skkk1 rhinitis alergi.docx

21
TUGAS MANDIRI SKENARIO : PILEK DI PAGI HARI (BLOK RESPI SK 1) LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernapasan Atas 1.1 Makroskopis Anatomi Saluran Pernapasan Atas Anatomi Hidung Terbentuk oleh tulang (os nasal), tulang rawan (cartilago) dan otot. Bagian penting yg terdapat pada hidung adalah Nares anterior = apertura nasalis anterior (lubang hidung), Vestubulum nasi, Cavum nasi (rongga) dan Septum nasi (sekat). Vestubulum nasi merupakan tempat muara nares anterior (batas epitel kulit dgn mucusa hidung). Terdapat cilia yang kasar yang berfungsi sebagai saringan udara yang masuk ketika inspirasi. Cavum nasi adalah bagian dalam rongga hidung yang bebrbentuk terowongan. Dimulai dari nares anterior sampai ke nares posterior keluar di nares posterior (choana) dan dilanjutkan ke daerah nasopharyng. Septum nasi merupakan sekat yang membatsi antara kedua rongga hidung yang berasal dari tulang dan tulang rawan serta jaringan mucusa. Yang berasal dari tulang dan cartilago sbb : 1. Cartilago septi nasi 2. Os. vomer 3. Lamina perpendicularis os ethmoidalis Dinding superior rongga hidung sangat sempit dibentuk oleh lamina cribroformis ethmoidalis, yang memisahkan rongga tengkorak dgn rongga hidung dan dinding inferior rongga hidung dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum. Dalam cavum nasi terdapat concha nasalis, yaitu tonjolan yg terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mucusa yang dapat mengeluarkan lendir. Dalam cavum nasi, terdapat 3 buaha concha nasalis, yaiutu : 1. Concha nasalis superior 2. Concha nasalis media 3. Concha nasalis inferior Ada 3 buah saluran keluar cairan melalui hidung, yaitu : 1. Meatus nasalis superior 2. Meatus nasalis media 3. Meatus nasalis inferior Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui “ductus nasolacrimalis” tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Pada nasopharyng terdapat hubungan antara hidung dengan rongga telinga, melalui O.P.T.A (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) yg dikenal dengan Eustachii. Pada tulang neurocranium dan splanchnocranium terdapat rongga-rongga yang disebut dengan sinus. Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi dikenal dengan “Sinus-sinus paranalis”, antara lain : 1. Sinus sphenoidalis 2. Sinus frontalis 3. Sinus maxillaris Abiyya Farah Putri 1102013003 – A16

Upload: abiyya-farah-putri

Post on 25-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: skkk1 rhinitis alergi.docx

TUGAS MANDIRI

SKENARIO : PILEK DI PAGI HARI (BLOK RESPI SK 1)

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernapasan Atas

1.1 Makroskopis Anatomi Saluran Pernapasan Atas

Anatomi Hidung

Terbentuk oleh tulang (os nasal), tulang rawan (cartilago) dan otot. Bagian penting yg terdapat pada hidung adalah Nares anterior = apertura nasalis anterior (lubang hidung), Vestubulum nasi, Cavum nasi (rongga) dan

Septum nasi (sekat). Vestubulum nasi merupakan tempat muara nares anterior (batas epitel kulit dgn mucusa hidung).

Terdapat cilia yang kasar yang berfungsi sebagai saringan udara yang masuk ketika inspirasi. Cavum nasi adalah bagian dalam rongga hidung yang bebrbentuk terowongan. Dimulai dari nares

anterior sampai ke nares posterior keluar di nares posterior (choana) dan dilanjutkan ke daerah nasopharyng.

Septum nasi merupakan sekat yang membatsi antara kedua rongga hidung yang berasal dari tulang dan tulang rawan serta jaringan mucusa.Yang berasal dari tulang dan cartilago sbb :1. Cartilago septi nasi2. Os. vomer3. Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Dinding superior rongga hidung sangat sempit dibentuk oleh lamina cribroformis ethmoidalis, yang memisahkan rongga tengkorak dgn rongga hidung dan dinding inferior rongga hidung dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum.

Dalam cavum nasi terdapat concha nasalis, yaitu tonjolan yg terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mucusa yang dapat mengeluarkan lendir. Dalam cavum nasi, terdapat 3 buaha concha nasalis, yaiutu :

1. Concha nasalis superior2. Concha nasalis media3. Concha nasalis inferior

Ada 3 buah saluran keluar cairan melalui hidung, yaitu :1. Meatus nasalis superior2. Meatus nasalis media3. Meatus nasalis inferior

Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui “ductus nasolacrimalis” tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Pada nasopharyng terdapat hubungan antara hidung dengan rongga telinga, melalui O.P.T.A (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) yg dikenal dengan Eustachii.

Pada tulang neurocranium dan splanchnocranium terdapat rongga-rongga yang disebut dengan sinus. Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi dikenal dengan “Sinus-sinus paranalis”, antara lain :

1. Sinus sphenoidalis2. Sinus frontalis3. Sinus maxillaris4. Sinus ethmoidalis

Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung : bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus (v.1). Bagian lainnya, termasuk mucusa hidung dipersarafi oleh ganglion pterygopalatinum. Nervus olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis. Sel-sel reseptorpenciuman terletak pada 1/3 atas depan mucusa hidung septum dan conchae nasalis. Serabut-serabut n.olfactorius bukan untuk mensarafi hidung, tapi hanya untuk fungsional penciuman.

Proses penciuman dimulai dari : gyrus frontalis (pusat penciuman) menembus lamina cribrosa ethmoidalis tractus olfactorius bulbus olfactorius serabut n.olfactorius pd mucusa atas depan cavum nasi.

Abiyya Farah Putri1102013003 – A16

Page 2: skkk1 rhinitis alergi.docx

Vascularisasi hidung/pendarahan hidung

Berasal dari cabang-cabang A.opthalmica dan A.maxillaris interna

1. Arteria ethmoidalis anterior dengan cabang-cabang nya sbb : a.nasalis externa dan lateralis, a.septalis anterior

2. Arteria ethmoidalis posterior dgn cabang-cabang nya : a.nasalis posterior, lateralis dan septal, a.palatinus majus

3. Arteria sphenopalatinum cabang a.maxillaris interna

Ketiga pembuluh darah di atas pada mukusa hidung membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang disebut “plexus kisselbach”. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi, sehingga sering menjadi sumber epistaxis (pendarahan hidung, terutama pada anak-anak).

Larynx

Dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laryng terbentuk oleh tulang dan tulang rawan.

- Berbentuk tulang adalah os.hyoid (1 buah), dapat diraba di daerah batas atas leher dengan batas bawah dagu.

- Berbentuk tulang rawan adalah thyroid (1 buah), arytenoid (2 buah), epiglotis (1 buah) pada arytenoid bagian ujung (apex) terdapat tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme (sepasang).

Larynx merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas, menyerupai limas yg disebut “cavum laryngis” bagian atas adl “aditus laryngis” (pintu) lebih besar dari bagian bawah, yaitu cartilago cricoid yang berbentuk lingkaran.

Os Hyoid (1 buah)- Terbentuk dr jaringan tulang, seperti besi telapak kuda- Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus- Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu- Berfungsi sebagai tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago Thyroid (1 buah)- Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan, yang dikenal dengan “prominen’s laryngis” atau

“Adam’s Apple” atau jakun pada laki-laki.- Melekat ke atas dengan os hyoid dan ke bawah dengan cartilago cricoid, ke belakang dengan arytenoid.- Jaringan ikat ny adalah “membrana thyrohyoid”.- Memiliki cornu superior dan cornu inferior.- Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.

Cartilago Arytenoid (2 buah)- Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan di atas dari cartilago cricoid.- Berbentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme.- Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus.

Epiglotis (1 buah)- Tulang rawan berbentuk sendok.- Melekat diantara kedua cartilago arytenoid.- Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis.- Berhubungan dgn cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica.- Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglotis menutup aditus laryngis

supaya makanan jgn masuk ke larynx.

Cartilago Cricoid

- Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx).- Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.- Batas bawah adalah cincin pertama trachea.- Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis.

Pada bagian belakang (posterior) akan terlihat : cartilago arytenoideus, cartilago cornuculata dan lig.vocalis di posisi atas cartilago cricoid. Pada posisi lateral regio larynx akan terlihat : linea obliq cartilago thyroid, lig.cricothyroid medial dan lateralis.

Page 3: skkk1 rhinitis alergi.docx

Otot-otot larynx, yaitu :

A. Otot extrinsik larynx1. M.cricothyroideus2. M.thyroepigloticus3. M.thyroarytenoideus

B. Otot instrinsik larynx1. M.cricoarytenoideus posterior2. M.cricoarytenoideus lateralis3. M.arytenoideus tranversus dan arytenoideus obliq4. M.vocalis5. M.aryepiglotica

Otot-otot external larynx yg membantu pergerakan larynx adalah otot-otot suprahyoid menarik larynx ke bawah (m.digastricus, m.geniohyoideus dan m.sternohyoideus). Otot-otot infrahyoid menarik larynx ke atas (m.sternohyoideus, m.omohyoideus, m.thyrohyoideus).

Otot-otot internal larynx, M.cricoarytenoideus posterior berfungsi untuk membuka kedua pita suara, jika ada gangguan, dapat menyebabkan orang bisa tercekik dan bisa mati dikarenakan rima glotis ny tertutup. M.cricoarytenoideus posterior dikenal sebagai “safety muscle of larynx”, dan m.cricoarytenoideus lateralis berfungsi untuk menutup rima glotis.

Dalam cavum laryngis terdapat :

1. Plica vocalis = pita suara asli2. Plica ventricularis = pita suara palsu

Plica vocalis adalah pita suara yang terbentuk dari lipatan mucusa lig.vocale dan lig.ventricularis.

- Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan disebut dengan “rima glotis”, sedangkan antara kedua plica ventriculi disebut “rima ventriculi”

- Pada rima glotis terdapat m.vocalis, m.cricoarytenoideus posterior dan disamping nya m.thyroarytenoideus.

Rima glotis terbuka disebut abduksi plica vocalis, sedangkan rima glotis menutup yang menyebabkan udara tidak bisa masuk disebut adduksi plica vocalis yang terjadi bila m.cricoarytenoideus posterior relaksasi.

1.2 Mikroskopis Anatomi Saluran Pernapasan Atas

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Page 4: skkk1 rhinitis alergi.docx

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Terdiri dari :

Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi)

LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin): Thyroid Cricoid Arytenoid

Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis): Epiglottis Cuneiform Corniculata Ujung arytenoid

Page 5: skkk1 rhinitis alergi.docx

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

Epiglottis

Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis

pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

Trakea

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Mekanisme Pertahanan Saluran Pernapasan Atas

2.1 Fisiologi Saluran Pernapasan Atas

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:

1. Pernapasan luar (eksternal)Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.

2. Pernapasan dalam (internal)Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen O2 kedalam tubuh

serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida C O2sebagai sisa dari oksidasi keluar dari

tubuh.Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-paru.Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut.penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Secara fungsional (faal), saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

a. Hidung Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system pembersih pada

hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.

Page 6: skkk1 rhinitis alergi.docx

b. Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas.Faring terbagi atas tiga

bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.

c. Trakea Trakea berarti pipa udara.Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada

trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

d. Bronki atau bronkioli Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea.Akan tetapi mulai bronki sekunder, perubahan

struktur mulai terjadi.Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan.Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos.Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara.Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan.Pertukaran gas antara udara dan

darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak.

Adapun fungsi pernapasan, yaitu :

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru.Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

4. Meningkatkan aliran balik vena5. Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin6. Mengeluarkan air dan panas dari tubuh

Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu

Empat proses pertukaran gas :

a. Ventilasi Pergerakan udara ke luar dan dalam paru

b. DistribusiUdara yang telah memasuki saluran pernapasan didistribusikan ke paru-paru. Kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke puncak paru kemudian disusul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis paru. Nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di basis paru.

c. PerfusiPerfusi paru adalah distribusi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Tekanan aliran darah di dalam paru lebih rendah di bandingkan tekanan darah sistemik. Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-kapiler paru (capillary bed). Karena rendahnya tekanan aliran darah di kapiler paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga perfusi di bagian basal paru lebih besar dibandingkan dengan perfusi di bagian apex.

d. Difusi gas

Perpindahan molekul O2 dari rongga alveoli melewati membrana kapiler alveolar, melintasi pembuluh darah, menembus dinding eritrosit dan akhirnya masuk ke dalam sel eritrosit sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa yang lain di dalam paru yaitu perpindahan CO2 dari darah ke alveolar.

Page 7: skkk1 rhinitis alergi.docx

2.2 Mekanisme Saluran Pernapasan Atas

MEKANISME PERNAPASAN BERDASARAKAN ANATOMIPada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi →cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior (choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder → bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra → dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

MEKANISME PERNAPASAN BERDASARKAN FISIOLOGIInspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot-otot, inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg. Jaringan paru semangkin tegang,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru. Pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

MEKANISME PERTAHANAN SALURAN NAPAS1. Menyaring udara : bulu hidung menyaring partikel >5mikrometer sehingga partikel tidak sampai ke

alveolus2. Pembersihan mukosiliaris : eskalator mukosiliaris di bawah faring akan menjebak partikel beserta

bakteri kecil yang melewati hidung,mukus akan membawa partikel dan bakteri tersebut keatas untuk ditelan atau dibatukkan

3. Refleks batuk: pertahanan membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme kerja ini berlebihan atau tidak efektif

4. Refleks menelan dan muntah: mencegah masuknya air atau cairan ke sal.napas5. Refleks bronkokonstriksi : untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar seperti debu atau

aerosol6. Makrofag alveolus : pertahanan utama tingkat alveolus bakteri dan partikel debu akan di fagosit7. Ventilasi kolateral : melaui pori-pori kohn yang dibantu oleh napas dalam mencega atelectasis

MEKANISME BERSIN DAN BATUKMekanisme refleks bersin sama halnya dengan refleks batuk. Hanya saja, refleks ini terjadi

pada kavitas nasal bukan pada saluran napas bawah. Mekanisme refleks sebagai berikut: bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia yang korosif seperti sulfur dioksida dan klorin.

Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medula, menyebabkan efek sebagai berikut: pertama, kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi. Kedua, epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat dan menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Keempat, pita suara dengan epiglotis terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kemudian, penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea bersama partikel asing. Peristiwa ini terjadi sama persis dengan refleks batuk, namun ketika refleks bersin terjadi penekanan uvula, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

3.1 Definisi Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari

hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE. (ARIA, 2001).

Page 8: skkk1 rhinitis alergi.docx

Rhinitis Alergi secara klinis dapat didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung atau inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dengan dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi papa ran ulang dengan alergen spesifik tersebut. Rhinitis alergi merupakan manifestai klinik reaksi hipersensivitas tipe 1 dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran. (repository.unand.ac.id)

3.2 Etiologi

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rhinitis alergi yaitu sebagai sumber alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.a. Sumber pencetus- Rhinitis Alergi jenis musiman muncul disebabkan oleh reaksi alergi terhadap partikel udara seperti berikut ini:

Ragweed – Bulu-bulu rumput yang paling umum terdapat sebagai pencetus(di musim gugur)

Serbuk sari rumput (di akhir musim semi dan musim panas) Serbuk sari pohon (di musim semi) Jamur (berbagai jamur yang tumbuh di daun‐daun kering, umumnya

terjadi di musim panas)

- Rhinitis Alergi jenis sepanjang tahun muncul disebabkan oleh reaksi alergi terhadap partikel udara seperti berikut ini:

Bulu binatang peliharaan Debu dan tungau rumah Kecoa Jamur yang tumbuh di dinding, tanaman rumah, karpet, dan kain pelapis

b. Faktor Risiko Sejarah keluarga alergi Setelah ada riwayat pernah terkena alergi lain, seperti alergi makanan atau

eksim Paparan bekas asap rokok Gender laki-laki.

3.3 Klasifikasi

Rhinitis alergi sering dibagi berdasarkan penyebab menjadi 2 tipe yaitu :

1. Rhitis alergi musiman (hay fever) umumnya disebabkan kontak dengan alergendari luar rumah seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya dan spora jamur. Alergi terhadap tepung sari berbeda-beda bergantung geografi dan jenis tanaman yang ada, juga jumlah serbuk yang ada

di dalam udara. Udara panas, kering dan angin mempengaruhi banyaknya serbuk di udara bila dibandingkan dengan saat udara dingin, lembab dan hujan, yang membersihkan udara dari serbuk tersebut. Jenis ini biasanya terjadi di negara dengan 4 musim

2. Rhinitis alergi terus menerus (perennial), diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, kecoa, tumbuhan kering, jamur, bulu binatang atau protein yang dikandung pada kelenjar lemak kulit binatang. Protein ini dapat tetap berada di udara selama berbulan-bulan setelah binatang itu tidak ada diruangan. Namun, definisi di atas kurang sesuai bila diterapkan dalam kehidupan nyata. Karena, serbuk sari banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan gejala alergi tidak secara terus menerus terjadi. Karena itu the Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) mengklasifikasi kembali pedoman Rhinitis alergika, berdasar waktu dan frekuensi gejala yang ada. Intermittent Allergic Rhinitis dan Persistent Allergic Rhinitis, keduanya dapat dibagi berdasar tingkat keparahan pasien mulai dari ringan, sedang hingga berat.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pembagian rhinitis alergi ke dalam dua klasifikasi :

1. Intermittents (kadang-kadang), gejala yang ditemukan kurang dari 4 hari per minggu dan atau kurang dari 4 minggu. 2. Persistent (menetap), gejala-gejala yang ditemukan lebih dari 4 hari

Page 9: skkk1 rhinitis alergi.docx

Dan berdasarkan tingkat beratnya gejala, rinitis alergi dibagi menjadi : 1. Ringan (mild), ditemukan dengan tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan saat santai normal, bekerja dan sekolah normal, dan tidak ada keluhan mengganggu.2. Sedang – berat (moderatesevere), ditemukan satu atau lebih gejala berikut ; tidur terganggu (tidak normal), aktivitas sehari-hari, saat olah raga, dan saat santai terganggu, masalah saat bekerja dan sekolah, ada keluhan yang menggangu.

3.4 Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000).

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Page 10: skkk1 rhinitis alergi.docx

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primerTerjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunderReaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersierReaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

3.5 Patogenesis

Rongga hidung dibagi oleh septum hidung, yang terdiri dari tulang rawan lebih distal dan tulang lebih proksimal. Para turbinat rendah, tengah, dan unggul dalam rongga hidung berfungsi menjadi filtrasi udara, humidifikasi, dan pengaturan suhu. Rongga hidung dan turbinat dilapisi dengan mukosa terdiri dari epitel kolumnar semu bersilia yang ignimbrit sebuah membran basal dan submukosa (lamina propria). Submukosa ini terdiri dari kelenjar serosa dan hidung seromucous, saraf, pembuluh darah yang luas, dan elemen seluler. Lapisan epitel hidung adalah lapisan tipis lendir yang dinamis bergerak melalui aksi ciliary ke nasofaring posterior. Infeksi virus, bakteri dan peradangan alergi mengganggu pembersihan mukosiliar Karena bersifat sangat vaskular dari jaringan hidung, perubahan pembuluh darah dapat menyebabkan hidung buntu. Vasokonstriksi dan konsekuen penurunan hasil resistensi jalan napas dari hidung stimulasi saraf simpatik. Stimulasi saraf parasimpatis mendorong sekresi kelenjar saluran napas dari hidung dan hidung tersumbat. Mukosa hidung juga berisi saraf dari sistem non-adrenergik, non-kolinergik (NANC). Neuropeptida dari saraf yang terakhir (substansi P, neurokinin A dan K, dan kalsitonin gen-related peptide) yang diduga berperan dalam vasodilatasi, sekresi lendir, ekstravasasi plasma, peradangan neurogenik, dan interaksi sel mast saraf, tetapi besarnya mereka berperan uncertain.

Page 11: skkk1 rhinitis alergi.docx

3.6 Manifestasi Klinis

a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu.

b. Ingus (rinore) yang encerc. Hidung tersumbatd. Hidung dan mata gatale. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering

menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute))g. Lubang hidung bengkak h. Edema kelopak matai. Kongesti konjungtivaj. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

DIAGNOSIS

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.

2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

Tanda Lain Yang menyertai

Pada rinoskopi anterior : mukosa edema, basah, berwarna pucat disertai sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.

Allergic shiner : terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung.

Allergic salute : menggosok-gosok hidung karena gatal Allergic crease : garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah Facies adenoid : mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan

menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi Cobblestone appearance : dinding posterior faring tampak granuler dan edema Dinding lateral faring menebal

Geographic tongue : lidah tampak seperti gambaran peta.

Page 12: skkk1 rhinitis alergi.docx

3. Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).

b. In VivoAlergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

Diagnosis Banding

Rinitis alergika harus dibedakan dengan :1. Rhinitis vasomotorik2. Rhinitis medikamentosa3. Rhinitis virus4. Rhinitis iritan ( Irritant Contact Rhinitis)

1. Rhinitis vasomotorikPasien-pasien dengan rhintis vasomotorik datang dengan gejala sumbatan hidung dan sekret nasal yang

jernih.gejala-gejalanya sering berhubungan dengan temperatur, makan, paparan terhadap bau dan zat-zat kimia atau konsumsi alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal dari fungsi hidung adalah penyebabnya.

pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang(+) dan tes alergen yang (+), sedangkan pada yang alergika murni mempunyai skin tes yang (+) dan laergen yang jelas.

Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun danpaling sering diderita oleh perempuan.  

2. Rinitis medikamentosa ( Drug induced rhinitis) Karena penggunaan tetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfametildopa, guanetidin,

klorpromasin dan fenotiasin yang lain.

3. Rhinitis VirusRhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan denganmanifestasi lain dari

penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, danbatuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atauberwarna putih dan bisa disertai dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.

4. Rhinitis iritan (irritant contact rhinitis)karena merokok, iritasi gas, bahan kimia, debu pabrik, bahan kimia pada makanan. Diagnosis ditegakkan

dengan anamnesis yang cermat,pemeriksaan alergi yang negatif.

Faktor yg berhubungan dengan diagnosis rinusitisMayor : Muka nyeri ,Rasa tersumbat, Secret purulen, Hiposmia, DemamMinor :Sakit kepala, Demam, Lesu, Batuk, Sakit gigi, Telinga sakit, ,penuh, atau tertekan.

Page 13: skkk1 rhinitis alergi.docx

3.8 Penatalaksanaan

Anti histamin

Anti Histamin dibedakan menjadi 2, yaitu AH1 dan AH2. Kedua jenis antihisamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor hisamin A1 atau A2.

Antagonis Reseptor H1( AH1)

FARMAKODINAMIK: - Antagonisme terhadap AH1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah ; bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 berfungsi untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. - Reaksi anafilaksis dan alergi reaksi anafilaksis dan beberapa reaksin alergi refrakter terhadap pemberian AH1. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.- Susunan Saraf Pusat AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek lainnya adalah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat

FARMAKOKINETIK:Setelah pemberian oral atau perentral, AH1 diabsorbsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam, lama kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat piperizin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang. AH 1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

INDIKASI: penyakit alergi, mengatasi asma bronkial ringan,menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata dan hidung. AH1 juga efektif terhadapa alergi yang disebaban oleh debu. juga digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan , yaitu golongan obat difenhidrami.

Antagonis Reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja mengahmabt sekresi asam la,bung. Contoh obat dari AH2 adalah simetidin, ranitifin, famotidin, dan nizatidin.

FARMAKODINAMIKSimetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin dan ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat. Simetidin dan Ranitidin juga menggangu volume dan kadat pepsin dalam lambung.

FARMAKOKINETIKBioavailitas Sinetidin dan Ranitidin sekitar 70% sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 205. Absrobsi simetidin diperlambat oleh makanan. Sehingga simetidin diberikan secara bersamaan atau sesudah makan dengan maksud memperpanjang efek pada priode pasca makan. Biovaibilitas Ratidin yang diberikan secara oral sekitar 50& dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di dalam hati cukup besar pada pemberian oral. Antagonis H2 juga melalui asi dan dapat mempengaruhi fetus.

INDIKASISimetidin, ranitidin dan antagonis respetor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari diberikan pada malam hari sangat efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. (Sumber: GaniswaraSG, Setiabudy R,Suyatna ED, dkk 2006. Farmakologi dan terapi Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru)

Nasal DekongestanDekongestan Nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada berbagai kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang , sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadapat cardiovaskular serta SPP minimal yaitu : pseudoefedrin, fenilpropanolalamin,serta oxy metazolin.Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardi, palipitasi, gelisahm tumor,insomnia serta hipertensi terhadap pasien.

Agen topikal bekerja pada reseptor alfa pada permukaam otot polos pembuluh darahdengan menyebabkan vasokontriksi sehingga mengurangi oedema mukosa hidung. Dekongstan nasal efektif, namun hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampunnya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti.

Page 14: skkk1 rhinitis alergi.docx

Tetes hidung efedrin merupakan preparat simptomatik yang paling aman dan dapat memberikan efek dekongesti selama beberapa jam. Semua preparat topikal dapat menyebabkan ‘hipertensive crisis’ bila digunakan bersamaa dengan obat penghamabat mono amine-oksidase. Obat Dekongestan Oral

1. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

3. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah.

Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).

Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

3.9 Prognosis

Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Page 15: skkk1 rhinitis alergi.docx

3.10 Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006). (http://repository.usu.ac.id)

LI 4 Memahami dan Menjelaskan SPA menurut Kaidah Agama

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya.” (HR Bukhari)

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin.” (HR Bukhari)Bersin merupakan sesuatu yang disukai karena bersin dapat menyehatkan badan dan menghilangkan keinginan untuk selalu mengenyangkan perut, serta dapat membuat semangat untuk beribadah.

Ketika Bersin Hendaknya

1.Merendahkan suara.2.Menutup mulut dan wajah.3.Tidak memalingkan leher.4.Mengeraskan bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat.

Macam-Macam Bacaan yang Dapat Kita Amalkan Ketika Bersin

• Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah).• Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).• Alhamdulillah ‘ala kulli haal (segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan)• Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu

Rabbuna wa yardhaa” (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan