skripsi - abu zar - 108101000006 - fkik
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSKULOSKELETAL PADA UPPER LIMB EXTREMITIES
MAHASISWA KETIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR DI
KELAS DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA TAHUN 2012
OLEH:
ABU ZAR
NIM : 108101000006
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433H
2012M
v
Curiculum Vitae
Data Pribadi
Nama : Abu Zar
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 08 Maret 1990
Alamat : Jalan Bangka 2 no 100 RT 17/03
Kelurahan : Pela Mampang
Kecamatan : Mampang Prapatan
Jakarta Selatan. DKI Jakarta
Kode Pos : 12720
Jenis Kelamin : Laki-laki
Telepon (rumah) : 021-7199464
Handphone : 081286528585
Golongan Darah : O
Agama : Islam
E-mail : [email protected], [email protected]
Riwayat Pendidikan
1994-1996 TQ Al-Hikmah, Jakarta
1996-2002 MI Al-Hikmah, Jakarta
2002-2005 SLTP-IT Al-Hikmah, Jakarta
2005-2008 SMAN 55, Jakarta
2008-sekarang S1 - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan skripsi yang berjudul faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada upper limb extremities mahasiswa
ketika proses belajar mengajar di kelas Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
Penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
untuk memperoleh gelar strata satu (S1). Laporan ini merupakan hasil dari proses
kegiatan penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Selesainya laporan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dukungan banyak
pihak yang telah memberikan konstribusi serta masukan-masukan kepada penulis. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Umi dan Ayah yang senantiasa selalu mendukung dan mendengarkan keluh
kesah, memberikan semangat, memberikan support dalam segala hal. Doain
supaya cepet dapet kerja ya.
2. Kakak Saya Hilda Rahmadia dan Chaerunnisa serta adik saya Qeis
Muhammad terima kasih terus memberikan support untuk Saya dan sering
menemani ketika Saya sedang berkeluh kesah.
3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, sebagai dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Bapak dr. Yuli P. Satar, M.ARS, sebagai ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak M. Farid Hamzens, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi I Saya,
terima kasih atas bimbingannya selama ini.
6. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, M.Kes, sebagai dosen pembimbing skripsi II
Saya, terima kasih atas bimbingannya selama ini.
7. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, sebagai penanggung jawab peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
8. Seluruh dosen dan staff Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2008 FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang sangat saya cintai.
10. Dan kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan penelitian skripsi
ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan
kerja samanya dalam penyusunan penelitian skripsi ini.
Penulis sadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan tersusun tanpa kontribusi dan
masukan-masukan dari kalian semua. Akhir kata semoga penelitian ini bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya. Amiin..
Jakarta, Oktober 2012
Penulis
viii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2013
Abu Zar, NIM : 108101000006
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper
Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012
xvi + 139 halaman, 24 tabel, 12 gambar, 11 lampiran
ABSTRAK
Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi ketika otot atau rangka menerima beban
dengan postur statis atau pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan pekerjaan
tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama serta melebihi kemampuan yang
dimiliki oleh individu tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh mahasiswa ketika proses
belajar mengajar di kelas cenderung dengan postur statis, sehingga mungkin untuk
terjadi keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa.
Penelitian yang menggunakan desain cross sectional ini dilakukan pada bulan
September – Oktober di gedung FKIK UIN Jakarta. Populasi pada penelitian ini yaitu
seluruh mahasiswa FKIK dan sampelnya adalah mahasiswa semester 5 yang masih aktif
kuliah sebanyak 107 orang. Pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan data
primer dan data sekunder yang kemudian diolah untuk dianalisis.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan keluhan muskuloskeletal (72,9%), keluhan terbanyak dirasakan oleh
responden adalah pada bagian pantat dan punggung (56,07%,), pinggang (51,40%) dan
keluhan pada leher (50,48%). Faktor yang berhubungan berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu tingkat risiko ergonomi, antropometri no 14
dan kesegaran jasmani.
Masukan yang diberikan oleh peneliti untuk FKIK UIN Jakarta yaitu dengan
menggunakan kursi yang lebih rendah sesuai dengan antropometri mahasiswa, merubah
sudut sandaran kursi menjadi 100º-110º, menggunakan kursi yang menopang seluruh
bagian punggung, merubah sudut kemiringan alas menjadi 3º-5º dan menggunakan alas
dan sandaran kursi yang dilapisi oleh lapisan lunak. Masukan untuk mahasiswa yaitu
agar rutin olahraga dan mengganti posisi duduk berkala sebelum keluhan dirasakan.
Daftar Bacaan : 49 (1989-2011)
ix
SYARIF HIDAYATULLAH ISLAMIC STATE UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
CONCENTRATION SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALH
Essay, January 2012
Abu Zar, NIM : 108101000006
Factors Associated with Musculoskeletal Complaints in the Upper Limb extremities
Students When Teaching and Learning in the Classroom at the Faculty of Medicine and
Health Sciences Sharif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta in 2012
xvi + 139 pages, 24 tables, 12 drawings, 11 attachment
ABSTRACT
Musculoskeletal complaints can occur when a muscle or order accept loads with
static postures or repetitive work done and the work is done in a long time, and beyond
the capabilities of the individual. Work done by students when the learning process in
the classroom tends to a static posture, so it's possible to happen in the student
musculoskeletal complaints.
The study uses cross-sectional design was conducted in September-October in
the building FKIK UIN Jakarta. The population in this research that all students FKIK
and sample are students who are still active 5th semester college as many as 107 people.
Retrieval of data in this research is the primary data and secondary data were then
processed for analysis.
Based on this research, it is known that the majority of respondents felt the
musculoskeletal complaints (72.9%), most complaints are perceived by the respondents
on the buttocks and back (56.07%), waist (51.40%) and complaints of the neck
(50.48%). Factors related based on the research results obtained in this study is the level
of ergonomic risk, no 14 anthropometric and physical fitness.
Input given by researchers to FKIK UIN Jakarta is by using a lower chair
according to anthropometry students, change the angle the seat to 100 º - 110 º, use a
chair that supports the entire back, change the angle of the base to be 3 º - 5 º and use a
mat and chair covered by a layer of software. Input for students is that regular exercise
and periodically replace a sitting position before a complaint is felt.
Reading List : 49 (1989-2011)
x
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 8
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 10
1. Tujuan Umum ................................................................................. 10
2. Tujuan Khusus ................................................................................. 10
E. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12
1. Bagi Peneliti ................................................................................. 12
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ............................................. 12
3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ..................... 12
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan Muskuloskeletal ................................................................................. 15
1. Pengertian Keluhan Muskuloskeletal ......................................................... 15
2. Klasifikasi Keluhan Muskuloskeletal ......................................................... 15
3. Metode Penilaian Keluhan Muskuloskeletal ................................................. 15
B. Faktor Risiko Timbulnya Muskuloskeletal........................................................ 16
1. Faktor Pekerjaan ................................................................................. 16
2. Faktor Individu ................................................................................. 39
3. Faktor Lingkungan ................................................................................. 58
C. Kerangka Teori ........................................................................................... 61
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep ................................................................................ 63
B. Definisi Operasional ................................................................................ 66
C. Hipotesis ................................................................................ 71
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................ 72
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 72
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 73
xi
D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ............................................ 76
1. Data Primer ................................................................................ 76
2. Data Sekunder ................................................................................ 81
E. Pengolahan Data ................................................................................. 81
F. Analisis Data ................................................................................. 82
BAB V HASIL
A. Gambaran Tempat Penelitian .................................................................... 87
B. Gambaran Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta ............................................. 91
C. Analisis Univariat ............................................................................................. 94
1. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ......... 94
2. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ......... 96
3. Gambaran Antropometri Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ..................... 97
4. Gambaran Jenis Kelamin Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ..................... 98
5. Gambaran Kebiasaan Merokok Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ......... 99
6. Gambaran Kesegaran Jasmani Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ..................... 99
7. Gambaran Status Gizi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ................................. 100
D. Analisis Bivariat ................................................................................................. 101
1. Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi dengan Keluhan Muskuloskeletal
pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ......................................................... 101
2. Hubungan Antropometri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta .................................................................... 102
3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta .................................................................... 103
4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta .................................................................... 104
5. Hubungan Kesegaran Jasmani dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta .................................................................... 105
6. Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta .................................................................... 106
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 107
xii
B. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal... 108
1. Keluhan Muskuloskeletal ..................................................................... 109
2. Tingkat Risiko Ergonomi ..................................................................... 110
3. Antropometri ............................................................................................. 117
4. Jenis Kelamin ............................................................................................. 122
5. Kebiasaan Merokok ................................................................................. 124
6. Kesegaran Jasmani .......... ...................................................................... 126
7. Status Gizi ............................................................................................. 130
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................. 133
B. Saran ............................................................................................. 134
Daftar Pustaka ............................................................................................. 136
xiii
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Tabel Presentase Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan Bagian Tubuh
Mahasiswa FKIK UIN ........................................................................... 7
Tabel 2.1 Kategori Tingkat Risiko Ergonomi RULA Berdasarkan Nilai Akhir
yang Didapat............................................................................................ 34
Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai Harvard Step
Test................................................................................................... 46
Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting ........................................... 51
Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia............................................... 57
Tabel 5.1 Panjang Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta................................. 91
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012............................................. 93
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko
Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012............................. 95
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Antropometri No 8 Mahasiswa FKIK UIN
Jakarta Tahun 2012.................................................................................. 95
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Antropometri No 12 Mahasiswa FKIK UIN
Jakarta Tahun 2012 ................................................................................. 96
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Antropometri No 13 Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 ............................................................... 96
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012.............................................. 97
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012.............................................. 97
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012.............................................. 98
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta tahun 2012................................................................. 99
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Tingkat Risiko Ergonomi dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 100
xiv
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Antropometri dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 101
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 102
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 103
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 104
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012....... 104
xv
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Kursi Kuliah di FKIK .................................................................... 6
Gambar 1.2 Kursi Kuliah di Fakultas Lain......................................................... 6
Gambar 2.1 Postur Lengan Atas......................................................................... 26
Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah ..................................................................... 27
Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan ............................................................ 28
Gambar 2.4 Postur Putaran Pergelangan Tangan ............................................... 28
Gambar 2.5 Tabel Penilaian Skor A ................................................................... 29
Gambar 2.6 Tabel Penilaian Beban .................................................................... 29
Gambar 2.7 Tabel Penilaian Skor C ................................................................... 30
Gambar 2.8 Postur Leher .................................................................................... 31
Gambar 2.9 Postur Punggung ............................................................................. 32
Gambar 2.10 Postur Kaki ...................................................................................... 32
Gambar 2.11 Tabel Penilaian Skor B ................................................................... 33
Gambar 2.12 Tabel Penilaian Beban .................................................................... 33
Gambar 2.13 Tabel Penilaian Skor Total ............................................................. 34
Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas ................. 19
Gambar 5.1 Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta........................................ 90
Gambar 5.2 Gambar Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta Tampak
Samping........................................................................................... 91
Gambar 5.3 Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta Tampak Depan.............. 92
Gambar 5.4 Sudut Sandaran Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta............................ 92
Gambar 6.1 Kondisi Ketika Posisi Duduk.......................................................... 108
xvi
Daftar Bagan
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ................................................................... 62
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 65
Daftar Grafik
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Bagian Tubuh yang Dikeluhkan Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta Tahun 2012.............................................................. 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi,
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja menjadi sangat penting. Kerugian yang
dialami perusahaan apabila terjadi kecelakaan dan atau penyakit akibat kerja tidaklah
sedikit. Karena hal ini, perusahaan dituntut dengan menjalankan aspek-aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pekerjaannya. Pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja yaitu salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, nyaman, sehat, serta bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Tresnaningsih,
2004).
Salah satu pelaksanaan keselamatan dan kesehatan dalam pekerjaan yaitu
memperhatikan aspek-aspek ergonomi. Ergonomi merupakan multidisiplin ilmu
pengetahuan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip seperti prinsip ilmu fisiologi,
prinsip ilmu psikologi, prinsip ilmu anatomi, prinsip ilmu hygiene, prinsip ilmu
teknologi serta ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lainnya yang terkait dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ergonomi ini selain bertujuan untuk
meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), juga mampu meningkatkan
produktivitas kerja (Suma’mur, 1989).
2
Prinsip ergonomi ini juga tercantum dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat
39 yang artinya adalah “Katakanlah: „Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan
keadaanmu, sesungguhnya aku pun bekerja, maka kelak engkau akan mengetahui!.”
(Terjemahan Q.S. Az-Zumar: 39). Ayat ini dapat diartikan sebagai sebuah perintah
untuk bekerja sesuai keadaan, yaitu sesuai dengan keadaan atribut fisik seperti
antropometri fisik dan fisiologi tubuh dan keadaan non-fisik seperti psikologi dan
kemampuan individu (Su, 2011).
Jika otot atau rangka menerima pekerjaan dengan beban yang statis atau
pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama serta
melebihi kemampuan yang dimiliki oleh individu itu sendiri, maka keadaan-keadaan
tersebut akan dapat menyebabkan keluhan-keluhan yang dapat berupa keluhan pada
sendi, ligamen, tendon dan sebagainya. Keluhan ini bahkan dapat berdampak sampai
menjadi kerusakan pada bagian-bagian tertentu, hal inilah yang biasa disebut dengan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau gangguan pada otot rangka (Grandjean,
1993 dalam Suriatmini, 2011).
Kejadian gangguan muskuloskeletal ini sangat sering dirasakan oleh
masyarakat dunia. Selama lebih dari 50 tahun, dalam studi ditemukan bahwa 50%
populasi mendapatkan nyeri di bagian leher, pundak maupun lengan. Gangguan
muskuloskeletal yang muncul merupakan akibat dari pekerjaan yang dilakukannya
(Bridger, 2003). Penelitian di Amerika pada tahun 2004 (dalam Munir, 2008)
menyatakan bahwa sekitar 60% pekerja manual handling menderita nyeri dan cidera
pada daerah punggung, dan hal itu disebabkan karena aktivitasnya pada saat bekerja
seperti mengangkat, menarik serta memegang alat.
3
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten / kota di Indonesia terkait masalah kesehatan
di Indonesia tahun 2005, menunjukkan bahwa 40,5% penyakit yang diderita pekerja
yang berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja
tersebut umumnya berupa gangguan muskuloskeletal 16%, kardiovaskular 8%,
gangguan syaraf 6%, gangguan pernapasan 3% dan gangguan THT 1,5%. Sedangkan
hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-
2007 diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada
muskuloskeletal sesudah bekerja (Yassierili, 2008).
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas dapat dikatakan bahwa
seluruh pekerjaan dapat menghadapi risiko keluhan muskuloskeletal, termasuk
aktivitas sehari-hari dalam kegiatan belajar mengajar juga perlu memperhatikan
aspek-aspek ergonomi. Dengan adanya aspek-aspek ergonomi dalam proses belajar
mengajar, diharapkan untuk tidak ditemukan lagi keluhan-keluhan muskuloskeletal
serta hasil atau output dari proses belajar mengajar tersebut dapat efektif. Faktor
risiko yang dapat menjadi faktor terjadinya keluhan muskuloskeletal yaitu faktor
pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan (Cohen, dkk, 1997).
Faktor pekerjaan meliputi faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri
seperti beban/gaya, postur tubuh, frekuensi dan durasi paparan. Faktor individu
pekerja yaitu berupa usia, lama bekerja, jenis kelamin, kebiasaan merokok,
kesegaran jasmani, antropometri dan status gizi. Sedangkan faktor lingkungan kerja
yaitu area kerja, tekanan, pencahayaan, getaran dan suhu (Peter Vi, 2000 dalam
Suriyatmini 2011).
4
Salah satu bagian dari faktor lingkungan yaitu alat kerja, salah satu contoh
dari alat kerja yang merupakan sarana pendukung dalam proses belajar mengajar
adalah kursi. Kursi dapat mempengaruhi kenyamanan dalam proses belajar
mengajar, karena dalam proses belajar mengajar, aktivitas mahasiswa cenderung
lebih banyak duduk di kursi dengan postur yang statis. Sehingga jika kursi yang
diduduki tersebut nyaman, maka diharapkan mahasiswa dapat menyerap materi
perkuliahan yang diberikan dengan baik, sedangkan jika kursi yang digunakan itu
tidak nyaman, maka proses belajar mengajar dapat terganggu dan cenderung tidak
efektif bahkan dapat timbul keluhan-keluhan pada bagian tertentu.
Menurut Stewart dan Stewart (1983) dalam Ismi (2010), kondisi kerja dapat
diartikan sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu
perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja di
lingkungan tersebut. Kondisi kerja yang baik yaitu kondisi lingkungan pekerja yang
nyaman serta mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan
baik. Berdasarkan pernyataan ini dapat dikatakan bahwa selama bekerja pekerja
harus nyaman dengan lingkungan kerjanya. Jika dikaitkan dengan kursi kerja, maka
kursi kerja yang digunakan oleh pekerja harus nyaman selama pekerja tersebut
bekerja di kursi tersebut.
Tubuh manusia tidak didesain untuk duduk dalam jangka waktu yang lama
atau bekerja dalam posisi statis dalam jangka waktu yang lama, dimana bisa
menyebabkan ketegangan muskuloskeletal yang sifatnya kronis. Oleh karena itu
dibutuhkan desain kursi untuk mahasiswa yang lebih ergonomis untuk mencegah
dan mengurangi masalah terkait keluhan muskuloskeletal. Apabila dimensi tubuh
5
mahasiswa tidak sesuai dengan dimensi kursi yang digunakan, maka cepat atau
lambat akan dapat menimbulkan keluhan-keluhan muskuloskeletal, seperti keluhan
muskuloskeletal pada bahu, lengan, pinggang, paha dan sebagainya (Muliani, 2008).
Menurut Londong (2012), jika tinggi kursi yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan gangguan peredaran darah di tungkai bawah. Bila terlalu rendah akan
berakibat punggung lebih membungkuk, kesulitan berdiri, dan membutuhkan ruang
tungkai ( leg room ) yang lebih luas. Kedalaman tempat duduk Bila terlalu dalam
(melebihi ukuran pantat ke belakang lutut) akan berakibat tekanan pada daerah
belakang lutut tersebut. Sudut optimal sandaran duduk kursi adalah 100o – 110
o.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta karena kursi
kuliah yang ada di FKIK berbeda dengan kursi pada fakultas lainnya dan persentase
keluhan di FKIK lebih tinggi dibandingkan dengan fakultas lain. Kursi kuliah di
FKIK dapat dilihat pada gambar 1.1. Mahasiswa pada saat proses belajar mengajar
dapat duduk di kursi belajar mengajar selama berjam-jam dengan postur yang statis.
Oleh karena itu dapat menyebabkan timbulnya keluhan muskuloskeletal.
6
Gambar 1.1 Kursi Kuliah di FKIK
Selain itu, dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang belajar
mengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta kepada 26 mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
dengan menggunakan kuesioner nordic body map, didapatkan bahwa 92,31%
mahasiswa tersebut merasakan keluhan muskuloskeletal ketika duduk di kursi kuliah
pada saat perkuliahan. Berikut adalah tabel presentase keluhan yang dirasakan oleh
mahasiswa UIN berdasarkan bagian tubuh ketika duduk di kursi kuliah:
7
Tabel 1.1 Tabel Presentase Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan Bagian Tubuh
Mahasiswa FKIK UIN Ketika Duduk di Kursi Kuliah
Tahun 2012
No Bagian Tubuh Presentase
Keluhan (%)
1 Pantat 92,31
2 Paha 65,38
3 Lutut 50,00
4 Betis 46,15
5 Pergelangan kaki 34,62
6 Telapak kaki 42,30
7 Pinggang 88,46
8 Lengan atas 38,46
9 Bahu 73,08
10 Leher 92,31
11 Lengan bawah 30,77
12 Punggung 88,46
Dapat dilihat dari tabel 1.1 diatas bahwa keluhan muskuloskeletal tertinggi
yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK yaitu pada bagian pantat, leher, punggung,
pinggang, bahu dan paha. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti ”Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb
Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012”.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dipaparkan diatas, diketahui
bahwa sebagian besar (92,31%) mahasiswa FKIK mengalami keluhan
muskuloskeletal atau yang biasa disebut dengan keluhan otot rangka ketika duduk di
kursi kuliah. Keluhan muskuloskeletal yang didapatkan pada studi pendahuluan
adalah rasa pegal, kesemutan, nyeri dan sakit. Dalam proses belajar mengajar
tersebut postur mahasiswa didalam kelas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta cenderung statis.
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keluhan muskuloskeletal adalah pekerjaan yang sifatnya statis. Keluhan
muskuloskeletal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas mahasiswa dalam proses
belajar mengajar. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan
gambaran keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh mahasiswa, gambaran
tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa, gambaran antropomentri mahasiswa,
gambaran jenis kelamin mahasiswa, gambaran kebiasaan merokok mahasiswa,
gambaran kesegaran jasmani mahasiswa dan gambaran status gizi mahasiswa,
hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal dan
hubungan antropometri, jenis kelamin, kebisaan merokok, kesegaran jasmani dan
status gizi mahasiswa dengan keluhan muskuloskeletal
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh mahasiswa
ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
9
2. Bagaimana gambaran tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa ketika proses
belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
3. Bagaimana gambaran antropometri mahasiswa ketika proses belajar mengajar di
kelas FKIK UIN Jakarta?
4. Bagaimana gambaran jenis kelamin mahasiswa ketika proses belajar mengajar di
kelas FKIK UIN Jakarta?
5. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
6. Bagaimana gambaran kesegaran jasmani mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
7. Bagaimana gambaran status gizi mahasiswa ketika proses belajar mengajar di
kelas FKIK UIN Jakarta?
8. Apakah ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN
Jakarta?
9. Apakah ada hubungan antara antropometri dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
10. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
10
11. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK
UIN Jakarta?
12. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
13. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan
muskuloskeletal pada upper limb extremities mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
b. Diketahuinya gambaran tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa ketika
proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
c. Diketahuinya gambaran antropometri mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
11
d. Diketahuinya gambaran jenis kelamin mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
e. Diketahuinya gambaran kebiasaan merokok pada mahasiswa ketika proses
belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
f. Diketahuinya gambaran kesegaran jasmani pada mahasiswa ketika proses
belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
g. Diketahuinya gambaran status gizi pada mahasiswa ketika proses belajar
mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
h. Diketahuinya hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas
FKIK UIN Jakarta
i. Diketahuinya hubungan antara antropometri dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
j. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas
FKIK UIN Jakarta
k. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas
FKIK UIN Jakarta
12
l. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas
FKIK UIN Jakarta
m. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan
serta menambah kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu terkait keselamatan
dan kesehatan kerja, terutama dalam disiplin ilmu ergonomi.
2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta sebagai bahan
pertimbangan untuk perbaikan kursi kuliah yang lebih ergonomis.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan
bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai informasi, dapat menjadi
referensi tambahan bagi penelitian serupa serta dapat juga dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian lanjutan.
13
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa semester IX Program studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Oktober tahun 2012 pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul penelitian yang diambil yaitu ”Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal (Upper Limb Extremities)
Mahasiswa Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”.
Penelitian ini dilakukan agar diketahuinya gambaran tingkat risiko ergonomi
mahasiswa, diketahuinya hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan timbulnya
keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa, agar diketahuinya gambaran
antropometri, jenis kelamin, kebisaan merokok, kesegaran jasmani dan status gizi
mahasiswa dan agar giketahui hubungan antropometri, jenis kelamin, kebisaan
merokok, kesegaran jasmani dan status gizi dengan timbulnya keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa.
Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, observasi serta
pengukuran secara langsung. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan
data terkait jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani dan diketahuinya
keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa. Observasi dilakukan untuk mendapatkan
14
data tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa. Dan pengukuran langsung dilakukan
untuk mendapatkan data antropometri mahasiswa, gambaran kursi kuliah dan data
status gizi mahasiswa. Data sekunder diperoleh dari profil institusi, dokumen jumlah
mahasiswa dan data pendukung lainnya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan Muskuloskeletal
1. Pengertian Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai keluhan
yang sangat sakit (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).
2. Klasifikasi Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu
keluhan sementara dan keluhan menetap (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004):
a. Keluhan sementara, yaitu keluhan muskuloskeletal yang terjadi pada saat otot
rangka menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap, yaitu keluhan muskuloskeletal yang bersifat menetap,
meskipun pembebanan kerja telah dihentikan tetapi rasa sakit pada otot rangka
masih terus berlanjut
3. Metode Penilaian Keluhan Muskuloskeletal
Salah satu metode untuk mengetahui keluhan pada muskuloskeletal
adalah menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). NBM yaitu peta
tubuh untuk mengetahui bagian-bagian tubuh yang mengalami keluhan dan
16
tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. NBM membagi
tubuh menjadi nomor-nomor dari leher hingga kaki yang akan mengestimasi
tingkat keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh pekerja (Suriyatmini, 2011).
B. Faktor Risiko Timbulnya Keluhan Muskuloskeletal
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya keluhan muskuloskeletal adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor dari faktor-faktor ergonomi
yang meperngaruhi timbulnya keluhan pada muskuloskeletal (Cohen, dkk, 1997).
Faktor pekerjaan meliputi faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri seperti
beban/gaya, postur tubuh, frekuensi dan durasi paparan (Peter Vi, 2000 dalam
Suriyatmini 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009) pada pekerja
operator Can Plant, pekerjaan dengan tingkat risiko ergonomi yang lebih tinggi
presentase keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja lebih tinggi
(81,5%) dibandingkan dengan pekerjaan yang tingkat risikonya lebih rendah
(61,3%).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2008), menyebutkan
bahwa faktor pekerjaan mempengaruhi (postur tubuh, beban/gaya, frekuensi dan
durasi pajanan) timbulnya keluhan muskuloskeletal. Faktor pekerjaan ini dibagi
menjadi tiap-tiap bagian tubuh. Untuk pajanan pada bagian leher, didapatkan
bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan pada leher dengan timbulnya
17
keluhan muskuloskeletal pada leher. Untuk pajanan pada bagian bahu dan
lengan, didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan pada bahu dan
lengan dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada bahu dan lengan. Untuk
pajanan pada pergelangan tangan dan tangan, didapatkan bahwa ada hubungan
antara tingkat pajanan pada pergelangan tangan dan tangan dengan timbulnya
keluhan muskuloskeletal pada pergelangan tangan dan tangan. Untuk pajanan
pada bagian punggung, didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan
pada punggung dengan keluhan muskuloskeletal pada punggung.
a. Postur Tubuh
Postur tubuh yaitu posisi relatif bagian tubuh tertentu pada saat bekerja
yang ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task requirements
serta ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja (Pulat,
1992).
Keseimbangan dari postur tubuh perlu diperhatikan agar seseorang dapat
bekerja dengan aman, nyaman dan tahan lama. Postur tubuh yang tidak
seimbang dan berlangsung lama dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan
postural stress. Tekanan pada otot bagian leher, bahu, lengan dan pergelangan
tangan dapat menyebabkan postural stress akibat postur tubuh yang tidak
ergonomis (Weiner, 1992 dalam Khaled 2009).
18
b. Beban/gaya
Beban biasanya diartikan sebagai seberapa besar penggunaan fisik,
seperti ketika mengangkat barang-barang yang berat atau mendorong beban
yang berat (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011). Menurut ILO (dalam
kurniawati, 2009), beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh
seseorang adalah 22-25kg. Bentuk dan ukuran benda yang diangkat juga ikut
mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat
diletakkan sedekat mungkin dengan tubuh. Sedangkan bentuk objek harus
memiliki pegangan, tidak ada sudut tajan dan tidak dingin atau tidak panas
saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan
kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapa cidera pada
jari. Semakin berat objek yang ditangani, tenaga yang dibutuhkan akan
meningkat. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar gaya yang dikeluarkan
oleh tubuh untuk menangani suatu objek, maka semakin tinggi risiko terkait
gangguan otot rangka apabila hal tersebut dilakukan dengan postur yang salah
dan berat objek melampau batas maksimum yang diperbolehkan (Kumar,
1999).
c. Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan
dalam suatu periode waktu, jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang,
tanpa adanya variasi gerakan maka dapat disebut sebagai repetitive. Posisi
tangan dan pergelangan tangan beresiko apabila dilakukan gerakan berulang
19
sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota
tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki (Humantech, 1995 dalam
Suriyatmini 2011).
d. Durasi
Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor
risiko. Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat
menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi,
tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang
salah terkait dengan berapa kali terjadi pekerjaan berulang dalam melakukan
suatu pekerjaan. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima
tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi (Bridger, 2003). Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko
apabila dialukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalam semenit
dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher,
punggung dan kaki (Humantech, 1995 dalam Octarisya 2009).
Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara
meningkatnya level/durasi pajanan dengan jumlah kasus timbulnya keluhan
muskuloskeletal pada bagian leher (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011).
e. Metode Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi
1) Ergonomic Assesment Survey (EASY)
EASY merupakan suatu metode yang mengidentifikasi dan
merangking kegiatan atau operasi dengan tingkatan (frekuensi dan
20
prioritas) dari faktor-faktor ergonomi. Metode EASY merupakan bagian
pusat dari proses ergonomi. EASY menyediakan metode untuk
mengidentifikasi masalah yang merupakan tujuan, sesuatu yang dapat
dipercaya dan pendukung identifikasi prioritas. EASY mengembangkan
suatu pernyataan untuk fasilitas pada suatu kegiatan dengan menentukan
tingkat risiko tiap bagian tubuh. Rangking dari EASY akan
mengidentifikasi nilai total yang berikisar antara 1 – 7. Berdasarkan
persetujuan dengan sumber data sehingga pendekatan masalah lebih
sistematis dan dengan cara pendekatan yang logis (Humantech, 1989,
1995 dalam Kurniawati, 2009).
2) Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)
BRIEF adalah alat penyaring awal menggunakan struktur dan
bentuk sistem tingkatan untuk mengidentifikasi penerimaan tiap tugas
dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk menentukan sembilan
bagian tubuh yang dapat berisiko terhadap terjadinya gangguan
muskuloskeletal. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi tangan dan
pergelangan tangan kiri, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung, tangan dan
pergelangan tangan kanan, siku kanan, bahu kanan, dan kaki. Penilaian
pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari
ketiga penetapan data (sederhana, mudah dipahami dan dapat dipercaya)
dan juga yang palingmemberikan beban paling berat (Humantech, 1989,
1995 dalam Kurniawati, 2009).
21
Survei ini mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan
postur, tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengamati kesembilan bagian
tubuh tersebut. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi,
sedang atau rendahnya risiko untuk setiap bagian tubuh. Kelebihan BRIEF
survey antara lain :
a) Dapat mengkaji hampir seluruh bagian tubuh (9 bagian tubuh).
b) Dapat menentukan risiko terhadap terjadinya CTD (Cummulative
Trauma Disorders).
c) Dapat menentukan bagian tubuh mana yang memiliki beban paling
berat.
d) Dapat mengidentifikasi awal penyebab keluhan muskuloskeletal.
e) Telah memenuhi persyaratan sebagai sebuah sistem analisa bahaya
muskuloskeletal yang diakui OSHA.
f) Tidak membutuhkan seorang alhi ergonomi untuk melakukan penilaian
pekerjaan menggunakan BRIEF survey.
Setiap metode selain ada kelebihan, tentunya juga ada
kekurangannya yaitu:
a) Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu
pekerjaan, karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh yang
dinilai.
b) Banyak faktor yang harus dikaji.
22
c) Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama.
d) Tidak dapat digunakan untuk manual handling (Humantech, 1989,
1995 dalam Kurniawati, 2009).
3) Quick Exposure Checklist (QEC)
QEC secara cepat menilai pajanan risiko dari Work-related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs). QEC dapat diaplikasikan untuk
jenis pekerjaan yang lebih luas. Dengan waktu pelatihan yang singkat,
penilaian dapat dilengkapi secara cepar untuk setiap tugas atau pekerjaan.
QEC memberikan evaluasi pada desain peralatan dan tempat kerja. QEC
membantu untuk mencegah berbagai macam WMSDs (Stanton, dkk,
2005). Tujuan dari penggunaan QEC (Stanton, dkk, 2005) adalah sebagai
berikut:
a) Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko keluhan
muskuloskeletal sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.
b) Melibatkan kedua pihak yakni observer dan pekerjadalam
melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan
perubahan.
c) Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja.
d) Meningkatkan kepedulian dan kesadaran pada manager, teknisi,
designers, praktisi K3 dan pekerja mengenai faktor risiko keluhan
muskuloskeletal di tempat kerja.
23
e) Membandingkan pajanan antar karyawan dalam satu pekerjaan
ataupun antar karyawan yang pekerjaannya berbeda.
Dalam penggunaannya QEC ini memiliki beberapa tahapan kerja
yang meliputi:
a) Pelatihan diri. Pertama-tama pengguna QEC harus membaca panduan
untuk pengguna QEC, untuk mengetahui tahapan-tahapan dan
perhitungan apa saja yang diperlukan. Untuk orang yang
berpengalaman menggunakan QEC tentunya dapat langsung masuk ke
tahap berikutnya
b) Pengukuran oleh peneliti. Peneliti memiliki form isian tersendiri yang
dapat diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu,
dapat menggunakan stopwatch guna menghitung dan frekuensi kerja.
c) Pengukuran oleh pekerja. Seperti halnya peneliti, pekerjapun memiliki
firm isian tersendiri yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang
dilakukannya.
d) Menghitung skor paparan. Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui 2
cara, yaitu manual (dengan menjumlahkan skor pada lembar isian)
ataupun dengan program komputer.
e) Consideration of action. QEC secara cepat dapat mengidentifikasi
tingkat pajanan dari punggung, bahu/lengan tangan, pergelangan
tangan dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasi intervensi
24
ergonomo yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan (Stanton,
dkk, 2005).
Keuntungan menggunakan metode Quick Exposure Checklist
(QEC) adalah sebagai berikut:
a) Peralatan penilaian yang mudah dan telah teruji validitasnya.
b) Telah menjunjukkan hasil yang baik untuk melihat kegunaan bagi
masa depan.
c) Memberikan pertolongan bagi organisasi dalam melakukan
penyesuaian ergonomi.
d) Metode ini sejalan dan sesuai dengan metode penilaian risiko K3.
e) Melibatkan praktisi dan pekerja didalam prosesnya, memudahkan
pemahaman atas tindak lanjut proses pekerjaan (Li dan Buckle, 1999
dalam Khaled, 2009).
Kelemahan menggunakan metode Quick Exposure Checklist
(QEC) adalah sebagai berikut:
a) Metode hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja.
b) Hipotesis skor pajanan yang disarankan pada action level
membutuhkan validasi.
c) Pelatihan dan praktek tambahan diperlukan diperlukan oleh
penggunaan yang belum berpengalaman untuk pengembangan
reliabilitas pengkuran (Stanton, dkk, 2005).
25
4) Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah suatu metode
penilaian postur untuk menentukan risiko gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh tubuh bagian atas. RULA merupakan metode analisis
cepat dan sistematik dari risiko postur terhadap pekerja. Analisis dapat
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi untuk
menggambarkan atau memperlihatkan efektivitas dari pengendalian yang
telah dilaksanakan (Stanton dkk, 2005).
RULA biasanya digunakan pada pekerjaan didepan komputer,
manufaktur atau retail dimana pekerja duduk atau berdiri tanpa adanya
pergerakan. Tujuan dari RULA adalah sebagai berikut:
a) Mengukur risiko keluhan muskuloskeletal, biasanya sebagai bagian dari
sebuah investigasi ergonomi.
b) Membandingkan beban keluhan muskuloskeletal yang terjadi dan
memodifikasi desain tempat kerja.
c) Mengevaluasi hasil, seperti produktivitas atau kesesuaian peralatan
d) Mendidik pekerja terhadap risiko keluhan muskuloskeletal yang ada di
berbagai postur kerja yang berbeda (Stanton, dkk, 2005).
Tingkat risiko dihitung dalam skor 1 yang berarti memiliki tingkat
risiko rendah hingga skor 7 yang berarti memiliki tingkat risiko tinggi. Skor
tersebut disatukan ke dalam empat kategori action level yang
mengindikasikan jangka waktu yang tepat untuk dilakukannya tindakan
26
pengendalian yang disarankan. Prosedur untuk penggunaan metode RULA
secara umum, yaitu dibagi atas 3 langkah berikut (Stanton, dkk, 2005):
a) Memilih sikap atau postur yang akan dihitung
b) Postur yang telah dipilih kemudian dihitung dengan menggunakan lembar
penilaian, diagram bagian tubuh dan tabel
(1) Langkah pertama, penilaian lengan atas:
(a) +1 jika lengan atas membentuk sudut 20° extension hingga 20°
flexion
(b) +2 jika lengan atas membentuk sudut extension lebih dari 20° atau
20° - 45° flexion
(c) +3 jika lengan atas membentuk sudut 45° - 90° flexion
(d) +4 jika lengan atas membentuk sudut 90° flexion atau lebih
Keterangan:
(a) +1 jika pundak mengangkat atau ditinggikan
(b) +1 jika lengan atas menjauh dari tubuh
(c) -1 jika tangan bersandar atau ditopang
Gambar 2.1 Postur Lengan Atas
27
(2) Langkah kedua, penilaian lengan bawah:
(a) +1 jika lengan bawah membentuk sudut 60º - 100º flexion
(b) +2 jika lengan bawah membentuk sudut lebih dari 60º - 100º
flexion
Keterangan:
(a) +1 jika lengan bawah melintasi garis tengah badan atau keluar dari
sisi
Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah
(3) Langkah ketiga, penilaian pergelangan tangan:
(a) +1 jika pergelangan tangan berada pada posisi netral
(b) +2 jika pergelangan tangan membentuk sudut 0º - 15º flexion
ataupun extension.
(c) +3 jika pergelangan tangan membentuk sudut lebih dari 15º flexion
maupun extension.
Keterangan:
(1) +1 jika pergalangan tangan berada pada deviasi radial maupun
ulnar.
28
Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan
(4) Langkah keempat, penilaian putaran pergelangan tangan:
(a) +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
(b) +2 jika pergelangan tangan berada pada atau hampir berada pada
akhir rentang putaran
Gambar 2.4 Postur Putaran Pergelangan Tangan
(5) Langkah kelima, penilaian postur kelompok A. Langkah pertama
sampai langkah keempat diasumsikan sebagai kelompok A yang
dimasukkan kedalam tabel A untuk mendapatkan nilai skor A.
29
Gambar 2.5 Tabel Penilaian Skor A
(6) Langkah keenam, penilaian skor penggunaan otot:
(a) +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih
(b) +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit
(7) Langkah ketujuh, penilaian tenaga atau beban:
Gambar 2.6 Tabel Penilaian Beban
30
(8) Langkah kedelapan, masukkan hasil skor penilaian kedalam tabel C.
Gambar 2.7 Tabel Penilaian Skor C
(9) Langkah kesembilan, penilaian postur leher:
(a) +1 jika leher membentuk sudut 0º - 10º flexion
(b) +2 jika leher membentuk sudut 10º - 20º flexion
(c) +3 jika leher membentuk sudut lebih dari 20º flexion
(d) +4 jika leher membentuk sudut dalam extention
Keterangan:
(a) +1 jika leher diputar
(b) +1 jika leher dibengkokkan dalam posisi miring
31
Gambar 2.8 Postur Leher
(10) Langkah kesepuluh, penilaian punggung:
(a) +1 ketika punggung dalam posisi netral
(b) +2 jika punggung membentuk sudut 0º - 20º flexing
(c) +3 jika punggung membentuk sudut 20º - 60º flexion
(d) +4 jika punggung membentuk sudut 60º flexion
Keterangan:
(a) +1 jika tubuh diputar
(b) +1 jika tubuh dalam posisi miring
32
Gambar 2.9 Postur Punggung
(11) Langkah kesebelas, penilaian kaki:
(a) +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata
(b) +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki
dimana terdapat ruang untuk berubah posisi
(c) +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 2.10 Postur Kaki
(12) Langkah kedua belas, penilaian postur kelompok B. Langkah
kesembilan sampai langkah kesebelas diasumsikan sebagai kelompok
B untuk memperoleh nilai skor B.
33
Gambar 2.11 Tabel Penilaian Skor B
(13) Langkah ketiga belas, penilaian skor penggunaan otot:
(a) +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih
(b) +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit
(14) Langkah keempat belas, penilaian tenaga atau beban:
Gambar 2.12 Tabel Penilaian Beban
(15) Langkah kelima belas, masukkan hasil skor penilaian tersebut
kedalam tabel C.
34
Gambar 2.13 Tabel Penilaian Skor Total
(16) Kemudian nilai yang didapat dikonversikan menjadi salah satu
dari 4 level kategori tingkat risiko ergonomi:
Tabel 2.1 Kategori Tingkat Risiko Ergonomi RULA Berdasarkan Nilai Akhir
yang Didapat
Kategori Tingkat
Risiko Ergonomi
Indikasi Skor Akhir
Perhitungan RULA
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Dapat diterima
Perlu penyelidikan lebih lanjut
Perlu penyelidikan lebih lanjut dan
perubahan perlu dilakukan
Perlu penyelidikan lebih lanjut dan
perubahan segera dilakukan
1 – 2
2 – 3
5 – 6
7
Setiap metode tentunya mempunyai kekurangan dan kelebihan
masing-masing, kelebihan dari metode RULA adalah sebagai berikut:
a) Panduan cepat dan mudah untuk mendeterminasi keberadaan WMSDs.
b) Efektif untuk menilai postur bagian atas.
35
c) Sudah mencakup postur, tekanan, dan frekuensi.
Dapat mengidentifikasi pada bagian tubuh mana yang beresiko paling
besar pada suatu pekerjaan.
d) Skor pada RULA dilengkapi dengan action level yang menggambarkan
prioritas tindakan (Stanton,dkk, 2005).
Selain kelebihan yang telah disebutkan diatas, RULA juga memiliki
beberapa kekurangan seperti:
a) Tidak menilai postur secara keseluruhan.
b) Hanya efektif pada sedentary task
c) Beban dan waktu (frekuensi dan durasi) tidak dijelaskan secara spesifik
pada setiap bagian tubuh.
d) Waktu untuk intervensi tidak dijelaskan secara jelas (Stanton, dkk, 2009).
5) The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS)
The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) merupakan
suatu metode yang digunakan dalam mengevaluasi sederhana dan sistematik
dari postur saat bekerja yang dikombinasikan dengan obervasi dari kegaiatan
pekerjaan. OWAS mengizinkan pengguna OWAS untuk mengestimasi
berdassarkan beratnya objek yang diangkat ataupun kekuatan yang digunakan
saat bekerja. Dalam kegiatan pekerjaan yang memungkinkan menghubungkan
setiap postur yang dilakukan dengan kegiatan pekerjaan yang
mempengaruhinya (ILO, 1998 dalam Kurniawati 2009).
36
Berikut adalah kelebihan dan metode OWAS menutu ILO (1998
dalam Kurniawati, 2009):
a) Mudah digunakan
b) Hasil observasi bisa dibandingkan dengan benchmarks untuk menentukan
prioritas intervensi
c) Angka pada tiap bagian tubuh bisa digunakan untuk perbandingan
sebelum dan sesudah intervensi untuk mengevaluasi keefektifitasannya.
d) Angka pada tiap bagian tubuh bisa diguanakan untuk studi epidemiologi.
Kekurangan dari metode ini menurut ILO (1998 dalam Kurniawati,
2009), yaitu:
a) Tidak adanya infirmasi mengenai durasi waktu kerja dari postur
kombinasi.
b) Tidak ada perbedaan klasifikasi antara lengan kiri dan kanan.
c) Tidak memperhitungkan mengenai posisi siko, pengerlangan tangan dan
tangan.
6) Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah cara penilaian tingkat
risiko dari kegiatan berulang dengan melihat pergerakan/postur yang
dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tahapan
kegiatan kerja dari awal sampai akhir (Stanton dkk, 2005).
37
REBA juga telah dikembangkan untuk menilai jenis dari postur
pekerjaan yang tidak bisa diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan
kesehatan dan jasa industri lainnya. Data yang dikumpulkan mengenai postur
tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan atau aksii, gerakan
berulang dan rangkaian. Hasil dari skor REBA adalah dihasilkan untuk
memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting untuk
tindakan yang akan diambil (McAtamney dan Higneet, 2005).
Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan yang
berhubungan dengan WMSDs. Metode REBA dapat digunakan ketika
mengindentifikasi penilaian ergonomi di tempat kerja yang membutuhkan
analisa postural lebih lanjut, diwajibkan untuk:
a) Keseluruhan tubuh pekerja digunakan
b) Postur statis, dinamis, perubahan cepat atau tidak stabil.
c) Barang bernyawa atau tidak bernyawa yang sedang ditangani, salah
satunya sering dilakukan atau tidak sering dilakukan.
d) Modifikasi di tempat kerja, peralatan, pelatihan atau risiko perilaku yang
diambil dari pekerja yang diamati sebelum/sesudah perubahan
(McAtamney dan Higneet, 2005).
Dalam prosedur penilaian metode REBA, dibagi menjadi 6 tahap,
yaitu:
a) Amati pekerjaannya
38
b) Pilih postur yang akan dinilai
c) Menilai postur
d) Proses penilaian
e) Menetapkan skor REBA
f) Menampilkan tingkat tindakan dengan mengutamakan yang paling penting
untuk kontrol pengendalian (McAtamney dan Higneet, 2005).
Pertimbangan mengenai pekerjaan kritis dari pekerjaan. Untuk
masing-masing tugas, menilai faktor postur untuk menetapkan skor kepada
masing-masingbagian tubuh. Lembar data telah menyediakan sebuah format
untuk proses penilaian ini. Skor grup A terdiri dari postur (tubuh, leher dan
kaki) dan grup B terdiri dari postur (lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan) untuk bagian kanan dan kiri. Untuk masing-masing
bagian, mempunyai skala penilaian postur ditambah dengan catatan tambahan
untuuk pertimbangan tambahan. Kemudian skor beban/besarnya gaya dan
faktor perangkai/kopling. Hasil akhirnya adalah skor aktivitas.
Hasil akhir dari penilaian REBA yaitu grand score dengan kriteria
sebagai berikut:
a) Skor 1 masih dapat diterima
b) Skor 2 – 3 mempunyai tingkat risiko ergonomi yang rendah, perubahan
mungkin diperlukan.
39
c) Skor 4 – 7 memiliki tingkat risiko ergonomi sedang, penyelidikan lebih
lanjut, perubahan segera.
d) Skor 8 – 10 mempunyai tingkat risiko ergonomi yang tinggi, penyelidikan
dan perubahan harus secepatnya.
e) Skor 11 – 15 memiliki tingkat risiko ergonomi yang sangat tinggi,
perubahan dilakukan harus secepatnya (McAtamney dan Higneet, 2005).
2. Faktor Individu
a. Jenis Kelamin
Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka dan Sudiadjeng (2004)
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari
kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan
otot wanita.
Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini (2011) pada pekerja manual
handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja wanita lebih
banyak yang mengalami keluhan muskuloskeletal (97,2%) karena
pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja pria (86,4%).
b. Lama Kerja
Dalam artikel workplace safety (2007 dalam Ariani, 2009) dinyatakan
bahwa berdasarkan penelitian pada pekerja di Australia, pekerja yang tidak
berpengalaman akan menambah besarnya risiko keluhan muskuloskeletal.
40
Oleh karena itu, masa kerja berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai
pekerjaan yang hubungannya dengan risiko keluhan muskuloskeletal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009),
menyebutkan bahwa presentase terjadinya keluhan muskuloskeletal pada
pekerja dengan masa kerja tinggi atau ≥ 15,28 tahun lebih tinggi (76%)
dibandingkan dengan pekerja masa kerja rendah < 15,28 tahun (66,67%).
c. Usia
Secara alamiah kemampuan fisik seseorang akan mengalami penurunan
saat memasuki usia 40 tahun, karena jaringan tubuh akan mulai mengalami
proses degenerasi. Penurunan ini akan bertambah cepat apabila diikuti dengan
kerja fisik yang berat dan terus menerus, tanpa diimbangi nutrisi dan latihan
cukup. Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu antara
25 – 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan
akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Jadi semakin tua
usianya semakin besar risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal pada
individu (Chaffin, 1979 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir (2008) pada
pekerja di depatemen water pump PT. X, presentase keluhan muskuloskeletal
pada kelompok usia pekerja > 50 tahun lebih tinggi (100%) dibandingkan
dengan kelompok pekerja dengan usia 30 – 49 tahun (84,6%) dan kelompok
pekerja dengan usia < 30 tahun (75%).
41
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009),
menyebutkan bahwa ada hubungan antara usia pekerja dengan timbulnya
keluhan muskuloskeletal pada operator Can Plant.
d. Kebiasaan Merokok
Asap rokok mengandung sekitar 4% karbon monoksida (CO)
didalamnya. CO dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar
dibandingkan oksigen. Rokok juga dapat menyebabkan penurunan
kemampuan kerja dengan mengambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini
berdampak pada kerusakan yang kronik pada sistem pernapasan yang
berpengaruh pada ventilasi udara di paru-paru dan mengganggu transfer
oksigen dari udara ke dalam darah. Rokok juga mengandung banyak racun
dan bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen yang padat berakibat pada
turunnya kemampuan fisik perokok (Bridger, 2003).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan
muskuloskeletal terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin
lama atau semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat
keluhan muskuloskeletal yang dirasakan (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009), menyebutkan bahwa
ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan timbulnya keluhan
muskuloskeletal pada operator Can Plant.
42
e. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh manusia
melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan
untuk melakukan aktivitas berikutnya (Hairy, 1989 dan Hopkins, 2002 dalam
Tarwaka, 2004).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani yaitu jenis
kebiasaan olahraga, jam tidur dan asupan makanan. Kesegaran tubuh terdiri
dari 10 komponen, yaitu: kekuatan (strenght), daya tahan, kecepatan, kekuatan
(power), kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan
waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui
kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah,
risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan
fisik tinggi (Suriyatmini, 2011).
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996 dalam
Zulfiqor, 2010) yang dilakukan terhadap 10 pekerja yang telah berusia tua,
didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan
otot tubuh seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kenaikan 128%
kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama
12 pekan. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini (2011) pada pekerja
manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja yang
tidak rutin berolahraga lebih banyak yang mengalami keluhan
43
muskuloskeletal (98,1%) dibandingkan dengan pekerja yang rutin berolahraga
(88,9%).
Istirahat sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun kembali otot –
otot setelah aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di dalam
perangsangan pertumbuan otot itu sendiri (Suharjana, 2008 dalam Swasta,
2011). Ada penelitian yang menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal
jarang ditemukan pada seseorang yang memiliki waktu istirahat yang cukup
didalam kesehariannya. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya
memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering
mengalami keluhan muskuloskeletal (Mitchell, 2008 dalam Zulfiqor, 2010).
Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010), usia balita (1 – 4 tahun) membutuhkan
waktu tidur rata-rata 12 jam sehari, untuk usia anak-anak (4 – 12) tahun
membutuhkan waktu tidur rata-rata 10 jam sehari, remaja membutuhkan
waktu tidur rata-rata 8 – 9 jam sehari dan dewasa membutuhkan tidur rata-rata
7 jam perhari.
Selanjutnya yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang yaitu
asupan makanan yang diasup/dimakan oleh seseorang (Atwood, dkk, 2004).
Zat-zat makanan mutlak diperlukan agar kesegaran jasmani baik karena zat-
zat tersebut digunakan untuk tenaga atau kalori, pembentukan sel-sel atau
pertumbuhan, menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh
(George, F.S., 1989 dalam Susilowati, 2007). Kesegaran jasmani seseorang
akan turun jika nutrisi yang masuk ke dalam tubuh seseorang tidak memadai
(Atwood, dkk, 2004).
44
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran
jasmani seseorang yaitu:
1) Treadmill Test
Tes ini merupakan tes kesegaran jasmani dengan menggunakan
jentera yang dapat diatur kecepatan dan kemiringannya. Tes ini bertujuan
untuk mengukur kapasitas aerobic maksimal seseorang (VO2 max) untuk
menggambarkan derajat kesegaran jasmani (Kwok, dkk dalam Budiasih,
2011).
2) Ergometer Sepeda Tes (Ergocycle Test)
Ergometer sepeda tes ini yaitu tes mengayuh sepeda ergometer
yang dipergunakan untuk menilai tingkat kesegaran jasmani berdasarkan
kemampuan aerobic (kemampuan menghirup oksigen) seseorang
pelaksanaan tes ini dibedakan menjadi dua model pembebanan, yaitu
pembebanan sub-maksimal dan pembebanan maksimal (DepDikBud, 1977
dalam Budiasih, 2011).
3) Harvard Step Test
Tes ini merupakan pengukuran yang paling tua untuk mengetahui
kemampuan aerobik seseorang. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur
kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan terhadap beban kerja
dan nadi pulih asal dari kerja tersebut (Sudarno, 1992 dalam Budiasih,
2011).
45
Adapun prosedur pelaksanaan harvard step test (Sudarno, 1992
dalam Budiasih, 2011) adalah sebagai berikut:
a) Responden dimita berdiri menghadap bangku tes.
b) Responden kemudian diminta untuk baik turun bangku dengan
frekuensi 30 kali naik dan 30 kali turun. Selama melaksanakan tes,
orang percobaan diminta dalam posisi badan tegak.
c) Berikutnya kaki lainnya dinaikan ke bangku, sehingga responden
dalam posisi berdiri tegak di atas bangku.
d) Selanjutnya kaki yang pertama kali naik diturunkan.
e) Kemudian kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula sehingga
orang percobaan berdiri tegak lagi didepan bangku.
f) Siklus tersebt diulang terus-menerus sampai responden tidak kuat,
tetapi tidak lebih dari 5 menit. Catat lamanya dengan menggunakan
stopwatch.
g) Segera responden diminta untuk duduk dan dihitung denyut nadinya
pada pergelangan tangan selama 30 detik sebanyak 3 kali.
Penilaian dari tes tersebut yaitu menjadi indeks kesegaran jasmani
yang dilakukan dengan cara (Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011):
46
a) Cara Lambat
Denyut nadi dihitung selama 3 kali (menit 1, menit 2 dan menit 3)
setelah tes dan dihitung selama 30 detik kemudian dimasukkan
kedalam rumus berikut:
b) Cara Cepat
Yaitu hanya dihitung dengan cara denyut nadi sekali pada menit
pertama setelah tes, kemudia dimasukkan dalam rumus berikut:
Dari kedua tes tersebut didapatkan nilai Indeks Kesegaran Jasmani
(IKS), yang dikategorikan menjadi (Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011):
Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai
Harvard Step Test
Indeks Kesegaran Jasmani Nilai Harvard Step Test
Sangat baik
Baik
Sedang
Kurang
Buruk
> 90
80 – 89
65 – 79
55 – 64
< 55
Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku (detik) x 100
Jasmani (IKS) = 2 x Jumlah Ketiga Denyut Nadi Tiap Menit
Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku (detik) x 100
Jasmani (IKS) = 5,5 x Jumlah Denyut Nadi Pertama
47
Adapun keuntungan menggunakan harvard step test (Sudarno,
1992 dalam Budiasih, 2011) yaitu adalah sebagai berikut:
a) Hampir semua individu dapat melakukan gerakannya, berlaku juga
untuk semua golongan usia dan tingkat kesegaran jasmani yang
berbeda-beda juga.
b) Pengawasan dan penyelenggaraan relatif lebih mudah.
c) Faktor bahaya sangat sedikit kemungkinannya dan apabila tes ini
dikerjakan dengan benar, hasil tes ini cukup bermanfaat.
d) Metode paling sederhana, murah dan mudah. Tidak memerlukan alat
yang memerlukan listrik dan kalibrasi.
f. Antropometri
Merupakan suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,
2008).
Antropometri setiap orang berbeda-beda, yang mempengaruhi ukuran
antropometri seseorang berbeda-beda tersebut yaitu jenis kelamin, usia, dan
ras, sehingga ketika perhitungan antropometri perlu adanya pengelompokan
berdasarkan faktor tersebut (Atwood, dkk, 2004).
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan
dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan
48
kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain
(Nurmianto, 2008). Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan
dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi
kelompok statistika dan ukuran persentil. Data dimensi manusia ini sangat
berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk
dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data-data antropometri
mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan
manusianya yang disesuaikan dengan alat yang sudah ada. Rancangan yang
mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat
penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja
akibat adanya kesalahan desain (Liliana, dkk, 2007 dalam Subagya).
Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk
merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran
tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi
tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan
guna menjamin adanya sistem kerja yang baik (Mira, 2009 dalam Subagya,
2010).
Data antropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi
ukuran produk yang adakan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh
manusia yang akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh
yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas
(Wignjosoebroto, 1995) dapat dilihat sebagai berikut:
49
Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas
Sumber : Wignjosoebroto, 2000 (dalam Wiranata, 2011)
Keterangan dari gambar diatas yaitu:
1) Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala)
2) Dimensi tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3) Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4) Tinggi siku dalam posisi berdisi tegak (siku tegak lurus)
5) Tinggi kepalan tangan yang terjulut lepas dalam posisi berdiri tegak (tidak
ditunjukkan dalam gambar)
6) Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala)
50
7) Tinggi mata dalam posisi duduk
8) Tinggi bahu dalam posisi duduk
9) Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)
10) Tebal atau lebar paha
11) Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut
12) Panjang pada yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut
betis
13) Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk
14) Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan
paha
15) Lebar dari bahu (bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk)
16) Lebar pinggul
17) Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan pada
gambar)
18) Lebar perut
19) Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan jung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus
20) Lebar kepala
21) Panjang tangan diukur dari pegelangan sampai dengan ujung jari
22) Lebar telapak tangan
51
23) Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan
(tidak ditunjukkan dalam gambar)
24) Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak
25) Jarak jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak
26) Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan dikur dari bahu sampai
dengan ujung jari tangan.
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri yang tepat
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja,
diperlukan pengambilan dari dimensi anggota tubuh tersebut.
Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting
Berdiri Duduk
1) Tinggi badan
2) Tinggi bahu
3) Tinggi siku
4) Tinggi pinggul
5) Lebar pinggul
6) Panjang lengan
7) Panjang lengan atas
8) Panjang lengan bawah
9) Jangkauan atas
10) Panjang Depa
1) Tinggi duduk
2) Tinggi mata
3) Tinggi bahu
4) Tinggi siku duduk
5) Tinggi pinggul duduk
6) Lebar pinggul
7) Tinggi lutut duduk
8) Panjang tungkai atas
9) Panjang tungkai bawah
Sumber: Suma’mur, 1982 dalam Subagya 2010
52
Macam-macam dari dimensi antropometri statis duduk adalah sebagai
berikut:
1) Tinggi bahu duduk
Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk sampai
bahu. Penggunaan data ini yaitu untuk menentukan tinggi sandaran tempat
duduk yang menopang pinggang dan bahu dengan dilengkapi alas bahan
dari kain atau bahan lainnya, disamping itu digunakan oleh arsitektur
untuk merancang interior ruangan gedung bahkan membuat jarak dan
tinggi penghalang ruangan yang dilengkapi oleh kursi. Pertimbangannya
yaitu bahan yang digunakan sebagai pelapis alas duduk. Data ini
menggunakan ukuran 95 persentil (Pheasant, 2003).
2) Tinggi siku duduk
Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk ke bagian
bawah siku. Digunakan untuk menentukan tinggi sandaran lengan, tempat
kerja, meja kerja, dan lainnya. Pertimbangannya yaitu bahan yang
digunakan sebagai penutup alas duduk, kemiringan kursi dan postur tubuh
ketika duduk. Tujuan dari adanya sandaran lengan ini yaitu agar lengan
dapat tetap beristirahat dengan nyaman (Pheasant, 2003).
3) Panjang dari pantat sampai lutut bagian belakang
Yaitu jarak horizontal dari bagian pantat paling belakang sampai
ke bagian belakang lutut. Penggunaannya yaitu untuk menentukan panjang
kursi sebagai alas duduk, posisi kaki, bagian vertikal terdepan dari tempat
53
duduk, yang disesuaikan dengan belakang lutut dan lebar pinggul.
Pertimbangannya yaitu sudut tempat duduk. Pemilihan persentil yaitu
ukuran antropometri 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua
populasi pengguna (Pheasant, 2003).
4) Tinggi lutut bagian belakang
Merupakan jarak yang diambil secara vertikal dari lantai sampai
lutut bagian belakang pada sikap duduk tegak. Penggunaannya yaitu utnuk
menentukan tinggi permukaan duduk yang diukur dari alas tempat duduk
ke lantai, sehingga diperoleh tinggi yang sesuai pada lipatan siku dari
kaki. Pertimbangan yang harus dipikirkan yaitu memperhatikan
kekenyalan penutup alas duduk. Pemilihan persentil yang digunakan yaitu
5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna.
Hal ini untuk menghindari terjadinya penekanan pada bagian paha bawah
oleh alas duduk akibat kursi yang terlalu tinggi (Pheasant, 2003).
5) Lebar bahu
Yaitu jarak horizontal maksimum antara kedua ujung bahu.
Penggunaannya yaitu untuk menentukan lebar sandaran kursi, sehingga
dapat menyokong punggung. Pemilihan persentil yaitu 95-persentil
terbesar agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna.
(Pheasant, 2003).
54
6) Lebar pinggul
Adalah jarak antara bagian terluar dari pinggil pada sikap duduk
tegak. Penggunaan dimensi ini yaitu untuk menentukan lebar alas tempat
duduk, sehingga pinggul atau pantat tepat pada posisi saat duduk.
Pertiimbangan yang harus diperhatikan untuk dimensi ubuh ini yaitu
tergantung pada aplikasinya, data ini berhubungan dengan jarak dari siku
dan lebar lain. Pemilihan persentil untuk data ini yaitu 95 persentil
tertinggi (Pheasant, 2003).
7) Panjang dari siku ke ujung jari
Adalah jarak dari siku sampai ke ujung jari bagian tengah pada
posisi duduk tegak. Penggunaan data ini yaitu untuk panjang sandaran
tangan pada kursi. Persentil yang digunakan yaitu 95 persentil, agar dapat
mengakomodasi pengguna dengan jarak siku ke ujung jari yang terpanjang
dan juga membuat nyaman pengguna dengan panjang siku ke ujung jari
yang lebih pendek (Pheasant, 2003).
Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika
alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman
dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan
kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan
cara yang tidak alamiah.
55
a. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana
kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain
SOP (Standar Operating Procedure) yang terdapat pada setiap jenis
pekerjaan.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap
menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya hars dihindarkan.
Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki
ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya (Mira, 2009 dalam Subagya,
2010).
b. Faktor Manusia dan Mesin
Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan
suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai
sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat
sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara
manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras,
serasi dan sesuai (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).
c. Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kera terutama menyangkut waktu kerja, waktu
istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan
dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu
56
istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8
jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat
dihindarkan, perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan shift kerja.
Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan
efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja
dan angka kesakitan (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, dkk (2012) pada
pengemudi bus di Iran, menyatakan bahwa antropometri pekerja
mempengaruhi keluhan muskuloskeletal.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Caiklieng dkk (2009) pada
pekerja kantor, menyebutkan bahwa ada hubungan antara karakteristik
antropometri dengan keluhan muskuloskeletal, yaitu panjang pantat sampai
politeal, lebar pinggul, tinggi bahu duduk dan tinggi siku duduk.
g. Status Gizi
Keseimbangan energi dapat dicapai bila energi yang masuk ke dalam
tubuh melalui makanan sama dengan bila energi yang masuk ke dalam tubuh
melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini
menghasilkan berat badan yang ideal/normal. Berat badan ideal ini bergantung
pula pada besar kerangka dan komposisi tubuh dalam hal otot dan lemak.
Seorang yang berkerangka besar dan atau mempunyai komposisi otot relatif
lebih besar mempunyai berat badan ideal yang lebih besar. Untuk hal ini
57
diberi kelonggaran ± 10% - 20%. Cara mengukur dan kategori status gizi
(IMT) untuk penduduk Indonesia adalah sebagai berikut (Almatsier, 2004):
Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia
Kategori IMT
Kurus
Normal
Gemuk
< 18,5
18,5 – 25
> 25
Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal yaitu semakin gemuk
seseorang maka akan semakin besar risiko untuk timbulnya keluhan
muskuloskeletal. Hal ini disebabkan seseorang dengan kelebihan berat badan
akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus,
akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998 dalam
Zulfiqor, 2010.
Vessy dkk (1990 dalam (Syafitri, 2010) mengemukakan bahwa wanita
yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan
wanita yang kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, dkk (1994 dalam Syafitri,
2010) yang menyatakan bahwa pasien gemuk (obesitas dengan IMT > 29)
mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingan dengan yang kurus (IMT <20),
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m²)
58
khususnya untuk otot laki-laki. Keluhan otot rangka yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban, baik beban tubuhnya maupun berat tambahan yang
lainnya (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004)
3. Faktor Lingkungan
a. Getaran
Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan
peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya
timbul rasa nyeri (Suma’mur, 1989). Pekerjaan yang menggunakan peralatan
yang menimbulkan getaran akan menyebabkan mati rasa pada bagian jari,
kehilangan kepekaan sentuhan dan kemampuan memegang. Gangguan ini
disebut dengan Reynaud;s disease. Penyakit ini menyebabkan keusakan saraf
tepi. Kejadian ini dapat disebabkan oleh penggunaan alat tipe tumbuk, ketuk
atau alat lain yang mempunyai tingkat vibrasi sedang (alat penggiling, sander,
gergaji ukir, dll) atau vibrasi tinggi (martil, gergaji mesin, kunci linggis, dll)
(Oborne, 1995 dalam Munir, 2008)
b. Suhu
Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi
dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap
lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi
kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).
59
Suhu ekstrim akan memberikan efek fisiologis heat stress dan cold stress.
Aliran daran ke bagian tubuh akan berkurang ketika suhu udara dingin.
Pembuluh daran ke area yang sempir ke area sentral temperatur tubuh akan
menyebabkan tubuh kehilangan nutrisi dan oksigen. Stress fisik terjadi ketika
jaringan tubuh inadekuat terhadap suplai darah yang mengandung oksigen dan
nutrisi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya gangguan
muskuloskeletal. Bahaya yang spesifik akan terjadi pada saat suhu udara
dingin dan menggunakan alat yang bergetar (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).
Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng,
2004) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat
diterima adalah berkisar antara 20 - 24ºC (untuk musim dingin) dan 23 – 26
ºC (untuk musim panas pada kelembapan 35 – 65%. Rata-rata gerakan udara
dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0,15 m/det untuk musim dingin
dan 0,25 ./det untuk musim panas. Kecepatan udara dibawah 0,07 m/det akan
memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa tidak nyaman.
Sebagai bahan pertimbangan dimana Indonesia merupakan daerah tropis
yang mempunyai suhu udara lebih panas dengan kelembapan yang jauh lebih
tinggi, maka rekomendasi dari NIOSH (1984) tersebut perlu dikoreksi apabila
diterapkan di daerah tropis. Temperatur yang normal untk orang indonesia
adalah 22,5 – 26 ºC dengan kelembapan udara sebesar 40 – 75% (Tarwaka
dan Sudiadjeng, 2004).
60
c. Pencahayaan
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat objek
secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Jumlah cahaya yang
jatuh pada permukaan benda tergantung pada sumber cahaya dan intensitas
cahaya, jarak antar sumber cahaya dengan permukaan benda, sudut sumber
cahaya ke permukaan benda dan jumlah cahaya dan permukaan lain yang
memantulkan cahaya (Atwood, dkk, 2004).
Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat
lelah karena mata akan berusaha melihat secara jelas. Intensitas cahaya untuk
membaca sekitar 300 – 700 lux, pekerjaan di kantor sekitar 400 – 600 lux,
pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi sekitar 800 – 1200 lux dan
pekerjaan di gudang sekitar 80 – 170 lux (NIOSH, 1997 dalam Zulfiqor,
2010).
Berdasarkan hasil penelitian spinger (2007 dalam Zulfiqor), diperoleh
bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan
produktifitas 7% sehingga ketika seorang bekerja di depan komputer dapat
bertahan 8 sampai 12 jam.
d. Tekanan
Adanya tekanan langsung atau akibat pemakaian APD atau faktor lain
pada bagian tubuh dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada
otot yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal (Humantech, 1995
dalam Suriatmini, 2011).
61
e. Area Kerja
Area kerja merupakan kondisi fisik yang terkait dengan pekerjaan,
misalnya desain kerja (luas ruangan, jangkauan, clereance), alat kerja yang
digunakan, dll (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011).
C. Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini dibagi atas faktor pekerjaan, faktor
individu, dan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan
pada muskuloskeletal.
Faktor pekerjaan yaitu terdiri dari durasi paparan, postur tubuh, beban/gaya
dan frekuensi. Durasi paparan, postur tubuh, beban/gaya dan frekuensi menjadi satu-
kesatuan dalam perhitungan tingkat risiko ergonomi. Tingkat risiko ergonomi ini
yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal pada individu.
Semakin tinggi tingkat risiko maka akan semakin tinggi pula kemungkinan untuk
timbulnya keluhan muskuloskeletal.
Untuk faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, kebiasaan
merokok, kesegaran jasmani, status gizi dan antropometri. Faktor-faktor individu
inilah yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan muskuloskeletal.
Sedangkan untuk faktor lingkungan terdiri dari getaran, suhu, tekanan dan
area kerja. Getaran, suhu, pencahayaan, tekanan dan area kerja ini dapat
mempengaruhi untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal.
62
kerangka
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Cohen, dkk, 1997; Pulat, 1992; Peter Vi (2000) dalam Suriyatmini (2011);
Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004; Humantech (1995) dalam Suriyatmini (2011);
Nurmianto, 2008; Pheasant, 2003; Atwood, dkk, 2005.
Faktor Pekerjaan
1. Durasi
Paparan
2. Postur Tubuh
3. Beban/gaya
4. Frekuensi
5. Frekuensi
Faktor Lingkungan
1. Getaran
2. Suhu
3. Pencahayaan
4. Tekanan
5. Area kerja
Faktor Individu
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Lama Kerja
4. Kesegaran
Jasmani
5. Kebiasaan
Merokok
6. Antropometri
7. Status Gizi
Keluhan
Muskuloskeletal
Tingkat Risiko
Ergonomi
63
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibuat untuk menjelaskan kaitan keluhan muskuloskeletal
dengan tingkat risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasaan merokok,
kesegaran jasmani dan status gizi mahasiswa. Pada penelitian ini kerangka konsep
mengacu pada beberapa penelitian yang sudah ada sebelumnya, yaitu Dewi (2008),
Munir (2008), Aryanto (2008), Khaled (2009), Kurniawati (2009), Octarisya (2009),
Aprillia (2009), Napitupulu (2009), Zulfiqor (2010) dan Suriyatmini (2011). Dalam
beberapa penelitian tersebut menyebutkan bahwa variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap timbulnya keluhan muskuloskeletal terbagi atas faktor
pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan yang dimaksud
yaitu postur tubuh, durasi paparan, beban/gaya dan frekuensi yang kemudian di
hitung menjadi tingkat risiko ergonomi. Untuk faktor individu yaitu usia, lama kerja,
jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, status gizi dan antropometri
individu. Sedangkan untuk faktor lingkungan yaitu mencakup alat kerja, getaran,
pencahayaan, suhu dan tekanan.
Namun dalam penelitian ini tidak semua variabel tersebut diteliti oleh
peneliti. Variabel yang tidak diteliti tersebut adalah usia, lama kerja, getaran,
pencahayaan, suhu dan tekanan.
64
Faktor individu usia dikatakan homogen karena manusia akan mengalami
penurunan kemampuan fisik saat memasuki usia 35 tahun (Erdil, 1994 dalam
Suriyatmini 2011). Beberapa penelitian membagi kategori pada variabel usia yaitu ≤
35 tahun dan > 35 tahun. Sedangkan usia mahasiswa angkatan 2010 cenderung
berkisar antara 19 – 21 yang belum mengalami penurunan kemampuan fisik,
sehingga dapat dikatakan usia mahasiswa merupakan data yang homogen. Lama
kerja juga merupakan data yang homogen karena lama mahasiswa mulai dari masuk
sampai sekarang yaitu dalam waktu yang sama, yaitu masuk pada tahun 2010. Serta
penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini (2011), Octarisya (2009), Aprilia (2009)
dan Munir (2008), mengkategorikan lama kerja menjadi ≤5 tahun, 5 – 10 tahun dan
> 10 tahun, sehingga data lama kerja tersebut juga akan menjadi homogen.
Faktor lingkungan seperti suhu, pencahayaan, tekanan dan getaran tidak
diteliti dalam penelitian ini karena faktor-faktor lingkungan tersebut untuk setiap
mahasiswa cenderung sama, sehingga data untuk faktor lingkungan ini juga
cenderung menjadi homogen.
Terdapat beberapa faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini, maka
variabel independen penelitian ini adalah tingkat risiko ergonomi, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, status gizi dan antropometri individu. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini yaitu adalah keluhan muskuloskeletal.
65
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel tingkat risiko ergonomi dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
metode RULA dengan mengitung sudut postur pada bagian lengan, punggung, leher
dan stabil atau tidaknya kaki dengan memperhitungkan durasi, frekuensi dan beban.
Variabel antropometri yang diteliti dalam penelitian ini yaitu terdiri dari 3
dimensi tubuh, yaitu dimensi no 8 (tinggi bahu), dimensi no 12 (panjang paha) dan
dimensi no 14 (tinggi duduk). Sedangkan variabel kesegaran jasmani dalam
penelitian ini dihitung berdasarkan kebiasaan olahraga dan kebiasaan tidur
responden.
Antropometri
Jenis Kelamin
Kebiasaan Merokok
Keluhan
Muskuloskeletal
Kesegaran Jasmani
Status Gizi
Tingkat Risiko Ergonomi
66
B. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Cara
Pengambilan
Data
Alat Ukur Hasil ukur Skala
Keluhan
Muskuloskele
tal
Keluhan subjektif yang dirasakan oleh
individu yang timbul akibat dari pekerjaan
yang dilakukannya. Keluhan ini ditandai
dengan adanya rasa pegal, kesemutan, sakit,
nyeri, panas, bengkak, mati rasa dan kaku
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
nordic body
map
0. Ya (keluhan ≥ 1)
1. Tidak (keluhan < 1)
Ordinal
Tingkat
Risiko
Ergonomi
Besarnya kemungkinan untuk terjadinya
keluhan muskuloskeletal akibat pekerjaan
yang dilakukan terkait masalah ergonomi
yang dihitung berdasarkan faktor pekerjaan
(postur, durasi, beban dan frekuensi)
Observasi Lembar Kerja
RULA
0. Tingkat Risiko
Ergonomi Level 4
(skor = 7)
1. Tingkat Risiko
Ergonomi Level 3
(skor 5 – 6)
2. Tingkat Risiko
Ergonomi Level 2
(skor 3 – 4)
Ordinal
67
Variabel Definisi
Cara
Pengambilan
Data
Alat Ukur Hasil ukur Skala
3. Tingkat Risiko
Ergonomi Level 1
(skor 1 – 2)
Antropometri Ukuran tinggi, lebar atau tebal dimensi
bagian-bagian tertentu tubuh manusia yang
dibagi menurut nomor dimensi
Pengukuran Body
Measurement
Dimensi No. 8
0. Tidak Ter-cover
(ukuran dimensi no 8
> sandaran kursi
1. Ter-cover (ukuran
dimensi no 8 ≤
sandaran kursi)
Dimensi No. 12
0. Tidak Ter-cover
(ukuran dimensi no 12
< kedalaman kursi)
1. Ter-cover (ukuran
Ordinal
68
Variabel Definisi
Cara
Pengambilan
Data
Alat Ukur Hasil ukur Skala
dimensi no 12 ≥
kedalaman kursi)
Dimensi No 14
0. Tidak Ter-cover
(ukuran dimensi no 14
< tinggi kursi)
1. Ter-cover (ukuran
dimensi no 14 ≥ tinggi
kursi)
Jenis kelamin Pensifatan/karakteristik individu yang terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu laki-laki dan perempuan
Penyebaran
Kuesioner
Kuesioner 0. Perempuan
1. Laki-laki
Nominal
Kebiasaan
Merokok
Jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap
oleh individu dalam satuan per hari
Penyebaran
Kuesioner
Kuesioner 0. Berat ( > 10 / hari)
1. Ringan ( 1 - 10 / hari)
2. Tidak (<1 / hari)
Ordinal
69
Variabel Definisi
Cara
Pengambilan
Data
Alat Ukur Hasil ukur Skala
Kesegaran
Jasmani
Tingkat kesanggupan/kemampuan seseorang
untuk melakukan penyesuaian terhadap beban
fisik tanpa menimbulkan kelelahan yang
berarti dan masih memiliki kapasitas
cadangan energi untuk melakukan aktivitas
berikutnya
Penyebaran
Kuesioner
Kuesioner 0. Kurang (tidak rutin
olahraga dan tidak
cukup tidur)
1. Sedang (tidak rutin
olahraga dan cukup
tidur, atau rutin
olahraga dan tidak
cukup tidur)
2. Baik (Rutin Olahraga
dan cukup tidur)
Kebiasaan Olahraga
0. Tidak rutin (< kali
seminggu)
1. Rutin (≥ 1 kali
seminggu)
Ordinal
70
Variabel Definisi
Cara
Pengambilan
Data
Alat Ukur Hasil ukur Skala
Kebiasaan Tidur
0. Tidak Cukup (<7 jam
sehari)
1. Cukup (≥7 jam sehari)
Status Gizi Kategori massa tubuh individu yang dihitung
berdasarkan rumus Indeks Massa Tubuh
(IMT). Rumus IMT individu tersebut yaitu:
Pengukuran Alat ukur
tinggi badan,
timbangan
0. Gemuk ( IMT > 25)
1. Normal ( IMT 18,5 –
25)
2. Kurus ( IMT < 18,5)
Ordinal
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m²)
71
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
2. Ada hubungan antara antropometri dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
4. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
5. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
6. Ada hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta.
72
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pelitian ini adalah penelitian yang menggunakan desain penelitian cross
sectional (potong lintang). Desain ini dipilih untuk melihat keterkaitan antara dua
variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen pada waktu (periode) yang
sama. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah,
ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat
(Notoatmodjo, 2005). Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik,
yaitu menggambarkan keluhan muskuloskeletal yang dirasakan mahasiswa,
menggambarkan dimensi kursi kuliah yang saat ini digunakan, menggambarkan
gambaran tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa dan menggambarkan gambaran
variabel antropometri, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani dan
status gizi. Yang kemudian dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
antara variabel tingkat risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, kesegaran jasmani dan status gizi dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober tahun 2012 di
Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
73
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini yaitu mahasiswa seluruh mahasiswa FKIK yang
masih aktif kuliah dan yang sudah merasakan duduk di kursi kuliah FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ketika proses belajar mengajar di kelas. Populasi
penelitian menurut data rekapitulasi jumlah mahasiswa program reguler per 1 juni
2012 yang didapatkan saat pembuatan proposal 952 mahasiswa yang terdiri atas 299
mahasiswa kesehatan masyarakat, 152 mahasiswa keperawatan, 257 mahasiswa
farmasi dan 244 mahasiwa pendidikan dokter. Jika dibedakan sesuai jenis kelamin
jumlah populasi laki-laki adalah 247 mahasiswa dan jumlah populasi perempuan
yaitu 705, dibedakan sesuai jenis kelamin karena nantinya ketika perhitungan
antropometri, analisis bivariat dengan percentile dan rata-rata harus dibedakan sesuai
jenis kelamin.
Sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus berikut (Lemeshow
dkk, terj, Pramono, 1997):
Perhitungan besar sampel penelitian variabel tingkat risiko ergonomi
berdasarkan penelitian Syafitri (2010) diketahui variabel independen yang
berhubungan adalah variabel tingkat risiko ergonomi dan variabel kebiasaan
merokok. Untuk variabel faktor pekerjaan diketahui P1 = tingkat risiko ergonomi
level 4 yang mengalami keluhan muskuloskeletal = 83%, dan P2 = tingkat risiko
ergonomi level 3 yang mengalami keluhan muskuloskeletal = 58%. (P = 70,5%. OR
n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2
(P1-P2)2
74
= 3,393. CI = 1,114 – 10,331. P value = 0,027). Dan untuk variabel kebiasaan
merokok diketahui P1 = perokok ringan ≤ 10 batang per hari yang mengalami
keluhan muskuloskeletal = 88% dan P2 = perokok berat > 10 batang per hari yang
mengalami keluhan muskuloskeletal = 67%. (P = 77,5%. OR = 3,167. CI = 0,945 –
14,232. P value = 0,05).
Variabel tingkat risiko ergonomi:
n = 51,024 = 52
Variabel Kebiasaan Merokok
n = 42,19 = 43
Keterangan :
n : Jumlah sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1 : Proporsi keluhan muskuloskeletal pada kelompok 1
P2 : Proporsi keluhan muskuloskeletal pada kelompok 2
Z2
1-/2 : Derajat kemaknaan pada uji dua sisi (two tail), = 5%
n = [ 1,96 2 (0,705) (1-0,705) + 0,842 0,83 (1-0,83) +0,58 (1-0,58) ]2
(0,83-0,58)2
n = [ 1,96 2 (0,775) (1-0,775) + 0,842 0,88 (1-0,88) +0,67 (1-0,67) ]2
(0,88-0,67)2
75
Z1- : Kekuatan uji 80%
Berdasarkan perhitungan uji statistik diatas diperoleh jumlah sampel
minimal menurut variabel tingkat risiko ergonomi sebanyak 104 responden.
Menurut Dahlan (2008) dalam penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2009)
dan Widayani (2009), pemilihan jumlah sampel ditentukan oleh besarnya nilai P
value, nilai OR dan nilai CI. Nilai P value dilihat dari tiap variabel karena
semakin kecil nilai P value menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Nilai OR ini juga dilihat
dari tiap-tiap variabel yang diteliti, semakin tinggi nilai OR maka akan semakin
memperlihatkan adanya hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Namun juga harus memperhatikan CI yang didapatkannya. Semakin
sedikit rentang CI, maka akan semakin akurat nilai OR dalam penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil jumlah sampel menurut variabel tingkat
risiko ergonomi, dengan melihat nilai P value, nilai OR dan rentang CI. Nilai P
value pada variabel tingkat risiko ergonomi (P value = 0,027) lebih kecil
dibandingan nilai P value pada kebiasaan merokok (P value = 0,05). Nilai OR
pada variabel tingkat risiko ergonomi yaitu OR = 3,393 yang lebih besar
dibandingkan dengan variabel kebiasaan merokok OR = 3,167. Kedua hal
menunjukkan hubungan pada tingkat risiko ergonomi lebih kuat dibandingkan
dengan variabel kebiasaan merokok. Selanjutnya rentang CI pada variabel
tingkat risiko ergonomi (CI = 1,114 – 10,331) tidak menyentuh angka ≤ 1 dan
rentang lebih pendek dibandingkan dengan rentang CI pada variabel kebiasaan
76
merokok (CI = 0,945 – 14,232). Sehingga diperoleh jumlah sampel minimal yang
diambil dalam penelitian ini adalah 104 responden.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan
cara proportional simple random sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan
dengan membagi populasi kedalam beberapa kelompok, dan pengambilan sampel
pada setiap kelompok dilakukan dengan proporsi yang sama (Budiarto, 2001).
Pembagian kelompok dalam penelitian ini yaitu dilihat dengan melihat perbedaan
program studi yang diambil oleh mahasiswa, yaitu program studi kesehatan
masyarakat, pendidikan dokter, farmasi dan keperawatan.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu responden yang sebelumnya
telah mengalami riwayat keluhan terkait muskuloskeletal dan mahasiswa yang
sebelum proses perkuliahan di kelas telah mengalami keluhan muskuloskeletal.
Riwayat keluhan terkait muskuloskeletal yang dimaksud seperti fraktur (retak
atau patah tulang) akibat trauma (benturan), penyakit spinal stenosis,
degenerative disk, spondylosis, spondylollisthesis, dll.
D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Data merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu penelitian.
Pengambilan data dalam penelitian ini berupa data primer yang diambil secara
langsung dan data sekunder yang digunakan untuk data-data pendukung.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh/dikumpulkan secara langsung
oleh peneliti. Data primer dikumpulkan langsung dari responden penelitian dan
77
dikumpulkan langsung dari kursi yang sedang digunakan oleh mahasiswa FKIK.
Pengumpulan data yang langsung diambil dari responden yaitu melalui
kuesioner, observasi dan pengukuran langsung. Kuesioner adalah cara
pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya
banyak menyangkut kepentingan umum / orang banyak (Notoatmodjo, 2005).
Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data keluhan muskuloskeletal, jenis
kelamin dan kebiasaan merokok. Observasi digunakan untuk mendapatkan data
tingkat risiko ergonomi dan kesegaran jasmani mahasiswa. Sedangkan
pengukuran secara langsung digunakan untuk mendapatkan data antropometri
dan status gizi.
Berikut adalah metode pengambilan data dan instrumen data yang
diperlukan dalam penelitian ini:
a. Keluhan Muskuloskeletal
Variabel keluhan muskuloskeletal ini didapatkan dari responden
dengan menggunakan kuesioner, kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner
nordic body map. Instrumen yang digunakan untuk varibel keluhan
muskuloskeletal yaitu kuesioner dan alat tulis.
b. Tingkat Risiko Ergonomi
Data untuk tingkat risiko ergonomi didapatkan oleh peneliti
berdasarkan pengamatan secara langsung kepada responden. Untuk
mengetahui tingkat risiko ergonomi mahasiswa, penelitian ini menggunakan
perhitungan sesuai prosedur lembar kerja Rapid Upper Limb Assessment
78
(RULA). Responden dikategorikan tidak mengeluh jika jumlah keluhan
muskuloskeletal pada kuesioner nordic body map < 1, dan dinyatakan
mengeluh jika jumlah keluhan muskuloskeletal pada kuesioner nordic body
map ≥ 1. Dengan melihat dan menganalisis tubuh menggunakan kuesioner
nordic body map maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan
muskuloskeletal yang dirasakan oleh responden. Untuk keluhan
muskuloskeletal pada antropometri sedikit dibedakan karena dimensi tertentu
menyebabkan keluhan-keluhan muskuloskeletal pada daerah tertentu saja.
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data terkait tingkat risiko
ergonomi yaitu lembar kerja RULA, kamera, busur, komputer, lembar
kuesioner dan alat tulis.
c. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin didapatkan oleh peneliti dari kuesioner yang
diberikan kepada responden. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan
data terkait variabel jenis kelamin yaitu kuesioner dan alat tulis.
d. Kebiasaan Merokok
Untuk variabel kebiasaan merokok didapatkan oleh peneliti dari
kuesioner yang diberikan kepada responden. Variabel kebiasaan merokok ini
dikategorikan menjadi tidak merokok yaitu jika individu tidak merokok atau
tidak pernah merokok, perokok ringan yaitu jika responden merokok 1 - 10
batang dalam sehari, dan dikategorikan menjadi perokok berat yaitu jika
responden merokok > 10 batang dalam sehari.Instrumen yang digunakan
79
untuk mendapatkan data terkait kebiasaan merokok yaitu kuesioner dan alat
tulis.
e. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani juga didapatkan dari responden dari kuesioner
penelitian. Kesegaran jasmani yang diukur dalam penelitian ini yaitu jam
tidur, kebiasaan olahraga dan asupan makanan. Untuk kebiasaan tidur
dikategorikan menjadi cukup untuk ≥ 7 jam dalam sehari dam kurang jika
tidur < 7 jam dalam sehari. Untuk kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi
rutin dan tidak rutin. Rutin jika responden melakukan olahraga rutin minimal
1x seminggu dan tidak rutin jika responden tidak melakukan olahraga secara
rutin. Untuk asupan makanan dikategorikan menjadi sudah makan jika
responden sudah makan sebelum beraktivitas dan belum makan jika
responden belum makan sebelum beraktivitas. Setelah itu dikategorikan lagi
menjadi segar dan kurang segar. Untuk segar diperoleh jika responden tidur
cukup, olahraga rutin dan sudah makan, sedangkan untuk kurang segar
diperoleh jika responden salah satu atau lebih kriteria dari kesegaran jasmani
tidak terpenuhi. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data
kesegaran jasmani yaitu dengan kuesioner dan alat tulis.
f. Status Gizi
Variabel status gizi ini didapatkan oleh peneliti dengan cara
pengukuran kepada responden. Pengukuran yang dilakukan yaitu berat badan
80
dan tinggi badan mahasiswa, karena status gizi ini dinilai melalui IMT
(Indeks Massa tubuh) responden, berdasarkan rumus berikut:
Responden dikatakan masuk dalam kategori kurus jika hasil
perhitungan IMT < 18, masuk dalam kategori normal jika IMT 18 – 25, dan
masuk kategori gemuk jika IMT > 25.
g. Antropometri
Untuk variabel antropometri diukur langsung oleh peneliti kepada
responden. Bagian-bagian yang diteliti adalah bagian-bagian dimensi duduk
yang berkaitan ketika duduk di kursi, dalam penelitian ini dimensi yang
digunakan yaitu dimensi no. 8, no 12 dan no 14. Dimensi no 8 digunakan
karena berkaitan dengan tinggi sandaran kursi dan keluhan muskuloskeletal
pada bagian tulang belakang. Dimensi no 12 digunakan karena berkaitan
dengan kedalaman kursi dan keluhan muskuloskeletal pada tubuh bagian
bawah, pinggang, punggung, bahu serta leher. Dan dimensi no. 14 digunakan
karena berkaitan dengan tinggi kursi dan keluhan muskuloskeletal pada tubuh
bagian bawah, punggung, pinggang bahu dan leher. Instrumen pendukung
yang diperlukan dalam pengambilan data antropometri ini yaitu alat tulis,
lembar catatan antropometri, meteran dan body measurement.
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m²)
81
2. Data Sekunder
Untuk data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan
untuk mendukung data-data primer, seperti data mahasiswa, data gambaran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, dll.
E. Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, kemudian data tersebut diolah. Data yang sudah
dikumpulkan tidak akan berarti apa-apa jika tidak diolah kembali. Data yang telah
didapat tersebut diolah secara komputerisasi agar lebih efektif dan efisien. Untuk
variabel area kerja pengolahan data tidak dilakukan, data yang disajikan adalah data
yang telah didapat. Pengolahan data dilakukan untuk variabel keluhan
muskuloskeletal, tingkat risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, kebiasaan jasmani dan status gizi dengan tahap-tahap berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan
untuk memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut. Pengkodean dalam
penelitian ini yaitu kode A1 – A5 untuk karakteristik responden, kode B1 – B5
untuk variabel keluhan muskuloskeletal, kode C1 – C7 untuk variabel kebiasaan
merokok, kode D1 – D2 untuk variabel kesegaran jasmani, kode E1 – E2 untuk
variabel status gizi, kode F1 – F6 untuk variabel antropometri dan G1 – G2 untuk
variabel tingkat risiko ergonomi.
82
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kembali kelengkapan dan kebenaran data
seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap
jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.
Proses ini dilakukan langsung di tempat penelitiaan agar jika ada data yang
kurang lengkap, penulis langsung dapat melengkapinya saat itu.
3. Memasukkan data (data entry)
Data entry dilakukan dengan memasukkan data dalam program software
komputer secara komputerisasi berdasarkan pengkodean yang sudah dibuat pada
tahap data coding.
4. Mengolah data (data processing)
Yaitu merubah bentuk menjadi data yang dapat dianalisis, data tersebut
dimasukan kedalam komputer dengan komputerisasi.
5. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data
tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap
diolah dan dianalisis.
F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis
univariat dan analisis bivariat. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu
gambaran tingkat risiko ergonomi, gambaran keluhan muskuloskeletal, gambaran
83
antropometri, gambaran jenis kelamin, gambaran kebiasaan merokok, gambaran
kesegaran jasmani dan gambaran status gizi mahasiswa, serta hubungan variabel
tingkat risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran
jasmani dan status gizi dengan keluhan muskuloskeletal.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran-gambaran yang
dibutuhkan dalam penelitian ini misalnya gambaran kursi kuliah yang saat ini
digunakan oleh mahasiswa, gambaran keluhan muskuloskeletal yang dirasakan
oleh mahasiswa, gambaran tingkat risiko ergonomi, gambaran antropometri,
jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani dan status gizi mahasiswa.
a. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal
Analisis univariat untuk gambaran keluhan muskuloskeletal
digambarkan dengan persentase responden yang mengalami keluhan
muskuloskeletal dan persentase responden yang tidak mengalami keluhan
muskuloskeletal, dan persentase tiap-tiap bagian tubuh responden yang
mengalami keluhan. Gambaran untuk keluhan muskuloskeletal juga akan
disajikan dalam bentuk diagram lingkaran untuk persentase keluhan
responden dan diagram batang untuk persentase tiap-tiap bagian tubuh
responden.
b. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi
Analisis univariat untuk gambaran tingkat risiko ergonomi yaitu
ditampilkan dengan persentase tingkat risiko dari responden dan juga
84
disajikan dalam bentuk diagram lingkaran. Jika didapatkan skor akhir 1 – 2
berarti tingkat risiko ergonomi yang dihadapi oleh mahasiswa adalah
Acceptable / dapat diterima, jika didapatkan skor akhir 3 – 4 berarti
Investigate Further / perlu penyelidikan lebih lanjut, jika didapatkan skor
akhir 5 – 6 berarti Investigate Further and change soon / perlu investigasi
lebih lanjut dan perubahan segera dilakukan, dan jika skor 7 berarti
Investigate and change soon / penyelidikan dan perubahan segera dilakukan.
c. Gambaran Antropometri, Jenis kelamin, Kebiasaan Merokok, Kesegaran
Jasmani dan Status Gizi Mahasiswa
Analisis univariat untuk gambaran variabel antropometri analisis
univariat yang dilakukan adalah dengan menampilkan jumlah dan persentase
sesuai karakteristik ukuran tubuh antropometri responden.
Untuk variabel jenis kelamin disajikan sesuai dengan persentase
karakteristik responden, yaitu persentase responden laki-laki dan persentase
responden perempuan.
Untuk variabel kebiasaan merokok disajikan sesuai dengan persentase
karakteristik responden, yaitu persentase responden yang tidak merokok,
persentase responden perokok ringan dan persentase responden perokok
berat.
Variabel kesegaran jasmani juga disajikan sesuai dengan persentase
karakteristik responden, yaitu persentase responden baik yang tingkat
kesegaran jasmaninya baik, kesegaran jasmaninya sedang, maupun yang
kesegaran jasmaninya kurang.
85
Gambaran untuk variabel status gizi disajikan sesuai dengan
persentase karakteristik responden, yaitu persentase responden baik yang
hasil perhitungan indeks massa tubuhnya kurus, normal maupun gemuk..
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat keterkaitan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang diteliti. Analisis bivariat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk menghubungkan variabel tingkat
risiko ergonomi, antropomentri, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran
jasmani dan status gizi dengan variabel keluhan muskuloskeletal. Secara
statistika, jenis uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan uji chi square untuk menghubungkan variabel tingkat risiko
ergonomi, antropomentri, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani
dan status gizi dengan keluhan muskuloskeletal. Persamaan chi square adalah
sebagai berikut:
X² = ∑ (O – E)² E
DF = (k – 1) (b – 1)
Keterangan:
X² = chi square
O = Nilai yang diamati (observasi)
E = Nilai yang diharapkan (ekspektasi)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
86
Jika didapatkan nilai P value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara
variabel tingkat risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasan merokok,
kesegaran jasmani dan status gizi dengan keluhan muskuloskeletal. Sebaliknya,
jika didapatkan nilai P value < 0,05 berarti ada hubungan antara variabel tingkat
risiko ergonomi, antropometri, jenis kelamin, kebiasan merokok, kesegaran
jasmani dan status gizi dengan keluhan muskuloskeletal. Penyajian data yang
disajikan dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.
87
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Tempat penelitian pada penelitian ini yaitu di Fakultas kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412. Gedung Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta terdapat 5 (lima) lantai. Berdasarkan buku pedoman akademik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2009, visi dan
misi, tujuan dan program studi adalah sebagai berikut:
1. Visi dan Misi
Adapun visi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu: menjadikan Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai lembaga pendidikan tinggi kedokteran dan ilmu kesehatan
terkemuka dalam mengintegrasikan aspek keilmuan kedokteran dan
kesehatan, keselamatan dan keindonesiaan.
Berdasarkan visi tersebut, maka misi Fakultas kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu:
a. Menghasilkan dokter, tenaga kesehatan masyarakat, apoteker dan perawat
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dalam persaingan
global.
88
b. Melakukan reintegrasi ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan dengan nilai-
nilai keislaman dan keindonesiaan
c. Memberikan landasan moral terhadap pengembangan ilmu dan teknologi
kedokteran dan kesehatan serta melakukan percerahan dalam pembinaan
iman dan taqwa.
d. Mengikuti secara aktif dan berperan serta dalam pengembangan ilmu dan
teknologi kedokteran dan kesehatan melalui kegiatan penelitian.
e. Memberikan kontribusi bermakna dalam pembangunan karakter bangsa
melalui upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat.
2. Tujuan Umum
Mengacu kepada visi dan misi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai tujuan sebagai
berikut:
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan atau mencipkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan
kesehatan serta ilmu pengetahuan agama islam secara integratif;
b. Menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran dan kesehatan serta ilmu agama islam secara itegratif
serta mengupayakan pemenfaatannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dalam upaya pembangunan karakter bangsa.
89
3. Program Studi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta memiliki 4 (empat) Program Studi, yaitu:
a. Kesehatan Masyarakat
Program studi kesehatan masyarakat bertujuan untuk menghasilkan
lulusan yang mampu dalam mengintegasikan ilmu kesehatan dan keislaman
untuk memenuhi kebutuhan sarjana kesehatan yang islami yang bersedia
bekerja di seluruh pelosok tanah air. Gelar akademik yang diperoleh adalam
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM).
Program Studi Kesehatan masyarakat ini juga memiliki 6 (enam)
peminatan yang dapat dipilih oleh mahasiswa, yaitu:
1) Gizi Kesehatan Masyarakat
2) Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3) Manajemen Pelayanan Kesehatan
4) Kesehatan Lingkungan
5) Epidemiologi
6) Promosi Kesehatan
b. Farmasi
Program studi farmasi bertujuan menghasilkan lulusan yang
profesional dalam bidangnya dan memiliki kemampuan untuk bekerja dalam
berbagai bidang, seperti industri, pelayanan kesehatan, pendidikan, lembaga-
lembaga penelitian dan lain-lain. Serta dapat menerpakan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan agama islam, IPTEK dan seni yang
90
dijiwai oleh nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Gelar akademik yang
diperoleh adalah Sarjana Farmasi (S.Far) dan setelah menjalani program
profesinya maka gelar yang akan diperolehnya adalah (Apt).
c. Pendidikan Dokter
Program studi pendidikan dokter diharapkan dapat menghasilkan
lulusan dokter yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif dalam persaingan global, mampu
mengintegrasikan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan islam, serta
berkontribusi secara nyata dalam peningkatan kualitas hidup bangsa. Gelar
akademik yang diperoleh adalah Sarjana Kodokteran (S.Ked) dan setelah
menjalani program profesinya maka gelar yang diperoleh adalah dokter (dr.)
d. Keperawatan
Program studi ilmu keperawatan bertujuan untuk menghasilkan
lulusan yang berkualitas yang dapat menjadi tenaga ahli terampil di bidang
keperawatan, beriman dan bertaqwa, berintegritas tinggi, berwawasan luas
dan profesional, berdasarkan relevansi dan kebutuhan pasar melalui
peningkatan kualitas penelitian dan pendidikan serta berperan serta dalam
pembangunan kesehatan masyarakat. Gelar akademik yang diperoleh adalah
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
91
Gambar 5.1
Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Gambaran Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta
Material kursi kuliah yang digunakan di Fakultas kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dengan
material utama kayu. Material kayu ini terpasang sebagai sandaran kursi, alas
kursi dan meja kursi. Dimensi kursi kuliah yang digunakan di Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu:
92
Tabel 5.1
Panjang Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta
No Dimensi Kursi Panjang (cm)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tinggi sandaran kursi dari alas kursi
Tinggi alas kursi
Kedalaman kursi
Tinggi meja dari alas kursi
Lebar alas kursi
Lebar sandaran kursi
Sudut sandaran kursi
Sudut kemiringan alas kursi
37,2
45,2
43,4
24,1
43,7
43,7
95º
2º
Gambar 5.2
Gambar Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN
Jakarta Tampak Samping
93
Gambar 5.3
Gambar Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN
Jakarta Tampak Depan
Gambar 5.4
Sudut Kemiringan Alas dan Sandaran Kursi Kuliah
94
C. Analisis Univariat
1. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN
Jakarta
Indikator keluhan muskuloskeletal pada penelitian ini yaitu
berdasarkan 21 titik tubuh yang dilihat melalui kuesioner nordic body map.
Mengeluh jika keluhan ≥ 1 dan tidak mengeluh jika keluhan < 1. Distribusi
responden berdasarkan keluhan muskuloskeletal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012
Keluhan Jumlah Persentase
Mengeluh
Tidak Mengeluh
Jumlah
78
29
107
72,9%
27,1%
100%
Sumber: data primer
Berdasarkan tabel 5.2 tersebut, diketahui bahwa sebagian besar
responden merasakan keluhan muskuloskeletal yaitu sebanyak 78 responden
(72,9%). Berikut merupakan distribusi frekuensi responden berdasarkan
bagian tubuh mahasiswa yang merasakan keluhan muskuloskeletal.
95
Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Bagian Tubuh yang Dikeluhkan Mahasiswa FKIK UIN
Jakarta Tahun 2012
Sumber: data primer
Berdasarkan grafik 5.1 diatas, diketahui bahwa keluhan
muskuloskeletal terbanyak yaitu didapatkan pada bagian pantat dan
punggung yaitu sebesar 56,07%, keluhan pada pinggang sebesar 51,40% dan
keluhan pada leher yaitu sebesar 50,48%.
2. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait tingkat risiko ergonomi mahasiswa diambil
dari pengukuran postur tubuh pada bagian leher, punggung, bahu, lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dengan memperhitungkan durasi,
frekuensi dan beban pekerjaan. Pengukuran ini dilakukan sesuai dengan
prosedur perhitungan RULA (Rapid Upper Limb Assessment) yang terdapat
pada halaman 34 - 43.
Berdasarkan hasil pengukuran untuk variabel gambaran tingkat risiko
ergonomi yang dilakukan dengan metode RULA, skor tingkat risiko
96
ergonomi mahasiswa hanya diperoleh untuk kategori tingkat risiko ergonomi
level 2 dan tingkat risiko ergonomi level 3, sedangkan untuk tingkat risiko
ergonomi level 1 dan tingkat risiko ergonomi level 4 tidak diperoleh.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat risiko ergonomi dapat
dilihat dari tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko
Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012
Tingkat Risiko Jumlah Persentase
Level 2
Level 3
Jumlah
39
68
107
36,45%
63,55%
100%
Berdasarkan tabel 5.3 tersebut, diketahui bahwa tingkat risiko
ergonomi mahasiswa sebagian besar terdapat pada level 3, yaitu 63,55%.
3. Gambaran Antropometri Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait antropometri diambil melalui pengukuran dari
3 dimensi tubuh responden. Dimensi tubuh yang diambil yaitu dimensi tubuh
no 8 (tinggi bahu), 12 (panjang paha) dan 14 (tinggi duduk). Berikut adalah
tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan antropometri no 8.
97
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Antropometri No 8 Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Antropometri No 8 Jumlah Persentase
Ter-cover
Tidak Ter-cover
0
107
0%
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh responden
memiliki tinggi bahu yang lebih tinggi daripada tinggi sandaran kursi.
Distribusi frekuensi antropometri no 12 responden dapat dilihat dari tabel
berikut.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Antropometri No 12 Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Antropometri No 12 Jumlah Persentase
Ter-cover
Tidak Ter-cover
92
15
86%
14%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
mahasiswa memiliki ukuran antropometri no 12 yang lebih panjang daripada
kedalaman kursi mahasiswa. Sedangkan distribusi frekuensi antropometri no
14 responden dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Antropometri No 14 Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Antropometri No 14 Jumlah Persentase
Ter-cover
Tidak Ter-cover
30
77
28%
72%
98
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
mahasiswa memiliki ukuran antropometri no 14 yang lebih pendek
dibandingkan dengan tinggi kursi.
4. Gambaran Jenis Kelamin Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
mahasiswa dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta tahun 2012
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
36
71
107
33,6%
66,4%
100%
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 36 responden dengan persentase 33,6%.
Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 71
responden dengan persentase 66,4%.
5. Gambaran Kebiasaan Merokok Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait distribusi frekuensi responden berdasarkan
kebiasaan merokok mahasiswa dapat dilihat pada tabel berikut.
99
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012
Kebiasaan Merokok Jumlah Persentase
Tidak Merokok
Perokok Ringan
Perokok Berat
Jumlah
93
13
1
107
86,9%
12,1%
0,9
100%
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa sebagian besar responden
tidak merokok yaitu sejumlah 93 responden dengan persentase 86,9%.
6. Gambaran Kesegaran Jasmani Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait kesegaran jasmani didapatkan dari kuesioner
yang diberikan kepada responden dengan indikator kebiasaan tidur dan
kebiasaan olahraga. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan
tingkat kesegaran jasmani dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani Mahasiswa
FKIK UIN Jakarta tahun 2012
Tingkat Kesegaran Jasmani Jumlah Persentase
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah
36
51
20
107
33,6%
47,7%
18,7%
100%
100
Berdasarkan tabel diatas tersebut, didapatkan bahwa hampir setengah
dari responden memiliki tingkat kesegaran jasmani sedang, yaitu dengan
persentase 47,7%.
7. Gambaran Status Gizi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait status gizi diperoleh dari pengukuran tinggi
dan berat badan secara langsung pada responden yang kemudian dihitung
berdasarkan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). Adapun distribusi frekuensi
responden berdasarkan status gizi dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Mahasiswa FKIK
UIN Jakarta tahun 2012
Status Gizi Jumlah Persentase
Kurus
Normal
Gemuk
Jumlah
16
74
17
107
15,0%
69,2%
15,9%
100%
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa status gizi mahasiswa
terbagi atas 3 kelompok yaitu responden yang kurus, responden yang normal
dan responden yang gemuk. Sebagian besar responden memiliki status gizi
normal, yaitu dengan persentase 69,2%.
101
D. Analisis Bivariat
1. Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi dengan Keluhan Muskuloskeletal
pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Hasil penelitian terkait tingkat risiko ergonomi mahasiswa diambil
dari pengukuran postur tubuh pada bagian leher, punggung, bahu, lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dengan memperhitungkan durasi,
frekuensi dan beban. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan metode
Rapid Upper-Limb Extremities Assessment (RULA).
Analisis hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.11
Analisis Hubungan antara Tingkat Risiko Ergonomi dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Tingkat Risiko
Ergonomi
Level 3 54 79,4% 14 20,6% 39 100% 0,045
Level 2 24 61,5% 15 38,5% 68 100%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase keluhan lebih banyak
pada kelompok tingkat risiko ergonomi pada tingkat risiko ergonomi level 3.
Pengelompokkan tingkat risiko level 3 ini sesuai dengan pengelompokkan
pada halaman 44. Kelompok tingkat risiko ergonomi level 3 ini berarti perlu
penyelidikan lebih lanjut dan perubahan perlu dilakukan hasil perhitungan
RULA berkisar antara 5 – 6. Berdasarkan uji statistik chi-square, didapatkan
nilai p value = 0,045 yang berarti adanya hubungan antara tingkat risiko
102
ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN
Jakarta.
2. Hubungan Antropometri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Berdasarkan analisis univariat didapatkan bahwa data pada
antropometri no 8 adalah homogen, sehingga antropometri no 8 tidak
dilanjutkan ke analisis bivariat.
Pengelompokkan antropometri 12, dibagi menjadi 2 yaitu ter-cover
jika ukuran dimensi no 12 ≥ kedalaman alas kursi, tidak ter-cover jika ukuran
dimensi no 12 < kedalaman alas kursi. Pengelompokkan untuk antropometri
no 14 juga dibagi menjadi ter-cover jika ukuran dimensi no 14 ≥ tinggi alas
kursi, dan tidak ter-cover jika ukuran dimensi no 14 < tinggi alas kursi.
Untuk analisis hubungan antara antropometri dengan keluhan
muskuloskeletal pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.12
Analisis Hubungan antara Antropometri dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Antropometri No 12 Tidak Ter-cover 10 66,7% 5 33,3% 15 100%
0,545 Ter-cover 68 73,9% 24 26,1% 92 100%
Antropometri No 14 Tidak Ter-cover 61 79,2% 16 20,8% 77 100%
0,034 Ter-cover 17 56,7% 13 43,3% 30 100%
Berdasarkan tabel diatas, pada antropometri no 12 diperoleh nilai p
value = 0,545 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara antropometri no
103
12 dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta. Dan
pada antropometri no 14 diperoleh nilai p value sebesar 0,034 yang berarti
ada hubungan antara antropometri no 14 dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta.
3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Analisis hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan
muskuloskeletal pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.13
Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Jenis
Kelamin
Perempuan 55 77.46 16 22.54 71 100% 0,207
Laki-laki 23 63.89 13 36.11 36 100%
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa jumlah responden laki-
laki yang mengeluh adalah sebesar 23 orang dengan persentase 63,89%, dan
13 responden yang lainnya tidak mengeluh dengan persentase 36,11%.
Sedangkan responden perempuan yang mengeluh adalah sebanyak 55
responden dengan persentase 77,46%, dan 16 responden perempuan yang
lain tidak mengeluh yaitu dengan persentase 22,54%. Nilai P value untuk
hubungan variabel jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa FKIK UIN Jakarta adalah sebesar 0,207. Karena nilai p value
diatas 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis
104
kelamin dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta
tahun 2012.
4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.14
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Kebiasaan
Merokok
Perokok
Berat 1 100% 0 0% 1 100%
0,194 Perokok
Ringan 12 92.31 1 7.69 13 100%
Tidak
Merokok 65 69.89 28 30.11 93 100%
Berdasarkan tabel diatas, diketahui responden yang tidak merokok
dan mengeluh berjumlah 65 responden dengan persentase 69,89%,
sedangkan responden yang tidak merokok dan tidak mengeluh berjumlah 28
responden dengan persentase 30,11%. Untuk responden perokok ringan yang
mengeluh berjumlah 12 orang dengan persentase 92,31%, sedangkan yang
tidak mengeluh berjumlah 1 responden dengan persentase 7,69%. Untuk
responden perokok berat yang mengeluh sebanyak 1 responden dengan
persentase 100% dan tidak ada responden dari perokok berat yang tidak
mengeluh. Nilai P value untuk hubungan variabel kebiasaan merokok dengan
keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta adalah sebesar
105
0,207. Karena nilai p value lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak
ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal
pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012.
5. Hubungan Kesegaran Jasmani dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Analisis hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan
muskuloskeletal pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.15
Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Kesegaran
Jasmani
Rendah 15 75% 5 25% 22 100%
0,045 Sedang 42 17,6% 9 82,4% 51 100%
Tinggi 21 58,3% 15 41,7% 36 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden dengan
tingkat kesegaran jasmani tinggi yang mengeluh adalah sebesar 58,3%,
responden dengan tingkat kesegaran jasmani sedang yang mengeluh sebesar
17,6% dan 75% responden dengan tingkat kesegaran jasmani yang rendah
mengeluh. Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai p value sebesar 0,045
yang berarti adanya hubungan antara tingkat kesegaran jasmani dengan
keluhan muskuloskeletal.
106
6. Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
Analisis hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal
pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.16
Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Variabel Kategori
Keluhan Muskuloskeletal
P value Mengeluh Tidak Mengeluh Total
n % n % n %
Status
Gizi
Gemuk 16 94,1% 1 5,9% 17 100%
0,082 Normal 52 70,3% 22 29,7% 74 100%
Kurus 10 62,5% 6 37,5% 16 100%
Berdasarkan tabel diatas tersebut diperoleh nilai p value sebesar 0,082
yang berarti tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta.
107
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah dari data primer yang
didapatkan dengan observasi, pengukuran dan kuesioner. Observasi dilakukan
pada mahasiswa untuk mendapatkan data tingkat risiko ergonomi dengan
menggunakan lembar kerja RULA. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan
data antropometri mahasiswa dan untuk data status gizi. Kuesioner disebar
kepada responden untuk mendapatkan data keluhan muskuloskeletal, jenis
kelamin, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Setiap penelitian tentunya
terdapat keterbatasan-keterbatasan, penelitian ini juga memiliki keterbatasan-
keterbatasan seperti:
1. Observasi pada mahasiswa sulit dilakukan pada pengambilan gambar dari
segala arah, sehingga hanya didapatkan pada arah-arah tertentu yang
memungkinkan saja.
2. Hasil penelitian untuk variabel keluhan muskuloskeletal bersifat subjektif,
karena hanya diperoleh dari kuesioner nordic body map.
3. Adanya bias dalam pada variabel kebiasaan merokok.
4. Variabel kesegaran jasmani tidak diukur menggunakan metode indeks
kesegaran jasmani.
108
B. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal
1. Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan
sampai keluhan yang sangat sakit. Hal ini dapat terjadi jika otot menerima
beban status secara berulang dan dalam waktu yang lama, yang dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen atau tendon
(Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 107 mahasiswa FKIK UIN
Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa 78 (72,9%) mahasiswa merasakan
keluhan muskuloskeletal. Keluhan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut
yaitu pegal, kesemutan, kaku dan panas. Berdasarkan kuesioner nordic body
map pada 21 bagian tubuh, keluhan yang paling banyak dirasakan oleh
mahasiswa adalah pada bagian pantat dan punggung yaitu sebesar 56,07%,
keluhan pada pinggang sebesar 51,40% dan keluhan pada leher yaitu sebesar
50,48%.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hazami (2010) bahwa pinggang merupakan keluhan pada pinggang
paling banyak dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010)
menyebutkan bahwa keluhan tertinggi yang dirasakan oleh welder juga pada
bagian pinggang yaitu sebesar 60% dan keluhan pada leher yaitu sebesar
57%. Penelitian yang dilakukan oleh Priyono (2007) pada siswa sekolah
dasar menyebutkan bahwa keluhan tertinggi adalah pada bagian leher
109
(81,7%), pinggang (79,2%), punggung (76,7%), pantat (44,2%). Penelitian
yang dilakukan oleh Wulandari (2011) pada penjahit, menyebutkan bahwa
seluruh penjahit (100%) merasakan keluhan pada pantat, leher dan punggung.
Untuk pekerjaan yang dilakukan dengan kondisi duduk dan postur
yang statis dapat menyebabkan keluhan pada bagian pantat karena fungsi dari
pantat menopang tubuh ketika sedang duduk serta adanya tekanan akibat
berat tubuh (Julius dan Martin, 2003 dalam Priyono, 2007). Berdasarkan
hasil penelitian keluhan pada pantat responden ini diperoleh sebesar 56,07%.
Gambar 6.1
Kondisi Ketika Posisi Duduk
Sumber: Julius dan Martin, 2003 (dalam Priyono, 2007)
Daerah pinggang dan punggung mempunyai fungsi yang sangat
penting untuk tubuh manusia seperti membuat tubuh menjadi tegak, untuk
pergerakan serta untuk melindungi beberapa organ tubuh. Pinggang dan
punggung berfungsi sebagai penyangga sebagian berat tubuh. Fungsi
terpenting dari semuanya dalah sebagai pelindung susuan saraf yang melintas
sepanjang tulang belakang dan organ yang terdapat di rongga perut (Dian,
2009 dalam Hazami, 2010). Keluhan muskuloskeletal yang terjadi pada
110
pinggang dapat muncul akibat postur kerja yang tidak ergonomis seperti
melakukan kegiatan yang membungkuk. Pekerjaan menulis atau mencatat di
kelas membuat sering kali membuat mahasiswa membungkuk. Nyeri
pinggang dan punggung sangat berkaitan dengan seringnya mengangkat,
membawa, menarik dan mendorong barang (berat), sering atau lamanya
membengkokkan badan, membungkuk, duduk dan berdiri lama atau postur
batang badan lainnya yang tidak normal (Granjean, 1987). Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh keluhan pada mahasiswa didapatkan keluhan pada
punggung yaitu sebesar 56,07% dan keluhan pada pinggang yaitu 51,40%.
Keluhan muskuloskeletal yang terjadi pada leher dapat muncul akibat
postur kerja yang tidak ergonomis seperti melakukan kegiatan yang
menunduk, memiringkan atau memutar leher yang terlalu lama (NIOSH,
1997 dalam Zulfiqor, 2010). Pekerjaan menulis atau mencatat di kelas ketika
proses kegiatan belajar mengajar di kelas sering kali membuat mahasiswa
menundukkan kepalanya dan posisi mahasiswa juga terkadang membuat
leher memutar lehernya dalam waktu yang lama. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh keluhan yang dirasakan oleh mahasiswa adalah sebesar 50,48%.
Upaya pencegahan dan minimalisasi timbulnya keluhan
muskuloskeletal saat kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan karena
pencegahan terhadap keluhan muskuloskeletal akan memperoleh manfaat
berupa meningkatkan produktivitas mahasiswa, meningkatkan kualitas
mahasiswa, meningkatkan kesehatan mahasiswa serta kenyamanan
mahasiswa. Upaya yang seharusnya dilakukan adalah dengan melakukan
111
pengendalian secara teknis seperti mengubah kursi yang digunakan agar
sesuai dengan kondisi tubuh mahasiswa, seperti ketinggian kursi dan
ketinggian meja yang dapat diatur sehingga mahasiswa nyaman dalam proses
kegiatan belajar mengajar.
Postur statis dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kontraksi
otot pada bagian tertentu yang sesuai dengan sikap tubuh yang dilakukan.
Kondisi seperti ini dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan
keluhan seperti rasa pegal, nyeri, kesemutan atau bahkan dapat menyebabkan
pekerjaan berhenti (James, 2007 dalam Zulfiqor, 2010). Hal ini sejalan
dengan yang dilaporkan oleh European Communities (2008 dalam Zulfiqor,
2010) menyebutkan bahwa sekitar 40% dari keluhan muskuloskeletal
extremitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan yang dapat
menyebabkan kehilangan waktu kerja sekitar 21%.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 238-239 Allah berfirman yang artinya
“Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wustha. Berdirila
karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. Jika kamu dalam keadaan
takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah, sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang kamu ketahui”(Terjemahan
Q.S. Az-Zumar: 39). Ayat diatas Allah memerintahkan kepada umanya agar
selalu menegakkan shalat dimanapun kita berada. Setiap gerakan shalat
memiliki hikmah tersendiri dan banyak manfaatnya untuk kesehatan
khususnya terkait muskuloskeletal. Gerakan takbiratul ihram bermanfaat
112
untuk kekuatan otot lengan dan menguatkan persendian. Gerakan ditandai
tulang belakang yang lurus bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi
serta fungsi tulang belakang sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf
(Hanafi, 2011).
Oleh karena itu apabila kita selalu mengerjakan perintah shalat, maka
kita sudah termasuk melakukan upaya untuk mencegah terjadinya keluhan
muskuloskeletal
2. Tingkat Risiko Ergonomi
Tingkat risiko ergonomi pada penelitian ini diukur dengan
menggunakan metode Rapid Upper-Limb Extremities Assesment (RULA)
pada bagian tubuh ekstremitas atas seperti leher, punggung, lengan dan bahu
dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi dan postur tubuh. Tingkat
risiko ergonomi ini kemudian di kategorikan menjadi 4 level yaitu level 1
jika skor akhir RULA = 1 – 2, level 2 jika skor akhir RULA = 3 – 4, level 3
jika skor akhir RULA 5 – 6 dan level 4 jika skor akhir RULA > 7.
Berdasarkan hasil observasi, diperoleh bahwa lebih banyak responden
berada pada tingkat risiko ergonomi level 3, yaitu sebesar 63,55%.
Banyaknya responden yang mengeluh dari kelompok responden yang berada
pada tingkat risiko ergonomi level 3 ini yaitu sebanyak 79,4%, sedangkan
banyaknya responden yang mengeluh pada tingkat risiko ergonomi level 2
yaitu sebanyak 61,5%. Hal ini dapat dikatakan bahwa lebih banyak
responden yang mengeluh pada tingkat risiko ergonomi level 3 dibandingan
dengan kelompok responden level 2.
113
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square,
nilai p value pada variabel ini yaitu sebesar 0,045 yang berarti ada hubungan
antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa FKIK UIN Jakarta.
Keseimbangan dari postur tubuh perlu diperhatikan agar seseorang
dapat bekerja dengan aman, nyaman dan tahan lama. Postur tubuh yang tidak
seimbang dan berlangsung lama dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan stress postural pada bagian tubuh tertentu (Weiner, 1992
dalam Khaled, 2009).
Tingkat risiko ergonomi salah satu komponen yang dihitung yaitu
postur yang dibentuk oleh tubuh. Semakin jauh postur tubuh yang dibentuk
dari titik normal, maka skor postur dalam tingkat risiko ergonomi juga akan
semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa keluhan
terbanyak yang terkait postur yaitu pada pantat, leher, pinggang dan
punggung.
Untuk pekerjaan yang dilakukan dengan kondisi duduk dan postur
yang statis dapat menyebabkan keluhan pada bagian pantat karena fungsi dari
pantat menopang tubuh ketika sedang duduk serta adanya tekanan akibat
berat tubuh (Julius dan Martin, 2003 dalam Priyono, 2007). Keluhan pada
pantat ini juga dapat ditimbulkan karena alas kursi yang terlalu datar dan
tidak membentuk struktur posisi duduk yang seharusnya, yaitu bagian pantat
yang lebih rendah dan bagian mulut alas tempat duduk yang lebih tinggi.
114
Menurut Sarwono, 2002 (dalam Wulandari, 2011) kemiringan alas
yang optimal adalah 3º - 5º, namun kursi kuliah FKIK UIN Jakarta
kemiringan alasnya hanya 2º. Hal ini menyebabkan tekanan ketika
mahasiswa duduk menjadi tidak merata, yaitu tekanan akan lebih besar pada
bagian pantat dan tekanan pada bagian bawah paha menjadi berkurang,
sehingga timbulnya keluhan pada bagian pantat akan semakin cepat.
Menurut Nurmianto (2008), alas tempat duduk dan sandaran
punggung yang ergonomis sebaiknya dilapisi oleh material yang lunak.
Material lunak ini contohnya yaitu busa. Hal ini ditujukan agar ketika
seseorang duduk dikursi tersebut, orang tersebut merasa nyaman, merasa
empuk dan tidak keras sehingga dapat duduk di kursi tersebut lebih lama dan
memperlambat untuk timbulnya keluhan pada bagian pantat dan punggung.
Sedangkan alas kursi dan sandaran punggung kursi kuliah yang ada di FKIK
UIN Jakarta tidak dilapisi oleh material yang lunak. Tentunya kursi yang
seperti ini dapat mempercepat untuk timbulnya keluhan pada bagian pantat
dan punggung.
Kemiringan alas yang kurang sesuai ditambah dengan tidak
dilapisinya alas dengan material yang lunak tentunya akan dapat
mempercepat timbulnya keluhan muskuloskeletal pada bagian pantat.
Untuk postur punggung, sebagian besar postur responden juga tidak
dalam posisi yang tegak, namun membentuk posisi yang membungkuk, jika
keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama tentunya juga dapat
115
juga menyebabkan kelelahan pada bagian punggung dan pinggang yang
kemudian dapat mengakibatkan keluhan.
Sandaran kursi yang baik adalah yang dapat menyangga seluruh
bagian punggung, sehingga beban yang ditopang semakin sedikit (Julius dan
Martin, 2003 dalam Priyono, 2007). Sedangkan kondisi kursi yang ada di
FKIK UIN Jakarta tidak menopang seluruh punggung, namun hanya
sebagian bagian punggung. Hal ini dapat menyebabkan tekanan yang tidak
merata yaitu tekanan besar hanya pada bagian bawah punggung.
Menurut Pheasant (1986 dalam Wiranata, 2011), sudut sandaran kursi
yang optimal yaitu beriksar 105º - 115º. Hal ini ditujukan agar sebaran
tekanan beban menjadi lebih merata serta membuat kondisi punggung
menjadi lebih santai dan tidak tegang, sehingga keluhan akan semakin lama
untuk timbul. Sedangkan kondisi sudut sandaran kursi yang ada di FKIK
UIN Jakarta yaitu sebesar 95º. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan
pernyataan diatas, sudut yang terlalu tegak dapat membuat mahasiswa
menjadi lebih tegang, sehingga keluhan muskuloskeletal akan semakin cepat
untuk timbul.
Postur mahasiswa yang cenderung membentuk sudut membungkuk
dan kondisi sandaran kursi yang terlalu rendah serta sudut sandaran kursi
yang kurang optimal tentunya dapat menyebabkan timbulnya keluhan pada
bagian punggung dan pinggang akan semakin cepat.
Untuk postur leher sebagian besar dari responden membentuk sudut
lebih dari 30º dalam posisi menunduk terutama ketika posisi menulis, jika
116
postur ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama tentunya dapat
mengakibatkan kelelahan pada bagian leher sehingga menyebabkan keluhan
pada bagian leher.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zulfiqor (2010) pada welder menyebutkan bahwa ada hubungan antara
tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Kantana (2010) juga menyebutkan bahwa adanya hubungan
antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal.
Adanya hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal, dimungkinkan karena postur yang dibentuk ketika
mahasiswa duduk di kursi kuliah cenderung berbeda-beda, walaupun dengan
kursi yang sama. Postur tubuh yaitu posisi relatif bagian tubuh tertentu pada
saat bekerja yang ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task
requirements serta ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan pada saat
bekerja (Pulat, 1992). Postur tubuh yang salah dapat mengakibatkan tekanan
atau ketidaknyamanan pada bagian-bagian tertentu sehingga membuat bagian
tersebut menjadi merasakan keluhan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, 63,55% responden merupakan
tingkat risiko ergonomi yang cukup tinggi, yaitu level 3. Untuk mencegah
keluhan muskuloskeletal yang lebih berat pada pekerja, maka diperlukan
investigasi ulang untuk meninjau kembali dan dilakukan pengendalian
secepatnya.
117
3. Antropometri
Antropometri merupakan suatu kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran,
bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan
masalah desain (Nurmianto, 2008). Data untuk antropometri diperoleh oleh
peneliti dari pengukuran langsung kepada responden penelitian dengan alat
ukur body measurement.
Antropometri dapat mempengaruhi timbulnya keluhan
muskuloskeletal yaitu karena antropometri yang berbeda dapat
mempengaruhi postur tubuh individu. Untuk kursi yang terlalu rendah,
cenderung akan membuat postur individu menjadi membungkuk dan
membuat pergelangan kaki menjadi tidak nyaman. Untuk kursi yang tinggi,
cenderung akan terdapat tekanan pada bagian popliteal (belakang lutut) yang
dapat menyebabkan terganggunya peredaran darah yang mengalir di bagian
kaki, sehingga dapat menyebabkan kesemutan. Hal ini erat kaitannya dengan
dimensi antropometri tubuh no 14. Jika kedalaman kursi terlalu dalam, maka
popliteal cenderung akan tertekan sehingga menyebabkan terganggunya
peredaran darah dan menyebabkan kesemutan pada bagian kaki. Jika
kedalaman kursi terlalu dangkal akan menimbulkan perasaan terjatuh atau
terjungkal dari kursi dan akan menyebabkan berkurangnya penopangan pada
bagian bawah paha. Hal ini erat kaitannya dengan dimensi antropometri
tubuh no 12. Sandaran kursi yang baik adalah yang dapat menyangga seluruh
bagian punggung, sehingga beban yang ditopang semakin sedikit. Hal ini erat
118
kaitannya dengan dimensi antropometri tubuh no 8 (Julius dan Martin, 2003
dalam Priyono, 2007).
Untuk antropometri tubuh no 8, tidak dilanjutkan ke dalam analisis
bivariat karena merupaan data yang homogen. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa seluruh dimensi no 8 responden lebih panjang dibandingkan
dengan tinggi sandaran kursi. Hal ini menyebabkan sandaran tidak berfungsi
untuk menopang seluruh bagian punggung mahasiswa. Jika bagian punggung
tidak tertopang semua, maka tekanan pada tubuh saat duduk hanya ditopang
oleh sebagian punggung, sehingga dapat menyebabkan keluhan
muskuloskeletal pada bagian lain yang tidak tertopang oleh sandaran.
Hal ini diperparah oleh tidak dilapisinya sandaran oleh lapisan lunak,
karena hal tersebut maka keluhan muskuloskeletal akan dapat muncul pada
daerah-daerah tertentu.
Untuk hasil penelitian pada antropometri no 12 diperoleh sebagian
besar responden memiliki ukuran antropometri tubuh no 12 lebih panjang
dibandingkan dengan kedalaman kursi yaitu sebesar 86%. Keluhan kelompok
responden yang memiliki antropometri lebih panjang dibandingkan dengan
kedalaman kursi yaitu sebanyak 73,9% dan kelompok responden yang
memiliki antropometri lebih pendek yaitu sebesar 66,7%.
Hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa persentase keluhan
lebih banyak timbul pada responden memiliki ukuran antropometri no 12
lebih panjang daripada kedalaman kursi.
119
Nilai p value untuk antropometri no 12 diperoleh sebesar 0,545 yang
berarti bahwa tidak ada hubungan antara antropometri no 12 dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta.
Tidak berhubungannya antropometri no 12 ini dengan keluhan
muskuloskeletal dimungkinkan oleh data antropometri no 12 ini cenderung
homogen, karena diketahui 86% responden yang ukuran antropometri no 12
tubuhnya lebih panjang daripada kedalaman kursi.
Menjadi homogennya data antropometri no 12 dalam penelitian ini
dimungkinkan juga oleh adanya bias saat pengukuran. Bias dalam
pengukuran antropometri ini karena hasil ukur bisa berbeda sehubungan
dengan berbedanya sisi melihat display hasil ukur. Jika display hasil ukur
dilihat dari sisi depan maka hasil ukur akan semakin besar / panjang,
sebaliknya jika display hasil ukur dilihat dari sisi belakang maka hasil ukur
akan semakin kecil / pendek. Bias pengukuran pada pengukuran antropometri
no 12 ini juga dapat terjadi karena responden menarik tuas terlalu dalam
sehingga membuat hasil ukur yang menjadi lebih panjang.
Menurut hasil penelitian 14% responden memiliki antropometri tubuh
no 12 yang lebih pendek daripada kedalaman kursi, yang dapat
memungkinkan bagian belakang lutut menyentuh mulut alas duduk yang
dapat menyebabkan terganggunya peredaran darah yang mengalir ke bagian
kaki. Hal ini juga dapat menyebabkan saat duduk posisi mahasiswa akan
menjadi agak maju dan bagian punggung yang ditopang oleh sandaran kursi
akan semakin sedikit.
120
Hasil penelitian pada antropometri no 14 diperoleh sebagian besar
responden memiliki ukuran antropometri yang lebih pendek daripada tinggi
kursi yaitu sebesar 72%. Keluhan yang timbul pada kelompok yang
antropometri no 14 lebih panjang daripada tinggi alas kursi yaitu sebanyak
56,7% dan pada kelompok yang memiliki antropometri lebih pendek yaitu
sebesar 79,2%.
Nilai p value pada penelitian ini yaitu sebesar 0,034 yang artinya ada
hubungan antara antropometri no 14 dengan keluhan muskuloskeletal pada
mahasiswa FKIK UIN Jakarta.
Diperolehnya 72% mahasiswa yang memiliki ukuran antropometri
lebih pendek daripada tinggi kursi membuat kaki sebagian besar mahasiswa
menggantung dan membuat bagian bawah paha tertekan serta menghambat
aliran darah ke bagian kaki. Hal ini yang dapat membuat adanya keluhan
pada mahasiswa.
Untuk kursi yang terlalu rendah, cenderung akan membuat postur
individu menjadi membungkuk dan membuat pergelangan kaki menjadi tidak
nyaman (Julius dan Martin, 2003 dalam Priyono, 2007). Kondisi alas kursi
yang rendah dapat membuat postur tubuh menjadi lebih membungkuk,
keadaan ini dapat memicu untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal pada
daerah punggung, pinggang dan leher. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa salah satu keluhan tertinggi yaitu keluhan pada
punggung, pinggang dan leher.
121
Untuk kursi yang terlalu tinggi, cenderung akan terdapat tekanan pada
bagian popliteal (belakang lutut) yang dapat menyebabkan terganggunya
peredaran darah yang mengalir di bagian kaki, sehingga dapat menyebabkan
kesemutan (Julius dan Martin, 2003 dalam Priyono, 2007). Kondisi kursi
yang tinggi juga dapat menjadikan seseorang untuk memajukan posisi duduk
duduk seseorang, sehingga bagian punggung tidak tertopang dengan baik
oleh sandaran jika dibandingkan dengan tidak memajukan posisi duduknya.
Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan tekanan beban tubuh menjadi tidak
merata, yaitu lebih tinggi pada bagian pantat, leher, pinggang dan punggung.
Kondisi ini dapat memicu untuk timbulnya keluhan pada pantat, leher,
pinggang dan punggung. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa tingginya keluhan pada bagian pantat, leher, pinggang
dan punggung.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaiklieng, dkk (2009)
menyebutkan bahwa dimensi antropometri no 12 tidak berhubungan dengan
keluhan muskuloskeletal, sedangkan untuk dimensi lainnya (dimensi no 8,
dan dimensi no 14) berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, dkk (2012) pada supir bus di Iran
juga menyebutkan bahwa dimensi antropometri (dimensi no 8, dimensi no 12
dan dimensi no 14) berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal.
4. Jenis Kelamin
Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka dan Sudiadjeng (2004)
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari
122
kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan
otot wanita dan keluhan pada wanita lebih sering dijumpai.
Hasil penelitian pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 36 responden dengan persentase 33,6%.
Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 71
responden dengan persentase 66,4%. Kemudian diperoleh bahwa jumlah
responden laki-laki yang mengeluh adalah sebesar 23 orang dengan
persentase 63,89%, dan 13 responden yang lainnya tidak mengeluh dengan
persentase 36,11%. Sedangkan responden perempuan yang mengeluh adalah
sebanyak 55 responden dengan persentase 77,46%, dan 16 responden
perempuan yang lain tidak mengeluh yaitu dengan persentase 22,54%.
Nilai p value pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,207 yang
artinya tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa.
Berdasarkan analisis bivariat dikatehui bahwa tidak adanya hubungan
antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal. Penelitian yang
dilakukan oleh Ikrimah (2009 dalam Hazami, 2010) menyatakan bahwa tidak
adanya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal.
Begitu juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hazami (2010)
yang menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin
dengan keluhan muskuloskeletal.
Walaupun hasil pada analisis bivariat menyebutkan tidak adanya
hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal, namun hasil
123
analisis univariat diatas menyebutkan bahwa persentase keluhan pada
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan persentase pada laki-laki.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan
muskuloskeletal dimungkinkan karena pada penelitian ini merupakan
pekerjaan yang sifatnya statis, bukan pekerjaan yang sifatnya manual
handling yang membutuhkan banyak tenaga. Karena pekerjaan manual
handling tentunya membutuhkan kekuatan otot lebih untuk mengangkat
barang serta menopang berat dari tubuhnya sendiri, sedangkan mahasiswa
ketika kegiatan belajar mengajar dikelas hanya menopang dari berat
tubuhnya sendiri saja.
Asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh seseorang juga dapat
mempengaruhi timbulnya keluhan muskuloskeletal. Asupan nutrisi yang
dimaksud disini yaitu asupan kalsium, apabila seseorang kurang
mengkonsumsi kalsium maka akan menyebabkan pergerakan yang tidak
normal pada seluruh otot lurik dan otot jantung serta dapat mempengaruhi
kekuatan tulang. Hal ini dapat mempengaruhi kelincahan, pengendalian
keseimbangan, gerakan dan kemampuan koordinasi serta kekuatan ketahanan
tulang ketika menerima beban. Jika mahasiswa kurang mengkonsumsi
kalsium, maka akan mungkin untuk terjadinya keluhan muskuloskeletal baik
pada kelompok perempuan maupun kelompok laki-laki.
Kemungkinan lainnya tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan keluhan muskuloskeletal yaitu kemungkinan keluhan
muskuloskeletal yang timbul pada mahasiswa ini dipengaruhi karena faktor-
124
faktor lain baik yang diteliti oleh peneliti seperti tingkat risiko ergonomi,
antropometri dan kesegaran jasmani atau bahkan faktor-faktor lain yang tidak
diteliti oleh peneliti.
5. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan
muskuloskeletal terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.
Semakin lama atau semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan (Tarwaka dan Sudiadjeng,
2004).
Asap rokok mengandung sekitar 4% karbon monoksida (CO)
didalamnya. CO dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar
dibandingkan oksigen. Rokok juga dapat menyebabkan penurunan
kemampuan kerja dengan mengambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini
berdampak pada kerusakan yang kronik pada sistem pernapasan yang
berpengaruh pada ventilasi udara di paru-paru dan mengganggu transfer
oksigen dari udara ke dalam darah. Rokok juga mengandung banyak racun
dan bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen yang padat berakibat pada
turunnya kemampuan fisik perokok (Bridger, 2003).
Pada penelitian ini, data untuk kebiasaan merokok diperoleh oleh
peneliti dari kuesioner yang disebar kepada responden penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden tidak
merokok yaitu sejumlah 93 responden dengan persentase 86,9%. Terdapat 13
125
responden dengan persentase 12,1% yang merupakan perokok ringan dan 1
respoden dengan persentase 0,9% yang merupakan perokok berat.
Berdasarkan tabel analisis hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal didapatkan bahwa responden yang tidak
merokok dan mengeluh berjumlah 65 responden dengan persentase 69,89%,
sedangkan responden yang tidak merokok dan tidak mengeluh berjumlah 28
responden dengan persentase 30,11%. Untuk responden perokok ringan yang
mengeluh berjumlah 12 orang dengan persentase 92,31%, sedangkan yang
tidak mengeluh berjumlah 1 responden dengan persentase 7,69%. Untuk
responden perokok berat yang mengeluh sebanyak 1 responden dengan
persentase 100% dan tidak ada responden dari perokok berat yang tidak
mengeluh.
Nilai P value untuk hubungan variabel kebiasaan merokok dengan
keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta diperoleh dari
hasil uji chi-square, yaitu dengan nilai p value sebesar 0,194. Karena nilai p
value lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa
FKIK UIN Jakarta tahun 2012.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kantana (2010) pada kegiatan mengemudi yang menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal.
Hasil penelitian yang diperoleh oleh Satar, dkk (2009), menyebutkan bahwa
126
ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan timbulnya keluhan
muskuloskeletal pada operator Can Plant.
Walaupun hasil analisis bivariat menyebutkan tidak adanya hubungan
antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal, namun
berdasarkan analisis univariat diatas dapat dilihat bahwa persentase keluhan
pada kelompok responden yang tidak merokok lebih kecil dibandingkan
dengan kelompok responden perokok ringan dan perokok berat.
Tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal dimungkinkan karena data kebiasaan merokok pada
responden merupakan data yang cenderung homogen, seperti yang sudah
dipaparkan diatas bahwa sebagian besar responden tidak merokok yaitu
sejumlah 93 responden dengan persentase 86,9%.
Kemungkinan lain tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal yaitu karena keluhan yang timbul pada
mahasiswa disebabkan karena faktor-faktor lain misalnya tingkat risiko
ergonomi, antropometri dan kesegaran jasmani.
6. Kesegaran Jasmani
Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan (strenght),
daya tahan, kecepatan, kekuatan (power), kelincahan, kelenturan,
keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen
tersebut dapat diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Istirahat sangat
dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun kembali otot – otot setelah
aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di dalam perangsangan
127
pertumbuhan otot itu sendiri (Suharjana, 2008 dalam Swasta, 2011). Bagi
pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga
kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan fisik tinggi (Suriyatmini,
2011).
Dalam penelitian ini, kesegaran jasmani diperoleh berdasarkan
kebiasaan olahraga dan kebiasaan tidur. Kebiasaan olahraga yang dimaksud
adalar rutin jika minimal sekali seminggu olahraga dan tidak rutin jika
kurang dari sekali seminggu. Kebiasaan tidur yang dimaksud yaitu cukup jika
tidur diatas 7 jam sehari dan kurang jika kurang dari 7 jam sehari.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kesegaran
jasmani responden yang baik berjumlah 36 responden dengan persentase
33,6%, responden yang tingkat kesegaran jasmaninya sedang berjumlah 51
responden dengan persentase 47,7%, sedangkan responden dengan tingkat
kesegaran jasmani yang kurang berjumlah 20 reponden dengan persentase
18,7%.
Dan dapat diketahui juga bahwa responden yang tingkat kesegaran
jasmaninya tinggi dan mengeluh adalah sebanyak 14 orang dengan
persentase 38,89% sedangkan responden yang tingkat kesegaran jasmaninya
tinggi dan tidak mengeluh adalah sebanyak 22 responden dengan persentase
61,11%. Untuk responden yang tingkat kesegaran jasmaninya sedang dan
mengeluh diketahui sebanyak 46 orang dengan persentase 90,20%,
sedangkan responden yang tingkat kesegaran jasmaninya sedang dan tidak
mengeluh yaitu sebanyak 5 responden dengan persentase 9,80%. Untuk
128
responden yang tingkat kesegaran jasmaninya rendah didapatkan 20 orang
mengeluh dengan persentase 90,91%, dan responden yang tingkat kesegaran
jasmaninya rendah tetapi tidak mengeluh didapatkan sebanyak 2 orang
dengan persentase 9,09%.
Hasil penelitian diatas dapat katakan bahwa persentase keluhan lebih
rendah pada responden yang tingkat kesegaran jasmaninya baik jika
dibandingkan dengan kelompok responden tingkat kesegaran jasmani
lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi-square,
didapatkan nilai p value 0,045 yang dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa
FKIK UIN Jakarta tahun 2012.
Mahasiswa yang tidak rutin olahraga tentunya 10 komponen berikut
yaitu kekuatan (strenght), daya tahan, kecepatan, kekuatan (power),
kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu
reaksi akan semakin berkurang (Suharjana, 2008 dalam Swasta, 2011). Jika
mahasiswa tidak rutin olahraga, akan membuat 10 komponen ini akan
melemah, sehingga waktu untuk timbulnya keluhan akan menjadi semakin
cepat.
Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun
kembali otot – otot setelah aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di
dalam perangsangan pertumbuhan otot itu sendiri (Suharjana, 2008 dalam
Swasta, 2011). Seseorang yang kurang tidur, akan cenderung menjadi cepat
129
lelah, sehingga keluhan yang timbul akan menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan seseorang yang cukup tidurnya.
Kondisi fisik seseorang yang kurang segar yang dilihat dari kebiasaan
tidur dan kebiasaan olahraga diatas ditambah dengan risiko ergonomi
mahasiswa yang sebagian besar pada level 3 dan kondisi beberapa
antropometri tubuh mahasiswa yang tidak ter-cover oleh kursi kuliah
tentunya akan dapat mempercepat atau bahkan dapat menambah keluhan
muskuloskeletal yang dirasakan oleh mahasiswa.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Zulfiqor (2010) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara
kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan sebuah
studi yang dilakukan oleh Evans (1996 dalam Zulfiqor, 2010) yang dilakukan
terhadap 10 pekerja yang telah berusia tua, didapatkan bahwa olahraga telah
terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh seseorang. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya kenaikan 128% kapasitas oksigen pada otot
akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan.
Adanya hubungan antara tingkat kesegaran jasmani dengan keluhan
muskuloskeletal dimungkinkan responden yang tidak mengeluh melakukan
kebiasaan olahraga yang rutin dan memiliki kebiasaan tidur cukup sehingga
membuat kondisi fisik mahasiswa tersebut menjadi lebih baik serta membuat
keluhan muskuloskeletal tidak atau belum muncul saat penelitian.
130
7. Status Gizi
Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal yaitu semakin gemuk
seseorang maka akan semakin besar risiko untuk timbulnya keluhan
muskuloskeletal. Hal ini disebabkan seseorang dengan kelebihan berat badan
akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus,
akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998 dalam
Zulfiqor, 2010). Keluhan otot rangka yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban tubuhnya maupun berat tambahan yang lainnya (Tarwaka
dan Sudiadjeng, 2004).
Vessy dkk (1990 dalam (Syafitri, 2010) mengemukakan bahwa
wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, dkk (1994 dalam
Syafitri, 2010) yang menyatakan bahwa pasien gemuk (obesitas dengan IMT
> 29) mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingan dengan yang kurus
(IMT <20), khususnya untuk otot laki-laki.
Data status gizi ini diperoleh oleh peneliti dengan pengukuran tinggi
dan berat badan responden secara langsung kepada responden dengan
menggunakan stand-body measurements dan timbangan.
Dalam hasil penelitian dapat dilihat bahwa status gizi mahasiswa
terbagi atas 3 kelompok yaitu responden yang kurus, responden yang normal
131
dan responden yang gemuk. Responden dengan status gizi yang kurus
berjumlah sebanyak 16 reponden dengan persentase 15,0%, responden
dengan status gizi normal berjumlah sebanyak 74 orang dengan persentase
69,2% sedangkan responden dengan status gizi yang gemuk yaitu sebanyak
17 responden dengan persentase 15,9%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji
chi-square, didapatkan nilai p value sebesar 0,082 yang berarti bahwa tidak
ada hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Syafitri (2010) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara status
gizi dengan keluhan muskuloskeletal. Penelitian yang dilakukan oleh
Hestbeck (2006 dalam Kantana, 2010) juga menyebutkan bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal.
Walaupun tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
muskuloskeletal, namun dalam hasil penelitian analisis univariat didapatkan
bahwa persentase keluhan pada kelompok gemuk lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kurus dan normal.
Tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
muskuloskeletal dimungkinkan karena sebagian besar data status gizi yaitu
sebesar 69,2% terdapat pada kategori normal dan hanya dengan persentase
kecil pada kelompok lainnya, sehingga data untuk status gizi ini cenderung
homogen.
132
Tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
muskuloskeletal juga dapat dimungkinkan karena timbulnya keluhan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti tingkat risiko
ergonomi, antropometri, kesegaran jasmani, dll.
Walaupun tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
muskuloskeletal, namun alangkah baiknya jika mahasiswa yang memiliki
status gizi kurus dan gemuk dapat terus menjaga kesehatannya dalam rangka
upaya preventif.
133
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Dimensi kedalaman alas kursi kuliah FKIK UIN Jakarta sudah nyaman bagi
sebagian besar mahasiswa. Sedangkan untuk dimensi sandaran kursi, sudut
sandaran kursi, tinggi kursi, sudut kemiringan kursi kuliah FKIK UIN Jakarta
tidak nyaman untuk sebagian besar mahasiswa.
2. Sebagian besar responden merasakan keluhan muskuloskeletal (72,9%),
keluhan terbanyak dirasakan oleh responden adalah pada bagian pantat dan
punggung (56,07%,), pinggang (51,40%) dan keluhan pada leher (50,48%).
3. Skor tingkat risiko ergonomi sebagian besar (63,55%) mahasiswa berada
pada level 3 berarti perlu penyelidikan lebih lanjut serta perlu dilakukannya
perubahan pada kursi kuliah. Sandaran kursi tidak dapat menopang secara
baik seluruh bagian punggung untuk seluruh (100%) mahasiswa. Kedalaman
alas kursi sudah nyaman untuk sebagian besar (86%) mahasiswa. Ketinggian
alas kursi tidak nyaman untuk sebagian besar (72%) mahasiswa. Sebagian
besar responden adalah perempuan (66,4%), tidak merokok (86,9%), dengan
tingkat kesegaran jasmani sedang (47,7%) dan memiliki status gizi normal
(69,2%).
134
4. Ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal (P value = 0,045). Ada hubungan antara antropometri no 14
(tinggi duduk) dengan keluhan muskuloskeletal (P value = 0,034). Ada
hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal (P value
= 0,045).
5. Tidak ada hubungan antara antropometri no 8 (tinggi bahu) dengan keluhan
muskuloskeletal. Tidak adanya hubungan antara antropometri no 12 (panjang
paha) dengan keluhan muskuloskeletal (P value = 0,545). Tidak adanya
hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan muskuloskeletal (P value =
0,207). Tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal (P value = 0,194). Tidak adanya hubungan antara status gizi
dengan keluhan muskuloskeletal (P value = 0,082).
B. Saran
1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Untuk mencegah, menanggulangi atau mengurangi keluhan
muskuloskeletal pada mahasiswa, maka perlu dilakukan pengendalian
dengan cara mengganti kursi kuliah yang lebih ergonomis yaitu sebagai
berikut:
a. Menggunakan kursi yang lebih rendah sesuai dengan antropometri
mahasiswa
b. Merubah sudut sandaran kursi menjadi 100⁰ - 110⁰
135
c. Menggunakan kursi yang dapat menopang seluruh bagian punggung
mahasiswa
d. Merubah sudut kemiringan alas menjadi 3º - 5º
e. Menggunakan kursi yang alas dan sandaran kursinya dilapisi oleh lapisan
lunak seperti busa
2. Bagi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta
1. Disarankan untuk mahasiswa untuk tidur cukup dan rutin olahraga.
2. Disarankan untuk mahasiswa agar rutin berganti posisi berkala sebelum
keluhan timbul.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Diharapkan untuk mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal secara
medis untuk memperoleh data yang lebih objektif.
2. Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian untuk
mendapatkan dimensi kursi kuliah yang ergonomis untuk mahasiswa
FKIK UIN Jakarta.
136
Daftar Pustaka
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan
keempat
Aprilia, Melissa. 2009. “Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terkait Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Pekerja Konstruksi PT. Waskita Karya di Proyek Fasilitas
Rekreasi dan Olahraga Boker Ciracas Tahun 2009”. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Ariani, Tati. 2009. Gambaran Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam Pekerjaan
Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di stasiun Kereta Jatinegara pada
Tahun 2009”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Aryanto, Pongki Dwi. 2008. “Gambaran Risiko Ergonomi dan Keluhan Gangguan
Muskuloskeletal pada Penjahit Sektor Usaha Informal”. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Atwood, Dennis A, dkk. 2004. Ergonomics Solution for the Industries. UK: Elsevier, inc.
Bridger, Robert S. 2003. Introduction to Ergonomics. UK: Taylor and Francis. Second Edition.
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Budiasih, Komang Ayu Silvia. 2011. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani
Karyawan di PT Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011”. Skripsi, Fakultas Kedokteran,
Fakultas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Jakarta.
Chaiklieng, Sunisa, dkk., 2009. “Work Environment Hazard for Musculoskeletal Disorders
Among University Office Workers in Khonkaen Thailand”
Cohen, Alexander L, dkk. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A PrimerBased on
Workplace Evaluation of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S Departement of
Health and Human Service. NIOSH
Deros, Baba Md, dkk., 2011. “An Ergonomics Study on Assembly Line Workstation Design”.
American Journal of Applied Sciences 8 (11) : 1195-1201
Dewi, Nur Fadilah. 2008. “Tinjauan Risiko Ergonomi Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
Aktifitas Perawat IGD Rumah Sakit Tria Dipa Tahun 2008”. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
137
Hanafi. 2010. Manfaat Gerakan Sholat Untuk Kesehatan Tubuh. http://www.republika.co.id/
berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/08/08/ lplo1n-hasil-riset-gerakan-shalat-yang -
benar-ternyata-menyehatkan. Akses 1 oktober 2012
Hazami, Eka Wahyuni. 2010. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) pada Perawat di Unit ICU RSUP Fatmawati Jakarta
Tahun 2010”. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan
Kantana, Trimunggara. 2010. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain pada
Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun
2010”. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan
Karuniasih. 2009. “Tinjauan Faktor Risiko dan Keluhan Subjektif Terhadap Timbulnya
Muskuloskeletal Disorders pada pengemudi Travel X-Trans Trayek Jakarta – Bandung
Tahun 2009”. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
Khaled, Thoha. 2009. “Analisis Risiko Ergonomi dan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper
Liimb Extrimities Akibat Penggunaan Laptop pada Mahasiswa S1 FKM UI Tahun
2009”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Kumar, Shrawan. 1999. Biomechanics in Ergonomics. UK: Taylor and Francis
Kurniawati, Ita. 2009. “Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif Terhadap
Terjadinya Gangguan Muskuloskeletal pada Pekerja Pabrik Proses Finishing di
Departemen PPC PT Southern Cross Textile Industry Ciracas Jakarta Timur Tahun
2009”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Lemeshow, Stanley, dkk. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, terj. Dibyo Pramono.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Lu, Jinky Leilanie Del Prado. 2004. “Risk Factors to Musculoskeletal Disorders and
Anthropometric Measurements of Filipino Manufacturing Workers”. International
Journal of Occupational Safety and Ergonomics (JOSE), Vol. 10, No. 4 : 349-359
Maijunidah, Emi. 2010. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Pekerja Assembling PT X Bogor Tahun 2010”. Skripsi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Tangerang Selatan
McAtamney, Lynn dan Sue Higneet. 2005. Rapid Entire Body Assessment. CRC Press.
138
Muliani, Rima. 2008. Tinjauan Kesesuaian Penggunaan Kursi Kantor Berdasarkan Data
Pengukuran Antropometri Statis Duduk Karyawan di Main Office PT. X Tahun 2008”.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Munir, Syahrul. 2008. “Tingkat Pajanan Ergonomi Manual Handling dan Keluhan
Musculoskeletal pada Departemen Water Pump PT. X Tahun 2008”. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Cetakan Kedua
Octarisya, Mega. 2009. “Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terhadap Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Aktifitas Manual Handling di Departemen Operasional HLPA
Station PT. Repex Tahun 2009”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Depok.
Pheasant, Stephen. 2003. Bodyspace, Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work.
London: Taylor and Francis. Second edition.
Pulat, B. Mustafa. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey: Prentice Hall, inc.
Priyono, Ari. 2007. “Perancangan Ulang Meja dan Kursi Belajar Ditinjau dari Aspek Ergonomi.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Putz-Anderson, Vern, dkk., 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors.
Sadeghi, Nasrin, dkk., 2012. “The Relationships Between Musculoskeletal Disorders and
Anthropometric Indices in Public Vehicle Drivers”, International Journal of
Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health, Vol. 4 No, 6, p. 1173-
1184
Satar, Yuli Prapancha, dkk. 2009. “Hubungan Faktor Pekerjaan dan Faktor Pekerja Terhadap
Keluhan Musculoskeletal Disorders”. National Conference on Applied Ergonomis 2010.
Hal 139 – 143.
Shofwati, iting dan Yuli Prapanca Satar. 2009. Hygiene Industri. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Stanton, Neville, dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. USA: CRC
Press.
139
Su, Rail. 2011. “Ergonomi dan Islam”. ergonomi-fit.blogspot.com/2011/08/ergonomi-dan-
islam.html, akses 20 May 2012
Subagya, Anang. 2010. Pengaruh Stasiun Kerja Terhadap Keluhan Otot-otot Skeletal Pekerja
Laki-laki pada Kantor Administrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Suhardi, Bambang. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMK
Sung, Connie Y. Y., dkk., 2003. “Physical and Pshychosocial Factors in Display Screen
Equipment Assessment, Hong Kong Journal of Occupational Therapy.
Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung
Suriyatmini, Septina. 2010. “Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terhadap keluhan
Muskuloskeletal pada Aktivitas Manual Handling pada Pekerja di Bagian Produksi
PTMI Tahun 2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Depok.
Tarwaka, Solichul Bakri dan Liliek Sudiadjeng. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan
Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.
Tresnaningsih, Erna. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Jakarta:
Pusat Kesehatan Kerja Setjen Depkes RI.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya.
Wiranata, Edi. 2011. “Redesain Kursi Kuliah Ergonomis dengan Pendekatan Anthopometri”.
Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Wulandari, Dasri. 2011. “Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja Terhadap Keluhan Muskuloskeletal
pada Pekerjaan menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten”.
Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Yassierli. 2008. “Peningkatan Kinerja dan Ergonomi”. http://www.ergoinstitute.com/artikel/26-
artikel-dari-narasumber/24-artikel-2.html akses 4 Juni 2012
Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Welder di bagian Fabrikasi PT Caterpillar Indonesia
Tahun 2010”. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan
Informed Consent
Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalaamualaikum wr wb
Saya Abu Zar, mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) bermaksud akan melakukan penelitian mengenai ”Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika
Proses Belajar Mengajar di Kelas FKIK UIN Jakarta Tahun 2012”. Penelitian ini merupakan
tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Responden diharapkan dapat ikut serta dalam seluruh rangkaian pengambilan data untuk
tercapainya penelitian ini, rangkaian pengambilan data dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengambilan gambar untuk postur tubuh
2. Pengisian kuesioner
3. Pengukuran beberapa dimensi tubuh, tinggi badan dan berat badan
Partisipasi responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk ikut serta atau
tidak dalam rangkaian ini. Untuk itu Saya mohon kiranya Anda dapat meluangkan waktunya
untuk dapat mengikuti seluruh rangkaian pengambilan data penelitian tersebut.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
No Telp :
Prodi :
Bersedia secara sukarela untuk menjadi responden penelitian dengan judul ”Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal (Upper Limb Extremities) pada Mahasiswa
Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas FKIK UIN Jakarta Tahun 2012”. Telah membaca
penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat dan adanya risiko
yang mungkin terjadi dalam penelitian ini.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan Anda
menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal
ibadah yang bernilai di sisi-Nya. Amiin... Demikian pernyataan penjelasan ini saya buat dengan
sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun. Wassalaamu’alaikum wr wb
Jakarta,
Peneliti Yang membuat pernyataan
Abu Zar (.............................................)
Tanda tangan dan nama terang
Nomor Responden :
Kuesioner
No A. Karakteristik Responden (Diisi oleh peneliti)
A1 Nama Lengkap Responden ________________________
______________________________________________
A2 Program studi
a. Kesmas b. Farmasi
c. PSPD d. PSIK
A3 Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
A4 Usia Responden _________ Tahun
A5 Apakah Anda memiliki riwayat penyakit yang terkait tulang
(seperti retak/patah tulang, spinal stenosis, sakit degenerative
disc, spondylosis, spondylollisthesis, dll) sebelumnya?
a. Ya b. Tidak
No B. Keluhan MSDs (Diisi oleh peneliti)
B1 Apakah ada keluhan pada otot rangka (seperti pegal,
kesemutan, nyeri, panas atau sakit) sebelum Anda duduk di
kursi kuliah FKIK?
a. Ya b. Tidak
B2 Apakah ada keluhan pada otot rangka (seperti pegal,
kesemutan, nyeri, panas atau sakit) ketika Anda duduk di
kursi kuliah FKIK?
b. Ya b. Tidak (langsung ke pertanyaan C)
B3 Keluhan pada bagian mana saja (lihat gambar dibawah) yang
Anda rasakan ketika duduk di kursi kuliah FKIK? (isi pada
no B2a)
No BagianTubuh
Keluhan
Keluhan yang dirasakan Ya Tidak
B2a Pantat 1
B2b Paha 2,3
B2c Lutut 4, 5
B2d Betis 6, 7
B2e Pergelangan kaki 8, 9
B2f Telapak kaki 10, 11
B2g Pinggang 12
B2h Lengan kiri atas 13
B2i Lengan kanan atas 14
B2j Bahu kiri 15
B2k Bahu kanan 16
B2l Bahu tengah 17
B2m Leher 18
B2n Lengan kiri bawah 19
B2o
Lengan kanan
bawah 20
B2p Punggung 21
No B. Keluhan MSDs (Diisi oleh peneliti)
B3 Kapan keluhan yang Anda rasakan tersebut biasanya timbul?
(jawaban boleh lebih dari 1)
a. Saat duduk di kursi kuliah
b. Setelah duduk di kursi tersebut
c. Malam hari
B4 Seberapa sering keluhan tersebut Anda rasakan?
a. Setiap kali duduk
b. 1 – 3 kali seminggu
c. 1 – 3 kali sebulan
B5 Apa yang Anda lakukan ketika merasakan keluhan tersebut?
_______________________________________________
No C. Kebiasaan merokok (Diisi oleh peneliti)
C1 Apakah Anda perokok?
a. Ya b. Tidak (langsung ke pertanyaan C4)
C2 Sudah berapa lama Anda merokok? ________ tahun
C3 Berapa batang rokok yang Anda habiskan setiap hari?
____________ batang rokok
C4 Apakah sebelumnya Anda pernah merokok?
a. Ya b. Tidak (langsung ke pertanyaan D1)
C5 Kapan terakhir Anda merokok? _______ bulan yang lalu
C6 Saat itu, sudah berapa lama Anda merokok? ______ tahun
C7 Berapa batang rokok yang Anda habiskan setiap hari pada
saat itu? ___________ batang rokok
Terima kasih atas partisipasinya, semoga Allah membalas kebaikan Anda
Lembar Observasi
No D. Kesegaran Jasmani (Diisi oleh peneliti)
D1 Waktu naik turun tangga harvard step test
D2 Denyut nadi pertama
No E. Status Gizi (Diisi oleh peneliti)
E1 Tinggi badan ________ cm (ex: 170,0 cm)
E2 Berat badan _________ kg (ex: 50,58 kg)
No F. Antropometri (Diisi oleh peneliti)
F1 Dimensi no 8 _________ cm
F2 Dimensi no 9 _________ cm
F3 Dimensi no 12 _________ cm
F4 Dimensi no 14 _________ cm
F5 Dimensi no 15 _________ cm
F6 Dimensi no 16 _________ cm
No G. Tingkat Risiko Ergonomi (Diisi oleh peneliti)
G1 Durasi duduk _______ menit
G2 Skor akhir RULA
Lembar Observasi Area Kerja
No Dimensi Kursi cm
1 Tinggi Sandaran Kursi
2 Tinggi Siku Duduk
3 Kedalaman Kursi
4 Tinggi Kursi
5 Lebar Sandaran Kursi
6 Lebar Alas Kursi
A. Univariat
1. Keluhan Muskuloskeletal
a) Keluhan Kumulatif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid mengeluh 78 72.9 72.9 72.9
tidak mengeluh 29 27.1 27.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
b) Pantat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 60 56.1 56.1 56.1
tidak 47 43.9 43.9 100.0
Total 107 100.0 100.0
c) Paha Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 32 29.9 29.9 29.9
tidak 75 70.1 70.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
d) Paha Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 33 30.8 30.8 30.8
tidak 74 69.2 69.2 100.0
Total 107 100.0 100.0
e) Lutut Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 29 27.1 27.1 27.1
tidak 78 72.9 72.9 100.0
Total 107 100.0 100.0
f) Lutut Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 30 28.0 28.0 28.0
tidak 77 72.0 72.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
g) Betis Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 28 26.2 26.2 26.2
tidak 79 73.8 73.8 100.0
Total 107 100.0 100.0
h) Betis Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 30 28.0 28.0 28.0
tidak 77 72.0 72.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
i) Pergelangan Kaki Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 17 15.9 15.9 15.9
tidak 90 84.1 84.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
j) Pergelangan Kaki Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 17 15.9 15.9 15.9
tidak 90 84.1 84.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
k) Telapak Kaki Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 15 14.0 14.0 14.0
tidak 92 86.0 86.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
l) Telapak Kaki Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 14 13.1 13.1 13.1
tidak 93 86.9 86.9 100.0
Total 107 100.0 100.0
m) Pinggang
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 55 51.4 51.4 51.4
tidak 52 48.6 48.6 100.0
Total 107 100.0 100.0
n) Lengan Kiri Atas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 25 23.4 23.4 23.4
tidak 82 76.6 76.6 100.0
Total 107 100.0 100.0
o) Lengan Kanan Atas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 27 25.2 25.2 25.2
tidak 80 74.8 74.8 100.0
Total 107 100.0 100.0
p) Bahu Kiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 32 29.9 29.9 29.9
tidak 75 70.1 70.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
q) Bahu Kanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 33 30.8 30.8 30.8
tidak 74 69.2 69.2 100.0
Total 107 100.0 100.0
r) Bahu Tengah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 32 29.9 29.9 29.9
tidak 75 70.1 70.1 100.0
Total 107 100.0 100.0
s) Leher
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 54 50.5 50.5 50.5
tidak 53 49.5 49.5 100.0
Total 107 100.0 100.0
t) Lengan Kiri Bawah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 23 21.5 21.5 21.5
tidak 84 78.5 78.5 100.0
Total 107 100.0 100.0
u) Lengan Kanan Bawah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 26 24.3 24.3 24.3
tidak 81 75.7 75.7 100.0
Total 107 100.0 100.0
v) Punggung
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 60 56.1 56.1 56.1
tidak 47 43.9 43.9 100.0
Total 107 100.0 100.0
2. Tingkat Risiko Ergonomi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid level 3 39 36.4 36.4 36.4
level 2 68 63.6 63.6 100.0
Total 107 100.0 100.0
3. Antropometri
a) Antropometri No. 8 (Tinggi Bahu)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak ter-cover 107 100.0 100.0 100.0
b) Antropometri No. 12 (Panjang Pantat)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak ter-cover 15 14.0 14.0 14.0
tercover 92 86.0 86.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
c) Antropometri No. 14 (Tinggi Duduk)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak ter-cover 77 72.0 72.0 72.0
tercover 30 28.0 28.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
4. Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid perempuan 71 66.4 66.4 66.4
laki-laki 36 33.6 33.6 100.0
Total 107 100.0 100.0
5. Kebiasaan Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid berat 1 .9 .9 .9
ringan 13 12.1 12.1 13.1
tidak merokok 93 86.9 86.9 100.0
Total 107 100.0 100.0
6. Kesegaran Jasmani
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid kurang 20 18.7 18.7 18.7
sedang 51 47.7 47.7 66.4
baik 36 33.6 33.6 100.0
Total 107 100.0 100.0
7. Status Gizi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid gemuk 17 15.9 15.9 15.9
nomal 74 69.2 69.2 85.0
kurus 16 15.0 15.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
B. Bivariat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TRE_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
A12_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
A14_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
JK_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
rokok_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
TKJ_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
SG_new * keluhan_new 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
1. Tingkat Risiko Ergonomi
Crosstab
24 15 39
61.5% 38.5% 100.0%
54 14 68
79.4% 20.6% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within TRE_new
Count
% within TRE_new
Count
% within TRE_new
level 3
level 2
TRE_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
4.008b 1 .045
3.154 1 .076
3.917 1 .048
.070 .039
3.970 1 .046
107
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only f or a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 10.
57.
b.
2. Antropometri
a) Antropometri No. 8 (Tinggi Bahu)
Crosstab
10 5 15
66.7% 33.3% 100.0%
68 24 92
73.9% 26.1% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within A12_new
Count
% within A12_new
Count
% within A12_new
tidak ter-cov er
tercov er
A12_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
.343b 1 .558
.074 1 .785
.331 1 .565
.545 .381
.340 1 .560
107
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only f or a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 4.
07.
b.
b) Antropometri No. 12 (Tinggi Duduk)
Crosstab
61 16 77
79.2% 20.8% 100.0%
17 13 30
56.7% 43.3% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within A14_new
Count
% within A14_new
Count
% within A14_new
tidak ter-cov er
tercov er
A14_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
c) Antropometri No. 14 (Panjang Pantat)
Chi-Square Tests
5.558b 1 .018
4.476 1 .034
5.285 1 .022
.028 .019
5.507 1 .019
107
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only f or a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 8.
13.
b.
3. Jenis Kelamin
Crosstab
55 16 71
77.5% 22.5% 100.0%
23 13 36
63.9% 36.1% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within JK_new
Count
% within JK_new
Count
% within JK_new
perempuan
laki-laki
JK_
new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
2.228b 1 .135
1.594 1 .207
2.173 1 .140
.169 .104
2.208 1 .137
107
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only f or a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 9.
76.
b.
4. Kebiasaan Merokok
Crosstab
1 0 1
100.0% .0% 100.0%
12 1 13
92.3% 7.7% 100.0%
65 28 93
69.9% 30.1% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within rokok_new
Count
% within rokok_new
Count
% within rokok_new
Count
% within rokok_new
berat
ringan
tidak merokok
rokok_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
3.276a 2 .194
4.195 2 .123
3.163 1 .075
107
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .27.
a.
5. Kesegaran Jasmani
Crosstab
15 5 20
75.0% 25.0% 100.0%
42 9 51
82.4% 17.6% 100.0%
21 15 36
58.3% 41.7% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within TKJ_new
Count
% within TKJ_new
Count
% within TKJ_new
Count
% within TKJ_new
kurang
sedang
baik
TKJ_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
6.218a 2 .045
6.108 2 .047
3.000 1 .083
107
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The
minimum expected count is 5.42.
a.
6. Status Gizi
Crosstab
16 1 17
94.1% 5.9% 100.0%
52 22 74
70.3% 29.7% 100.0%
10 6 16
62.5% 37.5% 100.0%
78 29 107
72.9% 27.1% 100.0%
Count
% within SG_new
Count
% within SG_new
Count
% within SG_new
Count
% within SG_new
gemuk
nomal
kurus
SG_new
Total
mengeluh
tidak
mengeluh
keluhan_new
Total
Chi-Square Tests
5.009a 2 .082
6.193 2 .045
4.223 1 .040
107
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4.34.
a.