skleritis

25
Allysa Desita Maghdalena Parinussa 102011105 – A9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat [email protected] Pendahuluan Mata merupakan salah satu anugerah dari Tuhan, tanpa mata kita tidak dapat melihat indahnya dunia ini. Dalam perjalanannya ada berbagai macam penyakit yang dapat membuat fungsi dari mata terganggung. Entah terganggu penglihatannya ataupun ketidaknyamanan yang dirasakan akibat mata merah, gatal atau berair. Pada makalah kali ini saya akan membahas tentang mata merah visus normal, spesifiknya tentang seorang wanita 45 tahun memiliki keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah. Pada pemeriksaan didapatkan visus normal. Pada konjungtiva bulbi di dapatkan benjolan putih dekat limbus. Lensa dan posterior segmen dalam batas normal. Pembahasan 1. Anatomi mata Untuk dapat mempelajari dan mengerti dengan baik kelainan ataupun penyakit mata, kita harus mempunyai dasar yang cukup tentang anatomi mata. Di dalam makalah ini akan dijelasakan 1

Upload: allysa-desita

Post on 22-Jul-2016

124 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah pbl blok 23

TRANSCRIPT

Page 1: Skleritis

Allysa Desita Maghdalena Parinussa

102011105 – A9

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat

[email protected]

Pendahuluan

Mata merupakan salah satu anugerah dari Tuhan, tanpa mata kita tidak dapat melihat

indahnya dunia ini. Dalam perjalanannya ada berbagai macam penyakit yang dapat membuat

fungsi dari mata terganggung. Entah terganggu penglihatannya ataupun ketidaknyamanan

yang dirasakan akibat mata merah, gatal atau berair. Pada makalah kali ini saya akan

membahas tentang mata merah visus normal, spesifiknya tentang seorang wanita 45 tahun

memiliki keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah. Pada pemeriksaan didapatkan visus

normal. Pada konjungtiva bulbi di dapatkan benjolan putih dekat limbus. Lensa dan posterior

segmen dalam batas normal.

Pembahasan

1. Anatomi mata

Untuk dapat mempelajari dan mengerti dengan baik kelainan ataupun penyakit mata,

kita harus mempunyai dasar yang cukup tentang anatomi mata. Di dalam makalah ini akan

dijelasakan secara singkat tentang rongga orbita, bola mata dan adneksa yang terdiri atas

palpebra dan lakrimal.1

- Rongga orbita

Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk

seperti piramida berisi empat dengan puncak menuju kearah foramen optic. Masing-masing

sisi tulang orbita berbentuk lengkung seperti buah peer yang menguncup kea rah apeks dank

anal optic. Dinding medial rongga orbita kanan berjalan kurag lebih sejajar dengan dinding

medial rongga orbita kiri dan berjarak sekitar 25 mm pada orang dewasa. Di bagian belakang

dari rongga orbita terdapat tiga tulang:1

Foramen optic yang merupakan ujung bagian orbita kanal optic member jalan kepada

saraf optic, arteri oftalmik dan saraf simpatik.

1

Page 2: Skleritis

Fisura orbita superior yang dilalui oleh vena oftalmik, saraf-saraf untuk otot-otot mata

(N III, N IV dan N VI) serta saraf pertama saraf trigeminal.

Fisura orbita inferior yang dilalui cabang ke-II N V, saraf maksila serta arteri

infraorbita yang merupakan sensorik untuk daerah kelopak mata bawah, pipi, bibir

atas dan gigi bagian atas.

Sekitar tulang orbita didapatkan ruangan-ruangan seperti rongga hidung dan beberapa

sinus seperti sinus etmoid, sphenoid, frontal dan maksila.1

Isi rongga orbita terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, 6 otot penggerak bola

mata, kelenjar air mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI,

lemak dan fasia yang merupakan bantalan untuk bola mata.1

Periosteum dinding rongga orbita (periorbita), berjalan dari tepi rongga orbita ke

dalam kedua tarsus palpebra bersama dengan ligament kantus lateral dan medial membentuk

septum orbita yang menutup lubang rongga orbita di bagian depan.1

Kapsul Tenon merupakan suatu lapis fasia yang menyelebungi bola mata dari tepi

kornea ke belakang memisahkan bola mata dengan lemak orbita.1

Arteri rongga orbita berasal dari arteri oftalmik sedang venanya masuk ke dalam vena

oftalmik yang melalui fisura orbita superior masuk ke dalam sinus kavernosa.1

Saraf orbita bersifat motorik dan sensorik; saraf cranial III, IV dan VI adalah motorik

dan mempersarafi otot prgerak bola mata. Saraf sensorik adalah cabang pertama dan kedua

saraf cranial V. Ganglion siliar terletak di sebelah luar saraf optic, menerima serabut-serabut

motorik saraf cranial III, sensorik saraf cranial V dan serabut saraf simpatik.1

- Bola mata

Pada anatomi bola mata akan dijelaskan anatomi bola mata dari anterior ke posterior.

Palpebra

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma,

trauma terhadap sinar dan pengeringan bola mata. Ganguan penutupan kelopak akan

mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus.2

Dalam keadaan membuka palpebra member jalan masuk ke dalam bola mata yang

dibutuhka untuk penglihatan. Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi

karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup

kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang terdapat pada

permukaan bola mata.1

Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan

persyarafannya masing-masing. Menutup mata adalah pekerjaan adalah pekerjaan otot

2

Page 3: Skleritis

orbicular yang dipersarafi saraf fasial (N.VII). Otot kelopak mata berfungsi untuk

mengedipkan mata. Membuka mata dikerjakan oleh otot levator palpebra yang dipersarafi

saraf okulomotor (N.III). Otot ini menempel pada batas atas tarsus dan pada kulit di bagian

tengah kelopak mata atas.1

Gambar 1. Anatomi Palpebra

Glandula lakrimal

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak didaerah temporal bola mata. Sistem

ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus

nasolakrimal, meatus inferior.2

Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu: sistem produksi atau glandula lakrimal.

Glandula lakrimal terletak pada temporo antero superior rongga orbita. Sistem ekskresi, yang

terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal.

Sakus lakrimal terletang dibagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan

mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.2

3

Page 4: Skleritis

Gambar 2. Anatomi Glandula Lacrimal

Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola

mata terutama kornea.2

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:2

a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakan dari tarsus.

b. Konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera di bawahnya.

c. Konjungtiva fornises yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di

bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Sklera

Merupakan jaringan ikat yang kenyal an memberikan bentuk pada mata. Bagian putih

bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola

4

Page 5: Skleritis

mata. Sclera berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus

sclera, berjalan dari papil saraf optic sampai di kornea. Bagian terdepan sclera disebut kornea,

kelengkungan kornea lebih besar daripada sclera.2

Kornea

Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang merupakan bagian yang jernih dan

bening, bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal

dibanding arah vertical. Kornea memiliki lima lapisan:1

a. Epitel merupakan lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanpa

tanduk. Bagian terbesar ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Daya regenerasi epitel

cukup besar, sehingga bila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa

membentuk jaringan parut.

b. Membrane bowman terdiri atas jaringan serat kolagen kuat yang mempertahankan bentuk

kornea. Bila terjadi kerusakan membrane bowman akan terbentuk jaringan parut.

c. Stroma merupakan lapisan paling tebal dari kornea. Stroma bersifat higroskopis yang

menarik air dari bilik mata depan. Kadar air dalam stroma relative tetap yang diatur oleh

fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel. Jika fungsi endotel kurang baik

makan akan terjadi udem kornea.

d. Membran descemet merupakan pelindung atau barier infeksi dan masuknya pembuluh

darah.

e. Endotel merupakan jaringan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea. Sel

endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma korea. Tidak mempunyai daya

regenerasi sehingga jika terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi.

Uvea

Lapisan vascular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.

Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam bola mata.2

Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil

(sfingter pupil) dan radial tegak lurus (dilatators pupil). Iris menipis di dekat perlekatan di

badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf

cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.1

Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot

siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini

berkontraksi ia menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, mendorong

5

Page 6: Skleritis

zonulla zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi prosesus siliar adalah

memproduksi cairanan mata atau humor akuos.1

Koroid adalah suatu membrane yang berwarna coklat tua, yang terletak diantara sclera

dan retina terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optic. Koroid kaya pembuluh darah

dan berfungsi terutama member nutrisi kepada retina bagian luar.1

Lensa

Merupakan bagian yang bening, bikonveks dengan ketebalan sekitar 5 mm dan

berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung

dibanding bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang

dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh

zonula zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nucleus) dan

bagian tepi (korteks). Nucleus lebih keras dibanding korteks. Dengan bertambahnya umur,

nucleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa

mempunyai konsistensi nucleus. Fungsi lensa adalah untuk membiaskan cahaya, sehingga

difokuskan pada retina.1

Vitreus

Vitreus atau badan kaca merupakan suatu haringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dan retina. Vitreus bersifat semi cair di dalam bola mata. Peranannya mengisi

ruang untuk meneruksan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan

kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.2

Retina

Adalah suatu membrane yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabut-serabut

saraf optic letaknya antara vitreus dan koroid. Merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima ransangan cahaya.2

Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula

lutea (bintik kuning) yang berperan penting untung tajam penglihatan.1

Retina yang mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan:1

a. Membrane limitan dalam, merupakan bagian paling dalam.

b. Lapisan serabut saraf, dalam lapisan ini terdapat cabang-cabang utama pembulu retina.

c. Lapisan sel ganglion, merupakan suatu lapisan sel saraf bercabang.

d. Lapisan plesiform dalam.

e. Lapisan nuklues dalam, terbentuk dari badan dan nucleus sel-sel bipolar.

f. Lapisan pleksiform luar.

6

Page 7: Skleritis

g. Lapisan nucleus luar, terutama terdiri atas nuclei sel-sel visual atau sel kerucut atau sel

batang.

h. Membrane limitan luar

i. Lapisan batang dan kerucut, merupakan lapisan penangkap sinar.

j. Lapisan epitel pigmen.

Gambar 3. Anatomi Bola Mata

Bola mata digerakan oleh enam otot yang disebut otot luar mata (ekstrinsik) terdiri

atas empat otot rektus dan dua otot oblik. Otot rektus terdiri atas empat otot rektus terdiri atas

otot rektus medial, rektus lateral, rektus superior dan rektus inferior.1

Origo otot oblik superior terletak pada terletak pada annulus zinn di atas origo otot

rektus superior. Otot oblik ini menuju kea rah bagian nasal orbita, melalui troklea kemudian

membelok ke belakan, dibawah otot rektus superior selanjutnya berinserasi pada sclera

dibelakang ekuator. Origo otot oblik inferior terletak pada dinding nasal orbita, menyilang di

bawah otot rektus dan berinsersi pada sclera kwadran belakang lateral inferior bola mata di

bawah otot rektus lateral.1

7

Page 8: Skleritis

Gambar 4. Anatomi Otot Bola mata

2. Anamnesis

Setiap pemeriksaan selalu diawali dengan anamnesis. Pada kasus ini anamnesis

dilakukan secara auto-anamnesis, karena pasien mampu menjawab secara baik pertanyaan

yang diberikan. Yang pertama ditanyakan adalah identitas pasien yang meliputi; nama,

alamat, usia dan alamat serta pekerjaan jika pekerjaan yang pasien lakukan sehari-hari

merupakan faktor resiko dari keluhan utama pasien. Pada skenario ini, pasien adalah seorang

wanita 45 tahun.

Setelah itu tanyakan keluhan utama pasien. Pasien wanita tersebut datang ke poli

ukrida dengan keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah. Tanyakan sejak kapan pasien

mengalami keluhan utamanya tersebut.

Tanyakan riwayat penyakit sekarang yang dialami oleh pasien. Beberapa anamnesis

khusus mengenai mata yaitu:3

Berapa lama mata tampak merah?

Adakah rasa tidak nyaman atau iritasi?

8

Page 9: Skleritis

Apakah terasa nyeri? Apakah lebih buruk bila mata digerakkan? Adakah nyeri kepala yang

menyertainya?

Adakah gangguan penglihatan?

Apakah mata terasa lengket? Adakah eksudat?

Apakah mata terasa kering atau perih?

Adakah tanda sistemik (misalnya demam, malaise, muntah, atralgia, atau ruam)?

Adakah rasa gatal pada mata atau adakah variasi musiman?

Adakah fotofobia?

Selanjutnya tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah pasien adalah seorang

penderita diabetes mellitus atau penderita hipertensi. Hal ini penting jika mungkin dari

penyakit yang sebelumnya diderita pasien dapat menimbulkan masalah atau komplikasi pada

mata. Pada riwayat penyakit dahulu hal penting yang perlu ditanyakan juga adalah adakah

riwayat masalah mata sebelumnya, dan apakah pasien mengunakan lensa kontak atau tidak.

Tanyakan apakah dilingkungan tempat pasien tinggal atau bekerja ada anggota

keluarga atau teman yang menderita seperti yang dialami pada pasien atau tidak.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pemeriksaan mata adalah pemeriksaan visus,

pemeriksaan segmen anterior maupun posterior, pemeriksaan gerak bola mata, pemeriksaan

lapang pandang dan pemeriksaan tekanan bola mata.

Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan dilakukan dengan menggunakan snelen

chart. Jarak pasien dengan snellen adalah 6 meter (=20 feet). Visus normal adalah 6/6 atau

20/20. bila saat pemeriksaan visus, visus pasien tidak ,mencapai 20/20 maka lakukan pinhole.

Bila dengan pinhole visus bertambah baik, terdapat gangguan refraksi tetapi bila tidak

terdapat gangguan media refraksi. Sedangkan bila pasien tidak dapat melihat snellen chart

lakukan fingger counting, dimana pasien diminta menyebutkan jari yang ditunjukkan dari

jarak 1meter kemudian mundur 2meter-6meter. Bila pasien masih tidak dapat menyebutkan

jari, lakukan pemeriksaan hand movement, yaitu dengan menggoyangkan tangan ke kiri ke

kanan atau ke atas ke bawah dan minta pasien menyebutkan arahnya. Apabila pasien tidak

dapat melihat goyangan tangan, periksalah dengan memberikan sinar lampu (penlight) dari

superior, inferior, nasal dan temporal, pasien diminta menyebutkan arah sinar.

Pada pemeriksaan anterior yang dilakukan adalah melihat keaadaan bola mata, area

lakrimal, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva bulbi dan palebra, kornea COA, iris pupil

serta lensa mata. Laporkan hasil pemeriksaan, adakah eksoftalmos/endotalmus, trikisasis,

9

Page 10: Skleritis

adakah hiperemis pada konjungtiva, adakah sikatrik, ataupun sekret, apakah kornea maupun

COA jernih, apakah COA dalam/ dangkal, warna iris, warna,bentuk dan refleks cahaya pupil

dan kejernihan lensa.

Segmen posterior dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop (pemeriksaan

funduskopi). Yang dilihat pada pemeriksaan ini adalah refleks fundus, kejernihan vitreus,

warna, bentuk dan batas papil, CD ratio, perbandingan arteri vena, refleks makuka serta

retina, apakah ada eksudat, pendarahan ataupun ablasio retina.

Pemeriksaan tekanan bola mata bisa dilakukan dengan alat yaitu dengan tonometer

schiotz ataupun dengan manual. Cara manual dilakukan dengan palpasi bagian sklera setelah

pasien diminta melihat kebawah. Bandingkan dengan penekanan sklera sendiri.4

Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan tes konfrontasi. Pada tes ini pasien

dan pemeriksa duduk berhadapan sama tinggi. Pasien diminta menutup mata kiri dan

pemeriksa menutup mata kanan. Cek pergerakan mata dari 8 arah, dengan mata tidak boleh

melirik ke benda yang digerakkan.

Lakukan setiap pemeriksaan dengan memeriksa mata kanan terlebih dahulu, kecuali

pemeriksaan gerakan bola mata dimana kedua mata diperiksa sekaligus dengan mengecek

pergerakan kedua bola mata ke 8 arah dengan menggambarkan huruf H di hadapan pasien.4

Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien tidak ditemukan adanya penurunan

ketajaman penglihatan. Pada konjungtiva bulbi di dapatkan benjolan putih dekat limbus.

Lensa dan posterior segmen dalam batas normal.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium bermanfaat untuk mengidentifikasi penyakit sistemik

terkait atau untuk menentukan sifat reaksi imunologis terkait. Pemeriksaan laboratorium pada

skleritis sebagai berikut:5

Hitung darah lengkap dan laju endap darah

Kadar komplemen serum (C3)

Kompleks imun serum

Faktor rematoid serum

Antibodi antinukleus serum

Rontgen dada

Pemeriksaan sinar X orbita untuk melihat apakah ada benda asing terutama untuk skleritis

noduler

Kadar asam urat serum

10

Page 11: Skleritis

Urinalisis

5. Diagnosis banding

Dari pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis sementara atau diagnosis banding yang

dapat diambil adalah episkleritis, pterigium dan pinguekula.

- Episkleritis

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sclera. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama

perempuan usia pertengaan dengan penyakit bawaan rematik.2

Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit

ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang yang terjadi pada

episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas

dan warna merah ungu dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau

ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan member rasa sakit, rasa sakit akan menjalar

kesekitar mata.2

Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva diatasnya, maka akan

mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit

dimulai dari episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau

berapa bulan.2

Komplikasi pada episkleritis, jarang sekali dijumpai dan kalaupun ada hanya ringan,

misalnya keratitis superficialis. Pengobatan berupa tetes mata kortikosteroid, yang diberikan

empat kali sehari.1

- Pterigium

Pterigium merupakan konjungtivita bulbi patologik yang menunjukan penebalan,

berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke dalam kornea, dengan puncak

segitinya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterigium.1

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu cahaya sinar matahri dan udara

yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,

radang dan degenerasi.2

Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau dapat memberikan keluhan mata

iritatif, merah dan mungkin akan menimbulkan astigmat yang kan memberikan keluhan

gangguan penglihatan.2

11

Page 12: Skleritis

Tetapi ada pula yang datang dengan mengemukakan adanya sesuatu yang tumbuh

diatas kornenya. Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan rasa khawatir akan adanya

keganasan atau alasan kosmetik.1

Gambar 5. Pterigium

- Pinguekula

Kelainan ini terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian

temporal, didaerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan bewarna

putih-kuning keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lender. Secara

histopatologik pada puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin.1

Pinguekula dapat ditemui pada orang dewasa laki-laki, maupun perempuan tidak

menimbulkan keluhan, kecuali apabila menunjukan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam

keadaan iritasi, maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing.1

Pasien umunya datang pada dokter karena adanya peradangan tersebut; atau karena

penonjolan yang jelas, sehingga pasien khawatir akan suatu keganasan, atau karena alasan

kosmetik.1

12

Page 13: Skleritis

Gambar 6. Pinguekula

6. Diagnosis kerja

Diagnosis kerja yang diambil berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan pada pasien

adalah skleritis.

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh dekstruksi

kolagen, sebukan sel, dan keainan vaskuler yang menandakan adanya vaskulitis. Pada banyak

kasus, kelainan-kelainan ini murni diperatarai oleh proses imunologis, yakni terjadi reaksi

tipe IV(hipersensitivitas tipe lambat) dan tipe III(kompleks imun) dan disertai penyakit

sistemik. Pada beberapa kasus mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah

kasus proses imunologisnya tampaknuya dicetuskan oleh proses-proses lokal contohnya pada

bedah katarak.5

Peradangan pada sklera ini lebih berat dibandingkan dengan episkleritis baik dalam

gambaran klinik maupun dari perjalanan penyakitnya. Penyakit ini jarang ditemukan dengan

onset perlahan atau dapat mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kamuhan.

Skleritis dibedakan menjadi skleritis anterior difus dan nodular, dan skleritis posterior.

Skleritis dapat mengenai satu mata aupun dua mata.1

Skleritis diklasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnya. Dikenal 2 jenis

utama yaitu anterior dan posterior. Skleritis anterior dibagi menadi tipe difus, nodular, dan

nekrotikan. Tipe nekrotikan dibagi lagi sesuai dengan ada tidaknya peradangan. Semua

bentuk skleritis memperlihatkan penurunan perfusi vaskular pada angigrafi segn=men

anterior. Pada skleritik nekrotikan, juga terjadi sumbatan pembuluh darah, terutama pada

subkelompok pada peradangan yang gambaran utamanya adalah sumbatan arteriol. Skleritik

nekrotikan juga disertai berkurangnya jaringan sklera.5

13

Page 14: Skleritis

Semua bentuk skleritis anterior cenderung progresif, biasanya berupa perluasan

sirkumferensial dari daerah yang sebelumnya sudah terkena. Perbedaan utama antara bentuk

skleritis difus dan noduler sederhana dengan skleritis nekrotikan adalah skala waktu

progresifitas. Pada skleritik nekrotikan disertai peradangan, waktunya mungkin hanya

beberapa minggu sebelum mata hancur, sehingga harus segera dilakukan pemeriksaan dan

terapi. Pada skleritis nekrotikan tanpa peradangan (skleromalasia perforans), pasien sering

datang dengan penyakit yang telah meluas.

7. Epidemologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian

diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan

94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia

belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau

bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-

kambuhan.

Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita

lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama

terjadi antara 50-60tahun.6

8. Etiologi

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh proses

imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks

imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba

langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-

proses lokal, misalnya bedah katarak.5

Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:5

Penyakit Autoimun: Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa,

Polikondritis berulang, Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik,

Pioderma gangrenosum, Kolitis ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatik

Penyakit Granulomatosa : Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada (jarang)

Gangguan metabolik: Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif

Infeksi: Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Infeksi oleh

Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus

14

Page 15: Skleritis

Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa),

Mekanis (cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak

Tidak diketahui

9. Patofisiologi

Terjadinya disregulasi pada penyakit autoimun secara umum merupakan faktor

predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang

berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik

granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem

imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada

pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post

kapiler (mikroagiopati inflamasi) dan respon imun sel perantara. Sifat autoimun skleritis juga

berhubungan dengan penyakit sistemik yang mendasarinya.6

10. Gejela klinis

Rasa nyeri yang berat bersifat konstan dan tumpul disamping terdapat mata yang

merah dan berair, sklera membengkak. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu

yang kadang-kadang membangunkan sewaktu pasien tidur akibat sakit yang sering kambuh.

Pada skleritis difus peradangan sklera lebih luas, tetapi perjalanan penyakitnya lebih ringan.

Sedangkan pada skleritik nefrotik dapat menyebabkan kerusakan sklera yang berat. Pada

segmen posterior dapat bermanifrestasi sebagai edema periorbita, proptosis, pembatasan

gerak mata dan penurunan penglihatan. Tanda-tanda segmen posterior adalah viritis,

pembenkakan diskus, edem makula dan pelepasan retina eksudatif.5

Diagnosis skleritis posterior ini didasarkan pada ultrasonografi atau dengan CT scan.

Pada USG penebalan lokal dapat mirip dengan melanoma maligna. Banyak pasien

terdiagnosis skleritis posterior hanya setelah terjadi enukleasi untuk kelainan ini atau setelah

dugaan diagnosis lain.5

11. Penatalaksanaan

Terapi awal yaitu obat anti inflamasi non steroid sistemik. Obat pilihannya yaitu

indometasin 100mg per hari, atau ibuprofen 300mg per hari. Pada sebagian besar kasus, nyeri

cepat meredah diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2

minggu atau setelah tampak adanya penyumbatan vaskuler , maka terapi steroid harus segera

dimulai yaitu terapi steroid sistemik dsis tinggi.Steroid ini diberikan peroral yaitu prednison

15

Page 16: Skleritis

80mg per hari yang kemudian diturunkan dengan cepat selama 2 minggu sampai dosis

pemeliharaan sekitar 10mg per hari. Obat-obat imunosupresif yang lain juga dapat

digunakan. Steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat menjadi terapi tambahan untuk

terapi sitemik. Apabila ditemukan adanya infeksi maka dapat diberikan terapi spesifik.5

Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera atau

kornea. Tindakan operasi diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi mikroba

atau pada granulomatosis Wegener atau poliartritis nodusa yang disertai penyulit perforasi

kornea. Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali pada stadium dini telah

diimulainya terapi. Namun pada stadium dini sering tidak ada gejala, sebagian esar kasus

tidak diobati sampai timbul penyulit.5

12. Komplikasi

Dibandingkan dengan episkleritis, komplikasi akibat skleritik jauh lebih sering dan

lebih berat. Skleritis biasanya disertai dengan peradangan daerah sekitarnya seperti uveitis

atau bisa juga mengallami keratitis sklerotikan. Pada sklera akibat terjadinya nekrossi sklera

atau skleramalasia maka akan terjadi perforasi pada sklera. Keratitis sklerotikan yaitu

kekeruhan koornea akibat peradangan sklera. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga

yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. hal ini terjai akibat gangguan susunan

serat kolagen stroma.2

13. Progonosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Pada kasus skleritis

idiopatik dapat ringan, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik

merupakan tipe yang paling destruktif dan merupakan skleritis dengan penipisan sklera yang

luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada

tipe skleritis yang lainnya.5

Kesimpulan

Pasien wanita 45 tahun ini didiagnosa terkena skleritis pada mata kanan. Skleritis

adalah gangguan granulomatosa kronik. Kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh

proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III

(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik.

Daftar pustaka

16

Page 17: Skleritis

1. Sidarta H Ilysa, Mailangkay H H B, Taim Hilman, dkk. ilmu penyakit mata.Edisi ke-

2: Jakarta; 2010.h.107-11.

2. Sidarta H Ilyas, Rahayu S Yuliantu. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4 Jakarta: FKUI;

2013.h.116-20.

3. Safitri A, ed. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga, 2006.

h.49.

4. Sutanti YS, ed. Buku panduan keterampilan klinik (skills lab). Jilid 6. Jakarta : Biro

publikasi FK UKRIDA, 2008. h.26-40.

5. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor.

Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73.

6. Maza, MS. Scleritis. http://www.emedicine.com [diakses 19 Maret 2014 jam 20.00

WIB]

17