skenario a blok 13

95
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 13 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7 Tutor : dr. Rini Nindela Abdiaman Putra Dawolo 04011181320075 Denara Eka Safitri 04011181320029 Dhanty Mukhsina 04011381320009 Fellani 04011181320061 Ghiena Inayati 04011381320015 Iqbal Fahmi 04011181320031 K Muhammad Tasrif 04011381320037 Moganashini Ravi 04011381320083 Muhammad Firroy Friztanda 04011381320007 Nina Vella Rizky 04011181320051 Nyayu Aisyah 04011181320099 1

Upload: fellaniella

Post on 18-Jul-2016

101 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Skenario a Blok 13 tahun 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario a Blok 13

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 13

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7

Tutor : dr. Rini Nindela

Abdiaman Putra Dawolo 04011181320075

Denara Eka Safitri 04011181320029

Dhanty Mukhsina 04011381320009

Fellani 04011181320061

Ghiena Inayati 04011381320015

Iqbal Fahmi 04011181320031

K Muhammad Tasrif 04011381320037

Moganashini Ravi 04011381320083

Muhammad Firroy Friztanda 04011381320007

Nina Vella Rizky 04011181320051

Nyayu Aisyah 04011181320099

Risti Maulani Sindih 04011181320097

Syahnas Ya Rahma 04011381320029

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

1

Page 2: Skenario a Blok 13

KATA PENGANTARAlhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan

rahmat dan hidayahnya jua-lah Penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan

Tutorial ini dengan baik tanpa aral yang memberatkan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Laporan

Tutorial Skenario A yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK

(Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,

khususnya pada Blok 13.

Terima kasih tak lupa pula Kami haturkan kepada dr. Rini Nindela, yang

telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang

terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun

inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik yang membangun sangat Kami harapkan sebagai bahan

pembelajaran yang baru bagi Penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 13 November 2014

Penyusun

Kelompok Tutorial VII

2

Page 3: Skenario a Blok 13

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

SKENARIO A Blok 13 4

I. Klarifikasi Istilah 4

II. Identifikasi Masalah 5

III. Analisis Masalah 7

IV. Keterkaitan Antar Masalah 27

V. Learning Issue 28

VI. Kerangka Konsep 59

VII. Kesimpulan 60

DAFTAR PUSTAKA 61

SKENARIO A BLOK 133

Page 4: Skenario a Blok 13

Nn. Fanny 22 thn, dating ke poli RSMH dengan keluhan utama terdapat benjolan

di leher kiri dan kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan makin lama makin besar,

tidak disertai nyeri. Benjolan mula-mula terjadi di leher kiri, satu bulan terakhir

teraba juga di leher kanan

Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, sensorium compos mentis, B 43 kg, TB

156 cm, sedikit anemis, RR : 20x/menit, nadi : 72x/menit, auskultasi tidak

didapati ronchi.

Status lokalis : colli sinistra teraba dua buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm

batas tegas, dan colli dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm.

Hasil Laboratorium Hb : 11,2 g%, leukosit : 10.800/dl, LED 43mm/jam, diff

count : 0/1/4/50/40/5 oleh dokter bedah dilakukan biopsy pada kelenjar limfe

leher kiri dan specimen di kirim ke lab patologi anatomi untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar

getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid

hyperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak bagian

kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel

limfosit, makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai, tidak

dijumpai tanda-tanda ganas.

I. Klarifikasi Istilah

No

.

Istilah Definisi

1. Poli bedah Salah satu poli pelayanan pasien rawat jalan yang

mempunyai dokter dan perawat yang berkompoten

dalam bidangnya. Poli ini melayani pemeriksaan

pasien dengan kebutuhan medical bedah.

2. Spesimen Sampel atau bagian kecil yang diambil untuk

memberikan gambaran sifat keseluruhannya.

3. Biopsy Pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian

akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

4

Page 5: Skenario a Blok 13

4. Diff count Cara hitung jenis leukosit. Nilai komponen-komponen

sel yang menyusun sel darah putih

5. Status lokalis Pemeriksaan fisik khusus atau pemeriksaan keadaan

local

6. Nodul Benjolan pada kulit atau di bawah kulit yang

berukuran lebih dari 0,5 cm dan dapat berisi jaringan

yang mengalami radang atau campuran antara jaringan

dan cairan.

7. Colli sinistra dan

dextra

Regio yang terdapat di leher bagian kiri dan kanan

8. Ronchi Suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas

yang penuh cairan/mucus

9. Anemis Penyakit yang menyerang darah merah dimana kadar

hb kurang dari 11 g sahli

10. Compos mentis Sadar sepenuhnya

11. Histopatologi Cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi

jaringan dalam hubungannya dengan penyakit

12 Nekrosis

perkijuan

Infeksi bakteri tuberculosis yang dapat menimbulkan

sarang2 nekrosis dengan membentuk suatu massa

yang rapuh, berbutir, berlemak, putih kuning seperti

keju

13 Sel datia langhans Sel-sel epitheloid yang menyatu pada radang

tuberkulosa

II. Identifikasi Masalah

No

.

Pernyataan Problem Concern

1. Nn. Fanny 22 thn, dating ke poli RSMH dengan

keluhan utama terdapat benjolan di leher kiri dan

kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan makin lama

makin besar, tidak disertai nyeri. Benjolan mula-

mula terjadi di leher kiri, satu bulan terakhir teraba

p ***

5

Page 6: Skenario a Blok 13

juga di leher kanan

2. Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, sensorium

compos mentis, B 43 kg, TB 156 cm, sedikit

anemis, RR : 20x/menit, nadi : 72x/menit, auskultasi

tidak didapati ronchi

p **

3. Status lokalis : colli sinistra teraba dua buah nodul

ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas tegas, dan colli

dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm. vv

p **

4. Hasil Laboratorium Hb : 11,2 g%, leukosit :

10.800/dl, LED 43mm/jam, diff count :

0/1/4/50/40/5 oleh dokter bedah dilakukan biopsy

pada kelenjar limfe leher kiri dan specimen di kirim

ke lab patologi anatomi untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi

p **

5. Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar

getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian

korteks tampak folikel limfoid hyperplasia, berbagai

ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak

bagian kelenjar getah bening yang mengalami

nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit,

makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat

dijumpai, tidak dijumpai tanda-tanda ganas

p **

III. Analisis Masalah

6

Page 7: Skenario a Blok 13

1. Nn. Fanny 22 thn, dating ke poli RSMH dengan keluhan utama terdapat

benjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan makin lama

makin besar, tidak disertai nyeri. Benjolan mula-mula terjadi di leher kiri, satu

bulan terakhir teraba juga di leher kanan

a. Bagaimana patofisiologi benjolan di leher?

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh

kita. Tubuh kitamemiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening,

namun hanya di daerah sub mandibular,ketiak atau lipat paha yang teraba

normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yangberisi kumpulan

sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan

antigen(protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang

melewatinya.Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke kelenjar getah

bening sehingga dari lokasikelenjar getah bening akan diketahui aliran

pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karenadilewati oleh aliran

pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki

selpertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka

kelenjar getah bening dapatmenghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang

lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebutsehingga kelenjar getah

bening membesar.Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari

penambahan sel-sel pertahanantubuh yang berasal dari kelenjar getah

bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit danhistiosit atau

karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di

kelenjargetah bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan

dari penyakit metabolitemacrophage (gaucher disease). Dengan

mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah beningmaka kita dapat

mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau

penyebabpembesaran kelenjar getah bening.Benjolan, bisa berupa tumor

baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjargetah bening.

Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher,

ketiak,dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan

kanan sampai mata kaki.Kelenjar getah bening berfungsi sebagai

7

Page 8: Skenario a Blok 13

penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteriatau virus. Jadi,

fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.Jika tidak terjadi

infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran kelenjar

didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah

membesar. Bila sudah sebesarbiji nangka, misalnya, bila ditekan tidak

sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalahdilakukan biopsy di

kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah

sekedarinfeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran

kelenjar akan cepat terjadi.Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan

tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi,

umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan

ditekan,terasa sakit.

b. Bagaimana proses penjalaran benjolan dari kiri ke kanan?

Karena kebanyakan orang mengganggap pembesaran kelenjar pada leher

(apalagi yang tidak nyeri) adalah hal yang biasa maka proses infeksi akan

terus meluas. Karena itu ketika telah terjadi pembesaran kgb di kanan dan

kiri seseorang baru akan memeriksakan ke dokter. Tuberkulosis sekunder

local mungkin asimptomatik. Jika muncul, manifestasi penyakit biasanya

perlahan, secara perlahan timbul gejala sistemik dan lokal. Gejala sistemik

yang mungkin berkaitan dengan sitokin yang dikeluarkan oleh makrofag

aktif (misal TNF dan IL-1), sering muncul pada awal perjalanan dan

mencakup malaise, anoreksia, penurunan berat dan demam. Umumnya

demam ringan dan hilang timbul (muncul setiap malam dan kemudian

mereda) dan timbul keringat malam.

6 -12 bulan : periode kritis timbulnya gejala klinis atau saat KGB berperan

stelah infeksi bakteri M. Tuberculosis.

c. Apa saja faktor resiko benjolan di leher?

Benjolan di leher mengindikasikan tuberkulosis ekstra paru pada kasus ini

yang berkontribusi besar pada penderita HIV AIDS (45-70%).

Limfadenitis TB paling sering menurut jenis kelamin, perempuan lebih

8

Page 9: Skenario a Blok 13

sering terkena dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 68; 32.

Menurut ras, Asia lebih sering terkena dibandingkan Afrika. Penyakit ini

didapati pada semua usia, tapi lebih sering terkena pada anak usia 10 dan

18 th. Namun pada tuberkolisis primer biasa terjadi pada usia 15-40 tahun.

d. Bagaimana mekanisme benjolan semakin lama semakin besar dan tidak

disertai nyeri?

Benjolan makin lama makin besar karena hilangnya atau inaktivasi tumor

suppressor genes (p53) hilangnya regulasi pertumbuhan sel. Benjolan tidak

disertai nyeri karena dalam skenario, radang telah memasuki fase kronik.

Nyeri hanya karena infeksi sekunder, berkoinsidensi dengan HIV, terjadi

pembesaran kelenjar yang cepat. Mekanisme nyeri itu sendiri pada reaksi

radang disebabkan penekanan ujung-ujung saraf akibat eksudasi ke area

radang. Alasan lain disebabkan adanya mediator kimia seperti bradikinin

dan prostaglandin.Sedangkan hipotesis lain menyatakan adanya

peningkatan suhu, gangguan fungsi enzim dan penurunan pH juga

berperan.

Pada skenario, Nn. Fanny tidak merasakan nyeri karena bengkaknya KGB

tidak sampai menekan ujung-ujung saraf.Selain itu ada yang namanya

mediator analgesik, yang melawan rasa sakit, juga diproduksi di

jaringan meradang.  Ini termasuk anti-inflamasisitokin dan peptide opioid.

Interaksi antara leukosit yang diturunkan dari peptide opioid dan reseptor

opioid dapat menyebabkan ampuh, penghambatan klinis yang

relevan dari nyeri(analgesik). Reseptor opioid yang hadir   pada ujung

perifer dari neuron sensorik. Peptida opioid disintesis dalam sirkulasi

leukosit, yang bermigrasi kejaringan meradang disutradarai oleh 

kemokin dan molekul adhesi. Dalam kondisi  stres  atau  dalam 

menanggapi melepaskan agen (misalnya  kortikotropin-releasing

factor,sitokin, noradrenalin), leukosit dapat mengeluarkan opioid.Mereka

mengaktifkan reseptor opioid perifer dan menghasilkan analgesia dengan

menghambat rangsangan saraf sensorik

atau pelepasan neuropeptida rangsang. Selain itu pada granuloma

9

Page 10: Skenario a Blok 13

tuberkulosis, terjadi nekrosis sentral sehingga kelenjar melunak dan tidak

nyeri.Memang limfadenitis TB ini merupakan radang kronis yang ditandai

antara lain nyeri tapi nyeri disini bisa berupa nyeri tekan.

e. Bagaimana anatomi pada region colli?

ANATOMI SITUS COLLI

Colum adalah bagian tubuh yang menghubungkan caput (kepala) dan

tractus thoracis (dada) dan beriisi viscera colli.

Batas-batas:

-       Cranial : Basis mandibula

-       Caudal : Incisura jugularis sterni, clavicula sampai acromia dan garis

lurus yang menghubungkan kedua acromia.

Terdiri dari ossa :

-       VC I – VII

-       Sebagian sternum, clavicula,scapula

-       Tulang-tulang basis cranii, mandibula

-        Os.hyoideum

TRIGONUM COLLI

Leher dilihat dari lateral berbentuk empat persegi panjang. Pembagian

regio,oleh m.sternomastoideus dibagi menjadi trigonum colli anterior

yang terletak di depan (ventral) dan trigonum colli posterior yang terletak

di belakang (dorsal) otot tersebut pada otot dikenal sbeagai regio

sternomastoideus.

A.    Trigonum colli anterior

Batas-batasnya:

-          Ventral : linea mediana

-          Dorsal : pinggir depan m.sternocleidomastoideus

-          Cranial: (merupakan basis segitiga) pinggir bawah corpus

mandibulae

Puncaknya menuju ke caudal yaitu pada sternum

Oleh m.digstricus dan m.omohyoideus dibagi menjadi 4 trigonum.

10

Page 11: Skenario a Blok 13

1.      Trigonum submentalis yang dibatasi:

a.       Ventrocranial : mentum (dagu)

b.      Lateral : venter anterior m.digastricus kanan dan kiri

c.       Caudal : os hyoideum.

Isi:

-          Nodi lymphoidei submentalis

-          Vena-vena kecil yang bersatu menjadi v. Jugularis anterior

2.      Trigonum submandibularis yang dibatasi:

a.       Lateral : basis mandibulae

b.      Medial : venter anterior m.digastricus

c.       Dorsal : venter posterior m.digastricus.

Isi:

-          Gl.submandibularis

-          Ln.mandibulare

-          N.hypoglossus

-          N.lingualis, a.maxillaris externa

-          V.facilais anterior

-          R.muscularis untuk m.mylohyoid dan venter anterior m.digastrici.

3.      Trigonum caroticum yang dibatasi:

a.       Dorsal: m.sternomastoideus

b.      Ventrocranial : venter posterior m.digastricus

c.       Ventrocaudal : venter posterior m.omohyoideus.

Isi:

-          Aa. Carotis externa

-          Larynx, pharynx

-          N. Laryngeus internus dan N. Laryngeus externus

4.      Trigonum musculare yang dibatasi:

a.       Ventral : linea mediana

b.      Craniodorsal : venter superior m.omohyoideus

c.       Caudodorsal : m.sternomastoideus.

Isi:

-          M.sternohyoideus

11

Page 12: Skenario a Blok 13

-          M.sternothyreoideus

-          Isthmus gl.thyreoidea

-          Larynx

-          Trachea

-          Oesophagus

B.     Trigonum Colli Posterior

Batas-batas:

-          Caudal: clavicula

-          Lateral : tepi muka m.trapezius.

-          Medial : tepi belakang m.sternocleidomastoideus

Dasarnya, dari atas ke bawah bertutur-turur adalah:

-          M.splenius capitis

-          M.levator scapulae

-          M.scalenus posterior

-          Costa I dan digitasi I m.serratus anterior.

Oleh venter posterior m.omohyoideus dibagi 2 bagian:

1.      Trigonum occipitalis yang dibatasi oleh:

a.       Ventral: m.sternocleidomastoideus

b.      Dorsal: m.trapezius

c.       Caudal : venter inferior m.omohyoideus.

2.      Trigonum supraclavicularis yang dibatasi:

a.       Ventral: m.sternomastoideus

b.      Cranial: venter inferior m.omohyoideus

c.       Caudal: clavicula.

Isi Trigonum colli posterior:

-          N. accessorius

-          Nodi lymphoidei cervicalis

f. Apa penyebab benjolan di leher pada kasus?

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada

leher, seperti trauma, infeksi, hormone, neoplasma, dan kelainan herediter.

12

Page 13: Skenario a Blok 13

Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa

pembesaran kelenjar getah bening.Pada kasus ini, terjadi pembesaran

kelenjar getah bening, penyebab terjadinya benjolan di leher ini adalah

bakteri Mycobacterium tuberculosis.Benjolan dapat berasal dari invasi

bakteri langsung pada jaringan yang terserang secara langsung, maupun

timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada

pembengkakan kelenjar getah bening.

Basil TB masuk melalui inhalasi droplet dan berdiam di mukosa orofaring.

Di mukosa orofaring, basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa

ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher.

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel

pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel

plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan

(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis),

infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite

macrophage (gaucher disease).

Limfadenitis tuberkulosis biasanya merupakan komplikasi awal TB

primer, umumnya terjadi pada 6 bulan pertama setelah infeksi.

g. Bagaimana membedakan radang akut dan radang kronis secara klinis?

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang

didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit

membersihkan sebagai mikroba yang menginvansi dan memulai proses

pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses

radang akut, yaitu perubahan penampang dan structural dari pembuluh

darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah

akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan

structural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma

dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari

mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di

lokasi cedera

13

Page 14: Skenario a Blok 13

Segera setelah jelas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului

oleh vasokontriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat

aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga

dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman

venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan

demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah

terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran

darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran

darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-

unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh

darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas.

Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan

bendungan tampak setelah 10-30 menit

Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan

sel-sel darah putih ke dalam jaringan tersebut eksudasi dan merupakan

gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri

dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang

bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh

selaput basalis yang berkesinambungan

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan

keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini

berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan

tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan

pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan

sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan

melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam,

dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton

Radang kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara

14

Page 15: Skenario a Blok 13

simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan pennyembuhan.

Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahn

vaskuler, edema, dan inflitrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan

radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag,

limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi

proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul

menyusul radang akut, atu responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan

radang akut menjadi kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat

reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan

pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal

merupakan proses promer. Sering penyebab jejas memiliki toksitas rendah

dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terhadap 3

kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh

mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema

palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak

dapat hancur (misalnya silika), penyakit autonium. Bila suatu radang

berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena

banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas,

maka batasan waktu tidak banyak artinya. Perbedaan antara akut dan kronik

sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi

Mekanisme reaksi inflamasi kronis umum dimulai dari suatu agen pencidera

yang akan menghasilkan antigen yng mana antigen ini akan merangsang

pembentukan proses perubahan Limfosit T yang menjadi sel T efktor yang

berakumulasi membentuk respon sel T sitotoksik yang berperan dalam lisis

sel (selular imuniti). Sel T tersebut juga berpengaruh dalam pembentukan

granuloma epiteloid dirangsang oleh sikotin. Sel T sitotoksik juga

berpengaruh dalam perubahan limfosit B menjadi sel plasma, yang akhirnya

berpern dalam pembentukan antibodi untuk melemahkan antigen (humoral

imuniti). Makrofag yang telah memakan antigen, dalam proses kronis akan

membentuk granuloma awal, yang dalam keadaan infeksius membentuk

15

Page 16: Skenario a Blok 13

jaringan granuloma epiteloid kaseosa, dan pada keadaan noninfeksius

menghasilkan granuloma epitoloid nonkaseosa. Yang pada proses

penyembuhan membentuk jaringan fibrosis

2. Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, sensorium compos mentis, B 43

kg, TB 156 cm, sedikit anemis, RR : 20x/menit, nadi : 72x/menit, auskultasi tidak

didapati ronchi.

a. Bagaimana IMTnya?

IMT = BB/(TB)2

IMT = 43/(1,56)2

IMT = 17.69 (Berat badan kurang)

b. Bagaimana mekanisme anemis?

Respon imun yang muncul karena reaksi infeksi dan inflamasi

menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin. Protein ini

membantu dalam proses penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga

dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal. Sitokin mengganggu

kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe. Sitokin juga

dapat mengganggu kegiatan normal dari erythropoietin dalam

pembentukan sel darah merah. Sitokin dan sel ReticuloEndothelial System

(RES) menyebabkan perubahan homeostasis Fe, proliferasi sel

progenitoreritroid, produksi eritropoietin, dan juga mempengaruhi masa

hidup eritrosit, dimana semua proses ini berkontribusi pada terjadinya

anemia

c. Bagaimana hubungan IMT dengan kasus?

Disebabkan oleh sekresi endogen pirogen (IL1, IL4, IL6) pada

pembuluh darah dan ke otak (hipotalamus) terjadilah pelepasan

prostaglandin menyebabkan penurunan nafsu makan menyebabkan

penurunan berat badan

16

Page 17: Skenario a Blok 13

3. Status lokalis : colli sinistra teraba dua buah nodul ukuran 4x3 cm dan

2x1 cm batas tegas, dan colli dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm.

a. Bagaimana cara pemeriksaan regio colli?

Pada pemeriksaan fisik limfadenitis harus dicatat ada tidaknya

nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan

atau tidak dapat digerakkan, Apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah

keras atau kenyal. Pasien tampak sakit ringan atau berat , demam, dan

pada kulit adakah lesi misalnya selulitis, abses, melanoma.

Periksa dimana kelenjer getah bening yang membesar : Misalnya di

bagian bawah Regio Supra Clavicula Dekstra, KGB di servikal, aksilaris,

inguinal, dll.

Ukuran: Normal bila diameter 0,5 cm (pada lipat paha >1,5cm

dikatakan abnormal).

Nyeri tekan: Umumnya diakibatkan peradangan atau proses

perdarahan.

Konsistensi: Keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan,

padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan

kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya

abses/pernanahan.

Penempelan: Beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan

bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,

sarkoidosis keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior terdapat pada infeksi

rubela dan mononukleosis. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus,

KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat

digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada

penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat

digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya

17

Page 18: Skenario a Blok 13

mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya

abses.

Bila limfadenitis disebabkan keganasan, tanda-tanda peradangan

tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat dengan jaringan

di bawahnya). Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar

berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi

fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah.

Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada

tonsil, bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh

bakteri streptokokus. Pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)

mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan

pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi epstein barr virus. Adanya

radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.

4. Hasil Laboratorium Hb : 11,2 g%, leukosit : 10.800/dl, LED 43mm/jam,

diff count : 0/1/4/50/40/5 oleh dokter bedah dilakukan biopsy pada kelenjar limfe

leher kiri dan specimen di kirim ke lab patologi anatomi untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi

a. Bagaimana mekanisme penurunan hb?

Pada kasus ini, bakteri M. tuberculosis juga menginfeksi sumsum tulang

sehingga proses hematopoiesis terganggu. Selainitu, limfosit dan makrofag

menghasilkan sitokin sebagai respon imun terhadap bakteri tersebut,

sitokin menghambat penyerapan dan penggunaan Fe yang diperlukan

untuk produksi Hb sehingga nilai Hb dibawah normal.

b. Bagaimana mekanisme peningkatan leukosit?

Tingginya kadar leukosit menunjukan terjadinya infeksi di dalam tubuh

melalui mekanisme pertahanan tubuh baik spesifik maupun non spesifik .

Mekanisme pertahanan tubuh nun spesifik berupa kulit dan

kelenjarnya,lapisan mukosa dengan enzimnya, komplemen dan makrofag,

protein asa akut, sel NK dan interferon, sedangkan mekanisme pertahanan

tubuh spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel

18

Page 19: Skenario a Blok 13

limfosit dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti

sel makrofag dan komplemen.

c. Bagaimana mekanisme peningkatan LED?

LED : 43 mm/jam ( 0-15 mm/jam atau 0-20 mm/jam untukwanita ) :

Laju endap darah mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi

pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit

limfoproliferatif. Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang

tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya

penyakit.Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai

untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik,

arthritis dan nefritis. Laju endap darah yang cepat atau meningkat

menunjukkan suatu lesi yang aktif dan menunjukkan terjadinya infeksi di

dalam tubuh.

d. Bagaimana interpretasi diff count pada kasus?

Mulai dengan sel basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen,

limfosit dan monosit(bisa ditulis dari kiri ke kanan)

Nilai normal hitung jenispada dewasa

- Basofil : 0-1 %

- Eosinofil : 1 – 3 %

- Neutrofilbatang : 2 – 6 %

- Neutrofilsegmen : 50 – 70 %

- Limfosit : 20 – 40 %

- Monosit : 2 – 8 %

Hasil :

Basofilia: leukemia granulositikkronik

Eosinofilia: asmabronkial, askariasis

Neutrofilia: infbakteri, intoksikasi

Limfositosis: inf virus

Monositosis: malaria

19

Page 20: Skenario a Blok 13

e. Bagaimana hubungan hasil lab abnormal dengan keluhan?

HB turun anemia

Leukosit meningkat infeksi pada KGB

LED meningkat penyakit kronis karena adanya kerusakan

jaringan

Limfosit meningkat respons imun tubuh terhadap infeksi

f. Bagaimana cara pengambilan specimen?

Biopsi Eksisional

Yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat di

sekitarnya. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal

tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil

dan belum ada metastase . Tehnik biopsi eksisional, adalah sebagai berikut

:

Rancang garis eksisi,

Sebaiknya panjang elips empat kali lebarnya.

Lebar maksimum ditentukan oleh elastisitas, mobilitas, serta

banyaknya kulit yang tersedia di kedua tepi sayatan.

Banyaknya jaringan sehat yang ikut dibuang tergantung pada sifat

lesi, yaitu:

Lesi jinak, seluruh tebal kulit diangkat berikut kulit sehat di tepi

lesi dengan sedikit lemak mungkin perlu dibuang agar luka mudah dijahit.

Karsinoma sel basal, angkat seluruh tumor beserta paling kurang

0.5 s/d 1 cm kulit sehat.

Karsinoma sel skuamosa, angkat seluruh tumor beserta paling

kurang 1 s/d 2 cm kulit sehat.

Insisi dengan skalpel nomor 15 hingga menyayat seluruh tebal

kulit.

Inspeksi luka dan atasi perdarahan.

20

Page 21: Skenario a Blok 13

Tutup dengan jahitan sederhana menggunakan benang yang tidak dapat

diserap.

g. Apa indikasi pemeriksaan benjolan di leher?

Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-

bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri

streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit

yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan

lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.

Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi

epstein barr virus. Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik

mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan

(bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak

jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada

leukemia. 

5. Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar getah bening

berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid hyperplasia,

berbagai ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak bagian kelenjar getah

bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit,

makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai, tidak dijumpai tanda-

tanda ganas.

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan histopatologi?,

Interpretasi:

Hasil-hasil pemeriksaan histopatologi ini menunjukkan bahwa Nn. Fanny

mengalami suatu granulomatous pada kelenjar limfe akibat infeksi dari

bakteri Mycobacterium tuberculosis.

- Korteks tampak folikel limfoid hyperplasia dan germinal center

aktif, menunjukkan bahwa limfosit mengalami pembelahan terus menerus

sebagai respon radang kronis.

21

Page 22: Skenario a Blok 13

- Nekrosis perkijuan menunjukkan bahwa makrofag telah

memfagosit bakteri dan menimbulkan nekrosis serta pembentukan

kaseosa.

- Sel-sel limfosit, makrofag, dan epiteloid merupakan sel-sel yang

biasa muncul pada saat radang. Sel datia langhans meruapakan sel yang

khas hanya ada pada kasus TB atau radang kronis spesifik.

- Tidak dijumpai tanda-tanda ganas dan ditemukannya kapsul

jaringan ikat tipis menunjukkan bahwa radang tidak menyebar/ sistemik

(terbungkus oleh jaringan ikat).

b. Bagaimana ciri-ciri adanya keganasan pada pemeriksaan histopatologi?

Sel ganas :

Batas tidak jelas

Tebaran lembaran jaringan neoklasik ke jaringan normal sekitar

Nekrosis sentral karena adanya perkusi vaskuler

Tekanan dan penghancuran jaringan sekitar

Adanya metastasis

c. Bagaimana pathogenesis dari kelainan yang terjadi?

folikel limfoid hiperplasia

Jaringan getah bening daritubuh (juga dikenal sebagai system retikulo

endotelial) adalah salah satul ini pertahanan tubuh terhadap invasi dari

luar. Darah melewati jaringan ini, di mana darah akan diawasi olehsel-sel

khusus yang hidup di jaringan getah bening. Adanya stimulasi antigen

membuat sel – sel, terutama didalam germinal center, menjadi aktif untuk

berproliferasi dan berdiferensiasi. Akibatnya, terbentuk lebih banyak sel –

sel muda yang berukuran besar pada germinal center. Hal ini membuat

limfoid folikel membesar dan menjadi lebih banyak. Membesarnya limfoid

folikel inilah yang dikenal sebagai folikuler limfoid hiperplasia. Folikuler

limfoid hiperplasia biasanya disebabkan oleh viral, bacterial atau infeksi

spesifik lainya dan terkadang berkaitan dengan immunological disorder.

22

Page 23: Skenario a Blok 13

a. Nekrosis perkijuan

- Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas

seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses

pada kelenjar getah bening regional.

- Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major

Histocompatibility Complex (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang

terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas

2 ini kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+.

- Dengan bantuan IL 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan

menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-

interferon (IFN-γ). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif

terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap

antigen bakteri penyebab TB.

- IFN-γ berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang

kemudian akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis

Factor (TNF).

- TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi

menjadi “histiosit epiteloid” yang kemudian membentuk respons

granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah

radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe lambat)

dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya.

b. Giant cell Langhans

Langhans giant cell (juga dikenal sebagai se lDatia Langhans) adalah sel

besar ditemukan dalam kondisi granulomatosa, misalnya radang kronik

spesifik TBC. Sel datia Langhans dibentuk oleh fusi sel epithelioid

(makrofag), dan mengandung inti yang tersusun dalam pola berbentuk

tapal kuda di perifer sel. Penelitian menunjukkanbahwainteraksiantara

CD40 dan CD40L serta IFN-gamma sangatpentinguntukpembentukan

giant cell Langhans. Proses ini dibantu oleh suatu molekul yang berperan

penting dalam fusi sel monosit yaitu DC-STAMP (dendritic cell-specific

23

Page 24: Skenario a Blok 13

transmembrane protein). Bila ekspresi DC-STAMP meningkat, maka

jumlah Giant Cell Langhans yang dibentuk akan meningkat pula.

d. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?

Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama

dengan tuberkulosis paru. Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin

membesar selama pengobatan, bahkan bisa timbul kelenjar baru dan

sekitar 20% timbul abses dan kadang-kadang membentuk sinus. Bila ini

terjadi, jangan mengubah pengobatan, karena kelenjar akan mengecil jika

pengobatan masih kita lanjutkan.

Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita

dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi dan kesabaran dalam

mengkonsumsi obat, serta dengan pengobatan yang efektifpun respon

penyakit ini lebih lambat daripada TB paru.

Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan

limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan

selama 6 bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau

2HRZ/6HE.American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan

pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan sedangkan Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke

dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British

Thoracic Society Research Committee and Compbell (BTSRCC)

merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen

2RHE/7RH.

e. Bagaimana reaksi imun terhadap radang tbc?

a. Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh akan

difagosit oleh makrofag (terutama pada alveolus mengingat port d’entree

Mycobacterium tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan).

b. Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh

reseptor manosa makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada

24

Page 25: Skenario a Blok 13

Mycobacterium tuberculosis lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi

endosom makrofag.

c. Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam

endosom makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan

makrofag dan penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk

membunuh Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas

berproliferasi di dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ

lain

d. Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas

seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses

pada kelenjar getah bening regional.

e. Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major

Histocompatibility Complex (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang

terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas

2 ini kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+.

f. Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami

pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan

gamma-interferon (IFN-γ). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons

positif terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh

terhadap antigen bakteri penyebab TB.

g. IFN-γ berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang

kemudian akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis

Factor (TNF).

h. TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi

menjadi “histiosit epiteloid” yang kemudian membentuk respons

granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah

radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat)

dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya.

i. IFN-γ bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible

nitric oxide synthase (iNOS) yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat

oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat

membentuk zat nitrogen reaktif dan radikal bebas yang mampu

25

Page 26: Skenario a Blok 13

menimbulkan kerusakan oksidatif pada dinding sel Mycobacterium

tubrculosis sampai DNA bakteri tersebut.

j. Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu

merangsang pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu

membunuh Mycobacterium tubrculosis

k. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T γδ (T-

gamma delta) juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang

dapat merusak makrofag yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis.

l. Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium

tuberculosis, penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan

mobilisasi cepat sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan

pembentukan jaringan nekrosis.

26

Page 27: Skenario a Blok 13

IV. Keterkaitan Antar Masalah

Fanny, 22 tahun terinfeksi M. tuberculosa

Benjolan di leher kiri sejak 6 bulan yang lalu

Benjolan teraba juga di kanan 1 bulan yang lalu

27

Pemeriksaan Fisik

Tampak sakit sedang

- sensorium compos mentis

- BB 43 kg TB 156 cm

- sedikit anemis

- RR : 20x/menit

- Nadi : 72x/menit

- auskultasi tidak didapati ronchi

Status Lokalis

-Colli sinistra teraba dua buah nodul berukuran 4x3 cm dan 2x1 cm

- Colli dextra1 buah nodul ukuran 2x1 cm

Hasil Laboratorium

- HB : 11,2 g%

- LED : 43 mm/jam

- diff count : 0/1/4/50/40/5

Hasil Histopatologi

-Tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, agian korteks tampak folikel limfoid hyperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal center aktif

-Tampak bagian kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit, makrofag, epiteloid. 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas

Page 28: Skenario a Blok 13

V. Learning Issue

1. RADANG

A. RADANG AKUT

Radang akut

Ø  Onset yang dini, dalam hitungan detik hingga menit

Ø  Proses berlangsung singkat, beberapa menit hingga beberapa hari

Ø  Gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma

Ø  Emigrasi sel lekosit terutama netrofil

PERUBAHAN MORFOLOGIS DAN FUNGSIONAL

Perubahan morfologis dan fungsional pada peradangan akut diuraikan oleh

Cohnheim pada akhir abad 19; 2 komponen respons/reaksi peradangan akut yaitu:

1. Perubahan/reaksi vaskuler, merupakan perubahan pada pembuluh darah

2. Perubahan/Reaksi seluler, perubahan terjadi pada sel yang terlihat pada

radang

PERUBAHAN VASKULER PADA RADANG AKUT

Perubahan Diameter dan Arus Vaskuler

Ø  Mula-mula akan terjadi vasomkonstriksi arteriole/penyempitan pembuluh

darah kecil yang sementara, berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit

bergantung kepada kerasnya jejas

Ø  Kemudian akan terjadi vasodilatasi sehingga aliran darah akan bertambah,

sehingga pembuluh darah penuh berisi darah dan tekanan hidrostatiknya

meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari

pembuluh darah itu

Ø  Perlambatan sirkulasi/stasis karena peemeabilitas juga bertambah, maka cairan

darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah

menjadi kental. Pembuluh darah yang melebar itu tampak penuh den sel darah

(hyperemia)

28

Page 29: Skenario a Blok 13

Ø  Marginasi lekosit, lekosit bergerak mendekati dinding pembuluh darah dan

akhirnya melekat pada sel endotel, kemudian akan terjadi emigrasi yaitu leukosit

keluar dari pembuluh darah

Perubahan Permeabilitas  Vaskuler

Ø  Pertukaran cairan yang normal tergantung pada hukum starling dan adanya

endotel yang utuh. Hukum Starling menyatakan bahwa keseimbangan cairan yang

normal terutama oleh dua gaya yang berlawanan: tekanan hidrostatik

menyebabkan cairan keluar dari sirkulasi, dan tekanan osmotic koloid plasma

menyebabkan cairan bergerak ke dalam kapiler

Ø  Pada radang terjadi kenaikan tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh

vasodilatasi, dan penurunan tekanan osmotic yang disebabkan oleh bocornya

cairan berkadar protein tinggi keluar endotel yang hipermeabel-menhasilkan

pengeluaran cairan dalam jumlah banyak dan edema.

Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjadi dapat

dikelompokan menjadi 3 yaitu:

1. Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat jejas

ringan dan hanya mengenai pembuluh darah kapiler,

2. Rekasi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua

pembuluh darah,

3. Reaksi lambat dan menetap, akibat  jejas ringan tetapi terus menerus,

misalnya pada penyinaran (radiasi) atau terkena sinar matahari.

PERUBAHAN SELULER PADA RADANG AKUT

            Salah satu tanda terpenting radang akut adalah terjadinya emigrasi sel

radang yang berasal dari darah. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel

yang paling banyak bereaksi ialah netrofil atau lekosit polimorfonukleus (PMN).

            Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel

makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan tubuh seperti limfosit

dan sel plasma bereaksi. Lekosit PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri,

kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan yang nekrotik. Selain itu

29

Page 30: Skenario a Blok 13

lekosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat

menyebabkan makinluasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan

jaringan

            Urutan kejadian yang dialami oleh lekosit ialah sebagai berikut:

1. Margination/Penepian lekosit bergerak ke tepi pembuluh darah

2. Sticking/Perlekatan, lekosit melekat pada dinding pembuluh darah

3. Emigration/Diapedesis, lekosit keluar dari pembuluh darah

4. Fagositosis, lekosit menelan bakteri dan debris jaringan

Proses multitahap migrasi leukosit lewat pembuluh darah, yang terlihat di sini

utnuk sel-sel neutrofil. Pertama-tama leukosit bergulir, kemudian (dalam

rangkaian) diaktifkan dan melekat pada endotelium, berpindah lewat endotelium,

menmbus membran basalis, dan bermigrasi ke arah kemoatraktan yang memancar

dari sumber jejas. Molekul yang berbeda memainkan peranan yang dominan

dalam tahap yang berbeda pada proses ini- selektin dalam tahap bergulir; kemokin

dalam mengaktifkan sel-sel neutrofil untuk meningkatkan aviditas integrin;

integrin dalam adhesi yang kuat; dan CD31 (PECAM-1) dalam transmigrasi.

JENIS SEL YANG TERLIBAT DALAM RADANG        

1. Netrofil                                           2. Basofil

3. Eosinofil                                        4. Sel Mast

5. Makrofag                                      

MEDIATOR KIMIA PADA RADANG

            Aktifitas biologic mediator terjadi  melalui pengikatan reseptor spesifik

pada sel target. Beberapa mediator mempunyai efek enzimatik langsung,

misalnya protease atau dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif. 

Mediator dapat berasal dari plasma atau dari sel

-          Mediator asal sel sumbernya adalah trombosit, netrofil, monosit/makrofag

dan sel mast, dan dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu sebagai granula dalam sel yang

siap pakai dan bentuk yang harus disintesis terlebih dahulu bila ada stimulus.

Contoh mediator siap pakai ialah histamine yang dihasikan oleh sel mast.

Mediator ini dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:

1. Amin vasoaktif (vasoactive amine)

30

Page 31: Skenario a Blok 13

            Ada dalam sel mast, basofil dan trombosit dan akan keluar jika terjadi ruda

paksa, reaksi imunologik, rekasi anafilaksis.

            Berperan pada saat permulaan proses radang dan menyebabkan pelebaran

pembuluh darah dan peniggian permeabilitas pembuluh darah contoh: Histamin

dan serotonin

2. Metabolit yang berasal dari asam arakidonat

            Misal prostaglandin, leukotren, zat lipid yang berasal dari kemotaktik.

3. Limfokin

            Merupakan zat aktif hasil sel T akibat reaksi imunologik; termasuk

kelompok ini adalah interferon dan interleukin.

4. Nitrogen Monoksida (NO)

            Mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan dihasilkan oleh sel

endotel dan makrofag

5. Radikal bebas dari oksigen

            Zat ini cenderung menimbulkan kerusakan jaringan.

Mediator asal plasma ada dalam bentuk prekursor dan perlu diaktifkan untuk

dapat berfungsi.

Ada 2 sistem yaitu:

1. Sistem kinin

2. Sistem Komplemen

Jenis Eksudat yang terjadi pada radang

            Jenis cairan eksudat  dipengaruhi oleh beratnya reaksi, penyebab dan

lokasi lesi.

1. Eksudat serosa : eksudat jernih, sedikit protein akibat radang ringan

contoh : luka bakar, efusi pleura.

2. Eksudat Supuratifa/purulenta: eksudat mengandung nanah/pus, campuran

leukosit rusak, jaringan mati/nekrotik serta mikrorganisme yang musnah.

3. Eksudat fibrinosa: eksudat yang banyak fibrin sehingga mudah membeku.

4. Eksudat hemoragika: mengandung darah

Berbagai bentuk radang akut:

1. Radang kataral

2. Radang supuratifa

31

Page 32: Skenario a Blok 13

3. Radang fibrinosa

4. Radang psudomembranosa

5. Radang serosa

Tanda klinis sistemik peradangan akut:

1. Demam

2. Lekositosis

3. Penguraian protein fase akut

Reaksi fase akut lainnya seperti: Rasa kantuk, hipotensi, lipolisis

Terapi radang

1. Antibiotika

Farmakokinetik: mudah rusak di suasana asam,distribusi luas,metabolisme oleh

mikroba berdasar pengaruh enzim dan diekskresi di proses sekresi tubuli ginjal.

2. Anti-inflamasi non-steroid. Bersifat analgesik,antipiretik,antiinflamasi.

Farmakokinetik: oral-diabsorbsi utuh dalam lambung dan sebagian usus halus bagian

atas. (asam salisilat diabsorbsi cepat di kulit sehat,terutama bila dipakai sebagai obat

gososk/salep.

Proses penyembuhan

1. Resolusi: pembuluh darah kembali ke permaibilitas awalnya. Cairan yang keluar

berhenti.

2. Regenerasi: pergantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan parenkim

sekitar.

3. Pembentukan jaringan ikat.

4. Penyembuhan luka

Keuntungan radang

1. Pengenceran toxin

2. Antibodi masuk jaringan ekstravaskular

3. Lokalisasi jaringan yang rusak

4. Persiapan pemulihan jaringan

Kerugian radang

1. Jaringan normal rusak

2. Nyeri

32

Page 33: Skenario a Blok 13

3. Sembab

4. Ruptura organ

5. Fibrosis berlebihan: keloid,dll

B. RADANG KRONIS

Inflamasi kronik (atau disebut juga radang kronik) merupakan peradangan yang

telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih lama jika dibandingkan

dengan radang akut). Berbeda dengan radang akut, radang kronik ditandai dengan

hal-hal sebagai berikut:

1. Infiltrasi sel-sel mononuklear meliputi sel limfosit, sel plasma dan

makrofag yang predominan.

2. Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur oleh sel-sel radang.

3. Repair (perbaikan) melibatkan angiogenesis (pembentukan pembuluh

darah baru) dan fibrosis (pembentukan jaringan parut).

Penyebab radang kronik

Radang kronik dapat bersifat primer, tetapi ada kalanya merupakan kelanjutan

dari radang akut. Pada radang kronik primer, beberapa keadaan yang dapat

menjadi etiologi adalah:

1. Infeksi virus

Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk

mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.

2. Infeksi mikroba persisten

Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada

reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi

Treponema pallidum.

3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik

33

Page 34: Skenario a Blok 13

Agen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka

waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan

adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen

(seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).

4. Penyakit autoimun

Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung

secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah

penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.

5. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui

Contohnya kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus)

6. Penyakit granulomatosa primer

Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.

Sedangkan pada radang kronik yang timbul dari radang akut, progresi

(perkembangan) dari radang akut atau kegagalan resolusi (perbaikan) adalah hal

yang memicu terjadinya radang kronik. Jenis radang akut yang paling sering

berkembang menjadi radang kronik adalah radang akut supuratif. Pus yang

membentuk rongga abses serta pembuangannya yang tidak lancar (bisa juga

disertai dengan penebalan dinding abses) akan menyebabkan organisasi pus

sehingga tumbuh jaringan granulasi yang pada akhirnya digantikan oleh jaringan

parut fibrosa.

Pembentukan radang kronik dari radang akut bisa juga disebabkan oleh adanya

materi-materi asing yang tidak tercerna (resisten) selama radang akut. Contohnya

adalah keratin dari kista epidermal yang sobek atau potongan kecil tulang yang

terdapat di dalam sekestrasi osteomyelitis. Benda asing ini akan menimbulkan

reaksi radang kronik yang spesifik yaitu radang granulomatosa dan menyebabkan

terbentuknya sel datia yaitu sel berinti banyak yang terbentuk dari makrofag.

34

Page 35: Skenario a Blok 13

Macam radang kronik

1.Radang Kronis Serosa

Eksudat serosa menetap dalam tubuh, jumlah limfosit bervariasi, akibat jejas

ringan.

missal : gelembung kulit akibat luka balar derajat ringan. juga sebagai radang

permulaan dari permukaan serosa sperti pleura, peritoneum

2.Radang Kronis Fibrotik

Penyembuhan   fibrosis, limfosit bervariasi, jejas lebih berat, kenaikan

permeabilitas, molekul besar ikut keluar ( fibrin )missal : karditis rehumatika

akuta dengan perikanditis fibrinosa eksudat fibrin dihilangkan dengan fibrinolisis

àpengangkutan debris oleh makrofagàresolution. tetapi bila fibrin tidak

dihilangkan akan menstimuli pertumbuhan proliferasi fibroblast dan pembuluh

darah jaringan parut dan terjadi perlekatan dan gangguan fungsi alat tubuh,

missal : pericardium dan epikardium, pleura parietalis-visceralis, peritoneum

parietal-viscerale

3.Radang Kronis Supuratif

Resolusi dan drainase gagal, pus tertimbun, enkapsulasi fibrotik

pus : cairan kental, terdiri atau banyak sel-sel leukosit baik yang hidup/ yang mati

dan jaringan nekrotik terutama yang dicairkan oleh jaringan-jaringan enzyme-

enzym dari leukosit yang mati, seperti protease, peptidase, lipase dan fibrinolisin.

disamping itu terdapat pula : cholesterol, letichin, lemak, sabun dll

ada organism tertentu yang menyebabkan suppurasi ( bacteri pyogenik ) :

taphilococcus, basil gram, meningococcus, gonococcus, pneumococcus

pus : juga terbentuk akibat perlukaan bahan khemis tertentu, missal terpentin atau

ag-nitrat

35

Page 36: Skenario a Blok 13

4.Radang Granulomatosa

Granuloma merupakan suatu daerah pada granulomatosa yang menunjukan

kumpulan sel epiteloid, sel datia dikelilingi oleh limfosit dan kadang-kadang sel

plasma.

Contoh radang granulomatosa:

1. Infeksi Mikobakteri: tbc, lepra, virus

2. Infeksi treponema: sifilis

3. Infeksi jamur: histoplasma

4. Infeksi parasit: skistosomiasis

Radang granulomatous adalah bentuk khas dari radang kronis, terjadi bila

neutrofil tidak mampu mempagosit dan menetralkan agen penyebabnya.

Berbeda dengan radang kronis, karena morfologi bentuk ini, tersifat oleh

pengumpulan makrofag teraktivasi, yaitu berbentuk seperti squamous sel (disebut

epithelioid cell), limfosit, dan fibrosit dalam jumlah banyak. Bentuk radang

dengan kumpulan makrofag ini disebut granulomatous inflamation, contoh pada

proses tuberkulosis disebut tuberkel. Dapat terdistribusi fokal, multifokal dan

diffus. Sering dikelirukan dengan tumor, karena bentuk noduli tersebut.

Bentuk klasik dari radang granulomatous adalah adanya pusat pengkejuan atau

nekrosis caseasi, dengan dikelilingi cell ephitheloid, giant cell, dikelilingi

kumpulan limfosit dan fibroblast. Secara makroskopis dari granulom adalah

bentukan granular (nodular), seperti keju, disebut caseous necrosis.

Patogenesis Terjadinya Radang Granulomatous

            Pada mulanya, limfosit teraktivasi oleh makrofag yang menyajikan

fragmen antigen “terproses” pada permukaan /MHC-II (sebagai APC), sehingga

akan mengeluarkan sebagai mediator, termasuk IFN-γ, suatu sitokin sebagai

perangsanguntuk menarik monosit ke jaringan (menjadi makrofag) dan

mengaktivasi makrofag, selain memfagositosis antigen, juga mengeluarkan

mediator (IL-1dan TNF) untuk mengaktifkan limfosit, dengan demikian akan

36

Page 37: Skenario a Blok 13

membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, sehingga di jaringan

makrofag akan bertambah banyak dan menyebabkan terbentuknya fokus radang

1. Makrofag berfungsi sebagai APC, mempresentasikan antigen pada limfosit

(CD4)/TH-1, untuk mensekresikan IL-2, TNF dan IFN-γ. Dalam hal ini

CD4 (thelper) sangat berperan dalam merekrut monosit ke jaringan.

2. TNF merekrut monosit dari sirkulasi, bermigrasi menjadi makrofag,

selanjutnya makrofag di bawah pengaruh IFN-γ, menjadi aktif sehingga

akan mensekresikan beberapa mediator kimia radang, yaitu IL-1 dan TNF-

α akan menstimulasi proliferasi fibroblas dan collagent penting  untuk

repair. Makrofag actve juga menyebabkan nekrosis jaringan.

3. Makrofag juga mempunyai bentuk seperti epiteloid sehingga disebut sel

epiteloid. Makrofag akan berdeferensiasi menjadi giant cell.

2. TBC dan Limfadenitis Tuberkulosis

Tuberkulosis

Tuberkulosis atau sering disebut TB masih menjadi masalah utama di

Indonesia.Sebagai negara ketiga yang mempunyai kasus terbanyak di di dunia TB

juga menempati urutan keempat dalam penyebab kematian di Indonesia. Oleh

sebab itu perlu diteliti lebih dalam baik untuk diagnostik maupun

terapi.Tuberkulosis (Tb) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya

mengenai paru tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di

tubuh.Biasanya bagian tengah granuloma tuberkuler mengalami nekrosis

pengkijuan.

Epidemiologi

Mereka yang secara medis dan ekonomi kekurangan diseluruh dunia, tuberkulosis

tetap menjadi penyebab utama kematian.Diperkirakan bahwa diseluruh dunia 1,7

milyar orang terinfeksi, 8-10 juta kasus baru dan 3 juta kematian pertahun.WHO

memperkirakan tuberkulosis menyebabkan 6% dari semua kematian diseluruh

37

Page 38: Skenario a Blok 13

dunia, penyebab tersering kematian akibat infeksi tunggal.Saat ini diperkirakan

sekitar 25.000 kasus baru dengan tuberkulosis aktif terjadi di AS setiap tahun, dan

hampir 40% terjadi pada imigran dari negara yang prevalensi tuberkulosisnya

tinggi.Tuberkulosis tumbuh subur apabila terdapat kemiskinan, kepadatan

penduduk dan penyakit kronis yang menyebabkan dibilitas. Demikian juga, orang

berusia lanjut dengan daya tahan melemah, rentan terjangkit.Secara umum satu-

satunya bukti infeksi jika terjadi adalah nodus fibrokalsifik kecil di tempat infeksi.

Organisme mungkin tetap dorman di fokus tersebut selama berpuluh tahun dan

mungkin seumur hidup host. Orang tersebut terinfeksi tetapi tidak mengidap

penyakit aktif sehingga tidak dapat menularkan organisme ke orang lain. Namun

jika pertahanan tubuh menurun, infeksi dapat mengalami reaktivasi dan

menyebabkan penyakit menular yang berpotensi mengancam jiwa.

Infeksi oleh M.tuberculosis biasanya menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat,

yang dapat dideteksi dengan uji tuberkulin (Mantoux).Sekitar 2-4 minggu setelah

infeksi dimulai, penyuntikan intrakutan 0.1 ml PPD memicu terbentuknya

indurasi yang terlihat dan teraba (diameter minimal 5mm) serta memuncak pada

48-72 jam. Uji tuberkulin yang positif mengisyaratkan hipersensitivitas tipe

lambat terhadap antigen tuberkulosis.Hal ini tidak membedakan antara infeksi dan

penyakit.Telah banyak diketahui bahwa reaksi negatif palsu dapat ditimbulkan

oleh oleh infeksi virus tertentu, sarkoidosis, malnutrisi, penyakit Hodgkin,

imunosupresi, dan penyakit tuberkulosis aktif yang luas.Reaksi positif palsu juga

dapat terjadi akibat infeksi oleh Mycobacterium atipik.

Etiologi 

Mycobacterium adalah organisme berbentuk batang tahan asam

(mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-

Neelsen).M.tuberkulosis hominis merupakan penyebab sebagian besar kasus

tuberkulosis, reservoir infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit

paru aktif.Penularan biasanya langsung, melalui inhalasi organisme di udara

dalam aerosol yang dihasilkan oleh ekspektorasi atau pajanan ke sekresi pasien

yang tercemar. Tuberkulosis orofaring dan usus yang berjangkit melalui susu

38

Page 39: Skenario a Blok 13

yang tercemar oleh M.bovis kini jarang ditemukan di negara berkembang, tetapi

masih ditemukan di negara yang memiliki sapi perah yang mengidap tuberkulosis

dan susu yang tidak dipasteurisasi.

Baik spesies M. hominis maupun M. bovis, adalah aerob obligat yang

pertumbuhannya terhambat oleh pH <6,5 dan asam lemak rantai panjang. Oleh

karena itu, basil tuberkulosis sulit ditemukan dibagian tengah lesi pengkijuan

besar karena terdapat anaerob, pH rendah dan kadar asam meningkat.

Mycoobacterium lain terutama M.avium-intracellulare, jauh kurang virulen

dibandingkan dengan M.tuberkulosis serta jarang menyebabkan penyakit pada

individu imunokompeten. Namun pada pasien dengan AIDS, strain ini sering

ditemukan mengenai 10% – 30% pasien.

Patogenesis

Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang belum pernah

terpajan berpusat pada pembentukan imunitas seluler yang menimbulkan

resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas

jaringan terhadap antigen tuberkular. Gambaran patologik tuberkulosis, seperti

granuloma perkijuan dan kavitasi terjadi akibat hipersensitivitas jaringan yang

destruktif yang merupakan bagian penting dari respon imun host.

1        Setelah strain virulen mikobakteri masuk kedalam endosom makrofag,

organisme mampu menghambat respon mikroba normal dengan memanipulasi pH

endosom dan menghentikan pematangan endosom .Hasil akhir manipulasi

endosom adalah gangguan fagolisosom efektif sehingga mikrobakteri

berproliferasi tanpa terhambat.

2          Baru-baru ini suatu gen yang disebut NRAMP1 (natural resistance-assosiated

macrophage protein 1) diperkirakan berperan pada  perkembangan tuberkulosis

manusia.  Protein NRAMP1 adalah satu protein transmembrane di endosom dan

lysosom yang  memompa kation divalent ke dalam lysosome. Ini mungkin

berperan pada generasi dari radikal oksigen anti mikrobia. Polimorfisme tertentu

39

Page 40: Skenario a Blok 13

pada alele NRAMP1 telah dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insiden

tuberkulosis (terutama diantara orang Amerika Afrika).(34)

3         Oleh karena itu fase dini pada Tb primer (<3 minggu)  ditandai dengan

proliferasi basil tanpa hambatan dari makrofag alveolus dan rongga udara

sehingga terjadi bakteriemia dan penyebaran di banyak tempat

4        Timbulnya imunitas seluler sekitar 3 minggu setelah terpajan. Ag

mycobacterium yang telah diproses mencapai kelenjaar getah bening regional dan

disajikan dalam konteks histokompatibilitas mayor oleh makrofag ke sel

ThOCD4+ incommitted yang memiliki reseptor sel Tαβ

5        Dibawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan oleh makrofag, sel THO

mengalami pematangan menjadi sel T`CD4+ subtipe TH1 yang mampu

mengeluarkan IFN-γ

6        IFN-γ sangat penting untuk mengaktifkan makrofag yang akan

mengeluarkan berbagai mediator dengan efek penting.

7        TNF berperan merekrut monosit yang pada gilirannya akan berdiferensiasi

menjadi histiosit epiteloid yang menandai respon granulomatosa

8        IFN-γ  mengaktifkan gen iNOS (inducible nitric oxide synthase (iNOS)

yang menyebabkan meningkatnya kadar Nitrat Oksida  ditempat infeksi. NO

menyebabkan terbentuknya zat antara nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang

menimbulkan kerusakan oksidatif pada konsituen mikobakteri

9        Selain mengaktifkan makrofag, sel TCD4+ juga mempermudah

terbentuknya sel T sitotoksik CD8+ yang dapat mematikan makrofag yang

terinfeksi oleh tuberkulosis.

Berbagai pola tuberkulosis diperlihatkan pada gambar dibawah ini :

Tuberkulosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang

belum pernah terpajan (sehingga tidak pernah tersensitisasi).Pasien berusia lanjut

40

Page 41: Skenario a Blok 13

dan pengidap imunosupresi berat mungkin kehilangan sensitivitas mereka

terhadap basil tuberkel sehingga dapat menderita tuberkulosis primer lebih dari

sekali.Pada tuberkulosis primer sumber organisme adalah eksogen.Sekitar 5% dari

mereka yang baru terinfeksi kemudian memperlihatkan gejala penyakit.

Tuberkulosis sekunder atau pasca primer merupakan pola penyakit yang

terjadi pada host yang telah tersensitisasi. Penyakit ini mungkin terjadi segera

setelah tuberkulosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer

dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika resisten pejamu

melemah.Penyakit ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena

berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer atau karena besarnya

inokulum basil hidup.Reaktivasi tuberkulosis endogen lebih sering terjadi

didaerah dengan prevalensi rendah, sedangkan reinfeksi berperan penting didaerah

yang berprevalensi tinggi.Dari manapun sumber organismenya, hanya beberapa

pasien (<5%) dengan penyakit primer yang kemudian mengalami tuberkulosis

sekunder.

Tuberkulosis sekunder lokal mungkin asimptomatik.Jika muncul, manifestasi

penyakit biasanya perlahan, secara perlahan timbul gejala sistemik dan

lokal.Gejala sistemik yang mungkin berkaitan dengan sitokin yang dikeluarkan

oleh makrofag aktif (misal TNF dan IL-1), sering muncul pada awal perjalanan

dan mencakup malaise, anoreksia, penurunan berat dan demam.Umumnya demam

ringan dan hilang timbul (muncul setiap malam dan kemudian mereda) dan timbul

keringat malam.Tuberkulosis sekunder harus selalu dipertimbangkan pada pasien

positif-HIV yang memperlihatkan penyakit paru.Perlu dicatat bahwa sementara

infeksi HIV berkaitan dengan peningkatan resiko tuberkulosis pada semua

stadium penyakit HIV, manifestasi berbeda bergantung pada derajat

imunosupresi. Sebagai contoh pasien dengan imunosupresi yang tidak terlalu

berat (hitung CD4+ > 300 sel/mm3) memperlihatkan tuberkulosis sekunder  biasa

(penyakit di apeks dengan kavitasi). Sebaliknya, pasien dengan imunosupresi

tahap lanjut (hitung CD4+ <200 sel/mm3) memperlihatkan gambaran klinis yang

mirip tuberkulosis primer progresif (konsolidasi lobus bawah dan tengah,

limfadenopati hilus dan tidak ada kavitas).

41

Page 42: Skenario a Blok 13

Tingkat imunosupresi juga menentukan frekuensi keterlibatan jaringan di luar

paru, yang meningkat dari 10%-15% pada pasien dengan imunosupresi ringan

menjadi >50% pada mereka yang mengalami imunodefisiensi berat. Gambaran

atipikal lain pada pasien positif HIV yang menyebabkan diagnosis tuberkulosis

menjadi sulit adalah meningkatnya frekuensi hasil negatif pada apusan sputum

dengan pewarnaan tahan asam dibandingkan dengan kontrol negatif HIV, PPD

negatif palsu akibat anergi tuberkulin dan tidak adanya granuloma yang khas

dijaringan terutama pada stadium lanjut infeksi HIV.

Limfadenitis Tuberkulosis

Definisi

Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat

terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada

kelenjar getah bening regioner dari lesi primer.Limfadenitis TB atau TB kelenjar

getah bening termasuk salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu).

Penyakit ini disebabkan oleh M. tuberkulosis, kemudian dilaporkan ditemukan

berbagai spesies M. Atipik.

Etiologi

LimfadenitisTBdisebabkan oleh M.tuberculosiscomplex, yaitu

M.tuberculosis (pada manusia), M.bovis (pada sapi), M.africanum, M.canetti

danM.caprae.Secara mikrobiologi, M.tuberculosis merupakan basil tahan asam

yang dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbett. Pada

pewarnaan tahan asam akan terlihat kuman berwarna merah berbentuk batang

halus berukuran 3 x 0,5μm.

M.tuberculosis dapattumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi

senyawa karbon yang sederhana.CO2 dapat merangsang

pertumbuhan.M.tuberculosismerupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan

terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup pada kondisi yang kering hingga

berminggu-minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes.

42

Page 43: Skenario a Blok 13

Kuman akan mati pada suhu 600C selama 15-20 menit, Pada suhu 300 atau 400-

450C sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen dapat

menurunkan metabolisme kuman.

Daya tahan kuman M.tuberculosislebih besar dibandingkan dengan kuman

lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya.Kuman ini tahan terhadap

asam, alkali dan zat warna malakit.Pada sputum yang melekat pada debu dapat

tahan hidup selama 8-10 hari.M.tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi.

Epidemiologi

Tuberkulosis ekstraparu telah memberikan kontribusi yang besar dalam kejadian

TB terutama pada pasien yang menderita imunodefisiensi akibat HIV (45-70%)

dibandingkan yang tidak menderita HIV AIDS (15%)9,12.Limfadenitis TB

merupakan TB ekstraparu paling sering. Menurut jenis kelamin, perempuan lebih

sering terkena dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 68:31. Menurut ras,

Asia lebih sering terkena dibandingkan Afrika. Pada pasien limfadenitis TB

terdapat pasien yang telah diimunisasi BCG sebanyak 37%.9 Pada penelitian

infeksi Mycobacterium bovis merupakan penyebab tersering dari TB ekstraparu

terutama limfadenitis TB. Konsumsi susu mentah memiliki peran penting dalam

infeksi bakteri ini.12 Maka dari itu, limfadenitis TB ini lebih sering mengenai

anak-anak. Menurut penelitian pada anak-anak yang menderita limfadenitis TB,

umur rata-rata anak tersebut adalah 9,8 tahun dengan anak perempuan (61,3%)

lebih banyak dari anak laki-laki (38,7%).10

Menurut penelitian dari 1112 anak-anak, 7,8% anak menderita limfadenitis TB.

Penyakit ini didapati pada semua usia tapi lebih sering pada anak usia 10 dan 18

tahun (39,1%). Pada anak dengan rontgen dada yang normal didapati memiliki

limfadenitis TB sebanyak 21,8%.Dan pada pasien ini didapati tes tuberkulin

positif sebanyak 87,3% dan memiliki riwayat keluarga menderita TB sebanyak

82,7%.

Patogenesis

Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya Limfadenopati Tuberkulosis

perifer yang terisolasi (contoh, pada bagian cervical) kemungkinan besar

43

Page 44: Skenario a Blok 13

disebabkan oleh reaktivasi dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur

hematogen ketika pasien terinfeksi Tuberkulosis Primer. Akan tetapi beberapa

ahli berpendapat bahwa limfadenitis tuberkulosis pada bagian cervical mungkin

disebabkan oleh infeksi pada tonsil, adenoid, dan cincin waldeyer’s dimana hal ini

akan menyebabkan terlibatnya nodal cervical.

Pada pasien yang terinfeksi HIV dengan limfadenitis tuberkulosis, lebih banyak

terdapat bukti bahwa infeksi mereka lebih menyeluruh seperti sering timbul

demam yang tiba-tiba, gambaran foto thoraks yang abnormal dan jumlah

mycobacterium yang lebih banyak. Reaktivasi dari infeksi yang laten lebih sering

terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV.

rute yang menjadi kemungkinan tempat masuknya mikobakterium tuberkulosa ke

kelenjar limfe :

1. Reaktifasi dari TB paru atau pelebaran hilus (paling sering).

2. Keterlibatan cervical melalui infeksi laring

3. Jalur hematogen

. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian,

farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan

pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen

obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan

suatu pilihan terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan

keuntungan tambahan dibandingkan terapi farmakologis biasa.15,18,19Namun

pembedahan dapat dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:

Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical

mycobacteria bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.

Aspirasi

Insisi dan drainase

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis

TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH.British Thoracic

44

Page 45: Skenario a Blok 13

Society Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan

pengobatan selama 9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.16

Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):17

1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua)

jenis berdasarkan sifatnya yaitu:

a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin,

pirazinamid dan streptomisin.

b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.

Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama

2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para-

aminosalicylicAcid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin.

OAT sekunderini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang

dipakai lagi.

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka

prinsip-prinsip yang dipakai adalah:17

Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk

mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan

dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat.

45

Page 46: Skenario a Blok 13

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Regimen pengobatan yang digunakan adalah:

Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.Kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam

seminggu selama 4 bulan.

Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru TB Paru BTA Positif.

Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat”

Penderita TB Ekstra Paru berat

kategori 3 (2HRZ/4H3R3).Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,

Penderita TB ekstra paru ringan.

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),

diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali

seminggu.

3. BENJOLAN DI LEHER

Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh lima kelainan atau

penyebab utama yaitu:

46

Page 47: Skenario a Blok 13

1. Kelainan kongenital : Benjolan di Leher dapat berupa benjolan yang timbul

sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah

usia dewasa. Pada kelainan ini, benjolan yang paling sering terletak di leher

samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas, dan juga di tengah-tengah di

bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar

seperti bola tenis.

Hygromacolli adalah kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran

limfe, biasanya muncul sejak lahir dan makin bertambah besar dengan

bertambahnya usia, bahkan bisa sampai ukuran bola tenis atau lebih,

biasanya benjolannya agak lunak.

Kista ductus thyroglosus ,benjolannya umumnya di garis tengah leher

diantara bawah dagu sampai kelenjar thyroid atau kelenjar gondok. Pada

jenis kelainan ini bisa muncul pada masa kanak-kanak atau setelah usia

dewasa. Benjolannya berisi cairan.

Kista branchial, seperti kista ductus thyroglosus, juga berisi cairan, namun

letaknya paling sering di samping leher.

2. Infeksi

Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut. Biasanya infeksi acut

disertai adanya gejala panas badan, rasa sakit dan adanya warna kemerahan

pada benjolan tersebut.

Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan

akibat penyakit TBC kelenjar. Pada TBC kelenjar benjolan dapat berupa

benjolan kecil ukuran beberapa millimeter sampai ukuran beberapa

centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah

dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan, bahkankadang di

samping leher kiri dan kanan sekaligus.

3. Neoplasma :Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri

dari sel-sel baru yang mempunyai bentuk,sifat dan kinetika berbeda dari sel

normal asalnya. Pertumbuhannya liar, autonom dan terlepas dari kendali

pertumbuhan sel normal. Neoplasma inilah sebenarnya yang biasa disebut

47

Page 48: Skenario a Blok 13

tumor sebenarnya, ada yang bersifat jinak dan ada yang bersifat ganas atau

biasa disebut kanker.

Tumor jinak di daerah leher yang paling sering adalah tumor jinak kelenjar

gondok. Tumor ini berupa benjolan atau massa yang bisa diraba pada leher

tengah bagian depan. Ciri khasnya adalah benjolan ini dapat ikut bergerak

ketika menelan. Bisa terasa nyeri ataupun tidak, nyeri apabila dikarenakan

oleh peradangan.

Kanker pada daerah leher bisa dibedakan tiga macam berdasarkan asal

pertumbuhannya yaitu:

Kanker yang asal pertumbuhannya memang berawal dari daerah leher itu

sendiri, misalnya yang paling sering adalah kanker kelenjar gondok, kanker

jaringan lunak yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.

Kanker yang terjadi di daerah leher, namun sebenarnya kanker induknya

atau asalnya ada di tempat lain ,dengan kata lain merupakan metastasis

tumor dari kanker di tempat lain yang letaknya bukan di leher. Contoh pada

kanker jenis ini adalah kanker nasofaring, kanker di daerah kepala, kanker

di rongga mulut, yang umumnya menyebabkan metastasis berupa adanya

benjolan di leher samping atas sedikit dibawah telinga kiri atau kanan. Juga

kanker-kanker dari organ yang jauh seperti kanker paru, kanker saluran

pencernaan, kanker saluran kemih ,kanker payudara, kanker alat genitalia

wanita yang dapat memberikan metastasis berupa adanya benjolan diatas

tulang selangka atau supraclavicula, terutama di sebelah kanan.

Kanker di daerah leher yang sebenarnya merupakan penyakitsistemik yang

dapat terjadi di seluruhtubuh, yaitu kanker kelenjar getah bening.

4. Trauma : Trauma di daerah leher bisa terjadi akibat benturan benda tumpul

sehingga terjadi bekuan darah atau hematom dan membentuk benjolan seperti

tumor.

Kelainan lainnya : Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di daerah leher. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok

Patofisiologi

48

Page 49: Skenario a Blok 13

Penderita TB batuk droplet terhirup masuk lewat hidung saluran nafas paru-paru alveoli bertemu makrofagalveolifagositosis

Intrapulmonary:

- Jika makrofag menang kuman mati

- Jika makrofag kalah kuman bermultiplikasi

menyebar ke seluruh paru TBC primer

Paparan terhadap bakteri akan mengaktifkan germinalcenter.

Tujuannya untuk meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel

limfosit guna meningkatkan pertahanan tubuh terhadap

patogen. Akibatnya, ukuran germinalcenter dan lymphoid

folikel membesar (mengalami hiperplasia). Membesarnya

lymphoid folikel akan mengakibatkan ukuran kelenjar getah

bening ikut membesar (teraba sebagai benjolan). Keadaan ini

dikenal sebagai folikulerlimfoid reaktif hiperplasia.

Mekanisme lain : Bakteri tuberkulosis, terutama yang berhasil berproliferasi dalam makrofag, masuk ke cairan limfe (menyebar secara limfogenik) dan terbawa ke kelenjar getah bening terdekat. Pada kelenjar getah bening, kuman akan mengakibatkan peradangan (limfadenitis kronik spesifik). Limfadenitis mengakibatkan benjolan pada KGB

Dalam buku patologi Robbins and Kumar juga disebutkan bahwa benjolan akibat

peradangan kronik tidak menyebabkan rasa nyeri.

ANATOMI LEHER

Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks dan

caput. Batas disebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik

dari angulus mandibula menuju ke procesus mastoideus, linea nucrae suprema

sampai ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal

dibentuk oleh incisura jugularis sterni, klavikula, acromion, dan suatu garis lurus

yang menghubungkan kedua acromion. Leher dibagi oleh musculus

sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau medial dan trigonum

posterior atau lateral.

A. Kelenjar getah bening (KGB)

49

Page 50: Skenario a Blok 13

Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanantubuh kita. Tubuh kita

memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah

submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang

bawah),ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.Sistema

Lympathica Colli Facialis.

Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan profunda

berjalan mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda. Gugusan

superficialis membentuk suatu lingkaran pada perbatasan leher dan kepala yang

dinamakan lingkaran pericervicalisatau cervical Collar, meliputi l.n.occipitalis,

l.n.mastoideus (l.n.retro auricularis), l.n.preauricularis (l.n.parotideus

superficialis), l.n.parotideus profundus, l.n.submandibularis dan l.n.submentalis.

L.n.occipitalis terletak pada serabut-serabut cranialis m.trapezius, ditembusi oleh

v.occipitalis, kira-kira 2,5cm di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran

lymphe dari bagian belakang kepala dan mengirimkannya kepada lymphonodi

cervicales profundi dengan melewati bagian profundam .sternocleidomastoideus.

L.n.pre-auricularis: terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis

superficialis dan vena facialis transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala

(scalp), auricula, palpebra dan pipi. Dan mengirim pembuluh afferen menuju ke

l.n.cervicalis superficialis.

L.n.submentalis: berada di antara kedua venter anterior m.digasticus, pada

permukaan inferior dari m.mylohyoideus, membawa lymphe dari lidah bagian

tengah (juga apex lingua) dan darilabium inferius.

L.n.submandibularis: biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis,

meskipun membawa drainage dari lidahdan glandula submandibulare.

Lymphonodus ini terletak pada vena facialis di sebelah caudaldari mandibula,

dimana vena ini menerima v.retromandibularis. pembuluh efferen membawa

aliran lymphe menuju ke l.n.cervicalis profundus pars cranialis.

Masih ada lymphonodus lainnya, yaitu:

50

Page 51: Skenario a Blok 13

l.n.facialisyang merupakan perluasan ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan

mengikuti venafacialis, berada pada facies.

L.n.cervicalis anterior: berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima lymphe

dari bagian tengah (linea mediana)leher dan mengalirkan lymphenya menuju ke

l.n.cervicalis profundus; gugusan ini dapatdianggap menerima afferen dari

l.n.submentalis.

L.n.cervicalis superficialis: berada sepanjang v.jugularis externa. Menerima

aliran lymphe dari kulit pada angulusmandibulae, regio parotis bagian caudal dan

telinga, dan membawa aliran lymphenya menujuke l.n.cervicalis profundus.

Semua lymphonodi akan memberi aliran lymphenya kepadal.n.cervicalis

profundus. Diantara gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat

gugusanintermedis, yang terdiri atas :

L.n.infrahyoideus: yang berada pada membrana thyreo-hyoidea, menerima

afferen yang berjalan bersama-samadengan a.laryngea superior dan berasal dari

larynx di bagian cranialis plica vocalis.

L.n.prelaryngealis: yang berada pada ligamentum cricothyreoideum, menerima

lymphe dari larynx di bagiancranialis plica vocalis, berada pada vasa thyreoidea

superior.

L.n.paratrachealis: yang berada pada celah di antara trachea dan oesophagus,

menerima lymphe dari glandulathyreoidea dan struktur di sekitarnya, pembuluh

efferennya mengikuti vasa thyreoidea inferior menuju ke l.n.cervicalis profundus

(dan l.n.mediastinalis superior).

L.n.cervicalis profundus: terletak di sebelah profunda m.sternocleidomastoideus

sepanjang carotid sheath. Terdiri atas banyak lymphonodus, berada pada vena

jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai disebelah cranialis clavicula dan

dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi gugusansuperior dan gugusan

infeior.

 Gugusan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superiro terletak di sebelah

cranialis cartilago thyreoidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio

51

Page 52: Skenario a Blok 13

pterygoidea, l.n.parotideus dan l.n.submandibularis, radix linguae, pars cranio-

lateralis glandula thyreoidea, larynx dan pharynx bagian caudal. Mengirimkan

efferennya menuju ke l.n.cervicalis profundus parsinferior. Terdapat perluasan

dari l.n.cervicalis profundus pars superior yang menuju ke arahmedial dan

membentuk l.n.retropaharyngealis (berada di dalam spatium retropharyngeum),

menerima lymphe dari nasopharynx, tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis,

mengirimkan lymphenya menuju kepada l.n.cervicalis profundus pars superior

dengan mengikuti vena pharyngealis. L.n.cervicalis profundus pars superior dan

juga dari l.n.cervicalis superficialis, pars caudalis glandula thyreoidea, larynx

bagian cudal, trachea pars cervicalis danoesophagus. Pembuluh-pembuluh efferen

membentuk sebuah pembuluh besar (jugular trunk)dan bermuara ke dalam ductus

thoracicus (dibagian kiri) serta ductus lymphaticus dexter (bagian kanan). Pada

tempat persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna terdapat

l.n.juguladigastricus.

Gugusan lymphonodus yang terletak di sebelah cranialis venter inferior

m.omhyoideus padasaat otot ini menyilang v.jugularis interna membentuk

l.n.jugulo-omohyoideus.

Limfatikus

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan

tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-

pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan

mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe

yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang

dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) danmemiliki sel pertahanan tubuh

maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat

menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi

antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran

kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh

yang berasal dari KBGitu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan

histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi

infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas

52

Page 53: Skenario a Blok 13

atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease) Dengan

mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepadalokasi

kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.

B. Faring

Nasopharynx

Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di

belakang cavum nasidan cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat

dianggap membentuk lantainasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama

sekali dari oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke arah dinding

posterior pharynx. ke arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan

melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada

setiap dinding lateral nasopharynx terdapat muara dari tuba auditiva

(tuba pharyngotympanica). Lubang ini terletak ssetinggi concha nasalis

inferior dan dibatasi disebelah postero-superior oleh torus tubarius, yaitu suatu

penonjolan yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba auditiva. Di sebelah

dorsal dari tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang

berjalan vertikal. Pada ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium

anterius dan labium posterior, dan labium posterius melanjutkan diri kecaudal

pada plica salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh

membrane mucosa yang membungkus m.salpingo pharyngeus. Di bagian

cranialis dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla pharyngea, yang

bertumbuh sampai usia anak 6 tahun, lalumengalami retrogresi. Bilamana

terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup danmemberi gangguan

respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan jaringanlymphoid

yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini dapat menekan

tubaauditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju ketelinga bagian

tengah. Pembesarandari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria akan

membentuk adenoid.

 

Oropharynx

53

Page 54: Skenario a Blok 13

Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum molle

dan di sebelahcranialis aditus laryngis. Mempunyai hubungan dengan cavum

oris melalui isthmusoropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral

isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang melekat dari palatum

molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior pertengahan lidah). Di

sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang berasal dari

tepi posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai dindinglateral

pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian

posterior sisilingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla

palatina.

Laryngopharynx

Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis berhubungan

dengan oropharynx(hubngan bebas) dan ke arah caudalis melanjutkan diri

menjadi oesophagus. Aditus laryngisterletak pada dinding anterior

laryngopharynx. Facies posterior dari cartilago arytaenoideadan cartilago

cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.

Anatomi Kelenjar limfe dan batas-batas anatomi pada leher: Sekitar 75 buah

kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher , kebanyakan terdapat pada rangkaian

jugularis interna dan spinalis asoserius. Kelenjar limfa yang selalu terlibat dalam

metastasis tumor adalah kelenjar limfa pada rangkaian jugularis interna, yang

terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian  jugularis interna

terbagi menjadi kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfa

yang lain yaitu submental, submandibula, servikalis superficial, retropharing,

paratrakeal, spinal asesorius, skaleneus anterior dan supraklavikula.

Nodus jugularis profunda superior menerima aliran limfa yang berasal dari

Palatum molle, tonsil, arkus ant/post, dasar lidah, posterior lidah, sinus piriformis,

supraglottik, nodus retrofaring, spinal asesorius, parotis, servikalis superfisialis,

submandibula.

Nodus jugularis profunda medius superior menerima aliran limfa yang berasal

dari Subglottik laring, sinus piriformis bgn inferior, krikoid posterior. Nodus

54

Page 55: Skenario a Blok 13

jug.prof.sup, retrofaring bgn inferior Nodus jugularis profunda inferior superior

menerima aliran limfa yang berasal dari Kel.tiroid, trakea, esofagus pars sevikalis.

Nodus submandibula menerima aliran limfa yang berasal dari Area submentalis,

kel.liur submandibula, bibir atas, lateral  bibir bawah, rongga hidung, kavum oris

anterior, 2/3 ant. lidah

Nodus retrofaring menerima aliran limfa yang berasal dari Nasofaring, cav.nasi

post, telinga tengah, tuba eustachius, orofaring, hipofaring, sinus paranasalis

Nodus spinal asesorius menerima aliran limfa yang berasal dari Kulit kepala

bagin parietal, leher belakang,

 

Nodus servikalis superfisialis menerima aliran limfa yang  berasal dari Parotis,

oksipitalis, retroaurikuker, terdapat vena  jugularis eksterna

Nodus paratrakea menerima aliran limfa yang berasal dari  Hipofaring, esofagus

servikalis, trakea bgn atas, tiroid

Nodus supraklavikula menerima aliran limfa yang berasal dari Paru, hepar,

nodus spinal asesorius. Daerah kelenjar limfa leher Letak kelanjar limfe leher

menurut sloan catering memorial cancer center klasification bagi dalam 5 daerah

penyebaran kelompok kelenjar yaitu daerah :

Kelenjar yang terletak disegitega submental dan submandibula

Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe  jugular

superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servical posterior superior

Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan  persilangan

m.omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas  posterior m.

sternokleidomastoid

Grup kelenjar didaerah jugularis inferior dan supraklavikula.

Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal 2.

55

Page 56: Skenario a Blok 13

4. RESPON IMMUNOLOGI TERHADAP TBC

Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit

oleh makrofag (terutama pada alveolus mengingat port d’entree

Mycobacterium tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan).

Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor

manosa makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium

tuberculosis lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom

makrofag.

Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam

endosom makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan

makrofag dan penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk

membunuh Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas

berproliferasi di dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ

lain

Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler

terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada

kelenjar getah bening regional.

Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility

Complex (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan

sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan

dipresentasikan ke sel TH0 CD4+.

Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan

menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-

interferon (IFN-γ). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif

56

Page 57: Skenario a Blok 13

terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap

antigen bakteri penyebab TB.

IFN-γ berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian

akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor

(TNF).

TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi

“histiosit epiteloid” yang kemudian membentuk respons granulomatosa

sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang

granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan

necrosis caseosa di bagian sentralnya.

IFN-γ bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide

synthase (iNOS) yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di

tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk

zat nitrogen reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan

kerusakan oksidatif pada dinding sel Mycobacterium tubrculosis sampai

DNA bakteri tersebut.

Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu

merangsang pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu

membunuh Mycobacterium tubrculosis

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T γδ (T-gamma delta)

juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak

makrofag yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium tuberculosis,

penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi

cepat sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan

jaringan nekrosis.

57

Page 58: Skenario a Blok 13

58

Page 59: Skenario a Blok 13

59

Page 60: Skenario a Blok 13

VII. KESIMPULAN

Nn. Fanny 20 tahun terinfeksi M. tuberculosis sehingga menderita limfadenitis

granulomatous kronik spesifik.

60

Page 61: Skenario a Blok 13

DAFTAR PUSTAKA

http://nurisna_solihatin-fkh11.web.unair.ac.id/artikel_detail-84529-Kuliahku-

MEKANISME%20TERJADINYA%20RADANG

%20GRANULOMATUS.htmlKumar-Robbins, Basic Pathology Part 1, W.B.

Saunders Company, Philadelphia, 1987

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty, Pathophysiology-Clinical

Conceptsof  Desesase Processes, Fourth edition, Mosby Year Book

Inc.,Michigan,  1992

Bayazit, Y. A., Bayazit, N., Namiduru, M., 2004. Mycobacterial Cervical

Lymphadenitis. ORL; 66:275-80.

Dandapat, M., C., Mishra, B., M., Dash, S., P., Kar, P., K., 1990. Peripheral

Lymph Node Tuberculosis: A Review of 80 Cases. Br J Surg; 77:911.

Datta, BN., 2004. Textbook of Pathology. 2th Edition. New Delhi: Jaypee

Brothers Medical Publishers Ltd, 239-246.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 13-14.

Dorland., 1998. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Jakarta: EGC, 974.

Ioachim, M. L., Medeiros, L. J., 2009. Ioachim’s Lymph Node Pathology. 4th

Edition. Philadelphia: Lip pincott Williams & Wilkins, 130-134.

Jniene, A., et al. 2010. Epidemiological, Therapeutic and Evolutionary Profiles in

Patients with Lymph Node Tuberculosis. Tuberkuloz ve Toraks Dergisi,

58(4):366-74.

Kumar, V., Maitra, Anirban., 2004. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Kumar,

Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7.

Jakarta: EGC, 549-550.

Kojcan, G., 2001. Clinical Cytopathology of the Head and Neck. London:

Greenwich Medical Media, 127.

Lubis, H.M.N.D., Lubis,H.M.L., Lisdine, Hastuti, N.W. 2008. Dark Specks and

Eosinophiic Granular Necrotic Material as Differentiating Factors between

61

Page 62: Skenario a Blok 13

Tuberculous and Nontuberculous Abcesses. Indonesian Journal of Pathology

2008; 17(2) : 49 -52

McClay, J. E., Lewis, M. R., 2008. Scrofula. Departement of Otolaryngology and

Facial Plastic Surgery. Available From:

http://emedicine.medscape.com/article/858234-print [accessed 19 Februari 2011]

Mohapatra, P., R., Janmeja, A., K., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. JAPI;57:

585-90.

Narang, P., Narang, R., Narang, R.,. 2005. Prevalence of tuberculous

lymphadenitis in children in Wardha district, Maharashtra State, India. Int J

Tuberc Lung Dis; 9:188.

Raviglione, M. C., O’Brien, R. J., 2010. Tuberculosis. In: Loscalzo, J. Harrison’s

Pulmonary and Critical Care Medicine. New York: The McGraw-Hill

Companies, 122-123.

Sharma, S., K., Mohan, A., 2004. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian J Med

Res; 120: 316-53.

62

Page 63: Skenario a Blok 13

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR 2

SKENARIO A Blok 13 3

III. Klarifikasi Istilah 3

IV. Identifikasi Masalah 4

III. Analisis Masalah 6

IV. Keterkaitan Antar Masalah 26

V. Learning Issue 27

VI. Kerangka Konsep 58

VII. Kesimpulan 59

DAFTAR PUSTAKA 60

63