti
pada setiap tahunnya. Ini terjadi karena penanggulangan masih bersifat parsial.
Penanggulangan secara komprehensif merupakan tuntutan mendesak saat
ini. Salah satu upaya itu adalah membangun paradigma pembangunan yang
berorientasi ramah lingkungan dan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Pengorganisasian masyarakat sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat
menjadi alternatif cara organisator Harini Bambang Wahono dalam membangun
kesadaran lingkungan masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel.Cilandak
Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan. Kontribusi positif Harini terhadap
lingkungannya ikut mendorong inisiatif lokal di berbagai daerah lain.
Atas dasar itu, meneliti model pengorganisasian masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang
Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta
Selatan menjadi penting bagi peneliti. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif dimana peneliti sendiri menjadi instrument
penelitiannya. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti melakukan wawancara
kepada perwakilan dari tiga unsur yaitu praktisi 1 orang, kader 1 orang, 2 orang
masyarakat biasa dan 2 orang kepemerintahan. Selain itu, untuk memperkuat data
yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti juga melakukan triangulasi data
pada pengamatan dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara keseluruhan, pengorganisasian
masyarakat yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono termasuk ke dalam
model pengorganisasian masyarakat lokal (locality development model). Dalam
identifikasi pengorganisasian masyarakat melalui 11 indikatornya, 1 indikator
yakni Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan pada wilayah asumsi lebih
mengarah pada Aksi Sosial, hal itu terbukti dari persetujuan Harini terhadap
tindakan demonstrasi sebagai kontrol kepada pemerintah. Adapun tahapan
pengorganisasiannya (tahapan alaminya, bukan berdasarkan pengklasifikasian
atau penggolongan) yaitu persiapan diri praktisi; memotivasi diri dan mulai dari
diri sendiri, interaksi/pendekatan; keterlibatan langsung dan tidak langsung,
membangun kontak; rekrutmen anggota untuk mendapatkan informasi tentang
masyarakat, diskusi kelompok (forum warga), membuat aturan; menyusun tata
tertib, pemetaan permasalahan; pembagian tugas, pembentukan kelompok kecil,
perencanaan pengorganisasian, pembentukan organisasi dan membangun jaringan;
melakukan promosi dan penyebarluasan ide-ide.
� ���
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, pujian setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah
SWT Tuhan semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini
penuh dengan tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu
kematian atas segala anugrah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya
sehingga penulis bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam
bentuk tulisan ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk
junjungan nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut setianya.
Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan
kuasa kata setelah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba
keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi
motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah hambatan-
hambatan yang ada.
Skripsi ini berjudul “Model Pengorganisasian Masyarakat dalam
Meningkatkan Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang
Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung
Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)”.
Judul ini lahir dari munculnya kekaguman penulis terhadap usaha yang telah
dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam melakukan penyadaran
lingkungan di masyarakat Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Jakarta
� ����
Selatan, kekaguman ini berlanjut pada keinginan untuk meneliti model
pengorganisasian yang dilakukannya.
Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap
wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,
maka kritik yang membangun tentu menjadi asupan yang sangat penting.
Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis
mampu menangkap sari-sari pengalaman dan memecah kebuntuan dalam
menghadapi permasalahan. Kepada kakak-kakaku dan adik-adiku yang bahu-
membahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. Dukungan moril dan
materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga
Allah Swt membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan
yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Ismet Firdaus, M.Si, selaku pembimbing yang dengan tulus memberikan
pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.
3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
arahannya.
� ��
4. Bapak Drs. H Mahmud Jalal, MA, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
bimbingannya.
5. Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas
kritiknya.
6. Ibu Siti Nafsiyah, MSW ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas arahannya.
7. Dosen-dosen Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah mendidik dan
memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.
8. Kepada teman-teman FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat), HIMA
Persis Ciputat, BEM Jurusan Kesejahteraan Sosial periode 2008-2009,
BEM Fakultas Dakwah periode 2010-2011, KOMFAKDA periode 2008-
2009, AIC (Aula Insan Cita) era 2008-2009, kosan (Cak Roeney, A Gyn,
Cak May, Chui, Dani, Adit, Kambing, Alfi dan Angel) dan cak-cak yang
lain atas perjuangannya.
Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT
membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan mudah-
mudahan skripsi ini membawa angin segar terhadap berbagai permasalahan
lingkungan yang berkembang.
Jakarta, 20 September 2010�
�
�
�
����
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Alur Penelitian ..................................................................................... 13
2. Peta Wilayah RW 08 Kapung Banjarsari ........................................................ 39
3. Strategi Perubahan Dasar ................................................................................ 48
4. Alur Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan ........................................... 51
5. Peran Praktisi yang Menonjol ......................................................................... 52
6. Alur Media Perubahan .................................................................................... 55
7. Irisan Indikator Pengorganisasian Masyarakat ............................................... 60
8. Alur Model Pengorganisasian Masyarakat ..................................................... 66
9. Periodisasi Intervensi Masyarakat Banjarsari ................................................. 68
�
�
�
�
�
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGATAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah .............................. 8
1. Pembatasan Masalah ............................................................. 8
2. Rumusan Masalah ................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................................. 9
1. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
2. Manfaat Penelitian ................................................................ 9
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 10
E. Pedoman Penulisan Skripsi ......................................................... 14
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Model Pengorganisasian Masyarakat .......................................... 17
1. Pengertian Model .................................................................. 17
2. Pengertian Pengorganisasian ................................................. 18
3. Pengertian Masyarakat .......................................................... 19
4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat ............................. 20
B. Pemberdayaan Masyarakat .......................................................... 29
C. Kesadaran Lingkungan................................................................ 30
D. Modal Sosial ............................................................................... 31
BAB III PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO DAN GAMBARAN
UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT
JAKARTA SELATAN
A. Profil Harini Bambang Wahono.................................................. 32
1. Aktivitas dan Prestasi ............................................................ 32
2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup ...... 34
B. Gambaran Umum Kampung Banjarsari ...................................... 38
1. Sejarah Berdirinya Kampung Banjarsari .............................. 38
2. Letak dan Kondisi Geografis Kelurahan Cilandak Barat ...... 39
�
�
�
��
3. Kondisi Demografis Kelurahan Cilandak Barat ................... 39
4. Kondisi Geografis dan Akses Menuju Kampung Banjarsari 40
5. Kondisi Demografis Kampung Banjarsari ............................ 41
6. Aktivitas dan Kelembagaan Masyarakat ............................... 43
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA
A. Identifikasi Model Pengorganisasian Masyarakat ...................... 46
1. Tujuan Tindakan ................................................................... 48
2. Pandangan Mengenai Struktur Komunitas dan
Permasalahannya ................................................................... 48
3. Strategi Perubahan Dasar ...................................................... 49
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar ............... 51
5. Peran Praktisi yang Menonjol ............................................... 53
6. Media Perubahan Dasar ........................................................ 55
7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan ................................. 57
8. Batasan Definisi Sistem Klien .............................................. 58
9. Pandangan Mengenai Kepentingan dari Kelompok .............. 59
10. Konsepsi Mengenai Populasi Klien ...................................... 60
11. Konsepsi Mengenai Peran Klien ........................................... 60
B. Penjelasan Model Pengorganisasian ........................................... 61
C. Alur Pengorganisasian Kampung Banjarsari .............................. 63
1. Persiapan Pada Diri Praktisi .................................................. 63
2. Interaksi/Pendekatan dengan Masyarakat ............................. 64
3. Membangun Kontak .............................................................. 65
4. Diskusi Kelompok Melalui Forum Warga ............................ 65
5. Membuat Aturan atau Komitmen.......................................... 65
6. Pemetaan Permasalahan ........................................................ 66
7. Pembentukan Kelompok Kecil ............................................. 66
8. Perencanaan Pengorganisasian.............................................. 67
9. Pembentukan Organisasi ....................................................... 67
10. Membangun Jaringan ............................................................ 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran-saran .................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui, tren pembangunan di segala bidang merupakan
tuntutan dari peningkatan penduduk yang cepat dan kebutuhan akan kesejahteraan
hidup dengan standar kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut tentunya bertujuan
untuk melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan memberikan harapan yang
lebih baik di masa yang akan datang. Lebih jauh, pemerintah telah lama
memberikan pemahaman dan rangsangan kepada masyarakat untuk dapat
memecahkan permasalahannya sendiri, namun yang terjadi pembangunan justru
menjadi pemicu bagi timbulnya permasalahan yang baru, sehingga tujuan yang
hendak dicapai semakin jauh dari yang diinginkan. Salah satu permasalahan yang
sering muncul seiring dengan peningkatan pembangunan adalah permasalahan
lingkungan hidup.
Saat ini, pertimbangan aspek lingkungan hidup selalu diabaikan dalam
program-program perencanaan pembangunan, beberapa indikasi mengenai hal itu
diantaranya semakin berkurangnya kebutuhan dasar masyarakat seperti
pencemaran lingkungan air, tanah dan udara. Program pembangunan yang
mengarah pada eksploitasi sumberdaya alam pada kenyataannya dapat merusak
tatanan sosial dan keseimbangan kemanusiaan; merusak kehidupan masyarakat
dan sumberdaya hutan dan tanah, menimbulkan penyakit, dan menurunkan
sumberdaya perikanan dan laut.
2
Dampak dari pembangunan yang salah urus itu sudah banyak terdengar
kasusnya di Indonesia, seperti beberapa eksploitasi alam yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan kecil sampai berskala nasional dan multi nasional.
Dampak ini pun tidak hanya terjadi di tanah air yang kita diami ini saja, di
belahan dunia yang lain dampaknya sudah terjadi sedemikian hebat, seperti yang
terjadi di Amerika Serikat, yaitu sebagai berikut:
Peristiwa NEPA 1969, peristiwa ini adalah reaksi terhadap kerusakan
lingkungan oleh aktivitas manusia yang makin meningkat, antara lain
tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah insdustri dan
transportasi, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta
menurunnya nilai estetika alam. Sejak permulaan tahun 1950-an Los
Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu
oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke + fog), yang menyelubungi
kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas
limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas
ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lainnya. Dengan
adanya inversi termal di udara pada waktu-waktu tertentu, asbut
terperangkap di udara di atas kota.1
Peristiwa di atas mengundang reaksi dari masyarakat luas dengan beragam
cara, mulai dari melakukan demonstrasi lingkungan, peningkatan riset-riset
mengenai dampak lingkungan sampai pada tulisan-tulisan keprihatinan baik
dalam bentuk novel atau karya ilmiah. Dalam buku Analisis Dampak Lingkungan
dijelaskan reaksi Rachel Carson dalam karyanya, seperti berikut :
Pada tahun 1962 terbit buku Rachel Carson yang berjudul The Silent
Spring (Musim Semi Yang Sunyi). Dalam Bab I bukunya itu Carson
antara lain menyatakan: “Penyakit misterius telah menyerang ayam; sapi
serta domba sakit dan mati. Di mana-mana terdapat bayangan kematian.
Para petani berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka.
Para dokter mengahadapi teka-teki penyakit baru. Kematian tiba-tiba yang
tidak dapat diterangkan penyebabnya terjadi di antara orang dewasa
maupun anak-anak yang tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain-main dan
meninggal dalam waktu beberapa jam.2
1 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 2005), cet 11, h. 1 2 Ibid., h. 2.
3
Isi dalam buku tersebut setidaknya memberikan makna mengenai ancaman
serius dari dampak lingkungan yang sudah menjadi isu dunia. Hasilnya, Carson
mendapat perhatian luas dan memberikan dorongan positif bagi kesadaran
masyarakat luas dari berbagai kalangan awam, akademisi, politikus, agamawan
sampai pada profesional bisnis.
Beberapa bukti itu menunjukan bahwa isu mengenai perlindungan
lingkungan merupakan permasalahan paling mendesak yang dihadapi umat
manusia saat ini. Akan tetapi sepertinya belum tumbuh kesadaran manusia untuk
memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan secara utuh sehingga
harus dipikirkan cara penanggulangan yang komprehensif.
Berbarengan dengan upaya penanggulangan permasalahan lingkungan,
dewasa ini telah muncul beberapa upaya-upaya rekonstruksi paradigma
pembangunan berbasis ramah lingkungan hingga tataran praktis, baik melalui
jalur dialogal maupun radikal. Pada jalur dialogal para politsi, akademisi
/profesional memainkan peranan penting, terutama kontribusinya terhadap
beberapa undang-undang atau peraturan yang mengarah pada perbaikan
lingkungan. Praktisi/aktivis bergerak pada jalur radikal, yaitu bagaimana mereka
menularkan pandangan-pandangan hingga pada titik kesadaran masyarakat.
Namun seringkali usaha-usaha di atas terpotong di tengah jalan, bahkan
menyerah sebelum “perang”. Hal ini membuktikan masih mendominasinya
kepentingan-kepentingan sesaat yang berujung pada kerugian lingkungan. Maka,
menjadi persyaratan mutlak bagi pemerintah untuk memposisikan diri secara tegas
terhadap penyelamatan lingkungan. Ketegasan itu harus didukung dengan
pandangan bahwa penanggulangan terhadap permasalahan lingkungan
4
membutuhkan keseriusan dan partisipasi seluruh unsur yang terkait. Konsep
perubahan kesadaran pada akar rumput (bottom-up) saat ini penting dipikirkan
oleh pemerintah, karena hal ini akan terjadi aksi yang terintegrasi antara
pemerintah dan masyarakat (bottom-up plus top-bottom) dalam menghadapi
persoalan lingkungan kini dan masa depan. Jika partisipasi yang terintegrasi telah
terjadi, maka pemerintah tidak lagi menanggung beban permasalahan sendirian.
Padahal, agama telah jelas memproklamirkan mengenai pentingnya
menjaga alam dan lingkungannya. Seperti ajakan Nabi Muhammad kepada
umatnya, Nabi bersabda:
Kebersihan itu sebagian dari pada Iman.3
Sabda nabi di atas menjadi tanda mengenai ketegasan Nabi terhadap
pentingnya memelihara lingkungan.
Sejalan dengan hadits nabi mengenai upaya tegas dalam merespon
permasalahan lingkungan ini, yaitu melakukan penghijauan dan pengelolaan
sampah oleh masyarakat Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan. Mereka telah sadar bahwa pelestarian dan
penyelamatan lingkungan akan berdampak langsung pada berbagai permasalahan
lainnya, misalnya; penyakit menular atau bencana alam. Maka, hal ini patut
diberikan apresiasi yang tinggi.
Perilaku sadar lingkungan masyarakat Kampung Banjarsari ini tidak serta
merta terjadi, dari pengamatan pendahuluan, ada satu tokoh masyarakat setempat
yang mengorganisir perubahan ini. Namanya Harini Bambang Wahono, wanita
3 http://opi.110mb.com/hadistwebsoftware (diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
5
berusia 75 tahun ini memiliki semangat pemberdayaan masyarakat yang
berorientasi lingkungan yang luar biasa!. Berkat wanita ini dan kepercayan
UNESCO menjadikan Kampung Banjarsari sebagai kawasan hijau percontohan di
Jakarta dan telah mendapatkan beberapa penghargaan baik nasional maupun
internasional.
Selain itu, kampung Banjarsari telah melahirkan beberapa kawasan lain yang
tidak kalah asrinya, maka kampung Banjarsari menjadi perintis dan menjadi role
model yang terus diadopsi. Ada perbedaan mendasar bagaimana Harini
membangun kesadaran lingkungan masyarakatnya, yaitu tidak melalui garis
instruksi yang biasanya muncul dari hirarkis yang dibentuk, tetapi semua proses
berbasis kesadaran.
Beberapa media baik cetak maupun elektronik telah banyak memberitakan
keberhasilan Kampung Banjarsari ini, seperti salah satu stasiun televisi Indosiar
pada program FOKUS yang menyoroti cara berfikir masyarakat dan peran Harini
Bambang Wahono, berikut petikannya:
Pernahkah anda mendengar keberadaan Kampung Banjarsari yang terletak
di kawasan Cilandak Jakarta Selatan. Keberhasilan kawasan pemukiman
ini menciptakan kawasan yang bersih dan asri tak terlepas dari manajemen
pengelolaan sampah lingkungan yang di lakukan oleh para ibu - ibu di
kawasan ini.
Sejumlah tehnik pengelolaan sampah dikembangkan sehingga sampah tak
lagi menjadi limbah, namun bisa di manfaatkan untuk lingkungan.
Sampahku adalah masalahku, demikian slogan yang menjadi moto para
kaum ibu PKK Banjarsari Cilandak Jakarta Selatan. Untuk menaruh
perhatian pada lingkungan sejak tahun 1982. Sampah di sadari sebagai
sumber masalah sehingga perlu di olah dengan baik.
Para ibu ini memulainya dari lingkungan keluarga dengan menerapkan
prinsip 4 R yakni reduce mengurangi pemakaian bahan yang sulit
dihancurkan, reuse pemakai ulang barang bekas kemasan, recycle
mendaur ulang dan replain menanam kembali.
6
Adalah sosok Harini Bambang Wahono yang menjadi salah satu perintis
pengolahan sampah di Kampung Banjarsari. Bahkan di usianya yang tak
lagi muda kini, ia masih giat mengajarkan tehnik pengolahan sampah
kepada warga agar sampah menjadi ramah lingkungan.
Kini mulai dikembangkan pengolahan dengan sistem ifektif makro
organizam (IM). Dimana larutan tersebut dicampur mulasis atau tetes tebu
atau bisa juga gula pasir di dalam air tanah. Campuran ini diaduk merata
pada sampah yang akan dijadikan pupuk. Teknologi ini memudahkan
proses prementasi dan cepat menjadi pupuk.
Bermula dari kesadaran dalam keluarga Banjarsari berubah menjadi
kampung yang asri. Bahkan Banjarsari kini menjadi sekolah kilat
pengolahan sampah organik yang ramai dikunjungi warga dari berbagai
kota. (Rafael Don Bosco/Kiki Suhartono/Dv).4
Sementara majalah tempointeraktif menyoroti penghargaan dan berbagai
prestasi serta dijadikannya sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta, berikut
penggalan beritanya:
“…Keasrian kampung Banjarsari tersiar keluar. Pada 2000, wilayah ini
mendapat penghargaan sebagai juara nasional Konservasi Alam dan
Penghijauan dari Departemen Pertanian dan Kehutanan. Setahun
kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri menganugerahkan
penghargaan Kalpataru bagi Harini, kini 76 tahun.
Pemerintah Kota Madya Jakarta Selatan juga menjadikan Banjarsari
sebagai salah satu tujuan wisata di Jakarta Selatan. Banyak warga dari
Jakarta dan kota lain melakukan studi banding pengelolaan lingkungan
yang sehat dan bersih. Harini menyediakan kursus singkat daur ulang
sampah bagi para tamu…”5
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa peran Harini dalam hal kesadaran
lingkungan di masyarakat Banjarsari begitu sentral. Maka tidak heran dalam
beberapa pemberitaan atau permintaan terhadapnya memiliki porsi lebih besar.
Kemudian, apa yang telah dilakukan oleh Harini ini tanpa disadari
memberikan inspirasi sekaligus kritik terhadap akademisi dan para pengambil
4 http://www.indosiar.com/fokus/60136/pengolahan-sampah-lingkungan (diakses pada
tanggal 15 jam 23:00) 5http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:pwKO8XpXBMJ:majalah.temp
ointeraktif.com/id/arsip/2007/03/26/LIN/mbm.20070326.LIN123484.id.html+kampung+banjarsari
+cilandak+harini+bambang+wahono+koran+tempo&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox
-a (diakses pada tanggal 15 jam 23:30)
7
kebijakan. Dari wawancara awal, baginya sebuah sikap konsisten dan integritas
tinggi akan berujung pada inisiatif lokal yang sangat berarti dan sebagai seorang
Community Organizer beliau melihat dengan sungguh-sungguh potensi yang
dimiliki warganya. Hal lainnya adalah efek besar terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya, jadi ada dua keuntungan, kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan.
Dalam ilmu kesejahteraan sosial usaha Harini ini termasuk salah satu dari
dua pendekatan pemberdayaan masyarakat, yaitu pengorganisasian masyarakat,
karena menitik beratkan pada pembangunan kesadaran masyarakat. Sementara
pendekatan pengembangan masyarakat lebih fokus pada pengembangan yang
bersifat fisik masyarakat. Usaha Harini ini menyisakan pertanyaan bagi penulis,
bagaimana model pengorganisasian masyarakat yang digunakannya.
Melakukan penelitian lebih jauh mengenai model pengorganisasian dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang
Wahono ini tentunya menjadi masukan yang berharga (di tengah-tengah masih
didominasinya oleh fokus peningkatan standar ekonomi bagi kesejahteraan
masyarakat), khususnya perkembangan ilmu pemberdayaan masyarakat, umunya
ilmu kesejahteraan sosial, dan untuk itu penulis menuangkannya dalam judul
skripsi “Model Pengorganisasian Masyarakat dalam Meningkatkan
Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam
Melakukan Pengorganisasian Masyarkat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel.
Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)”.
8
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan yang
akan dipaparkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan
materi yang akan dibahas. Pokok masalah yang akan dibahas adalah
bagaimana model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono. Model
pengorganisasian masyarakat di sini berkaitan dengan identifikasi (temuan
indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) model pengorganisasian
masyarakat dan penjelasannya, dan alur pengorganisasian masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah
secara garis besar, yaitu “Bagaimana model pengorganisasian masyarakat
dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Jakarta Selatan?"
Secara lebih rinci dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana identifikasi model pengorganisasian masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan?
2. Bagaimana penjelasan model pengorganisasian masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini
9
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan?
3. Bagaimana alur pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono
di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui
model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran
lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung
Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan.
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk menjelaskan:
a. Identifikasi dan penjelasan model pengorganisasian masyarakat yang
dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam meningkatkan
keasadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan.
b. Alur pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono dalam meningkatkan kesadaran lingkungan di
Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta
Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap hasilnya
dapat diaplikasikan secara akademis dan praktis.
10
a. Akademis
1) Memberikan tambahan khasanah keilmuan, khususnya di bidang
ilmu kesejahteraan sosial mengenai model-model pengorganisasian
masyarakat.
2) Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai model
pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini Bambang
Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.
D. Metodologi Penelitian
1. Unit analisis
Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian.6 Untuk
menjaring sebanyak mungkin berbagai informasi dari berbagi sumber, maka
pencatatan datanya menggunakan sampel bertujuan (puposive sampling).
Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dari
proses pengorganisasian, yaitu satu orang praktisi (wakil dari unsur
pengorganisasi), 1 orang kader, 2 orang masyarakat biasa sebagai unsur yang
diorganisasi dan 2 orang (Wakil lurah & pengurus RW 08) dari struktural
masyarakat sebagai unsur pendukung.
6 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), Cet. Ke-20 edisi revisi, h. 225.
11
2. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan
bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.7 Sementara menurut Nawawi pendekatan
kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring
informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun
praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-
informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu
generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.8
Dari penjelasan di atas, maka pemilihan pendekatan kualitatif ini
bertujuan ingin mendapatkan gambaran model pengorganisasian dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari yang dilakukan
oleh Harini Bambang Wahono.
3. Sumber data
a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian
atau partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan
yang bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses
pengorganisasian, dan melakukan wawancara.
7 Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.
8 Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992), h. 209.
12
b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari
berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, modul-modul pelatihan
arsip, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
c. Pengamatan, dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara
langsung terhadap bagaimana proses dan model pengorganisasian
dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.
d. Interview atau wawancara, merupakan suatu alat pengumpulan
informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.9 Alat yang
digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis dan rekaman melalui
Hand Phone (HP).
e. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak
diperoleh dengan pengamatan dan interview, tetapi hanya diperoleh
dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku,
majalah, surat kabar, jurnal, internet, modul-modul pelatihan dan
sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh
penulis.
5. Analisis Data
Dalam melakukan analisa data penulis menggunakan teknik biografi,
dimana langkah-langkah analisis data dimulai dari mengorganisir file
pengalaman objektif tentang hidup objek penelitian seperti perjalanan hidup,
9 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset. 1989), h.49.
13
beberapa karya, penghargaan atau prestasi dan kontribusi yang pernah
dilakukan.
Peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu cara
melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan
mengklasifikasikan serta menginterpreasikan data yang terkumpul secara apa
adanya kemudian disimpulkan.10
6. Keabsahan Data
Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi secara analitis
dimana hasil penelitian sementara diekspos. Kemudian, dilakukan pola
pengoreksian bersama teman sejawat untuk kemudian melakukan perbaikan
secara terus menerus dan menfokuskan pada isu yang sedang diteliti. Teknik
pemeriksaan keabsahan data memiliki beberapa kriteria, yaitu :
a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain.11
Adapun teknik triangulasi
yang dilakukan adalah triangulasi metode yaitu membandingkan
pandangan seseorang dengan dokumentasi. Dalam hal ini penulis
membandingkan pandangan seseorang dengan dokumentasi yang ada.
b. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan isu yang sedang dicari,
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.12
Pada
penelitian ini penulis hanya memusatkan jawaban sesuai dengan
rumusan masalah saja.
10
UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, h. 34. 11 Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330. 12
Ibid., h. 329.
14
7. Bagan Alur Penelitian
Secara ringkas, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat
di lihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian
E. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam
skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang
ditertbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka pada tugas akhir
yang berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw
07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota
Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat”, yang disusun oleh Merry Silalahi
mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
OBSERVASI 1. MELIHAT
2. MENDENGAR
ANALISA DATA HASIL
STUDI
LITERATUR
INTERPRETASI
KATEGORISASI
IDENTIFIKASI
PENGUMPULAN
DATA
WAWANCARA
MENDALAM
DATA HASIL
ANALISIS DATA
15
Penelitian tersebut memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah
berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Komplek Perumahan Dwi
Ratna dengan membuat pupuk kompos yang dilakukan secara individu dan
membuat kerajinan tangan secara berkelompok. Selain itu, pengembangan
pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan
masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah.
Adapun permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan
pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT dan
komunikasi pemerintah dan masyarakat.13
Melakukan tinjauan pustaka pada tesis tersebut merupakan ketertarikan
penulis dalam studi proses pemberdayaan (pengelolaan sampah) berbasis
masyarakat. Apa yang dilakukan penelitian skripsi ini tentu menjadi bahan
perbandingan terhadap tesis tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, pedoman penulisan skripsi,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan teori, yang terdiri dari:
13
Silalahi, Mery, Tugas Akhir: “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus
Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak,
Provinsi Kalimantan Barat”, (Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 2009), h.v.
16
Pertama, model pengorganisasian masyarakat, yang di dalamnya
menguraikan tentang pengertian model, pengorganisasian,
masyarakat, pengorganisasian masyarakat, dan model-model
pengorganisasian masyarakat.
Kedua, pemberdayaan masyarakat, yang menguraikan tentang
pengertian pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, kesadaran lingkungan, yang menguraikan tentang
pengertian kesadaran, lingkungan, dan kesadaran lingkungan.
Keempat, modal sosial, yang menguraikan tentang pengertian
modal sosial.
BAB III Profil Harini Bambang Wahono dan Gambaran Umum Kampung
Banjarsari Cilandak Barat Jakarta Selatan, menguraikan tentang
aktifitas dan prestasi, kepribadian dan motivasi terhadap
lingkungan hidup, tiga tokoh utama, sejarah berdirinya RW 08,
letak dan kondisi geografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi
demografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi geografis dan akses
menuju lokasi RW 08 Banjarsari, kondisi demografi RW 08
Kampung Banjarsari, serta aktivitas dan kelembagaan masyarakat.
BAB IV Hasil penelitian, menguraikan tentang identifikasi model
pengorganisasian masyarakat (menjelaskan temuan-temuan
indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) dan penjelasan
model pengorganisasiannya, dan alur pengorganisasian
masyarakat.
BAB V Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Model Pengorganisasian Masyarakat
Model pengorganisasian masyarakat merupakan kalimat yang terdiri dari
tiga kata yang membentuknya yaitu, model-pengorganisasian-masyarakat. Pada
kata pengorganisasian terdapat kata dasar organisasi, maka penjelasan secara
terpisah mengenai makna atau maksud arti dari kata-kata itu menjadi penting
(dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan atau maksud yang bias karena
adanya perbedaan dari pemaknaan) sebelum mendefinisikan secara keseluruhan
kalimat model pengorganisasian masyarakat.
1. Pengertian Model
Di sini penulis menuliskan dua sumber yang mengartikan kata model
yaitu, menurut Kamus Ilmiah Populer, kata model berarti bentuk mode;
bentuk rupa bentuk; contoh.1 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata model
diartikan sebagai (1) pola (contoh, acuan, ragam, dsb), sesuatu yang akan
dibuat atau dihasilkan; (2) orang yang dipakai sebagai contoh untuk dilukis
(difoto); (3) orang yang (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yang
akan dipasarkan; (4) barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) tepat benar
seperti yang ditiru.2
1 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: ARKOLA,
2001), h. 476 2 Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Bahasa Departement
Pendidikan Nasional, 2008), h. 964
18
Dari dua pengertian di atas, penulis mendefinisikan kata model ini
(terutama hubungannya dengan model pengorganisasian masyarakat) lebih
kepada contoh, bentuk (non fisik) atau pola.
2. Pengertian Pengorganisasian
Kata pengorganisasian memiliki kata dasar organisasi, maka
pengertian kata pengorganisasian dimulai dari kata organisasi. Menurut
Kamus Ilmiah Populer, kata organisasi berarti penyusunan dan pengaturan
bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan; susunan dan aturan dari
berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur; gabungan kerja
sama (untuk mencapai tujuan tertentu).3 Sementara dalam Kamus Populer
Lengkap, kata organisasi diartikan sebagai suatu persatuan atau keadaan
kesatuan, susunan yang teratur dan berdisiplin.4 Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata organisasi berarti susunan atau kesatuan dari berbagai-bagai
bagian (orang) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Menurut James L.
Gibson, John M. Ivencevich, James H Donnely Jr. organisasi didefinisikan
sebagai kesatuan yang memungkinkan anggota mencapai tujuan yang tidak
dapat dicapai melalui tindakan individu secara terpisah.5
Tentang pengorganisasian, ada dua sumber dimana masing-masing
memberikan pengertian sedikit berbeda. Hani Handoko mengartikan
pengorganisasian sebagai suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di
antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan
3Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 547
4 Tigor Pangaribuan, Kamus Populer Lengkap, (Bandung: Pustaka Setia, 1996), h. 119
5 Dydiet Hardjito, Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian,(Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 5
19
efisien.6 Sementara menurut Ida Indrawati mendefinisikan organisasi sebagai
proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit kerja dan fungsinya
beserta penetapannya dengan cara yang tepat mengenai orang-orangnya
(staffing) yang harus menduduki fungsi-fungsi itu beriktu penentuannya
dengan tepat tentang hubungan wewenang dan tanggung jawab.7
Dari berbagai pendapat tersebut, penulis berusaha memberikan
pengertian tentang pengorganisasian secara lebih jelas yaitu, pengorganisasian
merupakan proses pengelompokan, penyatuan, dan pengaturan orang-orang
untuk dapat digerakan/dimobilisasi sebagai suatu kesatuan (semuanya atas
dasar kesadaran dari masing-masing anggota, bukan berdasarkan instruksi),
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan dengan tujuan mencapai cita-
cita yang diharapkan/ditetapkan.
3. Pengertian Masyarakat
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada dua pengertian masyarakat yaitu
( (1) sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah
dengan ikatan aturan tertentu; (2) segolongan orang yang memiliki kesamaan
tertentu.8 Pengertian masyarakat menurut Alexis de Tocqueville (Hikam,
1996) yaitu sebagai wilayah sosial yang teroganisasikan dan bercirikan antara
lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan
keswadayaan (self-suporting), dan memiliki kemandirian yang tinggi bila
6 Dydiet Hardjito, Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian, h. 76
7 Ida Indrawati, Tanya-Jawab Pengantar Manajemen Organisasi, (Bandung: CV.
ARMICO, 1988), h. 9 8 Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia,., h. 924
20
berhadapan dengan negara, serta mempunyai keterikatan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang diikuti.9
Ada dua konsep masyarakat (Mayo, 1998:162)10
yang penulis
gabungkan sehingga masyarakat didefinisikan sebagai sebuah “tempat
bersama”,yakni sebuah wilayah geografis yang sama dengan dasar
“kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan
dan identitas.
4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian Masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh individu-individu atau sekumpulan orang yang didorong oleh
kesadarannya tentang berbagai persoalan di masyarakat, kemudian berupaya
untuk melakukan perubahan bersama-sama masyarakat dengan menggunakan
segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Selain itu,
pengorganisasian juga bertugas untuk mencapai cita-cita masyarakat sipil
yang dicita-citakan. Untuk melakukan pengorganisasian masyarakat terlebih
dahulu para pendamping / community organizer harus mempunyai
kemampuan untuk memahami berbagai hal mengenai pengorganisasian
masyarakat dan mampu mentransfer pemahamannya pada masyarakat.11
Istilah ‘pengorganisasian rakyat’ atau yang dikenal dengan
pengorganisasian masyarakat mengandung pengertian yang luas dari kedua
akar katanya. Istilah rakyat tidak hanya terbatas pada perkauman (community)
yang khas dalam konteks yang lebih luas, juga pada masyarakat (society) pada
9 Modul Pelatihan Pengorganisasian Rakyat, (Jakarta: Indonesian Institute for Civil
Society (INCIS), 2003), cet. Ke-1, hal. 14 10
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Anggota
IKAPI, 2005) hal. 57 11
Modul Pelatihan Pengorganisasian Rakyat, hal. 14.
21
umumnya. Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka
menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus
membangun tatanan yang lebih adil.12
Dari beberapa pengertian di atas, penulis mendefinisikan
pengorganisasian masyarakat ini sebagai upaya menyeluruh yang dilakukan
oleh individu-individu atau sekumpulan orang atas dasar kesadaran sendiri
untuk mencapai cita-cita atau harapan dan keluar dari permasalahan yang
dihadapi secara mandiri. Dalam proses pengorganisasian masyarakat ada
beberapa faktor inti, misalnya peran aktor pengorganisasi. Namun, faktor lain
dari diri aktor ini juga berpengaruh yaitu sifat kepemimpinan, cara atau
pendekatan yang dilakukan dan usaha teru menerus (kontinue).
Terkait dengan model praktek pengorganisasian masyarakat, Rothman dan
Tropman membaginya ke dalam 3 model, yaitu pengorganisasian masyarakat
lokal (locality development model), perencanaan sosial (social planning), dan aksi
sosial (social action).13
Pertama, pengorganisasian masyarakat lokal (locality development model)
adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi
bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu
sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang
bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya
saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.14
Ada beberapa perbedaan
mendasar dengan dua model lainnya, misalnya tentang orientasi atau tujuan
12
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 57 13
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66 14
Ibid., hal. 42
22
tindakan terhadap masyarakat, pengorganisasian masyarakat lokal lebih
mementingkan “proses” dari pada tujuan atau hasil. Selain itu, masing-masing
anggota masyarakat bertanggung jawab atas penentuan dan pemilihan strategi
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.15
Kedua, perencanaan sosial (social planning) menunjuk pada proses
pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam
memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran,
kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk
(rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi)
dan lain-lain.16
Hal yang membedakan dengan pengorganisasian lokal adalah
orientasinya lebih kepada “tugas” (task).17
Ketiga, aksi sosial (social action) tujuan dan sasaran utama aksi sosial
adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur
masyarakat proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber
(distribustion of sources) dan pengambilan keputusan (distribustion of decision
making). Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat
adalah sistem klien yang seringkali menjadi “korban” ketidakadilan struktur.18
Aksi sosial berorientasi pada dua tujuan baik tujun proses maupun tujuan hasil.
Strutur kekuasaan (pemerintah) menjadi faktor eksternal yang menjadi sasaran
aksi.19
15 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66 16
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat hal. 44 17 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, h. 69 18
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 45 19 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, h. 70
23
Selain penjelasan mengenai definisi dari masing-masing model, Rothman
dan Tropman juga menjelaskan indikator dari masing-masing model, hal ini
ditujukan untuk melakukan perbandingan yang lebih rinci. Adapun tabel indikator
dari tiga model pengorganisasian masyarakat ini adalah sebagai berikut:
Tabel. 1
Tiga Model Praktek Pengorganisasian Masyarakat
Model A
(Pengembangan
Masyarakat
Lokal)
Model B
(Perencanaan
Sosial)
Model C
(Aksi Sosial)
1. Kategori tujuan
tindakan
masyarakat
Kemandirian,
pengembangan
kapasitas dan
pengintegrasian
masyarakat (tujuan
yang
dititikberatkan pada
proses = process
goals)
Pemecahan
masalahan dengan
memperhatikan
masalah yang
penting yang ada
pada masyarakat
(tujuan
dititikberatkan pada
tugas = task goals)
Pergeseran
(pengalihan)
sumber daya dan
relasi kekuasaan;
perubahan
institusi dasar
(task ataupun
process goals)
2. Asumsi
mengenai
struktur
komunitas dan
kondisi
pemasalahanny
a
Adanya anomie dan
‘kemurungan’
dalam masyarakat;
kesenjangan relasi
dan kapasitas
dalam memecahkan
masalah secara
demokratis;
komunitas
berbentuk
tradisional statis.
Masalah sosial yang
sesungguhnya;
kesehatan fisik dan
mental, perumahan
dan rekreasional.
Populasi yang
dirugikan;
kesenjangan
sosial,
perampasan hak,
dan
ketidakadilan.
3. Strategi
perubahan
dasar
Pelibatan berbagai
kelompok warga
dalam menentukan
dan memecahkan
masalah mereka
sendiri.
Pengumpulan data
yang terkait dengan
masalah, dan
memilih serta
menentukan bentuk
tidakan yang paling
rasional.
Kristalisasi dari
isu dan
pengorganisasian
massa untuk
menghadapi
sasaran yang
menjadi ‘musuh’
mereka.
4. Karakterisik
taktik dan
teknik
perubahan
Konsensus;
komunikasi anta
kelompok dan
kelompok
kepentingan dalam
masyarakat
(komunitas);
Konsensus atau
konflik
Konflik atau
kontes;
konfrontasi aksi
yang bersifat
langsung,
negosiasi.
24
diskusi kelompok
5. Peran praktisi
yang menonjol
Sebagai Enabler-
katalis,
koordinator, orang
yang meng-‘ajar’-
kan keterampilan
memecahkan
masalah dan nilai-
nilai etis.
Pengumpul dan
penganalisis data,
pengimplementasi
program, dan
fasilitator.
Aktivis, advokat;
agigator, pialang,
negosiator,
partisan.
6. Media
Perubahan
Manipulasi
kelompok kecil
yang berorientasi
pada
terselesaikannya
suatu tugas (small
task oriented
group).
Manipulasi
organisasi formal
dan data yang
tersedia.
Manipulasi
organisasi massa
dan proses-
proses politik.
7. Orientasi
terhadap
struktur
kekuasaan
Anggota dari
struktur kekuasaan
bertindak sebagai
kolabolator dalam
suatu ‘ventura’
yang bersifat
umum.
Struktur kekuasaan
sebagai ‘pemilik’
dan ‘sponsor’
(pendukung).
Strutur
kekuasaan
sebagai sasaran
eksternal dari
tindakan yang
dilakukan;
mereka yang
memberikan
‘tekanan’ harus
dilawan dengan
memberikan
‘tekanan’ balik.
8. Batasan
definisi sistem
klien dalam
komunitas
(konstituensi)
Keseluruhan
komunitas
geografis.
Keseluruhan
komunitas atau
dapat pula suatu
segmen dalam
komunitas
(termasuk
komunitas
fungsional)
Segmen dalam
komunitas.
9. Asumsi
mengenai
kepentingan
dari kelompok-
kelompok di
dalam suatu
komunitas
Kepentingan umum
atau pemufakatan
dari berbagai
perbedaan
Pemufakatan
kepentingan atau
konflik.
Konflik
kepentingan
yang sulit dicapai
kara mufakat;
kelangkaan
sumber daya
10. Konsepsi
mengenai
populasi klien
(kostituensi)
Warga masyarakat. Konsumen
(penggunan jasa)
‘Korban’
11. Konsepsi
mengenai
peran klien
Partisipan pada
proses interaksional
pemecahan
Konsumen atau
recipien (penerima
pelayanan)
Employer,
konstituen,
anggota.
25
masalah.
Dari tabel di atas hanya digambarkan secara ringkas mengenai penjelasan
setiap indikatornya, adapun penulis menjelaskan secara lebih terperinci dari
masing-masing indikator pada setiap model adalah sebagai berikut:20
1. Kategori Tujuan Tindakan Terhadap Masyarakat
Seperti yang sudah dijelaskan, ada dua tujuan utama mengenai
pengorganisasian masyarakat yang pertama lebih mengacu pada ‘tugas’ (task),
sementara lainnya lebih berorientasi pada ‘proses’. Pada model A, masyarakat
dalam hal ini dilihat sebagai ‘konsumen’ dilibatkan dalam proses pembuatan
kebijakan, penentuan tujuan, dan pemecahan masalah. Pada model B,
sebaliknya, tidak ada pelibatan penerima pelayanan. Pada model C, kedua
tujuan itu menjadi prioritas, si penerima layanan harus ikut terlibat dalam
keseluruhan proses (penyadaran, pemberdayaan dan tindakan aktual) dan dia
bersifat aktif, hal itu bertujuan untuk melakukan perubahan struktur kekuasaan
(pemerintah) ke arah yang memenuhi prinsip demokrasi, kemerataan dan
keadilan.
2. Asumsi Yang Terkait Dengan Struktur Masyarakat dan Kondisi
Permasalahannya
Pada model A, masyarakat ini seringkali dipimpin oleh sekelompok
kecil pemimpin-pemimpin konvesional dan terdiri dari populasi yang buta
huruf dan ada perbedaan sangat jauh dalam keterampilan pemecahan masalah.
Adanya kesenjangan itu disebabkan tertutupnya komunitas kecil oleh
komunitas yang lebih luas. Pada model B, seorang perencana sosial melihat
20
Ibid., h. 66-69
26
komunitas atau masyarakat kecil ini terdiri dari masalah sosial yang inti
seperti pengangguran, gizi buruk perumahan dan lain-lain. Pada model C,
seorang praktisi pada model ini melihat komunitas sebagai (terdiri dari) hirarki
dari privilage dan kekuasaan.21
3. Strategi Perubahan Dasar
Pada model A, adanya upaya penetuan dan pemecahan masalah secara
mandiri serta melibatkan sebanyak mungkin warga. Pada model B, identik
dengan mengumpulkan fakta yang ada dan melakukan analisa sebelum
memilih tindakan yang tepat seperti apa. Tenaga perubahnya pun di luar
komunitas (sebagai penerima) dan upaya pengembangannya pun tidak ada
pelibatan. Pada model C, melakukan pengumpulan fakta yang melibatkan si
penerima, sehingga akhirnya mampu mengenali “musuh”, lalu mengorganisir
diri dan siap memberikan tekanan kepada sasaan mereka.
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar
Pada model A, yang paling ditekankan model ini adalah kesepakatan
bersama. Namun Blakely menekankan pentinya teknik deliberatif dan
kooperatif, hal ini untuk mempertegas perbedaan dengan model lainnya. Pada
model B, taktik dan teknik sangat berpengaruh, maka seringkali pada model
ini melakukan analisa mendalam. Pada model C, lebih pada taktik konflik.
5. Peran Praktisi
Pada model A, praktisi lebih banyak berperan sebagai enabler,
membantu mengidentifikasi kebutuhan dan masalah mereka sehingga mandiri
dalam melakukan pemecahannya medianya melakukan mobilisasi. Pada
21
Ibid., h. 73
27
model B, peran praktisi lebih sebagi expert (pakar). Penekanannya pada cara
penemuan fakta (berdasarkan penelitian), implementasi program (pewujudan)
dan memiliki relasi dengan birokrasi dan tenaga profesional.
6. Media Perubahan
Medianya perubahan pada model A melakukan manipulasi organisasi
(relasi antar organisasi). Pada model C, lebih sebagai advokat dan aktifis.
Medianya memanipulasi organisasi yang kemudian mempengaruhi proses
politik.
7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan
Pada model A, strutur kekuasaan dalam hal ini adalah sudah terdapat
masyarakat itu sendiri atau bagian dari masyarakat. Dalam menentukan tujuan
atau kebijakan selalu atas dasar kesepakatan bersama (saling menguntungkan)
artinya tidak berpihak pada satu kelompok tertentu. Pada model B, strutur
kekuasaan di sini biasanya sebagai pendukung atau bos dari praktisi, maka
kecenderungan hasil perencanaanya pun syarat ‘titipan’. Dalam
pelaksanaanya, praktisi membutuhkan dana, infrastrutur dan fasilitas lainnya,
maka keberhasilan lobi bergantung pada data yang faktual dari hasil analisa
dan penelitian sebelumnya. Pada model C, kelompok klien lebih dilihat
sebagai partisipan dan struktur kekuaan tidak dapat menjangkau atau menola
memberikan pelayanan (dengan alasan khusus), misalnya sentimen agama.
8. Batasan definisi sistem klien dalam komunitas (konstituensi)
Pada model A, klien adalah orang atau warga yang tingga dalam suatu
tempat yang bersifat lokal. Pada model B, klien dibatasi pada keseluruhan
komunitas atau dapat pula suatu segmen (bagian) dalam komunitas (termasuk
28
komunitas fungsional), lebih cenderung tidak dibatasi oleh geografis. Pada model C,
klien adalah segmen dalam komunitas atau bagian tertentu yang memiliki
keterpinggiran.
9. Asumsi mengenai kepentingan kelompok-kelompok (subpart) dalam
suatu komunitas
Pada model A, semua atas kepentingan, niat baik, dan kesepakatan
bersama. Pada model B, orientasinya terkadang pragmatis (jangka pendek)
dan hanya masalah tertentu, akhirnya “aktor”tidak memiliki peran. Pada
model C, kepentingan selalu dilihat berbeda dan bertentangan, maka
penyelesaiannya adalah aksi dengan tujuan mempengaruhi proses politik
sehingga diharapkan terjadi pemerataan.
10. Konsepsi mengenai populasi klien
Pada model A, klien dipandang sebagai warga sederajat, yang
memiliki kekuatan potensi terpendam yang perlu diperhatikan. Setiap warga
adalah sumber daya aset. Pada model B, klien cenderung pasif, dia hanya
menerima layanan. Pada model C, klien adalah ‘korban’, pemerintah atau
penguasa dalam hal ini yang paling bertanggung jawab, maka hubungan antara
pengorganisasian jenis ini dengan penguasa selalu kontra.
11. Konsepsi mengenai peran klien
Pada model A, klien berpartisipasi aktif. Pada model B, klien sebagai
penerima. Pada model C, klien bersama praktisi berstatus ‘bawahan’ (yang
tertindas), praktisi sebagai pelayan masyarakat.
29
B. Pemberdayaan Masyarakat
Adapun Edi Suharto dalam bukunya Membangun Masyarakat,
Memberdayakan Rakyat, mengatakan:
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan).
Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep
mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kempuan orang,
khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki
kekuatan atas kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja
bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas
dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-
keputusan yang mempengaruhi mereka.22
Dalam bukunya yang lain Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, Edi
Suharto mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses maupun
hasil yaitu, serangkaian aktivitas yang terorganisir dan ditunjukan untuk
meningkatkan kekuasaan, kapasitas atau kemampuan personal, interpersonal atau
politik sehingga individu, keluarga, atau masyarakat mampu melakukan tindakan
guna memperbaiki situasi-situasi yang mempengaruhi hidupnya.23
Sementara menurut Ginanjar Kartasasmita pemberdayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat
"peoplecentered, participatory, empowering, and sustainable" seperti dikatakan
oleh Robert Chamber (1995).24
22
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal.57 23 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2007), h. 144 24
Arsip Pidato Kebudayaan Ginanjar Kartasasmita (Menteri Negera Perencanaan
Pembangunan Nasional/Ketua Bapenans) yang Disamapaikan Pada Peringatan Hari Ke-28 Pusat
Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki Jakarta, 19 November 1996
30
C. Kesadaran Lingkungan
1. Pengertian Kesadaran
Kesadaran merupakan asal kata dari sadar, menurut Kamus Bahasa
Indonesia, kata sadar berarti (1) insaf; merasa; tahu dan mengerti. (2) ingat
kembali (pingsan), (tidur). Kesadaran memiliki arti (1) keinsafan; keadaan
mengerti. (2) hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.25
2. Pengertian Lingkungan
Arti kata lingkungan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah (1)
daerah (kawasan) yang termasuk di dalamnya; (2) golongan; kalangan: (3)
semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan.26
Ada keterkaitan antara kesadaran lingkungan dengan perilakunya,
sadar akan lingkungan mencakup semua pada taraf/tahapa (persepsi, sikap,
dan aksi), sementara perilaku sudah “action”/mengamalkan. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Byer (1996) mendefinisikan behaviore sebagai semua
keputusan, praktek dan tindakan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok. Lebih lanjut mengenai perilaku terhadap lingkungan, Byers
mengatakan bahwa perilaku yang memiliki dampak positif terhadap alam
dapat digolongkan perilaku peduli lingkungan.27
Dari beberapa keterkaitan antar definisi di atas, penulis mendefinisikan
kesadaran lingkungan sebagai keseluruhan upaya sadar baik pada tingkat
persepsi, sikap dan tingkah laku yang memiliki dampak positif bagi
lingkungan. Pada tahapan perilaku, sadar akan lingkungan pada seseorang
25
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1240 26
Ibid., h.865 27 Takashi Inoguschi, Edward Newman dan Glen, Kota Dan Lingkungan, (Jakarta:
LP3ES, 2003), h. 131
31
biasanya terkait dengan sebab-akibat atau sejarah kehidupannya (dampak
negatif dan positif secara langsung) atau dengan kata lain kesadarannya pada
tingkat persepsi berubah menjadi sikap dan diteruskan pada aksi (perilaku).
D. Modal Sosial
Ada banyak sumber yang memberikan pengertian mengenai modal sosial,
di bawah ini hanya dua pengertian yang menurut penulis cukup mewakili yaitu,
sebagai berikut:
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul
dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun
demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran
terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil interaksi tersebut, seperti
terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat.
sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individu atau institusional.
Secara individual, interaksi terjad manakala relasi intim antara individu
terjalin satu sama lain sehingga terbentuk ikatan emosional. Setiap
masyarakat memiliki sumberdaya tertentu yang dapat dikembangkan untuk
mengatasi masalah bersama.28
Sementara dalam sumber lain disebutkan bahwa Francis Fukuyama
mendefiniskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama oleh
anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya
kesepahaman dan kerja sama di antara mereka.29
Modal sosial menurut penulis adalah kepercayaan warga masyarakat dari
hasil interaksi yang terus menerus. Kepercayaan tidak serta merta timbul, tetapi
ada beberapa pemicu atau faktor pendukung, misalnya, “aktor interaksi” atau
faktor ketokohan.
28
Merry Silalahi, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07
Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi
Kalimantan Barat), (Bogor: Tesis Program Jurusan Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2009), h. 27 29 Mulya Amri dan Wicaksono Sarosa, CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial, (Jakarta:
Indonesia Business Links, 2008), h. 5
32
BAB III
PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO DAN
GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT
JAKARTA SELATAN
A. Profil Harini Bambang Wahono
1. Aktifitas dan Prestasi
Namanya Harini Bambang Wahono, saat ini ia tinggal di Jl. Banjarsari
XIV No. 4 A Kel. Cilandak Barat Kec. Jakarta Selatan, wanita kelahiran Solo
25 November 1931 (77 tahun) ini memiliki beragam aktivitas sosial
kemasyarakatan, mulai dari praktisi lingkungan, Ketua Kelompok Tani
Perkotaan Dahlia, PKK Pokja IV, mentor pada pelatihan pengelolaan sampah
terpadu, relawan kesehatan WHO, pengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di
sekitar lingkungan dan lain-lain.
Latar belakang pendidikan sekolah rakyat pada zaman penjajahan
Jepang merupakan pelajaran berharga bagi perkembangan kepribadian Harini
yang pada akhirnya berpengaruh sangat penting untuk kemajuan Kampung
Banjarsari kedepan. Mencintai secara sungguh-sungguh terhadap tanah air
merupakan pesan yang selalu diingat Harini. Melindungi dan memelihara
lingkungan atau memberikan perlakuan posistif apapun terhadap lingkungan
adalah harga mati. Maka baginya, bepikir dan bertindak harus selalu
beriringan di setiap usaha. Selain itu, pendidikan dari ayahnya juga memberi
pengaruh yang cukup besar pada kepribadiannya, dua pesan yang selalu ia
terima dari ayahnya adalah kesabaran dan harus selalu berproses.
33
Dari keseluruhan aktivitasnya, ia mendapatkan tanggung jawab yang
penting dan selalu memiliki peran sentral. Ia pun sering diundang untuk
berbicara di berbagai seminar dan pelatihan mengenai penghijauan dan
pengelolaan sampah. Salah satu pengalaman menariknya adalah ketika diberi
kesempatan untuk memberikan pesan di hadapan 15 pemimpin negara, maka
sejak saat itu ia menjadi pembicara berlisensi nasional dan internasional.
Keberhasilan mengorganisasikan dan membangun kesadaran
masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya membuahkan hasil,
dimana pada tahun 2001 kampung Banjarsari mendapat penghargaan Juara
Penghijauan dan Konservasi Alam dari perlombaan yang diselenggarakan
pemerintah. Penghargaan juara ini juga menjadi bukti kesungguhan dari studi
bandingnya ke Philipina dan Thailand setahun sebelumnya. Masih pada tahun
2001, wanita 77 tahun ini mendapat penghargaan KALPATARU dari
pemerintah atas perannya terhadap perlindungan lingkungan. Pengabdian dan
kegigihan terhadap penghijauan lingkungan dan upaya pengelolaan sampah
berbasis masyarakat mendorong masyarakat lain untuk mengikuti jejaknya.
Atas jasanya ini, pada tahun 2003 ia mendapat penghargaan sebagai
Perempuan Pilihan Metro TV. Selanjutnya, pada tahun 2004 Bank Permata
memberikan penghargaan sebagai Insan Permata. Setahun kemudian, yaitu
pada tahun 2005 pemerintah DKI Jakarta memberikan penghargaan atas
pengabdian PKK selama 30 tahun.
Memiliki segudang prestasi di usia senja terbilang sangat langka,
apalagi usahanya ini berjasa pada khasanah keilmuan, ia telah memberikan
34
inspirasi bagi semua orang, terutama generasi muda yang masih memiliki
banyak waktu.
2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup
Sejarah masa kecilnya menjadi dorongan dalam menekuni kepedulian
terhadap lingkungan saat ini, yaitu suasana kenyamanan, teduh dan pepohonan
hijau yang rindang di Pasar Legi, Solo. Ia pun menceritakan bagaimana
pemerintahan kolonial belanda yang sangat tegas agar sampah diselesaikan di
sumbernya dan melakukan penghijauan. Akan tetapi, keprihatinan muncul di
benaknya, sekarang permasalahan lingkungan di Indonesia, terutama sampah,
telah menjadi isu nasional, bahkan beberapa tahun lalu Bandung sampai pada
posisi darurat sampah. Kejadian itu menurutnya sungguh miris di tengah
kekaguman dunia internasional terhadap Indonesia mengenai aset udaranya
yang bersih.1
Kesungguhan dan keinginan kuat Harini bermula dari pesan yang
disampaikan oleh suaminya sebelum meninggal, suaminya berpesan “cintailah
tanah air dan berjuanglah dengan hati”,2 dari pesan inilah ia meneruskan
kecintaan terhadap tanah airnya (selama ini hanya mengendap dalam
perasaannya) untuk beranjak bergerak, bersikap dan beraksi.
Selain itu, sikap dan perilaku peduli lingkungan Harini terbina dari
sejak kecil oleh ayahnya, yang seorang mantri tani pada zaman penjajahan
Belanda. Salah satu bentuk pembinaannya adalah dengan memberikan
tangggung jawab yang sama pada masing-masing anaknya untuk menanam
dan memelihara pohon buah-buahan sampai mendapatkan hasil.
1 Arsip Aplikasi STPP, Manajemen Bidang Lingkungan Hidup, (Maret 2009), h. 5 2 Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi (Jakarta: 9 Agustus 2010)
35
Seperti halnya tokoh-tokoh lain, hambatan dan tantangan pun segera
datang mengujinya. Menurutnya, “siapa pun, dengan tujuan ingin
memberikan kesadaran kepada masyarakat dan itu positif, maka harus
menemui banyak tantangan, itu harus! tidak boleh tidak! Karena disitulah
saya belajar”.3 Dalam perjalananya, tantangan itu pun tidak hanya datang dari
tetangganya saja, tapi orang-orang di sekelilingnya pun sering sekali membuat
wanita 77 tahun ini putus asa.
Tantangan itu bisa tergambar dalam ceritanya sekitar beberapa tahun
yang lalu. Saat itu di rumahnya, yang mungil itu, kedatangan tamu besar dari
pejabat tinggi negara, atas dasar kekaguman kepada tindak-tanduk Harini
mengorganisasi masyarakat dalam rangka memberikan penyadaran terhadap
perlindungan lingkungan, hari itu dirinya mendapat pujian tinggi. Harini pun
merasakan uforia keberhasilan. Sejak saat itu, tamu-tamu dari kalangan
pejabat sering melakukan kunjungan ke rumahnya. Harini melihat peristiwa
ini pentinng untuk mebangun jaringan lebih luas kedepan. Tapi yang terjadi
justru malah di luar dugaannya, kader-kader, teman berserta warga sekitar
terjebak pada kecemburuan sosial berat, selama tiga bulan Harini tidak
mendapatkan simpati. Maka peristiwa ini merupakan pelajaran berharga.
Saat ini, Harini tinggal bersama cucu-cucunya, dan ia pun menularkan
kecintaannya terhadap lingkungan kepada mereka. Hasilnya, mereka menjadi
kader muda terdepan di waktu ia sudah tidak sanggup memenuhi undangan
pelatihan atau mengajar. Harini telah memiliki kader yang loyal (didasari atas
3 Ibid
36
kesadaaran) terhadap aktivitasnya, bahkan mereka pun sudah mampu
melakukan kaderisasi ke luar.
Kini, setelah hampir seperempat abad tinggal di Kampung Banjarsari
ini, murid-murid sekolah dasar, aktivis PKK, kepala desa, aktivis lingkungan,
mahasiswa, profesor, hingga menteri pernah menyinggahi rumah
sederhananya. Sepetak ruangan rumahnya yang sederhana menjadi tempat
pelatihan pengolahan sampah terpadu, penghijauan pekarangan rumah,
pelatihan bahasa Inggris bagi anak-anak sekitarnya dan lain sebagainya.
Kepribadian Harini yang ramah, toleran, kuat dan berkarakter tidak
lepas dari pengalaman dalam menghadapi tantangan yang telah silih berganti
menerpanya. Sampai saat ini, ia selalu berpesan kepada generasi muda untuk
memulai sesuatunya dari hati, persoalan teknis (metode atau cara) mengenai
apa yang baik menurutnya itu akan mengikuti, asalkan ada keinginan untuk
terus belajar. Keinginan terus belajar dari seorang pemimpin atau leader jelas
sangat dibutuhkan, maka untuk hal ini tidak ada tawar-menawar. Sosok suami
dan pesan sejarah hidupnya baik masa kecil maupun sekarang memberikan
kekuatan melampaui harapannya sendiri. Dalam bersikap, ia selalu memberi
penghargaan kepada orang lain, perhatiannya tulus dan haus kritik.
Dalam keseharian selama ini, warga masyarakat Banjarsari lebih akrab
memanggil “ibu Bambang:” kepada Harini, sementara anak-anak kecil lebih
akrab memanggilnya “eyang”. Bagi Harini sendiri sebetulnya lebih nyaman
dipanggil ibu Bambang, menurutnya panggilan itu terkesan sederhana dan
lebih akrab. Tapi Harini tidak merasa nyaman ketika ada orang yang
37
memanggilnya “embah”, karena panggilan itu biasaya diasosiasikan kepada
perempuan senja yang tidak produktif.
3. Tiga Tokoh Utama
Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan tidak serta merta terjadi,
ada beberapa faktor yang membentuknya, salah satunya adalah inisiatif lokal.
Akan tetapi, ada keunikan lain dari inisiatif lokal di Kampung Banjarsari ini
yaitu motor penggerak awal dan sentralnya para kaum perempuan (ibu-ibu
rumah tangga). Dari hasil identifikasi awal ada tiga tokoh utama yaitu, Harini
Bambang Wahono, Ibu Agustin Riyanto dan Ibu Nina Sidle.
Dari ketiga tokoh itu, Harini merupakan perintis dan memiliki
pengaruh yang paling besar terhadap sejarah terbentuknya kesadaran
masyarakat Kampung Banjarsari. Hal ini tebukti dari inisiatif awal yang
dibangunnya pada tahun 1970-an, saat itu Harini
Kepribadian yang lugas, tegas, integritas tinggi, pantang menyerah,
dan mudah bergaul memberikan nilai lebih dalam proses penyadaran
masyarakat. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya sangat luas dan
berperan pada berbagai lapisan masyarakat.
Sementara dua tokoh lainnya memiliki fungsi dan tanggung jawab
lebih khusus, Ibu Agustin misalnya, ia lebih berperan terhadap tugas edukasi
dan pemberian model, karena keahlian yang dimilikinya lebih kepada hal-hal
teknis seperti pemanfaatan dan pengelolaan sampah. Lalu, Ibu Nina Sidle
lebih fokus pada penyadaran lingkungan untuk masyarakat menengah atas,
karena secara ekonomi dan pergaulan posisi tawarnya lebih tinggi.4
4 Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010)
38
Dari hasil wawancara dengan salah satu anggota masyarakat RW 08
Banjarsari, mamandang Harini sebagai sosok yang terbuka, terus belajar
dengan kegagalan yang ada dan sabar.5
B. Gambaran Umum Kampung Banjarsari Cilandak Barat Jakarta Selatan
1. Sejarah Berdirinya RW 08 Banjarsari
Nama kampung Banjarsari diambil dari nama salah satu kampung di
Jawa Tengah. Pemberian nama ini pun tidak terlepas dari peran tokoh
masyarakat (ketua RW pertama) yang pada saat itu berasal dari Banjarsari
Solo, Jawa Tengah.
Dari sejarahnya, kampung Banjarsari pada awalnya merupakan
hamparan kebun karet. Namun, seiring desakan, arus migrasi dan urbanisasi
dari berbagai wilayah ke Jakarta semakin besar, menjadikan daerah ini sedikit
demi sedikit beralih fungsi menjadi daerah permukiman.
Wilayah RW 08 Banjarsari merupakan hasil pemekaran dari wilayah
RW 05 Cilandak Barat pada tahun 1970. Pemekaran ini dikarenakan semakin
meningkatnya jumlah warga. Masih pada tahun ini, jumlah penduduk RW 08
relatif masih kurang, yakni hanya 590 jiwa. Ketika itu, RW 08 Banjarsari
masih masuk ke dalam wilayah Kelurahan Cilandak, Kecamatan Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan. Tetapi dengan alasan yang sama, yaitu meningkatnya
jumlah penduduk. Saat ini Banjarsari masuk ke dalam wilayah Kelurahan
Cilandak Barat Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.6
5 Faturahman, Wawancara Pribadi, (Jakarta 1 Agustus 2010)
6 Kuswara, SAP, Wawancara Pribadi dan Arsip Kelurahan Cilandak Barat (Jakarta 30
Agustus 2010)
39
2. Letak dan Kondisi Geografis Kelurahan Cilandak Barat
Secara administratif, Kelurahan Cilandak Barat termasuk kecamatan
Cilandak Kotamadya Jakarta Selatan. Daerah ini terbagi ke dalam 13 rukun
warga 148 Rukun Tetangga (RT) dan 8.118 Kepala Keluarga (KK).7 Secara
keseluruhan, luas wilayah kelurahan adalah 608.000 ha dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cilandak
Timur; sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Gandaria
Selatan/Kelurahan Cipete Selatan; sebelah selatan berbatasan dengan
Kelurahan Pondok Labu dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan
Pondok Pinang.8
Dilihat dari kondisi geografisnya, wilayah Kelurahan Cilandak Barat
termasuk daerah dataran rendah dan memiliki kontur tanah yang relatif
bergelombang. Dari beberapa kasus yang ada, terutama yang berhubungan
dengan kerusakan lingkungan, misalnya banjir, tanah longsor, kekeringan dan
sebagainya, daerah ini terbilang aman. Kemudian, di wilayah ini terdapat dua
sungai mengalir dari wilayah Depok menuju Bogor.9
3. Kondisi Demografis Kelurahan Cilandak Barat
Pada aspek ini dan berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk
Kelurahan Cilandak Barat tahun 2009 sebanyak 59.686 jiwa dengan kepadatan
97 jiwa/ha. Sementara pada tahun 2008 jumlah penduduk 59.535 jiwa. Dari
data di atas penduduk Kelurahan Cilandak Barat mengalami peningkatan 0.32
7 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direkorat Jenderal Tata Perkotaan dan
Tata Pedesaan: Buku Panduan Kelurahan Cilandak Barat Buku Panduan Kelurahan Cilandak
Barat, Geografi dan Iklim/Geographcal And Climate (30 Agustus 2010) 8 Kuswara, SAP, Wawancara Pribadi dan Arsip Kelurahan Cilandak Barat (Jakarta 30
Agustus 2010) 9 Ibid
40
% dari tahun sebelumnya. Dari sisi penyebarannya, di daerah ini relatif tidak
merata. Misalnya, di RW 01 jumlah penduduknya 1556 jiwa, RW 06 sebanyak
1765 jiwa dan RW 08 sebanyak 1876 jiwa. Hal ini terjadi karena di beberapa
wilayah tertentu, terutama RW 08 dan RW 06 merupakan wilayah dengan
akses paling mudah.10
4. Kondisi Geografis dan Akses Menuju Lokasi RW 08 Banjarsari
Untuk akses menuju Lokasi RW 08 Banjarsari bisa dicapai dari
berbagai arah dan dengan jenis transportasi tertentu. Letaknya strategis, yaitu
berada di dua jalan raya, Jl. Fatmawati dari sebelah Timur dan Jl. TB.
Simatupang dari sebelah Selatan. Untuk masuk ke dalam wilayah RW 08
Banjarsari ini hanya jenis kendaraan roda dua dan empat dengan ukuran
sedang bisa memasukinya. Bis, truk besar dan kendaraan di atasnya tidak bisa
mengaksesnya. Akses bisa dilakukan untuk kendaran jenis ini (bis dan di
atasnya) namun hanya sebatas di bibir wilayah RW 08 Banjarsari. Kemudian,
di wilayah ini sebagian besar memiliki jalan dengan lebar sekitar 6 meter dan
di sisi kanan dan kirinya terdapat pot-pot tanaman sehingga kendaraan roda
empat harus hati-hati melewatinya. Adapun jalan-jalan ini terbuat dari paving
block yang lebih ramah lingkungan.
Untuk suhu udara di wilayah RW 08 Banjarsari ini terbilang panas
sedang, yaitu sekitar 23,8-32,9 Celcius untuk siang hari. 11
Ada perbedaan
besar dengan wilayah-wilayah lain di Jakarta, suhu udara di wilyah Banjarsari
ini sangat sejuk atau panas tapi sejuk. Secara umum pun, dari pengamatan
10
Ibid 11
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direkorat Jenderal Tata Perkotaan
dan Tata Pedesaan: Buku Panduan Kelurahan Cilandak Barat Buku Panduan Kelurahan Cilandak
Barat, Geografi dan Iklim/Geographcal And Climate (30 Agustus 2010)
41
penulis, keseluruhan wilayah Cilandak Barat juga sangat sejuk. Padahal kedua
wilayah ini, yaitu RW 08 Banjarsari dan Kelurahan Cilandak Barat berada di
pusat kota dengan intensitas kendaraan yang cukup tinggi. Hal ini tentunya
terlihat dari beberapa penempatan pohon yang rindang dan tanaman-tanaman
di sekitar rumah warga. Ada upaya pewajiban dari pihak pemerintah setempat
kepada setiap warga, instansi atau perusahaan untuk memberikan ruang yang
cukup besar bagi penghijauan. Maka jika ditarik lebih jauh, Jakarta Selatan
lebih sejuk di banding dengan wilayah lainnya. Adapun peta wilayah
Banjarsari dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 2. Peta Wilayah RW 08 Banjarsari
5. Kondisi Demografi RW 08 Kampung Banjarsari
Jumlah penduduk pada tahun 1970 masih 590 jiwa, namun seiring
dengan pertambahan warga baru, pada tahun 2009 penduduk RW 08
Banjarsari telah mencapai 1876 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga
42
� ��� ���� ���������� � ���� �
� ������ ����
�����
������� ����
�
� ���
� ���
�
�
� �
� �
� �
sebanyak 561. Maka hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan yang
sangat signifikan yaitu sebanyak 1286 atau 100% lebih.
Dari sisi penyebaran usia saat ini, warga kampung Banjarsari lebih di
dominasi oleh kelompok usia dewasa dan senja. Hal ini disebabkan oleh
tingkat kelahiran anak yang cenderung menurun, oleh karena itu tidak heran
jika aktivis lingkungan di wilayah ini di dominasi oleh kaum perempuan (ibu-
ibu rumah tangga).12
Kemudian untuk tingkat profesi di RW 08 Banjarsari ini lebih di
dominasi oleh pekerja swasta atau pemerintahan. Maka hal ini tentu menjadi
alasan bahwa di wilayah ini warga tergolong masyarakat menengah atas.
Aspek lainnya adalah di sisi pendidikan, sebagian besar penduduk di kampung
Banjarsari ini telah mengenyam pendidikan sekolah menengah atas (SMA)
dan sarjana (S1) disusul D3, kemudian sebagian kecil lainnya SD, SLTP, tidak
sekolah, S2 dan S3.13
Secara lebih jelas persebaran tingkat pendidikan ini
dalam bentuk histogram berikut ini.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Warga Kampung Banjarsari RW 08
12
Kuswara, SAP, Wawancara Pribadi dan Arsip Kelurahan Cilandak Barat (Jakarta 30
Agustus 2010) 13
Arsip Kelurahan Cilandak Barat (30 Agustus 2010)
43
���
���
���
���
���
���
�������� ���������
������������������ �������!�����������
Jika dilihat dari jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki lebih besar
dibanding dengan perempuan: laki-laki 965 jiwa dan perempuan 911 jiwa.14
Data tersebut mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk pada tahun 2009,
tentu mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan pada tahun
sebelumnya. Adapun penjelasan lebih jelas bisa dilihat dalam histogram
berikut:
Tabel 3. Perbandingan Jumlah Laki-laki- dan Perempuan Warga
Kampung Banjarsari RW 08
6. Aktivitas dan Kelembagaan Masyarakat
Seperti RW lain pada umunya, di RW 08 terdapat beberapa lembaga
yang menjadi wadah masyarakat untuk mengorganisasikan diri dalam
mencapai tujuan bersama. Namun ada perbedaan dalam hal pengelolaan
lingkungan, berkat kesadaran masyarakatnya, mereka secara khusus
mendirikan lembaga yang mengurusi lingkungan.
Kemudian, RW 08 ini pun telah menjadi salah satu daerah percontohan
di DKI Jakarta dalam hal pengelolaan lingkungan. Adapun kelembagaan yang
ada di RW 08 Banjarsari saat ini terdapat 9 (sembilan) kelembagaan intern,
14 Ibid
44
kelembagaan tersebut adalah : Kelompok Wanita Tani (KWT), Majelis
Taklim, PKK, Komite Lingkungan, Karang Taruna, Forum Warga, Posyandu,
Lansia, Koperasi Warga.
Selain itu, banyak sekali lembaga-lembaga lain yang melakukan
kerjasama dengan lembaga intern di RW 08 ini. Ada dua kerjasama dengan
lembaga ekstern ini yaitu lokal (dalam negeri) dan luar negeri.
Untuk lembaga lokal, kerjasama berjalan sangat intens, hampir setiap
minggu mereka mengundang untuk memberikan bimbingan, pelatihan,
workshop, seminar, dan lain-lain. Adapun dalam bentuk pemberian kucuran
dana baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak bank, LSM,
pemerintah Jakarta, di luar Jakarta, perorangan dan lain-lain.
Untuk lembaga luar negeri, misalnya UNESCO, kerjasama sudah
terbangun sejak 15 tahun yang lalu. Kemudian kerjasama dengan
pemerintahan Thailand, yang mana sampai saat ini mereka selalu meminta
dari para kader warga RW 08 Banjarsari untuk memberikan penyuluhan. Dari
hasil wawancara, Harinimengatakan bahwa kerjasama ini tidak akan pernah
putus dan selalu terjalin secara terus-menerus terutama ketika diminta untuk
memberikan bimbingan atau ceramah kepada para pemimpin negara atau
gubenur di daerah mereka. Walaupun kerjasama itu terkesan lebih bersifat
pribadi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah para tokoh atau kader ini
secara langsung atau pun tidak langsung melakukan kerjasama antar lembaga.
Kegiatan kelembagaan di RW 08 Banjarsari ini secara keseluruhan
terbangun dari kesadaran masyarakatnya terlebih dahulu. Selanjutnya, mereka
selalu melalui proses identifikasi bersama mengenai hakikat kebutuhannya,
45
sehingga beberapa lembaga yang terbentuk lebih cenderung berorientasi pada
pemeliharaan lingkungan. Walaupun orientasi dari beberapa kelembagaan itu
lebih pada pemeliharaan lingkungan, akan tetapi kegiatan-kegiatan
keagamaan, penyuluhan kesehatan, olahraga, bantuan modal melalui koperasi
dan pemecahan masalah (biasanya individu) melalui rapat dalam sebuah
forum masih selalu di lakukan. Artinya, kelembagaan di RW 08 ini berfungsi
secara seimbang, tidak taerjadi disorientasi. Menurut ketua RW 08
mengatakan bahwa:
Keberadaan lembaga non lingkungan, misalnya Karang
Taruna, Posyandu, PKK, Forum Warga dan lainnya sangat
membantu kelancaran kegiatan pada lembaga yang berorientasi
lingkungan, jadi lembaga-lembaga ini saling membutuhkan.15
Keharmonisan kinerja antar organisasi intern di kampung
Banjarsari ini tercipta berawal dari adanya kesadaran akan kebutuhan dan
saling percaya dari masing-masing elemen masyarakat setempat. Oleh
karenanya, beberapa kampung atau kawasan lain di Jakarta tidak hanya
melakukan adopsi pada pengelolaan lingkungan saja, akan tetapi pada
pengelolaan organisasinya.
16
Nurjaya, SH, Wawancara pribadi, (Jakarta 21 Agustus 2010)
46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini akan dipaparkan model pengorganisasian yang dilakukan oleh
Harini dalam meningkatkan kesadaran lingkungan sebagai bagian upaya
pemberdayaan masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kelurahan Cilandak
Barat Jakarta Selatan, yang terdiri dari temuan indikator pengorganisasian
masyarakat, identifikasi dan penjelasan model pengorganisasian, alur
pengorganisasian serta periode pengorganisasiannya.
A. Identifikasi Model Pengorganisasian Masyarakat
Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB sebelumnya, dalam
pengorganisasian masyarakat terdapat 11 (sebelas) indikator, yaitu kategori tujuan
tindakan, asumsi mengenai struktur komunitas dan kondisi pemasalahannya,
strategi perubahan dasar, karakterisik taktik dan teknik perubahan, peran praktisi
yang menonjol, media perubahan, orientasi terhadap struktur kekuasaan, batasan
definisi sistem klien dalam komunitas (konstituensi), asumsi mengenai
kepentingan dari kelompok-kelompok di dalam suatu komunitas, konsepsi
mengenai populasi klien (kostituensi), dan konsepsi mengenai peran klien.
Kesebelas indikator ini akan mendeteksi atau menjadi pisau analisa terhadap
indikator dari 3 (tiga) model pengorganisasian masyarakat (pengorganisasian
masyarakat lokal, perencanaan sosial dan aksi sosial). Pada bagian ini akan
dibahas mengenai temuan indikator model pengorganisasian masyarakat.
47
1. Tujuan Tindakan
Tujuan tindakan yang dilakukan oleh Harini dalam upaya
mengorganisasikan masyarakat Banjarsari adalah pentingnya memahami
“proses”. Kualitas dari hasil akan terlihat berbeda tergantung dari kualitas
proses yang dijalani oleh mayarakat. Oleh karenanya, semakin memahami
pentingnya “proses” maka secara langsung mereka bisa menerima kenyataan
bahwa segala sesuatu yang ingin dicapai (harapan atau hasil) harus melalui
“proses”. Seperti yang diungkapkan Harini kepada penulis:
Dalam usaha mengorganisasikan masyarakat selalu melalui
tahapan atau proses, ga ada yang ga pake proses, dan harus berani
untuk memulai dan ini penting. Selain itu, yang yang menurut Eyang
penting adalah keyakinan diri dan cinta terhadap tanah air akan
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan, ini apa yang Eyang
lakukan selama ini. Dalam proses ini pun Eyang sebagai praktisi harus
selalu melakukan pendampingan supaya ada pengawasan terhadap
mereka. Di proses pendampingan inilah Eyang memberikan doktrin
bahwa “proses itu penting”. Hal itu semua dilakukan supaya mereka
bisa mandiri.1
Dari pernyataan tersebut di atas terdapat dua kata kunci, yaitu
menitikberatkan proses dan menekankan kemandirian. Dua kata kunci ini
dalam pengorganisasian masyarakat termasuk indikator pengorganisasian
masyarakat lokal. Terdapat tiga indikator dalam pengorganisasian masyarakat
lokal yang berkenaan dengan kategori tujuan tindakan, yaitu menitikberatkan
pada proses (pengintegrasian dan pengembangan kapasitas masyarakat) dan
menekankan kemandirian. Sebenarnya, dalam aksi sosial atau perencanaan
sosial proses integrasi dan pengembangan kapasitas masyarakat dilakukan,
hanya berbeda dari tujuan tindakannya.
1 Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 27 Juni 2010)
48
2. Pandangan Mengenai Strutur Komunitas dan Permasalahannya
Dalam pandangannya mengenai kondisi permasalahan masyarakat,
Harini melihatnya sebagai tugas bersama. Menurutnya, segala permasalahan
yang timbul dipandang sebagai hasil dari kelalaian bersama, sehingga
penyelesaianya pun harus bersama-sama. Untuk itu, apa yang dilakukannya
sekarang bertujuan mendorong partisipasi aktif semua elemen masyarakat
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada (khususnya lingkungan).
Pandangan-pandangan itu dilatarbelakangi oleh kegelisahan terhadap
sikap acuh tak acuh masyarakat terhadap permasalahan lingkungan sekitar,
terutama masalah sampah. Sikap ini menurutnya bisa disebabkan oleh adanya
kesenjangan pendidikan dan ekonomi di masyarakat. Dari kegelisahan
tersebut, Harini melakukan berbagai pendekatan dengan tujuan untuk
membangun komunikasi antar anggota masyarakat dan memberikan
pemahaman yang mendalam (dengan memperlihatkan bukti-bukti konkrit)
serta mengadakan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian.
Sementara pandangannya mengenai struktur komunitas di lingkungan
masyarakat Banjarsari, Harini melihatnya sebagai masyarakat yang secara
geografis tinggal di pusat perkotaan dengan bentuk komunitas tradisional
dinamis. Seperti yang terangkum dalam pernyataannya, yaitu sebagai berikut:
Eyang melihat permasalahan masyarakat di sini adalah PR
bersama, entah itu awalnya dilakukan oleh salah satu oknum individu
atau sejumlah orang. Pada awalnya memang terjadi kesenjangan di
masyarakat, sikap acuh tak acuh misalnya, tapi setelah saya berpikir
dan berinovasi terus-menerus akhirnya saya menemukan jalan
keluarnya yaitu melalui komunikasi, karena selama ini yang saya
lakukan seperti itu. Sering bertemunya anggota masyarakat dalam
suatu kegiatan menjadikan mereka tidak canggung.2
2 Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi (Jakarta 15 Agustus 2010)
49
Dari pandangan-pandangan di atas dalam teori pengorganisasian
termasuk dalam indikator model pengorganisasian masyarakat lokal. Dalam
model ini struktur terlihat dari pemimpin-pemimpin lokal sebagai penggerak
utamanya dan melihat kondisi permasalahan sebagai permasalahan bersama.
Selain itu, selalu terjadi kesenjangan yang jauh dari masing-masing anggota
masyarakatnya.
3. Strategi Perubahan Dasar
Salah satu strategi perubahan dasar yang dilakukan oleh Harini yaitu
selalu melibatkan masyarakat dalam proses pemecahan masalah. Menurutnya,
perasaan sukarela dari semua anggota masyarakat untuk terlibat dalam
pemecahan masalah tidak terlepas dari terbangunnya kesadaran dan
pemahaman mendalam mengenai suatu permasalahan. Tahapan sebagai
bagian dari strategi perubahan mendasar yang dilakukan Harini bisa terlihat
dalam gambar berikut:
Gambar 3. Strategi Perubahan Dasar
Keinginan
kuat/tekad (dari
rasa cinta tanah
air)
Pendekatan
(motivasi,
perhatian, tegur
sapa dll)
Keinginan
melibatkan diri
masyarakat
Individu Praktisi
Interaksi yang
bertujuan
Persiapan
prainteraksi &
Identifikasi
Refleksi & Proses
memahami
Masyarakat
Praktisi
50
Keterlibatan masyarakat secara langsung terungkap dalam
pernyataannya, yaitu:
Dalam proses penyadaran lingkungan yang saya lakukan selalu
melibatkan masyarakat setempat, dimulai dari tetangga terdekat
sampai akhirnya keseluruhan masyakat Banjarsari. Ada berbagai cara
yang dilakukan dalam upaya pendekatan terhadap masyarakat ini, cara
yang menurut saya sederhana tapi merupakan kunci dalam mencapai
tahapan pendekatan selanjutnya, misalnya tegur sapa, jengukin anggota
masyarakat yang sedang sakit, ngasih pinjeman uang, ngundang
pengajian bersama, ngadain arisan dll. Selain itu, selalu diberikan
motivasi di sela-sela proses pendekatan itu. Selanjutnya, ketika
masyarakat sudah mulai paham dan tertarik saya mendorong mereka
untuk mencari cara sendiri dalam memecahkan permasalahan.3
Pernyataan di atas diperkuat oleh salah satu warga Banjarsari Ibu
Ernawati, mengatakan bahwa:
Oh ya, kita kalau ada pembahasan mengenai masalah lingkungan
pasti kita dilibatin, soalnya permasalahan lingkungan di lingkungan
sini berarti masalah bersama, kayak kemarin di daerah bawah ada
kebanjiran kita semua terlibat. Penghijauan juga sama, pokonya pasti
dilibatin. Yang kordinatorin kan Ibu Bambang.4
Dari pengamatan yang dilakukan penulis, ada beberapa pendekatan
Harini yang secara tidak langsung mendukung strategi perubahan dasarnya,
yaitu melakukan sentuhan fisik terhadap lawan bicaranya, misalnya mengusap
kepala kepada anak-anak, merangkul pingggang terhadap teman sebaya,
membungkukan badan kepada orang yang dihormati dan lain-lain.5
Dari uraian di atas terungkap bahwa strategi perubahan dasar yang
dilakukan Harini ini termasuk pada indikator model pengorganisasian
masyarakat lokal. Pelibatan langsung masyarakat dalam menentukan inti
permasalahan dan melakukan pemecahannya secara mandiri adalah indikator
model ini.
3 Ibid
4 Ernawati, Wawancara pribadi (Jakarta 7 Agustus 2010) 5 Hasil pengamatan (Jakarta 7 Agustus 2010)
51
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan
Sebaga bagian dari teori pengorganisasian, karakteristik taktik dan
teknik perubahan yang dilakukan Harini secara umum sama dengan model
pengorganisasian masyarakat lokal yaitu semuanya atas dasar kesepakatan
bersama dan sebanyak-banyaknya melibatkan banyak warga.
Dari hasil observasi, teknik yang dilakukan oleh Harini bisa disebut
“jemput bola”, yaitu mendatangi setiap anggota masyarakat diselingi ajakan
berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan. Sebelumnya Harini
memberitahukan mengenai maksud dan tujuan kegiatan kepada penanggung
jawab masyarakat setempat atau aparat. Pemecahan masalah selalu dilakukan
melalui diskusi dengan tujuan adanya kesepakatan yang sesuai dengan
kebutuhan bersama. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah satu anggota
masyarakat Banjarsari yang mengatakan bahwa:
Kita di sini kalau ada permasalahan apa pun, misalnya sampah,
selalu kesepakatan bersama. Kalau tidak begitu suka terjadi
kecemburuan atau cek-cok, misalnya masalah penyimpanan pot-pot
tanaman harusnya seperti apa, itukan perlu dibicarain sama-sama. Kita
biasanya diskusi bareng aja6
Salah satu taktik dan teknik perubahan melalui diskusi kelompok yang
terungkap di atas diperkuat oleh penyataan Harini, yaitu:
Eyang sih selalu melibatkan masyarakat, ya caranya diskusi
berkelompok datang ke rumah atau diskusi antar perorangan. Nah,
sebanyak mungkin memang semua masyarakat datang, biar tidak ada
kecemburuan, soalnya masing-masig itu orang beda-beda.7
Dari dua ungkapan tersebut, secara ekplisit keduanya mengatakan
bahwa salah satu cara yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan -
6 Ernawati, Wawancara pribadi, (Jakarta 7 Agustus 2010)
7 Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010)
52
khususnya masalah lingkungan - melalui diskusi kelompok. Alasan agar tidak
terjadi kecemburuan sosial yang disebabkan perbedaan kepentingan atau
kebutuhan seseorang sehingga menjadi dasar teknik ini dilakukan. Ilustrasi
mengenai taktik dan teknik perubahan yang dilakukan Harini ini bisa dilihat
dalam gambar di bawah ini:
Gambar 4. Alur Karakteristik dan Teknik Perubahan
Secara keseluruhan dari taktik dan teknik perubahan yang digunakan,
dalam indikator model pengorganisasian masyarakat lokal yang berkenaan
dengan taktik dan teknik peerubahannya memiliki kesamaan, yaitu
komunikasi antar kelompok dan kelompok kepentingan.
1 2
3
Tetangga
Warga
Aparat
Praktisi
Diskusi
Kelompok
53
5. Peran Praktisi yang Menonjol
Dari beberapa penjelasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa salah
satu peran Harini yang paling menonjol dalam proses pengorganisasian ini
adalah motivator. Dalam berbagai kesempatan baik ketika beraktifitas formal
atau pun nonformal Harini selalu melakukan pembicaraan yang bersifat
memotivasi. Harini mencontohkan momen-momen penting dalam melakukan
motivasi atau pendekatan emosionalnya yaitu ketika tetangga atau salah satu
warga di sekitar rumahnya sakit, menurutnya saat itulah kesungguhan seorang
organisator memberikan perhatian dengan hati yang tulus harus dibuktikan.
Dan luar biasa perubahannya, mereka cenderung lebih kooperatif dan loyal.
Sementara dari hasil wawancara, Harini berperan sebagai artikuler dan
mendorong masyarakatnya untuk bisa mengartikulasikan kebutuhannya
sendiri. Selain itu, peran lainnya pun seperti sebagai pembimbing, koordinator
dan mentor sering dilakukannya. Peran-peran menonjol yang dilakukan Harini
ini senada dengan apa yang diungkapkan wakil lurah Cilandak Barat bapak
Kuswara Eka, SAP, beliau mengatakan:
Harini sudah sejak lama telah menjadi tokoh masyarakat
Banjarsari. Setahu saya, selain sebagai tokoh, beliau juga sebagai
pembimbing dan mentor bagi masyarakat. Sekarang beliau dikenal
sama orang-orang sebagai praktisi lingkungan.8
Pernyataan di atas diperkuat oleh Ernawati, salah satu warga
Banjarsari yang menyatakan:
Bu Bambang itu udah lama di sini mengurusi lingkungan dan
penghijauan. Dia dikenal sebagai teman, dan warga di sini sudah lama
8 Kuswara Eka, SAP, Wawancara pribadi, (Jakarta 30 Agustus 2010)
54
bekerjasama dengan ibu. Dia tokoh masyarakat di sini dan sering
ngadain pelatihan sama orang-orang di luar.9
Ungkapan-ungkapan mengenai peran Harini jika penulis ilustrasikan
dalam gambar akan terlibat seperti di bawah ini:
Gambar 5. Peran Praktisi yang Menonjol
Berdasarkan uraian-uraian di atas peran yang paling menonjol dari
Harini adalah pendamping, pembimbing, mentor, dan motivator, dimana
kesemuanya termasuk dalam lingkup sebagai seorang praktisi (praktisi
lingkungan), orang sering menyebutnya aktivis lingkungan, peran lain yang
juga ia geluti adalah dalam bidang kesehatan masyarakat yaitu sebagai
volunteer kesehatan.
Peran Harini di atas dalam model pengorganisasian masyarakat lokal
dapat digolongkan sebagai peran praktisi yang menonjol, hal ini dapat dilihat
dari ciri-cirinya yaitu sebagai enabler-katalis, koordinator, orang yang
mengajarkan keterampilan memecahkan masalah dan nilai-nilai etis.
9 Ernawati, Wawancara pribadi, (Jakarta 7 Agustus 2010)
Pendamping
Mengartikulasikan
kebutuhan
Motivator
Membantu
refleksi
Koordinator
Mengkoordinasi
kan & Mengatur
Mentor
Melatih
Praktisi
Motivator Pendamping
Mentor Koordinator
55
Sebagai enabler-katalis bisa dicontohkan dalam beberapa kegiatan
kesehariannya yaitu beberapa warga, tetangga, kader maupun praktisi
lingkungan lain selalu meminta penjelasan mengenai berbagai persolan
misalnya, perawatan tanaman obat-obatan, pengelolaan sampah hingga
menjadi barang tepat guna, pemetaan untuk penghijauan dll.
Memberikan komado koordinasi pada saat warga Banjarsari mengikuti
kegiatan perlombaan, menerapkan program, mengadakan acara hibuaran dan
lain sebagainya menjadi tugas pokok Harini. Selain itu, terkadang pada waktu
yang bersaman pun Harini memberikan rujukan atau pandangan mengenai
etika dalam bergaul, bermasyarakat, bermusyawarah, bertutur kata dan
termasuk pada wilayah teknis seperti etika sebagai seorang pelatih atau
mentor.
6. Media Perubahan
Media perubahan dalam hal ini tidak pada bentuk fisiknya akan tetapi
bentuk-bentuk mobilisasinya. Berdasarkan observasi, yang dilakukan Harini
adalah kerjasama antar kelompok masyarakat: kelompok dengan tingkat
ekonomi atas dan menengah melalui kegiatan penghijauan atau penanaman
tanaman obat, untuk ekonomi tingkat bawah melalui kegiatan daur ulang
sampah. Selain itu kerjasama juga dilakukan dengan pemerintahan setempat
(RT, RW dan kelurahan) dengan membentuk komite lingkungan yang
diprakarsai oleh UNESCO. Kemudian kerjasama dengan lembaga di luar
Jakarta (pemerintah DKI Jakarta dan lembaga yang berorientasi pada
penyelamatan lingkungan dan lain-lain) dan luar negeri (Filipina,
56
pemerintahan Thailan dan lain-lain).10
Bentuk-bentuk kerjasama ini tercermin
dalam ungkapan Harini, yaitu:
Banyak sekali kerjasama yang sudah dilakukan, misalnya dengan
UNESCO, Jepang, Thailand, dan banyak lagi sebenarnya. Kalau
pertama kali melakukan kerjasama seingat Eyang itu awalnya
kerjasama dengan tetangga dulu, tapi itu juga biasanya tergantung dari
minatnya, misalnya minatnya nanam tanaman, terus Eyang cari orang
yang minatnya sama juga, kalau masyarakat bawah Eyang kasih tau
bahwa mengelola sampah dengan didaur ulang juga bisa memberikan
penghasilan sampingan. Ya, biasanya kan mereka mencari yang lebih
bisa bermanfaat dalam segi uang. Dengan RT atau RW Eyang juga
kerjasama, kelurahan Cilandak atau kelurahan di luar, misalnya yang
sekarng juga terkenal Rawasari.11
Pernyataan di atas diperkuat oleh Wakil Lurah Bapak Kuswara Eka,
SAP, yaitu:
Sampai saat ini kita tetap kerjasama dengan Bu Bambang, dulu
sempat membentuk Komite Lingkungan dan berjalan sampai sekarang.
Sekarang kita masih terus kerjasama, apalagi kalau ada kegiatan atau
kungjungan dari pemerintah luar, kita pasti ikut mendukung.12
Selain itu Ibu Agustin, teman sebaya dan tokoh penghijauan dengan
Harini menambahkan bahwa:
Di Banjarsari ini kita udah bekerjasama dengan berbagai LSM
atau pemerintah yang peduli terhadap lingkungan, kita bekerjasama
dengan Departemen Kehutanan, Departemen Lingkungan, Bank-bank.
LSM misalnya, Mapala UI, dari LSM Jepang, banyak pokonya.13
Berdasarkan uraian di atas, media perubahan yang dilakukan Harini
memenuhi karakteristik pada salah satu indikator model pengorganisasian
masyarakat lokal yaitu manipulasi kelompok kecil yang berorientasi
terselesaikannya suatu tugas. Sebagai ilustrasi mengenai alur media perubahan
yang dilakukan Harini ini bisa dilihat pada gambar berikut.
10
Observasi (Jakarta 7 Agustus 2010) 11
Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010) 12 Kuswara Eka, SAP, Wawancara Pribadi (30 Agustus 2010) 13
Agustin, Wawancara pribadi, (8 Agustus 2010)
57
Gambar 6. Alur Media Perubahan
7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan
Berkaitan dengan orientasi terhadap struktur kekuasaan ini secara
keseluruhan baik tindakan praktisi dan masyarakat Kampung Banjarsari yang
sudah terbentuk dalam kelompok-kelompok lingkungan selalu didasarkan
pada kepentingan dan kebutuhan bersama atau tidak ada keberpihakan
terhadap kelompok tertentu, hal ini senada dengan karakteristik taktik dan
teknik perubahan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kemudian, aparat atau
penanggung jawab masyarakat (RT dan RW) setempat ikut terlibat dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan (kerja bakti, karang taruna, penghijauan
dll), maka proses pengawasan dan monitoring dilakukan secara bersamaan.
Saat ini hampir sebagian besar keanggotaan dalam struktur kepengurusan di
Kampung Banjarsari mengikuti kegiatan penghijauan lingkungan.
Banjarsari
yang Asri
Instansi atau
perorangan dari
pihak luar
Aparat
setempat
1
2 3
4 Kelompok
Tani, Komite
lingkungan
Abu-abu
Minat A
Minat B
58
Dari hasil informasi dan wawancara dengan Kuswara Eka, SAP, aparat
setempat telah memberikan dukungan penuh pada kegiatan-kegiatan
penyelamatan lingkungan ini bahkan sering kali menjadi promotor, fasilitator
atau mediator dalam kerjasama dengan kampung atau kelurahan lain. Maka
dari uraian tadi dapat dikatakan bahwa telah terjadi pengintegrasian secara
alami oleh Harini antara kegiatan lingkungan dengan seperangkat kegiatan
dalam kepengurusan di Kampung Banjarsari.14
Keterlibatan dalam pengelolaan lingkungan dengan berbagai perannya
terungkap dalam pernyataan Ketua RW 08 Kampung Banjarsari H Nurjaya,
SH, yaitu:
Saya sangat mendukung terhadap inisiatif warga terutama Bu
Bambang untuk ngelola lingkungan biar bersih, soalnya itu baik. Satu
waktu malah saya sering mempromosikan atau mengejak kerjasama ke
RW lain supaya bisa mengelola lingkungan juga, terus saya suruh Bu
Bambang yang bimbing. Pokonya saya dukung.15
Pernyataan tersebut di atas secara eksplisit terungkap bahwa baik
anggota atau ketua kepengurusan RW dan kelurahan setempat mendukung dan
berperan ganda. Berperan sebagai promotor, kolabolator, mediator dan
fasilitator dalam orientasi struktur kekuasaan termasuk indikator
pengorganisasian masyarakat lokal.
8. Batasan Definisi Sistem Klien
Dari data geografis kelurahan Cilandak Barat, bahwa yang dimaksud
masyarakat Kampung Banjarsari adalah warga yang tinggal di RW 08.
Wilayah RW 08 Banjarsari merupakan hasil pemekaran dari wilayah RW 05
Cilandak Barat pada tahun 1970. Pemekaran ini dikarenakan semakin
14 Kuswara Eka, SAP, Wawancara Pribadi (Jakarta 30 Agustus 2010) 15
H Nurjaya, SH, Wawancara pribadi (Jakarta 21 Agustus)
59
meningkatnya jumlah warga. Masih pada tahun ini, jumlah penduduk RW 08
relatif masih kurang, yakni hanya 590 jiwa. Ketika itu, RW 08 Banjarsari
masih masuk ke dalam wilayah Kelurahan Cilandak, Kecamatan Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan. Tetapi dengan alasan yang sama, yaitu meningkatnya
jumlah penduduk. Saat ini Banjarsari masuk ke dalam wilayah Kelurahan
Cilandak Barat Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.16
9. Pandangan Mengenai Kepentingan dari Kelompok-Kelompok
Mengenai adanya perbedaan kepentingan dalam setiap kelompok
masyarakat menurut Harini sangatlah wajar. Mencari kata mufakat melalui
diskusi kelompok atau perundingan menjadi cara yang paling tepat, karena ini
semua untuk kepentingan bersama. Selama ini apa yang dilakukannya tidak
selalu berjalan mulus atau banyak rintangan yang dihadapi, maka untuk
meminimalisir perbedaan tersebut Harini harus pintar memahami kebutuhan
masyarakat dengan cepat. Dinamika ini tercermin dalam pernyataan Harini
yaitu:
Permasalahan yang ada di masyarakat Banjarsari khususnya
lingkungan adalah permasalahan bersama dan harus diselesaikan
bersama pula. Tidak ada pelemparan tanggung jawab pada kelompok
masyarakat tertentu. Perbedaan kepentingan (kelompok masyarakat
dengan ekonomi lemah cenderung pada kepentingan ekonomi,
kelompok masyarakat atas cenderung pada hal-hal pribadi misalnya
populeritas) dalam kelompok masyarakat di banjarsari ini Eyang
melihatnya adalah hal yang wajar, apalagi ini manusia, sekalipun
kembar, nah gimana kata mufakat itu bisa tercetus, maka mau tidak
mau melakukan perundingan atau diskusi, sampai saat ini cara yang
paling baik.17
Dari uraian tersebut dalam teori pengorganisasian masyarakat yang
berkenaan dengan pandangan mengenai kepentingan kelompok-kelompok di
16 Kuswara Eka, SAP, Arsip Kelurahan Cilandak Barat (Jakarta 30 Agustus 2010) 17
Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010)
60
dalam suatu komunitas memenuhi persyaratan pada indikator model
pengorganisasian masyarakat lokal. Indikator-indikator ini yaitu memandang
masyarakat sebagai keseluruhan komunitas geografis dan kesepatan di capai
dari adanya perbedaan di setiap kelompok dalam suatu komunitas.
10. Konsepsi Mengenai Populasi Klien
Harini memandang masyarakat sebagai sebuah keluarga, artinya ketika
salah satu anggota masyarakat dalam keadaan sakit maka dia pun ikut
merasakannya. Dalam upaya mengorganisasikan masyarakat Banjarsari ini,
Harini tidak menjadikan masyarakat sebagai objek, melainkan sebagai
subjek.18
Pernyataan tersebut di atas dalam teori pengorganisasian masyarakat
termasuk dalam salah satu indikator model pengorganisasian masyarakat
lokal, yaitu masyarakat dilihat sebagai subjek dan berpartisipasi aktif atau
terlibat.
11. Konsepsi Mengenai Peran Klien
Masyarakat dalam hal ini menurut Harini harus aktif, dia yang
menentukan mana inti permasalahan dan bagaimana pemecahannya. Dalam
misi penyadaran lingkungan dan melalui usaha pengorganisasian yang
dilakukan Harini, masyarakat dilihatnya memiliki potensi yang besar baik
dalam penyelamatan lingkungan maupun meningkatkan kesejahteraan
ekonomi.
Masyarakat Banjarsari sangat berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan kemasyarakatan. Partisipasi masyarakat ini tercermin dalam berbagai
18
Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010)
61
prestasi yang sudah didapat. Keterlibatan masyarakat dipertegas dalam
pertanyaan Harini yaitu:
Semua anggota masyarakat di kampung Banjarsari ini terlibat
dalam berbagai kegiatan, ada PKK, Wanita Tani, Karang Taruna,
Forum Warga, dan banyak. Apalagi dalam even-even besar seperti hari
besar atau nasional, masyarakat pasti tumpah ruah dan tiap taun kita
ngadain lomba kebersihan atau pekarangan hijau.19
Pernyataan tersebut di atas dalam teori pengorganisasian masyarakat
termasuk dalam salah satu indikator model pengorganisasian masyarakat
lokal, yaitu konsepsi mengenai peran klien dimana masyarakat berpartisipan
pada proses interaksional pemecahan masalah.
B. Penjelasan Model Pengorganisasian
Dari beberapa uraian mengenai temuan indikator pengorganisasian
masyarakat di atas, maka keseluruhan pengorganisasian masyarakat yang
dilakukan oleh Harini mengarah pada indikator model pengorganisasian
masyarakat lokal.
Akan tetapi ada salah satu bagian indikator yang cenderung pada aksi
sosial, yaitu karakterisik taktik dan teknik perubahan yang terlihat pada konflik
atau kontes; konfrontasi aksi yang bersifat langsung atau negosiasi. Hal ini dapat
di lihat dari padangan Harini yang mendukung aksi demonstrasi penyelamatan
lingkungan yang dilakukan oleh mahasiswa atau para aktivis LSM.
Terkait peran, tidak sedikit dari masyarakat maupun kalangan pemerintah
dan LSM menyebut Harini sebagai seorang aktivis lingkungan. Pandangan ini
tentu memiliki alasan, karena dari hasil wawancara diketahui selain dikenal
19
Ibid
62
sebagai praktisi lingkungan, Harini dikenal mendukung tindakan secara frontal
kepada pemerintah, misalnya dalam bentuk aksi atau demonstrasi, asalkan tidak
melanggar misi penyelamatan lingkungan. Aktivis yang tidak radikal lebih
tepatnya demikian, karena selama ini yang dilakukan oleh banyak pihak seperti
aktivis LSM, mahasiswa atau organisasi lainnya, demostrasi dilakukan terkadang
tidak sesuai dengan spiritnya, membakar ban pada saat demonstrasi telah
mencederai misi mulia penyelamatan lingkungan.
Sementara dari sisi asumsinya, Harini melihat tindakan frontal juga
dibutuhkan sebagai kontrol terhadap pemerintah agar beranjak melakukan
evaluasi. Menurutnya, peristiwa Bandung Darurat Sampah merupakan titik
kulminasi dari sikap asuh tak acuh masyarakat dan pemerintah terhadap
lingkungannya. Ini tidak bisa dibiarkan, harus ada tindakan dari masyarakat
lainnya yang masih sadar akan lingkungan.
Dari penjelasan tersebut, penulis akan mengilustrasikan irisan dari temuan
indikator pengorganisasian masyarakat ini, yaitu seperti gambar di bawah ini.
�������
63
Gambar 7. Irisan Indikator Pengorganisasian Masyarakat
Dari gambar di atas terlihat bahwa indikator karakterisik taktik dan teknik
perubahan (akan tetapi hanya pada wilayah asumsi saja) berada di dua lingkaran
antara model pengorganisasian masyarakat lokal dan aksi sosial. Maka
pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Harini tidak sepenuhnya locality
development (pengorganisasian masyarakat lokal), tapi identik.
C. Alur Pengorganisasian Masyarakat Kampung Banjarsari
Pada poin ini akan dijelaskan mengenai alur pengorganisasian masyarakat
lokal yang dilakukan Harini terlepas dari indikator-indikator yang sebelumnya
telah dijelaskan, hal ini ditujukan untuk menggambarkan alurnya secara alami
atau berdasarkan uraian praktisi langsung. Selain itu, adanya perbedaan pada
setiap tahapan dalam alur ini merupakan ciri khas dan menjadi bahan
perbandingan dengan model-model lainnya. Dari hasil wawancara dengan Harini
setidaknya ada 10 tahapan, yaitu sebagai berikut:20
1. Persiapan Pada Diri Praktisi
Tahapan pertama ini merupakan bagian paling penting dalam
mengawali pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Harini, karena
konsistensi dan komitmen yang tinggi terbentuk di tahapan ini. Tidak adanya
keyakinan, motivasi dan aksi pada diri sendiri mustahil bisa mendapatkan hal
diinginkan oleh seorang praktisi. Kecintaan terhadap tanah air menjadi alasan
utama Harini terhadap usahanya selama ini. Harini menyebutnya sebagai
mengikhlaskan diri.
20
Harini Bambang Wahono, Wawancara pribadi, (Jakarta 15 Agustus 2010)
64
a. Motivasi diri
Hal penting lainnya dalam mengawali proses pengorganisasian
masyarakat yang Harini lakukan adalah membulatkan tekad/keyakinan.
Tahapan ini adalah titik awal untuk memotivasi diri praktisi.
b. Mulai dari diri sendiri
Setelah tahapan sebelumnya terpenuhi, hal pertama yang dilakukan
adalah mulai dari diri sendiri. Hal ini menurut Harini ditujukan untuk
pembiasaan pada diri sendiri.
2. Interaksi/Pendekatan dengan Masyarakat
Segala usaha-usaha (tanpa pamrih) penyadaran lingkungan oleh Harini
mengundang simpati warga, maka pendekatan yang bertujuan pun mulai
dilakukan. Ada dua cara pendekatan, yaitu:
a. Keterlibatan langsung
Keterlibatan langsung di sini tidak hanya diartikan sebagai keterlibatan
Harini pada kegiatan-kegiatan yang ada saja, akan tetapi pelibatan
perasaan. Pada tahap ini bisa dicontohkan melalui menjenguk salah
satu anggota masyarakat yang sedang sakit, ikut merayakan ulang
tahun salah satu anggota masyarakat, terlibat dalam pengajian-
pengajian, teman curhat dan sebaginya.
b. Keterlibatan tidak langsung
Untuk tahapan ini Harini selalu mengikuti informasi megenai isu-isu
penting lingkungan dan memberikan kontribusinya melalui sumbangan
pandangan dan dukungan moril.
65
3. Membangun Kontak
Harini mendefinisikannya sebagai upaya untuk mendapatkan orang
yang bisa memberikan banyak informasi tentang keadaan masyarakat, di
samping itu juga sudah mulai melakukan penyebaran ide atau gagasan kepada
beberapa orang yang dianggap sepaham dalam membangun kontak ini.
Dengan tahapan ini Harini mampu melakukan percepatan perubahan
masyarakat Banjarsari.
4. Diskusi Kelompok Melalui Forum Warga
Setelah terjalin kepercayaan dan kontak antar masyarakat, upaya lain
melalui undangan rapat atau membuat forum untuk membahas pemecahan
permasalahan lingkungan menjadi mudah. Diskusi atau forum adalah cara
paling efektif yang selama ini dilakukan oleh Harini, karena meminimalisir
miskomunikasi antar individu atau warga. Alasan lainnya yaitu semua
keputusan didasarkan pada kepentingan dan kesepakan bersama.
5. Membuat Aturan atau Komitmen
Untuk menjaga agar kesadaran terhadap lingkungan terjaga, maka
dibuat aturan yang mengikat warga dalam bentuk tata tertib. Tata tertib ini
disusun atas kesepakatan bersama. Aturan ini akan berubah ketika sudah tidak
sesuai dengan keadaan yang baru. Pada tanggal 1 Januari 2000, dibuat suatu
Peraturan Tata Tertib sebagai berikut:
a. Tiap penghuni bertanggung jawab atas kebersihan huniannya sehingga
tidak mengganggu tetangga maupun kesehatan warga pada umunya.
66
b. Tiap kepala rumah tangga bertanggung jawab atas selokan yang ada di
depan rumahnya.
c. Tiap kepala rumah tangga bertanggung jawab atas separuh jalan yang
berada di depan rumahnya, atau seluruh badan jalan pada kasus rumah
tidak berhadapan.
d. Tiap kepala rumah tangga bertanggung jawab atas pemilahan sampah
dari dapur dan pekarangan rumah tinggalnya.
e. Tiap rumah tangga dianjurkan membuat kompos dan menggunakan
hasil komposnya untuk menanam obat, rempah dapur, pohon bunga
atau pohon produktif.
f. Sanksi: denda untuk kas lingkungan. Besarnya denda tergantung
kesepakatan.
g. Penghargaan: hadiah bagi yang melakukan dengan baik.21
6. Pemetaan Permasalahan
Ketika kesepakatan untuk menyelesaikan masalah sudah tercapai,
tahapan selanjutnya adalah membuat peta pemecahannya. Pertama, ditentukan
sumber masalah secara bersama-sama. Kedua, pembagian tugas sesuai dengan
porsi masing-masing individu atau warga.
7. Pembentukan Kelompok Kecil
Selanjutnya, Harini membuat kelompok-kelompok kecil yang sesuai
dengan minat masing-masing. Kelompok ini tentu yang sepaham/sehati
terhadap kepedulian lingkungan. Kemudian melakukan kaderisasi secara terus
21
Arsip Kampung Banjarsari (Jakarta 15 Agustus 2010)
67
menerus lintas usia. Hal ini dilakukan agar kesadaran masyarakat terus
terjamin.
8. Perencanaan Pengorganisasian
Seiring dengan proses pembentukan kelompok kecil, Harini membuat
perencanaan pengorganisasian yang nantinya akan dijadikan pedoman dan
bahan refleksi secara terus-menerus dalam melihat perkembangan
permasalahan.
9. Pembentukan Organisasi
Setelah rampung dalam perencanaan pengorganisasian, Harini
membentuk organisasi dari kelompok-kelompok kecil tadi. Menurutnya,
organisasi menjadi penting sebagai wadah yang memudahkan dalam
melakukan proses kepedulian atau pengelolaan lingkungan; penghijauan dan
pengelolaan sampah.
10. Membangun Jaringan
Terakhir, setelah organisasi terbentuk, Harini membangun jaringan
atau kerjasama dengan kawasan di luar Jakarta, misalnya daerah Rawasari.
Dalam proses pembangunan jaringan ini Harini tidak secara aktif
menyebarluaskan model pengelolaan lingkungannya, akan tetapi sebagian
besar pihak luarlah yang berinisiatif.
Awal mula jaringan ini terbentuk ketika masyarakat Banjarsari mulai
memberanikan diri mengikuti lomba-lomba yang diadakan oleh instansi
pemerintah atau swasta tentang kebersihan lingkungan. Prestasi yang
gemilang membuka akses bagi pihak luar untuk melakukan kerjasama baik
dalam bentuk pelatihan atau studi banding. Dari sinilah Harini mulai melihat
68
peluang yang besar untuk lebih menyebarkan luaskan ide atau gagasan
mengenai pengelolaan lingkungan. Maka harapan besar Harini untuk
menyadarkan masyarakat sangat terbuka. Dari keseluruhan tahapan itu, Harini
melakukannya secara alami, pengetahuan dalam melakukan pengorganisasian
di dapatkannya dari bangku sekolah di zaman Belanda dahulu, nilai kejujuran,
kerja keras tapi cerdas menjadi kunci keberhasilan.
Adapun penjelasan mengenai alur model pengorganisasian masyarakat
lokal yang dilakukan Harini ini dapat dilihat dalam ilutrasi gambar berikut:
Gambar 8. Alur Model Pengorganisasian Masyarakat
Berdasarkan informasi dan wawancara dengan Harini, pengorganisasian
masyarakat yang dilakukan Harini ini dapat terbagi kedalam tiga periode yaitu era
prakarsa masyarakat (sebelum 1996), era intervensi pihak luar (1996-2002), era
pengembangan jaringan (2002 – sekarang), periodisasi ini hanya dimaksudkan
untuk melihat perbedaan dari intervensi yang dilakukan dari pihak luar maupun
pihak dalam.
Banjarsari
Asri
69
Pertama, periode prakarsa masyarakat (sebelum tahun 1996), kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan (penghijauan, kebersihan lingkungan dan
pengelolaan sampah) sudah dimulai sejak tahun1980-an. Melalui penerapan 10
Program Pokok PKK, maka para pengurus PKK khususnya di RT 007 berusaha
mendorong peningkatan kesadaran masyarakat bahwa manusia dalam hidupnya
memerlukan lingkungan yang baik, bersih, sehat, dan nyaman.
Perwujudan dari peningkatan kesadaran masyarakat sudah mulai
tampak dengan adanya upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan fisik
melalui upaya penanaman tanaman untuk menciptakan kesejukan lingkungan
dan lingkungan sosial terkait dengan pengelolaan lingkungan yaitu
melaksanakan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar seminggu
sekali. Mengingat lahan yang terbatas, umumnya masyarakat di Kampung
Banjarsari menggunakan secara maksimal pekarangan yang mereka miliki.
Demikian pula masyarakat menggunakan pot-pot untuk menanam bunga
dalam rangka menambah keasrian dan kesejukan lingkungan Banjarsari.
Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat tersebut, di
lingkungan Kampung Banjarsari sering diadakan perlombaan kebersihan
antar-RT secara terbatas dalam lingkup RW. Lomba-lomba ini dilaksanakan
setiap tahun yang biasanya dirangkaikan dengan perayaaan hari besar nasional
seperti hari kemerdekaan bangsa Indonesia setiap tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam beberapa tahun, lomba-lomba tersebut ternyata membawa pengaruh
positif pada meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan di satu sisi dan disisi yang lain adalah adanya peningkatan
kebersihan lingkungan kampung Banjarsari.
70
Kedua, periode intervensi pihak luar (1996-2002), pada era 1990-an ini
kesadaran lingkungan masyarakat lebih spesifik yaitu menekankan pada
pengelolaan sampah terpadu. Dari upaya ini masyarakat Banjarsari mulai
memberanikan diri mengikuti lomba-lomba kebersihan dan lingkungan yang
diadakan oleh berbagai instansi dan lembaga. Dari sinilah prestasi masyarakat
banjarsari banyak ditorehkan. Prestasi inipun mengundang UNESCO untuk
menjadikan Kampung Banjarsari sebagai pilot project dalam pengelolaan
sampah dan daur ulang limbah. Pada saat kerjasama inilah UNESCO
menerapkan intervensi sosial melalui 2 cara, yaitu mengadakan pelatihan dan
memberikan bantuan berupa alat.
Ketiga, periode pengembangan jaringan, pada era ini adalah akhir dari
intervensi UNESCO terhadap Kampung Banjarsari. Namun kebiasaan
mengelola sampah dan peduli terhadap lingkungan sudah menjadi bagian
hidup masyarakat. Dari UNESCO ini pengetahuan masyarakat bertambah,
maka banyak dari tokoh masyarakat yang menjadi instruktur, juri, pengawas,
mentor dan lain sebagainya di berbagai daerah, bahkan luar negeri. Maka
semakin luaslah jaringan yang dibangun masyarakat Banjarsari. Secara
ringkas uraian mengenai periodisasi ini dapat dirangkum pada gambar berikut:
Gambar 9. Periodisasi Intervensi Masyarakat Banjarsari
Periode Prakarsa Masyarakat Periode Intervensi UNESCO Periode Membangun Jaringan
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, penulis
menyimpulkan bahwa model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung
Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan ini termasuk ke
dalam model pengorganisasian masyarakat lokal.
Hal tersebut sesuai dengan temuan yang didapat dari masing-masing
indikator pengorganisasian masyarakat sebagai berikut:
1. Tujuan tindakan pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di
Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Barat Jakarta
Selatan ini adalah untuk memahami pentingnya proses.
2. Pandangan Harini Bambang Wahono mengenai struktur komunitas dan
permasalahan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Barat Jakarta dalam melakukan pengorganisasian masyarakat terkait
peningkatan kesadaran lingkungan, yaitu adanya sikap acuh tak acuh di
masyarakat atau egoisme sosial dan permasalahan yang timbul merupakan
tugas bersama.
3. Strategi perubahan dasar yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono
dalam melakukan pengorganisasian masyarakat terkait meningkatkan
kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
72
Cilandak Barat Jakarta Selatan adalah pelibatan masyarakat secara
langsung dalam proses penentuan sumber masalah dan pemecahan
masalah.
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono dalam melakukan pengorganisasian masyarakat terkait
peningkatkan kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak
Barat Kec. Cilandak Barat Jakarta Selatan, yaitu semuanya atas dasar
kesepakatan dan kepentingan bersama, dan adanya proses dialog antar
kelompok yang berbeda kepentingan.
5. Peran yang menonjol dari Harini Bambang Wahono ketika melakukan
pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Barat Jakarta
Selatan adalah sebagi pendamping, koordinator, motivator dan mentor.
6. Media perubahan yang dilakukan Harini Bambang Wahono dalam
melakukan pengorganisasian masyarakat terkait peningkatkan kesadaran
lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Barat Jakarta Selatan yaitu melakukan kerjasama dengan kelompok-
kelompok kecil yang berbeda minat dan kelompok masyarakat yang
berbeda kelas ekonomi dan pendidikan
7. Orientasi terhadap struktur kekuasaan dalam proses pengorganisasian
masyarakat terkait peningkatan kesadaran lingkungan yang dilakukan
Harini Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Barat Jakarta Selatan adalah aparat setempat melakukan
kerjasama dan kolaborasi dalam proses pengorganisasian.
73
8. Batasan definisi klien dalam pengorganisasian masyarakat yang dilakukan
Harini Bambang Wahono terkait peningkatan kesadaran lingkungan adalah
warga yang tinggal di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Barat Jakarta Selatan.
9. Pandangan Harini Bambang Wahono mengenai kepentingan kelompok-
kelompok dalam pengorganisasian masyarakat terkait peningkatan
kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Barat Jakarta Selatan yaitu musyawarah sebagai cara paling tepat
dalam mencapai mufakat, karena semuanya atas dasar kepentingan
bersama.
10. Konsepsi mengenai populasi klien menurut Harini Bambang Wahono
dalam melakukan pengorganisasian masyarakat terkait peningkatan
kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Barat Jakarta Selatan adalah klien dianggap sebagai
partner/warga sederajat yang memiliki potensi yang bisa terus
dikembangkan.
11. Konsepsi mengenai peran klien menurut Harini Bambang Wahono dalam
melakukan pengorganisasian masyarakat terkait peningkatan kesadaran
lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Barat Jakarta Selatan yaitu warga berpartisipasi aktif dan tidak dijadikan
objek tetapi subjek.
Adapun tahapan-tahapan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan
Harini Bambang Wahono di Kampung Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Barat
Jakarta Selatan tanpa terikat dengan indikator-indikator pengorganisasian di atas,
74
yaitu persiapan pada diri praktisi, interaksi/pendekatan terhadap masyarakat,
membangun kontak, diskusi kelompok melalui forum warga, membuat aturan atau
komitmen, melakukan pemetaan permasalahan, pembentukan kelompok kecil,
perencanaan pengorganisasian, dan membangun jaringan.
Selain itu pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Harini Bambang
Wahono di Banjarsari terbagi dalam 3 periode, yaitu periode prakarsa masyarakat
(sebelum tahun 1996), periode intervensi pihak luar (1996-2002) dan periode
pengembangan jaringan.
B. Saran-saran
Untuk mendukung upaya Harini Bambang Wahono dalam
mengorganisasikan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran
lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Barat
Jakarta Selatan direkomendasikan sebagai berikut:
1. Hendaknya Harini Bambang Wahono memberikan promosi kepada tokoh-
tokoh seperjuangan, seperti Nina Sidle dan Agustin Riyanto, juga para
kader serta masyarakat untuk menjelaskan peran-peran penting mereka
sehingga tidak terkesan bahwa kemajuan masyarakat Banjarsari hanya
melalui satu peran seseorang saja, ini dimaksudkan untuk memberikan
porsi yang sama kepada masyarakat baik internal maupun eksternal
tentang kemajuan kampung Banjarsari.
2. Hendaknya Harini Bambang Wahono selalu melakukan koordinasi dengan
pemerintahan setempat (RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan) agar tidak
terjadi pengguguran kewajiban dari mereka, sehingga hak masyarakat
Banjarsari seperti dukungan moril atau infrastrutur tidak terabaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Rukminto, Isbandi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan
Intervensi Komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
2003.
Adi, Rukminto, Isbandi, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas
dari Pemikiran Menuju Penerapan, Jakarta: Fisip UI Press 2007.
Al Barry, M. Dahlan dan Partanto, Pius A, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
ARKOLA, 2001.
Alwi, Hasan, (ed), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002,
cet. Ke-2
Amri, Mulya dan Sarosa, Wicaksono, CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial,
Jakarta: Indonesia Business Links, 2008.
Arsip Aplikasi STPP, Manajemen Bidang Lingkungan Hidup, Maret 2009.
Database, Good Practices: Kegiatan Lingkungan Berbasis Masyarakat di
Indonesia, Japan Bank For International Cooperation, Desember 2007.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Tata
Perkotaan dan Tata Perdesaan Direktorat Perkotaan dan Perdesaan
Wilayah Barat, Kel. Banjarsari Upaya Pengelolaan Sampah Secara
Individual, Juni 2002.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direkorat Jenderal Tata
Perkotaan dan Tata Pedesaan: Buku Panduan Kelurahan Cilandak Barat,
Geografi dan Iklim/Geographcal And Climate, 30 Agustus 2010.
Dydiet, Hardjito, Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, Yogyakarta: Andi Offset. 1989
Indrawati, Ida, Tanya-Jawab Pengantar Manajemen Organisasi, Bandung: CV.
ARMICO, 1988.
Inoguschi, Takashi, Edward Newman dan Glen, Kota Dan Lingkungan, Jakarta:
LP3ES, 2003.
Kartasasmita, Ginanjar, Peringatan Hari Ke-28 Pusat Kesenian Jakarta-Taman
Ismail Marzuki, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, cet. Ke-1 Jakarta, 19
November 1996, (arsip pidato kebudayaan).
Moleong, Lexy J, M.A., Prof., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2004, cet. Ke-20.
Nawawi, Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992.
Pangaribuan, Tigor, Kamus Populer Lengkap, Bandung: Pustaka Setia, 1996.
Silalahi, Merry, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02
Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan,
Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat), Bogor: Tesis Program
Jurusan Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor, 2009.
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung:
Anggota IKAPI, 2005.
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1995.
Soemarwoto, Otto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yogyakarta: GAJAH
MADA UNIVERSITY PRESS, 2005, cet. Ke-11.
Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2007
Syamsir, Salam, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Kamus Pusat Bahasa
Departement Pendidikan Nasional, 2008.
TIM Penyusun, Modul Pelatihan Pengorganisasian Rakyat, Jakarta: Indonesian
Institute for Civil Society (INCIS), 2003), cet. Ke-1.
Internet
http://www.indosiar.com/fokus/60136/pengolahan-sampah-lingkungan (diakses
pada tanggal 15 jam 23:00)
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:pwKO8XpXBMJ:majala
h.tempointeraktif.com/id/arsip/2007/03/26/LIN/mbm.20070326.LIN12348
4.id.html+kampung+banjarsari+cilandak+harini+bambang+wahono+koran
+tempo&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a (diakses pada
tanggal 15 jam 23:30)
http://opi.110mb.com/hadistwebsoftware (diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
�
�
�
���
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Tiga Model Pengorganisasian Masyarakat ...................................... 23
2. Tabel 2 Tingkat Pendidikan Kampung Banjarsari RW 08 ............................ 40
3. Tabel 3 Perbandingan Jumlah Laki-laki dan Perempuan ............................. 41
1
Lampiran 2
T R A N S K I P W A W A N C A R A
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dan tropman, 1987)
Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model).
Sifat : Pendahuluan
Responden : Faturahman (Anggota Masyarakat Banjarsari)
Hari/Tanggal/
Lokasi : Sabtu, 1 Agustus 2010 / Warung di Kampung Banjarsari
Waktu : 11-00-12:00
Model Pengorganisasian Masyarakat
P Apa yang bapak tahu tentang Bu Bambang?
R
Bu bambang warga sini…dia terkenal aktivis lingkungan sini….banyak orang sih
yang berkunjung ke rumahnya…ada orang jepang….kemaren kalau ga salah ke
rumahnya….ada mahasiswa…pemerintahan…dia orangnya baik1
P Dia orang bagaimana, cara bergaul dengan masyarakat misalnya?
R
Dia orangnya baik, semua masyarakat di sini kenal…dia tuh emang sabar, ga putus
asa, mau belajar sama orang…dia bagus kalau dengan masyarakat…kalau ga bagus
mana mungkin masyarakat kenal sama dia…baiklah
P Bapak sendiri ikut dalam kegiatannya Bu Bambang?
R Oh ya…tapi saya sendiri enggak, paling istri saya aja…tapi kita kan semua punya
tanggung jawab buat jaga kebersihan di sini….yang paling saling menjaga aja
P Apa kekurangan Ibu Bambang menurut bapak?
R Kekurangan…apa ya…ga ada sih…engga ga ada saya sering maen ke rumahnya,
1 Dijadikan Footnote pada BAB III Hal 36
Note Book Mini
2
eyang baik, ramah
P Bapak sendiri ikut dalam kepengurusan Rt atau Rw di sini?
R Oh enggak…saya saya masyarakat biasa aja…ya kalau ada kegiatan-kegiatan
model kerja bakti…saya pasti ikut…karena memang di sini cukup aktif ya
P Bapak sendiri aktivitasnya apa saja, atau istri bapak?
R Oh saya biasa aja…kerja, pagi-pagi berangkat kerja…istri yang munkin di dapur
atau nyiram tanaman…
P Yang bapak tahu tentang aktivitas di kampung ini, terutama masalah pengelolaan
sampah atau penghijauan?
R Ya…PKK, Karangtaruna, dulu sempet Komite Lingkungan….yang paling itu aja
sih…paling kalau ada perbaikan atau kerja bakti biasanya semuanya keluar tuh…
P Menurut bapak yang ikut kegiatan yang diadakan oleh Ibu Bambang banyak yang
mengikuti di sini?
R Hm..enggak semua sih…paling Ibu-ibu di sini mah…ada anak-anak juga palin
enggak semua, remajanya juga ada
P Aktivitas di sini apa saja yang bapak tahu, maksudnya masyarakat di sini?
R
Seperti masyarakat lainnya…ada yang kerja…kalau yang Ibu-ibu nganter anak-
anak ga ada yang aneh sih….oh kalau itu memang iya paling pagi, siang, sore pada
nyiram tanaman, bersih-bersih paling gitu aja…ya
Catatan :
Pertanyaan bersifat eksploratif dan selalu dilakukan probing
Lampiran
Penghargaan-penghargaan Piagam penghargaan
Kegiatan kerja bakti Halaman depan rumah
Harini Bambang Wahono
Keasrian sepanjang jalan
Kampung Banjarsari
Produk-produk daur ulang
Halaman belakang rumah
Harini Bambang Wahono
Mengajar Bahasa Inggris
kepada anak-anak di lingkungan
sekitar
Gapura Kampung
Banjarsari
Kertas hasil daur ulang
Tong sampah Kampung
Banjarsari
Suasana sepanjang jalan
Kampung Banjarsari
Tempat pelatihan Hasil kerajinan
1
P A N D U A N W A W A N C A R A
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Masyarakat Biasa 1
Hari/tanggal : 7
Bulan : Agustus
Perihal : Model pengorganisasian masyarakat
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dalam Hartuningsih, 2003)
Sub : Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model), reformasi sosial (social reform model) atau terpadu
Jumlah
Responden : Ernawati
�
��������������
�
No Indikator/Parameter Pertanyaan
1 Kategori tujuan
tindakan masyarakat
Apa ujuan ibu mengikuti kegiatan ini?bagaimana cara ibu Harini
memberikan pengajaran atau penyuluhan?
Jawab:
Tujuan saya ya…untuk memelihara lingkungan saja, kalau
lingkungan bersih kan kitanya juga enak, masyarakat sini juga
enak.
Bu Bambang kita sering kumpul, dulu sih sering cuman sekarang
kan masyarakt udah bisa sendiri, jadi enggak
2
Asumsi mengenai
struktur komunitas dan
kondisi
pemasalahannya
Ibu sendiri merasa hambatan apa yag dirasakan? Bagaima
dengan kondisi masyarakat di sini?
Jawab:
Hambatan…hambatan itu ga ada, masyarakat jalan saja…
Permasalahann mah ada saja, yang miskin, yang ga sekolah…ya
ada
3
Strategi perubahan
dasar
Biasanya Ibu Bambang tahapannya apa saja dalam kegiatan yang
ibu/bapak ikut?
Jawab:
Bu Bambang sih biasa aja ya…kita bareng-bareng aja, kalau ada
acara atau apa kita kumpul…masyarakat diundang, kayak
yasinan atau pengajian…..Oh ya… kita kalau ada pembahasan
2
mengenai masalah lingkungan pasti kita dilibatin, soalnya
permasalahan lingkungan di lingkungan sini berarti masalah
bersama, kayak kemarin di daerah bawah ada kebanjiran kita
semua terlibat. Penghijauan juga sama, pokonya pasti dilibatin.
Yang kordinatorin kan Ibu Bambang…sama Bu Nina…juga
4
Karakterisik taktik dan
teknik perubahan
Apa benar di sini pernah diadakan arisan lingkungan? Bisa
ceritakan bagaimana prosesnya?adakah kegiatan lain?
Jawab:
Oh ya, saya ikut, tapi enggak semua paling ibu-ibunya saja,
arisannya kayak biasa Cuma yang menang dapet tanaman
dikasih ya gitu terus kita di sini kalau ada permasalahan apa pun,
misalnya sampah, selalu kesepakatan bersama. Kalau tidak
begitu suka terjadi kecemburuan atau cek-cok, misalnya masalah
penyimpanan pot-pot tanaman harusnya seperti apa, itukan perlu
dibicarain sama-sama. Kita biasanya diskusi bareng aja1
5
Peran praktisi yang
menonjol
Dalam kegiatan ibu berperan sebagai apa?Ibu Bambang sebagai
apa?
Oh saya engga sebagai apa-apa ya, biasa aja, kita bareng-
bareng…bu Bambang udah lama di sini mengurusi lingkungan
dan penghijauan dia dikenal sebagai teman, dan warga di sini
sudah lama bekerjasama dengan dia tokoh masyarakat di sini dan
sering ngadain pelatihan sama orang-orang di luar2…ada banyak
kemaren ada mahasiswa dari Jepang kalau ga salah…
6 Media Perubahan
Ketika ada ajakan dari Ibu Bambang ibu selalu ikut
serta?bagaiman cara mengajak warga?
Jawab:
Tergantung…kalau emang ada waktu saya juga ikut, tapi
sekarang-sekarang saya sibuk kerjaan rumah jadi jarang ikut..
Biasa aja…ya seperti orang ngajak saja
7 Orientasi terhadap
struktur kekuasaan
Yang ibu/bapak lihat keharmonisan antar warga
bagaimana?antara Ibu Bambang dengan aparat?Aparat dengan
masyarakat?
Jawab:
Selama ini harmonis-harmonis saja tuh de…ga da masalah…Ibu
juga baik hubungannya…kalaupun ada masalah itu biasa….
Aparat….pak RW maksudnya…aman-aman saja, ga da
apa….harmonis
8
Batasan definisi sistem
klien dalam komunitas
(konstituensi)
Dalam kenyataannya siapa saja yang terlibat?adakah pembedaan
si miskin atau si kaya atau etnis?
Jawab:
Maksudnya?...dalam kebersihan lingkungan kita masyarakat
semua terlibat…
9 Asumsi mengenai Perselisihan apa yang biasanya yang terjadi antar kelompok
1 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 50 2 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 52
3
kepentingan dari
kelompok-kelompok di
dalam suatu komunitas
masyarakat di sini?
Jawab:
Ga ada tuh, paling Cuma masalah kebersihan aja…ada yang
bersih lingkungannya…biasanya jadi bahan omongan
10
Konsepsi mengenai
populasi klien
(kostituensi)
Menurut ibu potensi masyarakat di sini itu apa?apakah ikut aktif
atau tidak?
Jawab:
Ga tau yah…semua udah bekerja sih de…saya biasa saja
11 Konsepsi mengenai
peran klien
Bagaimana keterlibatan masyarakat sendiri terhadap upaya
kesadaran dan penyelamatan lingkungan ini? Apakah sejauh ini
sudah sesuai harapan? Harapannya seperti apa?
Jawab:
Masyarakat terlibat semua…yang ini ada saja…namanya juga
orang …sesuai
1
Lampiran 3
O B S E R V A S I
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dan tropman, 1987)
Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model).
Sifat : Observasi
Responden : -
Hari/Tanggal/
Lokasi : Sabtu, 7 Agustus 2010 / Wilayah RW 08 & Rumah Ibu Harini
Waktu : 15-00-14:00
Observasi
Harini ini adalah hari ke 4 seingat saya datang ke Kampung Banjarsari ini, dari
pengamatan penulis, yaitu dari gang masuk jika melalui jalan pinggiran lampu merah
Fatmawati, jalan-jalan begitu bersih, walaupun pot-pot tanaman kurang terlihat dan
terkesan gersang. Memasuki Banjarsari IV mulai terasa sejuk dan bersih, yaitu tepat di
tengah perempatan antar gang di wilayah RW 08. Tepat di depan jalan dimana saya
berjalan terdapat tong sampah kebanggaan masyarakat dengan tiga warna, merah, hijau
dan kuning kemerah-merahan (krem) sebagai kode pemilahan jenis sampah, organik, non
organik dan lain-lain. Keseluruhan wilayah RW 08 Kampung Banjarsari ini sangat sejuk,
karena hampir di setiap depan rumah di simpan pot-pot tanaman dan di lahan-lahan
kosong ditanami pepohonan hias atau pohon biasa.
Note Book Max
2
Kemudian saya berjalan menelusuri jalan menuju rumah Eyang, 30 meter kira-kira
sebelum rumahnya terdapat tempat usaha penjualan mobil atau mungkin bengkel,
kondisinya bersih, rapi dan sekila orang akan melihatnya bukan sebagai tempat usaha tapi
rumah biasa. Persis di depan bengkel ini ada rumah dengan tulisan di halam rumahnya
“Kelompok Tani Dahlia”, itu sepertinya rumah Ibu Nina Sidle. Akhirnya saya sampai di
rumah Eyang, seperti biasa Eyang sedang menyiram dan merawat tanamannya, kemudian
penulis bertegur sapa sekaligus menanyakan kabar Eyang. Rumah Eyang sederhana, tapi
semua sudut di rumahnya penuh dengan tanaman, jadi suasananya sejuk, sunyi, tapi
bergairah. Ya ternyata betul apa yang dikatakan masyarakat sekitar ketika menunjukan
rumahnya saat penulis pertama kali berkunjung, kira-kira 6 bulan yang lalu, “rumah bu
Bambang yang banyak pohonnya dan orangnya sudah tua yang rumahnya adem pasti
ketemu”.
Seperti biasa Eyang memberikan segelas minuman, kemudian penulis
mengutarakan masksud kedatangan hari itu yaitu hanya observasi atau melihat-lihat.
Eyang memberitahu saat ini mulai berencana untuk membuka program pengajaran bahasa
Inggris untuk anak-anak di sekitar rumahnya, jadi mungki ke depan Eyang sibuk ngajar
untuk jam sore seperti ini. Penulis menganggukan kepala seraya memaklumi. Dari
selingan obrolan datang ke rumah eyang seorang Ibu yang sebaya dengan Eyang dan
menanyakan tentang rencana pengajaran anak-anak, Eyang mendekatinya dan
mengajaknya ke luar rumah, ditepuknya pinggang temannya sebagai bentuk keakraban
keduanya, mereka sangat akrab. Setelah itu, Eyang kembali dan penulis menanyakan
tentang temannya itu, Eyang bilang dia Ibu Nina Sidle teman dan kader saya. Selang
beberapa menit, datang anak-anak kecil ke rumah Eyang sambil meminta izin bermain di
rumahnya, Eyang mengizinkan sambil mengusap kepala anak itu, penulis melihat itu
sebagai pendekatan. Memang dari beberapa kunjungan penulis sering melihat Eyang
3
melakukan sentuhan fisik terhadap lawan bicaranya, mengusap kepala kepada anak-anak,
merangkul pingggang terhadap teman sebaya, membungkukan badan kepada orang yang
dihormati kepada pak RW jika kebetulan melewati rumah Eyang.1
Kemudian penulis melanjutkan obrolan dengan Eyang, penulis melakukan
wawancara secara tidak terstruktur (orbolan bertujuan) dan melakukan observasi tempat.
Dari pengakuannya yang dilakukan Eyang selama ini adalah kerjasama antar kelompok
masyarakat: kelompok dengan tingkat ekonomi atas dan menengah melalui kegiatan
penghijauan atau penanaman tanaman obat, untuk ekonomi tingkat bawah melalui
kegiatan daur ulang sampah. Selain itu kerjasama juga dilakukan dengan pemerintahan
setempat (RT, RW dan kelurahan) dengan membentuk komite lingkungan yang
diprakarsai oleh UNESCO. Itu terlihat dari beberapa foto kegiatan di rumahnya.
Kemudian kerjasama dengan lembaga di luar Jakarta (pemerintah DKI Jakarta dan
lembaga yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan dan lain-lain) dan luar negeri
(Filiphina, pemerintahan Thailand dan lain-lain)2
Selain itu, Eyang memanggil anaknya untuk menyiram tanaman di depan
rumahnya, Eyang mengatakan tanaman disiram 3-4 kali sehari, pagi, siang, sore dan
malam hari. Eyang juga menceritakan siapa saja yang sudah datang ke rumahnya untuk
tujuan berkunjung, belajar dan berlatih, ada anak SMA, kalangan pemerintah, DINAS,
masyrakat di daerah lain, pokonya banyak. Saat ini, pelatihan sudah dilakukan ke beberapa
sekolah, Eyang sering diundang ke beberapa sekolahan di Jakarta, ada yang datang ke
rumahnya juga.
Dalam beberapa kesempatan eyang bisa disebut artikulator, eyang selalu menjadi
bahan rujukan untuk menjelaskan berbagai kebingungan yang dialami oleh kader atau
tetangganya, paling sering menjelaskan kebingungan tentang perawatan tanaman obat.
1 Dijadikan Footnote di BAB IV Hal 49 2 Dijadikan Footnote di BAB IV Hal. 53
1
Lampiran 3
P A N D U A N W A W A N C A R A
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Responden : Kuswara Eka, SAP Ketua RW 08
Hari/Tanggal/
Lokasi : Senin, 30 Agustus 2010 / Rumah RW
Waktu : 12-27-14:02
Observasi
Setelah beberapa lama penulis menunggu surat disposisi untuk wawancara,
akhirnya hari ini penulis bisa mewawancarai wakil kelurahan Cilandak Barat Jakarta
Selatan. Dalam wawancara ini penulis lebih banyak menanyakan profil Banjarsari dan
sedikit menyinggung indikator pengorganisasian masyarakat. Responden lebih banyak
menjawab dengan merekomendasikan arsip dan panduan wilayah Kecamatan Cilandak.
berikut petikan wawancaranya:
1. P : Yang bapak tahu Banjarsari itu dulunya seperti apa, mungkin ke sejaranya?
J : Sebetulnya saya tidak tahu persis, namun dari beberapa
informasi…khususnya orang dulu yang pernah menjadi pengurus kelurahan ini
bilang…dulunya…dulu ini wilayah kebun jati, tapi sejalan perkembangan lama-
kelamaan seperti sampai sekarang ini.
2. P : Katanya Banjarsari atau RW 08 ini hasil pemekaran?
J : Ya, wilayah RW 08 Banjarsari merupakan hasil pemekaran dari wilayah RW
05 Cilandak Barat pada tahun 1970an…pemekaran ini dikarenakan semakin
meningkatnya jumlah warga…waktu itu…RW 08 Banjarsari masih masuk ke
dalam wilayah Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan…tapi dengan alasan
Note Book Max
2
meningkatnya jumlah penduduk tadi…saat ini Banjarsari masuk ke dalam wilayah
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
3. P : Perbatasannya dengan apa saja?
J : Sebelah timur sana berbatasan dengan Kelurahan Cilandak Timur…sebelah
utaranya berbatasan dengan kelurahan Gandaria Selatan/Kelurahan Cipete
Selatan..terus sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Pondok Labu dan
sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pondok Pinang….
4. P : Kondisi geografisnya gimana?seperti keadaan tanah, sering banjir atau tidak?
J : Wilayah Kelurahan Cilandak Barat termasuk daerah dataran rendah dan
memiliki kontur tanah yang relatif agak bergelombang…kalau dari beberapa
kasus…yang berhubungan dengan kerusakan lingkungan, misalnya banjir, tanah
longsor, kekeringan atau lainnya, daerah ini terbilang aman…kemudian di wilayah
juga dua sungai mengalir dari wilayah Depok menuju Bogor.
5. P : Jumlah penduduknya bisa dijelaskan dari tahun ketahun?
J : Untuk data-data statistiknya semua ada di buku panduan dan arsip
ini…paling dari beberapa RW itu…RW 08 sama RW 06 yang paling
padat…karena akses ke jalan lebih mudah…dan dekat pusat kota…
6. P : Kalau untuk penyebaran usianya?
J : Kalau dari arsip ini…secara jelas khususnya Banjarsari lebih didominasi oleh
usia dewasa dan senja….maka mungkin aktivis lingkungannya juga banyaknya
dari ibu kan…atau karena tingkat kelahirannya juga makin menurun…
7. P : Kalau kerjasama dengan Ibu Bambang seperti apa?
J : Sampai saat ini kita tetap kerjasama dengan Bu Bambang…dulu sempat
membentuk Komite Lingkungan dan berjalan sampai sekarang….sekarang kita
3
masih terus kerjasama…apalagi kalau ada kegiatan atau kungjungan dari
pemerintah luar…kita pasti ikut mendukung.
8. P : Kalau ada dukungan perannya seperti apa?
J : Oh ya, kita sering kali menjadi promotor, fasilitator atau mediator dalam
kerjasama dengan kampung atau kelurahan lain.
9. P : Tahun berapa kira-kira awal jumlah penduduk Banjar sari dahulu?
J : Dulu tahun 1970an, sekitar 590an jiwa…kalau sekarang ga tau
yah…mungkin sekitar 600% mungkin sampai…coba dilihat di arsip ini…
10. P : Kalau peran Bu Bambang selain dikenal praktisi lingkungan juga apa?
J : Bu Bambang sudah lama dikenal tokoh masyarakat Banjarsari…setahu
saya…selain sebagai tokoh…beliau juga sebagai pembimbing dan mentor bagi
masyarakat..sekarang saja beliau dikenal sama orang-orang sebagai praktisi
lingkungan
1
Lampiran 1
W A W A N C A R A T I D A K T E R S T R U T U R
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dan tropman, 1987)
Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model).
Sifat : Pendahuluan
Responden : Harini Bambang Wahono
Hari/Tanggal/
Lokasi : Minggu, 27 Juni 2010 / Rumah Ibu Harini
Waktu : 15:10-15:30
Model Pengorganisasian Masyarakat
P Bisa diceritakan tentang pengalaman Ibu dalam membangun masyarakat Banjarsari
ini?
R
Tantangan pasti ada…tapi semuanya harus memulai dari proses dulu, Ibu sudah
sering berbicara di depan para pejabat dan pemerintah di daerah atau seperti
kemarin saya habis di Pontianak…mereka sangat antusias ingin belajar dari kita,
pengalaman banyak mungkin bisa dilihat dari beberapa penghargaan yang didapat,
ada dari media, perusahaan, pemertintahan…banyak mungkin kamu bisa lihat
sendiri di dinding yang nempel sertifikat atau penghargaannya…
Terus, dalam usaha mengorganisir masyarakat di sini selalu melalui tahapan atau
proses, itu slalu ya…semuanya ga ada yang ga pake proses, dan ingat harus berani
untuk memulai, ini penting. Nah, selain itu, yang yang menurut Eyang penting juga
adalah yakinkan diri dulu dan cinta terhadap tanah air penting untuk mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan langsung, eksen (action), inilah yang Eyang
lakukan. Dalam proses ini pun Eyang sebagai praktisi harus selalu melakukan
Note Book Mini
2
pendampingan supaya ada pengawasan terhadap mereka. Di proses pendampingan
inilah Eyang memberikan doktrin bahwa “proses itu penting”. Itu semua supaya
mereka bisa mandiri1
P Harapan ibu seperti apa kedepannya untuk Kampung Banjarsari ini?
R
Harapan saya ya…tentunya inginnya semua masyarakat sadar tentang lingkungan,
terutama sampah…saya sering lihat di pinggiran daerah BSD sana ada tumpukan
sampah yang itu terlihat sama semua orang yang lewat situ…saya sendiri sampai
heran…itu gimana dengan pemerintahnya atau warganya…mereka acuh tak acuh
sepertinya…itulah, memang terlalu berlebihan untuk bisa menyadarkan masyarakat
semua, ya itu aja..
P Apakah Kampung ini sudah ideal menurut Ibu?
P
Untuk saat ini ya…tapi saya harapkan untuk masyarakat sini tidak pernah puas,
karena apa…tetangga RW lain belum melakukannya seperti kita,…pelan-pelan
lah…ya tapi itu tadi sekarang ini cobaan saya gunjingan orang-orang, ya…itu saya
harus kuat
P Apa tujuan Ibu membangun masyarakat Banjarsari untuk sadar atau peduli
lingkungannya?
R
Tujuan saya adalah menyelamatkan Bumi yang sekarang sudah mendekati
kehancuran akibat ulah kita, kita yang mendiami, kita juga yang merusaknya, inikan
Bumi kita…mestinya sadar untuk bisa bertahan bagi anak cucu kita ya..kita harus
selamatkan, jangan jauh-jauh….kita memelihara lingkungan kita aja dulu…efeknya
kan terasa gak ada banjir, nyamuk, longsor, tapi justru sejuk, enak…gitu jadi
tujuannya jelas untuk kebaikan kita juga
P Bagaimana cara Ibu mengorganisasikan masyarakat?
R
Saya ga pake cara-cara khusus, gak ada teorinya, alami aja….pertama tetangga
dulu…terus baru ke tetangga lain, begitu aja…ga pake teori-teorian, saya bikin
kelompok, terus ada lomba-lomba supaya semangat…alami aja pokonya
P Mungkin ada strategi yang Ibu lakukan?
R Paling arsisan tadi, yang menang nanti di rumahnya dikasih tanaman hias atau obat-
obatan…atau lomba-lomba
Catatan :
Pertanyaan bersifat eksploratif dan selalu dilakukan probing
1 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal 46
1
Lampiran 3
P A N D U A N W A W A N C A R A
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Responden : H Nurjaya, SH Ketua RW 08
Hari/Tanggal/
Lokasi : Sabtu, 21 Agustus 2010 / Rumah RW
Waktu : 16-40-17:04
Observasi
Karena waktu yang diberikan ketua RW 08 ini tidak banyak, jadi hanya beberapa
pertanyaan saja yang penulis lontarkan, yaitu hanya wilayah geografis, aktivitas
masyarakat Banjarsari dan bentuk kerjasamanya saja. Berikut petikan wawancaranya:
1. P : Wilayah Banjarsari itu mana saja pak?
J : Wilayah Banjarsari itu masuk dalam wilayah RW 08, salaha satunya RT 07
yang dimana Bu Bambang tinggal di situ…dulu ini wilayah kebun semua, makin
lama ada penduduk sampai seperti ini.
2. P : Aktivitasnya apa saja masyarakat di sini?
J : Aktivitasnya sama saja…di sini banyak yang sudah bekerja….kebanyakan
kerja kantoran…Ibu-ibu juga ada yang karir ada juga yang rumah tangga…oh
kalau aktivitas pengelolaan lingkungan ade mungkin sudah tau…dari Bu
Bambang…ada kelompok tani, forum warga…
3. P : Dukungan bapak sendiri terhadap aktivitas masyarkat selama ini bagaimana?
J : Saya sendiri sangat mendukung terhadap inisiatif warga terutama Bu
Bambang untuk ngelola lingkungan biar bersih…soalnya itu baik…satu waktu
Note Book Max
2
malah saya sering mempromosikan atau mengejak kerjasama ke RW lain supaya
bisa mengelola lingkungan juga, terus saya suruh Bu Bambang yang bimbing.
Intinya saya dukung.1
4. P : Kan di sini ada organisasi lingkungan sama organisasi bentukan RW itu
gimana, apa sering terjadi bentrok atau penumpukan?
J : Keberadaan lembaga non lingkungan, misalnya ya Karang Taruna, Posyandu,
PKK, Forum Warga terus lainnya menurut saya justru sangat membantu
kelancaran kegiatan pada lembaga yang berorientasi lingkungan, jadi lembaga-
lembaga ini saling membutuhkan2, tidak ada saling saing-saingan, ga ada..
5. P : Bentuk kerjasamanya seperti apa?
J : Oh tidak ada yang khusus…saya mungkin bentuknya dukungan…ikut dalam
forum dan rapat-rapat…ya itu saja
1 Dijadikan Footnote di BAB IV Hal. 56 2 Dijadikan Footnote di BAB IV Hal 13
1
H A S I L W A W A N C A R A
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dan tropman, 1987)
Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model).
Sifat : Pendahuluan
Responden : Harini Bambang Wahono
Hari/Tanggal/
Lokasi : Minggu, 15 Agustus 2010 / Rumah Ibu Harini
Waktu : 15:10-17:30
No Indikator/Parameter Pertanyaan
1 Kategori tujuan
tindakan masyarakat
Apakah tujuan Ibu melakukan penyadaran lingkungan di
kampung ini? Mana yang penting, prosesnya, tujuannya
(karena hanya sebagai tugas) ungkit tentang UNESCO,
atau proses dan tujuannya (lebih pada perubahan strutur
politik).
Jawab:
Tujuannya adalah untuk menyadarkan masyarakat bahwa
dengan menjaga lingkungan maka menjaga juga bumi
kita…jadi tujuannya ingin menyelamatkan bumi, karena
kalau bukan kita siapa lagi iyakan...tapi semuanya kan
tidak hanya inginnya saja…harus berusaha…iya saya
mementingkan proses…yang penting masyarakat tahu
caranya, misalnya saja cara daur ulang sampah,
masyarakat ga mungkin langsung bisa…harus ada
pendekatan dulu…dikasih tahu dulu caranya..ya..harus
berproses dulu…Eyang tidak menjadikan ini sebagai
kayak asal jadi…ini kewajiban…dan memang harus
seperti itu
2
Asumsi mengenai
struktur komunitas dan
kondisi
� Bagaimana Ibu melihat masyarakat di sini?
khususnya mengenai masalah ekonomi dan
2
pemasalahannya lingkungannya? Mungkin ada kesenjangan, nuansa
ketidakadilan?
� Hambatannya apa saja?
� sampai saat ini apa yang masih menjadi masalah
paling mendesak bagi Ibu?
Jawab:
Masalah pasti ada ya…tapi kalau masalah yang besar itu
ga ada…ada paling ini ni…Ibu-ibu tua yang tadi keluar
dari rumah Eyang, itu dia tidak diperhatiin sama anak-
anaknya…itu gimana anaknya…ko setega itu…nah
paling itu…atau ada yang pinjam uang…macem-
macemlah…kalau kesenjangan terlalu jauh sih
enggak…masyarakat di sini tergolong menengah
aja…nuasa ketidakadilan enggak ada juga tuh…semua
baik-baik aja, tapi melihat permasalahan masyarakat di
sini adalah PR bersama, entah itu awalnya dilakukan oleh
salah satu oknum individu atau sejumlah orang awalnya
memang terjadi kesenjangan di masyarakat, sikap acuh
tak acuh misalnya, tapi setelah saya berpikir dan
berinovasi terus-menerus akhirnya Eyang menemukan
jalan keluarnya yaitu melalui komunikasi…sering
komunikasi, karena selama ini yang saya lakukan seperti
itu…sering bertemu anggota masyarakat membuat
mereka tidak canggung lagi1…Eyang enggak
ngebayangin kalau mau bangun kampung tapi enggak
kenal sama masyarakatnya kan gimana…
Hambatan mah ada aja…paling mendesak di
Banjarsari….ekonomi…itu umum memang…lingungan
paling mendesak
3
Strategi perubahan
dasar
� Bagaimana strategi Ibu dalam melakukan penyadaran
lingkungan ini?
� Langkah-langkah atau tahapan-tahapannya
bagaimana?
� Siapa yang terlibat?
� Dalam penentuan masalah, siapa yang paling
berwenang dalam menentukan “ini masalahnya” atau
“itu masalahnya” ketika melakukan identifikasi
masalah (khususnya usaha penyadaran lingkungan?
Apakah Ibu juga melakukan aksi-aksi lingkungan
(demonstrasi lngkungan)? Jika ya, apakah itu selalu
dilakukan dan menjadi prioritas?
Jawab:
Strategi saya tidak ada yang khusus…semua dalam
proses penyadaran lingkungan kepada masyarakat yang
1 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 47
3
saya lakukan selalu melibatkan masyarakat setempat,
dimulai dari tetangga terdekat sampai akhirnya semua
masyakat Banjarsari…ada berbagai cara yang dilakukan
dalam upaya pendekatan terhadap masyarakat ini, dan
cara yang menurut saya sederhana tapi merupakan kunci
dalam mencapai tahapan pendekatan seterusnya,
misalnya tegur sapa…jengukin anggota masyarakat yang
sedang sakit…ngasih pinjeman uang…hm ngundang
pengajian bersama…terus…seperti ngadain arisan...
terus juga selalu diberikan motivasi di sela-sela proses
pendekatan nah ketika masyarakat sudah mulai paham
dan tertarik dengan kegiatan…atau ajakan…saya
mendorong mereka untuk mandiri dalam memecahkan
masalah berikutnya2…soalnya kalau tidak seperti itu
mereka akan menjadi pengikut saja…
Langkah-langkahnya itu…pertama motivasi diri kita
dulu…apa yang jadi motivasi kita…kedua mulai dari diri
kita dulu…biasanya orang mau ikut sama kita kalau ada
bukti kita juga udah berbuat…kan
gitu…terus…pendekatan…bisa kita jenguk anggota
masyarakat yang sedang sakit atau ikut kegiatannya..buat
kontak jaringan…nah dari hasil pendekatan tadi saya
bisa cari informasi tentang situasi
masyarakat…kemudian bikin forum atau kelompok,
kayak forum warga…kelompok yang sepaham dan
semuanya atas dasar kesepakatan…baru buat
komitmen….ini penting biar ada peraturan jelas….buat
pemetaan masalah…kayak pembagian spot-spot yang
pas untuk menyimpan pot tanaman…nah dari kelompok
buat organisasinya…organisasi penting untuk
memudahkan….3
4
Karakterisik taktik dan
teknik perubahan
� Dalam usaha melakukan perubahan kepada
masyarakat di sini memakai cara apa?
� Semuanya atas kesepakatan atau bagaimana?
Bentuknya diskusi antar kelompok, memberikan
penyuluhan, role playing (permainan aturan; ungkit
masalah arisan lingkungan) atau hanya dengan kader
saja?
Jawab:
Kalau yang dimaksud itu….Eyang sih selalu
melibatkan masyarakat ya, ya…. caranya bisa lewat
diskusi kelompok kayak gambar di sana…itu
sebetulnya spseri itu alurnya, datang ke rumah atau
diskusi tatap muka begini, nah sebanyak mungkin
memang semua masyarakat datang, biar tidak ada
2 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 49 3 Dijadikan bahan olahan pada BAB IV tentang tahapan 61-66
4
kecemburuan, soalnya masing-masig itu orang beda-
beda4…..ya taktiknya bisa kayak tadi…lomba-
lombaan…ngadain arisan…karena emang Ibu-ibu
kebanyakan di sini…
5
Peran praktisi yang
menonjol
� Dalam proses penyadaran lingkungan ini bagaimana
peran Ibu? Artikuler kebutuhan mereka, motivator,
inisiator, sebagai pembimbing, penganjur,
koordinator atau peneliti, fasilitator atau aktivis
advokasi, broker, negosiator.
Jawab:
Peran apa ya…orang-orang sih taunya Eyang itu
praktisi lingkungan…terserahlah orang mau
nyebutnya apa…tapi paling saya lebih suka
masyarakat biasa saja…ya, ada yang bilang mentor
pelatihan…tapi untuk anak-anak saya pembimbing
aja.. ada dua tokoh yang punya tanggung jawab
khusus, Ibu Agustin misalnya, ia lebih ke tugas
mendidik dan pemberian model, karena keahlian
yang dimilikinya lebih ke cara-cara seperti
pemanfaatan dan pengelolaan sampah
gimana…kalau Bu Nina lebih fokus ke penyadaran
lingkungan untuk masyarakat menengah, mungkin
pergaulannya…5
6 Media Perubahan
Apakah Ibu melakukan kerjasama dengan kelompok-
kelompok lain di luar kelompok lingkungan yang telah
melalui kaderisasi? Bagaimana bentuk kerjasamanya?
Siapakah yang memegang peranan penting (porsinya
lebih besar) dalam memobilisasi? Bagaimana cara
memobilisasinya? Bagaimana dan sejauh mana
keterlibatan mereka? Apakah bekerjasama dengan
organisasi formal? Jika ada, sejauh mana keterlibatan
mereka?
Jawab:
Oh…banyak sekali kerjasama yang sudah dilakukan,
misalnya dengan UNESCO, Jepang, pemerintah
Thailand, dan banyak lagi sebenarnya. Kalau pertama
kali melakukan kerjasama seingat Eyang itu awalnya
kerjasama dengan tetangga dulu, tapi itu juga biasanya
tergantung dari minatnya, misalnya nanam tanaman,
terus Eyang cari orang yang minatnya sama juga, kalau
masyarakat bawah Eyang kasih tau bahwa mengelola
sampah dengan didaur ulang juga bisa buat penghasilan
sampingan. Ya, biasanya kan mereka mencari yang lebih
4 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 50 5 Dijadikan Footnote pada BAB III Hal. 36
5
bisa bermanfaat dalam segi uang. Sama RT atau RW
Eyang juga kerjasama, kelurahan Cilandak atau
kelurahan di luar, misalnya yang sekarang juga terkenal
Rawasari6 Bentuk kerjasama pun berbeda
beda…kebanyakan dari Banjarsari sekarang dari daerah
yang mau ngembangin lingkungan kayak kita…
7 Orientasi terhadap
struktur kekuasaan
� Bagaimana peran aparat pemerintah
(RT/RW/Kelurahan) dalam kegiatan Ibu?
� Kerjasamanya seperti apa? Apakah sama-sama
terlibat dalam prosesnya atau hanya pendukung
(sponsor)?
Jawab:
Oh ya…pemerintah terlibat….sekarang kan dari
PEMDA DKI, Kelurahan semua mendukung…bentuk
kerjasamanya paling pemberian fasilitas atau
kunjungan…oh ya penghargaan…RT, RW sudah
tentu…pasti terlibat
8
Batasan definisi sistem
klien dalam komunitas
(konstituensi)
Apakah semua anggota atau kelompok (baik orang cacat,
miskin, pengangguran, kaya, atau kelompok kurang
beruntung) masyarakat terlibat dan bertanggung jawab
dalam penyadaran lingkungan ini?
Jawab:
Masyarakat Banjarsari itu…masyarakat yang tinggal di
kampung Banjarsari tentunya
9
Asumsi mengenai
kepentingan dari
kelompok-kelompok di
dalam suatu komunitas
Menurut Ibu bagaimana penanganan masalah yang ada,
khususnya lingkungan yang saat ini Ibu geluti bersama
masyarakat lainnya? Biasanya penyelesaianya seperti
apa? Apakah ada keyakinan bahwa masalah yang
dihadapi masyarakat di sini akan terselesaikan secara
keseluruhan melalui upaya sekarang? Apakah Ibu
meyakini bahwa yang penting tujuan tercapai, sekalipun
ada perbedaan kepentingan yang belum tercapai kata
mufakat di sana? Apakah Ibu setuju bahwa sampai
kapanpun tidak akan ada kata mufakat di antara sesama
kelompok masyarakat, jadi jalan aksi (demonstrasi,
pemboikotan terhadap hal-hal (perusahaan atau
kebijakan) yang mengganggu lingkungan, misalnya
polusi udara, kelestarian lingkungan dan lain-lain
dianjurkan untuk dilakukan? Dan adakah rencana
kegiatan ke arah itu, artinya apakah harus seperti itu?
Jawab:
Cara menangani masalah dari dulu kita sama-
sama…pasti tereselsaikan…permasalahan yang ada di
masyarakat Banjarsari khususnya lingkungan adalah
6 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 54
6
permasalahan bersama dan harus diselesaikan bersama
pula. Tidak ada pelemparan tanggung jawab pada
kelompok masyarakat tertentu. Perbedaan kepentingan
dalam kelompok masyarakat di banjarsari ini Eyang
melihatnya adalah hal yang wajar, apalagi ini manusia,
sekalipun kembar, nah gimana kata mufakat itu bisa
tercetus, maka mau tidak mau melakukan perundingan
atau diskusi, sampai saat ini cara yang paling baik7
Untuk demo-demo saya kira boleh saja…cuman kalau
memang masih bisa dilakukan hal mungkin dilakukan
tidak perli itu demo…kecuali kalau darurat…memang
pemerintah harus ada yang mengotrol…untuk aksi-aksi
seperti itu kita belum pernah…
10
Konsepsi mengenai
populasi klien
(kostituensi)
� Bagaimana Ibu melihat masyarakat di sini, apakah
memiliki potensi dalam menangani permasalahan
lingkungan ini?
� Siapakah sasarannya?Apakah Ibu melihat
masyarakat hanya sebagai objek saja (pasif atau tidak
ikut terlibat), artinya pemerintah memiliki proram
mengenai lingkungan (pelestarian, perlindungan dan
penyadaran) yang tidak perlu ada keterlibatan
masyarakat, cukup memanfaatkan program
pemerintah saja? Atau dengan keadaan kesadaran
masyarakat yang kurang mengenai kepedulian
lingkungan saat ini, apakah itu murni kesalahan
pemerintah, misalnya karena adanya kebijakan
pembangunan yang cenderung merusak lingkungan,
kira-kira bagaimana? Bagaimana karakteristik
sasarannya, dalam pengorganisasian.
Jawab:
Oh ya….semua itu ada potensinya kalau mau
menggalinya ya…iya termasuk itu…seperti Eyang bilang
selalu dilibatkan masyarakat..
Oh enggak masalah lingkungan kita di sini yang
disalahkan pemerintah…enggak begitu dong..itu tugas
bersama…
11 Konsepsi mengenai
peran klien
Bagaimana keterlibatan masyarakat sendiri terhadap
upaya kesadaran dan penyelamatan lingkungan ini?
Apakah sejauh ini sudah sesuai harapan? Harapannya
seperti apa?
Jawab:
Terlibat…semua terlibat…berembuk..musyawarah…
Pokoknya semua anggota masyarakat di kampung
banjarsari ini terlibat dalam berbagai kegiatan, ada
PKK… Wanita Tani…. Karang Taruna terus Forum
Warga, dan banyak. Apalagi dalam acara besar seperti
7 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 57
7
hari besar atau nasional, masyarakat pasti tumpah dan
tiap taun kita ngadain lomba kebersihan atau pekarangan
hijau8
Catatan :
Pertanyaan bersifat eksploratif dan selalu dilakukan probing
Catatan lain:
Setelah melakukan wawancara, penulis meneruskan dengan menanyakan perjalanan
perubahan Kampung Banjarsari dari tahun ke tahun. Dulu sekitar tahun 96-97an, mulai
saya sama beberapa kader merintis usaha pengelolaan lingkungan ini…kemudian setelah
itu tahun 98 atau sebelumnya…lupa lagi saya sampai 2000-2001 atau 2002an kita
kerjasama sama UNESCO…tahun 2002an kita sudah tidak kerjasama lagi…sekarang
mandiri..9
Harini menjelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam melakukan pengorganisasiannya.
Pertama, persiapan pada diri, tahapan pertama ini adalah bagian terpenting dalam
mengawali pengorganisasian yang dilakukan, sebab konsistensi dan komitmen yang tinggi
dibentuk di tahapan ini. Ga da keyakinan, motivasi dan aksi pada diri kita mustahil bisa
mendapatkan hal diinginkan oleh seseorang, entah praktisi atau siapa pun. Kecintaan
terhadap tanah air menjadi modal utama mnurutnya, terhadap usahanya selama ini. Ia
menyebutnya sebagai proses pengikhlaskan diri.
Pertama, motivasi diri, ini penting untuk mengawali proses ini yaitu membulatkan
tekad/yakin. Tahapan ini titik awal untuk memotivasi dirinya.
Kedua. mulai dari diri sendiri, saya inget omongan A Agym, dan bagus ini emang setelah
tahapan sebelumnya selesai, hal pertama yang dilakukan adalah mulai dari diri sendiri. Hal
ini menurut Harini ditujukan untuk membiasakan pada diri sendiri. Saya sih menyebutnya
keterlibatan langsung, keterlibatan langsung itu tidak diartikan sebagai keterlibatan biasa
Harini pada kegiatan-kegiatan yang ada saja, akan tetapi harus melibatkan perasaan kita.
Di tahap ini saya contohkan seperti menjenguk salah satu anggota masyarakat yang sedang
sakit, ikut ngerayaain ulang tahun salah satu anggota masyarakat, ikut terlibat dalam
pengajian-pengajian, jadi teman curhat dan sebagainya. Terus saya sebut keterlibatan ga
langsung buat tahapan ini dirinya selalu mengikuti informasi megenai isu-isu penting
lingkungan dan memberikan kontribusinya melalui sumbangan pandangan dan dukungan
moril.
8 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal. 58 9 Dijadikan bahan olahan pada BAB IV tentang periodisasi Hal. 66-68
1
Lampiran 2
W A W A N C A R A T I D A K T E R S T R U T U R
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Biografi
Responden : Harini Bambang Wahono
Hari/Tanggal/
Lokasi : Senin, 9 Agustus 2010 / Rumah Ibu Harini
Waktu : 10-00-10:20
Hari ini sebenarnya penulis melakukan wawancara pribadi dengan Ibu Bambang
pada jam 13:00 atau sehabis dzuhur, namun karena kepentingan mendadak akhirnya
Eyang memutuskan untuk memajukan pertemuannya yaitu jam 10:00. Tidak sekedar itu,
Eyang meminta wawancaranya pun diperpendek 50%, berarti sekitar 20 menit penulis bisa
berbincang. Maka karena tujuan mendesak itulah penulis hanya menanyakan seputar profil
atau biografi Eyang saja. Sebenarnya pada pertemuan terdahulu penulis sudah melakukan
wawancara dengan Eyang perihal Biografinya, untuk saat ini mungkin penulis
menanyakannya sedikit lebih mendalam. Berikut petikannya:
PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO
No Profil & Aktivitasnya
1 P Nama Lengkap & Tempat Tanggal Lahir Ibu?
2 P Aktivitas Ibu apa saja?bisa diceritakan?
3 R
Jawaban 1 & 2 secara singkat, responden memberikan lembar panduan
pelatihan pengelolaan sampah yang didalamnya terdapat profil lengkap Ibu
diantaranya tempat tanggal lahir, aktivitas & prestasi/penghargaan. Setelah
itu, Ibu bercerita mengenai pengalamannya dari berbagai penghargaan atau
prestasi yang didapatkannya, intinya penjelasan tentang prestasi-prestasinya.
Note Book Mini
2
4 P Bisa dijelaskan mengenai aktivitas Ibu yang tertera di buku panduan ini?
5 R
Ya…sebagai praktisi lingkungan Ibu sering diundang bicara di daerah lain
atau di luar pulau…memberikan pelatihan bagaimana caranya memelihara
lingkungan, ngelola sampah, nanam tanaman obat…pokonya yang ikut ada
dari kalangan anak-anak sekolah, pegawai kantoran, kelurahan di sana.
Kalo…kelompok tani di sini aktivitasnya mengatur tanaman-tanaman baik
obat-obatan, tanaman hias supaya rapih, atau ada informasi baru tentang
tanaman yang baru bisa didiskusikan…ada masalah misalnya dari kelompok
yang sedang nanam juga dibicarakan
Kalo mentor sebetulnya Ibu-ibu lain pun sering memberikan mentor didaerah
lain, jadi nggak hanya Ibu saja, tapi emang Ibu sampai saat ini masih sering
ngasih pelatihan pengelolaan sampah…karena memang aktivitas utama kita
kan ngelola sampah…dari sampah organik kita bedain sampai jadi bahan jadi
lagi….daur ulang lah seperti itu
Ya…Ibu juga sebagai relawan kesehatan…tempo hari ada yang sakit, tapi
karena kurang mampu…saya usahakan dan alhamdulillah bisa…dengan uang
tiga juta dari pemerintah tanpa ngeluarin sepeserpun uang dari
mereka…sebetulnya bisa kalo diusahakan
Perihal Motivasi Hidup
6 P Bisa Ibu ceritakan bagaimana bisa seperti saat ini?menjadi seorang praktisi
yang dikenal oleh masyarakat luas sampai para pemimpin negara luar?
7 R
Dulu…jaman Belanda…lingkungan itu dikelola dengan baik….bahkan anak-
anak diajarkan seperti itu…mungkin almarhum bapak saya yang paling
mengalami bagaimana pemerintah Belanda ketat dalam pengelolaan
lingkungan…ya itulah hal positif dari bangsa mereka…jadi saya belajar dari
bapak saya yang juga didik oleh Belanda…dulu di Solo, di Pasar Legi itu
memang hijau, asri bersih, nyaman rindang....padahal saya ingat betul itu
daerah yang sedang maju-majunya…pepatah orang Belanda kan, kalo kamu
mau negeri kamu maju cintai dulu negerimu….sekarang apa yang
terjadi…dulu ada isu Bandung Darurat Sampah ko bisa…padahal kota
Bandung dikenal kota kembang ko bisa jadi banyak sampah…aneh saya.
Almarhum bapak saya berpesan supaya saya melanjutkan perjuangan ini, saya
sampai sekarang teringat betul pesan itu….alhamdulillah sampai saat ini
3
bertahan…memang sekarang ujiannya semakin berat…gunjingan sana-sini
dari orang-orang sekitar…jadi saya lebih nyaman mengembangkan
lingkungan di luar dari pada di sini..saya harus kuat…saya sempat putus asa
juga, tapi suami saya selalu berpesan: “cintailah tanah air dan berjuanglah
dengan hati”…sampai saat ini saya bisa bertahan
8 P Bagaimana dengan hambatan-hambatan yang Ibu temui?
9 R
Semuanya ada tantangannya, siapa pun, dengan tujuan ingin memberikan
kesadaran kepada masyarakat dan itu positif, maka harus menemui banyak
tantangan, itu harus! tidak boleh tidak! karena disitulah saya belajar...saat ini
yang seperti yang saya bilang, godaan dari gunjingan orang-orang yang
menjadi tantangan berat saya…tapi ga apa-apalah itu semuanya harus
dihadapi, gitu toh…ya kan..
10 P Terus yang Ibu lakukan apa?
11 R
Ya…saya diamkan saja…paling nantinya berhenti sendiri…saya tidak merasa
melakukan kesalahan atau melanggar hukum…kecuali kalau salah…saya
pasti meminta maaf….itulah tantangannya…semuanya ga bisa enak terus, ada
paitnya juga
Catatan :
Pertanyaan bersifat eksploratif dan selalu dilakukan probing
1
Lampiran 3
W A W A N C A R A T I D A K T E R ST R U K T U R
D A N P E N G A M A T A N
SKRIPSI
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Yang Dilakukan
Ibu/Bapak Harini Bambang Wahono Di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Konsetrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perihal : Model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan
Fokus : Identifikasi 3 Model Pengorganisasian
(Rothman dan tropman, 1987)
Model pengembangan masyarakat (locality development model),
perencanaan sosial (social planing), model aksi sosial (social action
model).
Sifat : Observasi
Responden : Ibu Agustin (Teman Sebaya)
Hari/Tanggal/
Lokasi : Sabtu, 7 Agustus 2010 / Wilayah RW 08 & Rumah Ibu Harini
Waktu : 15-09-15:18
Pengamatan
Hari ini sekalipun penulis tidak mendapat sasaran untuk diwawancara karena yang
bersangkutan sakit, tapi mendapatkan data yang cukup penting yaitu perbincangan dengan
Ibu Agustin terkait peran Bu Bambang. Bu Agustin menjelaskan mengenai beberapa
peran, kerjasama dan aktivitas apa saja yang ada di Banjarsari, sayang sekali penulis hanya
bisa ngobriol 15 menit saja, pertanyaan pun tidak terstruktur. Diantara ringkasan obrolan
ini penulis sisihkan hasil pengamatan tentang interaksi antara Ibu Bambang dan Ibu
Agustin.
Sebelum penulis melakukan perbincangan dengan Ibu Agustin, Bu Bambang
berbicara dengan Ibu Agustin mengenai kejadian banjir yang menimpa tetangga sebelah.
Dari pengamatan penulis, Ibu bambang tidak memberikan komando atau instruksi kepada
Note Book Max
2
lawan bicaranya, tapi sharing dimana ada hubungan saling antar keduanya, yaitu saling
meminta saran untuk kemudian membuat kesepakatan ide yang dilanjutkan dalam bentuk
aksi membantu. Berjalan alami, dari situasi itu Ibu Bambang layaknya masyarakat biasa,
tidak seolah yang paling tahu.
Setelah perbincangan keduanya selesai dan Ibu Bambang memberitahukan
ketidaksediaannya diwawancara karena kondisi sakitanya. Penulis akhirnya membujuk
dan terlibat obrolan dengan Bu Agustin, pertanyaan pertama adalah mengenai bagaimana
Bu Bambang mengajak teman atau masyarakat di sini untuk melakukan pengelolaan
lingkungan. Ibu Agustin menegaskan bahwa semua yang dilakukan masyarakat Banjarsari
ini tidak bisa dilihat sebagai satu-satunya usaha Ibu Bambang, tapi semua usaha bersama.
Bu Bambang tidak pakai cara khusus untuk mengajak kita, tapi cukup dengan bukti saja
dan mungkin ketulusannya, itu saja. Adapun ringkasan perbincangan dengan Ibu Agustin
ini yaitu:
1. P : Bu, sebetulnya gimana Ibu Bambang mengajak masyarakat buat
memelihara lingkungan ini, kayak melakukan penghijauan?
Jawab : Ya sepertinya tidak ada yang khusus ya…tapi sebetulnya masyarakat
bisa seperti sekarang, ya sadar terhadap lingkungan bukan karena Bu Bambang
saja, peran masyarakat dan kader-kadernya juga sangat penting…tidak ada sih,
tidak ada yang khusus
2. Masyarakat Banjarsari kan terkenal dengan lingkungan asrinya, emang ada
awalnya gimana?
Jawab : Tentu tidak sekaligus berhasil ya….semuanya juga ada prosesnya…ya
kesadaran masyarakat saja…awalnya emang Ibu Bambang yang merintisnya,
tapi sekarangkan semuanya sudah sadar…kan kita juga kerjasama dengan
lembaga-lembaga…di Banjarsari ini kita udah bekerjasama dengan berbagai
3
LSM atau pemerintah yang peduli terhadap lingkungan, kita bekerjasama
dengan Departemen Kehutanan, Departemen Lingkungan, Bank-bank. LSM
misalnya, Mapala UI, dari LSM Jepang, ya banyak pokonya1…jelasnya bisa
tannya Bu Bambang kapan-kapan aja…
3. RW lain udah bikin penghijauan juga?
Jawab : Udah…tuh RW sebelah sudah mulai….mas bisa datang kesana lihat
langsung…
4. Ibu sendiri di Banjarsari ini termasuk kelompok apa?
Jawab :
Saya bersama Ibu Bambang di kelompok tani dahlia…
1 Dijadikan Footnote pada BAB IV Hal 54