ski aliyah
TRANSCRIPT
SEJARAH DAULAH UMAYYAH II DI ANDALUSIA
A. Faktor-faktor Masuknya Islam ke Andalusia
Bani Umayah merebut Andalusia dari bangsa Gothia Barat pada masa Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik (86 – 96 H/ 705 – 715 M). Masuknya Islam ke Andalusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi Kerajaan
Gothia Barat yang mengalami kemunduran akibat beberapa hal hal yaitu: perpecahan elite politik, penindasan
penguasa Nasrani terhadap orang-orang Yahudi, dan pembebanan pajak yang sangat banyak terhadap rakyat.
B. Proses Masuk dan Sejarah Islam di Andalusia
Penaklukan Andalusia diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim di bawah pimpinan Tarif
ibn Malik pada tahun 91 H/710 M. Pasukan Tarif mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama
Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarif kembali ke Afrika Utara membawa banyak ghanimah. Musa ibn
Nushair, Gubernur Afrika Utara, mengirim 12.000 orang tentara Barbar dan Arab dipimpin Thariq ibn Ziyad.
Ekspedisi kedua ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al-Tariq) pada tahun 92 H/711 M. Pada waktu
itu, penguasa Andalusia, Raja Roderick, tengah disibukkan oleh usaha meredam pemberontakan orang-orang
Basque di bagian Utara Semenanjung.
Ketika mendengar tentara Thariq sudah mau masuk Andalusia, Roderick langsung mengumpulkan
100.000 tentaranya. Dua pasukan itu kemudian bertemu di daerah tepi Guadalate. Dalam pertempuran itu,
tentara Thariq berhasil mengalahkan tentara musuh, Roderick sendiri tewas dan jenazahnya tidak ditemukan.
Kemenangan Thariq tidak lepas dari bantuan Ilyan gubernur Tangier dan Ceuta yang sangat benci kepada
Roderick karena telah memperkosa anaknya. Dampak dari kemenangan itu, beberapa daerah berangsur-angsur
dapat ditundukkan seperti Toledo, Seville, Malaga, Elvira, dan Kordova yang kemudian dijadikan sebagai ibu
kota Spanyol Islam.
Mendengar keberhasilan Thariq, Musa ingin ambil bagian dalam ekspansi ke Andalusia. Pada tahun
93H/ 712M, ia bersama 18.000 tentara Barbar dan Arab menuju Andalusia dan dapat menaklukkan daerah
Carmona, beberapa wilayah Barcelona sebelah Timur seperti Narbone, Cadiz, dan Calisa. Musa ingin
melanjutkan ekspansinya ke Perancis, tetapi al-Walid khawatir bahwa Musa akan memproklamirkan negara-
negara yang ditaklukkannya menjadi independen, karena itu ia memanggil Musa pulang ke Damaskus. Abdul
Aziz, putera Musa, ditunjuk sebagai pelaksana gubernur Andalusia. Selama masa pemerintahannya, konsolidasi
terus dilakukan. Perluasan wilayah ke Perancis dilanjutkan oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tetapi gagal dan ia
terbunuh oleh tentara Charles Martel tahun 732 M. Selama 40 tahun masa Bani Umayah I di Andalusia terdapat
21 gubernur yang saling menggantikan dengan cara yang berbeda, kadang-kadang ditunjuk langsung
pemerintahan Damaskus, kadangkala oleh gubernur Qayrawan di Afrika Utara, dan kadangkala ditunjuk oleh
kaum Muslimin sendiri di Andalusia. Dalam periode kekacauan ini datanglah Abdurrahman al-Dakhil ke
Andalusia, setelah lima tahun dalam perjalanan melarikan diri dari dinasti kejaran para penguasa dinasti
Abbasyiah.
Awal perjalanan Abdurrahman sampai di Andalusia sungguh sulit. Ia dikejar-kejar oleh pasukan kiriman
Abdurrahman bin Habib al-Fihry, gubernur Bani Abbasiyah di Afrika, dan Abu Yusuf al-Fihry, gubernur
Andalusia. Abu Ja’far al-Manshur yang kala itu memegang kekhalifahan Bani Abbasiyah berupaya
melenyapkan seluruh sisa-sisa Bani Umayyah (di Andalusia), termasuk Abdurrahman. Dengan berbagai cara ia
mencoba ‘melenyapkan’ Abdurrahman, mulai dengan cara diplomatik sampai dengan cara represif tetapi gagal,
sehingga khalifah-khalifah Bani Abbasiyah pada akhirnya membiarkan kelangsungan pemerintahan dinasti
Bani Umayyah II di Andalusia. Abdurrahman berhasil membangun pemerintahan yang kokoh yang berpusat di
Kordova selama 32 tahun (138 – 182 H/ 756 – 788 M). Karena keberhasilan dan upayanya tersebut, ia
kemudian mendapat gelar al-Dakhil; sang penakluk atau orang yang berhasil memasuki daerah baru.
Wilayah kekuasaan al-Dakhil di Andalusia meliputi Kordova, Arkidona, Seville, Toledo, dan Granada.
Untuk memperluas dan mempertahankan wilayah kekuasaannya, al-Dakhil membangun dan mengembangkan
angkatan bersenjata yang kuat dan terlatih, terdiri atas 40.000 orang prajurit bayaran dari bangsa Barbar. Ia
mendatangkan para tentara itu dari Afrika, dan dikenal cukup loyal karena digaji cukup tinggi.
Setelah relatif berhasil menciptakan konsolidasi dan integrasi masyarakat Andalusia, al-Dakhil mulai
memperhatikan kemajuan peradaban. Ia memperindah kota-kota di wilayah kekuasaannya, membangun saluran
air bersih di sekeliling ibu kota, membangun villa Munyat al-Rushafah meniru istana Damaskus. Dua tahun
sebelum kematiannya (788 M), ia membangun kembali masjid Kordova, yang bertahan sampai sekarang
dengan nama popular La Mezquita. Selain masjid, ia juga membangun jembatan yang melintasi sungai
Guadalquivir.
Dinasti yang didirikan oleh al-Dakhil ini berlangsung selama dua tigaperempat abad (756-1031 M).
Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya pada masa Abd al-Rahman III (300 – 350 H /912 - 961 M). Selama
periode Umayyah, Kordova di Spanyol tetap menjadi ibu kota dan menikmati kemegahan, seperti Dinasti
Abbasiyah di Baghdad Irak.
Hisyam I (172 – 180 H/ 788-796 M) naik tahta menggantikan Abdurrahman I, ayahnya. Sebagian ahli
sejarah menyerupakan ketegasannya dengan Umar bin Abdul Aziz. Hisyam I sangat besar perhatiannya
terhadap kesejahteraan dan keadilan rakyatnya. Ia terkenal sebagai khalifah yang dekat dengan para ulama.
Mereka mendapatkan kesempatan besar untuk mengembangkan dan menularkan kemampuan mereka kepada
rakyat serta mendapatkan kedudukan yang cukup diperhitungkan dalam pemerintahan. Di antara ulama yang
hidup dalam masa pemerintahannya adalah Yahya bin Yahya al-Laitsi, salah seorang murid kesayangan Imam
Malik.
Dalam menjaga reputasi pemerintahannya, Hisyam terkenal sebagai khalifah yang tidak segan-segan
memecat pejabat yang dinilai lalai dan korup. Ia mendirikan semacam dinas intelejen yang bertugas mengawasi
para pejabat. Ia juga dikenal sangat populis, adil dan sebagai pencetus pengajaran bahasa arab di sekolah-
sekolah Spanyol, termasuk sekolah Yahudi. Setelah memerintah selama tujuh tahun sembilan bulan, ia wafat
dengan meninggalkan kejayaan kekhalifahannya, tepatnya pada tahun 180 H / 796 M.
Hisyam digantikan anaknya, al-Hakam I (180 – 206 H/ 796 - 822 M). Semenjak pemerintahan al-Hakam,
Spanyol mulai merasakan kemunduran yang signifikan. Ia merupakan khalifah yang pertama kali menerapkan
sistem sekularisme dalam pemerintahannya. Peran ulama pada masa itu dibatasi hanya dalam ranah religius,
dan tidak diperbolehkan mempunyai andil dalam jalannya pemerintahan. Sikap ini menyulut pemberontakan
para ulama di bawah pimpinan Yahya bin Yahya al-Laitsi di Kordova. Namun pemberontakan itu berhasil
dipadamkan.
Di Tolitolia dan Valencia, pemberontakan juga terjadi di bawah pimpinan dua paman al-Hakam. Begitu
pula, pemberontakan ini tidak mampu menggeser al-Hakam dari kursi kekhalifahannya. Karena seringnya
terjadi perang saudara antar umat islam, raja-raja Kristen di Utara berupaya memanfaatkan kesempatan tersebut
untuk menyerbu daerah perbatasan Spanyol, namun tentara al-Hakam berhasil mengusir kaum Kristen dari
wilayah tersebut.
Sementara itu, dendam kesumat antara dinasti Abbasiyah di timur dan dinasti Bani Umayyah II di
Spanyol terus berlangsung. Situasi ini memberi keuntungan kepada kekaisaran Perancis. Pada masa
pemerintahan al-Mahdi dan Harun al-Rasyid, raja Perancis meneken kerjasama bilateral yang berisikan nota
kesepahaman antar dua negara, dinasti Abbasiyah dan Perancis. Isi kerjasama tersebut adalah pemberian ijin
kepada dinasti Abbasiyah untuk menempatkan orang-orangnya di Perancis untuk menahan infasi dinasti Bani
Umayyah II di Spanyol ke daerah kekuasaan dinasti Abbasiyah. Sebagai gantinya, dinasti Abbasiyah harus
mengijinkan tentara Perancis melewati daerah kekuasaan Abbasiyah untuk menyerbu kekaisaran Bizantium.
Setelah memegang tampuk pemerintahan selama 27 tahun, al-Hakam I wafat dan digantikan puteranya,
Abdurrahman al-Ausath (206 – 238 H / 822-852 M). Dia mendapat julukan al-Ausath karena posisinya sebagai
penengah antara Abdurrahman ad-Dakhil dan Abdurrahman an-Nashir. Pada masa pemerintahannya, Spanyol
mengalami banyak kemajuan dalam berbagai bidang, seperti ekonomil, politik, kultural dan sosial. Kemajuan
dalam bidang-bidang tersebut hampir menyaingi kemajuan yang telah dicapai dinasti Abbasiyah dalam periode
yang sama. Dia banyak mendatangkan kitab-kitab Yunani yang telah diterjemahkan para khalifah Abbasiyah ke
Kordova.
Khalifah-khalifah dinasti Bani Umayyah di Spanyol sangat toleran terhadap multikulturalisme dan
perbedaan agama. Mereka sering mengadakan kerjasama dengan para raja-raja Kristen di perbatasan untuk
saling menjaga perdamaian dan wilayah teritorial kedua belah pihak dari serangan musuh. Namun di sisi lain,
banyak pihak yang berusaha menodai toleransi ini. Para pastor Kristen misalnya, mereka secara terang-terangan
berani mencela nabi Muhammad. Tentu ini adalah sebuah penghinaan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pada akhirnya, Abdurrahman al-Ausath memerintahkan pasukannya untuk melenyapkan mereka, sehingga para
pemuka Kristen bersepakat meredakan ketegangan antar kedua belah pihak dengan mengharamkan penghinaan
terhadap nabi Muhammad di muka umum.
Kerjasama antara dinasti Bani Umayyah (di Spanyol) dan wilayah-wilayah Kristen di perbatasan juga
diwarnai dengan pengkhianatan kaum Kristen. Gubernur Lyon, Alfonso, beserta beberapa gubernur Kristen di
wilayah Utara Spanyol berusaha mengeruhkan suasana. Mereka menyerang daerah perbatasan sebelah Utara.
Serangan ini dapat segera dipadamkan dengan serangan balik ke wilayah Kristen di sana. Kekuatan pasukan
dinasti Bani Umayyah (di Spanyol) pada masa pemerintahan Abdurrahman al-Ausath sangat disegani bahkan
oleh kekaisaran Konstantinopel. Kekaisaran Konstantinopel mengirimkan sejumlah utusan kepada
Abdurrahman untuk mengadakan sebuah perjanjian damai.
Perjanjian damai antara Konstanstinopel dan Spanyol merupakan tandingan atas kerjasama serupa yang
dilakukan oleh dinasti Abbasiyah dan Perancis. Siasat politik ini terbukti sangat jitu dengan ketidakmampuan
para khalifah dinasti Abbasiyah menguasai wilayah Spanyol. Meski dinasti Abbasiyah secara teritorial dan
politis tidak dapat menguasai wilayah Spanyol, namun mereka mampu memberikan pengaruh yang cukup
signifikan dalam bidang kultural dan ekonomi. Terbukti, penyelenggaraan sistem pemerintahan dinasti Bani
Umayyah (di Spanyol) banyak berkiblat pada sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah, seperti dalam
pembangunan baitul mal dan pabrik garmen yang banyak meniru corak dan warna garmen produksi dinasti
Abbasiyah. Hal ini karena Abdurrahman al-Ausath mengirimkan sejumlah pengamat—meski kedua klan: Bani
Umayyah (di Spanyol) dan Bani Hasyim saling bermusuhan sejak zaman Jahiliyah—untuk meneliti sistem
pemerintahan dan mengamati kemajuan sosio-politik dinasti Abbasiyah.
Abdurrahman al-Ausath digantikan secara berturut-turut oleh tiga orang, yaitu Muhammad I (238 – 275
H/ 852 - 886 M), Al- Mundzir (273 – 275 H/ 886-888 M), dan Abdullah (275 – 300 H/ 888 - 912 M). Selama
pemerintahan ketiga orang tersebut selama tujuh puluh dua (72) tahun hampir tidak ada peristiwa dan prestasi
mencolok yang mereka capai. Hanya ada beberapa kejadian yang tertulis dalam sejarah, misalnya penumpasan
terhadap pemberontakan di Barcelona dan Tholitolia. Setelah memegang tampuk pemerintahan selama 35
tahun, Muhammad I wafat dan digantikan oleh puteranya, Mundzir, yang hanya memerintah selama hampir dua
tahun.
Ia kemudian digantikan oleh Abdullah. Pada masa pemerintahannya banyak tejadi pemberontakan kaum
Kristen di sekitar wilayah Kordova dan Utara Spanyol. Belum lama memerintah, sudah banyak wilayah
Spanyol yang memisahkan diri dari pangkuan dinasti Bani Umayyah tersebut. Hal ini dikarenakan
ketidakcakapan Abdullah dalam melaksanakan roda pemerintahannya.
Selama 24 tahun masa pemerintahannya, kekuasaan dan wilayah dinasti Bani Umayyah hanya tersisa
pada daerah Granada yang menjadi benteng terakhir dinsati tersebut. Banyak wilayah yang memisahkan diri,
semisal Algarave, Elvira, dan Murcia. Wilayah-wilayah tersebut banyak didiami oleh bangsa minoritas yang
mampu menciptakan sebuah tirani minoritas, mereka mengendalikan hampir semua bidang kehidupan bahkan
mengalahkan penduduk pribumi.
Setelah wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayyah di Spanyol menciut, datanglah seorang penyelamat
yang dapat meneruskan kelangsungan hidup dinasti tersebut, yaitu Abd al-Rahman III (300 - 350 H/ 912 - 961
M). Ia memegang pemerintahan pada usia 21 tahun. Dengan berbekal kemampuan dan kewibawaannya ia
berhasil memadamkan pemberontakan dan mengembalikan daerah-daerah yang memisahkan diri. Namun, ia
mengalami sedikit kesulitan dalam memadamkan pemberontakan Umar bin Hafshun. Pada akhirnya, pasukan
yang dikirim Abdurrahman berhasil menumpas Umar dan seluruh pengikutnya di persembunyiannya di
pegunungan Bobastro.
Pemberontakan yang terakhir dihadapi Abdurrahman adalah pemberontakan yang terjadi di Tholitolia. Ia
baru dapat menaklukkan benteng kota tersebut pada tahun 320 H / 932 M. Dalam masa kurang dari 20 tahun,
Abdurrahman telah berhasil mengembalikan semua daerah yang memisahkan diri ke pangkuan dinsati Bani
Umayyah (di Spanyol). Sementara itu, pasukan Kristen di Utara Spanyol terus saja mengganggu wilayah Islam.
Maka Abdurrahman terjun langsung memimpin sejumlah pasukan yang berusaha mengamankan daerah Islam.
Ia berhasil menaklukkan daerah Kristen Osma, St. Estevano dan semua daerah kekuasaan Kristen di Utara.
Disamping berhasil menaklukkan daerah Kristen di Utara Spanyol, ia juga berhasil mengamankan daerah
perbatasan dengan Perancis. Kebijakan luar negeri ini juga diikuti dengan kelihaiannya dalam melaksanakan
pembangunan negara dalam berbagai bidang. Pembangunan material difokuskan pada pembangunan dermaga
dan pelabuhan perdagangan. Keberhasilannya melaksanakan pembangunan dan perluasan wilayah tidak
terlepas dari kemunduran yang dialami dinasti Abbasiyah di Timur. Ia adalah penguasa dinasti Bani Umayyah
(di Spanyol) yang pertama kali memakai gelar khalifah, sehingga pada masa itu ada tiga dinasti Islam yang
memakai gelar khalifah, Dinasti Abbasiyah di Timur, Bani Umayyah di Spanyol, dan Fathimiyah di Mesir.
Pada masa pemerintahannya inilah dinasti Bani Umayyah di Spanyol mencapai fase keemasan.
Al-Hakam II 350-366 H/ 961 - 976 M) mewarisi kekhalifahan dinasti Bani Umayyah (di Spanyol) yang
penuh kedamaian dan kesuksesan dari Sang Ayah. Hanya ada beberapa peperangan penting yang melibatkan
pasukan Hakam II, diantaratnya perang melawan pasukan Kristen di Lyon yang melanggar perjanjian damai
dengan dinasti Bani Umayyah (di Spanyol). Hakam II juga mengirimkan sejumlah pasukan ke Maroko Utara
dan Tengah. Di sana, ia berhasil mengusir pasukan dinasti Fathimiyah dan Idrisiyah yang semula
mendudukinya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia banyak mendatangkan buku-buku dari Damaskus, Baghdad, dan
Kairo untuk mengisi perpustakaan negara di daerah Kordova. Ia memegang pemerintahan selama 16 tahun dan
meninggal pada tahun 366 H/ 976 M.
Ia digantikan Hisyam II (366 – 399 H/ 976 - 1009 M) yang memegang tampuk pemerintahan ketika baru
berumur 10 tahun. Hal ini tentu berimbas pada ketidakcakapannya mengelola jalannya pemerintahan. Oleh
karena itu, orang yang paling berpengaruh dan berwenang menjalankan administrasi negara adalah Ibnu Abi
Amir, Sang Patih. Ibnu Abi Amir yang pada awal mulanya adalah seorang penulis surat resmi kerajaan, tiba-
tiba berubah menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan pemerintahan dinasti Bani
Umayyah.
Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Sejak kecil, Ibnu Abi Amir adalah orang yang dikenal sangat pandai dan
cekatan. Ia juga seorang yang lihai melihat situasi dan memanfaatkan kesempatan yang ada di depan matanya.
Bermula dari kedekatannya dengan ibu Hisyam II, ia mulai mendapatkan kepercayaan mengelola mahkamah di
beberapa kota dan menjadi pengawas pelaksanaan zakat dan administrasi lainnya.
Ketika banyak keluarga kerajaan yang menentang terpilihnya Hisyam II sebagai khalifah, Ibnu Abi Amir
datang sebagai dewa penyelamat yang mengamankan situasi dan memaksa mereka menerima Hisyam II
sebagai khalifah. Keberhasilan ini menarik simpati dari kalangan masyarakat luas karena Ibnu Abi Amir
beralasan bahwa apa yang ia lakukan adalah demi menjaga keutuhan negara. Ia juga berhasil menyingkirkan
salah seorang panglima perang dinasti Bani Umayyah (di Spanyol) yang didakwa berkhianat dan korupsi,
Jakfar bin Utsman al-Mushhafi. Dan sebagai panglima perang berikutnya, Ibnu Abi Amir berhasil menarik
simpati tentara bawahannya dengan kesuksesannya menaklukkan kota Lyon. Dengan kesuksesan yang berturut-
turut ini, ia mendapat julukan al-Manshur Billah.
Selain berhasil menarik simpati keluarga kerajaan dan para tentara, Ibnu Abi Amir juga berhasil mencuri
perhatian para ulama. Ia memerintahkan untuk membakar buku-buku filsafat, yang notabene menjadi buku-
buku “tercekal” dalam kamus ulama fiqh, di semua sudut kota Kordova. Ia juga dikenal sebagai orang yang
oportunis. Misalnya, ketika ia khawatir akan datangnya serangan dari bangsa Arab dan Perancis, maka ia
merekrut sejumlah besar pasukan dari kaum Kristen yang loyal dan bangsa Barbar. Sungguh ini adalah sebuah
siasat yang jitu.
Keberhasilannya mendapatkan simpati tentaranya bermula dari penaklukan kota Lyon yang sangat
dramatis. Ketika pasukannya mulai putus asa menghadapi pasukan Lyon, ia maju dengan melepas penutup
kepalanya ke arah musuh. Hal ini kembali mengobarkan semangat tentara yang ia pimpin. Dengan keadaan
seperti ini, khalifah Hisyam II tidak lebih dari sebuah simbol yang tidak berarti. Ia sama sekali tidak
mempunyai prestasi dalam menjalankan pemerintahannya. Bahkan ia dikenal sebagai seorang khalifah yang
suka bermain-main dan menghabiskan harta. Ibnu Abi Amir menguasai jalannya pemerintahan—dalam artian
sebagai pengatur tak resmi kerajaan—dinasti Bani Umayyah (di Spanyol) selama lebih dari 27 tahun. Ia sakit
dan wafat pada tahun 392 H/ 1002 M. Puteranya, al-Mudzaffar, menggantikannya, namun hanya bertahan
selama enam tahun 393-399 H/1003-1009 M). Sampai saat itu, Dinasti Umayah II di Spanyol masih disegani
oleh lawan-lawannya di Eropa. Tetapi ketika al-Muzaffar digantikan oleh Abd al-Rahman al-Nashir (399
H/1009 M) terjadi kemelut di dalam negeri yang menghantarkan dinasti Umayah II di Spanyol ke tepi
kehancuran.
C. Ibrah dari Masuknya Islam di Andalusia
Masuknya Islam ke Andalusia merupakan prestasi tersendiri dalam sejarah peradaban Islam.
Keberhasilan ini terpaut erat dengan semangat juang pasukan muslim untuk menegakkan dan menyebarkan
Islam sampai ke wilayah Barat. Di samping itu, para penguasa Muslim sangat toleran terhadap tradisi dan
agama masyarakat setempat. Para penguasa Muslim tidak memaksa penduduk setempat untuk berpindah
agama, bahkan menghormati serta melindungi agama sebelumnya. Tentara muslim mudah diterima oleh
penduduk Andalusia, karena mereka dalam kondisi yang tidak menguntungkan dengan beban pajak yang berat
dan pemerintah yang tiran, serta penyiksaan terhadap kaum Yahudi.
Ibrah yang dapat diambil dari masuknya Islam di Andalusia adalah bahwa kemenangan akan didapat
umat Islam jika:
1. dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk menegakkan Islam
2. tidak terbuai oleh hal-hal yang bersifat material
3. bersikap toleran terhadap masyarakat setempat, serta bertindak secara adil dalam mengatur
pemerintahan
BAB II
KEMAJUAN-KEMAJUAN YANG DICAPAI OLEH DAULAH
UMAYYAH II
Standar Kompetensi
Kemampuan mengidentifikasi, mengenal, dan merekonstruksikan sejarah Islam di Andalusia (Spanyol).
Kompetensi Dasar
Siswa mampu menganalisis kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Daulah Umayyah II.
Indikator Keberhasilan
a. Menunjukkan peta wilayah kekuasaan Daulah Umayyah II
b. Menyebutkan peninggalan sejarah Daulah Umayyah II
c. Mengidentifikasi kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
d. Mengidentifikasi kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang sosial budaya
Petunjuk Guru
Membaca kisah sejarah daulah Umayyah II. Bacaan ini dapat dikembangkan dengan cara menunjuk
salah seorang siswa untuk membacakannya, sementara yang lain mendengarkannya. Atau menginstruksikan
seluruh siswa untuk membacanya selama beberapa menit, kemudian menceritakan kembali hasil bacaannya.
BAB II
KEMAJUAN-KEMAJUAN YANG DICAPAI OLEH DAULAH UMAYYAH II
A. Peta Wilayah Kekuasaan Daulah Umayyah II
Peta Wilayah kekuasaan Daulah Umayyah II di Andalusia mengalami pasang surut tergantung pada
kepemimpinan para khalifah Daulah Umayah II di Andalusia. Pada masa pemerintahan al-Dakhil, wilayah
Daulah Umayyah II meliputi Kordova, Arkidona, Seville, Toledo, dan Granada. Untuk memperluas dan
mempertahankan wilayah kekuasaannya, al-Dakhil membangun dan mengembangkan angkatan bersenjata yang
kuat dan terlatih, terdiri atas 40.000 orang prajurit bayaran dari bangsa Barbar. Ia mendatangkan para tentara itu
dari Afrika, dan dikenal cukup loyal karena digaji cukup tinggi.
Pada masa pemerintahan khalifah Abdullah (275 – 300 H/ 912 – 961 M), wilayah kekuasaan Bani
Umayyah II menciut karena banyak tejadi pemberontakan kaum Kristen di sekitar wilayah Kordova dan Utara
Spanyol. Pada masa ini, banyak wilayah Spanyol yang memisahkan diri karena ketidakcakapan Abdullah
dalam melaksanakan roda pemerintahannya.
Selama 24 tahun masa pemerintahannya, kekuasaan dan wilayah dinasti Bani Umayyah hanya tersisa
pada daerah Granada yang menjadi benteng terakhir dinsati tersebut. Banyak wilayah yang memisahkan diri,
semisal Algarave, Elvira, dan Murcia. Wilayah-wilayah tersebut banyak didiami oleh bangsa minoritas yang
mampu menciptakan sebuah tirani minoritas, mereka mengendalikan hampir semua bidang kehidupan bahkan
mengalahkan penduduk pribumi.
Tetapi, wilayah-wilayah yang lepas lepas itu dapat direbut kembali pada masa pemerintahan Abd al-
Rahman III (300 - 350 H/ 912 - 961 M). Ia memegang pemerintahan pada usia 21 tahun. Dalam masa kurang
dari 20 tahun, Abdurrahman telah berhasil mengembalikan semua daerah yang memisahkan diri ke pangkuan
dinsati Bani Umayyah (di Spanyol). Pada masa pemerintahannya inilah dinasti Bani Umayyah di Spanyol
mencapai fase keemasan. Pada masa ini, ada tiga dinasti Islam yang mengalami fase kemajuan dan sama-sama
memakai gelar khalifah, Dinasti Abbasiyah di Timur, Bani Umayyah di Spanyol, dan Fathimiyah di Mesir.
B. Peninggalan Sejarah Daulah Umayyah II
Banyak peninggalan sejarah selama masa daulah Umayyah II di Spanyol. Pemerintahan al-Dakhil sangat
memperhatikan kemajuan peradaban, seperti memperindah kota-kota di wilayah kekuasaannya, membangun
saluran air bersih di sekeliling ibu kota, membangun villa Munyat al-Rushafah meniru istana Damaskus,
membangun masjid Kordova, yang bertahan sampai sekarang dengan nama popular La Mezquita. Selain
masjid, ia juga membangun jembatan yang melintasi sungai Guadalquivir.
Andalusia, daerah sebelah Selatan Spanyol, memiliki gedung-gedung luar biasa indah untuk
dikunjungi. Gedung-gedung cantik ini adalah perpaduan arsitektur Arab dan Kristen yang kental. Maklumlah,
Spanyol pernah berada di bawah ajaran Katolik, kemudian dikuasai negeri Arab, hingga diambil alih lagi oleh
Katolik. Maka, pergilah ke Andalusia dan temukan tempat-tempat istimewa mulai dari gereja sampai ke bekas
benteng pertahanan.
Katedral Aljama, Cordoba Inlah salah satu bangunan yang paling memesona yang pernah saya lihat.
Berbeda dari gereja katedral pada umumnya, yang satu ini dibangun di dalam masjid. Bisa dibayangkan betapa
uniknya bangunan satu ini. Sejarahnya bermula pada tahun 785, ketika Abd ar-Rahman I, raja
Andalusia pada waktu itu, memproklamirkan pembuatan masjid Aljama di lokasi gereja San Vicente.
Ketika kekuatan region Andalusia terus menguat pada zaman itu, masjid ini juga semakin diperluas.
Awalnya Hisham I menambah kolam dan menara. Kemudian 40 tahun kemudian Abd ar-Rahman II
memperluas masjid menjadi dua kali lebih besar. Pada tahun 951, Abd Ar-Rahman III membentuk menara baru
dan meluaskan taman ke sebelah utara. Kemudian anaknya, al-Hakam II melanjutkan perluasan lagi
dengan dua belas kolom baru yang dianggap sebagai perluasan paling signifikan. Yang terakhir adalah
perluasan ke sebelah timur yang dilakukan al-Mansur pada akhir abad ke-10. Terdiri dari 3 elemen, taman
(sahn), ruang berdoa (liwan) dan menara muazin, masjid ini total mempunyai luas 23,400 m2 dengan 850
buah pilar yang dibangun dari batu granit dan marmer. Al Quran disimpan di dalam Mihrab yang didesain
dengan mosaik berwarna emas. Yang unik dari masjid ini adalah kiblat dari tembok suci yang tidak menghadap
ke Mekah. Tembok dibangun dari utara ke selatan dan dibagi antara selatan dan timur. Kontroversi muncul
ketika Al-Hakam II merencanakan untuk membetulkan kesalahan ini sampai seorang cendikiawan
tinggi Islam mengeluarkan pesan, ”He who follows tradition, does right; he who gives himself to novelties will
fail”. Akhirnya niat Al-Hakam II diurungkan. Mulai abad ke-13 banyak perubahan pada masjid ini akibat
pengaruh Kristen yang kembali menguasai Andalusia. Pada tahun 1236, raja Ferdinand menginginkan
agar Aljama diubah menjadi gereja. Akhirnya Villaviciosa Chapel dibangun oleh Alfonso X di tengah-
tengah masjid Aljama ini.
Selama bertahun-tahun katedral dibangun oleh arsitek dan seniman terkemuka Spanyol. Selain
kapel-kapel ini, pintu-pintu masuk baru juga dibangun, di antaranya Puerta de Santa Catalina di sebelah timur
taman kemudian menambah menara Alminar setinggi 93m. Pada awalnya pembangunan katedral di tempat
masjid ini sempat menimbulkan kontroversi. Ada yang beranggapan pembangunan katedral ini mengganggu
keutuhan bangunan yang sebenarnya, karakter dan arti sebenarnya. Tapi ada juga yang beranggapan dengan
dibangunnya katedral ini bukannya merusak malah melindungi keutuhan gedung. Apa pun pendapat yang
terjadi dulu, sekarang Cordoba memetik hasilnya, katedral ini disebut-sebut sebagai katedral paling unik dan
terindah di dunia akibat perpaduannya dengan arsitektur Islam dari masjid Aljama. Detail-detail desain Arab
dari masjid yang bertemu dengan Gothic-nya katedral menjadikan katedral Cordoba ini salah satu tempat yang
tidak ada duanya di dunia.
Casa de Pilatos, Sevilla Saksikan keajaiban dari masa lalu, gabungan dari mistiknya Yunani, Romawi
yang legendaris tanpa melupakan akar dari Spanyol sendiri di Casa de Pilatos ini. Bermula pada akhir abad ke-
15, Don Pedro Enriquez, Wali Kota Andalusia dan istrinya Doña Catalina de Rivera membangun rumah ini
sebagai tempat tinggal. Anak mereka, Don Enríquez de Rivera, Marquis dari Tarifa meninggalkan Eropa
untuk pergi ke Yerusalem. Dua tahun kemudian ia kembali ke Seville. Saat itulah ia membuat
perubahan pada tempat tinggalnya. Kagum dengan arsitektur renaissance dari Italia, Marquis mengambil
mengambil pengaruh rennaisance dan Medieval untuk istananya ini, tapi tetap mencerminkan desain khas
Andalusia. Sejak perombakan ini, bangunan ini kemudian disebut Rumah Pilate (Casa de Pilatos) karena
menyerupai rumah Pontius Pilatus di Yerusalem. Karakter romantis dari rumah ini yang paling menarik
dicerminkan di serambi (patio) utama dengan peninggalan arkeologi berupa tiga patung marmer antik Romawi
dan satu dari Athena, Yunani dari tahun 5 sebelum masehi dengan air mancur di tengah-tengah serambi.
Tembok-tembok di rumah ini juga dihiasi kerajinan keramik abad ke-16 khas Andalusia. Pengunjung juga bisa
melihat ukiran-ukiran yang menghiasi langit-langit kayu di rumah ini. Dari patio utama pengunjung kemudian
bisa memasuki taman yang disebut-sebut sebagai terindah di Sevilla, disejajarkan dengan taman di Alcazar.
Kemudian di lantai kedua adalah letak tempat tinggal yang masih dipergunakan sebagai tempat tinggal oleh
keluarga dukes of Medinaceli. Ada sekitar lima ruangan di lantai ini yang dihiasi lukisan dan furnitur layaknya
rumah bangsawan. Biarpun tidak sememesona lantai dasar, lantai atas ini tetap sangat menarik. Patut dicatat
kalau untuk mengunjungi lantai atas ini, pengunjung harus menunggu waktu-waktu tertentu untuk didampingi
guide.
Alhambra dibangun pada abad ke-13 dan terdiri dari beberapa 3 bagian utama, Royal Palace, benteng
Alcazaba, dan taman Generalife. Ide untuk membentuk beberapa bangunan di Alhambra ini adalah untuk
menciptakan surga di muka bumi. Desainnya mengambil ide dari air, karena air adalah sumber kehidupan. Hal
ini bisa dilihat dengan banyaknya simbol yang dekat dengan air antara lain berupa kerang. Royal Palace yang
paling terkenal dan indah terdiri dari Mexuar, Serallo dan Harem dengan Lions’ Court di tengah-tengahnya.
Mexuar adalah tempat kerja para sultan pada zamannya. Di sini pengunjung bisa melihat beberapa ruangan,
seperti ruang resepsi yang selesai dibangun di tahun 1365 dan Golden Room yang hanya dibuka untuk
penghuni istana pada waktu itu. Bagian paling menarik dari Mexuar adalah taman yang mengarah ke muka
Serallo. Serallo yang dipakai sebagai tempat resepsi tamu-tamu kehormatan, sebagian besar dibangun pada
masa pemerintahan Yusuf I di pertengahan abad ke-14. Taman Myrtles yang terletak di depannya dikelilingi
semak-semak hijau sangat menyejukkan. Di sebelah utara Serallo terletak menara Comares. Di sini terdapat
Hall of the Ambassadors, ruangan terbesar dan terindah di Royal Palace ini. Di ruangan segi empat ini
beratapkan kubah dari kayu yang menggambarkan tujuh surga. Di tempat ini sejarah-sejarah penting di Spanyol
terjadi, antara lain ketika Sultan Boabdil menandatangani surat menyerah kepada kerajaan Katolik.
Setelah Serallo, pengunjung akan sampai ke Lions’ Court yang sangat terkenal sebagai objek turis utama
di Spanyol. Penulis Amerika, Washington Irving tiba di Granada pada tahun 1820 memuji-muji keindahan
Lions Court ini, bahkan sampai menulis buku The Tales of Alhambra. Lions Court yang dibangun pada masa
Muhammad V membuka pintu ke tiga ruangan indah lainnya, Hall of Two Sisters, Hall of the Abencerrajes dan
Hall of the Kings yang tergabung dalam Harem of Alhambra. Bagian yang paling menarik adalah Hall of the
Abencerrajes dengan langit-langit yang tidak bisa tertandingi keindahannya di bagian manapun di Alhambra.
Langit-langit ini terdiri dari 16 sisi dengan dekorasi berbentuk stalaktit disinari cahaya dari jendela yang
memantulkan bayangan air mancur di lantai. Selain Royal Palace, pengunjung juga bisa mengunjungi Alcazaba
yang dulunya digunakan sebagai benteng pertahanan. Meskipun sebagian besar dari Alcazaba adalah
reruntuhan, Anda masih bisa melihat pemandangan kota Granada dari berbagai sudut.
Dari Alcazaba, pengunjung terakhir akan melewati taman Generalife yang mengambil ide dari Alquran
mengenai surga. Taman dengan tetumbuhan hijau dan air mengalir adalah ide surga yang diterapkan di sini.
Rasakan surga bumi di Alhambra ini. Setelah melihat bangunan-bangunan ini, Anda pasti akan jatuh cinta
kepada Andalusia. Jatuh cinta kepada kebudayaannya. Jatuh cinta pada harmonisnya perpaduan arsitek Muslim
dan Nasrani. Jatuh cinta kepada indahnya dunia.
C. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Terbaginya kekuasaan secara politis antara Timur (Baghdad) dan Barat (Andalusia) tidak menyebabkan
perpecahan antara keduanya di bidang peradaban. Komunitas Muslim Andalusia belajar di Baghdad dan
sebaliknya banyak muslim Baghdad yang belajar di Andalusia. Karena itu, pengaruh timbal balik antara
keduanya sangat besar.
Hisyam I (172 – 180 H/ 788-796 M) adalah salah satu khalifah yang sangat perhatian terhadap ilmu
pengetahuan. Ia terkenal sebagai khalifah yang dekat dengan para ulama. Di antara ulama yang hidup dalam
masa pemerintahannya adalah Yahya bin Yahya al-Laitsi, salah seorang murid kesayangan Imam Malik.
Karena itu, madzhab Maliki banyak dianut oleh masyarakat muslim Andalusia.
Tokoh lain yang populer di bidang ilmu fiqh adalah Abu Muhammad Ali ibn Hazm (w. 455 H/ 1063 M).
Karyanya yang terkenal adalah al-Fashl fi al-Milal wa al-Nihal. Dia adalah penganut madzhab Syafii,
kemudian beralih ke Imam Daud al-Dhahiri. Ia juga sangat berpengaruh dalam menyebarkan kedua Madzhab
tersebut di Andalusia.
Di bidang filsafat, terdapat nama Muhammad ibn Abdun al-Jabali, yang belajar Hadist, Tafsir, Fiqh,
Logika dan Filsafat di Baghdad pada tahun 347 H/ 952 M, dan kembali ke Andalusia tahun 360 H/ 965 M.
Perkembangan filsafat berkembang pada masa al-Nashir dan mencapai puncak kejayaan pada masa khalifah al-
Mustansir.
Di bidang astronomi, tokoh yang terkenal adalah Abu al-Qasim Abbas ibn Farnas. Ia banyak melakukan
percobaan-percobaan yang spektakuler pada waktu itu, dan atas eksperimen itu ia dituduh tidak waras oleh
sebagian kalangan.
Di bidang kedokteran, kaum muslim Andalusia tidak mau ketinggalan dengan saudaranya di Timur,
Baghdad. Di antara dokter yang terkenal adalah Abu al-Qasim alZahrawi, di Barat dikenal dengan sebutan
Abulcasis. Ia dikenal sebagai dokter ahli bedah, perintis ahli telinga dan penyakit kulit. Karyanya yang
monumental berjudul al-Tashrif Liman ‘Ajaza ‘an al-Ta’lif pada abad ke-12 M telah diterjemahkan oleh Gerard
of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497 M), Basle (1541 M), dan Oxford (1778 M). Sampai sekarang
buku tersebut masih dipakai sebagian kalangan terpelajar di Eropa.
Di bidang sejarah, ada sejarawan terkemuka yaitu Abu Marwan Abd al-Malik ibn Habib (w. 238 H/ 852
M). Ia menulis karya al-Tarikh, menyerupai Tarikh al-Tabari. Buku ini berisi permulaan bumi dan langit,
sampai penaklukan Islam atas Andalusia. Sejarawan lain Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad ibn Umar
(w. 367 H/ 977 M), penulis buku Tarikh Iftitah al-Andalus, dan Hayyan ibn Khallaf ibn Hayyan (w. 469 H/
1076 M), menulis buku al-Muqtabis fi Tarikh Rijal al-Andalus.
Perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan tidak lepas dari keras umat Islam untuk selalu
meningkatkan peradaban. Abdurrahman al-Ausath (206 – 238 H / 822-852 M) umpapamanya, sangat perhatian
terhadap hal ini. Ia banyak mendatangkan kitab-kitab Yunani yang telah diterjemahkan para khalifah
Abbasiyah ke Kordova. Khalifah al-Mustansir juga menunjukkan perhatian terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Ia banyak mendatangkan buku-buku dari Damaskus, Baghdad, dan Kairo untuk mengisi
perpustakaan negara di daerah Kordova.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat erat kaitannya dengan kondisi politik, ekonomi, dan
pemerintahan yang stabil pada masa itu. Kerjasama antara penguasa, ulama, hartawan, dan ilmuan yang
harmonis, sangat mempercepat laju perkembangan kebudayaan.
Sejarawan Philip K. Hitti menjuluki Kordova sebagai mutiara dunia, pada masa al-Mustanshir memiliki
tidak kurang dari 800 buah sekolahan, 70 perpustakaan umum dan pribadi. Al-Mustanshir sendiri memiliki
400.000 buku untuk perpustakaan pribadinya. Ia mengoleksi buku-buku dengan cara membeli, atau menyalin
naskah. Untuk mendapatkan koleksi itu, ia mengirim para agen buku ke Baghdad, Iskandaria, dan Damaskus.
Andalusia pada masa Daulah Umayyah II sudah mencapai peradaban yang sangat maju untuk masa itu.
Pada masa itu, orang-orang Eropa Barat masih pada tahap-tahap awal mengenal ilmu pengetahuan. Mereka
belajar di beberapa universitas seperti universitas Kordova, Malaga, Granada, Seville, dan lembaga-lembaga
pendidikan lain di Andalusia. Mereka membawa ilmu pengetahuan dari beberapa universitas di Andalusia ke
negerinya masing-masing. Atas dasar itu, peranan Andalusia dalam mengantarkan Eropa memasuki periode
pencerahan sangat besar.
D. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang sosial budaya
Khalifah-khalifah dinasti Bani Umayyah di Spanyol sangat toleran terhadap multikulturalisme dan
perbedaan agama. Mereka sering mengadakan kerjasama dengan para raja-raja Kristen di perbatasan untuk
saling menjaga perdamaian dan wilayah teritorial kedua belah pihak dari serangan musuh. Namun di sisi lain,
banyak pihak yang berusaha menodai toleransi ini. Para pastor Kristen misalnya, mereka secara terang-terangan
berani mencela nabi Muhammad. Tentu ini adalah sebuah penghinaan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pada akhirnya, Abdurrahman al-Ausath memerintahkan pasukannya untuk melenyapkan mereka, sehingga para
pemuka Kristen bersepakat meredakan ketegangan antar kedua belah pihak dengan mengharamkan penghinaan
terhadap nabi Muhammad di muka umum.
Perjanjian damai antara Konstanstinopel dan Spanyol merupakan tandingan atas kerjasama serupa yang
dilakukan oleh dinasti Abbasiyah dan Perancis. Siasat politik ini terbukti sangat jitu dengan ketidakmampuan
para khalifah dinasti Abbasiyah menguasai wilayah Spanyol. Meski dinasti Abbasiyah secara teritorial dan
politis tidak dapat menguasai wilayah Spanyol, namun mereka mampu memberikan pengaruh yang cukup
signifikan dalam bidang kultural dan ekonomi. Terbukti, penyelenggaraan sistem pemerintahan dinasti Bani
Umayyah (di Spanyol) banyak berkiblat pada sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah, seperti dalam
pembangunan baitul mal dan pabrik garmen yang banyak meniru corak dan warna garmen produksi dinasti
Abbasiyah. Hal ini karena Abdurrahman al-Ausath mengirimkan sejumlah pengamat—meski kedua klan: Bani
Umayyah (di Spanyol) dan Bani Hasyim saling bermusuhan sejak zaman Jahiliyah—untuk meneliti sistem
pemerintahan dan mengamati kemajuan sosio-politik dinasti Abbasiyah.
BAB III
SEJARAH KERUNTUHAN DAULAH UMAYAH II
Standar Kompetensi
Kemampuan mengidentifikasi, mengenal, dan merekonstruksikan sejarah Islam di Andalusia (Spanyol).
Kompetensi Dasar
Siswa mampu mendeskripsikan Sejarah Keruntuhan Daulah Umayyah II.
Indikator Keberhasilan
a. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kemunduran dan kehancuran peradaban Islam di Andalusia
b. Menggali hikmah keruntuhan Daulah Umayyah II
Petunjuk Guru
Membaca kisah sejarah daulah Umayyah II. Bacaan ini dapat dikembangkan dengan cara menunjuk
salah seorang siswa untuk membacakannya, sementara yang lain mendengarkannya. Atau menginstruksikan
seluruh siswa untuk membacanya selama beberapa menit, kemudian menceritakan kembali hasil bacaannya.
BAB III
SEJARAH KERUNTUHAN DAULAH UMAYYAH II
A. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Peradaban Islam di Andalusia
Malapetaka kehancuran mulai melanda istana ketika para pemuka Bani Umayah memecat al-Mu’ayyad
dari jabatan khalifah, karena ia bersedia memberikan jabatan tertinggi negara kepada Abd al-Rahman al-Nashir
sepeninggalnya kelak. Mulai saat itu, terjadi perebutan kursi khalifah. Dalam jangka waktu 22 tahun terjadi 14
kali pergantian kepemimpinan, umumnya melalui kudeta, dan lima orang khalifah di antaranya naik tahta dua
kali. Dinasti Umayah II di Spanyol akhirnya runtuh ketika khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang
bergelar al-Mu’tadhi (418-422 H/1027-1031 M) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenjata. Para
pemuka penduduk Kordova segera meminta Abd al-Rahman V agar bersedia menjadi khalifah. Tetapi, ia tidak
sempat menikmati jabatan itu, karena harus bersembunyi menyelamatkan diri dari kejaran para musuhnya. Pada
waktu itu, Wazir (PM) Abu al-Hazm ibn Jawhar memaklumkan penghapusan khalifah karena dianggap sudah
tidak ada yang layak lagi mendudukinya. Setelah itu, Andalusia memasuki babak baru yang dikenal dengan
periode Muluku al-Thawaif.
Keruntuhan Dinasti Umayyah II di Spanyol tidak lepas dari system kenegaraan yang bersifat monarchy
atau kerajaan, sehingga banyak di antara para putera mahkota yang tidak layak memimpin dipaksakan sebagai
khalifah. Di samping itu, masyarakat Spanyol pada masa Dinasti Umayyah II sangat beragam, dan terdiri atas
berbagai unsur: Arab, Barbar, Kristen dan Yahudi. Meski bangsa arab dan barbar sama-sama mempunyai andil
besar dalam menaklukkan bangsa Goth di spanyol, namun keadaan dua rumpun ini sangat berbanding terbalik.
Oleh bangsa arab, bangsa barbar disingkirkan, dipinggirkan, dan ditempatkan di daerah pegunungan sebagai
benteng untuk menangkal serangan bangsa Kristen. Keadaan ini menyulut kecemburuan sosial bangsa barbar.
Mereka mengadakan sebuah perlawanan rasial dan strata sosial terhadap bangsa arab.
Sementara itu, penduduk yang semula memeluk Kristen, berubah menjadi dua golongan: muslim dan
non-muslim. Meski masih banyak pemeluk Kristen yang tetap pada agamanya, namun toleransi yang mereka
tunjukkan sangat besar. Mereka menerima budaya-budaya Arab dengan tangan terbuka. Oleh khalifah dinasti
Bani Umayyah II, mereka diperlakukan istimewa. Khalifah mendirikan sebuah mahkamah yang khusus
menangani kasus-kasus mereka, bahkan mayoritas masyarakat Kristen mendapat kepercayaan memimpin
peperangan dan menjadi pejabat negara.
Bangsa Yahudi pada waktu itu juga mendapatkan toleransi beragama yang sangat luas: sesuatu yang tidak
mereka dapatkan pada masa kepemimpinan bangsa Goth. Mereka menguasai bidang-bidang strategis, seperti
perdagangan, kesehatan, dan kebudayaan yang berpusat di Kordova. Mereka juga dipercayai menjalankan
beberapa profesi kepemerintahan, seperti menteri dan duta besar.
Ada juga sebuah golongan yang sangat berpengaruh dalam masyarakat Spanyol, yaitu kaum ‘shoqolibah’.
Mereka adalah budak-budak yang dimanfaatkan khalifah sebagai tentara kerajaan untuk memadamkan
perlawanan kaum Kristen dan juga untuk mengurangi atau memadamkan pengaruh dan fanatisme rasial bangsa
Arab yang seringkali menimbulkan kecemburuan ras lain. Mereka mendapatkan tempat terhormat dalam
pemerintahan Abdurrahman an-Nashir. Namun setelah kematian perdana menteri Ibnu Abi Amir beberapa
tahun kemudian, kaum ‘shoqolibah’ sering mengadakan pemberontakan, namun dapat ditumpas oleh bangsa
barbar.
Berbagai masalah tersebut hanya dapat diselesaikan oleh para khalifah yang betul-betul cakap dalam
mengelola sebuah negara seperti khalifah Abd al-Rahman al-Dakhil dan Abd al-Rahman III. Tetapi ketika para
khalifah kurang cakap dalam mengelola sebuah negara, seperti para khalifah yang memimpin pada masa akhir
Dinasti Umayyah II di Spanyol, maka negara akan hancur. Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
B. Hikmah Keruntuhan Daulah Umayyah II
Keruntuhan Daulah Umayyah II di Spanyol merupakan suatu peristiwa sejarah yang perlu kita gali
hikmahnya. Di antara hikmah yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
1. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan sebaiknya diberikan kepada orang yang memenuhi keriteria
kecakapapan kepemimpinan seperti adil, bijaksana, mempunyai kemampuan manajerial, berwawasan ke
depan dan seterusnya
2. Pergantian kepemimpinan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan seorang yang
mempunyai kepemimpinan baik menjadi seorang pemimpin
BAB IV
SEJARAH KEJAYAAN ISLAM PADA MASA DAULAH MUWAHHIDUN
Standar Kompetensi
Kemampuan mengidentifikasi, mengenal, dan merekonstruksikan sejarah Islam di Andalusia (Spanyol).
Kompetensi Dasar
Siswa mampu mengidentifikasi kejayaan Islam pada masa Daulah Muwahhidun.
Indikator Keberhasilan
a. Mengidentifikasi kemajuan-kemajuan yang dicapai Daulah Muwahhidun
b. Menyebutkan ilmuan, filosof dan ulama pada masa Daulah Muwahhidun
Petunjuk Guru
Membaca kisah sejarah daulah Umayyah II. Bacaan ini dapat dikembangkan dengan cara menunjuk
salah seorang siswa untuk membacakannya, sementara yang lain mendengarkannya. Atau menginstruksikan
seluruh siswa untuk membacanya selama beberapa menit, kemudian menceritakan kembali hasil bacaannya.
BAB IV
SEJARAH KEJAYAAN ISLAM PADA MASA DAULAH MUWAHHIDUN
A. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Daulah Muwahhidun
Sebelum Daulah Muwahhidun, Spanyol terlebih dulu dikuasai oleh gerakan al-Murabitun tahun 1039 M
yang didirikan oleh ulama Maroko, Abdullah ibn Yasin di sebuah ribath, yaitu sejenis padepokan masjid yang
dibentengi, di sebuah pulau di Senegal Afrika Utara. Para anggotanya berasal dari Lamtunah, sempalan dari
suku Sanhaji, yang berdiam di Sahara, bertemperamen keras dan tabah. Gerakan ini terus berkembang dengan
cepat hingga pada tahun 1055 M dapat menguasai Andalusia.
Dinasti Muwahhidun muncul setelah berakhirnya dinasti Murabitun (1090-1147). Dinasti bermula dari
sebuah gerakan agama-politik yang didirikan oleh seorang Barbar, Muhammad ibn Tumar (1078-1130 M) dari
suku Masmuda. Ia menyandang gelar al-Mahdi, dan menyatakan diri sebagai nabi yang diutus untuk
memulihkan Islam kepada bentuknya yang asli dan murni. Dia mengajarkan kepada pengikutnya doktrin
tauhid, keesaan Tuhan, dan konsep spiritual tentang Tuhan. Karena itu, para pengikutnya disebut al-
Muwahhidun.
Ibnu Tumar digantikan oleh sahabat dan panglima perangnya, Abd al-Mu’min ibn Ali (1130-1163 M).
Ia mengakhiri dinasti Murabitun (1147 M), setelah mengepung Maroko selama 11 bulan. Setelah merebut
Maroko, Spanyol, al-Mu’min menguasai Aljazair (1152 M), Tunisia (1160 M), Lybia (1160 M). Ia belum
sempat membangun peradaban, tetapi penerusnya, sekaligus cucunya, Abu Yusuf Ya’qub al-Manshur (1184-
1199 M), membangun kota Seville dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1170 M. Ia membangun menara
Giralda yang dijadikan sebagai pelengkap masjid Seville (sekarang diubah menjadi katedral). Di Maroko, ia
membangun rumah sakit yang oleh sejarawan dianggap sebagai bangunan yang tak ada bandingannya di dunia
saat itu. Dinasti ini berakhir pada masa Khalifah Muhammad al-Nashir (1199-1214 M), putra al-Manshur.
Berakhirnya dinasti disebabkan karena pertikaian internal dan pertikaian antar suku yang ada di Seville.
Dinasti Muwahhidun diganti oleh dinasti Nashriyah (1232-1492 M) dengan tokohnya Muhammad ibn
Yusuf ibn Nashr atau Ibn al-Ahmar (Banu al-Ahmar). Tidak banyak yang bisa diperbuat oleh dinasti ini,
kecuali pembangunan istana yang megah di Granada, disebut al-Hamra (yang merah), karena campuran
plesteran yang merah digunakan dalam konstruksinya. Al-Hamra menjadi salah satu monumen arsitektur
Spanyol yang indah, gaya arab dan dekorasinya yang bagus menjadi saksi kemegahan dunia saat itu.
Tetapi dinasti Muwahhidun tidak dapat mempertahankan kota-kota lain di Spanyol. Proses penyatuan
Spanyol mulai nampak ketika terjadi perkawinan antara Ferdinand dari Aragon dan Isabella dari Castile tahun
1469 M. Dari 21 sultan dinasti Nashriyah (1232-1492 M) tidak dapat berbuat banyak karena dilanda pertikaian
internal keluarga untuk saling berebut kekuasaan. Sementara itu, Ferdinand dan Isabella memerintah pendeta
Kardinal Ximenez de Cisneros untuk mengkampanyekan perpindahan dari agama Islam ke Kristen kepada
semua penduduk, serta pembakaran buku-buku Islam di Granada. Proses pemaksaan pindah agama disertai
pengusiran umat Islam di Spanyol mencapai puncaknya pada masa raja Philip III tahun 1609 M. Diperkirakan
sekitar 3 juta umat Islam diusir, dibuang, dan dihukum mati. Sebuah kejadian sejarah yang sangat memilukan.
B. Ilmuan, Filosof dan Ulama Pada Masa Daulah Muwahhidun
Banyak sumbangan keilmuan pada periode ini. Di bidang bahasa dan sastra ada Ali ibn Hazm (994-
1064 M). Menurut sejarawan Ibn Khallikan, tidak kurang dari empat ratus jilid buku tentang sejarah, teologi,
hadis, logika, puisi, dan beberapa bidang lainnya ditulis oleh Ibn Hazm. Karyanya yang terkenal hingga kini
adalah al-Fashl fi al-Milal wa Ahwa’ al-Nihal (Bab tentang perbedaan aliran, ajaran, dan kelompok), yang
memberinya gelar doctor antropologi agama pertama di dunia. Di bidang pendidikan, terdapat beberapa
universitas di Spanyol, seperti di Kordova, Seville, Malaga, dan Granada. Universitas Kordova memiliki
jurusan astronomi, matematika, kedokteran, teologi, dan hukum. Jumlah mahasiswanya setiap tahun lebih dari
seribu, dan ijasahnya dapat dipergunakan untuk bekerja di pemerintahan dan swasta. Universitas Granada
dibangun oleh Khalifah Nashriyah ke-7, Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354 M). Kurikulumnya meliputi filsafat,
astronomi, hukum, teologi, kedokteran, kimia, dan lain-lain. Salah satu slogan Universitas ini adalah: “Dunia
hanya terdiri atas 4 unsur: pengetahuan orang bijak, keadilan penguasa, doa orang saleh, dan keberanian
kesatria.” Masing-masing universitas dilengkapi dengan perpustakaan dengan koleksi buku yang lengkap.
Universitas Kordova menduduki peringkat pertama dalam bidang publikasi, pemasaran, dan konsumsi buku.
Maroko merupakan tempat pabrik kertas pertama, kemudian Jativa di Spanyol abad ke-12, Italia tahun abad ke-
13, kemudian baru German membuat pabrik kertas mesin abad ke-15. Kata “ream” berasal dari bahasa arab
“rizmah” berarti bundle.
Ilmuan lain yang tercatat dalam periode ini adalah Abu al-Qasim Said ibn Ahmad al-Andalusi (1029-
1070 M), salah satu karyanya adalah Thabaqat al-Umam (tingkatan bangsa-bangsa). Ia juga dikenal sebagai
ahli sejarah, matematika, dan astronomi. Terdapat juga ilmuan dan sosiolog pertama Abdurrahman ibn Khaldun
(1332-1406 M) dengan karyanya yang monumental Muqaddimah. Untuk pertama kalinya, dalam buku itu, ia
memperkenalkan teori perkembangan sejarah social yang mengemukakan dua hal penting, yaitu fakta-fakta
fisik tentang iklim dan geografi, serta moral dan spiritual, yang mempengarahui perkembangan social. Ia juga
mencoba merumuskan hukum-hukum kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa.
Di bidang filsafat dan tasauf terdapat beberapa nama, yaitu ibn Bajjah (w. 1138 M), ibn Thufayl (w.
1185), ibn Rusyd (w. 1198 M), dan ibn Arabi (w. 1240 M). Abu Bakr Muhammad ibn Yahya ibn Bajjah
(Avenpace, Avempace) adalah seorang filosof, ilmuwan, dokter, musisi, dan komentator pemikiran Aristoteles,
menulis beberapa karya antara lain Tadbir al-Mutawahhid (De regimine solitarii, rezim yang sendirian). Buku
ini mengulas tentang bagaimana manusia yang lemah bisa mencapai persatuan dengan intelek aktif, dan
mengajarkan bahwa pencapaian kesempurnaan jiwa manusia secara bertahap dengan zat Ilahi merupakan
tujuan filsafat. Sebagian penulis muslim menilai bahwa ibn Bajjah adalah seorang atheis.
Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibn Thufayl adalah seorang ahli filsafat neo-Platonis yang
belajar ilmu kedokteran di Universitas Granada, menjadi tabib sekaligus penasehat istana Dinasti Muwahhidun
masa Khalifah Abu Ya’qub Yusuf (1163-1184 M). Karyanya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzhan (Yang
Hidup, Anak Kesadaran), gagasan utamanya adalah bahwa manusia, dengan kapasitas yang dimilikinya, tanpa
bantuan sedikitpun dari luar, mampu mencapai tentang pengetahuan tentang dunia yang lebih tinggi, dan secara
bertahap bisa menemukan ketergantungannya dengan Realitas Puncak.
Filosof terbesar dan sangat berpengaruh di Barat adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn
Rusyd (Averoes). Pada tahun 1169-1171 M menjadi hakim agung di Seville. Karya filsafatnya yang paling
penting adalah Tahafut al-Tahafut (kacaunya kekacauan) sebagai jawaban dari tulisan al-Ghazali berjudul
Tahafutu al-Falasifah (kekacauan filsafat). Ia juga menulis karya kedokteran berjudul al-Kulliyyat fi al-Tibb
(Generalitas dalam Kedokteran). Dalam karyanya itu, ia mengemukakan bahwa orang yang kena penyakit cacar
tidak mungkin terkena penyakit serupa untuk kedua kalinya.
Ahli tasauf pada periode ini adalah Abu Bakr Muhammad ibn Ali Muhyi al-Din ibn Arabi. Ia banyak
menulis buku antara lain Hikmah al-Isyraq (Hikmah Pencerahan), al-Futuhat al-Makkiyah (Penyingkapan
Mekkah), dan Fushus al-Hikam (Kantong-kantong Kebijaksanaan). Ia dikenal sebagai wakil mazhab iluminasi
(isyraqi) dengan teori mistiknya adalah bahwa Tuhan dan dunia jiwa seharusnya ditafsirkan sebagai cahaya,
dan proses pemahaman kita merupakan pencerahan dari atas melalui perantaraan jiwa-jiwa yang memenuhi
ruang. Pengaruh ibn Arabi bukan saja pada dunia Islam, tetapi juga Barat seperti Duns Scotus, Roger Bacon,
dan Raymond Lull.
Di bidang seni dan arsitektur, dinasti-dinasti pada periode ini telah menyebarkan dan mengembangkan
beberapa bidang seni dan arsitektur, seperti kerajinan logam yang meliputi seni dekorasi, pengembangan pola-
pola relief atau ukiran, sendok, garpu, dan sejenisnya. Pusat kerajinan terletak di Toledo, dan Seville. Terdapat
juga industri porselen di Poittier, Toledo dan Kordova yang diperdagangkan sampai ke Belanda. Bidang
kerajinan lain yang menjadi unggulan adalah produksi tekstil dan pakaian mewah seperti sutra dengan pusat
industri di Granada.
Peninggalan arsitektur yang terkenal adalah istana Alcazar di Kordova, Toledo, dan Seville. Alcazar di
Seville adalah satu-satunya yang masih bertahan sampai sekarang. Istana yang paling megah dibangun pada
masa dinasti Nashriyah adalah Al-Hambra di Granada. Sebagian besar dekorasi dan interiornya adalah
kaligrafi. Di tengah-tengah istana terdapat patung 12 singa terbuat dari porselen yang indah dan elok.
BAB V
PROSES MASUKNYA IMPERIALISME KE DUNIA ISLAM
Standar Kompetensi
Menganisis masuknya imperialisme ke dunia Islam, latar belakang dan dampaknya.
Kompetensi Dasar
Siswa mampu menganalisis masuknya imperialisme ke dunia Islam
Indikator Keberhasilan
a. Menjelaskan keadaan dunia Islam saat kedatangan penjajah
b. Menyebutkan motivasi dan tujuan bangsa-bangsa Barat menjajah negara-negara Islam
c. Menyebutkan beberapa wilayah yang dikuasai negara-negara Barat
d. Menjelaskan dampak penjajahan bangsa Barat atas dunia Islam dalam bidang politik dan ekonomi
e. Menjelaskan dampak penjajahan bangsa Barat atas dunia Islam dalam bidang ilmu pengetahuan
f. Mengambil ibrah dari imperialisme tersebut
Petunjuk Guru
Membaca kisah sejarah daulah Umayyah II. Bacaan ini dapat dikembangkan dengan cara menunjuk
salah seorang siswa untuk membacakannya, sementara yang lain mendengarkannya. Atau menginstruksikan
seluruh siswa untuk membacanya selama beberapa menit, kemudian menceritakan kembali hasil bacaannya.
A. Proses Masuknya Imperialisme ke Dunia Islam
Keadaan Dunia Islam Saat Kedatangan Penjajah
Kondisi umat Islam di dunia sebelum kedatangan penjajah memang sangat menyedihkan karena
mengalami kemunduran. Menjelang abad ke-18, Turki Usmani mulai melemah, sementara kekuatan Eropa
semakin meningkat. Dinasti ini telah berumur 500 tahun dan menguasai sebagian besar wilayah Balkan, Turki,
Timur Tengah Arab, Mesir, Afrika Utara, Laut Merah dan Sahara. Lemahnya dinasti Usmani disebabkan
system pemerintahan yang berubah. Di kekuasaan pusat Istanbul, kekuasaan condong bergerak dari keluarga
Sultan kepada oligarki pejabat tinggi sipil di atau sekitar jabatan menteri besar. Mereka menggunakan
jabatannya untuk terlibat dalam bisnis seperti bekerja sama dengan para pedagang dalam bidang bisnis dan
pertanian. Para tentara menjadi pedagang dan pengrajin, sebaliknya pedagang dan pengrajin menuntut menjadi
anggota tentara atau setidaknya punya afiliasi dengan tentara. Akhirnya muncullah kelompok-kelompok lokal
di propinsi yang mampu memegang kendali perpajakan dan menggunakannya untuk membentuk tentara-tentara
lokal. Kelompok ini mendapat pengakuan dari Istanbul sebagai penguasa di beberapa propinsi. Di samping itu,
terdapat kelompok Mamluk dari Balkan yang menempati posisi penting di pemerintahan atau militer lokal.
Di Baghdad, para Mamluk menguasai posisi gubernur. Di Damaskus dan Mosul, mereka mampu
menguasai jabatan gubernur selama beberapa generasi, Di Hijaz, Mekkah, para Syarif yang mengklaim sebagai
keturunan Nabi, memerintah kota suci. Di Yaman, kekuasaan dinasti Usmani tidak ada lagi dan dikuasai oleh
para Imam penganut Syi’ah Zaidiyah. Di Mesir, ada gubernur Turki Usmani, tetapi tidak berkuasa penuh
karena didominasi oleh penguasa militer. Di Maroko, para tentara telah merebut kekuasaan dari gubernur Turki
Usmani yang sah. Di Tripoli dan Tunisia, para tentara mendapat legitimasi dari Turki Usmani untuk
memerintah. Demikianlah kondisi wilayah-wilayah yang masih menjadi territorial Turki Usmani, karena dinasti
Usmani lemah, maka para penguasa local cenderung untuk mengelola wilayahnya masing-masing secara
independen.
Meskipun telah berjuang untuk mereformasi negara dan masyarakat, namun berlahan-lahan imperium
Usmani kehilangan wilayah kekuasaannya. Beberapa kekuatan Eropa yang terlebih dahulu telah
mengkonsolidasikan militer, ekonomi, dan kemajuan teknologi mereka, sehingga pada abad sembilan belas
bangsa Eropa jauh lebih kuat dibandingkan rezim Usmani. Untuk dapat bertahan, Usmani hanya bergantung
pada keseimbangan kekuatan-kekuatan Eropa. Hingga tahun 1878, kekuatan Rusia, dan Inggris berimbang, dan
hal ini menyelamatkan rezim Usmani dari pencaplokan mereka. Namun antara tahun 1878, dan 1914, sebagian
besar wilayah Balkan menjadi merdeka. Rusia, Inggris, dan Australia-Hungary merebut sejumlah wilayah
Usmani. Kirman dan Rusia Selatan lepas dari Turki tahun 1774, dan menjadi bagian Rusia tahun 1784, serbia
menjadi negara merdeka tahun 1829, Rumania lepas dari Turki tahun 1829 dan merdeka tahun 1878, Yunani
lepas dari Turki tahun 1889 dan merdeka tahun 1829, Qauqas lepas dari Turki tahun 1882 dan menjadi negara
bagian Rusia, Bulgaria lepas dari Turki tahun 1878 dan merdeka tahun 1908, Qabrus lepas dari Turki tahun
1878 dan menjadi koloni Inggris, Albania lepas tahun 1913, Macedonia lepas tahun 1913, dan kemudian
wilayahnya dibagi menjadi wilayah Yunani, Serbia, dan Bulgaria, Taraqia lepas dari Turki tahun 1913 dan
kemudian menjadi wilayah Bulgaria dan Yunani, kepulauan di laut Eigia dan pulau Kreta lepas dari Turki
Usmani tahun 1913 dan menjadi wilayah Yunani.
Perang dunia I menyempurnakan proses lepasnya imperium Turki Usmani. Pada bulan Desember 1914,
Turki Usmani melibatkan diri delam perang dunia I, dengan bergabung dengan kubu Jerman, Austria. Dalam
perang itu, tentara sekutu Eropa berhasil mengalahkan Jerman, Austria, dan Usmani. Akibat dari kekalahan
tersebut, beberapa wilayah Usmani lepas, seperti Palestina, Syiria, dan Irak ditundukkan Inggris (1917), Lybia,
dan wilayah barat –daya Anatolia, Mesir sudah terlebih dahulu dikuasai Inggris (1911), Aljazair, Tunisia,
Maroko, Libanon, dan Syiria menjadi wilayah pengaruh Perancis. Yunani menduduki Thrace, Izmir, dan
kepulauan Agean, Armenia menjadi negara merdeka, sedang Kurdistan menjadi propinsi otonom, Istambul dan
sekitarnya jatuh ke dalam pendudukan bersama sekutu.
Demikianlah di penghujung abad sembilan belas, dan awal abad dua puluh, Imperium Turki Usmani,
menjadi manusia yang sakit di Eropa, yang kehilangan kekuasaannya di beberapa kawasan, sampai akhirnya
muncul Musthafa Kemal Atatturk yang mengubah Turki Usmani menjadi Republik Turki tahun 1921. Menurut
Syalaby, beberapa factor yang menyebabkan kemunduran Turki Usmani adalah perluasan wilayah dan
administrasi yang kurang baik, heterogenitas bangsa, dan agama, para puteri istana dari Eropa, budaya pungli,
dekadensi moral, perang yang berkesinambungan, mengabaikan kesejahteraan umat, gerakan nasionalisme,
bangkitnya negara-negara Eropa.
Motivasi dan Tujuan Bangsa-bangsa Barat Menjajah Negara-negara Islam
Motivasi dan tujuan bangsa-bangsa Barat menjajah negara-negara Islam menurut para ahli sejarah
adalah karena motivasi politik, ekonomi, dan agama. Motivasi politik didasarkan pada fakta bahwa bangsa
Barat masih perlu meneruskan perang salib untuk. Sejalan dengan motivasi tersebut, bangsa Barat sangat
berkepentingan untuk menyebarkan agama Kristen. Di samping itu, sebagian negara-negara Islam sangat subur
sehingga sangat menarik perhatian bagi para imperialisme Barat untuk mengambil keuntungan ekonomi.
Spanyol dan Portugis mempunyai motto dan semboyan yang sangat transparan, yaitu Gold (semangat
mencari keuntungan besar), Glory (semangat mencapai kejayaan di bidang kekuasaan), dan Gospel (semangat
menyebarkan agama Kristen di negara-negara jajahan).
Dampak Penjajahan Bangsa Barat atas Dunia Islam Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Di kawasan Asia lain, terdapat negara Indonesia dan Malaysia. Sejarawan D. G. E. Hall mengemukakan
bahwa ekspansi Eropa ke negara-negara Islam di Asia Tenggara dipicu oleh motif agama (kelanjutan perang
salib), dan tentunya ekonomi. Pada tahun 1511, Alfonso de Alburquerque dari Portugis berhasil menaklukkan
Malaka, dan beberapa tahun kemudian meluaskan pengaruhnya ke kawasan lain di Nusantara. Namun usaha
portugis nampaknya oleh mulai dibendung oleh Belanda yang mulai tiba di Banten pada bulan Juni 1556.
Selama penduduknnya di Indonesia, hampir seluruh kebijakan pemerintah Belanda sangat merugikan rakyat.
Belanda cebdrung mengekploitasi ekonomi dan tenaga rekyat. Dalam bidang politik, Belanda menerapkan
politik adu domba, dam berusaha menjauhkan gerakan Pan Islamisme, dengan cara hanya memperbolehkan
acara ritul arutin, tidak disertai gerakan politik bernuansa agama. Dalam bidang pendidikan, belanda sangat
membatasi partisipasi masyarakat luas, dan hanya memperbolehkan mereka yang struktur sosialnya tinggi.
Struktur kelas pada zaman Belanda terdiri dari orang eropa, Cina, Arab, ningra, dan masayarakat cilik atau wog
ciclik. Kebijakan yang tidak bersahabat ini menimbukan gejola dan perlawanan dari rakyat di beberapa daerah,
seperti Maluku Tengah, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Sulawesi, Klaimantan Selatan,
Sumatera Utara, dan Aceh. Perlawanan terhadap Belanda terus belanjut sampai abad keduapuluh, dimana
terjadi aliansi antara golongan Islam dan Nasionalis, yang mengantarkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus.
Mengenai Malaysia, negara ini juga pernah dikuasai beberapa negara barat, yaitu Portugis (1511-1641),
Belanda (1641-1795), dan terakhir Inggris sampai kemerdekaan Malaysia pad atahun 1957, setelah terlebih
dahulu diduduki Jepang selama 4 tahun (1941-1945). Portugis dan Belanda, serta Inggris dinilai sama dan tidak
menginginkan Islam berkembang. Tetapi cara yang diterapkan Inggris lebih halus dan simpatik. Salah satu
dampak dari kebijakan kolonial ini, pada awal kemerdekaannya, Islam tidak diberi peran utama dalam
pemerintah negara. Issu-isu awal yang dikemukakan oleh para politisi Malaysia adalah lebih menekankan
pembangunan bngsa. Akibatnya, negara tidak banyak memberi perhatian pada prinsip-prinsip Islam maupun
pada pengembangan infrastruktur dan isntriusi-institusi social- ekonomi Islam, kebijakan ini agak mirip dengan
yang ada di Indonesia.
Ibrah Dari Imperialisme
Beberapa hikmah yang dapat diambil dari imperialisme adalah:
1. Persatuan sangat penting artinya untuk memperkokoh sebuah komunitas Muslim di dunia
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dikembangkan sehingga umat Islam tidak dengan mudah dapat
dijajah oleh orang Barat
Menganalisis Gerakan Pembaharuan Wahabi
Pemikiran Pembaharuan Wahabi erat kaitannya dengan tokoh pembaharuan pada abad ke-14 M Yang
lebih akrab dikenal sebagai ibn Taymiyyah (1263-1328 M). Ia sangat tidak setuju terhadap sufisme, bid’ah dan
khurafat yang banyak dilakukan oleh umat Islam pada masa itu. Ia juga menentang taklid buta, dan mewajibkan
ide terbukanya pintu ijtihad. Ia menafikan berlakunya ijmak secara hakiki selepas zaman sahabat yang
dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam, yang berupa kesepakatan semua mujtahid di kalangan umat
Islam pada masa sesudah Rasulullah s.a.w.; Ibn Taymiyyah mengemukakan bahwa al-Quran dan al-Sunnah (al-
Hadis) sebagai sumber Islam yang utama.
Ibn Taymiyah juga mengkritik pendapat Imam Ghazali dalam hal: memuliakan kuburan para wali dan orang
keramat, meminta kepada Allah dengan perantaraan arwah para wali dan orang keramat yang sudah mati
karena termasuk dipandangnya sebagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah.
Pada abad ke-18 di Tanah Arab muncul seorang ulama yang mengikuti Ibn Taymiyyah bernama
Muhammad ibn Abdi'l-Wahab (1703-1787 M). Ia sangat peduli untuk memberantas perbuatan yang ia nilai
sebagai bid’ah dan khurafat yang banyak dilakukan kaum muslimin di lingkungannya. Gerakan dan paham
agama ini disebut Wahabi, sesuai dengan nama penggagasnya Muhammad ibn Abdi'l-Wahab. Dengan bantuan
keluarga Saud penguasa Najed, paham ini tidak hanya sebatas pemikiran, tetapi sudah pada tahap gerakan di
mana segala bentuk bid’ah dan khurafat mereka hancurkan, seperti meratakan kuburan yang dikeramatkan
penduduk, dengan alasan tidak ada pada zaman Nabi. Mereka yakin bahwa perbuatan tersebut termasuk dalam
kategori mensekutukan Allah (syirik) karena itu wajib dibasmi dengan tegas.
Pada mulanya, gerakan Wahabi ini banyak mendapat tantangan dari berbagai kelompok masyarakat
Islam, karena cara yang dipergunakan terlalu keras dan tidak kenal kompromi dengan bid’ah. Pihak penjajah
Barat juga tidak menyukai gerakan ini karena membahayakan bagi kolonialisme jika umat Islam bangkit
nasionalismenya lewat pemikiran pemurnian tauhid.
Tetapi gerakan Wahabi terus melakukan konsolidasi dengan dukungan penuh dari penguasa keluarga
Saud. Bahkan pada perkembangan berikutnya, banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran para tokoh agama
di Negara-negara lain yang masyarakatnya sama perilaku keagamaannya dengan masyarakat di Saudi Arabia.
Di antara gerakan-gerakan yang terpengaruh dengan Wahabi adalah gerakan yang dipimpin al-Sanusi di
Libya pada abad ke-19 yang memperotes terhadap kerajaan Turki Usmani karena dinilai telah menyimpang dari
ajaran Islam yang sebenarnya, gerakan al-Mahdi di Sudan yang memberontak terhadap pemerintahan Turki-
Mesir, yang juga dipandang menyimpang dari ajaran Islam, gerakan Padri di Sumatera Barat yang dipimpin
oleh tiga orang yang baru dating haji yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Mereka
mengembangkan dan menyebarkan paham ini di daerah masing-masing. Mereka berjuang membasmi segala
yang bid’ah dan khurafat serta menghapuskan kebiasaan meminum tuak, menghisap madat, menyabung ayam,
berjudi, merokok (ulama Hanbali di Hijaz mengharamkan merokok), dan memotong gigi. Kaum wanita
diwajibkan menutup seluruh bagian tubuh, dan lelaki diharuskan memelihara janggut (mengikut pendapat
ulama Hanbali memelihara janggut bagi lelaki adalah wajib), dan memakai serban. Kaum Padri biasanya
memakai pakaian putih, kerana itu mereka disebut juga "Kaum Putih".
Di Tanah Arab Saudi sendiri paham Wahabi terus berkembang pesat karena memang dijadikan paham
resmi Negara. Tetapi setelah Raja Saudi banyak mengadakan hubungan dengan dunia luar, tindakannya yang
keras menentang bid’ah mulai melunak. Sekarang ini kerajaan Saudi tanpa segan meskipun masih berhati-hati-
menerima pengaruh Barat, yang dulunya sangat ditentang oleh kaum generasi pertamanya.
MUHAMMAD ABDUH
Abduhisme ialah suatu fahaman dan gerakan pembaharuan di dalam tubuh kaum muslimin. Gerakan ini
mempunyai persamaan dengan fahaman Muhammad bin Abdul Wahab terutama berkenaan dengan
pendapatnya untuk kembali kepada ajaran al-Quran dan al-Sunnah yang murni, meninggalkan bidaah dan
khurafat dan tidak keberatan mempertikaikan ijmak. Mungkin fikiran yang dikemukakan oleh Muhammad bin
Abdul Wahab sedikit sebanyak mendorong aliran ini untuk bergerak cergas menyebarkan fahamannya.
Jamaluddin al-Afghani
Syed Jamaluddin al-Afghani (1839-1897 M). Dilahirkan di Kabul, Afghanistan. Ia adalah tokoh yang
berjasa besar dalam mempertahankan Islam dari serangan Barat. Ia adalah tokoh gerakan Pan-Islamisme yang
bertujuan mempersatukan pemerintahan Islam dan membangkitkannya dalam rangka melawan kolonialisma
Barat. Ia juga mengecam umat Islam karena sangat terperosok ke nilai-nilai yang jauh dari ajaran Islam. Karena
itu, ia menekankan kepada umat Islam agar membersihkan dirinya daripada kesesatan dan unsur-unsur luar
Islam yang merusak dan sesat. Umat Islam harus berfikiran maju dan modern yaitu bersatu untuk
mempertahankan kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Pemikiran al-Afghani kurang mendapat sambutan
terutama di Irak dan Turki, tetapi paham dan gerakan ini sangat berpengaruh pada gerakan pembaharuan yang
muncul kemudian di Mesir. Al-Afghani juga sangat menentang aliran materialisme kaum Dahriyah (Materialis-
Ateis).
Abduh
Seorang pengikut beliau yang penting di Mesir ialah Syeikh Muhammad Abduh (1849-1905). Beliau
ialah seorang ulama besar lagi moden. Seorang tokoh yang terkenal membasmi bidaah dan khurafat, serta
menentang taklid yang banyak melemahkan umat Islam. Beliau seorang ahli tafsir (mufasir), profesor di
Universiti Al-Azhar. Mula-mula beliau belajar di al-Azhar mengikut cara lama. Setelah al-Afghani datang ke
Mesir, Muhammad Abduh menjadi salah seorang muridnya yang cerdas.
Dewasa itulah Muhammad Abduh menerima aliran baru tentang pelajaran agama, ilmu pengetahuan,
dan politik. Angin segar mulai bertiup di Mesir. Ketika terjadi pemberontakan Arabi di Mesir (1881-1882 M),
Muhammad Abduh dituduh turut campur tangan dalam pemberontakan itu. Beliau ditangkap lalu dibuang ke
Beirut. Kemudian, beliau pergi ke Paris. Di sana beliau belajar dengan gurunya, Jamaluddin al-Afghani yang
telah dihalau lebih dahulu dari Mesir. Kemudian Muhammad Abduh kembali ke Beirut. Tidak lama selepas itu
beliau mendapat pengampunan daripada Raja Mesir, lalu beliau pun kembali ke tanah tumpah darahnya.
Dewasa itu kaum muslimin terbahagi kepada dua golongan yang saling bertentangan. Pertama ialah
golongan kolot yang ingin tinggal di dalam lembah kebodohan dan mengikuti tradisi lama turun-temurun, tidak
peduli apakah perkara berkenaan sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Golongan kedua ialah para terpelajar
Barat. Mereka tidak mahu tahu tentang Islam. Bahkan tidak kurang antaranya yang mencela dan mengatakan
bahawa Islam adalah penghalang untuk mencapai kemajuan bagi pemeluknya. Pada saat itulah Muhammad
Abduh membangun golongan baru, yang berfahaman mengetengahi kedua-dua golongan itu. Beliau
menghendaki agar ilmu pengetahuan Barat sesuai dengan perintah Islam-mestilah dipunyai oleh umat Islam,
tetapi dengan berpegang teguh kepada
prinsip-prinsip agama yang sejati. Kemudiannya, Muhammad Abduh dilantik oleh Raja menjadi Hakim,
kemudian menjadi Mufti Mesir, dan menjadi pensyarah di al-Azhar, memberi kuliah di dalam ilmu tafsir. Oleh
kerana fahamannya yang revolusioner di dalam agama dan kadang-kadang bertentangan dengan ijmak, beliau
dipandang murtad oleh beberapa orang ulama. Keadaan ini banyak menghalang Muhammad Abduh dalam
menyebarluaskan pendiriannya.
Dengan memerhatikan tulisan, ceramah, dan kuliahnya, maka program pembaharuannya dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Membersihkan Islam daripada unsur-unsur yang salah, bukan Islam dan bidaah.
2. Pembaharuan pendidikan yang lebih tinggi dan tidak perlu malu mengambil pengetahuan Barat asal saja
tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki, untuk maslahat kaum muslimin.
3. Merumuskan ajaran Islam menurut cara berfikir moden, sebab Islam itu sesungguhnya ialah agama
yang sesuai dengan segala zaman dan tempat.
4. Pembelaan agama Islam terhadap pengaruh Barat dan serangan daripada pihak umat Kristian.
Paham dan pemikiran Abduh dikenal oleh para mahasiswa di Mesir dan dibawa ke Negara asal para
pelajar tersebut. Pemikiran pembaharuannya juga disebarkan melalui majalah al-Manar (Mercu Suara) yang
diterbitkan oleh para pengikutnya ke penjuru dunia Islam. Pemikiran Abduh dilanjutkan para penerusnya yaitu
Rasyid Ridla, dengan cara menerbitkan majalah al-Manar al-Qahirah. Majalah ini memuat semua pemikiran
Abduh tentang berbagai masalah yang dihadapi umat Islam saat itu. Pada perkembangan berikutnya, pemikiran
pembaharuan Abduh sangat terkenal luas di kalangan pemikir dunia Islam.
Berbeda dengan paham dan gerakan Wahabi yang anti Barat, gerakan pembaharuan Abduh dalam
menjalankan cita-citanya tidak selalu berkonfrontasi dengan Barat. Bahkan Abduh menganjurkan umat Islam
agar mengambil pengetahuan dan teknologi Barat selama bermanfaat bagi umat Islam. Bagi Abduh, umat Islam
tidak akan dapat bersaing dengan Barat tanpa peralatan teknologi canggih yang dipergunakan Barat. Umat
Islam pada masa kejayaannya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sekarang hal itu dimiliki
Barat.
Harun Nasution menilai bahwa Abduh tidak hanya mengajak umat Islam untuk kembali kepada ajaran yang
murni seperti paham Wahabi, tetapi karena zaman sudah berubah maka ajaran yang asli itu perlu disesuaikan
dengan zaman modern. Menurut Ibn Taymiyah, ajaran Islam terbagi menjadi dua kategori, yaitu ibadat dan
muamalat ditekankan pula oleh Abduh. Ajaran Islam yang ada dalam al-Quran dan al-Sunnah tentang ibadat
sangat jelas dan terperinci. Sebaliknya ajaran tentang hidup kemasyarakatan hanya ada secara umum dan tidak
terperinci serta hanya sedikit jumlahnya. Karena itu menurut Abduh dapat disesuaikan dengan zaman dengan
cara melakukan interpretasi, dan hal itu dapat dilakukan jika dibuka pintu ijtihad. Namun demikian, tidak setiap
orang dapat melakukan ijtihad, hanya orang yang memenuhi syarat saja yang boleh melakukan, yang tidak
memenuhi syarat tentu tidak boleh. Ijtihad harus langsung bersumber pada al-Quran dan al-Hadis. Adapun
berkaitan dengan masalah ibadat (hubungan antara hamba dengan Allah), Abduh tidak menghendaki adanya
perubahan menurut zaman. Oleh sebab itu, menurutnya ibadat tidak termasuk masalah yang bias dilakukan
ijtihad.
Di dalam bidang akidah, Abduh berpendapat bahwa manusia mewujudkan
perbuatannya dengan kemahuan dan usahanya sendiri tanpa melupakan bahwa di
atasnya masih ada Penguasa yang lebih tinggi. Ia sependapat dengan orang yang mengemukakan bahwa
kemunduran umat Islam karena mereka menganut paham Jabariyah, yang menilai manusia sebagai mahluk
terpaksa. Bagi Abduh, kepercayaan qada dan qadar telah diselewengkan umat Islam, karena sebenarnya paham
itu mengandung unsur dinamis yang membawa umat Islam pada zaman permulaan sampai ke Sepanyol dan
mampu melahirkan peradaban Islam yang maju.
Pemikiran dan gerakan Abduh tidak banyak berkonfrontasi dengan kultur dan peradaban Barat. Ia
membedakan antara unsur peradaban Barat yang bermanfaat dan merusak bagi umat Islam. Peradaban yang
bermanfaat dan tidak bertentangan dengan Islam seharusnya diambil, sebaliknya yang tidak berguna dan
bertentangan dengan Islam harus ditolak secara tegas. Atas dasar pemikirannya yang moderat, penjajah tidak
memusuhi gerakan pembaharuan Abduh. Walau demikian, kaum tradisional tetap memusuhi gerakan
pembaharuan ini.
Di Indonesia, paham pembaharuan Abduh sangat berpengaruh terhadap berdirinya Muhammadiyah (18
Desember 1912) oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta, "Persatuan Islam" (PERSIS) di Bandung
(sekarang di Bangil), al-Irsyad (1914) di Jakarta.
Menganalisis Gerakan Anti Imprealisme Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istambul di tahun 1897.
Ketika baru berusia duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di
Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan.Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh
Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri.
Di Paris al-Afgani mendirikan perkumpulan Al-‘Urwah Al-Wusqa.Anggotanya terdiri atas orang-orang
Islam dari India,Mesir,Suria,Afrika Utara, dan lain-lain.Di antara tujuan yang hendak dicapai ialah memperkuat
rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Majallah Al-‘Urwah Al-
Wusqa,yang diterbitkan perkumpulan ini cukup terkenal,juga di Indonesia,tetapi tidak berumur
panjang.Penerbitannya terpaksa dihentikan karena dunia Barat melarang pemasukannya ke negara-negara Islam
yang berada di bawah kekuasaan mereka.
Pemikiran pembaharuannya berdasar atas keyakinan bahwa Islam adalah yang sesuai untuk semua
bangsa,semua zaman dan semua keadaan.Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan
kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum dalam Al Quran dan Hadis.
Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.
Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam,sebagaimana dianggap,tidak sesuai dengan perubahan
zaman dan kondisi baru.Umat Islam mundur,karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya
dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang luar lagi asing bagi Islam.Ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya hanya
tinggal dalam ucapan dan di atas kertas. Sebagian dari ajaran-ajaran asing itu dibawa orang-orang yang pura-
pura bersikap suci,sebagian lain oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan-keyakinan yang menyesatkan
dan sebagian lain lagi oleh hadis-hadis buatan. Faham kada dan kadar umpamanya, demikian al-Afgani, telah
dirusak dan dirubah menjadi fatalisme, yang membawa umat Islam kepada keadaan statis. Kada dan Kadar
sebenarnya mengandung arti bahwa segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab-musabab.Kemauan
manusia merupakan salah satu dari mata rantai sebab musabab itu. Di masa yang silam keyakinan pada kada
dan kadar serupa ini memupuk keberanian dan kesabaran dalam jiwa umat Islam untuk menghadapi segala
macam bahaya dan kesukaran. Karena percaya pada kada dan kadar inilah maka Islam di masa yang silam
bersifat dinamis dan dapat menimbulkan peradaban yang tinggi.
Suatu sebab lain lagi ialah salah pengertian tentang maksud hadis yang mengatakan bahwa umat Islam
akan mengalami kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat umat Islam tidak berusaha
merubah nasib mereka.
Lemahnya rasa persaudaraan Islam juga merupakan bagi kemunduran umat Islam.Tali persaudaraan Islamtelah
terputus,bukan dikalangan awam saja, tetapi juga dikalangan alim ulama.Ulama Turki tidak kenal lagi pada
ulama Hejaz,demikian pula ulama India tidak mempunyai hubungan dengan ulama Afganistan.
Jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam,menurut al-Afgani,ialah melenyapkan pengertian-
pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang
sebenarnya.Hati mesti disucikan,budi-pekerti luhur dihidupkan kembali, dan demikian pula kesediaan
berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat
bergerak maju mencapai kemajuan.
Di atas segala-galanya persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali.Dengan bersatu dan mengadakan kerja-
sama yang eratlah umat Islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan.Persatuan dan kerja-sama merupakan
sendi yang amat penting dalam Islam.
Semasa hidupnya al-Afgani memang berusaha untuk mewujudkan persatuan itu.Yang terkandung dalam
ide pan-Islam ialah persatuan seluruh umat Islam.Tetapi usahanya tidak berhasil. Bagaimanapun ide-idenya
banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan dalam Islam.Dan Abduh, sebagai
gurunya juga, mempunyai pengaruh besar di dunia Islam
Menganalisis Gerakan Pembaharuan Muhammad Abduh
Ia lahir tahun 1848 di Mesir. Bapak Abduh bernama Abduh Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang menetap
di Mesir, ibunya menurut silsilah sampai pada Umar ibn Khattab.
Semenjak kecil, Abduh belajar membaca al-Qur’an, dan hafal al-Qur’an dalam waktu relatif cepat dua tahun
Menganalisis Gerakan Pembaharuan Muhammad Rasyid Ridla
Menganalisis Pemikiran Kamal Attatruk di Turki
Menganalisis Pemikiran Muhammad Iqbal
Saat dunia Islam semakin terpuruk dalam jurang mistisisme dan konservatisme yang anti perubahan,
lahirlah seorang filosof-penyair: Sir Muhammad Iqbal. Kemunculan Iqbal telah membawa angin segar bagi
pembaharuan pemikiran Islam. Ia berhasil merajut khazanah pemikiran Barat dan Islam guna menyegarkan
kembali dunia pemikiran Islam. Iqbal tidak berapologi di hadapan pemikiran Barat, namun tidak juga
melepaskan baju keislamannya. Karya besarnya The Reconstruction of Religious Thought in Islam menjadi
inspirasi bagi sebagian besar generasi muda Islam yang mendambakan pemikiran Islam yang lebih inklusif,
terbuka, dan pluralis. Sikap pluralis Iqbal juga bisa disimak dalam syair-syairnya seputar persahabatan Hindu-
Muslim seperti Tarana-I-Hindi (Nyanyian dari India), Hindustani Bachon Ka Qawmi Git (Musik Nasional
Anak-Anak India), dan Naya Shiwala (Kuil Baru).
Iqbal umpamanya mengembangkan konsep ijma‘ dengan berbagai kemungkinan baru yang selaras
dengan kondisi modern. Ia mengungkapkan gagasannya tentang ijma‘ sebagai transfer kekuasaan ijtihad dari
individu yang mewakili mazhab-mazhab yang terorganisasi ke dalam bentuk “institusi legislatif permanen”
atau majelis perwakilan rakyat. Dengan mentransfer ijtihad kepada lembaga legislatif, yang bisa saja
beranggotakan Muslim awam atau bahkan non Muslim, Iqbal tentu saja tidak memberikan kualifikasi apapun
untuk pelaksanaan ijtihad, kecuali memiliki wawasan yang tajam dalam masalah hukum. Tetapi, untuk
menghindari kemungkinan terjadinya salah tafsir terhadap sumber-sumber Islam, Iqbal menyetujui masuknya
ulama ke dalam majelis untuk membantu dan memimpin perbincangan-perbincangan bebas tentang masalah
yang bertalian dengan Islam.
Menjelaskan Proses Masuknya Islam ke Indonesia
Mengenal Kerajaan-kerajaan Islam Awal di Indonesia
Mengenal Ulama-ulamaAwal Indonesia
Mengidentifikasi Peranan Wali Songo dalam Islamisasi di Indonesia
Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.
Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan.
Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan
guru-murid. Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri
adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan
Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan
Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan
lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka tinggal di pantai Utara Jawa dari
awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa
Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang
menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai
dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri,
peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan
hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator
karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati
kaum jelata. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di
Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam
mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta
dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-
masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik
Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para
kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan
menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha .
Maulana Malik Ibrahim (Wafat 1419)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia
Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti
pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi. Maulana Malik Ibrahim
kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara
dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim
dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di
Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi
Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak
tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal
dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di
negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa
versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni
desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah
daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer Utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika
itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga
murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara
gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar
kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru
bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M
Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa
kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri,
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah
yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan
Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum
ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah
Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang
dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai
beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat.
Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut
membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra
dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Di Ampel Denta yang
berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren.
Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya.
Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di
wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para
santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Sunan Ampel
menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main,
moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman
keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina." Sunan Ampel diperkirakan wafat pada
tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden
Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri
seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup
dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri,
yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian
menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu
ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia
kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima
tertinggi.
Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-
daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau
Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat
Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban. Tak seperti Sunan Giri yang
lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf
ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal
Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.Ajaran Sunan
Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut
Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al
yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat.
Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah
"Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya
banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh
Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang
saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa
seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang
mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu
karya Sunan Bonang. Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius
penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah
perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah
(peneguhan).
Sunan Kalijaga
Dialah "wali" yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450
Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit,
Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah
Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau
Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi enyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon.
Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati.
Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau
"jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk
statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan. Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari
100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan
Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal
kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan
Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu
dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya
cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa
masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti
sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan
lama hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni
ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga. Metode dakwah
tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya
adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak
Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia
pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir,
dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii). Semua itu hanya
mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja
Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar
Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14
tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro
Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai
Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan.
Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari
pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur
Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang
menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan
ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten
tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati
mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran
Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia
dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah
barat.
Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang),
anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang
berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus
banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti
Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat
toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali --yang
kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu
dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu
yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Suatu
waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja
menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang
mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang
surat Al Baqarah yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih
menolak untuk menyembelih sapi.Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan
Kudus mengikat masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus.
Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan
Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama uria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng
Gunung Muria, 18 kilometer ke Utara kota Kudus.Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan
Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh
dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan
keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria
seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia
dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara,
Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan
Kinanti .
Menjelaskan Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
KH Ahmad Dahlan - Persyarikatan Muhammadiyah
Andai saja pada tahun 1868 tidak lahir seorang bayi yang bernama Muhammad Darwisy (ada literatur yang
menulis nama Darwisy saja), Kampung Kauman di sebelah barat alun-alun utara Yogyakarta tetaplah tidak
memiliki keistimewaan lain, selain sebagai sebuah pemukiman di sekitar Masjid Besar Yogyakarta. Sejarah
telah mencatat lain. Kampung Kauman menjadi sebuah nama besar sebagai kampung kelahiran seorang
Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia, Kiai Haji Ahmad Dahlan, dan lahirnya Persyarikatan
Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah yang bertepatan dengan 18 November 1912.
Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib
terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat
sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo,
yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan
Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang
Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad
Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam,
1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama
dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut
ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn
Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan
pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak
keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman
keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi
ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat
Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan
purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari
Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904,
ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada
beberapa guru di Makkah. Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).
Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya
dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu : "Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan
peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu
melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau
bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian,
pengadilan,
hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan
tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi
Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan
akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu
dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke
jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan
demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif,
artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-
upaya yang sistematis dan kolektif. Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan
kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk
membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin
dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama.
Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Untuk membangun upaya dakwah (seruan
kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama
melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya
membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan
ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas
gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon
pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta,
karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.
Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya
tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian
juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide
tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena
itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool
Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama
Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya. Di samping aktif dalam menggulirkan
gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang
mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang
menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi.
Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik
yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan
juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng
Nabi Muhammad saw.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali
hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember
1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga
maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu,
karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua
rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda
untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini
hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi
di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di
luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-
Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh
Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di
antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya
Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri,
Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata
mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai
daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah
makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di
Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi
persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab
yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum
Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan
mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-
tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya
dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan
terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits.
Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak
hanya melalui
kitab-kitab tafsir". Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu
dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan
umum).
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan
pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai
bangsa terjajah dan yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya; telah banyak memberikan ajaran Islam yang
murni kepada bangsanya, ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat
dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat
diperlukan, bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan
wanita, Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.