skenario c blok 18(1)

78
Skenario C Tristan, anak laki-laki, usia 18 bulan, dibawa ke klinik bisa duduk dan merangkak. Tristan anak pertama dari ibu usia 27 tahun. Lahir spontan ddengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram. Pada saat usia 6 bulan Tristan mengalami kejang yang disertai demam dan dirawat di RS selama 2 minggu. Sebelum terkena kejang dan demam itu Tristan sudah bisa tengkurap bolak-balik, sudah bisa tersenyum ke arah ibunya dan perkembangan lainnya sesuai usia. Sejak keluar dari RS Tristan mulai terlihat malas bergerak dan hanya bisa tengkurap saja. Sampai saat ini belum bisa duduk dan merangkak, belum bisa makan nasi, sehingga masih diberi bubur saring dan susu. Tristan juga belum bisa makan biskuit sendiri. Tristan sudah mengoceh, tapi belum bisa memanggil mama dan papa, bila menginginkan sesuatu dia selalu mengangis. Pemeriksaan fisik: berat badan 7,5 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 45 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar kontak mata baik, mau melihat dam tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras. Terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat. Pada waktu diangkat ka posisi vertikal kedua tungkai slaing menyilang. Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki. Hasil tes BERA: respon suara telinga kanan dan kiri 30 dB. I. Klarifikasi Istilah Kejang demam : Kejang yang berkaitan demam tinggi yang berkaitan 1

Upload: selli-novita-belinda

Post on 18-Dec-2014

122 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario C Blok 18(1)

Skenario C

Tristan, anak laki-laki, usia 18 bulan, dibawa ke klinik bisa duduk dan merangkak. Tristan anak pertama dari ibu usia 27 tahun. Lahir spontan ddengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram. Pada saat usia 6 bulan Tristan mengalami kejang yang disertai demam dan dirawat di RS selama 2 minggu. Sebelum terkena kejang dan demam itu Tristan sudah bisa tengkurap bolak-balik, sudah bisa tersenyum ke arah ibunya dan perkembangan lainnya sesuai usia. Sejak keluar dari RS Tristan mulai terlihat malas bergerak dan hanya bisa tengkurap saja. Sampai saat ini belum bisa duduk dan merangkak, belum bisa makan nasi, sehingga masih diberi bubur saring dan susu. Tristan juga belum bisa makan biskuit sendiri. Tristan sudah mengoceh, tapi belum bisa memanggil mama dan papa, bila menginginkan sesuatu dia selalu mengangis.

Pemeriksaan fisik: berat badan 7,5 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 45 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar kontak mata baik, mau melihat dam tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras. Terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat. Pada waktu diangkat ka posisi vertikal kedua tungkai slaing menyilang. Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki.

Hasil tes BERA: respon suara telinga kanan dan kiri 30 dB.

I. Klarifikasi Istilah

Kejang demam : Kejang yang berkaitan demam tinggi yang berkaitan dengan bayi dan anak-anak. (kejang : kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi otot-otot volunter)

Merangkak : merangkak adalah gerakan kontra lateral atau menyilang (tangan kiri maju, kaki kanan maju). Gerakan merangkak yang benar adalah bayi menggunakan kedua tangan dan lututnya untuk bergerak seperti hewan berkaki empat sedang berjalan: tangan kanan dan kiri beserta tungkai kanan dan kiri bergerak bergantian secara simultan. Untuk bisa merangkak, sebelumnya bayi harus bisa menahan kepala tegak tanpa bantuan dan memiliki otot tangan dan kaki yang kuat untuk menahan berat badannya. 

Gambaran dismorfik : gambaran yang menunjukan kelainan pada strukturRefleks tendon : Refleks yang ditimbulkan oleh ketukan tajam pada

1

Page 2: Skenario C Blok 18(1)

tendon atau otot di tempat yang tempat sehingga menghasilkan pengerutan segera otot tersebut diikuti kontraksinya.

Tes Bera : (brainstem evoked respon audiometri) tes audiometrik yang bersifat objektif untuk memeriksa respon elektrofisiologis saraf pendengaran sampai ke batang otak dengan memberikan rangsangan bunyi.

Gerakan tidak terkontrol (korea): gerakan yang tidak berhenti, cepat, menghentak-hentak diskinetik dan involunter.

II. Identifikasi masalah

1. Tristan, anak laki-laki, usia 18 bulan karena belum bisa duduk dan merangkak.2. Pada usia 6 bulan Tristan mengalami kejang yang disertai demam dan dirawat di

rumah sakit selama 2 minggu.3. Sebelum terkena kejang dan demam itu Tristan sudah bisa tengkurap bolak balik

dan tersenyum ke arah ibunya dan perkembangan lainnya sesuai usia. Sejak keluar dai RS Tristan mulai terlihat malas bergerak dan hanya bisa tengkurap saja.

4. Saat usia 18 bulan, Tristan:a. Belum bisa duduk dan merangkakb. Belum bisa makan nasi (masih diberi bubur saring dan susu)c. Belum bisa makan biskuit sendirid. Sudah bisa mengoceh tapi belum bisa memanggil mama papae. Bila menginginkan sesuati dia selalu menangis

5. Pemeriksaan fisik: a. Berat badan 7,5 kg, panjang badan 75 cm, lingkar kepala 45 cm.b. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan kerasc. Terdapat gerakan tidak terkonrold. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa

detik.e. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah

untuk ditekuk, refleks tendon meningkat.f. Pada waktu diangkat ke posisi vertikal kedua tungkai saling menyilang.

6. Hasil tes BERA : respon suara telinga kanan dan kiri 30 dB.

2

Page 3: Skenario C Blok 18(1)

III. Analisis Masalah1. Bagaimana tumbuh kembang normal anak laki-laki usia sampai 18 bulan?

Pertumbuhan dan perkembangan normal anak usia 12- 18 bulan:

- Sudah bisa berjalan, mengeksplorasi rumah serta keliling rumah

- Mampu menyusun 2 atau 3 kotak

- Dapat mengatakan 5-10 kata

- Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing

18-24 bulan :

- Mampu naik turun tangga

- Menyusun 6 kotak

- Mampu menunjukkan mana mata dan hidungnya

- Menyusun dua kata

- Belajar makan sendiri

- Menggambar garis dikertas atau pasir

- Mulai belajar mengontrol buang air besar atau kecil

Normal Development Child menurut WHO, 1993:

2. Apa saja penyebab Tristan belum bisa duduk dan merangkak pada usia 18 bulan? Keterlambatan motorik kasar

a. Kerusakan pada SSP, ec:

Cerebral palsy

3

Page 4: Skenario C Blok 18(1)

Perdarahan otak

Trauma kepala yg berat

Kelainan sumsum tulang belakang (spina bifida)

Poliomielitis

Distrofia muskulorum

Penyakit otot

b. Kurangnya stimulasi

c. Gangguan struktural

d. Kelainan genetik ex: sindrom down

e. Status gizi yang kurang terhambatnya perkembangan neuromuskuler

Usia normal anak untuk duduk ialah saat anak berusia 7 bulan dan mulai

merangkak saat usia 8 bulan.

3. Bagaimana hubungan kejang yang disertai demam yang dialami Tristan terhadap tumbuh- kembangnya?

Kejang dan demam yang dialami Tristan merupakan suatu proses intracranial

yang mengarah kepada meningitis atau ensefalitis. Kejang demam biasa hanya

memiliki sedikit komplikasi untuk terjadinya kelainan system saraf pusat.

Sementara meningitis merupakan factor resiko cukup b esar terjaadinya cerebral

palsy. Pada meningitis akan terjadi intense inflammatory vasculitis yang

menyebabkan obstruksi pada pembuluh darah kecil atau besar yang

mengakibatkan infark. Kemudain akan terbentuk lesi nekrotik yang menun jukkan

kerusakan pada otak. Selain itu hipotesis lain diajukan berkaitan dengan proses

demam dan kejang. Pada kejang dan demam yang lebih dari 15 menit akan

menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat pesat yang mengakibatkan tubuh

menjadi hypoxemia, hiperkapnea, dan asidosis. Hal tersebut akan meningkatkan

permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan

kerusakan neuron. Bila lesi tersebut terjadi pada traktus kortikospinalis makan

akan terjadi peningkatan tonus, kekakuan gerak, kelemahan otot ekstrimitas dan

orofacial. Sementara bila terdapat juga lesi pada ganglia basalis makan akan

menyebabkan timbulnya gerakan yang tidak terkontrol dan terus menerus. Kedua

hal tersebut dialami oleh Tristan yang menunjukkan terjadinya cerebral palsy.

4

Page 5: Skenario C Blok 18(1)

4. Mengapa Tristan belum bisa makan nasi dan biskuit sendiri?

Hubungan asupan nutrisi dengan tumbuh kembang

Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3

faktor, diantaranya adalah:

- Hilang nafsu makan

- Gangguan proses makan di mulut

- Pengaruh psikologis.

Pada kasus terjadi gangguan pada proses makan :

- Gangguan pada proses mekanik makan (memasukkan makanan ke mulut,

mengunyah dan menelan) koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan

menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah (mengunyah)

serta palsi area supranuklear bulbar (menelan), pada kasus Amri terjadi gangguan

motorik yang membatasi gerakan pada otot oral-facial (oromotor dysfunction,

yang diatur oleh precentral gyrus)

- Penyebabnya adalah :

o Gerakan motorik kasar di sekitar mulut susunan saraf pusat

o Kelainan congenital

o Gangguan fungsi otak

Dampak hanya makan bubur dan susu pada usia 18 bulan

- Undernutrisi

o Gangguan pertumbuhan : BB,PB, dan lingkar kepala bisa terjadi gagal tumbuh

o Rentan infeks anoreksi memperburuk undernutrisi

o Suhu tubuh menurun

5

Page 6: Skenario C Blok 18(1)

Gambar 1: menunjukkan precentral gyrus yang menginervasi kekuatan motorik kasar (from: clinical neuroanatomy 25th edition)

5. Mengapa Tristan yang berusia 18 bulan belum bisa memanggil mama dan papa?

Dalam Bicara membutuhkan perkembangan intelektual dan fisik yangbaik. Pada

pasien Cerebral palsy terjadi kerusakan fisik otot-otot yang diperlukan untuk

berbicara. Kerusakan motorik oral dapat mempengaruhi:

• Pernapasan - paru-paru, dan khususnya otot-otot mengendalikan pernafasan

yang diperlukan untuk pola bicara yang tepat. Diafragma dan otot perut penting

untuk aliran udara yang baik.

• artikulasikan - otot yang mengendalikan wajah, tenggorokan, mulut, lidah,

rahang, dan langit-langit semua harus bekerja bersama untuk membentuk

pengucapan kata-kata dan suku kata.

6

Page 7: Skenario C Blok 18(1)

• suara - pita suara dikendalikan oleh otot-otot yang pada dasarnya meregangkan

pita suara diantara dua kartilago.

6. Mengapa ketika Tristan menginginkan sesuatu dia selalu menangis?

Hal tersebut dikarenakan Tristan mengalami gangguan komunikasi akibat

kelemahan otot-otot mulut dan lidah (orofacial) mengakibatkan Tristan tidak

dapat berbicara bila menginginkan sesuatu. Dia tidak bisa mengungkaplkan

keinginannya melalui kata-kata sehingga ia cenderung menangis bila ingin

meminta sesuatu. Tristan juga belum bisa menunjukkan komunikasi non verbal.

7. Apa interpretasi hasil pemeriksaan fisik?

No Deskripsi Kasus Normal Interpretasi1 Berat badan (kg) 7,5 8,8 - 13,8 Rendah2 Panjang badan (cm) 75 77 - 88 Rendah3 Lingkar kepala (cm) 45 48 Mikrosefali4 gambaran dismorfik - - Normal5 Keadaan bayi Anak sadar, kontak

mata baik, mau melihat dan tersenyum pada pemeriksa, menoleh

ketika dipanggil

Normal

6 Gerakan yang tidak terkontrol

+ - Adanya kelainan

7 Posisi tengkurap Dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik

Sudah dapat menstabilkan

kepala, berjalan

Keterlambatan perkembangan

motorik

8 Kekuatan lengan dan tungkai

3 5 Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi

9 Lengan dan tungkai kaku dan susah ditekuk

+ - Menandakan adanya defek

neurologis (cerebral palsy)

10 Refleks tendon Meningkat Adanya lesi pada UMN

11 Waktu diangkat ke posisi vertikal

Kedua tungkai saling menyilang

Defek neurologis (CP)

12 Kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki

- - Normal

7

Page 8: Skenario C Blok 18(1)

8. Bagaimana mekanisme keabnormalitasan hasil pemeriksaan fisik?

Tingkat

Malnutrisi

Berat Badan

Menurut Usia

Tinggi Badan

Menurut Usia

Berat Badan Terhadap

Tinggi Badan

0, Normal > 90 >95 >90

1, Ringan 75-90 90-95 81-90

2, Sedang 60-74 85-89 70-80

3, Berat <60 <85 <70

Tabel 4. Status gizi berdasarkan BB menurut usia, TB menurut usia, dan BB terhadap TB.

a. Berat Badan

BB 7,5 kg

Berada di percentile -3

BB seharusnya untuk anak laki-laki usia 18 bulan adalah 10

Berdasarkan berat badan menurut umur

BB skrg x 100 % = 7,5 x 100 % = 68,1 (malnutrisi sedang)

BB persentile 50 11

b. Panjang badan 75 cm

Berada pada percentile -2

PB seharusnya anak laki-laki usia 18 bulan adalah 82 cm

Berdasarkan panjang badan menurut umur

8

Page 9: Skenario C Blok 18(1)

PB skrg x 100 % = 72 x 100 % = 87,8 % (malnutrisi sedang)

PB persentile 50 82

c. Status Gizi Berdasarkan Berat badan menurut Panjang badan

BB/BB menurut PB x 100%

7,5 x 100 % = 78,9 % (malnutrisi sedang)

9,5

d. Lingkaran Kepala

9

Page 10: Skenario C Blok 18(1)

Lingkaran kepala 45 cm

Berada dibawah persentil 5 (mikrosefali)

e. Tidak ada gambaran dimorfik menyingkirkan adanya sindrom down karena

salah satu penyebab gangguan tumbuh kembang pada bayi adalah sindrom down

(gambaran kelainan kromosom)

f. Anak sadar, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa

menyingkirkan adanya autis, gangguan penglihatan.

g. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras terdapat gangguan

pendengaran dan menyingkirkan diagnosis autism

h. Terdapat gerakan yang tidak terkontrol adanya dyskinetic CP, athetoid CP

yang merupakan tipe-tipe dari cerebral palsy menurut illingworth

i. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa

detiknormalnya bayi mulai bisa mengangkat kepala dan menahannya

(merupakan gerakan motorik kasar bayi pada usia 3 bulan) beberapa detik pada

usia 3 bulan, dan hal ini menyingkirkan adanya muscular distrophy(lumpuh

generalisata)

j. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3 normalnya 5 tristan mengalami

quadriplegi yang disebabkan oleh CP.

Kekuatan otot :

0 = Tidak ada kontraksi sedikit pun, lumpuh total.

1 = Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada

persendian yang harus digerakkan pada objek tersebut.

2 = didapatkan gerakan, tapi tidak mampu melawan gravitasi

3 = dapat melawan gravitasi

4 = dapat melawan gravitasi dan mampu mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan

5 = tidak ada kelumpuhan (normal)

k. Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekukadanya rigiditas pada tristan

yang merupakan tanda dari CP tipe spastic

l. Refleks tendon meningkatterjadi gangguan pada UMN dan gerakan motorik

halus

m. Pada waktu diangkat ke posisi vertikal kedua tungkai saling menyilangadanya

rigiditas pada tristan yang merupakan tanda dari CP tipe spastic

10

Page 11: Skenario C Blok 18(1)

n. Tidak ada kelainan anatomi pada tungkai dan kaki menyingkirkan adanya

gangguan otot dan tulang

9. Apa interpretasi hasil tes BERA dan mekanisme hasil abnormalnya?

Tes Bera 30 dB 0 – 25 dB Meningkat tejadi gangguan pada pendengaran

Tes Bera (Brainstem Evoked Response Auditor)

BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem

auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat memerikas bayi, anak, dewasa,

penderita koma. BERA merupakan pemeriksaan menggunakan aktifitas listrik

yang dihasilkan n.VIII sebagai respon terhadap stimulus auditorik. Yang

dianalisis (1) morfologi gelombang (2) masa laten (3) amplitudo gelombang

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan dalam Desibel

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal>15-25 Kehilangan pendengaran kecil>25-40 Kehilangan pendengaran ringan>40-55 Kehilangan pendengaran sedang>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat>70-90 Kehilangan pendengaran berat>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pada Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada fase

perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat,

bersifat kronis namun tidak progresif, yang diakibatkan oleh kelainan atau cacat

pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sehingga kelainan dari

perkembangan otak ini dapat diduga sebagai salah satu penyebab dari gangguan

pendengaran pada Tristan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, upaya untuk melakukan deteksi pendengaran

dilakukan sedini mungkin agar rehabilitasi pendengaran sudah dapat dimulai saat

perkembangan otak masih berlangsung.

11

Page 12: Skenario C Blok 18(1)

10. Apa diagnosis banding pada kasus ini?

CP tipe spastic

CP tipe diskinetic

CP tipe ataxic Sindrom down

DMD (duscent muscle distropy

Jenis kelamin Laki-laki > perempuan

Laki-laki > perempuan

Laki-laki > perempuan

Motorik kasar (duduk dan merangkak)

Terlambat dan statis

Terlambatdan statis

Terlambat dan statis

Terlambat atau normal

Normal/sedikit Terlambat pada awal umur, selanjutnya mengalami kemunduran progresif

Motorik halus (belum bisa makan nasi)

terlambat terlambat terlambat Normal/+ klo ada kelainan kongengital lain

Normal/sedikit Terlambat pada awal umur, selanjutnya mengalami kemunduran progresif

Bicara bahasa Resiko bertambah pada quadriplegi

Biasa terjadi karna otot orofaring kena

normal terganggu terganggu

Riwayat kejang

>> spastic quadriplegi

Jarang - -/+ Jarang sekali

BB >> malnutrisi >> malnutrisi >> malnutrisi Klo + gangguan kongenital pencernaan

-/+

Pertumbuhan Terganggu krn gangguan otot pencernaan (otot orofaring), susah menelan

Terganggu karna gangguan otot pencernaan (otot orofaring)

normal -/+ -/+

Mikrosefali + pada quadriplegi

Jarang, karna kognisinya jarang kena

(-), krn kena otak yang mengatur keseimbangan

-/+ -/+

12

Page 13: Skenario C Blok 18(1)

dan depth preseption

Gambaran dismorfik

- - - + _

Gerakan yang tidak terkontrol

_ + _ -/+ _

Refleks (moro, menggenggam, tendon ↑)

+ + + -/+ -/+

Kekuatan kedua lengan dan tungkai

menurun menurun menurun Normal/ menurun

menurun

Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk

+ rigiditas+ rigiditas

_

_

_

_

-/+

-/+

-/+

-/+

Kedua tungkai saling menyilang pada posisi vertikal

rigiditas _ _ _ _

11. Apa saja pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis ini?

Pemeriksaan Fisik

a. Growth Chart (TB, BB, LK)

b. KPSP

c. Reflex tendon

d. Reflex primitif menetap

e. Contracture pada persendian

Lengan dalam aduksi, fleksi sendi siku, pergelangan tangan dalam pronasi,

jari-jari dalam fleksi, posisi jari melintang di telapak tangan

Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi

plantar, telapak kaki berputar ke dalam.

f. Gangguan postural

g. Growth delay

Pemeriksaan laboratorium

a. Hormon tiroid

13

Page 14: Skenario C Blok 18(1)

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP

ditegakkan.

b. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif.

Pada CP likuor serebrospinalis normal.

c. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada

golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.

d. Foto kepala (X-ray) dan CTScan.

e. MRI untuk melihat infark yang terjadi di otak

f. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan

yang diperlukan.

g. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.

h. Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi

dan pneumoensefalografi

12. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan diagnosis kerja pada kasus ini?

Penegakan Diagnosis:

1. Anamnesis

a. Riwayat Kehamilan

Status obstetric

Penyakit yang diderita saat hamil (plasenta previa, solution plasenta, pre-

eclampsia, infeksi)

Asupan gizi saat hamil

Pengobatan yang pernah diterima saat hamil

b. Riwayat Perinatal

Spontan/ SC

APGAR score

Riwayat asfiksia

BB lahir

Usia kehamilan

Riwayat trauma, jaundice, kejang

c. Riwayat Posnatal

14

Page 15: Skenario C Blok 18(1)

Trauma

Infeksi

Perdarahan intrakranial

Riwayat koagulopati

d. Riwayat Tumbuh Kembang

Growth Chart

KPSP

Asupan gizi

e. Riwayat keluarga

Terjadi pada anak sebelumnya

Terjadi pada keluarga yang lain

f. Bisa beraktivitas? Terbatas? Tidak bisa sama sekali?

2. Pemeriksaan Fisik

h. Growth Chart (TB, BB, LK)

i. KPSP

j. Reflex tendon

k. Reflex primitif menetap

l. Contracture pada persendian

Lengan dalam aduksi, fleksi sendi siku, pergelangan tangan dalam pronasi,

jari-jari dalam fleksi, posisi jari melintang di telapak tangan

Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi

plantar, telapak kaki berputar ke dalam.

m. Gangguan postural

n. Growth delay

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Hormon tiroid

4. Pemeriksaan Penunjang

i. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP

ditegakkan.

j. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses

degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal.

k. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau

pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.

l. Foto kepala (X-ray) dan CTScan.

15

Page 16: Skenario C Blok 18(1)

m. MRI untuk melihat infark yang terjadi di otak

n. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan

yang diperlukan.

o. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.

p. Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan

arteriografi dan pneumoensefalografi

Pada kasus terdapat:

a. Gangguan komunikasi : tanda bayi hanya bisa menangis atau belum bisa

berbicara

b. Gangguan motorik : Hanya bisa tengkurap di usia 18 bulan, tidak dapat

menahan kepala dan refleks motorik yang meningkat

c. Gangguan kemandirian: hanya bisa makan bubur saring di usia 18 bulan

d. Mengalami mikrosefali

e. Mengalami gangguan pendengaran

Pada kasus terdapat 2 atau lebih gangguan perkembangan yang diakibatkan

cerebral palsy.

WD: Global developmental delayed ec cerebral palsy tipe campuran

13. Apa etiologi dan faktor risiko pada kasus ini? 1. Riwayat Prenatal

a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan

kromosom.

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.

c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak Jerman,

Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis

d. Radiasi saat masih dalam kandungan

e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,

kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).

f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan

alkohol.

g. Induksi konsepsi.

16

Page 17: Skenario C Blok 18(1)

h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan

anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik,

retardasi mental atau sensory deficit).

i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang

merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–

kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–kejangataukonvulsi

dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia pada kehamilan dengan

kejadian cerebral palsy masih belum jelas. Namun, hal ini mungkin terjadi

karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin.

j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal pada

salah satu bayi kembar

2. Riwayat Natal

a. Anoksia/hipoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak. Keadaan

inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada

keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta previa, infeksi

plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio

sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.

Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan

CSS atau cairan serebrospinalis sehingga mangakibatkan hidrosefalus.

Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul

kelumpuhan spastis.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih

banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,

enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.Bayi

kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih

banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,

enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.

17

Page 18: Skenario C Blok 18(1)

d. Postmaturitas

e. Ikterus neonatorum

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Tjipta, 1994

dalam Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan

kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia

basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

f. Kelahiran sungsang

g. Bayi kembar

3. Riwayat Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c. Racun berupa logam berat, CO.

d. Luka parut pada otak paska bedah.

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin

besar antara lain adalah: 2

a. Letak sungsang.

b. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal

yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak

berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan

kerusakan otak permanen.

c. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

d. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi

lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai

dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.

e. Kehamilan ganda.

f. Malformasi SSP.

18

Page 19: Skenario C Blok 18(1)

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi

SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut

menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak

dalam kandungan.

g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan

jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

CP pada bayi

h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

i. Kejang pada bayi baru lahir

14. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini? a. Incidensi CP sekitar 2-2.5 per 1,000 kelahiran. Pada bayi preterm (10-20%

ELBW, 5-10% VLBW, 3-5% LBW).95% pada bayi yang aterm(>37 weeks

gestation), 4% pada gestasi 32-36 minggu.

b. Sekitar 70-80% of CP disebabkan factor prenatal, asphyxia neonatorum akan

berkembang menjadi CP sekitar <10%.

c. Di Australia, Hemiplegia sekitar 36%, Diplegia32% dan Quadriplegia

16%. Ataxia 7%, dan gejala extrapyramidal sekitar 9.2% Hampir 70%

terdapat disabilitas yang lain , primarily communicative, cognitive, belajar ,

dan attentional disorders. Terdapat jugaseizures, strabismus, hearing loss, dan

pertumbuhan yang jelek.

15. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?

19

Page 20: Skenario C Blok 18(1)

Patofisiologi

16. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini? Medik

20

Suspek infeksi(meningitis)

Demam + kejang

↑ metabolisme tubuh

↑ konsumsi glukosa & oksigen

Hipoksia otak

↑ permeabilitas pembuluh darah otak

Edema otak

Menekan fungsi otak

Kerusakan otak

Blokade pembuluh darah otak

Iskemia

Korteks serebri Basal ganglia

Gangguan tonus otot Gangguan koordinasi otot

Mixed CP

Gerakan yang tidak terkontrol

Gangguan otot orofaring

Belum bisa makan nasi

FR kekurangan nutrisi

Gangguan pertumbuhan( BB, TB, LK yang tidak

sesuai usia)

Gangguan pertumbuhan otot yang tidak sesuai

dengan pertumbuhan tulang

Kedua tungkai menyilang saat

diangkat

Kerusakan saraf pendengaran

Sulit belajar bahasa

Hanya bisa menangis

Page 21: Skenario C Blok 18(1)

a. Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja

sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter

mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist,

pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.

b. Fisioterapi

Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu

program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi

pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk

sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien

hidup.

c. Tindakan bedah

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan

pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.

Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis

yang berlebihan.

d. Obat-obatan

Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin

banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk

prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk

merawat atau untuk menempung pasien ini. Dapat diberikan muscle relaxant

seperti baclofen, diazepam (dosis 0,2-0,8 mg/kgBB/ hari-oral 6-8 jam, tidak boleh

lebih dari 10 mg/dosis). Dapat diberi injeksi toxin botulinium (mahal)

e. Occupational therapy

Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri,

memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa

mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.

f. Speech therapy

Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang

ahli.

g. Nutrisi

diberikan makanan tinggi kalori untuk memperbaiki keadaan gizi buruk.

Makanan dapat berupa makanan semisolid atau solid yang dihancurkan.

Pemberian dapat melalui NGT atau langsung melewati proses gastrotomy.

21

Page 22: Skenario C Blok 18(1)

MAKANAN ANAK UMUR 12 – 24 BULAN

1. Pemberian ASI diteruskan. Pada periode umur ini jumlah ASI sudah berkurang,

tetapi merupakan sumber zat gizi yang berkualitas tinggi.

2. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari

dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping

itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.

3. Variasi makanan diperhatikan dengan menggunakan Padanan Bahan Makanan.

Misalnya nasi diganti dengan: mie, bihun, roti, kentang, dll. Hati ayam diganti

dengan: tahu, tempe, kacang ijo, telur, ikan. Bayam diganti dengan: daun

kangkung, wortel, tomat. Bubur susu diganti dengan: bubur kacang ijo, bubur

sumsum, biskuit, dll.

4. Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba. Kurangi

frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.

h. terapi gangguan pendengaran

Rujuk ke THT atau beri alat Bantu dengar untuk mengkoreski kelainan.

i. edukasi

Berikan edukasi kepada orangtua tentang etiologi dan prognosis Cerebral palsy.

Berikan juga informasi tentang perwatan Tristan selama di rumah (makan,

aktivitas, cara berdiri, duduk, berjalan)

17. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Fungsionam: dubia ad malam

Vitam : dubia ad bonam

18. Apa saja komplikasi pada kasus ini?

Mental retardation: ditemukan pada dua dari tiga pasien cerebral palsy. Paling

banyak ditemukan pada tipe spastik quadriplegia.

Gangguan belajar.

22

INGAT !

Teruskan pemberian ASI Berikan makanan keluarga 3 kali sehari Berikan makanan selingan 2 kali sehari Gunakan beraneka ragam bahan makanan

setiap harinya.

Page 23: Skenario C Blok 18(1)

Ophthalmologic abnormalities: Strabismus, amblyopia, nystagmus, refractive

errors

Hearing deficits

Communication disorders

Seizures: terlihat pada satu dari tiga pasien Cp, dan banyak ditemukan pada type

spastic hemiplegy.

Gagal berkembang.

Masalah makan.

Behavioral and emotional problems

19. Bagaimana usaha preventif pada kasus ini?

Rehabilitasi

Fisioterapi

Meliputi:

Teknik tradisional

Meliputi latihan gerak sendi, latihan penguatan dan peningkatan daya tahan

otot, serta latihan duduk, berdiri dan jalan.

Motor function training

Dengan menggunakan sistem khusus dengan prinsip beberapa bentuk

stimulasi akan menimbulkan reaksi otot yang dikehendaki dan bila dilakukan

secara berulang-ulang akan berintegrasi kedalam pola gerak motorik yang

bersangkutan

Terapi Okupasi

Okupasional terapi meliputi latihan fungsi tangan, aktifitas bimanual, latihan

aktifitas hidup sehari-hari, modifikasi tingkah laku dan sosialisasi.

Terapi wicara

Bertujuan untuk mengembangkan anak agar dapat berbahasa secara pasif dan aktif.

Terapi Ortotik

Dilakukan dengan penggunaan bracing.

Bertujuan untuk mengurangi beban aksial, stabilisasi, untuk pencegahan, dan koreksi

deformitas.

Pemakaian nightsplint mengambil keuntungan dari tonus yang menurun yang terjadi

selama tidur untuk menambah regangan otot antagonis yang lemah.

23

Page 24: Skenario C Blok 18(1)

Alat bantu yang dipergunakan berupa kruk ketiak, rolator, walker, dan kursi roda

manual/listrik.

20. Apa KDU pada kasus ini?

3B Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan

memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat

darurat).

IV. Hipotesis

Tristan, anak laki-laki, usia 18 bulan, mengalami gizi buruk, mikrosefali, global

developmental delayed (komunikasi, motorik, dan kemandirian) serta gangguan

pendengaran akibat cerebral palsy tipe campuran (spastik quadriplegia dan

diskinetik).

V. Kerangka Konsep

24Suspek infeksi(meningitis)

Page 25: Skenario C Blok 18(1)

FASE TUMBUH KEMBANG ANAK

Tumbuh Kembang Normal Anak Laki-lakiSaat-saat Penting dalam Perkembangan usia 0-19 bulan:

25

Deman + kejang

Kerusakan otak

Gangguan tonus otot Gangguan koordinasi otot

Gerakan yang tidak terkontrol

Gangguan otot orofaring

Belum bisa makan nasi

FR kekurangan nutrisi

Gangguan pertumbuhan( BB, TB, LK yang tidak

sesuai usia)

Gangguan pertumbuhan otot yang tidak sesuai

dengan pertumbuhan tulang

Kedua tungkai menyilang saat

diangkat

Kerusakan saraf pendengaran

Sulit belajar bahasa

Hanya bisa menangis

Page 26: Skenario C Blok 18(1)

Saat-saat Penting(Milestone)

Rata-rata Umur Pencapaian (bulan)

Makna Perkembangan

Motorik KasarKemantapan kepala pada saat duduk

2 Memungkinkan interaksi visual yang lebih baik

Menarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal

3 Tonus otot

Menempatkan kedua tangan di garis tengah

3 Menemukan diri

Refleks tonus leher asimetris hilang

4 Anak dapat memperhatikan tangan dari garis tengah

Duduk tanpa bantuan 6 Peningkatan eksplorasiTengkurap 6,5 Fleksi trunkus,risiko jatuhBerjalan sendiri 12 Eksplorasi, pengendalian

dekan pada orang tua Lari 16 Pengawasan lebih sulitMotorik HalusMenggenggam mainan 3,5 Penggunaan bendaMeraih benda 4 Koordinasi visuomotorGenggaman tanggan hilang 4 Pelepasan sukarelaMemindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain

5,5 Perbandingan benda

Memegang benda dengan ibu jari dan jari lainnya

8 Mampu eksplorasi benda yang kecil

Membuka lembaran buku 12 Meningkatkan otonomi saat ‘membaca’ buku

Mencoret-coret 13 Koordinasi visuomotorMembangun menara dari dua kubus

15 Memerlukan koordinasi penglihatan, motorik kasar dan halus

Komunikasi dan BahasaTersenyum untuk merespon wajah dan suara

1,5 Anak lebih aktif berpartisipasi social

Mengoceh satu suku kata 6 Bereksperimen dengan suara, sensasi taktil

Mengikuti perintah yang disertai gerakan tubuh

7 Komunikasi nonverbal

Mengikuti perintah yang tidak disertai gerakan tubuh

10 Kemampuan bahasa reseptif verbal

Bicara kata yang sesungguhnya pertama kali

12 Mulai menyebut

Bicara 4-6 kata 15 Menguasai nama benda dan orang

Bicara 10-15 kata 18 Menguasai nama benda dan orang

Bicara kalimat yang terdiri dari dua kata

19 Mulai gramatisasi, sesuai dengan perbendaharaan kata

26

Page 27: Skenario C Blok 18(1)

(sekitar 50 kata atau lebih)KognitifMenatap sebentar pada titik tempat suatu objek menghilang

2 Tidak mengingat objek ( hilang dari pandangan, hilang dari pikiran)

Menatap tangannya sendiri 4 Penemuan diri, sebab dan akibat

Membanting dua kubus 8 Aktif membandingkan objekMenemukan mainan (setelah sebelumnya melihat mainan tersebut disembunyikan)

8 Mengingat objek

Permainan pura-pura egosentris (misalnya, pura-pura minum dari cangkir)

12 Mulai berpikir simbolis

Menggunakan tongkat atau batang untuk meraih mainan

17 Mampu menghubungkan tindakan untuk menyelesaikan masalah

Bermain pura-pura dengan boneka

17 Pemikiran simbolik

27

Page 28: Skenario C Blok 18(1)

I. Masa Neonatus

Masa baru lahir, merupakan perkembangan yang terpendek dalam kehidupan. Dimulai

sejak lahir dan berakhir umur 2 minggu. Dibagi dalam 2 masa :

1. masa pertunate

berlangsung 15-30 menit pertama sejak lahir sampai tali pusat dipotong.

2. masa neonate

telah menjadi individu yang terpisah dan berdiri sendiri. Masa ini terjadi penyesuaian

terhadap lingkungan yang baru. Ada 4 penyesuaian utama yang harus dilakukan

sebelum anak memperoleh kemajuan perkembangan, yaitu : perubahan suhu,

pernafasan, menghisap da menelah serta pembuangan melalui organ sekresi. Keempat

penyesuaian tersebut terlihat nyata dengan penurunan berat badan fisiologis selama

minggu pertama – kedua, yaitu 5% - 10% dari berat badan lahir.

II. Masa Bayi

Masa antara usia 1 bulan -1 tahun. Disebut periode vital, artinya bahwa periode ini

mempunyai makna mempertahankan kehidupannya untuk dapat melaksanakan

perkembangan selanjutnya. Dengan beberapa kemampuan, yaitu : instink, reflek dan

kemampuan belajar.

Instink

Kemampuan yang telah ada sejak lahir, sifatnya psikofisis untuk dapat bereaksi

terhadap lingkungan melalui rangsangan-rangsangan tertentu dengan cara khas, tanpa

bekerja atau berpikir lebih dahulu. Contohnya : reaksi senyum bila ibu mengajak bayi

berbicara walaupun belum mengerti kata-kata yang diucapkan, bayi bereaksi

ketakutan bila ada orang yang mendekati dengan sikap marah.

Reflek

Suatu gerakan yang terjadi secara otomatis atau sepontan tanpa disadari, pada bayi

normal. Macam-macam reflek pada usia bayi :

1. tonic neck reflek

gerakan sepontan otot kuduk pada bayi normal. Bila bayi ditengkurapkan maka

secara sepontan akan memiringkan kepalanya.

2. rooting reflek

bila menyentuh daerah bibir maka akan segera membuka mulut dan memiringkan

kepala kearah tersebut. Bila menyentuhkan dot atau putting susu keujung

mulutnya, gerakan ini kemudian diikuti dengan gerakan menghisap.

28

Page 29: Skenario C Blok 18(1)

3. grasp reflek

bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi, maka jari-jarinya akan langsung

menggenggam dengan kuat.

4. moro reflek

sering disebut sebagai reflek emosional. Bila bayi diangkat seolah-olah

menyambut dan mendekap orang yang yang mengangkatnya tersebut. Bila bayi

dingkat secara kasar maka dia akan menabgis dengan kuat.

5. startle reflek

reaksi emosional beberapa hentakan dan gerakan seperti mengejang pada lengan

dan tangan dan sering diikuti dengan tangis yang menunjukkan rasa takut. Bisa

disebabkan suara-suara yang keras dengan tiba-tiba, cahaya yang kuat atau

perubahan suhu mendadak.

6. stapping reflek

suatu reflek kaki spontan apabila bayi diangkat tegak dan kakinya satu persatu

disentuhkan pada suatu dasar maka bayi akan melakukan gerakan melangkah,

bersifat reflek seolah belajar berjalan.

7. doll’s eyes reflek

bila kepala bayi dimiringkan maka mata juga akan bergerak miring mengikuti,

seperti mata boneka.

Pertumbuhan gigi

1. fase gigi sulung/susu

gigi pada bayi baru lahir meskipun tidak kelihatan tapi sudah ada dalam rahang.

Gigi mulai terlihat (tumbuh) pada usia 6 bulan dan lengkap usia 2,5-3 tahun.

Jumlah gigi susu 20 buah, terdiri dari :

- gigi seri (incivus) I dan II = 8 buag

- gigi taring (caninus) = 4 buah

- gigi geraham (molar) I dan II = 8 buah

2. fase gigi peralihan

keadaan dimana gigi tetap/permanent telah tumbuh disamping gigi sulung. Kurang

lebih pada usia 6 tahun gigi permanent yang pertama akan tumbuh disamping gigi

sulung. Tumbuhnya tetap dibelakang geraham-geraham gigi sulung yang terakhir

dan sering dianggap gigi sulung juga. Kemudian

29

Page 30: Skenario C Blok 18(1)

antara umur 6-12 tahun gigi suslung berangsur-angsur lepas dan diganti dengan

gigi permanent. Umur terlepasnya gigi sulung :

- gigi seri sulung tengah kira-kira 7,5 tahun.

- Gigi seri sulung samping kira-kira 8 tahun.

- Gigi taring kira-kira 11,5 tahun.

- Gigi geraham sulung I kira-kira 10,5 tahun.

3. fase gigi tetap/permanen

Perkembangan panca indra

I. Perabaan

Sejak lahir sudah mempunyai indra perabaan, buktinya :

- Begitu lahir merasa dingin lalu menangis

- Dapat merasakan perabaan dari seseorang dan merasa enak/aman atau tidak.

II. Penglihatan

- Bayi hanya dapat membedakan gelap dan terang, lambat laun akan menjadi

baik pada usia 1 bulan dapat mengikuti sinar.

- Apabila sampai dengan usia 3 bulan belum dapat mengikuti arah baying-

bayang sinar berarti bayi tersebut bermasalah dalam penglihatan.

III. Pendengaran

- Pada waktu lahir belum ada pendengaran, setelah 1 bulan barundapat

mengetahui letak letak suara.

- Apabila sampai dengan usia 9-10 bulan belum bisa mendengar berarti bayi

tersebut bermasalah dalam pendengaran.

IV. Penciuman

Belum bisa membedakan bau kecuali menyatakan dengan

kekhususan/perasaannya.

V. Rasa

Panca inra yang paling lambat berkembang. Sesudah 1-2 tahun. Yaitu setelah

mempunyai perasaan like dan dislike.

Pertumbuhan otak

Kenaikan berat otak anak (lazuardi, 1984)

UMUR KENAIKAN BERAT OTAK

6 s/d 9 bulan kehamilan 3 gr / 24 jam

30

Page 31: Skenario C Blok 18(1)

lahir - 6 bulan

6 bulan -3 tahun

3 tahun - 6 tahun

2 gr / 24 jam

0,35 gr / 24 jam

0,15 gr / 24 jam

Pertumbuhan otak tercepat adalah trimester III kehamilan sampai 5 – 6 bulan pertama

setelah lahir. Jaringan otak dan system syaraf tumbuh secara maksimal selama 2

tahun.

Perkembangan fungsional

Perkembangan fungsional atau ketrampilan , artinya tahap pergerakan yang terjadi

karena koordinasi atau kerja sama antara bermacam-macam pergerakan melalui

kematangan belajar, kematangan alat-alat tulang, sumsum syaraf dan perbuatan

proporsi tubuh. Maka anak telah siap untuk menggunakan tubuhnya secara

terkoordinasi. Proses ini dimulai dari otot-otot kepala ke anggi\ota badan. Ada 4

macam perkembangan fungsional, yaitu merangkak, duduk, berdiri dan manipulasi.

Perkembangan social

- Tingkah laku social diartikan bagaimana seorang anak berinteraksi terhadap

orang-orang sekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan penyesuaian

dirinya terhadap lingkungan.

- Segera setelah lahir hubungan bayi dan orang sekitarnya mempunyai yang sangat

penting. Hubungan ini terjadi melalui sentuhan atau hubungan kulit.

- Bulan kedua bayi mulai mengenal muka orang yang paling dekat (ibu). Ia mulai

tersenyum sebagai suatu cara mengatakan kesenangannya.

- Sekitar umur 6 bulan mulai mengenal orang-orang disekitarnya dan membedakan

orang-orang yang asing baginya.

- Umur lebih dari 7 bulan mulai kontak aktif dengan orang lain yaitu dengan

menunjukkan kemauannya. Contohnya : berteriak-teriak minta perhatian, mulai

memperhatikan apa yang dikerjakan orang disekitarnya.

- Akhir bulan ke 10 mulai mengobrol dengan ibunya dan menirukan suku kata dan

nada .

- Akhir tahun pertama hubungan kontak orang tua dan bayinya sedemikian jauhnya

sehingga dapat diajak bermain.

- Umur 18 bulan dimulai adanya kesadaran akan saya dan keinginan untuk

menjelajahi dan menyelidiki terhadap lingkungan sangat besar yang akan

31

Page 32: Skenario C Blok 18(1)

menimbulkan persoalan, si anak akan akan mulai dihadapkan dengan orang-orang

yang menyetujui dan menghalangi maunya.

- Tahun kedua keinginan untuk berdiri sendiri dan penolakan terhadap otoritas

orang dewasa kurang menarik, oleh karena itu kehidupan anak terpusat

dilingkungan rumah. Maka dasar-dasar tingkah laku socialnya dan sikap–sikapnya

disamai dirumah.

Perkembangan emosi

Kebutuhan utama agar mendapatkan kepercayaan dan kepastian bahwa si

anakditerima dilingkungannya. Kehadirannya sangat diinginkan dan dikasihi yang

nantinya menjadi dasar untuk pecaya pada diri sendiri.

- Dimulai dengan hubungan yang erat antara orang tua dan bayi : mengelus-elus,

memeluk, rooming-in.

- Proses selanjutnya ibu secara sadar atau tidak sadar menentukan batas banyaknya

kepuasan yang akan diberkan kepada si anak, karena dipengaruhi kebutuhan-

kebutuhan keluarga.

- Adanya batas-batas itu menjadikan anak stress dan frustasi yang sewaktu-waktu

dapat diringankan oleh ibunya.

- Akibat dari interaksi antara ibu dan anak ini organisasi mental anak berkembang,

yaitu anak belajar untuk membedakan dirinya dengan oramg lain.

Perkembangan bahasa

Ada 3 bentuk pra bahasa normal dalam perkembangan bahasa, yaitu : menangis,

mengoceh, isyarat. Dalam 2 bulan pertama kehidupannya masih banyak cara

menyatakan keinginan dengan menangis. Umur 3-4 bulan suara-suara bernada rendah

diucapkan pada saat terbangun. Akhir bulan ke 4 bayi dapat diajak bermain dan

tertawa keras. Umur 5-6 bulan mulai mengobrol dengan caranya sendiri yaitu dengan

mengeluarkan suara-suara yang nadanya keras, tinggi dan perlahan. Umur 9 bulan

bayi mulai mengeluarkan suku kata yang diulang, seperti wawa, papa, mama, sebagai

usaha pertama untuk bicara. Pada umur 10-11 bulan bila ditanyakan dimana bapak,

ibu atau mainannya ia akan mencari dengan mata dan memalingkan kepalanya. Pada

umur 11-13 bul;an mulai terjadi perubahan penting, ia mulai menghubungkan kata-

kata. Sekitar umur 1 tahun sudah dapat mengerti kata-kata, kalimat-kalimat sederhana

secara berulang sehingga ia mendapat kesempatan untuk melatih dirinya.

Perkembangan bicara

Pra bicara.

32

Page 33: Skenario C Blok 18(1)

1. meraban (6-7 minggu)

merupakan suatu pemainan dengan tenggorokan, mulut bibir sehingga suara

menjadi lembut dan menghasilkan bunyi.

2. kalimat satu kata (1-18 bulan)

3. haus akan nama

4. membuat kalimat

5. mengenal perbandingan

Bicara dalam kalimat yang panjang dan sempurna

1. bicara egosentris (2-7 tahun)

isi bicara lebih mengenai diri sendiri.

2. bicara sosial

peralihan dari bicara ego social ke bicara yang berlaku di dalam masyarakat.

III.Masa Kanak-kanak

Masa pra sekolah

1. perkembangan fisik

pertumbuhan dtempo yang lambat. Berat badan bertambah kurang lebih 0,5 – 2,5

kg/tahun. Tinggi badan bertambah kurang lebih 7,5 cm/tahun.

2. perkembangan psikis

periode estitis yang berarti keindahan.

Periode ini ada 3 ciri khas yang tidak ada pada periode lain, yaitu :

perkembangan emosi dengan kegembiraan hidup, kebebasan dan fantasi.

Ketiga unsure tersebut berkembang dalam bentuk ekspresi permainan,

dongeng, nyanyian dan melukis.

Periode penggunaan lingkungan.

Ia telah siap untuk menjelajahi lingkungan. Ia tidak puas sebagai penonton. Ia

ingion tahu lingkungannya.

Periode trotz altor.

Periode keras kepala, suatu periode diomana kemauannya sukar diatur,

membandel dan tidak dapat dipaksa.

Perkembangan emosi merupakan periode yang ditandai dengan “Tempe tantrum”

yaitu rasa takut yang kuat, marah, rasa ingin tahu, kasih sayang dan kegembiraan.

33

Page 34: Skenario C Blok 18(1)

Masa sekolah

1. periode intelektual

2. minat

3. the sense of accomplithment (kemampuan menyesuaikan)

4. bermain

5. pemahaman

6. moral

7. hubungan keluarga

1. Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak

mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi

satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001 dalam Jan S,

2008).

Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang berakibat tidak

berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak atau tulang belakang (Pamela,

1993).

Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang mempengaruhi anak sehingga

memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan. Cerebral palsy adalah sebuah gangguan

dari perkembangan dan postur dikarenakan sebuah kerusakan atau lesi dari otak yang

belum berkembang (Bax, 1964). Biasanya yang dijadikan acuan onset kejadiannya

sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi

perubahan dan variasi dalam perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan

perkembangan pada tiap anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni

maturasi otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan

kecenderungan postur (Pamela, 1993).

34

Page 35: Skenario C Blok 18(1)

2. Anatomi Fisiologi Otak

Brain anatomy. The brain is presented in three views: lateral, coronal, and midsaggital (Lane R. et al, 2009).

2.1. Bagian – bagian Otak

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi

tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh

dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan

dan pemikiran manusia.

Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi

maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan membran meninges

dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.

a. Duramater atau Lapisan Luar

35

Page 36: Skenario C Blok 18(1)

Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena

tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater dapat diamati

adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan limfe. Lapisan dalam

duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan

arachnoid.

b. Araknoid atau Lapisan Tengah

Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan

piamater. Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut

kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara arachnoid dan

piamater terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila

terjadi benturan.

c. Piamater atau Lapisan Dalam

Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh dengan

pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi

untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum

atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan dienchepahalons (Satyanegara, 1998).

2.1.1.Cerebrum atau Otak Besar

Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga sebagai

cortex cerebri. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir atau

intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran, persepsi, memori, aktifitas motorik

yang kompleks, dan kemampuan visual.

Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri.

Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara umum, hemisfer kanan

berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat dalam kreativitas serta

kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri berfungsi mengontrol sisi kanan

tubuh dan untuk logika serta berpikir rasional.

Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut

gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing

adalah:

a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari cerebrum.

Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan

gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,

36

Page 37: Skenario C Blok 18(1)

kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa

secara umum.

b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan

seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan

rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi

terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2.2. Cerebellum atau Otak Kecil

Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher

bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi perencanaan

gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian gerak, pengaturan

keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai pengatur sistem saraf otonom,

seperti pernafasan, mengatur ukuran pupil, dan ain-lain.

Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat mengakibatkan

gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak

terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke

dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

2.3. Brainstem atau Batang Otak

Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar

dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian

otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,

mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting

dasar manusia yaitu fight or flight saat datangnya bahaya.

Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari batang otak

yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid brain berfungsi dalam

mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,

mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri

badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata

37

Page 38: Skenario C Blok 18(1)

bertugas mengontrol fungsi otomatis otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah,

pernafasan, dan pencernaan.

c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak

bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga

atau tertidur.

2.4. Dienchephalons

Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus.

a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan dalam perilaku

dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan system limbic, serta

mempertahankan kesadaran.

b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur emosi,

hormon, temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun, keseimbangan kimia

tubuh, serta makan dan minum.

c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang penting.

Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus

dapat menimbulkan diskinesia.

d. Epithalamus berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa

dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.

3. Patofisiologi

Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,

menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang

terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal,

antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalaciaatau PVL

dan antara minggu ke–34 sampai ke-40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral

injury.

Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat

terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan

sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan

oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada

keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh.

Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular

38

Page 39: Skenario C Blok 18(1)

substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri.

Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.

Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti

imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan

mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian cerebral

palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan

tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi

dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau periventricular

leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.

Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa,

hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari arterycerebral mayor, yang selanjutnya

menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga dapat terpengaruh dengan

keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya koreoathetoid atau distonik.

Kerusakan vaskular yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi

artery cerebral bagian tengah, yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.

Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan

kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.

Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia

perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya

kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor

metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps.

Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area

periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap

cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap kontrol motorik

dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia. Saat lesi yang lebih

besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat

melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas

pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

4. Etiologi Cerebral Palsy

Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila

ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar

39

Page 40: Skenario C Blok 18(1)

disebabkan oleh faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995). Menurut Soetjiningsih, kerusakan

pada otak dapat terjadi pada masa prenatal, natal dan postnatal.

3.1. Riwayat Prenatal

a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom.

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.

c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak Jerman,

Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis

d. Radiasi saat masih dalam kandungan

e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,

kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).

f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan

alkohol.

g. Induksi konsepsi.

h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan anak

dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik, retardasi

mental atau sensory deficit).

i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang

merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–kadang

bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–kejangataukonvulsi dan koma).

Patogenetik hubungan antara toksemia pada kehamilan dengan kejadian cerebral

palsy masih belum jelas. Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia

menyebabkan kerusakan otak pada janin.

j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal pada salah

satu bayi kembar

3.2. Riwayat Natal

h. Anoksia/hipoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak. Keadaan inilah

yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan

presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus

menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.

i.Perdarahan otak

40

Page 41: Skenario C Blok 18(1)

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.

Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan

CSS atau cairan serebrospinalis sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan

di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan

spastis.

j.Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih

banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,

factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.Bayi kurang bulan

mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan

dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah

dan lain-lain masih belum sempurna.

k. Postmaturitas

l.Ikterus neonatorum

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Tjipta, 1994 dalam

Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan

jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya

pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

m. Kelahiran sungsang

n. Bayi kembar

Ternyata bahwa makin canggih unit perawatan infeksi neonatal, makin tinggi angka

kejadian cerebral palsy. Sehingga dikatakan bahwa cerebral palsy adalah produk sampah

dari suatu kemajuan unit perawatan intensif neonatal. (Soetjiningsih, 1995)

3.3. Riwayat Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

41

Page 42: Skenario C Blok 18(1)

c. Racun berupa logam berat, CO.

d. Luka parut pada otak paska bedah.

5. Maniferstasi Klinis

5.1. Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,

khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau

campuran.

5.2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.

Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau hipotonus, dan

menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat,

dan semua pergerakan serba canggung. 

5.3. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih tinggi,

seperti refleks landau atau parasut. 

5.4. Penglihatan

Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy adalah

juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter karena dapat

menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja.

5.5. Pendengaran

Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmia dan

penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi

TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian

penderita diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi

tinggi. Gangguan pendengan dapat menyebabkan terjadinya gangguan bahasa atau

komunikasi.

5.6. Kesulitan makan dan komunikasi

Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya air

liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi pneumonia yang

berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru.

Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari kesulitan

untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian awal kemampuan

berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara dan bahasa adalah penting

dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu

42

Page 43: Skenario C Blok 18(1)

berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif

anak.

5.7. Pertumbuhan

Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan semestinya.

Anak tersebut dapat kekurangan berat badan.

5.8. Kesulitan belajar

Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu pemahan,

walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal tersebut.

5.9. Gangguan tingkah laku

Anak cerebral palsy mengalami kesulitan dalam komunikasi dan gerak, sehingga

anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu pelajaran atau hal baru akan

mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih sabar dalam menghadapinya.

6. Prognosis

Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy seperti tipe

klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan adanya defisit

intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan hemiplegi sebagian besar

dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya

sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi,

bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan gangguan

motorik halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada

usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak

memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak

nyata. Anak dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat

berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering

didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot

bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini (Steven et all, 2004).

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan,

sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex, extensor

thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar berjalan. Hanya

sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar berjalan (Steven et

all, 2004).

Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup. Pada umur

10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun angka kematian sekitar

43

Page 44: Skenario C Blok 18(1)

13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun pada gangguan motorik berat 42%,

gangguan kognitif berat 62% dan gangguan penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih

buruk dibanding gangguan yang ringan atau sedang.

Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy bervariasi seperti

sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan tradisional, pekerja pendukung.

Hasil penelitian menunjukkan adanya prediktor sukses atau tidak suksesnya bekerja pada

penderita Cerebral Palsy. Dimana yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai

IQ>80, dapat melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai

normal dan dapat menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan bantuan

(Rosenbaum et all, 2002).

44

Page 45: Skenario C Blok 18(1)

7. Klasifikasi Cerebral Palsy

(Laurie Glazener, 2009)

7.1. Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan Berdasarkan gejala dan tanda neurologis:

7.1.1. Tipe Spastik

Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak

terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis. Tipe ini

merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80

% dari penderita.

Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus),

hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu juga

dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan gangguan

berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral

palsy dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan.

Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu:

a. Monoplegi

Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.

Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak atas.

b. Diplegi

Disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus corticospinalbillateral.

Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak, sedangkan sistem–sistem lain

normal. Anggota gerak bawah biasanya lebih berat dibanding dengan anggota

gerak atas.

c. Triplegi

45

Page 46: Skenario C Blok 18(1)

Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya menyerang

pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak bawah.

d. Tetraplegi atau quadriplegi

Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga terjadi

keterbatasan pada tungkai.

7.1.2. Tipe Diskinetik

Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan badan secara

spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul

gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan

semakin memburuk. Gerakan akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat

ditemukan pada 10 – 15 % kasus cerebral palsy.

Terdiri atas 2 tipe, yaitu :

a. Distonik

Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga menyebabkan

gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal.

b. Athetosis

Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya pada

lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.

7.1.3. Tipe Ataxsia

Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga mempengaruhi

koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur. Tipe ini merupakan tipe

cerebral palsy yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari

penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus,

tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol

gerak motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.

7.1.4. Tipe Campuran

46

Page 47: Skenario C Blok 18(1)

Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari dua tipe

cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan

athetoid.

7.2. Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional:

7.2.1. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau aktifitas

sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan

khusus.

7.2.2. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga

membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan

lain lain.

7.2.3. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas

fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun

pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam

rumah perawatan khusus.

7.3. Derajat keparahan cerebral palsy berdasarkan Gross Motor Function Classification

Systemm atau GMFCS :

Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross Motor

Functional Classification System atau GMFCS secara luas digunakan untuk

menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy.

Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional

Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi

menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002) yaitu:

7.3.1. Kelompok sebelum usia 2 tahun

a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua tangan

bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan tangan dan lutut,

menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah berpegangan pada benda.

Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun tanpa memerlukan alat bantu atau

walker.

b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu menggunakan

tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut atau merangkak pada

tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk berdiri dan mengambil langkah

berpegangan pada benda.

47

Page 48: Skenario C Blok 18(1)

c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik. Bayi

merayap maju dengan perut.

d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control untuk

duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan mungkin berguling

untuk telungkup.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat

mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat telungkup dan

duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk berguling.

7.3.2. Kelompok 2 – 4 tahun

a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk

memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa bantuan orang

dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempattanpa memerlukan alat bantu

atau walker.

b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan dengan

keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Anak-anak

menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan

tangan dan lutut bergerak bergantian, berpindah tempat dengan berjalan

berpegangan pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker.

c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin

memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-anak

merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan gerakan tangan

dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat. Anak-anak mungkin

menarik pada benda yang stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan

dalam ruangan dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau

walkerdan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya.

d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak dapat

menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk mendukung. Anak-

anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk dan berdiri. Mobilisasi diri

untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai melalui berguling, merayap, atau

merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk menjaga

kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang fungsi motorik

terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi roda.

48

Page 49: Skenario C Blok 18(1)

7.3.3. Kelompok 4 – 6 tahun

a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa

membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi untuk

berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan maupun diluar

ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan untuk berlari atau

melompat.

b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi obyek.

Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali membutuhkan

obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak

berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada

permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan

berpegangan pada tepi tangga., tetapi tidak dapat berlari atau melompat.

c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu untuk

pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat duduk dan

bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau

mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu untuk mobilitas pada

jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan yang tak rata.

d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan untuk

memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari duduk

membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat menarik

atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada jarak pendek

dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan

untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata.

Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas

dengan kursi roda bertenaga listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala

dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk

dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang

menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan

dibantu untuk mobilisasi. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri

menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

7.3.4. Kelompok 6 – 12 Tahun

49

Page 50: Skenario C Blok 18(1)

a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa

keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar termasuk lari

dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi berkurang.

b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga dengan

berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan pada permukaan

yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau tempat yang sempit.

Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar, seperti berlari atau melompat

yang minimal.

c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang rata

dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik tangga dengan

pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari tangan, anak menggerakan

kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau

diluar ruangan pada jalan yang tidak rata.

d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai sebelum usia

6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas menggunakan kursi roda dirumah,

disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan

kursi roda bertenaga listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala

dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk

dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang

menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan

dibantu untuk mobilitas. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri

menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

8. Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi

Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai Cerebral Palsy

Spastis Quadriplegi.

8.1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf pusat yang

berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai tonus otot yang

meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada lengan sehingga mengalami

gangguan pada bagian motorik dan terlambatnya perkembangan anak. Quadriplegi

50

Page 51: Skenario C Blok 18(1)

dibeberapa klinik disebut juga sebagai double hemiplegi yaitu dua sisi tubuh

terutama dilengan lebih kaku dibanding kaki. (Pamela, 1993)

8.2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai berikut:

1.) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau ATNR

yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada. 

2.) Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan oleh

gangguan visual.

3.) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan adanya

hipertonus.

4.) Lengan bawah atau forearm akan cenderung ke arah pronasi.

5.) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi, sedangkan jari-jari

tangan dalam posisi mengepal.

6.) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang menyebabkan

tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan menyebabkan terjadinya

dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena adanya gaya yang berlebih yang

menyebabkan sendi melampaui batas normal anatominya.

7.) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.

8.) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena terjadi ketengan

dari tendong achilles.

9.) Masalah keseimbangan, terjadi karena adanya kerusakan pada cerebellum. Anak

dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk jatuh ke depan.

10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.

11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

12.) Pada kebanyakan kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak berguling

dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.

8.3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi beberapa faktor

antara lain: 

8.3.1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. 

Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara umum

diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu:

51

Page 52: Skenario C Blok 18(1)

a. Mild 

Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa menggunakan alat

bantu seperti billateral crutches atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan

baik dengan anak-anak normal seusianya pasien. 

b. Moderate 

   Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan saat

melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat

bantu seperti billateral crutches atau walker. Namun demikian untuk

perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh

yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda.

c. Severe

   Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat tergantung pada

alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan meskipun hanya untuk

mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke

ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda

atau orang lain untuk melakukan aktifitas. 

52

Page 53: Skenario C Blok 18(1)

Daftar Pustaka

1. Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1 dan vol.3.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Bernstein D, Shelov S. 2012. Pediatrics for medical student 3rd edition “Cerebral

palsy”. E-book: Lipincot William & willkins.

3. Waxman G. 2007. Cilinical neuroanatomy 25th edition. E-book: Mc graw hills

access medicine.

4. Murphy N, Such-Neibar T: Cerebral palsy diagnosis and management: the state of the

art. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care 33:146-169, 2003

53