skripsi

Upload: siti-fatimah

Post on 18-Jul-2015

307 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MDG,Kesehatan Masyarakat serta keadaannya di IndonesiaPosted by agung supriyadi on Oktober 5, 2009 in daur ulang tugas Definisi MDG MDGs (Milenium Development Goal) adalah agenda ambisius untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kehidupan yang disepakati para pemimpin dunia pada Millennium Summit pada bulan September 2000. Untuk setiap tujuan satu atau lebih target yang telah ditetapkan, sebagian besar untuk tahun 2015, menggunakan tahun 1990 sebagai patokan. Millenium Development Goals (MDGs) pada dasarnya mewujudkan komitmen internasional yang dibuat di Perserikatan Bangsa-Bangsa Sejarah MDGs Millenium Development Goals (MDGs) pada dasarnya mewujudkan komitmen internasional yang dibuat di Perserikatan Bangsa-Bangsa Dunia pada konferensi Summits dan global sepanjang tahun 1990-an, seperti KTT Dunia untuk Anak, Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua 1990 di Jomtien, Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan 1992 di Rio de Janeiro, dan KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial 1995 di Copenhagen. Kemudian, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000 di New York, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan, termasuk presiden Indonesia, sepakat untuk menandatangi Deklarasi Milenium yang diadopsi dari komitmen sebelumnya. Deklarasi Milenium inilah yang berisi Millenium Development Goals (MDGs)As a follow-up to the commitments made in the Millennium Summit, each signatory country is expected to prepare a Millennium Development Goals Report.. Isi MDGs MDGs terdiri dari 8 tujuan (goals), 20 target, serta 60 indikator (indicators). Berikut adalah isi MDGs secara keseluruhan:

Tujuan 1. Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan

Target 1a: Mengurangi sampai setengah jumlah orang yang hidup dengan kurang dari satu dollar per hari Dengan indikator:

1.1 Proporsi pendapatan penduduk di bawah $ 1 (PPP) per hari 1.2 Rasio Kesenjangan Kemiskinan 1.3 Kontribusi kuantil pertama penduduk berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional.

Target 1b: Mencapai penuh dan produktif kerja dan pekerjaan yang layak bagi semua, termasuk perempuan dan kaum muda : Dengan indikator:

1.4 Laju Pertumbuhan PDB per orang dipekerjakan 1.5Pekerjaan per perbandingan penduduk 1.6 Proporsi orang yang diperkerjakan yang hidup di bawah $ 1 (PPP) per hari 1.7 Proporsi rekening sendiri dan memberikan kontribusi pada pekerja keluarga kerja

Target 1c: Mengurangi sampai setengah proporsi penduduk yang menderita kelaparan

1.8 Prevalensi berat badan-anak di bawah usia lima tahun 1.9 Proporsi penduduk di bawah tingkat diet konsumsi minimum (2.100 kkal/per kapita/hari). Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

Target 2a: Memastikan bahwa setiap anak laki-laki dan perempuan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Dengan Indikator: 2.1 Rasio partisipasi pendidikan dasar 2.2 Proporsi murid mulai kelas 1 yang mencapai kelas terakhir primer 2.3 Melek Huruf-anak usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki

Tujuan 3. Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan

Target 3a: Menghapus perbedaan gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan pada semua tingkatan pada tahun 2015. Dengan Indikator: 3.1 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di pendidikan primer, sekunder dan tersier. 3.2 Proporsi perempuan dalam upah kerja di sektor non-pertanian 3.3 Proporsi kursi dipegang oleh perempuan di parlemen nasional

Tujuan 4. Mengurangi Tingkat Kematian Anak

Target 4a: Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak di bawah usia lima.

Dengan Indikator: 4,1 bawah-lima angka kematian 4.2 Infant mortality rate Angka kematian bayi 4,2 4.3 Proporsi 1 tahun anak-anak diimunisasi terhadap campak

Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target

Target 5a: Mengurangi sampai tiga perempat rasio kematian ibu Dengan Indikator: 5.1 Rasio kematian ibu 5.2 Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil Target 5b: Mencapai, pada tahun 2015, akses universal untuk kesehatan reproduksi. Dengan Indikator:

5.3 Prevalensi kontrasepsi 5.4 Tingkat kelahiran remaja. 5.5 Cakupan kehamilan (setidaknya satu kunjungan dan setidaknya empat dilihat). 5.6 Belum terpenuhi kebutuhan keluarga berencana. Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya Target

Target 6a: Menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV / AIDS Dengan Indikator:

6.1 Prevalensi HIV di antara penduduk usia 15-24 tahun. 6.2 Penggunaan kondom pada seks berisiko tinggi. 6.3 Proporsi penduduk berusia 15-24 tahun dengan pengetahuan yang benar tentang komprehensif HIV / AIDS 6.4 Perbandingan kehadiran disekolah anak yatim dan sekolah non-anak yatim berusia 10-14.

Target 6b: Mencapai, pada tahun 2010, akses universal terhadap pengobatan untuk HIV / AIDS bagi semua orang yang membutuhkannya. Dengan Indikator:

6.5 Proporsi penduduk dengan infeksi HIV lanjut dengan akses terhadap obat antiretroviral.

Target 6c: Menghentikan dan mulai membalikkan insiden malaria dan penyakit utama lainnya. Dengan Indikator:

6.6 Insidensi dan angka kematian yang terkait dengan malaria 6.7 Proporsi anak-anak di bawah 5 tidur di bawah diperlakukan insektisida dan kelambu. 6.8 Proporsi anak-anak di bawah 5 dengan demam yang tepat diobati dengan obat antimalaria. 6.9 Insiden, prevalensi dan tingkat kematian yang terkait dengan TBC 6.10 Proporsi kasus TBC yang terdeteksi dan sembuh di bawah pengobatan yang diawasi secara langsung. Tujuan 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Target

Target 7a: Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program; sebaliknya hilangnya sumber daya lingkungan. Target 7b: Mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati dan mencapai pada tahun 2010, penurunan yang signifikan pada tingkat kerugian Dengan indikator:

7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7

Proporsi luas daratan ditutupi oleh hutan Emisi CO2, total, per kapita dan setiap $ 1 PDB (PPP) Konsumsi zat-zat pengurang ozon Proporsi stok ikan dalam batas-batas biologis yang aman Proporsi dari total sumber daya air yang digunakan Proporsi darat dan wilayah laut yang dilindungi Proporsi spesies terancam punah

Target 7c: Mengurangi sampai setengah proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan ke air minum yang aman dan sanitasi dasar Dengan Indikator

7.8 7.9

Proporsi penduduk menggunakan sumber air minum diperbaiki Proporsi penduduk menggunakan fasilitas sanitasi yang baik

Target 7d: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta di daerah kumuh, tahun 2020 Dengan Indikator

7.10

Proporsi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh

Tujuan 8. Mengembangkan Kemitraan untuk Pembangunan

Target 8a: Mengembangkan lebih jauh lagi terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, non-diskriminatif perdagangan dan sistem keuangan Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangunan dan pengentasan kemiskinan baik nasional dan internasional Target 8b: Membantu kebutuhan khusus dari negara-negara kurang berkembang Termasuk: tarif dan kuota bebas akses bagi negara berkembang ekspor, program peningkatan hutang untuk negara-negara miskin berutang banyak (HIPC) dan pembatalan utang bilateral resmi dan lebih murah hati ODA bagi negara-negara berkomitmen untuk pengentasan kemiskinan Target 8c: Membantu kebutuhan khusus negara-negara berkembang dan daratan pulau kecil berkembang Serikat (melalui Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Kecil Mengembangkan Serikat dan hasil dari kedua puluh dua sidang khusus Majelis Umum) Target 8d: Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang dengan negara-negara berkembang melalui upaya nasional dan internasional untuk membuat utang berkelanjutan dalam jangka panjang Beberapa indikator yang tercantum di bawah ini dimonitor secara terpisah untuk negara-negara kurang berkembang (LDCs), Afrika, negara-negara berkembang yang terkurung daratan dan kepulauan kecil yang sedang bekembang. Official development assistance (ODA)/Bantuan pembangunan resmi (ODA)

8.1 Net ODA, total dan untuk negara berkembang, sebagai persentase OECD / DAC donor pendapatan nasional bruto 8.2 Proporsi dari total bilateral, sektor-ODA dapat diperuntukkan OECD / DAC donor untuk pelayanan sosial dasar (pendidikan dasar, perawatan kesehatan primer, gizi, air bersih dan sanitasi) 8.3 Proporsi bantuan pembangunan bilateral resmi OECD / DAC donor yang tidak mengikat 8.4 ODA yang diterima di daratan negara-negara berkembang sebagai proporsi dari pendapatan nasional bruto mereka 8.5 ODA yang diterima di kepulauan kecil yang sedang bekembang sebagai proporsi dari pendapatan nasional bruto mereka

Akses pasar

8.6 Proporsi dari total impor negara maju (dengan nilai dan tidak termasuk senjata) dari negara-negara berkembang dan negara sedang berkembang, mengaku bebas dari kewajiban 8.7 Rata-rata tarif yang diberlakukan oleh negara-negara maju pada produk-produk pertanian dan tekstil dan pakaian dari negara-negara berkembang 8.8 Dukungan Pertanian perkiraan untuk negara-negara OECD sebagai persentase dari produk domestik bruto mereka 8.9 Proporsi ODA yang disediakan untuk membantu membangun kapasitas perdagangan

Debt sustainability Keberlanjutan hutang

8.10 Total jumlah negara-negara yang telah mencapai titik keputusan HIPC dan jumlah yang telah mencapai penyelesaian HIPC poin (kumulatif) 8.11 Penghapusan utang berkomitmen di bawah Inisiatif HIPC dan MDRI 8.12 Utang layanan sebagai persentase dari ekspor barang dan jasa

Target 8e: Dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses ke obatobatan penting yang terjangkau di negara-negara berkembang

8.13 Proporsi penduduk dengan akses ke obat-obatan penting yang terjangkau atas dasar yang berkelanjutan

Target 8F: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi

8.14 Jaringan telepon per 100 penduduk 8.15 Pelanggan telepon seluler per 100 penduduk

8.16 Pengguna internet per 100 penduduk MDGs dan Kesehatan Masyarakat MDGs, pada penerapannya, sangatlah terkait dengan kesehatan masyarakat. MDGs nomor 1 hingga nomor 6 terkait dengan gizi. Sementara MDGs nomor 7,menjamin kelestarian lingkungan,terkait dengan kesehatan lingkungan. Berikut adalah keterkaitan antara MDGs dengan kesehatan masyarakat: Tujuan 1 : Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan Kekurangan gizi mengurangi tingkat sumber daya manusia melalui efek yang berlanjut antar generasi dan tak dapat diubah. Efek ini sangat mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif. Dengan gizi, kemiskinan dan kelaparan dapat dicegah karena gizi dapat meningkatkan kemampuan kognitif berupa kecerdasan dan keterampilan dalam pencarian nafkah. Jikakemampuan kognitif dan keterampilan meningkat, dengan otomatis, manusia dapat meraih penghasilan yang baik. Jika manusia mendapatkan penghasilan yang baik,dengan otomatis, dia akan terhindar dari kelaparan.

Tujuan 2 : Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Kekurangan gizi dapat mempengaruhi peluang seorang anak pergi ke sekolah, belajar di sekolah serta menunjukkan performa yang baik di sekolahnya. Jika seorang anak mengalami kekurangan gizi, maka daya tahan tubuhnya terhadap suatu penyakit pasti akan berkurang, dengan demikian semakin besar kemungkinam seorang anak sakit, maka semakin besar pula kemungkinan anak tidak hadir serta belajar dalam sekolah.Kekurangan zat gizi, Iodine misalnya, menyebabkan hampir 18 juta bayi lahir dengan kecacatan mental bahkan bayi dengan kekurangan Iodine menengah mendapatkan IQ kurang dari 10 sampai 15 poin dari mereka yang tak kekurang Iodine. Tujuan 3 : Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan Prasangka miring mengenai diskriminasi perempuan terhadap akses makanan, makanan, kesehatan serta perhatian dapat menyebakan perempuan kekurangan gizi, hal ini dapat menyebabkan seorang perempuan kurang akses ke asset-aset yang ada. Anemia yang disebakan kekurangan zat besi menyebakan perempuan hamil dan melahirkan bayi, meninggal sebanyak lebih dari 60,000 perempuan muda per tahun. Tujuan 4 : Mengurangi Tingkat Kematian Anak Kekurangan gizi, langsung maupun tak langsung, dikaitkan dengan banyak kematian anak. Seperti telah disebutkan di atas, anemia akibat kekurangan zat besi membunuh banyak ibu baik yang sedang hamil ataupun pada saat melahirkan. Dengan meninggalnya ibu,terutama pada saat kelahiran, mengecilkan peluang harapan hidup seorang anak. Tujuan 5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu Kesehatan ibu disepakati sangat terkait dengan kekurangan gizi, yang dihubungkan dengan kebanyakan faktor-faktor berisiko untuk kematian ibu. Kelumpuhan ibu serta kekurangan iodine dan zat besi menjadi faktor yang serius. Tujuan 6 : Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya Kekurangan gizi dapat meningkatkan resiko transmisi HIV, dihubungkan dengan terapi anti retroviral, serta meningkatkan kemampuan serangan AIDS dan kematian awal. Kekurangan gizi juga berdampak pada meningkatnya infeksi tuberkolosis serta menurunnya tingkat pertahanan terhadap malaria. Tujuan 7 : Memastikan kelestarian lingkungan Lingkungan yang lestari tak mungkin dapat terjadi tanpa adanya peran serta umat manusia. Peran serta umat manusia ini dapat terwujud melalui pewujudan kesehatan lingkungan. MDGs di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang mesti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum. Hal ini berarti Indonesia harus berusaha mencapai targettarget yang telah ditentukan pada kesepakatan tersebut pada 2015 mendatang. Untuk mencapai tujuan MDGs tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah (nasional dan lokal), kaum akademika, media, sektor swasta, komunitas donor, dan masyarakat sipil. 2.5.1 Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan Pada tahun 1990, 15,1% penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan ekstrim. Jumlahnya saat itu mencapai 27 juta orang. Saat ini proporsinya sekitar 7,5% atau hampir 17 juta orang. Pada tingkat nasional, dengan usaha yang lebih keras, Indonesia akan dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada 2015, jika tingkat pendapatan masyarakatnya meningkat terutama pada masyarakat miskin. Tingkat pendapatan masyarakat miskin di Indonesia akan meningkat dengan peningkatan kesempatan kerja dan pengembangan usaha. Dalam usaha penanggulangan kemiskinan dan pengangguran yang dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, kebijakan pemerintah mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Dan salah satu upaya yang ditempuh untuk menanggulangi kemiskinan adalah usaha Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). 2.5.2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target MDGs kedua adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua pada 2015. Ini artinya bahwa semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Kebijakan ini terbukti telah meningkatkan akses untuk pendidikan SD. Akan tetapi, masih banyak anak usia sekolah di pelosok negeri yang belum dapat menyelesaikan SD-nya. Bahkan di perdesaan, tingkat putus sekolah dapat mencapai 8,5%. Kualitas pendidikan di Indonesia selama ini masih perlu ditingkatkan dan manajemen pendidikan juga kurang baik. Untuk meningkatkan tingkat pendidikan di Indonesia, pemerintah mendukung program wajib belajar 9 tahun melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tahun 2009, dana BOS diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari Desember 2009 dengan total: SD/SDLB di kota sebesar Rp.400.000,-/siswa/tahun sedangkan di kabupaten Rp. 297.000,-/siswa/tahun. Dengan program BOS, diharapkan pendidikan dasar di Indonesia dapat terjangkau bagi semua. 2.5.3 Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan

Pada pasal 27 UUD 1945 telah dijamin kesetaraan hak bagi seluruh penduduk Indonesia lakilaki maupun perempuan sehingga Indonesia telah mencapai kemajuan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Program Wajib belajar 9 tahun telah membawa dampak positif dalam pengurangan kesenjangan dalam dunia pendidikan. Rasio antara partisipasi murid laki-laki dan perempuan, baik partisipasi bersih maupun kotor, sudah hampir mencapai 100% di seluruh tingkat pendidikan. Akan tetapi, keberhasilan ini masih perlu ditingkatkan, terutama untuk kelompok usia yang lebih tua. Masih terdapat kesenjangan dan anggapan yang salah dalam konteks peranan dan gender di masyarakat. Persepsi yang salah ini hampir terjadi di semua aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan (kesempatan dan kesetaraan imbalan) hingga di bidang politik. Proporsi perempuan dalam pekerjaan non-pertanian relative stagnan, begitu pula dengan keterwakilan perempuan di parlemen, yang masing-masing masih berkisar pada 33% dan 11%. 2.5.4 Mengurangi Tingkat Kematian Anak Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan oleh MDGs ( MDGs menargetkan angka kematian bayi dan balita 65/1000 kelahiran hidup) yaitu, Angka Kematian Balita (AKBA) menurun dari 97/1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 menjadi 46/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000; Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 68/1000 kelahiran menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 1999. Pada umumnya kematian bayi dan balita disebabkan oleh infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningitis), typhus dan encephalitis juga menjadi penyebab kematian. Indonesia sedang mencanangkan Program Nasional Anak Indonesia yang menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama untuk anak dan balita karena UU no 23 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka. 2.5.5 Meningkatkan Kesehatan Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 400/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Angka tersebut masih jauh dari target Nasional pada tahun 2015 yaitu 124/100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu adalah pendarahan (28% dari total kematian ibu); ekslampia/gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan (13% dari total kematian ibu); partus lama dan infeksi (9% dari total kematian ibu); aborsi yang tidak aman (11% dari total kematian ibu); sepsis, penyebab lain kematian ibu karena kebersihan dan

hygiene yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit akibat hubungan seks yang tidak terobati (10% dari total kematian ibu). Komlpikasi persalinan menurun apabila persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di lingkungan yang hygiene dengan sarana yang memadai. Menurut data Susenas terjadi peningkatan proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 41% pada tahun 1990 menjadi 68% pada tahun 2003. Sedangkan target Nasional pada tahun 2010 adalah 90%. Selain itu, angka pemakaian kotrasepsi pada pasangan usia subur juga menjadi indikator peningkatan kesehatan ibu. Angka pemakaian kontrasepsi pada usia subur dilaporkan meningkat dari 50% pada tahun 1990 menjadi 54% pada tahun 2002. 2.5.6 Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya Penurunan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya mendapat perhatian yang besar dalam MDGs bidang kesehatan. Di Indonesia, sampai akhir September 2003, tercatat 1239 kasus AIDS dan 2685 kasus HIV positif. Para ahli memperkirakan hingga saat ini terdapat 90.000130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV. Pola penyebarannya lewat hunbungan seksual dan napza suntik. Di Jakarta terjadi peningkatan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15% pada tahun 1999 menjadi 47,9 pada 2002. Selain itu, Di Jakarta Utara menunjukkan prevalensi HIV dikalangan ibu hamil mengalami peningkatan dari 1,5 % pada tahun 2000 menjadi 2,7 pada tahun 2001. Selain HIV/AIDS, Malaria juga menjadi penyakit yang harus berantas. Hampir separuh dari penduduk Indonesia tinggal di daerah endemic malaria. Rata-rata prevalensi malaria diperkirakan 850/100.000 penduduk, dengan angka tertinggi di Gorontalo, NTT, dan Papua. Angka kematian spesifik karena malaria diperkirakan 10/100.000 penduduk. Kemudian, Indonesia menempati urutan ke tiga kasus Tuberkulosis (TB). Penyakit TB merupakan penyakit kronik, melemahkan tubuh dan sangat menular. Penyembuhan memerlukan diagnosis akurat melalui pemeriksaan mikroskopis, pengobatan jangka panjang dengan konsumsi obat anti Tb yang rutin. Dilaporkan dalam 100.000 penduduk terdapat 271 yang menderita TB dengan 122 diantaranya BTA positif. Angka Kematian Spesifik karena TB adalah 68/100.000 penduduk. Pada tahun 2001 penderita yang menyelesaikan pengobatan lengkap dan sembuh adalah 85,7 %. Namun, kelangsungan berobat pada penderita TB tidak hanya detentukan oleh kepatuhan berobat, tetapi juga ketersediaan obat yang tidak teputus di fasilitas kesehatan. Survey pada tahun 2000 terhadap stok obat anti TB di fasilitas kesehatan menunjukkan angka kehabisan stok bervariasi antara 2-8%. 2.5.7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Di Indonesia ancaman terhadap hutan hujan semakin menjadi-jadi, apalagi pada era desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak lagi hutan yang dieksploitasi,pembalakan liar semakin menjadi-jadi dan batas kawasan lindung sudah tidak diperdulikan lagi. Panyebab utamanya adalah lemahnya supresmasi hukum dan kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai tujuan pembangunan jangka panjang dan perlindungn biosfer.

Akses dan ketersediaan informasi mengenai sumberdaya alam dan lingkungan merupakan aspek yang perlu ditingkatkan. Program yang seperti ini dapat membantu memperkaya pengetahuan dan wawasan kelompok masyarakat yang hidup di daerah perdesaan dan daerah terpencil mengenai pentingnya perlindungan terhadap lingkungan. Hal ini tidak tertutup harus diketahui juga oleh kaum bisnis dan masyarakat kota yang semakin tidak peduli akan lingkungan. Selain itu, Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh PDAM sebagian ternyata tidak memenuhi persyarat air minum aman yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Masalah ini disebabkan oleh kualitas jaringan distribusi dan perawatan yang tidak baik yang menyebabkan terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu, promosi lingkungan juga harus disandingkan dengan promosi mengenai kesehatan dan kebersihan, sehingga masyarakat akan lebih mengerti petingnya air bersih dan dapat berpartisipasi aktif menjaga dan merawat fasilitas air bersih yang ada. Berdasarkan data terahir yang tersedia, akses masyrakat secara umum terhadap fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampaknya sanitasi tidak menjadi prioritas utama pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, badan legislative maupun sektor swasta. Hal ini tampak dari relatif kecilnya anggaran yang disediakan untuk sanitasi. Oleh karena itu, kampanye mengenai pentingnya sanitasi juga perlu dilakukan kepada pemerintah, pembuat kebijakan, dan badan legislatif, termasuk juga kapada masyarakat. Diperlukan investasi dan prioritisasi yang lebih besar untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi untuk masyarakat di seluruh Indonesia. 2.5.8 Mengembangkan Kemitraan untuk Pembangunan Tujuan kedelapan berisikan aksi yang harus dilakukan oleh negara maju kepada negara berkembang untuk mencapai Tujuan 1-7 MDGs. Konsensus Monterrey yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional tentang Pembiayaan untuk Pembangunan tahun 2002, dipandang sebagai unsur kunci tujuan delapan MDGs. Konsensus tersebut berintikan kebebasan perdagangan, aliran dana swasta, utang, mobilisasi sumberdaya domestic dan hibah untuk pembangunan. Faktanya, investasi dalam bidang kesehatan publik adalah investasi yang nonprofit, hibah menjadi penting, terutama di sektor kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. Rencana strategis penanggulangan HIV/AIDS Indonesia. Jakarta, 2002. Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Buku Panduan Bos untuk Pendidikan Gratis dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun. Jakarta: Depdiknas, 2009. Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan, by Sujana Royat, 45. Jakarta, 1990. Laporan MDG Indonesia.htm. Http://www.bappenas.go.id Soekirman. Reposisi Gizi dalam Pembangunan Sosial Ekonomi: tinjauan Buku Laporan Bank Dunia Maret 2006. Bogor, Juni 7, 2006.

Tujuan Pembangunan Millenium.htm. Http://www.wikipedia.com Tujuan Pembangunan Millenium.htm. Http://www.UNDP.com Utomo, Budi. Tantangan Pencapaian Millennium Development Goal bidang kesehatan di Indonesia. 2007.

Share this:

Facebook7

Like this:Suka Be the first to like this post. Permalink

Post navigation Sebuah Peringatan untuk kamu (terutama aktivis) Alhamdulillah..berkah menjadi MC..

One comment on MDG,Kesehatan Masyarakat serta keadaannya di Indonesia

1.

Pengembangan MDGs dalam kesmas banyak mengalami kendala, dikarenakan tidak memiliki standar analisis yg benar; yang antara lain: menggunakan analisis SWOT. Mei 31, 2011 pukul 6:50 am Balas http://WWW.google.com

Tinggalkan Balasanguest

Enter your comment here...

Fill in your details below or click an icon to log in:

Mengenal Dana Bantuan Operasional KesehatanOPINI | 31 July 2011 | 15:52 bermanfaat Dibaca: 1458 Komentar: 0 1 dari 1 Kompasianer menilai

Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) mulai direalisasikan sejak pertengahan tahun 2010 untuk membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) menuju Millenium Development Goals (MDGs). Peluncuran skema BOK karena dinilai fungsi Puskesmas belum berjalan optimal seperti fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, fungsi pusat pemberdayaan masyarakat dan fungsi pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan. Pemilihan sasaran dana BOK pada Puskesmas karena Puskesmas mempunyai peran yang sangat besar dalam membangun kesehatan masyarakat. Peran tersebut terlihat dari keberhasilan puskesmas membantu pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita, memperbaiki status gizi bayi dan balita, serta menurunkan kejadian penyakit-penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi. Oleh karena itu pemerintah bermaksud meningkatkan peran puskesmas melalui upaya merevitalisasinya yaitu menjadikan puskesmas sebagai pusat pemberdayaan wilayah berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, sebagai pusat layanan kesehatan primer, dan sebagai pusat layanan kesehatan peorangan primer. Dana BOK dimanfaatkan sepenuhnya secara langsung oleh Puskesmas untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan tidak dijadikan sumber pendapatan daerah sehingga tidak boleh disetorkan ke kas daerah. Pemanfaatan dana BOK harus berdasarkan hasil perencanaan yang disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas yang diselenggarakan secara rutin (periodik bulanan/triwulanan). Satuan biaya setiap jenis kegiatan pelayanan kesehatan yang dibiayai BOK mengacu pada ketentuan Peraturan Daerah (Perda). Jika belum terdapat Perda yang mengatur hal

itu, maka satuan biaya tersebut ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota atas usulan Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pelaksanaan kegiatan di Puskesmas berpedoman pada prinsip keterpaduan, kewilayahan, efisien, dan efektif. Tujuan umum dari BOK adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Secara khusus, tujuan BOK ada tiga yakni: (1) memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif kepada masyarakat; (2) menyediakan dukungan biaya untuk upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif bagi masyarakat; (3) mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Ada tiga kelompok besar alokasi pemakaian dana BOK di Puskesmas & jaringannya serta UKBM yakni upaya kesehatan, penyelenggaraan manajemen Puskesmas, serta upaya dukungan untuk keberhasilannya. Upaya kesehatan wajib yang dapat dibiayai dari dana BOK mencakup upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif yang meliputi: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi, Promosi kesehatan,Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pemanfaatan dana BOK ini sebesar 10 persen (maksimal) untuk manajemen kabupaten atau kota, sedangkan 90 persennya untuk dana BOK Puskesmas yang digunakan untuk operasional Puskesmas (85 persen) dan pemeliharaan ringan Puskesmas (5 persen). Bila dijabarkan lebih lanjut, jenis pelayanan kesehatan ibu dan anak berupa pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, pelayanan

nifas, pelayanan kesehatan neonatus, pelayanan kesehatan bayi, Pelayanan kesehatan balita, Upaya kesehatan anak sekolah, Pelayanan KB, Pencegahan dan penanganan kekerasan, dan Upaya kesehatan reproduksi remaja. Jenis pelayanan Imunisasi meliputi kegiatan: Pendataan, Pelayanan di Posyandu, Pelayanan di sekolah (Bulan Imunisasi Anak

Sekolah),Sweeping/kunjungan rumah/Back Log Fighting, penyuluhan, pengambilan vaksin dan logistik lainnya, serta pelacakan kasus diduga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

Sementara jenis pelayanan gizi meliputi perbaikan gizi dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk serta Ibu Hamil KEK. Beberapa kegiatan pelayanan gizi meliputi: operasional Posyandu (pemantauan penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk Balita), surveilans dan pelacakan gizi buruk,sweeping/kunjungan rumah, penyuluhan gizi, pemantauan garam beryodium, PMT Penyuluhan, penggerakkan Kadarzi, penggerakkan ASI Eksklusif serta kunjungan/ pendampingan bagi penderita gizi kurang/buruk. Jenis pelayanan Promosi Kesehatan meliputi dua jenis pelayanan yakni Rumah tangga yang menerapkan PHBS,serta Pembinaan Desa Siaga dan UKBM. Kegiatan-kegiatan berupa pendataan, penyuluhan kelompok, pembinaan gerakan masyarakat, pembinaan Forum Masyarakat Desa (menjamin terlaksananya Survey Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), pembinaan terhadap Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), dan pemantauan. Jenis pelayanan Pengendalian Penyakit meliputi pelayanan penemuan kasus penyakit dan tata laksana, Penyelidikan epidemiologi KLB, Pelacakan kasus kontak, Penyelidikan vector, dan pemberantasan vector. Beberapa kegiatan pelayanan pengendalian penyakit dijabarkan sebagai berikut: pelayanan di Posyandu,kunjungan rumah, pelacakan di lapangan, kunjungan drop out obat, penyuluhan, penemuan kasus non PolioAcute Flaccid Paralysis

(AFP), dan pengambilan spesimen. Jenis pelayanan kesehatan lingkungan ada dua yakni (1) pelayanan pemeriksaan air bersih dan kualitas air minum; (2) pemeriksaan sanitasi dasar seperti jamban sehat, rumah sehat, Tempat-Tempat Umum (TTU), tempat pengolah makanan, dan sekolah. Kegiatan yang tercakup dalam pelayanan kesehatan lingkungan adalah pendataan, penyuluhan, pemantauan dan kunjungan lapangan. Penggunaan Dana BOK dapat dimanfaatkan untuk : transport petugas kesehatan/kader kesehatan, bahan penyuluhan/bahan kontak, penggandaan materi rapat dalam rangka Lokakarya Mini, konsumsi rapat dalam rangka Lokakarya Mini, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Penyuluhan dan PMT pemulihan dengan bahan lokal, uang penginapan (untuk desa terpencil/sulit dijangkau), uang harian (untuk desa terpencil/sulit dijangkau). Pengecualian dana

BOK tidak boleh digunakan untuk: upaya pengobatan dan rehabilitasi, penanganan gawat darurat, rawat inap, pertolongan persalinan, gaji/honor, investasi/belanja modal, pemeliharaan gedung atau kendaraan, operasional kantor (misal: listrik, air, Alat Tulis Kantor (ATK), fotokopi), serta pengadaan obat, vaksin dan alat kesehatan. Pengawasan penggunaan dana BOK dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan BPK. Karena itu, setiap Puskesmas harus membuat laporan penggunaan uang atau pertanggung jawaban ke tingkat kabupaten, sambil melakukan evaluasi secara spesifik, untuk memilih beberapa Puskesmas yang dinilai bisa mewakili regional tertentu. Dana BOK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kesehatan RI. Bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian kesehatan dalam membantu pemerintahan kabupaten/kota untuk melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan menuju MDGs. Besarnya alokasi dana BOK per Kabupaten/Kota ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan menetapkan alokasi dana BOK per Puskesmas di daerahnya. Dana BOK merupakan dukungan Pemerintah, bukan merupakan dana utama operasional Puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah Daerah tetap berkewajiban menyediakan dana operasional yang tidak terbiayai melalui BOK melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). BOK pada dasarnya merupakan subsidi pemerintah pada sektor kesehatan. Subsidi ini ditujukan untuk membiayai operasional pelayanan kesehatan yang selama ini masih dirasa kurang memadai. BOK ini akan diperuntukkan guna meningkatkan pelayanan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) agar kesenjangan pelayanan kesehatan antara puskesmas dan rumah sakit terutama pelayanan preventif kesehatan semakin tipis. Peruntukan dana BOK bukan untuk pengadaan barang/jasa, melainkan untuk operasional saja, misalnya operasional audit maternal perinatal, pemantauan wilayah setempat untuk gizi dan kesehatan ibu anak, imunisasi, rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, penanganan penyakit MDGs seperti HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, serta kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan kesehatan berbasis masyarakat. Operasional puskesmas meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan program yang direncanakan. Tiap

puskesmas harus membuat perencanaan kegiatan rutin bulanan dan tahunan serta menetapkan target program yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, pelaksanaan program yang direncanakan juga akan dievaluasi keberhasilannya dengan melihat capaian indikator keberhasilan program. Dengan bantuan dan berbagai mekanisme ini, diharapkan dapat menghidupkan kembali peran puskesmas dan posyandu. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 551/2010 tertanggal 5 Mei 2010, pada tahun 2010 setiap puskesmas mendapat Rp 10 juta dari sekitar 8.500 puskesmas. Pengecualian bagi puskesmas yang berada sekitar 300 puskesmas di tujuh kabupaten yang ada di wilayah Jawa, Bali. Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan Papua, pemerintah akan memberikan bantuan operasional kesehatan Rp 100 juta. Puskesmas-puskesmas di tujuh wilayah tersebut dijadikan uji coba untuk mengetahui berapa banyak dana operasional yang dibutuhkan puskesmas agar kegiatannya optimal. Pada tahun 2011-2014, pemerintah akan berupaya untuk memberikan BOK bagi seluruh puskesmas secara bertahap sesuai kebutuhannya. Pada tahun 2010, jumlah dana BOK yang disalurkan sebesar Rp 226 miliar pada 8737 unit puskesmas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 904,5 miliar yang disalurkan langsung kepada pemerintah daerah pada bulan Februari untuk selanjutnya dibagi pada tiap-tiap puskesmas. Besaran alokasi tiap puskesmas diserahkan pada Kabupaten/Kota. Saat ini jumlah puskesmas yang ada di seluruh wilayah Indonesia sebanyak 8967 unit. Dana BOK tahun 2011, seluruh Puskesmas di Indonesia mendapatkan dana Bantuan Operasional Kesehatan atau BOK untuk menunjang akses pelayanan kesehatan. Dana BOK yang diterima itu berkisar Rp 75-250 juta. Dana BOK tidak lagi langsung diberikan ke puskesmas tapi dikelola Dinkes kabupaten dan kota yang disesuaikan kondisinya. Pada akhir bulan Februari 2011, dana tersebut sudah berada di pemkab atau pemkot. Sosialisasi keberadaan BOK di Kabupaten dan Kota dengan menggunakan dana yang ada. Kemudian persentase pemanfaatan dana BOK ini adalah 10 persennya diperuntukan manajemen kesehatan di kabupaten atau kota, dan 90 persennya diperuntukan kebutuhan Puskesmas dengan pembagian operasional

Puskesmas dengan proporsi 85 persen dan pemeliharaan ringan Puskesmas sebesar 5 persen.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes didapatkan alokasi dana BOK untuk tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu: (1) Sumatera ada sekitar 2.271 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 75 juta; (2) Jawa-Bali ada sekitar 3.617 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 75 juta; (3) Kalimantan ada sekitar 836 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; (4) Sulawesi ada sekitar 1.126 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; (5) Maluku ada sekitar 256 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 200 juta; (6) Nusa Tenggara ada sekitar 458 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta; dan (7) Papua ada sekitar 403 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta. Pada sejumlah Puskesmas masih diliputi rasa takut menggunakan dana BOK. Padahal Kementerian Kesehatan telah memberikan kelonggaran pemanfaatannya sesuai dengan petunjuk teknis BOK. Misalnya apabila dana bantuan (BOK) habis sebelum waktunya, Kementerian Kesehatan memperbolehkan Puskesmas menggunakan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk digunakan pada pencegahan sekunder dan manajemen.href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=afab7256&cb=INSERT_RAN DOM_NUMBER_HERE' target='_blank'>

Delapan Tujuan MDGsPosted by datastudi 23 August 2010 Leave a Comment MDGs Millennium Development Goals

Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tangga 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals). Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasanmanusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, 3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, 4. Menurunkan Angka Kematian Anak, 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu, 6. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya, 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-asing sejumlah indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggat waktu hingga tahun 2015. Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara

glonal ditetapkan 48 indikator namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara. Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negaranegara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negaranegara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. sumber: mdgs-dev.bps.go.id (diakses 24 Agustus 2010)

Rate this:

PEMBIAYAAN KESEHATAN IBU ANAKLatar Belakang Studi Investment Case Kesehatan Ibu, Anak dan Bayi Baru Lahir di Indonesia untuk fase dua sudah hampir selesai, dan hasilnya baik berupa proses maupun strategi yang dihasilkan akan segera diberikan setelah adanya Pertemuan Diseminasi dan laporan. Hasil studi ini diharapkan dapat membantu upaya Indonesia dalam pencapaian MDG 4 dan 5; dan secara lebih spesifik dapat membantu proses perencanaan, penghitungan biaya dan pembiayaan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak di daerah (Kabupaten/Kota). Sebagai tindak lanjut hasil studi Investment Case di empat distrik terpilih, dibutuhkan dukungan pembiayaan dan sumber dana yang pasti. Kepastian pembiayaan dan sumber dana akan menjamin terlaksananya program dan kegiatan hasil studi Investment Case. UndangUndang nomor 32 mengenai otonomi daerah dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah secara luas memberi kesempatan pada daerah untuk mengoptimalisasi fungsi pelayanan publik ke tingkat kabupaten/kota. Berpijak pada ke dua undang-undang tersebut pemerintah pusat telah menata kewenangan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota salah satunya sumbersumber pendanaan untuk kesehatan. Hasil studi Investment Case salah satunya estimasi pembiayaan kebutuhan Kesehatan Ibu, Anak dan Bayi Baru Lahir akan memperlihatkan besaran pembiayaan program dan kegiatan yang dibutuhkan oleh daerah. Kebutuhan pembiayaan ini tentu saja berhubungan dengan sumber-sumber pendanaan yang tersedia baik itu di daerah maupun pusat. Kebutuhan dan ketersediaan anggaran pembiayaan kesehatan di daerah sangat bergantung pada kemampuan daerah dan komitmen politik pemerintah daerah dan DPR. Hal ini membutuhkan strategi dan pemikiran yang mendalam bagaimana optimalisasi pembiayaan kesehatan ibu, anak dan bayi baru lahir di tengah himpitan sumber pendanaan terbatas dan desakan kebutuhan program-program non kesehatan. Ada kalanya sumber dana memang terbatas tetapi tidak jarang pula yang sumber dana ini terkesan dibatasi. Pemikiran tersebut membutuhkan diskusi yang lebih mendalam sehingga diperlukan pertemuan sebagai salah satu upaya untuk menindaklanjuti hal ini. Dalam pertemuan ini akan didiskusikan Kebutuhan Pembiayaan dan Sumber Pendanaan Kesehatan Ibu, Anak dan Bayi Baru Lahir. Dari hasil studi di 4 Kabupaten kota (Studi Investasi Kesehatan Ibu dan Anak), ditemukan bahwa hampir seluruh daerah memiliki masalah di sector pembiayaan kesehatan yang hampir sama yaitu keterbatasan biaya operasional untuk pelayanan kesehatan dasar. Beberapa pemerintah daerah masih sangat terbatas dalam mencukupi kebutuhan biaya operasional pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Pustu, dsb) di daerahnya Serta masih terjadi disparitas antar berbagai determinan sosial di masyarakat yang meliputi perbedaan antar wilayah, antar pendidikan masyarakat, antar sosial ekonomi masyarakat dan determinan sosial lainnya. Dari sinilah muncul isu utama, yaitu apakah mungkin kehadiran program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) menjadi solusi atas permasalahan dalam operasional pelayanan kesehatan dasar di daerah tersebut?

Tujuan Pertemuan:

Menyajikan gambaran pembiayaan dan sumber pendanaan KIA di 4 distrik studi investasi kesehatan ibu dan anak. Mendiskusikan strategi pembiayaan dan sumber pendanaan KIA masa mendatang berbasis kondisi sosio ekonomi dan geografis serta peluang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) menjadi solusi atas permasalahan pembiayaan operasional pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Materi yang disajikan: Sesi 1: Penyajian hasil analisis kebutuhan pembiayaan kesehatan ibu dan anak, berdasarkan studi investasi KIA (Investment case study), serta peluang pemanfaatan dana BOK sebagai solusi atas permasalahan pembiayaan operasional KIA. Penyaji: 1. Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD 2. Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt, Mkes. 3. Deni Harbianto, SE Untuk download materi silahkan klik Materi dibawah :

Materi Sesi I Materi Sesi II

Sesi 2: Diskusi Moderator: Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD Peserta yang diharapkan: Sesditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Kesehatan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jejaring Kesehatan Ibu dan Anak Bappenas Dinas Kesehatan Perhimpunan Profesi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Lembaga Donor Tempat dan waktu Hari/tanggal : Selasa, 10 Mei 2011 Jam : 12.00 15.00 WIB Tempat : MMR UGM Jakarta, Gedung Granadi, Lantai 10, Jln H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan Informasi Lebih Lanjut: Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Gedung IKM Sayap Utara Lt.2 Fakultas Kedokteran UGM

Jalan Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281, Indonesia Kontak: Angelina Yusridar Ph: (0274) 549425, 08111498442 Email: [email protected] 5 PROGRAM UNGGULAN DEPKES selasa (25/10), Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH membuka Rapat Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program (Rakorpop) tahun 2011 dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Klaster IV dalam Rangka Peningkatan Kehidupan Nelayan, di Jakarta. Dalam sambutannya Menkes menyatakan, ada 5 program yang mendapat perhatian khusus dalam Rakor ini, yaitu: Jamkesmas, Jampersal, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan Terluar (DTPK), dan Pelayanan Kesehatan Klaster IV. Empat program pertama adalah program unggulan pembangunan kesehatan 2010-2014. Keempatnya diharapkan akan mempercepat pencapaian MDGs dan sasaran-sasaran pembangunan kesehatan lainnya. Program kelima adalah program baru, kata Menkes. Program Jamkesmas bertujuan meningkatkan akses masyarakat miskin dan tidak mampu pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Program Jampersal dimaksudkan untuk meningkatkan akses ibu hamil yang tidak mempunyai jaminan kesehatan pada pelayanan kesehatan ibu, anak, dan KB yang bermutu. Dengan demikian akan berdampak pada penurunan angka kematian ibu dan angka kematian anak, serta peningkatan kepesertaan KB pasca persalinan. Tahun 2011, pemerintah menganggarkan Rp 6,3 triliun untuk program Jamkesmas dan Jampersal. Sampai dengan Oktober 2011, total dana yang telah diluncurkan adalah sebesar 4,5 triliun rupiah (72,35%), jelas Menkes. Program BOK dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Puskesmas di lapangan yang difokuskan pada upaya promotif dan preventif. Sampai awal Oktober 2011, 430 Kab/kota telah mencairkan dana BOK. Masih ada 62 kabupaten/kota (12,6%) yang belum mencairkan dana BOK. Hingga saat ini baru 30% dari total anggaran BOK sebesar Rp. 904,5 milyar yang terserap. Kementerian Kesehatan telah menyediakan hotline 082113251532 atau 082113236205, SMS gateway di 08119207112 dan SITUS www.gizikia.depkes.go.id untuk berkomunikasi jika ada masalah di lapangan yang perlu dikonsultasikan, kata Menkes. Menkes menyatakan, pelayanan kesehatan di DTPK merupakan salah satu upaya meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan bermutu, mengkonsolidasikan persatuan nasional, dan menjaga keutuhan NKRI. Upaya tersebut berupaPeningkatan ketersediaan, kualitas serta pemerataan tenaga kesehatan di DTPK; Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit di DTPK; Peningkatan pembiayaan kesehatan; Pengadaan

perbekalan, obat dan alkes; Pemberdayaan masyarakat. Selain itu dilakukan upaya inovatif, antara lain penyediaan RS bergerak, pelayanan dokter terbang, penyediaan Puskesmas keliling untuk wilayah daratan dan perairan, serta pengembangan dokter dengan kewenangan tambahan. Masalah infrastruktur kerap menjadi kendala kegiatan di DTPK. Di samping itu, penempatan tenaga kesehatan di DTPK juga perlu didukung sarana dan kesejahteraan yang memadai, tambah Menkes. Selain 5 program khusus, dibahas pula upaya percepatan pembangunan kesehatan, yaitu Gerakan Nasional Kebersihan Indonesia, Pengembangan Sistem Infomasi Kesehatan, dan Kampanye Pengendalian HIV/AIDS: Aku bangga, Aku tahu. Menkes menambahkan, program yang akan dilaksanakan dengan gencar di tahun 2012, adalah upaya promotif dan preventif untuk Penyakit Tidak Menular (PTM). PTM meliputi penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, penyakit paru obstruktif, kanker, gangguan emosional dan kelainan jiwa, penyakit indera dan kesehatan gigi. Selain itu, Kemenkes berkomitmen melaksanakan Program Klaster IV Bidang Kesehatan. Keberhasilan program ini diharapkan akan meningkatkan derajat kesehatan, kualitas hidup, dan Indeks Pembangunan Manusia dari kelompok masyarakat di Klaster IV - khususnya masyarakat nelayan. Kemenkes memberikan perhatian khusus pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat nelayan dan penyediaan sarana air bersih. Rakor dihadiri Wakil Menteri Kesehatan, Para Pejabat Eselon-1 di lingkungan Kementerian Kesehatan, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya - Kementerian Kelautan dan Perikanan, Para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dari seluruh Indonesia, Para Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Para Direktur Utama RS. Menkes menegaskan, tahun 2011 ini, proses perencanaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan Kemenkes dilaksanakan dengan menempatkan provinsi sebagai koordinator perencanaan dan penganggaran yang diusulkan kabupaten/kota di wilayahnya serta turut menentukan alokasi anggaran sesuai prioritas. Provinsi diharapkan menentukan prioritas berdasarkan besaran masalah dan kebutuhan spesifik daerah dengan mempertimbangkan kondisi setempat. Provinsi harus mampu mengkoordinasikankan kabupaten/kota agar usulan yang disampaikan sejalan dengan prioritas nasional, ujar Menkes. Menkes mencontohkan, dalam pengembangan RS, prioritas Kemenkes adalah meningkatkan kapasitas tempat tidur kelas III. Tetapi masih ada kabupaten/kota yang rumah sakitnya masih memerlukan tambahan tempat tidur kelas III, tetapi yang diusulkan justru kegiatan lain di RS.

Add c

Audio Streaming

Policy Document

Agenda Sudah Berjalan

Diskusi Ilmiah 2011

Topik 1 : Kebijakan Reformasi Pelayanan Kesehatan Topik 2 : Kebijakan Pembiayaan Kesehatan Topik 3 : Kebijakan & Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak

Diskusi Ilmiah 2010

SDM Kesehatan Pengendalian Tembakau Insentif Pajak Rumah Sakit Kebijakan SDM Kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak Obat dan Perbekalan Pembiayaan Kesehatan

Statistik Pengunjung

Hari ini Kemarin Minggu ini Bulan ini Total

1262 1579 1262 25036 221795

Visitors Counter 2011 Copyright Kebijakan Kesehatan Indonesia

7 Votes

13 Sasaran Program Millenium Development Goals (MDGs)Tanggal : 29 August 2010 | Oleh : Putu Sudayasa | Skip ke Komentar |

Dalam era millenium saat ini, program unggulan Millenium Development Goals (MDGs) menjadi tema pokok pembangunan nasional. Khususnya dalam bidang kesehatan, program MDGs, mempunyai sasaran tertentu, yang bertujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan dan pencapaian pembangunan derajat kesehatan masyarakat. Sasaran umum yang terjabarkan dalam program MDGs, meliputi delapan tujuan, yaitu: 1. Memberantas kelaparan dan kemiskinan yang ekstrim 2. Memperoleh pendidikan dasar 3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi jumlah kematian anak 5. Meningkatkan kesehatan maternal (kesehatan ibu) 6. Memerangi infeksi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya 7. Menjamin kelangsungan lingkungan hidup

8. Mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan Kemudian delapan sasaran umum itu, dikembangkan melalui program Ditjen Bina Kesmas, Kementrian Kesehatan RI, dengan lima tambahan sasaran utama MDGs, yakni : 1. Meningkatkaan cakupan antenatal 2. Meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih 3. Meningkatkan cakupan neonatal 4. Meningkatkan prevalensi kurang gizi pada balita 5. Meningkatkan tingkat kunjungan penduduk miskin ke puskesmas. (dirangkum dari Buku Agenda Penerimaan Nakes Teladan Puskesmas Tingkat Nasional Tahun 2010, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat)Kategori : ADVOKATIF, Kebijakan Publik | Komentar : 11 Komentar

13 Sasaran Program Millenium Development Goals (MDGs)Tanggal : 29 August 2010 | Oleh : Putu Sudayasa | Skip ke Komentar |

Dalam era millenium saat ini, program unggulan Millenium Development Goals (MDGs) menjadi tema pokok pembangunan nasional. Khususnya dalam bidang kesehatan, program MDGs, mempunyai sasaran tertentu, yang bertujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan dan pencapaian pembangunan derajat kesehatan masyarakat. Sasaran umum yang terjabarkan dalam program MDGs, meliputi delapan tujuan, yaitu: 1. Memberantas kelaparan dan kemiskinan yang ekstrim 2. Memperoleh pendidikan dasar 3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi jumlah kematian anak 5. Meningkatkan kesehatan maternal (kesehatan ibu) 6. Memerangi infeksi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya 7. Menjamin kelangsungan lingkungan hidup

8. Mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan Kemudian delapan sasaran umum itu, dikembangkan melalui program Ditjen Bina Kesmas, Kementrian Kesehatan RI, dengan lima tambahan sasaran utama MDGs, yakni : 1. Meningkatkaan cakupan antenatal 2. Meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih 3. Meningkatkan cakupan neonatal 4. Meningkatkan prevalensi kurang gizi pada balita 5. Meningkatkan tingkat kunjungan penduduk miskin ke puskesmas. (dirangkum dari Buku Agenda Penerimaan Nakes Teladan Puskesmas Tingkat Nasional Tahun 2010, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat)Kategori : ADVOKATIF, Kebijakan Publik | Komentar : 11 Komentar

13 Sasaran Program Millenium Development Goals (MDGs)Tanggal : 29 August 2010 | Oleh : Putu Sudayasa | Skip ke Komentar |

Dalam era millenium saat ini, program unggulan Millenium Development Goals (MDGs) menjadi tema pokok pembangunan nasional. Khususnya dalam bidang kesehatan, program MDGs, mempunyai sasaran tertentu, yang bertujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan dan pencapaian pembangunan derajat kesehatan masyarakat. Sasaran umum yang terjabarkan dalam program MDGs, meliputi delapan tujuan, yaitu: 1. Memberantas kelaparan dan kemiskinan yang ekstrim 2. Memperoleh pendidikan dasar 3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi jumlah kematian anak 5. Meningkatkan kesehatan maternal (kesehatan ibu) 6. Memerangi infeksi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya 7. Menjamin kelangsungan lingkungan hidup

8. Mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan Kemudian delapan sasaran umum itu, dikembangkan melalui program Ditjen Bina Kesmas, Kementrian Kesehatan RI, dengan lima tambahan sasaran utama MDGs, yakni : 1. Meningkatkaan cakupan antenatal 2. Meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih 3. Meningkatkan cakupan neonatal 4. Meningkatkan prevalensi kurang gizi pada balita 5. Meningkatkan tingkat kunjungan penduduk miskin ke puskesmas. (dirangkum dari Buku Agenda Penerimaan Nakes Teladan Puskesmas Tingkat Nasional Tahun 2010, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat)Kategori : ADVOKATIF, Kebijakan Publik | Komentar : 11 Komentar