skripsi - connecting repositoriesdengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK HOTEL TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
MULIATI
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2014
ii
SKRIPSI
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK HOTEL TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh
MULIATI
A31108963
kepada
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2014
iii
SKRIPSI
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK HOTEL TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
disusun dan diajukan oleh
MULIATI
A31108963
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, 23 Oktober 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haerial, M.Si, Ak.,CA Drs. M. Christian Mangiwa, M.Si, Ak.,CA NIP 196310051991031002 NIP 195811101987101001
Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Mediaty, SE., M.Si., Ak., CA. NIP 19650925 199002 2 001
iv
SKRIPSI
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
disusun dan diajukan oleh
MULIATI
A31108963
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 27 November 2014 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui,
Panitia Penguji
No. Nama Penguji Jabatan Tanda tangan
1. Drs. Haerial, M.Si., Ak., CA Ketua 1. …………...
2. Drs. M. Christian Mangiwa, M.Si., Ak., CA Sekretaris 2. …………...
3. Dr. Yohanis Rura, SE., M.SA., Ak., CA Anggota 3. …………...
4. Drs. Muh Nur Azis, MM Anggota 4. …………...
Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Mediaty, SE., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama : Muliati
NIM : A31108963
jurusan/program studi : Akuntansi
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, Desember 2014
Yang membuat pernyataan,
Muliati
vi
PRAKATA
Tak ada kata yang patut terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Makassar.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
dengan segenap kerendahan hati, peneliti menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga, kepada yang terhormat:
1. Orang tua tercinta, Ayahanda (Alm) H. Abd. Karim Lauli dan Ibunda
Hj.Halimah, saudaraku Abd. Rahman, Mursalim dan seluruh keluarga besarku
yang senantiasa memberikan doa, nasehat, dukungan, dan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Drs. Haerial, M.Si., Ak., CA dan Bapak Drs. M. Christian Mangiwa,
M.Si., Ak., CA selaku pembimbing satu dan pembimbing dua.
3. Bapak Dr. Yohanis Rura, SE., M.SA., Ak., CA., Bapak Drs. Muh. Nur Azis, MM
dan Bapak Drs. Deng Siraja, M.Si., Ak., CA., selaku tim penguji tidak hanya
menguji tetapi juga memberikan arahan khususnya dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Syarifuddin Rasyid, M.Si., Ak., CA., selaku penasihat akademik
peneliti.
5. Ibu Dr. Hj. Mediaty, SE., M.Si., Ak., CA selaku ketua Jurusan Akuntansi
Universitas Hasanuddin Makassar.
vii
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi dalam lingkungan Universitas
Hasanuddin Makassar, khususnya pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Hasanuddin yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bekal pengetahuan dan pelayanan selama
perkuliahan.
7. Pimpinan dan seluruh staf Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan yang telah menerima peneliti dengan
senang hati untuk mengadakan penelitian dan memberikan data-data yang
dibutuhkan dalam menyusun skripsi ini.
8. Sahabatku Niver’s Marwati Amd.Keb, Imrayani S.Kep, Desi Maghfirah Heriani
S.Kep, Syukriani S.Km, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
9. Seluruh teman-teman 08stacle Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Hasanuddin.
Akhir kata, peneliti mohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini
terdapat kekurangan dan kekhilafan yang kurang berkenan dihati pembaca yang
budiman. Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah menerima bantuan
dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini
sepenuhnya menjadi tanggungjawab peneliti dan bukan para pemberi bantuan.
Kritik dan saran yang membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini.
Makassar, Desember 2014
Peneliti
viii
ABSTRAK
Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Nunukan
Analysis of The Contributions Tax on Hotel Againts Regional Renenue Nunukan District
Muliati
Haerial M. Christian Mangiwa
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah, mengetahui sistem pengawasan, dan potensi yang ada untuk meningkatkan pajak hotel, mengetahui sistem dan prosedur pemungutan pajak hotel yang ada untuk meningkatkan pajak hotel, mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak hotel di Kab. Nunukan telah sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009, dan Perda Nunukan No.11 Tahun 2011. Data penelitian ini diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengawasan pajak hotel belum memadai karena belum berjalannya pengawasan langsung. Sistem pemungutan pajak menggunakan sistem Self Assesment, dan prosedur pemungutan pajak dilakukan secara bertahap. Pelaksanaan pemungutan pajak hotel telah sesuai dalam setiap aspek dengan UU No. 28 Tahun 2009 dan Perda Nunukan No. 11 Tahun 2011, kecuali dalam hal penyelenggaraan pembukuan oleh wajib pajak.
Kata kunci: Kontribusi, Pajak Hotel, Sistem Pengawasan dan Potensi, Sistem dan Prosedur Pemungutan, Pelaksanaan Pemungutan Pajak.
This research aims to know how much the contribution tax on hotel tax revenue, knowing the extent of supervision systems and the potential exists to increase the tax on hotel, knowing how the tax collection system and procedures of existing hotels to increase the tax on hotel, knowing whether the implementation of tax collection in hotel District Nunukan has been in accordance with Law of The Republic Of Indonesia No. 28 Year 2009 and Nunukan area regulations No.11 Year 2011. Data used in this research are interviews, observation, and documentation. The analysis showed the tax control system has not been adequate hotels, which have not the passage of direct supervision. System of taxation at using system Self Assesment, and tax collection procedure is conducted systematically. The implementation of tax hotel collections have been appropriate in every aspect of the Law of The Republic of Indonesia No. 28 Year 2009 and Nunukan area regulatios No. 11 Year 2011, expect in terms of organizing books by taxpayer.
Keyword: Contribution, Hotel Tax, Supervision systems and Potential, Collection and Procedures system, the Implementation of Tax Collection.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................ v
PRAKATA ............................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 8
1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................... 8
1.4.1 Kegunaan Teoretis ................................................... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis ..................................................... 8
1.5 Sistematika Penulisan ........................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 11
2.1 Dasar-dasar Perpajakan ...................................................... 11
2.1.1 Pengertian Pajak ...................................................... 11
2.1.2 Fungsi Pajak............................................................. 12
2.1.3 Pembedaan dan Pembagian Jenis Pajak ................. 13
2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak .................................. 16
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak ....................................... 18
2.2 Pajak Daerah ....................................................................... 19
2.2.1 Pengertian Pajak Daerah.......................................... 19
2.2.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah ................ 20
2.2.3 Obyek Pajak Daerah ................................................ 21
x
2.2.4 Subyek Pajak Daerah ............................................... 21
2.2.5 Jenis Pajak Daerah .................................................. 22
2.2.6 Potensi Pajak Daerah ............................................... 23
2.3 Pajak Hotel .......................................................................... 24
2.3.1 Pengertian Pajak Hotel ............................................. 24
2.3.2 Dasar Hukum Pajak Hotel ........................................ 26
2.3.3 Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhiungan
Pajak Hotel ............................................................... 27
2.3.4 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang, dan
Wilayah Pemungutan Pajak Hotel ............................ 28
2.3.5 Penetapan Pajak Hotel ............................................. 30
2.3.6 Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel ................. 31
2.4 Pngertian Pengawasan ......................................................... 35
2.5 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ..................................... 36
2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................. 37
2.7 Kerangka Pemikiran ............................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 41
3.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 41
3.2 Lokasi Penelitian .................................................................. 41
3.3 Jenis dan Sumber Data ....................................................... 42
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................. 42
3.5 Metode Analisis Data ........................................................... 43
3.6 Unit Analisis dan Unit Observasi .......................................... 43
3.7 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan ........................ 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 45
4.1 Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan ........................ 45
4.2 Perbandingan Hasil Pajak Hotel dan Pajak Daerah
lainnya terhadap PAD Kabupaten Nunukan ......................... 46
4.3 Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD Kabupaten
Nunukan ............................................................................. 48
4.4 Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Hotel
di Kabupaten Nunukan ....................................................... 49
4.4.1 Sistem Pemungutan Pajak Hotel di
xi
Kabupaten Nunukan ................................................ 49
4.4.2 Prosedur Pemungutan Pajak Hotel di
Kabupaten Nunukan ................................................ 50
4.5 Ketentuan Penetapan Undang-Undangan Tentang
Pajak Hotel Kabupaten Nunukan ........................................ 58
4.6 Sistem Pengawasan Pajak Hotel ......................................... 60
4.6.1 Pengawasan Langsung ........................................... 61
4.6.2 Pengawasan Tidak Langsung .................................. 62
4.6.3 Mekanisme Pengawasan Pajak Hotel ...................... 65
4.7 Kuantitas dan Kualitas Pegawai Pajak DPPKAD ................. 65
4.8 Kendala-Kendala Pemungutan Pajak Hotel dan
Upaya Peningkatan Kontribusi Pajak Hotel ......................... 67
4.8.1 Kendala-Kendala Pemungutan Pajak Hotel ............. 67
4.8.2 Upaya Peningkatan Kontribusi Pajak Hotel ............. 68
BAB V PENUTUP ............................................................................... 71
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 71
5.2 Saran ................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 75
LAMPIRAN ......................................................................................... 77
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel Terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nunukan Tahun 2010-2012 ........ 6
4.1 Daftar Data Hotel Kabupaten Nunukan ....................................... 46
4.2 Tabel Perbandingan Pajak Hotel dengan Pajak Daerah
Lainnya ....................................................................................... 47
4.3 Total Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nunukan
Tahun 2010-2012 ....................................................................... 48
4.4 Daftar Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan ...................... 66
4.5 Daftar Tingkat Pendidikan Pegawai Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan .. 66
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pikir ............................................................................... 40
4.1 Bagan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah ................................. 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Biodata .............................................................................. 77
2 Rekapan Realisasi Pendapatan ......................................... 78
3 Laporan Realisasi Pendapatan .......................................... 79
4 Surat Ketetapan Pajak Daerah .......................................... 87
5 Tanda Bukti Penerimaan ................................................... 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan Nasional merupakan kegiatan yang berlangsung secara
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pada hakekatnya Perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan
Undang-undang, hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
ayat 2 yang berbunyi: “Segala Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang
demi kepetingan negara dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat”. Keberhasilan
atas Undang-Undang tersebut ditentukan oleh pemanfaatan Sumber Daya
Manusia dan Sumber Daya Alam secara baik dengan dana yang cukup besar.
Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem pemerintah negara
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip
keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada
masyarakat. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya
ditulis Undang-undang Pemerintah Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai
2
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Mengingat luasnya kewenangan daerah dalam pemerintahan, maka pada
masa yang akan datang, daerah dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih
besar dari kemampuan yang dimiliki saat ini. Kemampuan tersebut mencakup
kemampuan dari berbagai bidang pemerintahan termasuk bidang kelembagaan,
personil, keuangan, peralatan dan sebagainya. Oleh karena itu, yang seharusnya
dilakukan Pemerintah Daerah adalah meningkatkan kualitas kelembagaan agar
mampu melaksanakan perannya dengan maksimal, efektif, dan efisien.
Pajak daerah adalah sebagai salah satu komponen pendapatan asli daerah
memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Oleh sebab itu pajak
daerah harus dikelolah secara professional dan transparan dalam rangka
optimalisasi dan usaha meningkatkan kontribusinya terhadap anggaran
pendapatan dan belanja daerah. Pembiayaan pemerintah daerah dalam
melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan
sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan
oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu
mulai tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah memacu setiap daerah untuk
dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang mampu mendukung
pembiayaan pengeluaran daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan
dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan
pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah pusat tidak
3
lagi mendominasi pemerintah daerah. Peran pemerintah pusat dalam konteks
desentralisasi adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah sehingga pemerintah daerah
memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
Dalam rangka merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber
pelaksanaan otonomi daerah sangat bergantung pada peranan Pendapatan Asli
Daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi penyangga utama dalam
membiayai kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Oleh karena itu,
pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang
berasal dari daerah sendiri sehingga memperbesar tersedianya keuangan
daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan dan
memperbesar keleluasaan daerah mengarahkan penggunaan keuangan daerah
sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang
bersangkutan.
Sumber-sumber penerimaan daerah diperlukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta
melaksanakan pembangunan daerah. Adapun sumber-sumber penerimaan
daerah berasal dari bantuan pemerintah dan sumbangan pemerintah pusat serta
penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Namun, setiap daerah memiliki
kekayaan alam yang berbeda-beda yang akan mendorong terjadinya perbedaan
yang mencolok dalam pengembangan daerah. Daerah yang kaya akan potensi
alam yang dimiliki akan semakin maju dan daerah yang kurang akan potensi
alam tidak berkembang bahkan semakin terpuruk sehingga diperlukannya peran
pemerintah agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang secara
merata.
4
Penggalian dan pengelolaan keuangan daerah dengan segala sumber
daya yang merupakan salah satu unsur pemegang peranan penting dan sangat
menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah,
sehingga perlu diusahakan bagaimana mengolah sistem keuangan daerah agar
dapat terlaksana dengan baik sehingga mampu mendukung kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional. Terbatasnya dana yang dapat
dihimpun dari sumber Pendapatan Asli Daerah akan mendorong pemerintah
untuk melakukan upaya meningkatkan pengelolaan keuangan daerah.
Kabupaten Nunukan mempunyai banyak potensi pajak daerah yang masih
harus digali oleh pemerintah setempat. Untuk dapat meningkatkan penerimaan
pajak dan retribusi daerah, pemerintah daerah harus mengetahui potensi pajak
dan retribusi daerah dan menggunakan sistem dan prosedur koleksi pajak dan
retribusi daerah yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi daerahnya.
Penerimaan pajak dan retribusi daerah adalah dua hal yang berbeda. Potensi
dan realisasi penerimaan pajak dan retribusi dihubungkan oleh sistem dan
prosedur pendapatan daerah. Sebaik apapun sistem dan prosedur pendapatan
daerah, apabila potensi tidak ditentukan dengan sebenarnya, maka realisasi
penerimaan juga akan rendah.
Berikut adalah Rekapan Laporan Realisasi Pendapatan Kabupaten
Nunukan:
5
TARGET RELISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI
PENDAPATAN DAERAH 818,217,252,518.37 916,405,866,814.98 1,110,905,238,338.51 1,357,200,132,973.93 1,351,692,764,498.51 1,549,997,314,377.28
1 Pendapatan Asli Daerah 40,437,218,769.09 34,871,929,348.98 44,097,441,075.00 44,892,410,248.93 42,900,820,972.07 64,383,003,030.28
1 1 Hasil Pajak Daerah 1,845,136,048.17 1,876,767,964.00 2,989,184,654.00 4,080,750,475.81 4,632,993,088.00 4,394,670,473.96
1 1 1 Pajak Hotel 177,945,192.00 190,083,656.00 177,945,192.00 177,772,340.00 177,945,192.00 274,658,000.00
1 1 2 Pajak Restoran 81,535,200.00 187,571,503.00 564,345,600.00 1,142,361,933.31 864,345,600.00 1,861,235,622.96
1 1 3 Pajak Hiburan 105,299,000.00 131,338,500.00 103,306,000.00 111,348,250.00 86,171,500.00 78,469,250.00
1 1 4 Pajak Reklame 165,854,527.00 219,258,717.00 166,154,527.00 165,833,551.00 85,630,350.00 127,924,285.00
1 1 5 Pajak Penerangan Jalan 1,179,660,892.17 1,064,985,264.00 1,759,592,098.00 1,843,980,756.00 3,081,059,209.00 1,736,165,924.00
1 1 6 Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 134,841,237.00 83,082,324.00 134,841,237.00 365,586,933.00 134,841,237.00 39,850,000.00
1 1 7 Pajak Parkir 180,000.00
1 1 8 Pajak Air Bawah Tanah
1 1 9 Pajak Sarang Burung Walet 400,000.00 3,000,000.00 3,000,000.00 3,000,000.00
1 1 10 Pajak Lingkungan
1 1 11 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 80,000,000.00 270,886,712.00 200,000,000.00 276,367,392.00
1 2 Hasil Retribusi Daerah 7,465,234,990.00 8,241,648,389.00 2,859,002,384.00 3,893,508,480.00 1,985,365,500.00 2,334,793,299.00
1 2 1 Retribusi Jasa Umum 4,777,698,856.00 6,361,659,194.00 1,206,045,400.00 2,712,757,498.00 1,144,400,000.00 1,468,442,900.00
1 2 2 Retribusi Jasa Usaha 1,169114,078.00 295,257,400.00 1,010,596,928.00 333,300,150.00 112,500,000.00 56,204,000.00
1 2 3 Retribusi Perizinan Tertentu 1,518,422,056.00 1,584,731,795.00 624,360,056.00 847,450,823.00 728,465,500.00 810,146,399.00
1 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 5,750,376,954.92 4,138,869,801.80 5,750,376,954.00 4,533,946,756.34 2,961,814,223.07 3,344,673,436.96
1 3 1 Bagian Laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD 5,750,376,954.92 4,138,869,801.00 5,750,376,954.00 4,533,946,756.34 2,961,814,223.07 3,344,673,436.96
1 3 2 Bagian Laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Pemerintah/BUMN
1 3 3 Bagian Laba atas Penyertaan modal pada Perusahaan Milik Swasta
1 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 25,376,470,776.00 20,614,643,230.18 32,498.877,083.00 32,384,204,536.78 33,320,648,161.00 54,308,865,820.36
1 4 1 Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan 13,243,034,289.00 10,584,834,000.00 2,370,000.00
1 4 2 Penerimaan Jasa Giro 1,325,646,761.00 1,169,155,963.25 1,325,646,761.00 886,375,086.00 1,169,155,963.00 590,581,138.63
1 4 3 Pendapatan Bunga Deposito 6,500,000,000.00 8,475,202,836.93 12,000,000,000.00 20,545,962,932.83 23,500,000,000.00 43,467,297,905.38
1 4 4 Tuntutan Ganti Kerugian Daerah
1 4 5 Komisi, Potongan dan Selisih Nilai Tukar Rupiah
1 4 6 Pendapatan Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan 117,720,607.00 356,871,792.00 177,720,607.00 347,630,712.00 117,720,607.00 178,075,275.00
1 4 7 Pendapatan Denda Pajak 684,442.00 3,695,722.00
1 4 8 Pendapatan Denda Retribusi 2,541,696.00 139,447,662.00 253,300,000.00
1 4 9 Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan 130,519,900.00 130,519,900.00
1 4 10 Pendapatan dari Pengembalian 4,059,549,219.00 25,352,500.00 4,059,549,219.00 950,452,303.03 213,771,591.00 934,296,906.62
1 4 11 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
1 4 12 Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
1 4 13 Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Rumah
Sumber: Data Laporan Realisasi Pendapatan DPPKAD Kab. Nunukan 2013 (Data Diolah)
PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN
REKAPAN REALISASI PENDAPATAN NUNUKAN
KODE REKENING2010 2011 2012
JENIS PENERIMAAN
6
Berikut adalah gambaran kontribusi penerimaan pajak hotel terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tabel 1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nunukan 2010-2012
Tahun
Anggaran
Target Pajak
Hotel (Rp)
Realisasi Pajak
Hotel
(Rp)
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
(Rp)
Kontribusi Pajak
Hotel Terhadap
PAD (%)
2010 177.945.192,00 190.083.656,00 34.871.929.384,98 5,45
2011 177.945.192,00 177.772.340,00 44.892.410.248,93 3,96
2012 177.945.192,00 274.658.000,00 64.383.003.030,00 4,27
Sumber: Data Laporan Realisasi Pendapatan DPPKAD Kab. Nunukan 2013 (Data Diolah)
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa Kontribusi penerimaan pajak hotel masih
sangat minim. Ini dapat dilihat dari tiga tahun terakhir persentase kontribusi pajak
hotel rata-rata hanya dibawa 10%. Pada tahun 2010, kontribusi pajak hotel
sebesar 5,45% dari total penerimaan PAD yang berjumlah Rp34.871.929.384,98.
Pada tahun 2011, kontribusi pajak hotel mengalami penurunan sebesar 1,49%
menjadi 3,96% dari total penerimaan PAD yang berjumlah Rp44.892.410.248,93.
Tetapi pada tahun 2012 kontribusi pajak hotel mengalami peningkatan sebesar
0,31% menjadi 4,27% dari total penerimaan PAD yang berjumlah
Rp64.383.003.030,00
Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa pada tahun 2010 dan
2012 pajak hotel meningkat tapi dalam kontribusinya ke PAD tidak selalu
meningkat. Padahal jika dilihat dari jumlah hotel/penginapan yang sebanyak 19
buah terdiri dari (a) Hotel Melati Tiga (b) Hotel Melati Satu (c) Losmen/Rumah
Penginapan/Pesanggraha/Hostel/Rumah Kos yang terdapat di Kabupaten
Nunukan pada dasarnya cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan
7
penerimaan pajak daerah. Di Kabupaten Nunukan terdapat perda yang mengatur
pajak yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan No. 11 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah Nunukan.
Adapun sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
kabupaten Nunukan yang berasal dari pajak daerah diantaranya adalah: (a)
Pajak Hotel (b) Pajak Restoran (c) Pajak Hiburan (d) Pajak Reklame (e) Pajak
Penerangan Jalan (f) Pajak Parkir (g) Pajak Air Tanah (h) Pajak Sarang Burung
Walet. Sehubungan dengan itu Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan perlu
memikirkan secara serius masalah-masalah yang erat hubungannya dengan
pajak hotel, dan berusaha melakukan upaya demi meningkatkan penerimaan
pajak sehingga pajak hotel dapat memberi kontribusi yang besar dalam
meningkatkan Pajak Daerah secara Khusus dan pendapatan asli daerah secara
umum.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk membuat
skripsi dengan judul “Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Nunukan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan terlebih dahulu,
maka peneliti mengemukakan pokok permasalahan sebagai berikut.
1. Seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah
tahun anggaran 2010 – 2012?
2. Sejauh mana sistem pengawasan dan potensi yang ada untuk
meningkatkan pajak hotel di Kab. Nunukan tahun anggaran 2010 – 2012?
8
3. Bagaimana sistem dan prosedur pemungutan pajak hotel yang ada untuk
meningkatkan pajak hotel di Kab. Nunukan tahun anggaran 2010 – 2012
4. Apakah pelaksanaan pemungutan pajak hotel di Kab. Nunukan telah
sesuai dengan UU No. 28 tahun 2009, dan Perda Nunukan No. 11 tahun
2011?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap
pendapatan asli daerah tahun anggaran 2010 – 2012
2. Untuk mengetahui sejauh mana sistem pengawasan dan potensi yang ada
untuk meningkatkan pajak hotel di Kab. Nunukan tahun anggaran 2010-
2012
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem dan prosedur pemungutan pajak
hotel yang ada untuk meningkatkan pajak hotel di Kab. Nunukan tahun
anggaran 2010 – 2012
4. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemungutan pajak hotel di Kab.
Nunukan telah sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009, dan Perda Nunukan
No. 11 tahun 2011.
1.4 Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut.
1. Kegunaan Teoretis
Dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana mengoptimalisasikan
pajak daerah secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan
pendapatan asli daerah.
9
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran kepada aparat
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DPPKAD Kab.
Nunukan untuk meningkatkan pemungutan serta pengelolahan pajak
daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
kegunaan penelitian.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan kajian pustaka yang berkaitan dengan pengertian kontribusi,
pengertian pajak, pajak daerah, potensi pajak daerah, pajak hotel, pengertian
pengawasan, dan pengertian pendapatan asli daerah.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Berisikan mengenai lokasi dan waktu penelitian, populasi penelitian, metode
pengumpulan data, jenis dan sumber data, metode analisis data dan unit
analisis dan unit observasi.
BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Berisikan mengenai potensi pajak hotel di Kab. Nunukan, Kontribusi pajak
hotel terhadap pendapatan asli daerah Kab. Nunukan, sistem dan prosedur
pemungutan pajak hotel di Kab. Nunukan, ketentuan penetapan perundang –
undangan tentang pajak hotel di Kab. Nunukan dan pelaksanaannya, sistem
pengawasan pajak hotel, kuantitas dan kualitas pegawai pajak DPPKAD, dan
kendala-kendala pemungutan pajak hotel dan upaya peningkatan kontribusi
pajak hotel.
10
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari proses merangkum hasil penelitian,
saran yang memperihatkan hubungan antara permasalahan yang ditulis
dengan hasil atau simpulan itu sendiri baik secara praktis, teoretis dan
metodologis, serta keterbatasan penelitian.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar-Dasar Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Pembangunan daerah merupakan kegiatan yang dilakukan terus
menerus dan berkesinambungan dalam mewujudkan masyarakat adil dan
makmur secara materiil dan spritual. Maka dalam pelaksanaan pembangunan
daerah diperlukan sumber dana untuk pembiayaan dalam urusan Pemerintahan
Daerah. Untuk merealisasikan hal tersebut dapat diperoleh dengan menggali
potensi daerah yang salah satunya berasal dari pajak.
Menurut Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang No.28 tahun 2007 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP)
pasal 1 ayat 1, yang berbunyi:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Definisi pajak menurut Sumitro dalam Suandy (2011:1) adalah:
“Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Definisi tersebut, kemudian disempurnakan sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk “public saving” yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
12
Definisi lain yang dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Muljono (2010:1)
adalah sebagai berikut:
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.
Definisi pajak menurut Adriani dalam Agung (2007:1) Pajak adalah:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
2.1.2 Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaranya.
2. Fungsi Regulerend (mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.
13
2.1.3 Pembedaan dan Pembagian Jenis Pajak
Terdapat berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifatnya, dan menurut
lembaga pemungutnya. (Waluyo, 2008:12).
1. Menurut Golongan
Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung.
a. Pajak Langsung
Dalam pengertian ekonomi pajak langsung adalah pajak yang harus
dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak
harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang
dipungut secara berkala.
Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung
oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung
Dalam pengertian ekonomis, pajak tidak langsung adalah pajak yang
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain
atau pihak ketiga. Sedangkan dalam pengertian administratif, pajak tidak
langsung terjadi jika terjadi suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau
jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai, Bea Balik Nama.
14
2. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
Pajak Subyektif dan Pajak Obyektif.
a. Pajak Subyektif
Pajak Subyektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama
keadaan pribadi Wajib Pajak untuk menetapkan pajaknya harus
ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan
keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif
Pajak Objektif pertama-tama melihat kepada objeknya baik itu berupa
benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian barulah
dicari subjeknya (orang atau badan hukum) yang bersangkutan
langsung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek pajak ini
berdomisili di Indonesia ataupun tidak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungut
Menurut lembaga pemungutnya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak
negara (pajak pusat) dan pajak daerah.
a. Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak Negara atau Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh
departemen keuangan dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara.
15
1) Pajak yang dipungut oleh Dirjen Pajak
a) Pajak Penghasilan
b) PPN (penyerahan lokal)
c) Pajak Bumi dan Bangunan
d) Bea Materai
e) Bea Lelang
2) Pajak yang dipungut Bea Cukai (Dirjen Bea Cukai)
b. Pajak Daerah
Pajak Daerah yaitu pajak-pajak yang dipungut oleh daerah seperti
propinsi, kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah
masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah
tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah terdiri dari:
1) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan, dan Pajak Rokok.
2) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota)
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan, dan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan.
16
2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:6-8) tata cara pemungutan pajak dibagi menjadi
tiga, yaitu stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan
pajak.
a. Stelsel Pajak
1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Penggenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak
berjalan.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib
Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
17
b. Asas Pemungutan Pajak
1. Asas Domisili (Asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh pengahasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib
Pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
c. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
18
Ciri - cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat.
a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaiakan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warganya.
19
c. Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi
maupunperdagangan,sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.2 Pajak Daerah
2.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Pada prinsipnya pajak daerah sama seperti pajak pusat apabila ditinjau
dari subyek dan obyeknya, sedangkan perbedaan dari kebudayaan adalah
aparat pemungut dan pengguna pajak. Pajak tersebut termasuk pajak pusat,
apabila aparat pemungut dan pengguna pajak tersebut adalah pemerintah pusat,
sedangkan pajak daerah, aparat pemungut dan penggunanya adalah pemerintah
daerah.
Jadi pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Undang-undang yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
20
Dari pengertian tentang pajak daerah tersebut diatas, dapat diketahui
bahwa pajak daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai Pajak Daerah.
2. Penyerahan pengolahan pajak tersebut berdasarkan Undang-undang
dan peraturan daerah.
3. Pajak daerah yang dipungut berdasarkan peraturan kekuatan Undang-
undang dan peraturan hukum lainnya.
4. Hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai
pengeluaran kegiatan rumah tangga daerah atau membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
2.2.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah
Setiap kegiatan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah harus dilandaskan pada dasar hukum yang
telah ada. Landasan hukum tersebut merupakan dasar dari kebijaksanaan
daerah.Dasar hukum sebagai landasan untuk memungut Pajak Daerah adalah:
a. Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
b. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
c. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah.
d. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999 tentang sistem
dan prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Penerimaan Pendapatan
Lain-lain.
21
e. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 170 Tahun 1997 tentang
pedoman tata cara pemungutan pajak daerah.
2.2.3 Obyek Pajak Daerah
Berdasarkan undang-undang RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa “Obyek pajak daerah adalah
kepemilikan, penguasaan, pegambilan, pemanfaatan, penerimaan penggunaan
barang dan jasa yang dapat dikenakan pajak daerah”. Potensi daerah dapat
dijadikan obyek pajak daerah apabila:
1. Terletak pada wilayah suatu daerah, serta melayani masyarakat dalam
wilayah tersebut.
2. Objek Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) tersebut tidak
bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Bukan merupakan objek pajak provinsi dan objek pajak pusat.
4. Bersifat pajak dan bukan retribusi.
5. Berpotensi tidak memberikan dampak negatif, memperhatikan aspek
keadilan dan kemampuan masyarakat dan menjaga kelestarian
lingkungan.
2.2.4 Subyek Pajak Daerah
Berdasarkan undang-undang RI No. 28 Tahun 2009 Pasal 2 Ayat (1)
menjelaskan “Subyek pajak adalah orang pribadi/badan yang memiliki,
menguasai, mengambil, memanfaatkan, menerima penyerahan dan menikmati
obyek pajak daerah”. Pasal 2 Ayat (2) menjelaskan “Wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut undang-undang perpajakan daerah diwajbkan
22
untuk melakukan pembayaran pajak terhutang termasuk pemungutan atau
pemotong pajak”.
2.2.5 Jenis Pajak Daerah
Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dapat tidak memungut salah
satu atau beberapa jenis pajak yang telah di tetapkan, apabila potensi pajak
daerah tersebut dipandang kurang memadai. Secara garis besar pajak daerah
dibagi menjadi:
a) Pajak Daerah Tingkat I, terdiri dari:
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air 5% (lima
persen)
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air
10% (sepuluh persen)
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen)
4. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 20% (dua
puluh persen)
b) Pajak Daerah Tingkat II, terdiri atas:
1. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen)
2. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen)
3. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen)
4. Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen)
5. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen)
6. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
20% (dua puluh persen)
7. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen)
8. Pajak Sarang Burung Walet.
23
2.2.6 Potensi Pajak Daerah
Menurut Alwi (1989:42) potensi adalah merumuskan kemampuan
melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang memuaskan baik berupa
barang atau jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Jika dikaitkan dengan pendapatan asli daerah maka potensi adalah suatu
kesanggupan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaran
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kegiatan kemasyarakatan di
daerah dalam pencapaian tujuan negara. Kesanggupan yang dimaksudkan yaitu
kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh daerah, atau dapat pula diartikan
sebagai kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah. Serta dapat
pula diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan daerah untuk
menghasilkan dana dalam keadaan seratus persen berdasarkan sumber daya
yang ada. Dimana potensi diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi daerah yang ditujukan untuk peningkatan kemajuan pembangunan
daerah.
Dalam hubungannya dengan optimalisasi penerimaan pajak daerah yaitu
bagaimana mengoptimalisasikan sasaran pemasukan Pajak Daerah, didasarkan
pada potensi pajak tersebut sebagai sumber penerimaan daerah untuk
membangun dan mengembangkan daerah menjadi sebuah daerah yang maju.
2.3 Pajak Hotel
2.3.1 Pengertian Pajak Hotel
Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 65 tahun 2001 pengertian pajak
hotel adalah:
“Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan fasilitas lainnya dengan
24
dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran”.
Berdasarkan Perda Kabupaten Nunukan No. 11 tahun 2011 tentang pajak
hotel dijelaskan mengenai nama, objek, dan subjek pajak hotel.
1. Setiap pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahragadan hiburan dipungut pajak dengan nama Pajak Hotel.
2. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan.
3. Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan
hotel.
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini
termasuk juga rumah penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan
pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu
jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu
daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menertibkan
peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan
hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak
hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan (Siahaan, 2005,h.245).
25
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu
diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagai berikut (Siahaan, 2005,h.245).
1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan
perkantoran.
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi
apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan
disewakan untuk umum.
3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa
pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan
usaha di bidang jasa penginapan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai
pembayaran kepada pemilik hotel.
5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai
bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat
mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat
penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak.
2.3.2 Dasar Hukum Pajak Hotel
Pemungutan pajak hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar
hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak
terkait. Adapun dasar hukum tentang pajak hotel antara lain :
26
a. Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
daerah
b. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
c. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah
d. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak hotel.
e. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel sebagai
aturan pelaksanaan peraturan pemerintah daerah tentang pajak hotel
pada kabupaten/kota dimaksud.
Dalam melakukan pungutan atas pajak hotel, terdapat subjek pajak, wajib
pajak dan objek pajak hotel. Pada pajak hotel, yang menjadi wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel.
Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati
dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu,
yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. Sedangkan yang
termasuk objek pajak hotel antara lain:
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam
pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah
kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek
antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata,
pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan.
2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau
tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan
dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain telepon, faksimile,
27
teleks, fotocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan
lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu
hotel, bukan umum. Fasilitas hotel dan hiburan antara lain pusat
kebugaran (fitness centre), kolam renang, tenis, golf, pub, diskotik, yang
disediakan atau dikelola hotel.
4. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
2.3.3 Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada hotel. Jika pembayaran di penggaruhi oleh hubungan istimewa, harga
jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat
pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung
atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi
atau badan yang sama.
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak
kepada wajib pajak untuk harga jual jumlah uang yang dibayarkan maupun
penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas
pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula
semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha
hotel.
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk menetapkan tarif pajak yang di pandang sesuai dengan kondisi masing-
28
masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin
berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.
Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungn
pajak hotel adalah dengan rumus sebagai berikut:
2.3.4 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah
Pemungutan Pajak Hotel
Pada pajak hotel, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya
sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan
dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu lamanya satu tahun
takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun takwim.
Pajak yang terutang merupakan pajak hotel yang harus dibayar oleh wajib
pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut
ketentuan dan peraturan daerah tentang pajak hotel yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat pajak terutang dalam masa
pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadi pembayaran atau
pelayanan jasa penginapan di hotel.
Pajak terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak
=Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel sebelum dikenakan pajak
29
Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat hotel
berlokasi. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang
hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup
wilayah administrasinya.
Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut
pembayaran pajak hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel harus
menggunakan bon penjualan atau nota pesanan (bill), kecuali ditetapkan lain
oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan bon penjualan adalah
penggunaan mesin cash register sebagai bukti pembayaran. Dalam bon
penjualan sekurang-kurangnya harus mencantumkan catatan tentang jenis
kamar yang ditempati, lama menginap dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon
penjualan harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi
nomor seri dan digunakan sesuai dengan nomor urut.
Bon penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti
pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus dibayar
oleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk menerbitkan dan menyerahkan
bon penjualan kepada subjek pajak selain untuk kepentingan pengawasan
terhadap peredaran usaha wajib pajak juga dimaksudkan sebagai bagian untuk
memasyarakatkan kesadaran tentang pajak hotel kepada masyarakat selaku
subjek pajak. Salinan nota pesanan yang sudah digunakan harus disimpan oleh
wajib pajak dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan daerah atau keputusan
bupati/walikota, misalnya dalam waktu setahun, sebagai bukti dalam pembuatan
surat pemberitahuan pajak daerah.
Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak
menggunakan penjualan dikenakan sanksi aministrasi berupa denda sebesar
dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak.Bon penjualan baru dapat
30
digunakan setelah diporporasi oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Wajib pajak wajib melegalisasi bon penjualan kepada Dinas Pendapatan Daerah
kabupaten/kota, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
Wajib pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan, tetapi menggunakan yang
tidak dilegalisasi dikenakan sanks administrasi, umumnya berupa denda sebesar
dua persen perbulan dari dasar pengenaan pajak.
2.3.5 Penetapan Pajak Hotel
Setiap pengusaha hotel (yang menjadi wajib pajak) wajib menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak hotel yang terutang
dengan menggunakan SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah). Ketentuan
ini menunjukkan sistem pemungutan pajak hotel pada dasarnya merupakan
sistem self assesment, yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Dengan pelaksanaan sistem pemungutan ini petugas Dinas
Pendapatan Daerah kabupaten/kota yang ditunjukkan bupati/walikota menjadi
fiskus hanya bertugas mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak
oleh wajib pajak.
Pada beberapa daerah, penepatan pajak tidak diserahkan sepenuhnya
pada wajib pajak tetapi ditetapkan oleh kepala daerah. Terhadap wajib pajak
yang pajaknya ditetepkan oleh bupati/walikota, jumlah pajak terutang ditetapkan
dengan menerbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). Wajib pajak tetap
memasukkan SPTPD, tetapi tanpa perhitungan pajak. Umumnya SPTPD
dimasukkan bersamaan dengan pndataan yang dilakukan oleh petugas Dinas
Pendapatan Daerah kabupaten/kota.
31
Dalam jangka waktu lima tahun sesudah terutangnya pajak, bupati/walikota
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan
Surat Pajak Daerah Nihil (SKPDN). Surat ketetapan pajak diterbitkan
berdasarkan pemeriksaan atas SPTPD yang disampaikan oleh wajib pajak.
Penerbitan surat ketetapan pajak ini untuk memberikan kepastian hukum apakah
perhitungan dan pembayaran pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam
SPTPD telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan pajak daerah
atau tidak. Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada wajib tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau karena
ditentukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.
2.3.6 Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel
a. Pembayaran Pajak Hotel
Pajak hotel terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam peraturan daerah, misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15
bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa
pajak. Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
hotel ditetapkan oleh bupati / walikota. Apabila kepada wajib pajak
diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, pajak hotel harus dilunasi
paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran pajak hotel yang terutang dilakukan ke kas daerah,
bank, atau tempat lain yg ditunjukkan oleh bupati/walikota sesuai waktu
yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Apabila
pembayan pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
32
pajak harus disetor ke kas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam
waktu yang ditentukan oleh bupati/walikota. Apabila tanggal jatuh tempo
pembayaran pada hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau
lunas. Kepada wajib pajak yang melalukan pembayaran pajak diberikan
tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam buku penerimaan. Hal
ini harus dilakukan oleh petugas tempat pembayaran pajak dan dicatat
dalam buku penerimaan. Hal ini harus dilakukan oleh petugas tempat
pembayaran pajak untuk tertib administrasi dan pengawasan penerimaan
pajak. Dengan demikian, pembayaran pajak akan mudah terpantau oleh
petugas. Dinas Pendapatan Daerah. Bentuk, isi,ukuran buku penerimaan,
dan tanda bukti pembayaran pajak ditetapkan pajak ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota.
Dalam keadaan tertentu, bupati/walikota atau pejabat yang
ditunjukkan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pembayaran pajak hotel terutang dalam kurun waktu tertentu
setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pemberian persetujuan
untuk mengangsur pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan
secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar dua
persen sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Selain
memberikan persetujuan mengangsur pembayaran pajak, bupati/walikota
atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada wajib
pajak untuk menunda pembayaran pajak terutang dalam kurun waktu
tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pemberian
33
persetujuan untuk menunda pembayaran pajak diberikan atas
permohonan wajib pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan
dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Persyaratan untuk
dapat mengangsur atau menunda pembayaran pajak serta tata cara
pembayaran angsuran ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
b. Penagihan Pajak Hotel
Apabila pajak hotel yang terutang tidak dilunasi setelah jatuh tempo
pembayaran, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan
tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak
terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Penagihan
pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan dikeluarkan 7 hari
sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh bupati/walikota.Dalam jangka waktu tujuh hari sejak
surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima,
wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
Selanjutnya, bila jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar
tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran
atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis akan ditagih dengan
Surat Paksa. Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat
dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan
penyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau melunasi utang pajaknya
sebagaimana mestinya.
34
Terakhir, apabila dilakukan penyitaan dan pelelangan barang milik
wajib pajak yang disita, pemerintah kabupaten/kota diberi hak mendahulu
untuk tagihan pajak atau barang-barang milik wajib pajak atau
penanggung pajak. Ketentuan hak mendahulu meliputi pokok pajak,
sanksi administasi berupa kenaikan, bunga, denda, dan biaya penagihan
pajak. Adanya ketentuan tentang hak mendahulu ini untuk memberikan
jaminan kepada daerah pelunasan utang pajak daerah bila pada saat
yang bersamaan wajib pajak memiliki utang pajak dan juga
utang/kewajiban perdata kepada kreditur lainnya, sementara wajib pajak
tidak mampu melunasi semua utangnya sehingga dinyatakan pailit.
Selain itu, dalam kondisi tertentu bupati/walikota dapat melakukan
penagihan pajak tanpa menunggu batas waktu pembayaran pajak hotel
yang ditetapkan oleh bupati/walikota berakhir. Hal ini dikenal sebagai
penagihan pajak seketika dan sekaligus. Tindakan penagihan pajak
dengan Surat Paksa dan penagihan pajak seketika dan sekaligus dalam
pemungutan Pajak Hotel dilakukan sesuai dengan Ketentuan Umum
Pajak Daerah.
2.4 Pengertian Pengawasan
Hakekat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya
penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, kegagalan
dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yang dilakukan
berjalan sesuai rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1970:107)
35
Dari definisi tersebut jeles terlihat bahwa terdapat hubungan yang
sangat erat antara perecanaan dan pengawasan, sedemikian eratnya hubungan
tersebut sehingga oleh H. Koontz dan CO. Donnell disebutkan bahwa antara
perencanaan dan pengawasan ini ibaratnya seperti kedua sisi dari mata uang
yang sama (Siagian, 1970:107).
Menurut Sarwoto, definisi tentang pengawasan sebagai berikut: “pengawasan
adalah kegiatan manager yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki” (Sarwoto, 1983 : 34)
Dalam suatu negera terlebih-lebih negara yang sedang berkembang
atau membangun, maka kontrol atau pengawasan itu sangat urgen (beragam)
atau penting baik pengawasan secara vertikal, horisontal, eksternal, internal,
preventif maupun represif agar maksud dan tujuan yang telah ditetapkan
tercapai. Dalam pelaksanaan optimalisasi peningkatan penerimaan Pajak Daerah
di Kabupaten Nunukan diperlukan pengawasan langsung dan tidak langsung
secara intensif dan teratur supaya tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan
KKN antara aparat petugas pemungut Pajak yang terhitung.
1. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara
pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri secara langsung pula dari pelaksana. Ha
ini dilakukan dengan inspeksi.
2. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung dilaksanakan dengan mempelajari laporan-
laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis,
36
mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa
pengawasan on the spot.
Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam
pengambilan keputusan, hal ini bertujuan:
1. Menghasilkan atau meniadakan kesalahan, penyimpanan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpanan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
3. Mencari-cari lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai
tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.
2.5 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar bagi Pemerintah
Daerah untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaran pembangunan
daerah sebagai wujud terlaksananya otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab.
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 pengertian Pendapatan
Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh di daerah dari sumber-sumber
dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka pendapatan asli daerah
adalah pendapatan daerah yang sumber-sumber pendapatannya berasal dari
penggalian atau pungutan daerah, keintensifan aparat pemungut pajaknya dan
faktor-faktor yang mendukungnya.Pendapatan daerah terdiri dari:
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
37
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
2.6 Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan
penelitian terdahulu sebagai pendukung bagi penelitian ini. Berkaitan dengan
pajak hotel terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil penelitian Rahmanto (2007) mengkaji tentang efektivitas pajak hotel
dan kontribusinya terhadap pajak daerah di Kabupaten Semarang tahun 2000–
2004. Efektifitas yang meningkat akan dibarengi dengan pengoptimalan potensi
yang ada sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan asli
daerah.Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas pengelolaan pajak hotel di Kabupaten Semarang tahun 2000-
2004 nilainya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
2. Kontribusi pajak hotel terhadap pajak daerah sebesar 10,9% sisanya
dipengaruhi oleh unsur pajak daerah yang lain.
Hasil penelitian Fentika (2006) menjelaskan tentang intensifikasi pajak
hotel dengan berdasar pada analisis efektifitas, efisiensi dan potensi guna
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Adapun hasil dari penelitian
tersebut adalah potensi riil dari pajak hotel di Kota Tanjungpinang sangat tinggi,
lebih dari 200% dari target yang ingin dicapai. Namun demikian kondisi
pemenuhanya hanyalah sebesar 85% dari target pendapatan.
38
Penelitian yang dilakukan oleh Randa M. Devander (2012) bertujuan untuk:
1. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap
pendapatan asi daerah tahun anggaran 2007-2011
2. Mengetahui sejauh mana sistem pengawasan dan potensi yang ada untuk
meningkatkan pajak hotel dan restoran di Kab. Tana Toraja tahun
anggaran 2007 – 2011
3. Mengetahui bagaimana sistem dan prosedur pemungutan pajak hotel dan
restoran yang ada untuk meningkatkan pajak hotel dan restoran di Kab.
Tana Toraja tahun anggaran 2007–2011
4. Mengetahui apakah pelaksanaan pemungutan pajak hotel dan restoran di
Kab. Tana Toraja telah sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 dan Perda
Tana Toraja No. 3 Tahun 2011.
Penelitian lain dilakukan oleh Randy J.R.Walakandou (2012) mengkaji
tentang analisis kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah di Kota
Manado tahun 2007–2011. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa
besar kontribusi pajak terhadap PAD di Kota Manado. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data target dan realisasi
penerimaan pendapatan daerah Kota Manado dari tahun 2007–2011.
Penerimaan PAD Kota Manado selalu tidak dapat mencapai target disetiap
tahunnya. Penerimaan pajak hotel Kota Manado selama tahun 2007–2011 terus
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
2.7 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan judul penelitian dalam skripsi ini yaitu: Analisis Kontribusi
Pajak Daerah khususnya pajak hotel di Kabupaten Nunukan maka yang
dimaksud dengan kontribusi pemungutan pajak hotel adalah pencapaian
39
penerimaan pajak daerah sesuai yang diharapkan yang berdampak pada
peningkatan pendapatan asli daerah.
Dalam rangka peningkatan kontribusi pajak hotel aspek yang sangat
penting untuk diteliti sebagai suatu pendekatan dalam memahami kontribusi
pajak daerah terdiri dari potensi pajak daerah, yang merupakan suatu kondisi
yang menggambarkan kekuatan/ kemampuan dari pajak hotel di Kabupaten
Nunukan, pelaksanaan pemungutan pajak hotel yang dilakukan melalui analisis
yang mendalam terhadap sistem dan prosedur, petugas pemungut pajak, serta
sarana dan prasarana yang diguanakan untuk pelaksanaan pemungutan pajak
Daerah, dan yang terutama adalah Pengawasan yang baik berupa pengawasan
langsung maupun tidak langsung, yang dilakukan terhadap pemungutan Pajak
Daerah di Kabupaten Nunukan. Pelaksanaan pemungutan pajak juga harus
sesuai dengan Perda Nunukan yaitu Perda No. 11 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah Nunukan, agar optimalisasi pemungutan pajak hotel dapat terlaksana
dengan baik dalam prakteknya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan dalam bentuk
kerangka pemikiran sebagai berikut:
40
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Potensi Jumlah Hotel
Pemungutan
a) Sistem & prosedur
b) Jumlah petugas
c) Sarana & prasarana
Pengawasan
a) Pengawasan
langsung
b) Pengawasan tidak
langsung
Peningkatan
Pendapatan
Asli Daerah
Kabupaten
Nunukan
Kontribusi pajak
hotel
Kabupaten
Nunukan
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Data yang digunakan berupa data laporan realisasi pendapatan dan peraturan
daerah mengenai Pajak Hotel.
Untuk memperoleh data dan informasi yang berkenaan dengan penelitian
ini sebagai bahan atau materi untuk keperluan pembahasan, maka teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data-data yang
mendukung penulisan ini secara langsung dari lapangan, di kantor Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan.
3.2 Lokasi Penelitian
Kabupaten Nunukan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan
Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Nunukan. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa
(2004).
Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah DPPKAD dengan pertimbangan bahwa baik data
maupun informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh serta relevan dengan pokok
permasalahan yang menjadi objek pokok penelitian.
42
3.3 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
A. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yakni
data yang berbentuk angka-angka mengenai laporan realisasi pendapatan asli
daerah Kabupaten Nunukan.
B. Sumber Data
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung pada
lokasi penelitian, khususnya pada Kantor DPPKAD Kabupaten Nunukan
dan melakukan wawancara langsung dengan staf Kantor DPPKAD
Kabupaten Nunukan.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber di luar
objek penelitian berupa buku-buku dan literatur yang berkaitan erat dengan
masalah yang dibahas.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data diperlukan dalam penelitian ini, maka metode
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut.
1. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sistem
dan prosedur pemungutan pajak hotel, kendala, potensi (jumlah hotel di Kab.
Nunukan), upaya peningkatan kontribusi pajak hotel, dan sistem pengawasan
pemungutan pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Nunukan dan pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel di Nunukan.
43
2. Interview yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung terhadap
respoden yang dalam hal ini pimpinan dan beberapa pegawai Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Nunukan.
3. Dokumentasi yaitu dengan melakukan pengumpulan data-data, laporan
tertulis, dan semua peristiwa yang berhubungan dengan Kontribusi
Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan.
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam suatu
penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif yakni menggambarkan
perbandingan antara sistem pemungutan pajak hotel dengan perda Nunukan
yang mengatur Pajak Hotel, membandingkan penetapan pajak daerah Nunukan
dengan realita yang tejadi di lapangan saat pemungutan pajak, dan
perbandingan sistem pengawasan dan potensi pajak terhadap kontribusi pajak
hotel.
3.6 Unit Analisis dan Unit Observasi
Unit Analisis dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Nunukan. Sedangkan Unit Observasi dalam Penelitian ini adalah
sistem dan prosedur pemungutan pajak hotel, sistem pengawasan, dan pegawai
pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Nunukan.
44
3.7 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan
pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran
Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat
sebagai Bupati Bulungan.
Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah
dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, dengan dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan
menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan Kabupaten
Malinau.
Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun
1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal
4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan
Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni
Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.
Pemekaran kabupaten pada tanggal 17 Juli 2007, dalam Sidang Paripurna
DPR RI telah disetujui pembentukan kabupaten baru yaitu Kabupaten Tana
Tidung, yang merupakan pemekaran dari wilayah Nunukan dan Bulungan. Dari
Nunukan, Kecamatan Sembakung dipindahkan menjadi wilayah kabupaten baru
tersebut, sedangkan dari Bulungan, dipindahkan tiga kecamatan, yaitu Sesayap,
Sesayap Hilir dan Tanah Lia.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan tentang
analisis kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten
Nunukan maka hasil dan pembahasan berikut melingkupi: Potensi pajak,
kontribusi pajak terhadap PAD, sistem dan prosedur pemungutan pajak,
ketentuan penetapan perundang-undangan tentang pajak hotel Kabupaten
Nunukan dan pelaksanaannya, sistem pengawasan, kuantitas dan kualitas
pegawai pajak DPPKAD, dan kendala-kendala serta kiat-kiat pengoptimalan
pajak hotel.
4.1 Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Potensi Pajak Hotel di
Kabupaten Nunukan diukur dengan menggunakan indikator jumlah hotel. Berikut
ini adalah data jumlah hotel di Kabupaten Nunukan.
46
Tabel 4.1 Daftar Data Hotel Kabupaten Nunukan
No. Nama Usaha Kelas Alamat
1. Hotel Laura Melati Tiga Jln. Ahmad Yani
2. Hotel Firdaus Melati Tiga Jln. P. Antasari
3. Hotel New Fortuna Melati Tiga Jln. Ahmad Yani
4. Hotel Marami Melati Tiga Jln. Radio
5. Hotel Marvell Melati Tiga Jln. Yos Sudarso
6. Hotel Melati Indah Melati Tiga Jln. Pelabuhan Baru
7. Hotel New Lenfin Melati Tiga Jln. Tvri
8. Hotel Delima Melati Satu Jln. Bhayangkara
9. Hotel Sumber Mulya Melati Satu Jln. Ahmad Yani
10. Hotel Gita Melati Satu Jln. Pelabuhan Baru
11. Hotel Yus Melati Satu Jln. Pelabuhan Baru
12. Penginapan Sabar Menanti Losmen/Penginapan Jln. Yos Sudarso
13. Penginapan Nunukan Losmen/Penginapan Jln. Ahmad Yani
14. Penginapan Arena Losmen/Penginapan Jln. Ahmad Yani
15. Penginapan Fajar Losmen/Penginapan Jln. Yamaker
16. Hj. Sukinah Rumah Kost Jln. Borneo
17. Hj. Timmi Rumah Kost Jln. Borneo
18. H. Solong Rumah Kost Jln. Patimura
19. H. Basrul Rumah Kost Jln. Ahmad Yani
Sumber: Dokumen Data Pemungutan Pajak Hotel DPPKAD Kabupaten Nunukan (Tahun 2013)
Berdasarkan data sekunder yang diamati jika dilihat dari jumlah
hotel/penginapan yang sebanyak 19 buah yang terdapat di Kabupaten Nunukan
pada dasarnya cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan penerimaan
pajak daerah.
4.2 Perbandingan Pendapatan Hasil Pajak Hotel dan Pajak Daerah lainnya
terhadap PAD Kabupaten Nunukan
Perbandingan pendapatan pajak daerah lainnya terhadap PAD
Kabupaten Nunukan disajikan dalam tabel dibawah ini.
47
Tabel 4.2 Tabel Perbandingan Pajak Hotel dengan Pajak Daerah Lainnya Tahun 2010-2012
No Jenis Pajak Tahun
2010 2011 2012
1 Pajak Hotel Rp 190.083.656,00 Rp 177.772.340,00 Rp 274.658.000,00
2 Pajak Restoran Rp 187.571.503,00 Rp 1.142.361.933,31 Rp 1.861.235.622,96
3 Pajak Reklame Rp 219.256.717,00 Rp 165.833.551,00 Rp 127.924.285,00
4 Pajak Penerangan Jalan Rp 1,064.985.264,00 Rp 1.834.980.756,00 Rp 1.736.165.924,00
5 Pajak Hiburan Rp 131.388.500,00 Rp 111.348.250,00 Rp 78.469.250,00
6 Pajak Pengambilan Bahan Tambang Galian C
Rp 83.082.324,00 Rp 365.586.933,00 Rp 39.850.000,00
7 Pajak Parkir - - -
8 Pajak Air Bawah Tanah - - -
9 Pajak Sarang Burung Walet Rp 400.000,00 Rp 3.000.000,00 -
10 Pajak Lingkungan - - -
11 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
- Rp 270.888.712,50 Rp 276.367.392,00
Sumber: Data SKPD DPPKAD Kab. Nunukan 2013 (Data diolah)
Dari data tebel 4.2 dapat dikatakan bahwa pajak daerah Kabupaten
Nunukan ada sebelas jenis, diantaranya adalah pajak hotel dan pajak restoran.
Khusus pada tahun 2010 pajak hotel memberi kontribusi sebesar
Rp190,083,656.00 terhadap pendapatan daerah. Kontribusi pajak hotel terhadap
pendapatan asli daerah masih signifikan karena berada pada posisi ketiga
dibawah pajak penerangan jalan dan pajak reklame. Pada tahun 2011 kontribusi
pajak hotel mengalami penurunan sebesar Rp12,311,316.00 menjadi
Rp177,772,340.00. Tetapi pada tahun 2012 kontribusi pajak hotel mengalami
peningkatan sebesar Rp 96,885,660.00 menjadi Rp 274,658,000.00 kenaikan ini
cukup signifikan. Kontribusi terbesar pajak hotel terjadi pada tahun 2012
sedangkan kontribusi terendah pajak hotel terjadi pada tahun 2011.
48
4.3 Kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD Kabupaten Nunukan
DPPKAD Kabupaten Nunukan untuk mencapai target pendapatan dari
sektor pajak hotel masih relatif rendah. Untuk mengetahui tentang seberapa
besar kontribusi penerimaan pajak hotel terhadap penerimaan pajak daerah bagi
Kabupaten Nunukan maka disajikan beberapa data tentang perkembangan
Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan.
Tabel 4.3 Total Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nunukan tahun 2010 – 2012
Tahun Anggaran
Target Pajak Hotel (Rp)
Realisasi Pajak Hotel (Rp)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(Rp)
Kontribusi Pajak Hotel Terhadap
PAD (%)
2010 177.945.192,00 190.083.656,00 34.871.929.384,98 5,45
2011 177.945.192,00 177.772.340,00 44.892.410.248,93 3,96
2012 177.945.192,00 274.658.000,00 64.383.003.030,00 4,27
Sumber: Data Laporan Realisasi Pendapatan DPPKAD Kab. Nunukan 2013 (Data Diolah)
Dari pengamatan data sekunder yaitu dengan mengamati SKPD
Kabupaten Nunukan dari tahun 2010 hingga 2012 yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa kontribusi pajak hotel terhadap pajak daerah masih relatif
rendah bila dibandingkan dengan potensi pajak hotel yang sebenarnya sangat
potensial dalam meningkatkan pendapatan daerah. Dengan kata lain apabila
Pemerintah Kabupaten Nunukan dapat mengopimalkan penerimaan pajak hotel
berdasarkan potensi yang ada dan bisa dikembangkan, maka persentase pajak
hotel terhadap pajak daerah akan meningkat.
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa Kontribusi penerimaan pajak hotel masih
sangat minim. Ini dapat dilihat dari tiga tahun terakhir persentase kontribusi pajak
hotel rata-rata hanya dibawa 10%. Pada tahun 2010, kontribusi pajak hotel
49
sebesar 5,45% dari total penerimaan PAD yang berjumlah Rp34.871.929.384,98.
Pada tahun 2011, kontribusi pajak hotel mengalami penurunan sebesar 1,49%
menjadi 3,96% dari total penerimaan PAD yang berjumlah Rp44.892.410.248,93.
Tetapi pada tahun 2012 kontribusi pajak hotel mengalami peningkatan sebesar
0,31% menjadi 4,27% dari total penerimaan PAD yang berjumlah
Rp64.383.003.030,00. Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa pada tahun
2010 dan 2012 pajak hotel meningkat tapi dalam kontribusinya ke PAD tidak
selalu meningkat.
4.4 Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan
4.4.1 Sistem Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan
Pajak hotel dilihat dari segi lembaga pemungutannya termasuk sebagai
pajak daerah, hal ini disebutkan dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya berdasarkan golongan
maka pajak hotel digolongkan sebagai pajak tidak langsung, dimana pajak hotel
dipungut secara insidentil serta beban pajaknya dapat dialihkan dari wajib pajak
kepada pihak lain, dalam hal ini yaitu pelanggan yang menikmati pelayanan atas
jasa hotel yang dibayarkan lewat bon (bill) pembayaran.
Pemungutan pajak hotel di DPPKAD Kabupaten Nunukan dilakukan
dengan menggunakan stesel campuran, dimana stelsel ini merupakan kombinasi
antara stelsel riil dan fiktif. Pajak hotel dihitung berdasarkan anggapan pada awal
tahun pajak yang didasarkan pada pajak hotel tahun pajak yang lalu, selanjutnya
pajak pada akhir tahun akan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya, jika
terjadi kelebihan pembayaran maka wajib pajak dapat memintanya kembali
sedangkan jika terjadi kekurangan dalam pembayarannya maka wajib pajak
harus melunasi kekurangannya.
50
Sistem pemungutan pajak di DPPKAD Kabupaten Nunukan menggunakan
sistem Self Assesment wewenang untuk menentukan basarnya pajak yang
terhutang oleh wajib pajak berada pada dua pihak yaitu pembayar pajak (wajib
pajak) dan aparatur daerah. Dari wawancara dengan Kepala Seksi Penetapan
dan Penagihan Syahrullah,
“pemungutan dilakukan dengan cara self assesment wajib pajak dan petugas pajak diberi wewenang untuk menetukan besarnya pajak yang terhitung setelah adanya kesepakatan dari dua belah pihak. Sistem ini kami lakukan untuk wajib pajak yang aktif melaporkan besaran pendapatannya setiap bulan”. (Wawancara 11 Agustus 2014). Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sistem pemungutan pajak
hotel DPPKAD Nunukan masih sepenuhnya di tetapkan oleh fiskus dalam hal
penentuan besaran pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pada DPPKAD
Nunukan penetapan pajak dilakukan dengan lebih dulu menerbitkan SPTPD
(Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) dan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah)
yang diterbitkan oleh Dispenda Nunukan lalu diterbitkan ke masing-masing wajib
pajak (pemilik hotel). Pembayaran pajak hotel di Nunukan dilakukan di DPPKAD
Nunukan yang menerima ialah Bendahara Penerimaan Pajak. Pembayaran
dilakukan dengan menggunakan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah).
Penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan jika utang pajak belum
dibayar atau terjadi kurang bayar.
4.4.2 Prosedur Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan
Dari hasil wawancara dengan narasumber Kepala Penagihan Syahrullah di
ketahui bahwa prosedur pemungutan pajak hotel di DPPKAD Nunukan yaitu:
“ Dimulai dari pendataan yang dilakukan oleh seksi pendapatan setelah itu masuk ke kepala seksi perhitungan untuk dihitung seberapa banyak persentase pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, setelah itu dilanjutkan oleh seksi penetapan untuk ditetapkan, setelah ditetapkan dilimpahkan kepada bidang penagihan untuk ditagih kepada bidang
51
penagihan untuk ditagih kemudian disetor ke kas Daerah sebagai PAD. Jadi dilakukan dalam suatu sistem”. (Wawancara 11 Agustus 2014).
Dari hasil wawancara dan data sekunder yang ada diketahui bahwa
prosedur pemungutan pajak hotel di Nunukan dimulai dengan 3 tahapan yaitu:
1. Proses pendaftaran wajib pajak hotel baru.
2. Pendaftaran, pendataan dan perhitungan/penetapan pajak hotel.
3. Proses pembayaran dan proses penagihan pajak hotel.
Berikut akan diuraikan dengan detail satu persatu:
1. Proses Pendaftaran Wajib Pajak Hotel Baru
Prosedur pemungutan pajak di Nunukan dimulai dengan proses
pendaftaran wajib pajak hote yang baru bermukim di Nunukan proses
pendaftaran wajib pajak yaitu:
a. Wajib Pajak menerima formulir pendaftaran dari petugas Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).
b. Wajib Pajak mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi syarat-syarat
yang ditentukan.
c. Wajib Pajak mengembalikan formulir pendaftaran tersebut dalam jangka
waktu yang ditentukan.
d. Wajib Pajak menerima tanda terima.
e. Wajib Pajak menerima Surat Pengukuhan dan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD).
2. Pendaftaran, Pendataan, dan Penetapan Pajak Hotel
a. Pelaksanaan Pendaftaran Pajak Hotel
Pelaksanaan pendaftaran ini dilaksanakan oleh seksi Pendaftaran dan
Pendataan dengan tujuan untuk menyaring setiap wajib pajak yang
berdomisili di Kabupaten Nunukan dan mempunyai objek pajak hotel
52
diwilayah Kabupaten Nunukan. Untuk menjaring secara optimal wajib pajak
yang memiiki kewajiban pajak maka perlu adanya pendaftaran yang dilakukan
secara serentak pada hari yang telah ditentukan. Selanjutnya untuk
menghadapi kemungkinan belum seluruh wajib pajak terjaring dalam
pendaftaran, maka perlu ada usaha lebih lanjut yang dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam
penyelenggaran perpajakan daerah.
b. Pelaksanaan Pendataan Pajak Hotel
Kegiatan pendataan dimaksudkan untuk memperoleh data perpajakan
dari wajib pajak hotel. Data tersebut bermanfaat sebagai dasar untuk
menetapkan besarnya jumlah pajak hotel yang akan dikenakan pada wajib
pajak yang bersangkutan. Kegiatan ini dilakukan oleh Sub Seksi Pendataan
yang melibatkan beberapa pelaksana lainnya dari Sub Seksi Tata Usaha,
Pendftaran dan Pendataan.
Data perpajakan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan
besarnya jumlah pajak hiburan dapat diperoleh dengan cara:
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada
wajib pajak yang telah terdaftar dan dimiliki NPWPD pada setiap awal
tahun atau periode perpajakan.
2. Melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan Rencana
Pemeriksaan yang telah disusun sebelumnya.
3. Memanfaatkan data yang telah tercantum dalam Daftar Realisasi
Setoran Masa.
4. Memanfaatkan data yang telah tercantum dalam Daftar Surat Teguran
sebagai hasil pemantaun pembayaran pajak sesuai dengan batas
53
waktu pembayaran yang telah ditentukan dalam Surat Ketetapan
Pajak Daerah (SKPD).
SPTPD yang disampaikan kepada wajib pajak berisi pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab oleh wajib pajak untuk diisi dengan jelas,
benar dn lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan
dilengkapi dengan lampiran yang diperlukan. Untuk kelancaran pelaksanaan
penetapan maka SPTPD yang disampaikan kepada wajib pajak mempunyai
batas waktu dalam pengembalian SPTPD ke DPPKAD ialah 15 hari.
Selanjutnya data yang diperoleh dari kegiatan pendataan, dihimpun dan
dicatat atau dituangkan dalam Kartu Data yang telah disediakan oleh petugas
yang berwenang. Kartu Data merupakan hasil akhir yang akan dijadikan dasar
bagi petugas bagian seksi penetapan dalam menghitung besarnya jumlah
pajak yang akan dikenakan dan wajib dibayar oleh wajib pajak.
c. Pelaksanaan Perhitungan/Penetapan Pajak Hotel
Kegiatan penetapan dilakukan oleh seksi penetapan. Sumber utama
untuk menetapkan besarnya pajak yang akan dikenakan kepada wajib pajak
adalah dengan Kartu Data yang diterima dari seksi pendaftaran dan
pendataan sebelumnya. Data-data yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan
penetapan telah tersedia secara lengkap pada kartu data yang dibuat oleh
sub seksi pendataan sebelumnya. Seksi penetapan menghitung besarnya
pajak yang dikenakan berdasarkan data yang ada didalam Kartu Data dengan
menggunakan Nota Perhitungan Pajak.
Penetapan tarif pajak yang dikenakan untuk hotel ialah 10%. Besaran
pajak terutang dihitung oleh seksi perhitungan dengan rumus berikut:
54
Untuk Pajak Hotel
Contoh kasus:
Bapak fadlan mengginap di hotel laura yang terletak di jalan ahmad yani
Kab. Nunukan selama 5 hari. Jenis kamar yang di sewa adalah superior room.
Tarif kamar satu malam Rp 300.000,00. Hitunglah jumlah uang yang harus
dibayar oleh Bapak Yusran kepada pengusaha hotel atas pelayanan tersebut.
Penyelesaian:
Sewa kamar selama 5 hari = Rp 300.00,00*5 = Rp 1.500.000,00
Pajak hotel = Rp 10% * Rp 1.500.000,00 = Rp 150.000,00 +
Total yang dibayarkan Rp 1.650.000,00
Dalam kasus ini jumlah yang harus disetor ke DPPKAD Nunukan atas
kejadian diatas ialah Rp 150.000,00.
Bagi wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel harus
mempergunakan nota pesanan/ bon (bill). Nota pesanan ini harus diberi
nomor seri dan dipergunakan sesuai nomor urut. Nota pesanan ini digunakan
setelah diporporasi oleh DPPKAD Nunukan. Salinan Nota pesanan/bill yang
sudah dipergunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam waktu setahun
sebagai bukti dalam pembuatan surat pemberitahuan Pajak Daerah.
3. Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel
a. Pelaksanaan Pembayaran Pajak Hotel
Tata cara pembayaran yang dilakukan oleh DPPKAD Nunukan ialah
sebagai berikut:
Pajak terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak
= 10% X Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel
55
1. Pembayaran pajak dilakukan di Dispenda Nunukan yang ditunjuk oleh
kepala daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
2. Pembayaran pajak tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak Daerah (SSPD).
3. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
4. Kepala daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu setelah diteliti
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
5. Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan secara teratur dan berturut-
turut dengan dikenakan bunga 2% sebuan dari jumlah pajak yang belum
atau kurang bayar.
6. Kepala daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
menunda pembayaran pajak sampai batas batas waktu yang ditentukan
dengan dikenakan bunga 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau
kurang bayar.
7. Setiap pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat
dalam buku penerimaan.
Selanjutnya pendapatan pajak hotel yang diterima oleh bagian
Bendahara Penerimaan Pajak dan langsung disetor ke kas daerah sebagai
Pendapatan Asli Daerah. Lalu Bendahara Penerimaan Pajak membuat
laporan realisasi penerimaan uang sebagai tugas rutin pada setiap akhir
bulan. Lalu laporan ini disampaikan ke kepala DPPKAD Nunukan sebagai
bentuk pertanggungjawaban.
56
b. Pelaksanaan Penagihan Pajak Hotel
Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah. Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu
memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan penagihan pajak. Pelaksanaan penagihan adalah
bagian penagihan DPPKAD Nunukan, yang mana sebelum melakukan
penagiahan kepada wajib pajak seksi ini terlebih dahulu membuat Kartu
Kendali, yang dibuat berdasarkan daftar wajib pajak yang menunggak yang
telah dikonfirmasikan dengan Bendahara Penerimaan Pajak.
Surat penagihan dikeluarkan 7 hari sejak jatuh tempo pembayaran pajak
hotel bagi wajib pajak yang melunasi utang pajaknya. Jika wajib pajak dalam 7
hari sejak dikeluarkannya surat peringatan belum melunasi hutang pajaknya
maka DPPKAD akan mengeluarkan surat teguran dengan jangka waktu paling
lama 7 hari. Jika dalam 7 hari surat teguran belum ditanggapi maka DPPKAD
Nunukan akan mengeluarkan Surat Paksa dengan jangka waktu paling lama
21 hari dan jika dalam jangka waktu tersebut wajib pajak belum juga
membayar pajaknya maka dilakukan penyitaan dan wajib pajak diberi
kesempatan selama 10 hari untuk memenuhi kewajibannya jika tidak juga
memenuhi kewajibannya maka dilakukan lelang. Berikut ialah Bagan
Mekanisme Prosedur Pemungutan Pajak Daerah.
57
Gambar 4.1 Bagan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah
Mengisi dan menyampaikan SPTPD atau SKPD yaitu surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang.
Wajib
Pajak
P
e
t
u
g
a
s
D
P
P
K
A
D
1. Pendaftaran Pajak Hotel
Menyaring setiapa pajak yang berdomisili di Kabupaten Nunukan
dan mempunyai objek pajak hotel di Kabupaten Nunukan
2. Pendataan Pajak Hotel
Memperoleh SPTPD atau SKPD dari wajib pajak yang dimana
data tersebut bermanfaat sebagai dasar untuk menetapkan
besarnya jumlah pajak hotel yang akan dikenakan pada wajib
pajak yang bersangkutan
3. Perhitungan dan Penetapan Pajak Hotel
Menetapkan besarnya pajak yang akan dikenakan kepada wajib
pajak adalah dengan kartu data yang diterima dari seksi
pendaftaran dan seksi pendataan sebelumnya
4. Pembayaran atau Penagihan Pajak Hotel
Pembayaran pajak hotel dilakukan oleh wajib pajak sesuai waktu
SPTPD/SKPD, pembayaran mengunakan SSP dan harus dilunasi.
Seluruh pendapatan pajak daerah diterima oleh bendahara
penerimaan DPPKAD lalu kemudian disetor ke kas daerah.
Petugas DPPKAD juga membuat laporan tentang pemungutan
pajak dan penetapan pajak ke Kepala Dinas.
P
E
N
G
A
W
A
S
A
N
Untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mencegah terjadinya
penyimpangan maka DPPKAD, BAWASDA, BPK dan DPRD
mengadakan pemeriksaan minimum 1 kali setahun melalui laporan
keuangan kepala dinas dapat mengawasi dan mengetahui tingkat
pendapatan daerah tiap bulan dan tiap tahun.
58
4.5 Ketentuan Penetapan Undang-Undangan Tentang Pajak Hotel
Kabupaten Nunukan dan Pelaksanaannya
Pelaksanaan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dilakukan dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara, pemerintah pusat tidak lagi mendominasi pemerintah
daerah. Hal ini telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
pengaturan hubungan pusat dan daerah, khususnya dalam bidang administrasi
pemerintah maupun dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah yang dikenal dengan era otonomi daerah.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksakan otonomi daerah, pemerintah melakukan berbagai kebijakan
perpajakan daearah diantaranya dengan menetapkan Undang-Undang No. 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewanangan
dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong
pemerintah daerah terus berupaya untuk mengumpulkan PAD, khususnya yang
berasal dari pajak dan retribusi daerah. Undang-undang tersebut didukung
dengan dikeluarkanya PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Dalam melaksanakan PP No. 65 tahun 2001, pemerintah Kabupaten
Nunukan diberi wewenang untuk membuat satu peraturan daerah dalam rangka
menggali sumber pemasukan daerah. Salah satu dengan mengeluarkam Perda
No. 11 tahun 2011 tentang Pajak Hotel.
Dalam pelaksanaannya DPPKAD mengacu pada Perda No. 11 tahun 2011
dalam pemungutan pajak. Pajak hotel ditetapkan oleh DPPKAD dikarenakan
wajib pajak tidak datang melaporkan jumlah pendapatannya sehingga DPPKAD
59
dengan personilnya berjumlah 4-5 orang terjun kelapangan untuk mendata
penerimaan wajib pajak lalu kemudian ditetapkan besaran jumlah utang
pajaknya. Bagi wajib pajak yang melaporkan pendapatannya maka besaran
utang pajak ditentukan oleh wajib pajak dan fiskus. Sehingga sistem pemungutan
pajak di DPPKAD Nunukan menggunakan sistem Self Assesment. Di dalam
Perda No. 11 tahun 2011 sistem pemungutan ini masih sesuai dengan aturan
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 96 ayat 2 tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak.
Jika terjadi kelebihan pembayaran pajak maka prosedur pengembalian
kelebihan pembayaran dapat dianggap dikabulkan oleh wajib pajak jika dalam
jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
Kepala Daerah/Pejabat yang berwenang memberikan Surat keterangan
disetujinya pengajuan dari wajib pajak selanjutnya dalam jangka waktu paling
lama 1` bulan Kepala Daerah menerbitkan Surat Keterangan Pajak Daerah Lebih
Bayar (SKPDLB). Pengembalian kelebihan pembayaran tersebut harus dilakukan
paling lama 2 bulan sejak tanggal dikeluarkannya SKPDLB dengan menerbitkan
Surat Perintah membayar kelebihan pajak hotel. Hal ini telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni dalam Perda No. 11 tahun
2011 Pasal 3 dan UU No. 28 tahun 2009 pasal 106.
Dan apabila wajib pajak kurang dalam membayar pajaknya, maka akan
dikenakan pajak terutang yang berdasarkan SKPD. Jika pajak terutang tersebut
tidak dibayar oleh wajib pajak setelah kurun waktu paling lama 1 bulan sejak
SKPD diterima maka wajib pajak akan dikenakan saknsi administratif berupa
denda 2% per bulan dari hutang pajak, dan penagihannya dengan menerbitkan
Surat Teguran Pajak Daerah. Hal ini telah sesuai dengan peraturan perundang-
60
undangan yang berlaku yakni dalam Perda No. 11 Tahun 2011 pasal 3 dan UU
No. 28 Tahun 2009 Pasal 97.
Apabila terjadi pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan
penghapusan pengurangan sanksi administratif, DPPKAD dapat membetulkan
SKPD, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN atau SKPDLB jika terdapat kesalahan
tulis kesalahan perhitungan besaran pajak. Hal ini telah sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku yaitu Perda No. 11 Tahun 2011 Pasal 3 dan
UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 107.
4.6 Sistem Pengawasan Pajak Hotel
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat
penting. Pengawasan dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan sesuai
dengan peencanaan dan berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta tidak terjadi penyimpangan ataupun
penyalahgunaan.
Tanpa pengawasan maka jalannya pengawasan suatu organisasi tidak
dapat dinilai, apakah sesuai dengan rencana organisasi atau telah menyimpang
dari arah yang telah ditetapkan. Untuk itu pengawasan perlu untuk dilakukan
setiap tahapan pelaksanaan suatu kegiatan.
Dalam penelitan ini pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam hal ini adalah Kepala
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Nunukan, dalam hal memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas
pemungutan pajak hotel dapat terselenggara dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku atau standar yang telah ditetapkan.
61
Terkait dengan pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten
Nunukan pengawasan dilakukan dengan dua cara yaitu pengawasan langsung
yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap kegiatan pemungutan Pajak
Hotel dan pengwasan tidak langsung oleh pimpinan dengan mempelajari atau
menilai laporan-laporan pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak yang diterima
baik berbentuk tertulis atau lisan.
4.6.1 Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi
oleh pimpinan organisasi atau pengawasan yang dijalankan baik dengan
mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” ditempat
pemungutan pajak hotel dan menerima laporan-laporan secara langsung pula
dari pelaksana, hal ini dilakukan dengan inspeksi. Pengawasan langsung dapat
pula dilakukan kepala dinas ke sub-sub seksi di DPPKAD, sistem pengawasan
langsung pada administrasi pajak daerah dilakukan pada bagian pendaftaraan
dan pendataan, bagian penetapan, bendahara khusus penerima, bagian
pembukuan dan pelaporan, bagian penagihan, kemudian melakukan evaluasi
atas pelaksanaan pengawasan langsung tersebut yang dilakukan oleh Kadis
DPPKAD Nunukan setelah seluruh proses/tahapan pengawasan dan
pemeriksaan seesai dikerjakan.
Akan tetapi karena banyak dan kompleksnya tugas-tugas seorang
pemimpin terutama dalam organisasi yang besar, seorang pemimpin tidak
mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung. Karena itu sering pula
harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung. Dari hasil
wawancara dengan pegawai DPPKAD tentang pengawasan beliau berkata:
62
“dalam pemungutan jarang ada pengawasan yang dilakukan oleh petugas
pajak atau pimpinan” (Wawancara 12 Agustus 2014)
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pengawasan langsung
masih kurang dilakukan oleh pimpinan, bahkan belum ada pengawasan yang
dilakukan dalam pemungutan pajak. Petugas pajak melakukan tugasnya saja
tanpa ada pengawasan langsung dari pimpinan. Ini tentu saja dapat
menimbulkan penyimpangan dalam pemungutan. Kurangnya pengawasan ini
memungkinkan akan terjadi penyalahgunaan tugas atau pun dari pihak wajib
pajak sendiri. Dari pihak wajib pajak jika tidak diawasi dapat mendaftarkan tiket
dalam jumlah fiktif, maksudnya jumlah tiket yang dijual lebih banyak dari pada
yang diporporasi.
Namun belum terselenggaranya pengawasan langsung secara optimal
terhadap kegiatan pemungutan pajak hotel di Kabupaten Nunukan disinyalir oleh
kesibukan dan kompleksnya tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab Kepala
Dinas.
4.6.2 Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dalam kaitannya dengan pelaksanaan
pemugutan pajak hotel di Kabupaten Nunukan adalah berupa kegiatan
pemerikasaan atau pengecekan kegiatan pemungutan Pajak Hotel yang
dilakukan oleh petugas pemungutan pajak melalui laporan tertulis atau lisan.
Pengawasan ini diadakan atau dilakukan dengan mempelajari atau melalui
laporan-laporan yang diterima dari pelaksana/bawahan baik berbentuk laporan
lisan maupun tertulis. Kelemahan pengawasan ini bahwa sering para bawahan
hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan maksud untuk
63
menyenangkan pimpinan saja, sehigga pimpinan tidak mengetahui keadaan
yang sesungguhnya. Akibatnya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.
Kesimpulan ialah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan
baik apabila hanya tergantung pada laporan saja. Oleh karena itu pengawasan
langsung dan tidak langsung harus digabungkan dengan atau dalaam melakukan
fungsi pengawasan.
Saya pun melakukan wawancara untuk mengetahui informasi tentang
pengawasan tidak langsung. Wawancara dilakukan ke Kepala Bidang
Pendapatan Wilson, beliau mengatakan
“pengawasan dilakukan oleh kepala pimpinan setiap bulannya untuk mengetahui proses pemungutan yang dilakukan oleh petugas pajak. Selain dari pimpinan pengawasan juga dilakukan oleh DPRD, namun dari DPRD pengawasannya tidak menentu, kadang pengawasannya persemester. Pengawasan juga dilakukan dari Inspektorat Kabupaten Nunukan, pengawasan ini merupakan pengawasan melekat.” (Wawancara 13 Agustus 2014). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pemungutan pajak hotel sudah ada pengawasan yang dilakukan
walaupun belum maksimal. Karena telah diturunkan staf-staf khusus untuk
melakukan pengawasan terhadap pemungutan pajak hotel di Kabupaten
Nunukan.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan Dinas, pengawasan
eksternal juga dilakukan oleh DPRD Kabupaten Nunukan. Pengawasan ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam proses
pemungutan dan proses pengelolaan pajak hotel di Kabupaten Nunukan. Hal ini
juga terkait dengan banyaknya kasus-kasus pajak yang terjadi di Indonesia
sekarang ini. Selain pengawasan eksternal dari DPRD Kabupaten Nunukan,
pengawasan juga dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Nunukan (Bawasda).
64
Mekanisme pengawasan dari DPRD Kabupaten Nunukan dan Inspektorat
Kabupaten Nunukan (Bawasda) yaitu:
A. DPRD
Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPRD mencakup:
1. Memeriksa keuangan dan ketaatan perundang-undangan dalam hal ini
mengawasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah apakah sudah
sesuai dengan peraturan yang ada.
2. Penilaian tentang daya guna dan kehematan dalam penggunaan sarana
yang didapatkan dari pendapatan daerah.
3. Menilai hasil guna dan manfaat yang direncanakan mengenai
pemanfaatan dari hasil pajak dan retribusi daerah.
B. Inspektorat Kabupaten Nunukan (Bawasda)
Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Nunukan (Bawasda) mencakup:
1. Mengawasi jalannya pemungutan pajak beserta petugas pengawas
pemungutan pajak yang ditugaskan oleh Dispenda.
2. Memeriksa keuangan pendapatan daerah melalui laporan rutin yang di
dapat dari DPPKAD Kabupaten Nunukan.
3. Membantu mengawasi terhadap obyek dan subyek pajak yang bermasalah
dan membantu memecahkan masalah tersebut.
4. Membuat laporan dan penilaian kinerja petugas pemungutan pajak dan
pengawas pemungutan pajak.
Pengawasan dari dinas inspektorat merupakan pengawasan melekat.
Dengan pengawasan ini diharapkan dapat menghindari penyelewengan
65
pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Pengawasan juga dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dengan mengaudit DPPKAD. Pemeriksaan dilakukan sekali dalam setahun
yaitu pada bulan empat. Pemeriksaan bertujuan mengecek kepatuhan,
kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi, dan mengecek
sumber-sumber penerimaan pajak.
4.6.3 Mekanisme Pengawasan Pajak Hotel
Mekanisme pengawasan pajak hotel oleh DPPKAD Kabupaten Nunukan
mengadakan pemeriksaan dengan cara Self Assesment. Pemeriksaan dengan
cara Self Assesment dimana wajib pajak menghitung sendiri dan melaporkan
besarnya pajak dan berlaku sampai diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD) dan pemeriksaan dilakukan secara periodik atau berskala
selama 3 bulan sekali, dari pemeriksaan itu dilakukan pengawasan berapa
besarnya pajak yang dilapor ke kantor DPPKAD Kabupaten Nunukan, yang
dapat dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) dan dari hasil
pemeriksaan tersebut dapat dilihat berapa besarnya pajak yang disetor ke kantor
DPPKAD dan apabila ada selisih kurang bayar maka akan di terbitkan (SKPKB)
7 hari setelah pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak. LHP itu juga ada
pada pihak DPPKAD selaku pemeriksa dan bagi wajib pajak sebagai yang
diperiksa.
4.7 Kuantitas dan Kualitas Pegawai Pajak DPPKAD
Pegawai pajak merupakan pelaksana, pelaku kegiatan dan optimalisasi
pemungutan pajak hotel. Sehingga pegawai pajak mempunyai peranan yang
sangat penting dalam menetukan besar kecilnya penerimaan pajak hotel.
66
Tabel 4.4 Daftar Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan
Sumber: Sub Bagian Kepegawaian dan Umum DPPKAD Tahun 2013
Jumlah pegawai pajak juga merupakan hal yang mendukung dalam usaha
peningkatan dan penerimaan pajak. Petugas pemungutan pajak dalam hal ini
adalah orang-orang yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan pejabat yang
berwenang untuk melakukan penagihan/pemungutan terhadap Pajak Daerah di
Kabupaten Nunukan. Dari segi kualitas pegawai pajak dapat dilihat dari tingkat
pendidikan. Berikut ialah daftar tingkat pendidikan pegawai pajak:
Tabel 4.5 Daftar Tingkat Pendidikan Pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nunukan
No Tingkat Pendidikan Formal Jumlah
1 Strata 3/Doktor -
2 Strata 2/Magister -
3 Strata 1/Sarjana Lengkap 32
4 Diploma 3/Sarjana Muda 9
Total 41
Sumber: Data Sekunder Diolah
No. Jabatan Jumlah
1 Kepala 1
2 Sekertaris 1
3 Kepala Bidang 4
4 Kasubag/Kasubig 14
5 Staf 75
Total Pegawai 95
67
Dari data tabel terlihat bahwa jumlah dan kualitas pegawai sudah cukup
memadai dalam mengoptimalkan penerimaan PAD dari pajak dan retribusi
daerah. Akan tetapi keadaan di lapangan dimana petugas masih lamban dalam
hal penetapan, penagihan, dan pengawasan pajak khususnya pajak hotel. Dalam
pemungutan Pajak Hotel jumlah pegawai yang turun ke lapangan hanya 4-5
orang yang melakukan penagihan maka ini belum cukup optimal. Jumlah hotel
yang cukup banyak tentu saja membutuhkan petugas pemungutan yang cukup.
Agar dalam pemungutan dapat berjalan lancar dan tepat waktu.
Aspek yang perlu dikaji dalam hal ini menyangkut pemungutan pajak,
kemampuan dan motivasi petugas pajak dalam hal melakukan kegiatan
pemungutan pajak, berdasarkan sistem dan prosedur yang ditetapkan di
Kabupaten Nunukan. Disini sangat diperlukan penambahan jumlah aparat
petugas pemungut pajak. Selain itu dalam pengembangan indikator ini perlu
ditingkatkan motivasi serta pengetahuan dan kemampuan petugas pemungut
pajak agar tugas yang dibebankan mampu dilaksanakan dengan baik dan
berhasil.
4.8 Kendala-Kendala Pemungutan Pajak Hotel dan Upaya Peningkatan Kotribusi Pajak Hotel
4.8.1 Kendala-Kendala Pemungutan Pajak Hotel
Kendala yang seringkali dihadapi oleh petugas pemungut pajak hotel di
Kabupaten Nunukan berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi
Penagihan dan Penerimaan Syahrullah adalah sebagai berikut:
a. “belum adanya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Padahal pajak sudah diatur dalam perundang-undangan. Namun masyarakat akan dikenakan sanksi apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibanya dalam membayar pajak.”(Wawancara 14 Agustus 2014)
b. “kadang saat melakukan pemungutan, wajib pajak atau orang yang berkepentingan tidak ada ditempat atau lokasi pemungutan, selain itu
68
pengaruh kurangnya pemasukan dari hotel atau penginapan yaitu yang ada merupakan kendala dari kurangnya kontribusi dari pajak hotel. Ini disebabkan kurangnya pengunjung yang datang.(Wawancara 14 Agustus 2014)
c. Sarana dan prasarana yang ada masih kurang. Namun dalam pemungutan sudah menggunakan kendaran operasional yang disediakan (motor). (Wawancara 15 Agustus 2014)
d. “dalam pemungutan sama sekali belum ada pengawasan yang dilakukan oleh petugas pajak atau pimpinan.(Wawancara 15 Agustus 2014)
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala dari
pemungutan pajak hotel dipengaruhi oleh tingkat kesadaran wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban pajaknya yang masih kurang. Wajib pajak enggan
bahkan lari dari kewajiban pajaknya. Kendala-kendala juga muncul pada
DPPKAD Nunukan dimana kurangnya sarana-prasarana dalam pemungutan
pajak (kendaraan), kurangnya pengawasan langsung oleh DPPKAD, dan
minimnya petugas/pegawai pajak yang terjun menagih pajak ke lapangan.
Kendala-kendala inilah yang membuat penerimaan pajak hotel dan restoran
belum signifikan dan membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum maksimal.
4.8.2. Upaya Peningkatan Kontribusi Pajak Hotel
Pajak hotel jika dikelolah dengan baik akan memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi penerimaan pajak daerah. Namun persentase kenaikan pajak
hotel di tahun 2013 belum seimbang dengan jumlah hotel di Kabupaten Nunukan
yang jika dimaksimalkan penerimaan pajaknya akan memberikan hasil yang
signifikan. Sehingga dibutuhkan upaya-upaya dari pihak DPPKAD untuk
mengoptimalkan pelaksanaan pemungutan pajak hotel.
Upaya yang dilakukan oleh DPPKAD Kabupaten Nunukan berdasarkan
hasil wawancara dengan Seksi Penetapan Syahrullah, antara lain ditempuh
dengan:
69
a. Memperluas Basis Penerimaan
Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat
dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,
antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah
pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
b. Meningkatkan pengawasan
Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan
secara tiba-tiba dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan
sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta
meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.
c. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain mempebaiki prosedur
administrasi pajak melalui penyederhanaan administrasi pajak, meningkatkan
efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
d. Menggali objek-objek pajak yang belum sesuai dengan peraturan dalam
pemungutannya maksudnya pemungutan pajak hotel dilakukan sesuai
dengan tarif yang ditentukan.
e. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi pajak
Sosialisasi berupa bertatap muka langsung dengan wajib pajak lalu
berbincang-bincang tentang pajak hotel, alasan tidak taat pajak, kendala
dalam membayar pajak dan solusinya serta membuat papan himbauan,
spanduk, melalui media cetak maupun elektronik kepada wajib pajak agar taat
pajak.
70
f. Menambah sarana prasarana pemungutan pajak seperti pengadaan motor
tambahan atau mobil khusus untuk menagih pajak dan kualitas SDM yang
dalam hal ini pegawai DPPKAD.
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut.
1. Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Nunukan masih tergolong rendah dalam
memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan daerah selama tahun
2010-2012 dengan jumlah hotel 19 buah.
2. Kontribusi Pajak Hotel masih relatif rendah yaitu hanya 4,27% terhadap
penerimaan pendapatan daerah pada tahun 2012. Selama tahun 2010-2012
kontribusi masing-masing Pajak Hotel dibawah 10%. Pajak Hotel menempati
urutan ketiga dibawah Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Reklame dalam hal
kontribusi Pajak Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah.
3. Sistem pengawasan DPPKAD Nunukan masih belum maksimal, hal ini terlihat
dari belum berjalannya pengawasan langsung yang dilakukan oleh DPPKAD.
Kurangnya pengawasan ini memungkinkan akan terjadinya penyalagunaan
tugas ataupun dari pihak wajib pajak sendiri yang melakukan kecurangan
dilapangan. Pengawasan tidak langsung adalah berupa kegiatan pemeriksaan
atau pengecekan kegiatan pemungutan Pajak Hotel yang dilakukan oleh
petugas pemungutan pajak melalui laporan tertulis atau lisan telah dilakukan
oleh DPPKAD namun memiliki kekurangan yang dimana sering para bawahan
hanya melaporkan hal-hal yang positif saja dengan maksud untuk
menyenangkan pimpinan saja, sehingga pimpinan tidak mengetahui keadaan
72
yang sesungguhnya. Akibanya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.
Pengawasan juga dilakukan DPRD Nunukan dan Inspektorat Nunukan.
4. Sistem pemungutan Pajak Hotel di DPPKAD Nunukan menggunakan sistem
Self Assesment. Pemungutan pajak hotel juga menggunakan stelsel
campuran .
5. Prosedur pemungutan pajak di DPPKAD Nunukan dimulai dengan proses
pendaftaran wajib pajak hotel baru, lalu disusul oleh pendataan, dan
perhitungan pajak hotel, dan yang terakhir ialah proses pembayaran dan
penagihan pajak hotel.
6. DPPKAD Nunukan dalam melakukan tata cara penetapan dan pemungutan
pajak, sistem pemungutan, prosedur pengembalian kekurangan dan kelebihan
pajak, proses banding, proses pemberian sanksi administratif, proses
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan
pengurangan sanksi administratif telah sesuai dengan Perda Nunukan No. 11
tahun 2011 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Proses pembukuan dan
pencatatan yang dilakukan di DPPKAD Nunukan belum sesuai dengan Perda
Nunukan No. 11 tahun 2011 hal ini belum terdapat dalam Undang-Undang
No. 28 tahun 2009.
7. Pengawai pemungutan pajak dalam segi jumlah telah memadai dalam hal
peningkatan pajak daerah. Dari segi kualitas belum memadai karena
walaupun pendidikan telah tinggi kenyataannya hal ini berbanding terbalik
dengan keadaan dilapangan di mana petugas masih lamban dalam hal
penetapan, penagihan, dan pengawasan pajak khususnya pajak hotel.
8. Kendala-kendala dalam pemungutan pajak timbul dari wajib pajak yang masih
belum sadar tentang pentingnya membayar pajak sehingga enggan bahkan
lari dari tanggung jawab pajak dan DPPKAD yaitu kurangnya pengawasan,
73
kurangnya sarana-prasarana, dan minimnya petugas/pegawai pajak yang
terjun menagih pajak ke lapangan.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian di DPPKAD, maka peneliti memberikan
saran yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kontribusi pajak hotel di
Kabupaten Nunukan.
1. Perlu dilakukan pemutakhiran data atau informasi yang berkaitan dengan
masalah pajak hotel sebagai salah satu input dalam perumusan perhitungan
nilai potensi pajak hotel dan berusaha menerapkannya sehingga penerimaan
pajak yang diharapkan dapat mendekati nilai potensi tersebut.
2. Terkait dengan pemungutan pajak hotel, perlu dilakukan upaya peningkatan
pelaksanaan sistem dan prosedur yang seharusnya didasarkan pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan menerapkan tarif yang
telah ditetapkan. Kuantitas dalam hal ini jumlah petugas pemungutan pajak
yang dikerahkan masih kurang sehingga perlu ditambah untuk optimalisasi
pemungutan pajak. Dan kualitas dalam hal ini pengetahuan tingkat
pengetahuan ditingkatkan bagi berlangsungnya sistem dan prosedur
pemungutan yang mampu memberikan hasil yang optimal. Begitu pula
pengadaan sarana dan prasarana perlu diperhatikan dan diberikan kepada
petugas pemungutan pajak demi kelancaran pemungutan pajak di Kabupaten
Nunukan. Selain itu motivasi kerja juga sangat perlu diberikan kepada petugas
pajak dalam melaksanakan tugas.
3. Perlu adanya intensitas kualitas pengawasan untuk menjamin konsistensi
penyelenggaraan sistem dan prosedur pemungutan pajak hotel berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara langsung maupun
74
tidak langsung. Intensitas pengawasan ini untuk menghindari terjadinya
penyelewengan dan kolusi antara wajib pajak dengan petugas pemungutan
pajak oleh pejabat yang berwenang atau yang mewakili pimpinan organisasi
dalam hal ini Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Nunukan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Hamdan, 1985. Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Azwar, Saifudin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Budaya.
Diana, Anastasia dan Setiawati, Lilis. 2009. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Andi.
Djajadiningrat, S.I. 2008. Sistem Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Fentika, Armida. 2005. Intensifikasi Pajak Hotel melalui Pengembangan Pariwisata di Kota Tanjung Pinang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Gie, The Liang. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Hasibuan, Melayu S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Bandung: Bina Aksara.
J.R. Walakandou, Randy. 2013. Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Manado. Skripsi. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Indonesia Edisi Revisi Tahun 2011. Yogyakarta: Andi
Siahaan, P. Marihot. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, P. Sondang. 1970. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi.
Jakarta: Gunung Agung.
Soedargo. 1964. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Soemitro, Rochmat. 1991. Asas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: NV Eresco.
Syamsi, Ibnu S.U. 1994. Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjahjono, Achmad, M. Fakhri. 2005. Perpajakan Edisi 3. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
76
Tjiptono, Fandy. 1998. Prinsip-Prinsip Total Service. Yogyakarta: Andi.
Pajak Daerah. http://www.pajak-daerah.blogspot.com
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan No. 27 Tahun 2001 Tentang Pajak Hotel.
Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan No. 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
Rahmanto, Agus. 2007. Efektivitas Pajak Hotel dan Kontribusinya Terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Semarang Tahun 2000 – 2004. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Randa M., Devander. 2012. Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Tana Toraja. Skripsi. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 tentang Otonomi Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 96 ayat 2 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 97 dan 107.
Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Winardi, J. 1996. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
77
LAMPIRAN 1
BIODATA
Identitas Diri
Nama : Muliati
Tempat, Tanggal Lahir : Nunukan, 19 Agustus 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jln. Perintis Kemerdekaan Perum. Puri
Asri Raya No. 5
Telpon Rumah dan Hp : 085346999623
Alamat E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
- Pendidikan Formal :
TK ABA Muhammadiyah 1996
SDN 001 Muhammadiyah Nunukan 1996-2002
SMP Negeri 1 Nunukan 2002-2005
SMK Negeri 1 Nunukan 2005-2008
S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin Makassar 2008-2014
Pengalaman
- Organisasi :
Anggota Himpunan Pelajar Mahasiswa Nunukan Kalimantan Timur (HPMN-KT)
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya.
Makassar, Desember 2014
Muliati
78
LAMPIRAN 2
79
LAMPIRAN 3
80
81
82
83
84
85
86
87
LAMPIRAN 4
88
LAMPIRAN 5