skenario 6 pbl 1

70
BAB II PEMBAHASAN 2.1 ANATOMI SARAF OMF 2.1.1 Neuron dan Neuroglia Jaringan saraf dibagi menjadi dua sel mayor, yaitu neuron dan neuroglia. A. Neuron 1. Definisi Neuron Neuron adalah sel yang dapat tereksitasi yang terdiri dari badan sel neuron dan juga komponen lainnya yang terspesialisasi untuk menerima stimuli dan konduksi impuls saraf. Neuron memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, tetapi setiap neuron mempunyai badan sel dari permukaan satu atau lebih processes yang disebut neurit. Neurit diklasifikasikan menjadi akson dan dendrit. 2. Bagian-bagian Neuron Badan sel neuron : massa sitoplasma dimana nukleus terbenam. Dikelilingi oleh membran plasma di bagian luar Dendrit : sel saraf memiliki 5-7 prosesses yang disebut dendrit yang meluas dari badan sel dan bercabang banyak. Akson : neuron memiliki akson fibrous yang panjang yang berasal dari akson hillock dari badan sel Akson hillock : area yang menebal dari badan sel Initial segmen : bagian awal dari akson Synaptic knobs : akson terbagi menjadi cabang-cabang terminal, dan setiap ujungnya terdapat synaptic knobs. Terdapat vesikel atau granula synaptic yang berisi synaptic transmitters yang disekresi oleh saraf dan disimpan. 1

Upload: adeka-j-sari

Post on 01-Dec-2015

266 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI SARAF OMF

2.1.1 Neuron dan Neuroglia

Jaringan saraf dibagi menjadi dua sel mayor, yaitu neuron dan neuroglia.

A. Neuron

1. Definisi Neuron

Neuron adalah sel yang dapat tereksitasi yang terdiri dari badan sel neuron dan juga komponen

lainnya yang terspesialisasi untuk menerima stimuli dan konduksi impuls saraf. Neuron memiliki

ukuran dan bentuk yang bervariasi, tetapi setiap neuron mempunyai badan sel dari permukaan satu

atau lebih processes yang disebut neurit. Neurit diklasifikasikan menjadi akson dan dendrit.

2. Bagian-bagian Neuron

Badan sel neuron : massa sitoplasma dimana nukleus terbenam. Dikelilingi oleh membran

plasma di bagian luar

Dendrit : sel saraf memiliki 5-7 prosesses yang disebut dendrit yang meluas dari badan sel dan

bercabang banyak.

Akson : neuron memiliki akson fibrous yang panjang yang berasal dari akson hillock dari

badan sel

Akson hillock : area yang menebal dari badan sel

Initial segmen : bagian awal dari akson

Synaptic knobs : akson terbagi menjadi cabang-cabang terminal, dan setiap ujungnya terdapat

synaptic knobs. Terdapat vesikel atau granula synaptic yang berisi synaptic transmitters yang

disekresi oleh saraf dan disimpan.

Neuron bermielin : berada di luar CNS. Akson terdiri dari selubung mielin yang merupakan

kompleks protein-lipid yang membentuk banyak lapisan (layer) dari sel membran schwann.

Nodus Ranvier : selubung mielin menyelubungi akson kecali pada ujung akson dan nodus

ranvier. Terdapat konstriksi 1 mm dan terpisah sejauh 1 mm.

1

2

B. Neuroglia

Neuroglia adalah jaringan saraf pendukung dari neuron, walaupun sel-sel neuroglia itu

sendirinya mempunyai peranan penting dalam fungsi neuron. Sel neuroglia hanya mempunyai satu

jenis proses. Neuroglia dibagi menjadi 5, yaitu :

1. Astrocytes

2. Oligodendrocytes

3. Microglia

4. Schwann cells

5. Satellite cells

2.1.2 Sistem Saraf Periferal

A. Definisi dan Klasifkasi Sistem Saraf Periferal

Sistem saraf periferal adalah bagian dari system saraf yang terletak di luar dari system saraf

pusat. Sistem saraf periferal terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Sistem

saraf ini dibagi menjadi 2, yairu :

1. Sistem saraf somatik : sistem voluntary (sadar) yang berhubungan dengan serat-serat affrent

(sensorik) dan efferent (motorik).

2. Sistem saraf otonom : system involuntary (tak sadar) yang berhubungan dengan homeostasis

tubuh.

B. Anatomi Saraf Periferal

1. Epineurium

Setiap saraf tepi dikelilingi oleh epineurium eksternal.

Epineurium merupakan lapisan luar, terdiri dari jaringan ikat areolar dan pleksus longitudinal

dari pembuluh darah. Suplai darah ke saraf perferal cukup banyak, dengan adanya jalur

collateral yang berkembang dengan baik. Terganggunya aliran darah dapat menyebabkan

injuri saraf

2. Serabut Saraf (Nerve Fiber)

Serabut saraf memenuhi 25 – 75% dari area cross-sectional dari saraf, tergantung saraf dan

lokasinya.

Serabut saraf dapat bermielin atau tidak bermielin. Diameter dari serabut saraf bermielin

sekitar 2 – 25 mm. Diameter serabut yang tidak bermielin berkisar 0.2 – 3.0 mm.

3. Fascicles (kumpulan serabut)

Fascicle merupakan sekelompok serabut saraf yang membentuk bundle

3

Setiap fascicle terdiri dari banyak serabut saraf dan dikelilingi oleh perineurium.

Dari segi perspektif bedah, perineurium adalah struktur terkecil dari saraf perifer yang dapat

menerima jahitan

Diameter fascicular berkisar antara 0.04 – 3 mm.

Fascicles terdapat pada jaringan ikat epineural dan epifascicular interfascicular epineurium.

Saraf periferal terdiri dari beberapa subdivisi :

- Monofascicular nerves : cabang terminal pada saraf jari (digital nerve) yang terdiri

dari satu fascicle yang besar yang terdiri dari banyak serabut saraf. Saraf ini

normalnya memiliki kemampuan sensorik dan motorik murni

- Oligofascicular nerves (contohnya : saraf ulnar pada siku) : terdiri dari beberapa

fascicle dan dapat merupakan saraf murni atau gabungan dari sendorik dan motorik

- Polyfascicular nerves : terdiri dari banyak fascicle kecil. Contohnya : saraf radial

pada lengan atas.

2.1.3 Saraf Kranialis

4

5

SARAF TIPE FUNGSI

I. OLFAKTORI S Berkaitan dengan sensor penciuman

II. OPTIK S Berkaitan dengan sensor

penglihatan

III. OKULOMOTOR M Berkaitan dengan pergerakan

kelopak mata, bola mata,

pengaturan cahaya yang masuk ke

dalam mata (kontraksi pupil) dan

memfokuskan lensa (akomodasi

lensa)

IV. TOKLEAR M Inervasi pada salah satu otot yang

menggerakkan mata ke arah bawah

dan samping

V. TRIGEMINAL S – M Terbagi menjadi 3 saraf:

V1 Ophtalmik

V2 Maksilar

V3 Mandibular

Secara umum, berkaitan dengan

sensasi dari semua gigi, rongga

mulut, sinus maksila, rongga

hidung, dan sebagian besar kulit

wajah dan kepala. Selain itu,

berkaitan dengan pergerakan otot

mastikasi, sebagian otot palatum

lunak

VI. ABDUSEN M Berkaitan dengan pergerakan bola

mata ke arah lateral

VII. FASIAL S – M Berkaitan dengan pergerakan otot

ekspresi wajah, otot stapedius di

telinga tengah, stylohyoid dan

posterior belly of digastric, serta

saraf parasimpatis pada kelenjar

saliva submandibula dan

sublingual, dan kelenjar air mata.

Selain itu, berkaitan dengan sensasi

beberapa daerah di bagian belakang

telinga dan pengecapan di 2/3

anterior lidah.

2.1.4 Saraf Fasial

Saraf fasial terdiri dari bagian motorik dan sensorik (sering disebut juga nervus intermedius/pars

intermedii of Wrisberg).

Jalur Intraneural Saraf Fasial

a) Motor root

• Muncul dari nucleus yang terdapat pada bagian yang dalam di formasi reticular dari

bagian bawah pons.

• Dari bagian itu, serat-serat saraf berlanjut membentuk jalur di dalam substansi

pons.

• Serat-serat saraf tersebut melintas secara backward dan medialward menuju fossa

rhomboid mencapai ujung posterior dari nucleus saraf abdusen kemudian

melintas ke atas menuju garis tengah di bawah colliculus fasciculus (penonjolan

pada dasar ventrikel keempat otak)

b) Sensory root

· Muncul dari ganglion genikular, yang mana sel dari ganglion ini bersifat unipolar,

kemudian sebuah prosesus tunggal membagi serat saraf menjadi cabang sentral dan

perifer.

· Cabang sentral meninggalkan badan saraf fasial di dalam meatus akustik internal

membentuk sensory root.

· Cabang perifer berlanjut ke dalam korda timpani dan saraf greater superficial

petrosal.

· Sensory root kemudian memasuki otak pada bagian bawah pons antara motor root

dan saraf akustik dengan cara: serat saraf sensory root melintas ke dalam substansi

medulla oblongata berakhir di bagian atas nucleus terminal dari saraf

glosofaringeal dan di dalam fasciculus solitarius.

kemudian dua sensory root tersebut muncul pada bagian bawah pons, di antara olive

(penonjolan oval pada aspek ventrolateral medulla oblongata), motor root berada

lebih medial, sedangkan saraf akustik berada di lateral dari sensory root.

Jalur Ekstrakranial

· Dari perlekatan superficial pada otak motor dan sensory root dari saraf fasial

melintas secara lateral dan ke depan bersama dengan saraf akustik menuju meatus

akustik internal.

6

· Di dalam meatus, motor root terletak di dalam groove yang berada di atas dan

anterior dari saraf akustik, sedangkan sensory root berada di antara mereka.

· Di dasar meatus, saraf fasial memasuki kanal fasial yang akan berakhir pada foramen

stilomastoid setelah keluar dari foramen tersebut, saraf fasial melintas ke depan di

dalam substansi kelenjar parotis melintasi arteri carotid eksternal kemudian

terbagi menjadi cabang-cabang ketika mencapai ramus mandibula, yang tersebar

menginervasi otot-otot superficial daerah kepala, wajah, dan bagian atas leher.

Cabang-cabang Saraf Fasial:

a) Menuju Stapedius (N. stapedius; cabang timpanik)

Muncul di daerah yang berlawanan dari penonjolan pyramidal melintas melalui

kanal kecil di dalam penonjolan ini untuk mencapai otot.

b) N. Korda Timpani

Muncul dari saraf fasial dengan melintas ke bawah dari rongga timpani, sekitar 6 mm

dari foramen stilomastoid masuk ke rongga timpani melintasi rongga timpani, di

antara lapisan fibrous dan mucous dari membran timpani, melewati prosesus

manubrium dari malleus keluar dari rongga timpani berjalan ke bawah di antara

pterigoideus eksternus dan intenus kemudian bergabung pada bagian posterior dari

saraf lingual.

c) N. Posterior Auricular (N. auricularius posterior)

Muncul di dekat foramen stilomastoid kemudian melintas ke atas di depan prosesus

mastoid bergabung dengan filament cabang auricular dari saraf vagus, serta

berhubungan dengan cabang posterior dari great auricular dan lesser occipital

melintas ke atas di antara meatus akustikus eksternal dan prosesus mastoid, yang

kemudian terbagi menjadi:

cabang auricular: inervasi aurikularis posterior dan otot intrinsic di atas

permukaan kranial dari aurikula

cabang occipital: melintas ke belakang sepanjang bagian superior tulang

occipital, menginervasi occipitalis.

d) Cabang Digastrik (ramus digastricus)

Muncul di dekat foramen stilomastoid terbagi menjadi beberapa filament (salah 1

filamen bergabung dengan N. glosofaringeal) menginervasi posterior belly of the

digastricus

e) Cabang Stilohyoid (ramus stylohyoideus)

Sering muncul bersamaan dengan cabang digastrik, yang kemudian menginervasi

stylohyoideus.

7

f) Cabang Temporal (rami temporales)

· Melintasi lengkung zigomatik menuju region temporal inervasi auriculars

anterior dan superior bergabung dengan cabang zigomatikotemporal dari maksila

dan cabang aurikulotemporal dari mandibula.

· Cabang anterior menginervasi frontalis, orbicularis oculi, dan corrugator

kemudian bergabung bersama cabang supraorbital dan lakrimal dari ophthalmic.

g) Cabang Zigomatik (ramu zygomatici; malar branches)

Melintasi tulang zigomatik menuju lateral orbital, yang akan menginervasi orbicularis

oculi bergabung dengan filament dari N. lacrimal dan cabang zigomatikofasial

dari N. maxilla.

h) Cabang Bukal (rami buccales; infraorbital branch)

Melintas secara horizontal ke depan untuk didistribusikan di bawah orbital dan sekitar

mulut.

i) Cabang Superfisial

Melintas di bawah kulit dan di atas otot superficial wajah, yang akan menginervasi:

Bergabung dengan cabang infratroklear dan nasosiliari dari ophthalmic pada

sudut orbital

Deep branches: Inervasi quadratus labii superioris dan kemudian membentuk

infraorbital plexus bersama dengan cabang infraorbital dari N. maxilla. Cabang

ini juga menginervasi otot hidung.

Lower deep branches: inervasi buccinator dan orbicularis oris, kemudian

bergabung dengan filament cabang buccinator dari N. mandibula.

j) Cabang Mandibula (ramus marginalis mandibulae)

Melintas ke depan di bawah platysma dan triangularis inervasi otot bibir bawah

dan dagu, kemudian berhubungan dengan cabang mental dari N. inferior alveolar.

k) Cabang Servikal (ramus colli)

· Melintas ke depan di bawah platysma membentuk lengkungan yang melintasi

sisi leher di atas region suprahyoid.

· Satu cabang melintas ke bawah untuk bergabung dengan N. cervical cutaneous dari

cervical plexus.

· Cabang lainnya menginervasi platysma.

2.1.5 Saraf Trigeminal

8

Trigeminal nerve merupakan saraf kranial paling luas. Bagian sensoris menyuplai ke wajah,

sebagian besar kulit kepala, gigi, rongga mulut serta hidung. Bagian motoris menyuplai otot-otot

mastikasi. Trigeminal nerve terbagi menjadi 3 divisi: ophthalmic, maksila dan mandibula.

Bagian berwarna hijau dipersarafi oleh nervus opthalmic

Bagian berwarna biru dipersarafi oleh nervus maksilari

Bagian berwarna merah dipersarafi oleh nervus mandibula

1. Opthalmic Nerve

Divisi paling superior dan paling kecil dari N.trigeminal, dan seluruhnya sensorik.

Menyuplai cabang-cabang ke bola mata, kelenjar lakrimal, konjungtiva, bagian

membrane mukosa rongga hidung, kulit hidung, kelopak mata, dahi dan kulit kepala.

Keluar dari bagian anteromedial ganglion trigeminal dan melalui sinus cavernous

mendekati dinding lateral, di bawah N.okulomotor dan N.trochlear.

Sebelum memasuki fisura orbital superior, terbagi menjadi 3 cabang: N. lakrimal, N.

frontal, N. nasociliary.

9

a. N. Lakrimal

Cabang terkecil N. ophthalmic

Memasuki orbital melaui bagian lateral fisura orbital superior, berjalan sepanjang

batas atas rectus lateral dengan arteri lakrimal.

Dari arah anterior, menerima komunikasi dari N. zygomaticotemporal dan

mengandung serat secretomotor untuk kelenjar lakrimal.

Menembus septum orbital dan berakhir pada kulit kelopak mata.

b. N. Frontal

Cabang terbesar divisi ophthalmic

Masuk orbital melalui fisura orbital superior, di atas otot, di antara levator palpebrae

superior dan periosteum.

Sekitar setengah jalan antara apeks dan dasar orbit, terbagi menjadi cabang

supratrochlear kecil dan cabang supraorbital besar.

N. supratrochlear berjalan ke arah medial dan depan, melintas di atas trochlea dari

otot oblik superior dan kemudian menyambung dengan cabang infratrochlear dari N.

nasociliary.

Saraf supraorbital berjalan di antara levator palpebrae superior dan atap orbital,

melintas melalui supraorbital notch atau foramen.

c. N. Nasociliary

Ukuran sedang. Masuk orbital melalui bagian medial dari fisura orbital superior.

Menyilang N.optic dengan arteri ophthalmic dari sisi lateral ke medial, dan berjalan

sepanjang dinding medial orbit antara oblik superior dan rektus medial.

Berakhir pada foramen ethmoidal anterior dan terbagi menjadi N. infratrochlear dan

N. ethmoidal anterior.

10

Cabang-cabangnya: communicating branch ke ciliary ganglion, 2 atau 3 N.ciliary

panjang, N. ethmoidal posterior, N. ethmoidal anterior, N. infratrochlear.

2. Maxillary Nerve

Saraf maksila seluruhnya sensorik, di antara saraf ophthalmic dan mandibula

Mulai dari ganglion trigeminal tengah dan berjalan ke arah depan horizontal sepanjang

bagian bawah dinding lateral sinus cavernous.

Meninggalkan kranial melalui foramen rotundum.

Menyilang bagian atas fosa pterygopalatine dan memasuki orbit melalui fisur orbital

inferior. Di dalam orbit, saraf menempati groove infraorbital dan menjadi saraf

infraorbital yang berjalan anterior ke dalam kanal infraorbital pada dasar orbit.

Melintasi groove dan kanal infraorbital pada dasar orbit.

Muncul pada wajah melalui foramen infraorbital

Cabang-cabang saraf:

Pada cranium

Meningeal Nerve

(N.meningeus medius)

-Bercabang dari N.maksila dekat foramen rotundum.

-Menerima komunikasi dari pleksus simpatetik dari

arteri carotid internal dan menyertai cabang frontal

dari arteri meningeal tengah, serta menyuplai dura

mater pada middle cranial fossa (setengah anterior)

Pada fosa pterygopalatine

Posterior superior dari fossa pterygopalatine berjalan ke arah depan bawah

11

alveolar untuk menembus permukaan infratemporal maksila dan

turun di bawah lining mukosa maksila. Nervus ini

mempersarafi sinus maksila dan gigi molar dengan

pengecualian (25%) pasien yang akar mesiobukal M1 atas

nya dipersarafi oleh N.alveolar superior anterior.

Zygomatic Keluar dari fossa pterygopalatine, masuk ke orbit melalui

fisura orbital inferior, menyilang sepanjang dinding lateral

orbit dan terbagi menjadi N. zygomaticotemporal dan

zygomaticofacial.

Ganglionic branches berjumlah dua, menghubungkan N.maksila ke ganglion

pterygopalatine (sphenopalatine)

Melalui kanal Infraorbital

Middle superior alveolar dari cabang infraorbital, melintasi sepanjang groove

infraorbital dan berjalan ke bawah depan pada dinding lateral

sinus maksila. Mempersarafi gigi premolar atas

Anterior superior

alveolar

- meninggalkan kanal infraorbital dekat midpoint, berjalan

di dalam canalis sinuosus pada dinding anterior sinus

maksila

- Saraf berbelok di bawah foramen infraorbital dan melintasi

secara medial ke arah hidung. Kemudian turun dan terbagi

menjadi cabang-cabang, yang mempersarafi insisif dan

kaninus. Cabang terminalnya muncul di dekat akar anterior

nasal spine dan mempersarafi nasal septum.

Pada Wajah

Cabang palpebral Naik ke orbicularis oculi, menembus otot untuk mempersarafi

kelopak mata bawah

Cabang nasal Mempersarafi kulit pada sisi hidung dan bagian moveable dari

nasal septum.

Cabang labial superior Besar dan banyak. Mempersarafi bagian anterior pipi, kuliy

12

bibir atas, membrane mukosa mulut dan kelenjar-kelenjar

labial.

Pterygopalatine (sphenopalatine) Ganglion

- Ganglia parasimpatetik perifer terbesa. Terletak di dalam fossa pterigopalatine di

bawah nervus maksila yang menyebrani fossa tersebut.

- Cabang motor atau parasimpatetik terbentuk oleh saraf dari canal pterygoid. Serat

preganglionik muncul dari superior salivatory nucleus, melewati nervus

intermedius, nervus facial, ganglion geniculate, nervus greater petrosal, dan

nervus pada kanal pterygoid untuk mencapai ganglion. Serat postganglionik

menyediakan saraf sekretomotor ke kelenjar lakrimal dan kelenjar mukus hidung,

sinus paranasal, palatum, dan nasofaring.

- Cabang simpatik berasal dari kanal pterygoid. Cabang tersebut mengandung serat

postganglionik dari ganglion superior servikal yang melewati pleksus carotis

interna, nervus deep petrosal, dan nervus dari ganglion pterygoid tanpa bercabang

dan menyuplai nervus vasomotor ke membran mukus hidung, sinus paranasal,

palatum dan nasofaring.

- Cabang sensorik berasal dari nervus maksila dan melewati ganglion tanpa

bercabang.

3. Mandibular Nerve

Divisi saraf trigeminal terbesar

Terdiri dari dua cabang

Bermula dari tengah fossa cranial sebagai cabang sensorik besar dan cabang motor kecil

Cabang sensorik berasal/bermula dari bagian lateral ganglion trigeminal dan berada di

atas cabang motorik, melewati foramen ovale untuk memasuki fossa infratemporal

Ada dua unit cabang brada tepat di bawah foramen untuk membentuk single main trunk

(saluran tunggal utama) yang terletak di antara tensor veli palatini (medially) dan lateral

pterygoid (laterally)

Lalu saluran utama tersebut terbagi menjadi dua : small anterior trunk dan large posterior

trunk.

13

Divisi Anterior mandibula nerve

Masseteric nerve - Muncul diatas lateral pterygoid dan bercabang ke TMJ

- Bersamaan dengan pembuluh darah masseter, saraf ini melalui

sepanjang lateral mandibular notch kemudian masuk ke

permukaan dalam masseter

Deep temporal nerve - Ada 2, anterior dan posterior

- Saraf ini melewati antara cranial dan lateral pterygoid dan masuk

kebagian dalam temporalis

- Saraf anterior merupakan cabang bukal, cabang posterior muncul

bersama dengan masseter

Nerve to Medial Pterygoid Muncul dekat dengan otic ganglion dan menyuplai pterygoid media

(deep surface), tensor palatine, dan tensor tympani

Nerve to lateral pterygoid - Memasuki permukaan dalam otot

- Dapat muncul sebagai cabang independen atau bersamaan dengan

saraf bukal

Long bucal nerve - Cabang sensorik dari anterior trunk

- Berjalan melewati diantara dua bagian utama (two heads) lateral

pterygoid, lalu ke bawah dan ke depan, dan menyuplai kulit dan

membrane mucus dari pipi yang berdekatan dengan otot bucinator

Cabang mentalis Nervus ini timbul pada foramen mentalis dan terbagi di bawah

depressor anguli oris ke 3 percabangan. Satu cabang menyuplai

kulit dagu, dan dua lainnya kulit dan membran mukosa bibir bawah.

Nervus insisivus Nervus ini menyuplai gigi kaninus dan insisif.

14

Divisi posterior mandibula nerve

Auriculotemporal nerve - Muncul dengan dua cabang yang berjalan ke arah belakang,

kemudian mengitari middle meningeal artery, dan bersatu

membentuk single trunk

- Saraf berlanjut ke arah belakang diantara leher dan ligamen

sphenomandibular, dibelakang TMJ saraf ini berbelok ke arah

atas dan sampai dibelakang pembuluh darah temporo superficial,

saraf ini akan bercabang lagi menjadi cabang temporal dan

superficial

- Cabang:

1. Anterior auricular : mensuplai kulit tragus, dan bagian atas

pinna

2. External acoustic meatus : external acoustic meatus,

membrane tymphany

3. Articular : TMJ

4. Parotid : kelenjar parotid

5. Superficial temporal : kulit regio temporal

Lingual nerve - Merupakan saraf sensor untuk membran mukosa dari 2/3 anterior

lidah, dasar mulut, dan gusi mandibula

- Berasal dari cabang posterior dan terletak diantara tensor veli

palatini dan lateral pterygoid dimana saraf ini bersatu dengan

saraf alveolar inferior

- Muncul dibawah lateral pterygoid, saraf ini turun kearah bawah

dan ke depan diantara ramus mandibula dan medial pterygoid

- Saraf ini melewati dibawah konstriktor superior pharynx dan

terletak berseberangan dengan bagian dalam mandibula pada sisi

medial akar gigi M3 bawah

- Kemudian melewati gusi dan sisi lidah dimana saraf ini akan

menyeberangi styloglossus dan berjalan kearah luar dari

permukaan lateral hyoglossus dan bagian dalam mylohyoid

(terletak diatas kelenjar submandibula dan duktusnya)

- Saraf ini mengitari duktus dan akhirnya mencapai genioglossus

dan terbagi lagi menjadi cabang terminal dibawah membran

mukosa lidah

15

Nervus Alveolaris Inferior - Cabang terminal besar dari divisi posterior nervus mandibula.

- Nervus ini turun ke pterygoid lateral, melewati antara ligamen

sphenomandibula dan ramus mandibula, menuju foramen

mandibula.

- Nervus ini memasuki kanal mandibula dan menuju ke bawah gigi

sejauh foramen mentalis, dan nervus tersebut terbagi menjadi

cabang insisif dan mentalis.

- Arteri alveolaris inferior menemani nervus ini.

Cabang mylohyoid Sebelum nervus alveolaris inferior memasuki foramen mandibula,

nervus ini melalui ligamen sphenomandibula, turun pada mylohyoid

groove, dan menyuplai mylohyoid dan anterior belly saluran

pencernaan.

Distal trigeminal nerve dibagi menjadi 3 divisi :

- Divisi ophthalmic mensuplai conjunctiva dan permukaan conjunctival bagian atas tapi

bukan pada lower lid, kelenjar lacrimal, bagian mesial dari kulit hidung sepanjang

ujungnya, upper eyelid, dahi, dan kulit kepala sepanjnag vertex. Lesi pada divisi ini

menghasilkan kehilangan dari cutaneous dan sensibility corneal pada area diatas,

Perubahan trophic di kornea (neuropathic above) juga muncul. Refelx cornea juga

menghilang: dapat dites dengan pemelihaaran yang baik ketika anestesi cornea, dicurigai

karena resiko yang menyebabkan ulcer corneal.

- Divisi maxillary mensuplai leher, pelipis depan, bagian hidung, bibir atas, bagian atas

faring, atap mulut, bagian dari palatum lunak, tonsil, dan medial inferior quadrant dari

cornea. Lesi pada divisi ini menimbulkan sensasi dari area diatas dan kadanga2

kehilangan reflex palatal.

- Divisi mandibular mensuplai bagian bawah wajah, bibir bawah, telinga, lidan gigi bawah,

serat parasimpatis pada kelenjar saliva. Divisi mandibula dihungkan oleh motor root, dan

menginervasi otot pengunyahan.

Lesi pada selurh saraf trigeminal membuat kehilangan sensasi pada kulit dan membrane

mukosa pada wajah dan nasofaring. Sekresi saliva dan lacrimal dapat berkurang dan thropic

ulcer dapat berkurang dan juga dapat berkembang pada mulut, hidung, dan cornea. Rasa

16

menjadi kurang, tapi kekurangan sekresi oral dapat menghasilkan pelemahan objective.

Kelemahan pada otot mastikasi juga dapat terjadi.

2.2 Pemeriksaan Kelainan Saraf OMF

2.2.1 Pemeriksaan Bell's Palsy

Tes fungsi dasar yang diperiksa meliputi:

meminta pasien untuk menaikkan alis untuk memeriksa aktivitas frontalis currogator

meminta pasien untuk memejamkan mata dengan erat untuk memeriksa fungsi orbicularis oris

sphincter

meminta pasien untuk tersenyum untuk memeriksa aksi otot retraktor pada kedua sudut bibir

Pada onset biasanya timbul rasa sakit pada belakang telinga dan rasa baal pada sisi yang terkena.

Tentukan apakah paralisisnya disebabkan oleh lesi sentral atau lesi perifer. Jika lesinya sentral

maka gejalanya adalah contralateral voluntary lower facial paralysis. Otot frontalis tidak terkena

karena inervasinya bilateral. Gerakan wajah untuk menunjukkan emosi seperti tertawa atau menangis

masih terlihat.

Jika lesinya perifer maka gejalanya adalah Bell's phenomenon yakni gerakan naik dan keluar

dari bola mata ketika pasien mencoba untuk menutup kelopak mata.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah formal audiological test yang meliputi pure

tone, air and bone conduction, speech discrimination, reflexes, dan tympanometry. Jika ditemukan

asimetri dalam audiogram diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan ABR (Auditory Brainstem

Response) dan MRI.

Electrophysiologic test digunakan hanya untuk pasien dengan paralisis komplit. Tidak ada tes

laboratorium khusus untuk mendiagnosis Bell's Palsy karena diagnosis lebih didasarkan pada

pemeriksaan klinis.

Jika pemeriksaan klinis belum memadai untuk menegakkan diagnosis makan dapat digunakan

pemeriksaan Facial CT atau plain radiograph untuk melihat adanya fraktur atau metastasis tulang.

Brain CT digunakan jika pasien mengalami stroke atau multiple sclerosis. Jika dicurigai ada

neoplasma pada tulang temporal, otak atau kelenjar parotis dapat digunakan MRI.

17

2.2.2 Pemeriksaan Trigeminal Neuralgia

Pemeriksaan klinis diperlukan untuk membedakan trigeminal neuralgia dengan pulpitis.

Periksa dengan cermat apakah ada kelainan dentoalveolar seperti gigi karies. Jika tidak ditemukan

gigi karies di regio yang terasa sakit maka dapat dilakukan peletakan makanan di atas gigi di regio

tersebut. Jika rasa sakit yang timbul berasal dari pulpitis, rasa sakit tersebut akan timbul ketika

makanan tersebut dikunyah. Jika tanpa mengunyah makanan sudah terasa sakit ketika makanan

tersebut diletakkan, dapat disimpulkan bahwa rasa sakit tersebut merupakan trigeminal neuralgia.

Pemeriksaan Imaging diperlukan untuk membedakan etiologi dari bentuk trigeminal neuralgia

yang idiopatik dari bentuk trigeminal neuralgia yang secondary. Pemeriksaan imaging yang dapat

digunakan adalah CT scan namun resolusinya kurang baik pada posterior fossa. MRI merupakan

pilihan utama karena dapat memperlihatkan plak multiple sklerosis dan pontine gliomas. MRA

(Magnetic Resonance Angiography) bisa digunakan untuk melihat kompresi vaskular. Angiogram

konvensional dapat juga digunakan jika dicurigai adanya malformasi vaskular.

Tes klinis neurofisiologis juga dapat dilakukan untuk menentukan bentuk trigeminal neuralgia

idiopatik atau secondary. Jika diberikan rangsangan pada mata pasien dan ada jeda sebelum pasien

mengedipkan mata maka lesi terdapat pada saraf trigeminus, namun jika refleks mengedipkan mata

normal maka dapat disimpulkan trigeminal neuralgia bentuk idiopatik.

2.3 Klasifikasi Kelainan Saraf OMF

Terminologi yang berhubungan dengan rasa nyeri (pain)

Pain : rasa tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan potensi

kerusakan dan kerusakan yang sebenarnya

Allodynia : nyeri akibat stimulus yang normalnya tidak menimbulkan nyeri

Analgesia: tidak adanya nyeri dalam respon terhadap stimulasi yang normalnya

menimbulkan rasa sangat nyeri

18

Bell's Phenomenon contralateral voluntary lower facial

Causalgia: sindrom rasa nyeri terbakar terus menerus, allodynia dan hyperpathia setelah

lesi saraf traumatic, sering dikombinasikan dengan disfungsi vasomotor dan sudomotor dan

kemudian perubahan trofik

Dysaesthesia: sensasi abnormal yang tidak menyenangkan, spontan atau evoked

Hyperaesthesia: sensitivitas yang meningkat terhadap stimulasi, tidak meliputi sensasi

khusus

Hyperalgesia: respon yang meningkat terhadap stimulus yang normalnya menimbulkan

nyeri

Hyperpathia: sindrom rasa nyeri yang dikarakteristikkan oleh reaksi yang meningkat

terhadap stimulus, khususnya stimulus yang berulang-ulang serta peningkatan ambang batas

(threshold)

Neuralgia: nyeri dalam distribusi saraf

Neuritis: inflamasi pada saraf

Neuropathy: gangguan pada fungsi atau perubahan patologik pada saraf

o Saraf tunggal: mononeuropathy

o Beberapa saraf: mononeuropathy multiplex

o Jika difus dan bilateral: polyneuropathy

Nociception: aktivitas dalam serat saraf, yang meningkat sebagai hasil dari stimulasi

nociceptor. Jika nociception mencapai kesadaran, ia dirasakan sebagai nyeri

Nociceptor: reseptor yang sensitive terhadap stimulus berbahaya atau pada stimulus yang

akan menjadi berbahaya jika berkepanjangan.

Pain threshold: intensitas stimulus yang paling sedikit atau kecil pada subyek yang

dirasakan sebagai nyeri

Pain tolerance level: intensitas stimulus paling besar yang menyebabkan nyeri di mana

subyek harus siap untuk toleransi.

Klasifikasi gangguan saraf

1. Injuri traumatic

a. Neurapraxia

b. Axonotmesis

c. Neurotmesis

d. Traumatic neuroma

19

2. Inflamasi

a. Neuritis

3. Neuralgia

a. Trigeminal nerve neuralgia

b. Bell’s palsy

c. Glossopharyngeal neuralgia

d. Sphenopalatine neuralgia

4. Tipe injuri spesifik

a. Injuri injeksi

b. Iradiasi

c. Compression neuropathies

5. Tumor

a. Benign and malignant

Injuri saraf traumatic

Pada 1943, Seddon memperkenalkan klasifikasi injuri nyeri berdasarkan tipe injuri dari tiga

serat saraf utama dan bergantung pada kontinuitas saraf tersebut. Tiga tipe itu adalah

neurapraxia, axonotmesis, dan neurotmesis.

1) Neurapraxia

Terdapat interupsi dalam induksi impuls di bawah serat saraf. Penyembuhan tanpa

degenerasi wallerian

Kegagalan konduksi dalam suatu saraf tanpa adanya perubahan struktural sebagai akibat

dari trauma tumpul, penekanan atau iskemia.

Penyebab:

o Lesi biokimia disebabkan oleh konkusi atau shock-like injury pada serat saraf.

o Kompresi atau pukulan tumpul meliputi injuri berkecepatan rendah di dekat saraf

Kehilangan fungsi: Terdapat kehilangan sementara dari fungsi saraf yang dapat kembali

beberapa jam sampai bulan, rata-rata 6-8 minggu. Keterlibatan fungsi motorik lebih

sering ada dibandingkan fungsi sensori dengan fungsi autonomic dipertahankan.

20

2) Axonotmesis

Melibatkan kehilangan kontinuitas relative dari akson dan lapisan myelin-nya menjaga

connective tissue framework dari saraf (the encapsulating tissue, the epineurium dan

perineurium). Fragmen-fragmen jaringan penyambung tetap utuh, yang akibatnya

degenerasi akson di sebelah distal trauma

Fitur klinis:

o Hilangnya degenerasi wallerian yang terjadi sebagai kontinuitas aksonal

o Hilangnya fungsi motorik dan sensorik dari saraf

o Biasanya terdapat elemen retrograde proximal degeneration dari akson.

Regenerasi: lesi proksimal dapat tumbuh ke arah distal sebesar 2-3 mm per hari dan lesi

distal sebesar 1,5 mm per hari.

3) Neurotmesis

Merupakan lesi yang paling parah dengan potensi recovery yang paling sedikit.

Pemutusan suatu saraf secara parsial ataupun komplit, disertai kerusakan akson dan

selubung mielin serta elemen-elemen jaringan konektif

Penyebab: terjadi pada kontusi, peregangan (stretch), dan laserasi yang parah

Struktur yang terlibat: tidak hanya akson, tetapi encapsulating connective tissue

kehilangan kontinuitasnya. Derajat terakhir dari neurotmesis adalah transsection.

Terdapat kehilangan penuh dari fungsi motorik, sensori, dan autonomic. Jika kehilangan

saraf sudah lengkap terbagi, regenerasi akson menyebabkan neuroma untuk terbentuk

dalam proximal stump.

4) Traumatic neuroma (Amputation neuroma)

Proses reaktif yang jinak dan umum terjadi disebabkan oleh trauma lokal pada saraf

perifer yang bermanifestasi sebagai rasa nyeri, terdapat benjolan pada submukosa. Eksisi

bedah menyembuhkan traumatic neuroma ini.

Amputation neuroma mungkin bukan neoplasma secara keseluruhan tetapi hanya

merupakan reaksi saraf perifer terhadap injuri lokal. Mereka tampak muncul setelah

terjadinya pemotongan saraf perifer selama bedah atau episode trauma. Selama

regenerasi berikutnya, akson saraf perifer tidak dapat menemukan jalannya ke selubung

saraf yang putus, melainkan membentuk suatu massa yang nyeri dan tidak teratur di

daerah yang injuri. Sel Schwann di daerah injuri mengeluarkan faktor trofik dalam upaya

21

untuk regenerasi saraf. Faktor pertumbuhan saraf adalah faktor trofik yang merupakan

bagian integral pembentukan neuroma.

Fitur histopalatogis: traumatic neuroma dikenali secara mikroskopis dengan adanya

tumpukan serat saraf perifer kecil, sebuah fitur yang mudah membedakannya dari

neurilemmoma dan neurofibroma.

Perawatan: eksisi bedah sederhana menyembuhkan lesi ini. Lesi ini jarang rekuren dan

tidak pernah berubah bentuk menjadi lesi yang lebih berbahaya.

Neuritis

Merupakan istilah yang mendeskripsikan inflamasi pada saraf perifer, sering disertai dengan

perubahan degenerative dalam jaringan saraf. Multiple neuritis atau polyneuritis adalah

kelainan mempengaruhi banyak saraf perifer secara simetris pada saat yang sama.

Tipe: localized dan multiple/polyneuritis

Etiologi:

o Localized

Paparan rasa dingin

Pukulan dan luka pada saraf

Peregangan saraf

Perpanjangan inflamasi saraf

Alasan vaskularisasi, seperti oklusi pembuluh darah atau haemorrhage pada jaringan

saraf

o Generalized

Infeksi → akibat invasi mikroorganisme

Toksik → keracunan bahan metal atau kimia, alkoholik

Metabolic → defisiensi vitamin, pernicious anaemia

Gangguan umum → gout, rematik¸tuberkel, karsinoma

Kelainan endemic → beri-beri

Penyakit autoimun pada pertahanan tubuh menyerang saraf perifer → Systemic Lupus

Erythematosus, idiopathic peripheral neuropathy

Diabetes mellitus

Toxaemia of pregnancy (kondisi tekanan darah meningkat saat kehamilan)

Tanda dan gejala: gejala pertama pada localized neutiris adalah rasa nyeri sepanjang jalan

saraf dan distribusinya, bagian tersebut menjadi sensitive terhadap tekanan. Dapat berwarna

22

sedikit kemerahan dan edema sepanjang jalan saraf, pergerakan menjadi nyeri pada otot di

mana saraf terdistribusi, mati rasa dapat menyertai dan sensasi taktil dapat rusak, akhirnya

atrofi otot terjadi, dan perubahan degenerative dapat terjadi pada saraf atau selubung saraf.

Kasus ringan karena dingin atau injuri dapat sembuh dalam beberapa hari, sedangkan kasus

berat seperti tekanan pada unreduced dislocation dapat berakhir dalam beberapa bulan.

Facial paralysis (Bell’s palsy) adalah penyakit yang umum terjadi pada saraf fasial.

Injuri Saraf Fasial

Injuri saraf fasial dapat berkembang menjadi kelumpuhan fasial atau Bell’s palsy. Bell’s palsy

merupakan paresis (lumpuh parsial) atau paralysis dari saraf fasial dengan gejala awal yang terjadi

secara tiba-tiba. Tiga fungsi saraf fasial:

1) menjaga tonus otot

2) aktivitas otot fasial seperti menutup mata atau pergerakan bibir

3) ekspresi emosi

Kelumpuhan saraf fasial akut sering terjadi, sehingga dokter harus mengenalinya. Selain itu,

pengetahuan tentang anatomi dan fungsi saraf fasial sangat penting untuk diketahui.

Gambaran Klinis Bell’s Palsy

Sebelum memeriksa fungsi sarafnya, dokter gigi harus membandingkan ekspresi wajah dan gerakan

antara kedua sisi wajah. Gambaran klinis:

Kelainan berkedip, pipi berkedut, dan pendataran lipatan nasolabial adalah karakteristik dari

facial palsy.

Cara bicara agak terganggu, air mata menetes karena mata tidak dapat menutup sempurna.

Suara akan terdengar lebih kencang pada sisi yang terkena (hyperacusis), hal ini mungkin

disebabkan oleh paralysis otot stapedius.

Palpitits dapat terlihat pada papila fungiform pada sisi yang terkena.

Perubahan sekresi lakrimal

Perubahan sekresi saliva.

Gangguan persepsi pengecapan (2/3 anterior lidah)

Kelemahan pada seluruh otot fasial.

Etiologi dari Facial Palsy

a. Trauma

· Fraktur longitudinal pada tulang temporal membentuk garis fraktur sepanjang axis

longitudinal tulang temporal yang menyebabkan laserasi kanal auditori eksternal,

perforasi temporomandibular, dan gangguan ossicular atau haemotympanum. Cedera

23

saraf fasial terjadi 10-20% pada fraktur jenis ini dengan cedera paling umum pada regio

perigeniculate.

· Luka tembakan pistol pada tulang temporal menyebabkan facial paralysis pada 50%

kasus. Saraf dapat terputus atau mungkin cedera akibat gaya kinetik peluru atau dari

fragmen tulang temporal.

· Saraf fasial dapat juga cedera selama bedah telinga tengah dan bedah mastoid.

b. Herpes Zoster Oticus (Ramsay-Hunt Syndrome)

· Adalah penyebab facial nerve paralysis yang paling umum.

· Merupakan manifestasi virus varisella zoster dorman yang terreaktivasi pada ganglia saraf

extramedullary cranial selama periode penurunan imunitas.

· Pasien akan merasa sakit pada telinga diikuti dengan lower motor neuron

paralysis.Vesikulasi pada telinga luar, kehilangan air mata karena keterlibatan saraf

greater superficial petrosal dan kehilangan pengecapan pada ipsilateral (working) side.

Kehilangan pendengaran unilateral, tinnitus dan vertigo akibat keterlibatan saraf cranial

VIII.

· Gejala prodormal dirasakan sama seperti pada pasien Bell’s palsy tetapi biasanya lebih

parah. Gejala meliputi otalgia parah, facial paralysis, mati rasa pada wajah, dan erupsi

vesikel pada concha, kanal auditori eksternal, dan palatum. Pasien mengalami berbagai

derajat sensorineural hearing los (SNHL), gejala vestibular, dan gejala saraf cranial

terkait lainnya.

· Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan atau penurunan kadar antibodi

untuk virus.

· Perawatan meliputi steroid, valacyclovir 1gm secara oral dan perawatan mata yang tepat.

c. Otitis Media

· Pada pasien otitis media akut akan mengalami dehiscences pada kanal falopi sebagai

pintu masuk langsung bagi invasi bakteri dan inflamasi sepanjang saraf.

· Facial paralysis mungkin dimulai dalam beberapa hari setelah serangan otitis media akut.

· Pasien dengan otitis media kronis juga dapat mengalami facial paralysis sebagai akibat

sekunder dari cholesteatoma atau akibat inflamasi/osteitis yang menekan saraf fasial.

d. Tumours

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kecurigaan adanya tumor adalah: paresis

(paralysis sebagian) yang berkembang lambat dalam waktu lebih dari 3 minggu, kejang

wajah, defisit saraf cranial, keterlibatan ipsilateral rekuren, adenopathy terkait, atau massa

leher/parotid yang dapat dipalpasi.

e. Melkersson-Rosenthal syndrome

24

Merupakan penyakit yang jarang yang terdiri dari 3 gejala: edema orofasial rekuren,

rekuren facial palsy, dan lingua plicata (fissured tongue).

f. Congenital Facial Paralysis

Penyebab paling umumnya adalah trauma saat kelahiran, akibat kesulitan saat melahirkan

dengan atau tanpa forcep, pembengkakan wajah, memar pada mastoid atau

ekstratemporal sepanjang saraf, dan haemotympanum.

g. Other Causes

1) Sarcoidosis

Salah satu jenis sarcoidosis, Heerfordt’s disease, dikarakteristikkan dengan adanya

uveitis, demam ringan, parotitis non-suppuratif, dan paralysis saraf cranial. Saraf fasial

adalah saraf yang paling umum mengalami paralysis dan biasanya dimulai secara tiba-

tiba beberapa hari atau bulan setelah parotitis.

2) Lyme Disease

Merupakan infeksi yang disebabkan oleh tick-borne spirochete Borrelia bugdorferi.

Pasien mengalami facial paralysis (unilateral atau bilateral) dan kehilangan pendengaran.

3) Marcus Gunn or Jaw-winking Syndrome

Kondisi ini jarang dan bisa kongenital atau akibat trauma atau bedah pada area fasial.

Pasien akan mengeluh ptosis atau paradoxial oculopalpebral movements yang dipicu oleh

gerakan mandibula atau mengunyah.

Klasifikasi injuri saraf Sunderland

Derajat 1 (neurapraxia)

Melibatkan blok konduksi lokal pada saraf dengan serat saraf merespon stimuli elektril

proksimal dan distal pada lesi tetapi tidak melintasi segmen injuri. Kontinuitas akson

terjaga, degenerasi wallerian tidak terjadi, dan recovery biasanya kembali utuh.

Derajat 2 (axonotmesis)

Mengacu pada gangguan akson ke bagian proksimal dan distal dengan aliran aksoplasmik

yang terganggu. Degenerasi wallerian terjadi dalam 24 jam di bagian distal akson dan

sedikit pada bagian proksimal. Elemen jaringan lunak tetap utuh, namun akson mungkin

regenerasi pada kecepatan 1 mm per hari ke organ akhir original dengan potensi untuk

recovery yang lengkap.

Derajat 3 (endoneurotmesis)

Endoneurium dan akson rusak, tetapi perineurium tetap utuh. Degenerasi wallerian terjadi.

Akson dapat regenerasi, tetapi dapat diblok oleh jaringan scar. Ini menghasilkan reinervasi

25

parsial. Misdirection pada serat dapat terjadi dengan resultant synkinesis (pergerakan massa

abnormal dari otot yang tidak terikat secara normal) dan incomplete recovery.

Derajat 4 (perineurotmesis)

Pada tipe ini, hanya epineurium yang tetap utuh, di mana akson, endoneurium, dan

perineurium terganggu atau rusak. Dengan tipe injuri ini, degenerasi wallerian terjadi, dan

ada kesempatan untuk aberrant regeneration, synkinesis, dan incomplete recovery.

Derajat 5 (neurotmesis)

Mengacu pada gangguan kontinuitas neural. Tanpa perbaikan yang hati-hati, hanya ada

sedikit atau tidak ada kesempatan untuk regenerasi dan recovery. Axonal sprouts dapat

melepaskan diri dari batasan selubung saraf dan menghasilkan neuroma yang sangat nyeri

di dekat saraf yang injuri.

2.4 Patogenesis Kelainan Saraf OMF

2.4.1 Fisiologi Dasar Nyeri Neuropatik

Nyeri merupakan pengalaman psikofisiologis individu yang kompleks.aspek diskriminatif

sensorik memungkinkan kita untuk melokalisasi dan merasakan kuantitas nyeri tapi harus diingat juga

bahwa pengalaman mempengaruhi sensasi nyeri ini, seperti pengalaman di masa lalu, kebiasaan,

emosi dan status medis. Factor fisiologis yang terkait dalam nyeri adalah: transduksi, transmisi dan

modulasi. Ketiga proses ini bila disatukan dengan pikiran dan emosi akan menghasilkan sensasi nyeri.

Transduksi mengaktivasi serabut saraf A-delta dan C yang mentransmisikan informasi ke spinal cord

atau nukleus trigeminal.

Stimulus kimia, suhu dan mekanik dapat mengaktivasi ujung bebas saraf nosiseptor, saraf

perifer yang kemudian akan mentransmisikan informasi. Jika informasi nyeri telah sampai di CNS

maka akan ditransmisikan ke thalamus dan pusat kortikal yang memproses aspek sensory-

discriminative dan emotional-affective. Isitem modulasi diaktivasi dengan transmisi nyeri dalam

berbagai tingkatan. Sistem modulasi nyeri membatasi aliran rostral dari informasi nyeri dari spinal

cord dan nukleus trigeminal ke pusat kortikal yang lebih tinggi.

26

Walaupun sistemnya terlihat sulit dihubungkan, pengaruh psikologis terhadap persepsi nyeri

tidak boleh dianggap enteng. Dokter gigi harus memperhatikan variasi yang luas dari respon nyeri

yang membutuhkan penanganan berbeda. Sebagai contoh, bunyi bur dapat memperparah persepsi

nyeri pasien. Nyeri kronis bisa berlangsung selama 4-6 bulan.

2.4.2 Patofisiologi Nyeri Neuropati

Nyeri neuropati dipicu oleh adanya lesi primer atau disfungsi dari system saraf. Nyeri ini

dapat dipicu oleh adanya trauma local atau penyakit sistemik. Berdasarkan gejalanya, nyeri neuropati

orofasial dapat dibedakan menjadi dua kategori : nyeri episodik atau nyeri terus-menerus.

Nyeri episodic dicirikan dengan adanya nyeri listrik pendek atau tajam yang bisa paroksimal,

seperti pada trigeminal neuralgia. Nyeri terbakar yang terus menerus merupakan cirri dari neuropati

post traumatic atau inflamsi pada struktur saraf (neuritis). Berdasarkan lokasi awal terjadinya gejala,

nyeri neuropati dapat digolongkan menjadi sentral dan perifer. Namun, neuropati perifer persisten

akhirnya mencakup respon maladaptive dari systems saraf pusat.

Nyeri neuorpati juga disebut sebagai atypical odontalgia (AO) atau phantom tooth

pain.Nyerinya khas, yaiitu nyeri tanpa adanya masalah dental yang terlihat atau tanpa abnormalitas

radiografis. Nyeri neuropati tidak memberikan fungsi perlindungan, berbeda dengan nyeri fisiologis

yang memperingatkan adanya stimuli membahayakan sebagai akibat dari adanya kerusakan jaringan.

Penyebab neuropati ini meliputi : (i) faktor-faktor pemicu, seperti trauma atau penyakit (infeksi), dan

terkadang karena tertundanya gejala awal setelah cedera insial (harian-bulanan), (ii) keluhan khusus

seperti diastesia (sensasi abnormal tidak nyaman), nyeri yang meliputi rasa terbakar, paroksimal,

tajam, dan nyeri di daerah sensorik, (iii)pemeriksaan fisik bisa membuktikan adanya hyperalgesia,

allodinia, dan hiperfungsi simpatis, dan (iv)patofisiologi meliputi deaferensasi, pembentukan

neuroma, dan aktivitas simpatetik eferen.

27

2.4.3 Patofisiologi Trigeminal Neuralgia

Beberapa bukti adanya tekanan pada arteri atau vena dalam akar trigeminat pada atau dekat

akar dorsal zona masuk sebagai penyebab utama atau faktor predisposisi. Imaging, pengamatan

bedah, dan studi cadaver menkonfirmasi tingginya laju kompresi vascular pada saraf pasien yang

mengalami trigeminal neuralgia. Kerusakan neuronal yang selanjutnya terjadi, dalam pemeriksaan

biopsy terlihat adanya kehilangan aksonal dan demielinasi akar trigeminal. Hipemielinasi

degenerative dan mikroneuromata dalam ganglion trigeminal juga terlihat.

Berdasarkan hipotesis yang dibuat, cedera menyebabkan akson dan axotomized stomata

terangsang berlebihan, menyebabkan sinkronisasi setelah aktivitas istriahat, perangsangan melintang

pada nosiseptor, dan nyeri dengan serangan tiba-tiba. Neuroplastisitas SSP akan terjadi pada keadaan

perubahan ini dan mempengaruhi fenotip klinis dan respon terhadap perawatan.

Mekanisme terasanya nyeri masih menjadi hal yang diperdebatkan. Trigeminal neuralgia

merupakan prototype nyeri neuropatik, mekanisme nyerinya menjadi berubah.

- Bukti adanya kerusakan serabut kecil dan besar, yang diusulkan untuk memeriksa potensi

vibrasi pada pemicu serangan. Demielinisasi saraf, primer atau sekunder, mengarah pada

gejolak tak terkontrol dari serabut saraf trigeminal tak bermielin. Hal ini, terjadi dalam

bagian, Karenna kurangnya input penghambat dari serabut saraf bermielin yang besar. Tanda-

28

tanda yang terlihat juga dikatakan adalah bagian dari mekanisme pusat ( misalnya penundaan

antara stimulasi dan nyeri, periode refraktori)

- Pathogenesis dari trigeminal neuralgia idiopatik tidak jelas. Tekanan arteri dilaporkan pada

85% pasien mengalami mitral valve disease (MVD) dan tekanan vena 68%. Tekanan arteri

yang paling banyak yaitu arteri serebral superior. Tekanan vena sendiri ditemukan pada 13 %

pasien

- Satu teori menjelaskan bahwa impuls ektopik dengan nyeri yang menyusul ditimbulkan pada

saraf trigeminal atau ganglia sekuder ke tekanan vascular. Hal ini difasilitasi oleh

demielinisasi akar trigeminal pada daerah kompresi

- Agen vital juga dijelaskan menjadi bagian dari pathogenesis trigeminal neuralgia. Reaktivasi

HSV terjadi pada 27-94% pasien yang telah melakukan prosedur bedah untuk perawatan TN.

2.5 Perbaikan Kelainan Saraf OMF

Sel saraf memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan sel-sel lain. Dikarenakan fungsi

selulernya yang bergitu spesifik, sel saraf tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi ataupun

diferensiasi sekali mereka terbentuk. Dengan kata lain, sifat dari sel saraf adalah irreplaceable,

dimana sekali sel ini rusak tidak dapat diperbaiki atau tidak sembuh secara sempurna. Dalam hal

perbaikan sel saraf, hal ini dimungkinkan pada sel saraf pada sistem saraf tepi apabila terjadi

kerusakan pada derajat tertentu. Perbaikan ini tidak berarti mengembalikan sel ke bentuk awalnya,

tetapi lebih ke arah bentuk adaptif.

Di dalam mekanisme degenerasi dan regenerasi, bagian dari saraf yang berperan penting

adalah nodus Ranvier, atau lebih spesifik sel Schwann. Kerusakan dari saraf dapat dibagi menjadi 5

derajat (menurut Sunderland) dimana klasifikasi ini didasarkan pada berapa banyak struktur saraf

yang terlibat dalam injuri. Sebagai dasar, saraf dari paling dalam sampai luar terbagi menjadi akson,

endoneurium, perineurium, dan epineurium.

Pada cedera derajat 1, umumnya kondisi cedera tidak terlalu parah dan prognosis dari

perawatan dan pengembalian fungsi dapat dikatakan baik. Hal ini dikarenakan pada derajat 1 tidak

ada bagian saraf yang putus (diskontinuitas), dimana hanya terjadi gangguan konduksi listrik dari

akson saja. Sedangkan pada cedera derajat 2 – 5 terjadi diskontinuitas dari struktur saraf, dimulai

dari akson hingga epineurium. Pada tingkat seluler, terjadi proses yang sama dari semua derajat,

yakni proses degenerasi dan regenerasi mengikuti adanya gangguan kontinuitas aksonal.

1. PROSES DEGENERASI

Pada fase ini, terjadi wallerian degeneration (WD) pada akson (yang cedera) bagian

distal dan meluas ke arah proksimal, yaitu ke nodus Ranvier pertama. Disini badan sel

memulai proses perubahan (biasanya membesar) sebagai respon injuri untuk bertahan. Proses

29

ini dipicu oleh adanya gangguan fase retrograde dari aliran aksoplasma yang mana biasanya

terjadi 6 jam setelah cedera terjadi. Granula Nissl mengalami disintegrasi dan nukleus akan

berpindah ke arah perifer badan sel. Kemudia terjadi transisi produksi neurotransmiter

menjadi sintesa protein (2 – 3 minggu). Sintesa protein ini berperan dalam proses regenerasi

aksonal, namun hanya dibentuk jika badan sel mampu bertahan, jika tidak nantinya peran

sintesa protein akan dilakukan oleh sel mikroglia perineural.

Selama terjadi proses perubahan di dalam badan sel, WD terjadi dalam kurun waktu

24 jam di lokasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Proses ini bergantung keberadaan dan

ketebalan dari mielin saraf, dengan kata lain saraf tidak bermielin memiliki waktu WD

tercepat. Proses ini dimulai di area injuri dan menyebar sepanjang akson. Setelah itu,

neurofibril dari akson akan menghilang dan aksoplasma akan mengalami peningkatan

densitas serta mulai berkumpul di satu tempat, yang mana akan meninggalkan satu lokasi

kosong di bawah selubung mielin/membran sel Schwann. Nantinya lapisan ini akan

mengalami degenerasi, membentuk cincin disekitar kumpulan aksoplasma (digestion

chamber). Cincin mielin ini terbentuk 72 jam setelah injuri.

Setelah terbentuk digestion chamber, makrofag akan bekerja membersihkan debris-

debris pada area yang cedera (akson yang degenerasi). Sel Schwann (bands of Bungner)

mengalami proliferasi awal yang nantinya membantu proses regenerasi agar tidak mengalami

kelainan. Proliferasi ini dipicu oleh mediator kimia yang dikeluarkan segera setelah terjadi

degenerasi mielin dan akson.

2. PROSES REGENERASI

Terjadi apabila sel saraf mampu bertahan hidup dan produk sintesa protein berhasil

dibuat. Protein ini akan dikirim ke area injuri. Area paling distal dari akson yang tidak

mengalami degenerasi akan mulai menyebarkan cabang-cabang saraf yang tidak bermielin

dalam waktu 48 jam setelah injuri. Cabang ini dikenal sebagai unit regenerasi, dimana

cabang ini merupakan ekstensi dari sitoplasma yang dikhususkan untuk bertumbuh karena

sifatnya yang mobile dan selalu adaptif terhadap lingkungannya. Sebaran-sebaran akson ini

terjadi (dorongan ke arah distal) sebagai akibat dari adanya tekanan aksoplasma serta

adanya afinitas terhadap membran sel Schwann (homotropisme). Sebaran saraf ini

kemudian menggantikan lokasi sel Schwann dan terjadi mielogenesis (pembentukan

mielin).

Pertumbuhan dari akson ini dapat dihalangi oleh beberapa faktor, yaitu proliferasi sel

Schwann yang eksesif (menghambat penetrasi sebaran akson), adanya kerusakan sistem

tubulus saraf (obstruksi proses regenerasi), dan produksi jaringan parut. Apabila, dalam

segala kesulitannya akson masih mampu bertahan, mereka akan bertumbuh ke arah distal dan

me-reinervasi motor end plate atau reseptor sensoris perifer. Pada fase ini terminal branching

30

juga terjadi (reinervasi pada end plate/reseptor sensoris lebih banyak dibandingkan di tempat

asal). Ini merupakan mekanisme kompensasi dari degenerasi badan sel dan regenerasi akson

yang abnormal.

Cedera Derajat 1 (Neuroapraksia) – Adanya gangguan dari konduksi aksonal, namun kontinuitas

aksonal tetap terjaga serta transportasi aksonal tetap terjadi dalam arah proksimodistal dan

distoproksimal. Umumnya, cedera tipe ini disebabkan oleh adanya kompresi saraf dan iskemia. Jika

kompresi terjadi karena adanya edema, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya suplai arteri dan

berakibat degenerasi dan destruksi akson. Namun selama kontinuitas akson tetap terjaga, prognosis

dari perbaikan saraf ini sifatnya baik.

Cedera Derajat 2 (Axonotmesis) – Terjadi degenerasi aksonal, kontinuitas akson hilang, namun

struktur diatasnya (endoneurium) masih belum rusak. Karena kerusakannya juga masih terbatas pada

akson umumnya proses regenerasi juga tidak ada kelainan atau penyimpangan sehingga prognosis

dari cedera tipe ini masih baik.

Cedera Derajat 3 – Tubulus endoneurial mengalami diskontinuitas dan menyebabkan kerusakan dari

jaringan intrafascikular vaskular, dimana kondisi ini berakibat perdarahan, edema, dan iskemia. Mulai

derajat ini akson memiliki kemungkinan mengalami reinervasi yang menyimpang (masuk ke selubung

endoneurial yang salah). Dikatakan sebelumnya bahwa sel Schwann memiliki afinitas, namun mereka

tidak secara selektif menarik akson membuat akson baru dapat menyebar ke arah yang salah.

Kerusakan ini juga dapat membuat adanya peningkatan formasi kolagen, yang mana menghambat

proses reinervasi (abnormalitas fungsi residual).

Cedera Derajat 4 – Melibatkan trauma yang juga merusak kontinuitas perineurium. Akson tidak

hany masuk ke tubulus yang salah namun masih dalam satu fascia, tapi juga bisa masuk ke tubulus

yang salah pada fascia yang salah juga. Tingginya tingkat kerusakan dan besarnya kemungkinan jalur

untuk akson baru ini membuat reinervasi umumnya tidak baik dan terbentuk neuroma.

Cedera Derajat 5 (Neurotmesis) – Merupakan kondisi cedera paling parah, dimana semua struktur

saraf, dari akson hingga struktur terluar yaitu epineurium putus sepenuhnya. Dipastikan pembentukan

jaringan parut akan terjadi secara luas dan mengakibatkan regenerasi aksonal yang buruk serta adanya

neuroma.

31

2.5 Penatalaksanaan Kelainan Saraf OMF

2.5.1 Manajemen untuk Facial Nerve Injury

a) Medical Management

1. Perawatan Mata

Apapun perawatan yang dilakukan, semua pasien harus diberikan perawatan mata

untuk mencegah exposure keratitis. Pasien harus menggunakan obat tetes mata pada waktu

siang hari dan salep Lacrilube di malam hari. Mengedipkan kelopak mata sewaktu tidur

dapat bermanfaat seperti pada penggunaan moisture chamber. Moisture chamber mencegah

mata kering, dan dapat menjadi alternatif obat tetes mata di siang hari.

Pasien harus menghindari angin dan debu, dan perlu memakai pelindung mata.

Prednison per oral dengan dosis 1mg/kg/hari dapat mencegah atau mengurangi degenerasi,

mengurangi synkinesis dan nyeri, serta mempercepat kesembuhan. Acyclovir per oral dapat

membantu pemulihan Bell’s palsy. Bila steroid dan acyclovir merupakan kontraindikasi bagi

pasien, cukup diobservasi dan dirawat matanya.

2. Dekompresi Bedah

Pertimbangan dekompresi bedah adalah berdasarkan asumsi bahwa lokasi cedera

saraf fasial pada Bell’s palsy adalah di dalam foramen mental. Dengan peningkatan edema

dan penurunan aliran aksoplasmik dan mikrosirkulasi, menimbulkan suatu cedera kompresi

patologis pada saraf. Jika dekompresi dilakukan sebelum terjadi cedera ireversibel pada

tubula endoneural (2 minggu), akan memungkinkan regenerasi aksonal. Hal tersebut dicapai

melalui pendekatan fossa medial. Dekompresi bedah tidak boleh dilakukan pada pasien

dengan satu telinga yang berfungsi.

b) Surgical Management

1) Perawatan Primer

Perawatan primer untuk cedera saraf fasial ekstrakranial akut; meliputi direct facial nerve repair,

nerve grafts, dan nerve sharing/transposition.

a. Neurorrhaphy

1) Indikasi

Laserasi saraf akibat benda tajam, antara lain cedera akibat pisau, pecahan kaca, atau

pisau cukur.

32

2) Teknik

perbaikan langsung saraf fasial harus dilakukan oleh spesialis bedah mikro yang

terlatih, dan dengan kondisi yang optimal.

parotidektomi parsial seringkali dibutuhkan guna memperoleh pembukaan yang

adekuat untuk anastomosis saraf.

bipolar cautery dilakukan di dekat saraf.

lapangan bedah tanpa darah dibutuhkan untuk memperoleh visualisasi ujung saraf

yang baik.

saraf proksimal harus dapat diidentifikasi melalui inspeksi visual.

arah dan kedalaman menjadi kunci identifikasi saraf.

3) Identifikasi Saraf

Magnifikasi tingkat tinggi dan pemotongan saraf memungkinkan karakterisasi

struktur pada ujung proksimal. Prosedur tersebut dan stimulasi elektris dapat digunakan

selama 3 hari transeksi untuk konfirmasi kondisi segmen distal.

4) Penjahitan Saraf

Segmen yang telah diidentifikasi harus didiseksi secara minimal untuk memelihara

suplai darah bagi segmen saraf yang tersisa.

Ujung saraf dipotong seluruhnya dengan hati-hati.

Penjahitan menggunakan direct simple perineural sutures.

Penjahitan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terbentuknya jaringan

parut selama regenerasi aksonal.

Benang dan jarum yang digunakan adalah nylon atau prolene (10-0); jarum taper-cut

50-75µm yang menghasilkan trauma minimal terhadap saraf.

b. Graft Neurorrhapy

1) Indikasi

menggunakan graft autogen, disertai dengan tubulisasi menggunakan bahan

alloplastik.

umumnya, nerve grafting dibutuhkan untuk kasus cedera avulsif.

2) Lokasi Donor

a) Greater auricular nerve

digunakan bila total panjang cangkokan saraf yang dibutuhkan sedikit

mudah diidentifikasi dalam hubungannya dengan vena jugular eksternal

(posterior dan parallel).

diameternya kecil desainnya cable graft (Figure 41-4 Peterson)

33

surface marking : suatu panduan eksternal yang berguna, didapatkan dengan cara

membuat garis tegak lurus pada titik tengah dari mastoid hingga angulus

mandibula.

teknik : derajat elevasi flap platysma kulit di sepanjang lapisan superficial dari

deep cervical fascia bergantung kepada panjang saraf yang dibutuhkan,

umumnya 6-8 cm. Saraf diisolasi posterior terhadap vena jugular dan didiseksi ke

arah masuknya ke dalam parotid. Diseksi proksimal saraf terbatas hingga batas

posterior m.sternokleidomastoid.

b) Sural nerve

digunakan untuk kasus cedera ekstensif atau reseksi beberapa cabang saraf fasial.

saraf sural adalah cabang dari saraf tibial di tengah fossa popliteal, mempersarafi

kulit di setengah bagian punggung kaki dan seluruh tepi lateral kaki hingga ujung

kaki.

keuntungan: sangat panjang (±40cm)

teknik : segmen saraf sural yang biasa digunakan adalah yang terletak di bagian

distal tungkai bawah, superfisial terhadap muscular fascia gastrocnemius. Posisi

ini mudah diidentifikasi di dekat vena safenus minor, posterior terhadap

malleolus lateral, melalui insisi horizontal kecil atau suatu insisi longitudinal

tunggal.

komplikasi : pembentukan neuroma yang menimbulkan ketidaknyamanan pasien.

c) Antebrachial cutaneous nerve

struktur pada proksimal tangan melibatkan banyak cabang yang seringkali sesuai

untuk penggantian cabang-cabang saraf fasial, dengan morbiditas minimal.

saraf ini mudah diidentifikasi, lokasinya berdekatan dengan vena basilik. Di dekat

fossa antecubiti, saraf terbagi menjadi cabang anterior dan posterior.

indikasi : cabang anterior paling berguna untuk rekonstruksi saraf fasial karena

memiliki banyak cabang yang sesuai untuk penggantian saraf fasial.

teknik : pencangkokan median antebranchial cutaneous nerve dilakukan dengan

membuat insisi kutaneus sejajar terhadap bidang yang dibentuk oleh bidang fasial

yang memisahkan otot bisep dan trisep. Kedalaman insisi dan diseksi harus tetap

terletak di dalam subkutan.

c. Cross-facial nerve grafting

Penggunaan saraf pada sisi yang tidak terinjuri mempunyai indikasi klinis yang pasti.

Pada kasus ini, reedukasi pasien untuk memperoleh stimulasi saraf tidak diperlukan.

Prinsipnya cukup sederhana. Sebuah cabang dari saraf normal dikorbankan (paling cocok

adalah saraf bukal) dan sebuah saraf sural dan saraf sural dilewatkan di subcutaneous tunnel

untuk membiarkan adanya neurorrhaphy atau sebagai saraf ”pipa penyambung” di

34

conjunction, dengan atau tanpa microvascular neuromuscular transfer di sisi yang

berlawanan.

d. Transposisi Saraf

Terdapat dua keadaaan dimana transposisi saraf tidak terbukti sangat berhasil:

1) Telah terjadi injuri segmental yang terisolasi dari cabang penting (mandibular atau

zygomatic) facial nerve. Kasus transposisi saraf pada cabang yang less critical ( frontal,

cervical) dapat dilakukan, dan direct anastomosis dapat dilakukan sampai segment disal

dari saraf yang terinjuri.

2) Facial nerve yang terluka di bagian extreme proximal facial nerve. Saraf hypoglossal

dapat ditransposisikan dan dijahit ke batang saraf fasial bagian distal. Pada kasus ini, hal

yang merugikan yang dapat terjadi adalah pergerakan berlebihan dari wajah. Tetapi

hasilnya lebih memuaskan dibandingkan microvasculr neuromuscular transfer dan cross-

facial nerve grafting.

2) Perawatan Sekunder

Perawatan sekunder (Delayed/Secondary Intervention) bertujuan untuk perbaikan estetis

wajah (facial reanimation), meliputi prosedur suspensi statis dan transfer neuromuskular dinamis.

Rekonstruksi lanjut dari injuri saraf fasial kadang dibutuhkan. Pada kasus ini, dokter bedah

harus berhati-hati menimbang keuntungan dari berbagai macam pilihan perawatan untuk

melakukan rekonstruksi yang paling sesuai dengan individu yang bersangkutan. Prosedur statis

mempunyai keuntungan utama dengan intervensinya yang simpel dan single surgical intervention.

Complec neuromuscular reconstructions membutuhkan prosedur multipel dan healing yang

lama karena reedukasi dan rehabilitasinya yang ekstensif. Sangatlah penting untuk memastikan

hasil yang akan terjadi dari prosedur ini benar benar dipahami

a. Teknik Bedah I : Pemanjangan Temporalis dengan Fascia Lata

Strip dengan lebar 2 cm disiapkan untuk diletakkan dibelakang insersi helix pada sisi

yang paralyzed. Garis insisi dibuat di region temporal, ke belakang, ke depan, dan ke bawah

ke region periauricular terus ke inferior sampai sebatas tragus.

Jaringan kulit dan subkutan dielevasi untuk akses ke cabang temporoparietal fascia dan

zygomatic. Letak bagian cabang saraf yang berada sekitar 18mm diatas otot temporalis

dieksisi dengan bur tulang dan “left pedicled to the masseter”. Prosedur ini membiarkan otot

dapat bergerak bebas saat excursions.

35

Otot temporalis lalu ditempatkan ke inferior, sampai ke perlekatannya di coronoid. Untuk

melepaskan perlekatan, dilakukan coronoidotomy intraoral. Insisi dibuat di linea oblik

eksterna, intra oral, dan ramus akan terekspos. Identifikasi koronoid dengan perlekatan

tendonnnya dicari, lalu osteotomi dari coronoid dilakukan.sebatas bawah dari perlekatan otot.

Temporalis lalu dielevasi ke ekstra oral dan hati-hati untuk tidak melukai merusak arteri

maksila dan saraf mandibula.

Untuk pencangkokan graft fascia lata yang dibutuhkan, dibuat insisi “S” di aspek lateral

paha. Insisi berlekuk ini bertujuan untuk mencegah kontraksi akibat parut dan muscle hernia.

Lembaran lebar dari fascia lata di atas costus lateralis muscle diukur sekitar 6X12 cm,

kemudian diangkat.

Keuntungan menggunakan fascia lata karena ia tidak membutuhkan banyak suplai darah

untuk dapat bertahan. Fascia lalu dijahit secara hati-hati di temporalis.

Insisi vertikal dibuat di nasiolabial groove yang baru, lebih ke medial dari asalnya, karena

akan adanya loss of muscle tone. Sebuah tunnel dibuat secara subdermal antara nasolabial dan

insisi periauricular. Ujung dari pascia dengan oto yang melekat dilewatkan di tunnel tersebut

dan diangkat kembali di insisi nasolabial. Lalu lembaran lebar tersebut dibagi menjadi strip

kecil di atas dan bawah, meninggalkan strip di bagian tengahnya yang paling lebar.

Strip atas melewati tunnel lagi ke arah insisi vertikal yang lebih kecil, lateral terhadap

contralateral philthral column of the upper lip. Hal yang sama juga dilakukan terhadap strip

bawah, menuju ke bibir bawah lalu menuju dermis di titik lateral lalu ke midline dari sisi yang

tidak terinjuri, broad middle sheet dilewatkan disekitar otot orbicularis yang mengalami atrofi

sebagian. Seluruh perpindahan ini dibuat serapt mungkin.

b. Teknik Bedah II : Pemanjangan Temporalis tanpa Fascia Lata

Insisi dibuat di region temporal, di dekat hairline kurang lebih satu pinna, diatas telinga.

Lalu dibuat kurva ke belakang dan ke bawah, dibelakang cabang utama dari pembuluh

darah temporal sampi ke perlekatan kulit paling atas dari pinna. Insisi lalu dibuat ke

anterior mengarah ke tragus, lalu “moved endaurally”. Pada titik ini, insisi dibuat

menyilang notch diantara helix dan tragus dan dilewatkan posterolateral terhadap tragus,

di dinding anterior dari meatus auditori eksternal yang dapat dikamuflase secara estetis.

Garis insisi lalu dipindahkan ke inferior, diantara meatus auditori eksternal, berdekatan

dan paralel dengan tragus sampai tepi inferiornya, terakhir, keluar lagi ke skin crease di

depan lobe of the ear.

36

Dengan menggunakan diseksi tumpul dan tajam, fascia superficial dan preauricular di

angkat sebagai bagian dari skin flap. Kulit di level kartilago di diseksi dan terus

menyambung sampai dengan kartilago dari kanal auditori eksternal.

Suatu insisi dibuat parallel terhadap zygomatic arch, di superficial temporal fascia,

bergabung secara medial dan superior dnegan frontal periosteal incision. Insisi terus

berlanjut ke inferior diantara dua lapisan dari temporalis aponeurosis ke lengkung

zygomatic.

Diseksi subperiosteal diangakt keluar dengan elevator di zygomatic arch dengan orientasi

dari lateral ke medial. Dengan gerakan sweeping dari elevator, diseksi zygomatic dan

external orbital rim disatukan di area zygomatic.

Prosesus coronoid di osteotomi untuk penyesuaian secara intra oral dengan perlekatan

tendon temporalis masih melekat. Temporalis aponeurosis diinsisi 1 cm dibawah

temporal crest dan pada setengah anteriornya, ditinggalkan strip dari aponeurosis yang

melekat ke crest untuk final suturing.

Setelah aponeurosis di insisi, seluruh otot di diseksi dari tulang oleh elevator.

Insisi 4 cm dibuat di nasolabial crease. Pada pasien tua, kulit direseksi. Pipi di “tunneled”

dengan gunting di bidang bukal pad dari jaringan lemak, medial terhadap otot masseter.

Prosesus coronoid dicengkram dengan forcep dan ditarik dengan tendon temporalis

menuju ke pipi, menuju ke labial commisure, melewati cheek tunnel.

Setelah berada di labial commisure, tendo terlepas dari coronoid, melebar 3-4 cm, dan

dijahit ke otot perioral, tipe jahitan tergantung tipe senyum pasien.

Badan oto temporalis lalu direangkan dan dijahit ke aponeurosis strip pada bagian

anterior crest. Bagian otot lainnya direposisi, bagian sepertiga posterior. Otot yang di

traction sebelum fiksasi dapat menyebakan oberkoreksi. Lengkung zygmatic difiksasi.

Tutup dan beri dressing di bagian coronoid.

Myectomies contralateral hampir selalu dibutuhkan untuk kesimetrian yang baik.

Pendekatannya melalui oral.

c. Suspensi Statis

Pemanfaatan prosedur statis setelah

injuri saraf fasial merupakan metode

tertua yang dapat diterima dalam

manajemen injuri saraf fasial. Suspensi

statis wajah dapat mencapai rekonstruksi

yang baik dari nasolabial fold dan

komisura labial yang menyembunyikan

deformitas, kecuali selama facial

animation. Jaringan autogenous dipilih

37

untuk suspensi fasial. Paling umum, digunakan fascia lata. Fascia dipotong berupa strip lebar

yang kemudian dapat diadaptasi untuk menyediakan beberapa tempat untuk menyisipkan

suspensi. Otot fasial yang lembek/lemah juga dapat disuspensi ke zygoma dengan jahitan.

Porsi superior dari insisi face-lift digunakan dengan diseksi subkutan pada tempat yang

direncanakan untuk disisipkan. Insisi yang terpisah pada area insersi dibutuhkan untuk

menutup fascia pada dermis. Jahitan permanen digunakan untuk menutup fascia,pada sisi

distal terdahulu. Tensi yang tepat kemudian ditempatkan di atas graft, lalu dijahit ke

superficial musculoaponeurotic substance (SMAS) atau fascia temporal. Teknik ini secara

umum digunakan untuk memberikan tensi(tegangan) dalam menempatkan nasolabial fold,

oral commissure, dan bibir pada posisi kira-kira di titik tengah senyum, namun masih dapat

berelaksasi akibat efek gravitasi dan skin creep. Metode yang menggunakan otot temporal dan

fascia dilaporkan menghasilkan animasi wajah, karena pemeliharaan suplai neurovascular ke

otot dan mendapatkan tengangan relaks yang tepat sangatlah susah.

d. Transfer Neuromuskular

Otot gracilis telah populer digunakan

untuk reanimasi fasial dinamis. Otot-otot

lain digunakan untuk tujuan ini termasuk

serratus anterior dan pectoralis minor.

Penurunan massa otot yang signifikan

dicapai dengan memotong porsi otot yang

diinervasi oleh cabang anterior saraf

obturator. Identifikasi intraoperatif pada

porsi otot ini dilakukan dengan stimulasi

saraf selektif. Prosedur ini sering

mengiringi prosedur initial cross-face facial nerve graft. Otot disisipkan seperti halnya pada

static suspension. Koreksi harus dilakukan bila kontraksi otot mengiringi transeksi dalam

proses transfer. Otot dengan serabut vaskular pada panjang yang ditentukan sebelumnya

untuk transeksi ditandai. Otot kemudian diregangkan ke dimensi awal saat penyisipan.

Anastomosis mikrovaskular dilakukan menggunakan arteri dan vena fasial sebagai pembuluh

darah resipien. Pada kebanyakan kasus, anastomosis neural dilakukan untuk cross-face facial

nerve graft.

Banyak variable kritis dalam teknik bedah yang memiliki efek signifikan pada hasil

keseluruhan. Indikasi prosedur ini jarang, dan direkomendasikan pasien yang membutuhkan

prosedur ini dimanage pada beberapa pusat rujukan selektif.

2.5.2 Manajemen untuk Neuralgia

38

Dikategorikan menjadi:

1) Medical care: perawatan paliatif dan pemberian obat-obatan

2) Jika tidak merespon pada perawatan awal, dilakukan perawatan bedah

a) Prosedur periferal

b) Prosedur ganglion

c) Operasi terbuka

d) Prosedur sentral

Medical Care

Dapat dibagi menjadi terapi farmakologi, prosedur perkutan, bedah, dan terapi radiasi.

Perawatan harus diberikan berdasarkan pertimbangan individual pasien, berdasarkan usia pasien dan

kondisi umumnya. Pada kasus trigeminal neuralgia sekunder, diberikan perawatan yag adekuat

terhadap penyebabnya.

Macam-macam medikasi:

Carbamazepine (Tegretol, Carbatol). Memberikan kriteria standar perawatan untuk kondisi ini.

Phenytoin (Dilantin). Memiliki tingkat kesuksesan yang rendah, namun umumnya pasien lebih

merespon terhadap obat ini daripada Carbamazepine. Dosis bervariasi pada masing-masing

pasien.

Baclofen. Telah terbukti keefektifitasannya.

Clonazepam (Klonopin). Memiliki keefektifan yang cukup baik, namun kurang

direkomendasikan karena memiliki efek samping sedatif dan ketergantungan.

Amitriptyline (Elavil). Dapat dicoba namun tingkat kesuksesannya rendah.

Gabapentin (Neurontin). Terlihat cukup efektif, namun belum terdapat studi kontrol.

Lamotrigine (Lamictal). Terbukti lebih efektif dibandingkan dengan placebo. Dosis dinaikkan

secara bertahap untuk toleransi yang lebih baik (mis: 25 mg/hari selama satu minggu; dinaikkan

hingga 250 mg dua kali sehari).

Perawatan Bedah

a) Bedah periferal

Bedah ini dilakukan sangat dekat dengan trigger area: cryotherapy, alcohol block, laser, dan

neurotomy. Sebagian besar dilakukan dengan anestesi lokal dan beberapa membutuhkan jahitan

di dalam mulut. Perawatan ini memberikan pereda rasa sakit jangka pendek, sekitar 10 bulan,

dan dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Bagaimanapun banyak pasien yang masih

membutuhkan perawatan lebih lanjut. Perawatan ini jarang dilakukan, dan umumnya dilakukan

jika perawatan lain tidak dapat dilakukan.

b) Prosedur ganglion

39

Prosedur ini mendukung pendekatan perkutan menuju ganglion trigeminal melalui foramen

ovale. Alkohol merupakan agen neurolitik yang paling umum digunakan. Namun saat ini

terdapat tiga teknik utama yang sering digunakan:

Thermocoagulation

Glycerol injection

Balloon compression

a. Pendekatan

Umumnya menggunakan pendekatan anterior. Pasien berbaring pada meja radiolusen

dengan leher yang diekstensi. Foramen ovale dapat terlihat dengan cukup baik dengan

menggunakan X-Ray tube yang ditempatkan dengan posisi submentovertical projection.

Titik masuk jarum sekitar 15 mm lateral dari sudut mulut. Baik untuk menginfiltrasi kulit

dan pipi dengan anestetik lokal, meskipun prosedur ini dilakukan dengan anestesi umum,

jangan memasukkan jarum melalui mukosa bukal jika pipi mengalami pembengkakan.

Jarum diarahkan sedikit ke lateral, menuju ke foramen. Posisi ini ditentukan oleh surface

markings: terdapat pada basis tengkorak pada interseksi dari sagittal plane melewati inner

canthus of the ipsilateral eye dan sebuah coronal plane melewati zigoma 2,5 cm di depan

tragus.

Pemakaian jarum pada foramen dapat dengan baik dipastikan dengan menggunakan

biplanar radiology, tapi beberapa tanda klinis mungkin dapat terlihat.

b. Radiofrequency Thermocoagulation

Jarum yang digunakan memiliki tangkai yang terisolasi dan sebuah lubang yang

cukup untuk jalan masuk dari radiofrequency electrode. Jarum dapat digunakan kembali

dan oleh karena itulah harus dijaga ketajamannya. Umummnya sebuah jarum hipodermik

sederhana dimasukkan secara obliq kedalam kulit dahi. Saat jarum radiofrekuensi telah

didalam foramen ovale, dilanjutkan menuju ganglion trigeminal. Saat jarum telah

ditempatkan dengan benar, CSF akan segera keluar untuk membuang stylet.

Elektroda dimasukkan hanya sedikit di luar ujung jarum, dan low amplitude current

diberikan dengan menggunakan lesion generator. Pasien, yang pada tahap ini harus sadar

dan kooperatif, ditanyakan untuk menunjukkan bagian wajah yang merasakan stimulasi.

Sebuah gambar wajah yang ditunjukkan di depan pasien dapat sangat bermanfaat. Posisi

elektroda disesuaikan secara bertahap hingga pasien trigeminal neuralgia dapat merasakan

stimulasi dengan distribusi yang normal. Selanjutnya, sebuah anestesi intravena short-

acting diberikan dan dibuat lesi radiofrekuensi.

c. Glycerol Injection

40

Keseluruhan tahap prosedur ini dapat dilakukan hanya dengan menggunakan anestesi

lokal – namun sangat sulit dilakukan tanpa kerjasama dari pasien karena posisi pasien pada

meja operasi akan berubah dan kepala harus tidak bergerak dan difleksi selama beberapa

saat. Sebuah jarum spinal 16 g digunakan dan dimasukkan melalui foramen ovale menuju

ganglion hingga CSF diperoleh dengan penarikan stylet. Lalu pasien didudukkan, kepala

disuport agar tidak bergerak. Kursi dental yang dimodifikasi dapat sangat bermanfaat.

d. Balloon Compression

Ini merupakan teknik yang paling mudah diantara teknik lainnya, namun tetap

memerlukan anestesi umum. Sebuah kateter 4 FG Fogarty digunakan, balon dilengkapi

dengan x-ray contrast medium dari 1 ml syringe. Diperlukan sebuah jarum spinal 12 g.

pada kasus ini, jarum hanya dimasukkan ke foramen ovale dan kateter balon melewatinya.

Hal ini harus dapat terlihat pada image intensification. Jika jarum masuk terlalu jauh ke

dalam ganglion, balon akan masuk ke intracranial, bukannya masuk ke dalam ganglion,

dan jika masuk kurang jauh akan berada extradural atau tidak melewati foramen.

e. Risiko

Risiko yang umum terjadi berhubungan dengan haemorrage dikarenakan penempatan

jarum yang tidak tepat, umumnya pada foramen lacerum dan basal carotid artery.

Perdarahan ekstrakranial dapat menyebabkan pembengkakan wajah atau memar,

namun hal ini tidak serius.

Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun dapat menyebabkan munculnya semua

symtom dan komplikasi dari subarachnoid haemorrage.

Manipulasi jarum yang lembut dan bertahap, dengan evaluasi radiologis yang rutin,

dapat menurunkan risiko.

Komplikasi infektif sangat jarang terjadi, karena semua ahli bedah selalu menggunakan

antibiotik profilaksis.

f. Radiosurgery

Merupakan perawatan untuk lesi vaskular dan tumor. Mekanisme perawatan ini

cukup jelas. Saat diarahkan ke root entry zone dari nervus trigeminal, bagaimanapun,

radiosurgery juga telah membuktikan keefektifannya dalam mengurangi atau

menghilangkan simptom trigeminal neuralgia. Masih belum jelas untuk berapa lama efek

ini akan berlangsung, meskipun seperti perawatan-perawatan diatas, perawatan ini

tampaknya menyebabkan kerusakan focal pada akar dan dapat mengganggu ‘short-

circuits’ generating neuralgia.

Operasi Terbuka

41

1. Microvascular decompression (MVD)

a. Latar belakang

Prosedur bedah yang dilakukan untuk merawat trigeminal neuralgia,

vagoglossopharyngeal neuralgia dan hemifacial spasm. Kondisi-kondisi tersebut disebabkan

oleh pembuluh darah arteri atau vena yang menekan saraf. Ketika saraf tertekan, impuls

saraf normal dapat diubah menjadi kesalahan pengiriman pesan. Medikasi biasanya dipilih

untuk menangani kondisi ini, tetapi ketika medikasi menjadi tidak efektif atau menyebakan

efek samping yang serius, maka pilihan perawatannya adalah MVD

b. Definisi MVD

MVD adalah prosedur bedah untuk menyembuhkan simtom (nyeri, otot tertarik) yang

disebabkan oleh tertekannya saraf oleh pembuluh darah arteri atau vena. MVD melibatkan

pembukaan bedah dari tengkorak kepala (craniotomy) dan mengekspos saraf pada dasar

brainstem untuk meletakan sponge diantara pembuluh darah yang menekan dan sarafnya,

sponge ini berfungsi mengisolasi saraf dari efek denyutan dan tekanan dari pembuluh darah.

Untuk merawat trauma saraf, khususnya trigeminal neuralgia, sebuah sponge diletakkan

diantara saraf trigeminal dan pembuluh darah arteri superior cerebellar atau cabang dari

pembuluh vena petrosal. Dengan menghilangkan tekanan, simtom rasa sakit dapat dikurangi

c. Indikasi dan kontraindikasi MVD

Trigeminal neuralgia yang tidak dapat dirawat dengan medikasi dan bila drg tidak

menginginkan adanya facial numbness yang dapat disebabkan oleh perawatan lain,

contohnya percutaneous stereotactic radiofrequency rhizotomy (PSR) atau injeksi

gliserol

Facial pain yang terbatas pada divisi ophthalmic atau pada ketiga divisi saraf trigeminal

Facial pain yang terjadi lagi setelah prosedur perawatan sebelumnya

Tidak dilakukan pada pasien dengan kondisi kompromis medis atau dalam keadaan

kesehatan yang buruk

MVD tidak berhasil dilakukan untuk merawat facial pain yang disebabkan oleh multiple

sclerosis

Tidak diindikasikan untuk pasien yang telah memiliki riwayat kehilangan pendengaran

karena adanya resiko minimal kehilangan pendengaran

d. Tindakan perioperatif

Dilakukan pemeriksaan penunjang beberapa hari sebelum MVD ( tes darah,

electrocardiogram dan x-ray dada). Buat informed consent dan informasi tentang riwayat

medis (alergi, medikasi, reaksi terhadap anestesi dan tindakan bedah yang pernah

dilakukan sebelumnya)

Instruksikan pasien untuk tidak mengkonsumsi medikasi dengan NSAIDs (naproxen,

advil) dan blood thinners (aspirin,dll) sejak 1 minggu sebelum bedah. Selain itu, stop

42

merokok dan mengunyah tembakau sebelum dan setelah pembedahan karena aktivitas

tersebut dapat menyebabkan masalah perdarahan

Dilarang makan dan minum sejak tengah malam sebelum tindakan bedah

e. Prosedur MVD

Langkah 1 : General anestesi pada lengan secara IV, ketika pasien sudah tidak sadar,

tubuh pasien dimiringkan dan kepala pasien difiksasi dengan 3 buah pin, yang menempel

pada meja operasi untuk menahan kepala pasien pada posisi tersebut selama operasi.

Kemudian, daerah di belakang telinga pasien dibersihkan dengan antiseptik.

Langkah 2 : lakukan craniectomy buat insisi membentuk kurva sepanjang 3 inch di

belakang telinga. Kulit dan otot diangkat dari tulang dan dilipat ke belakang, kemudian,

pembukaan sebesar 1 inci dibuat pada tulang occipital dengan menggunakan sebuah drill.

Tulang diangkat untuk mengekspose lapisan pelindung otak yang disebut dura. Dura dibuka

dengan menggunakan gunting bedah, kemudian otak dapat terekspos

Langkah 3 : ekspos saraf retractor ditempatkan pada otak untuk membuka jalan ke

saraf trigeminal yang terdapat pada brainstem. Klinisi mengekspos saraf trigeminal dan

mengeidentifikasi pembuluh darah apa yang menyebabkan kompresi. Pembuluh darah dan

saraf biasanya dibatasi oleh jaringan pengubung yang mengalami penebalan yang harus

dilakukan diseksi dengan menggunakan gunting dan pisau bedah

Langkah 4 : letakkan sponge sponge yang telah disiapkan dipotong sesuai dengan

ukuran yang ditentukan dan diletakkan diantara saraf dan pembuluh darah. Kadang-kadang,

pembuluh vena melekat pada saraf dan menyebabkan kompresi. Pada kasus tersebut, vena

dikauterisasi dan diangkat

Langkah 5 : closure setelah penempatan sponge, retractor diangkat dan otak

dikembalikan ke posisi normalnya. Dura ditutup dengan sutura watertight dan tissue sealant.

Jika tulang yang diangkat jumlahnya kecil, maka tidak diganti dengan tulang, melainkan

dengan memasang plate titanium untuk menutup pembukaan tersebut dan difiksasi dengan

screws. Otot dan kulit disuture bersamaan. Dressing adhesive ditempatkan di atas daerah

insisi.

f. Tindakan pasca operatif

43

Setelah prosedur bedah, pasien ditempatkan di recovery room dan dimonitor vital signs

setelah tersadar dari anestesi. Pasien dapat mengalami nausea dan sakit kepala setelah

pembedahan, namun dapat diberikan medikasi untuk mengontrolnya.

Rasa nyeri dapat dikontrol dengan medikasi narkotik yang dikonsumsi terbatas selama 2-

4 minggu. Namun obat narkotik dapat menyebabkan konstipasi, maka instruksikan

pasien untuk minum banyak air dan makan makanan berserat tinggi

Selain itu, manajemen rasa nyeri dapat juga menggunakan acetaminophen atau obat-

obatan NSAIDs (ibuprofen, aspirin, advil)

2. Trigeminal root section

Sudah jarang digunakan (hanya digunakan sekitar tahun 1900 – 1950)

Perawatan Postoperatif

a. Anaesthesia Dolorosa

Mengikuti terjadinya trauma saraf trigeminal, daerah kelumpuhan yang terasa sakit dapat ebut

anaesthesia dolorosa. Terdapat 2 gejala utama pada AD adalah facial numbness (seperti

kelumpuhan yang terjadi setelah injeksi anestesi gigi) dan rasa sakit yang konstan. Rasa

sakitnya seperti terbakar, tergigit atau tertusuk. Rasa tertekan atau seperti menahan beban berat

dapat menjadi simtom juga. Terkadang terdapat rasa sakit mata. Rasa dingin yang

meningkatkan rasa kelumpuhan (numbness) dapat menyebabkan wajah terasa membeku.

Perawatan untuk AD biasnaya inefektif, karena biasanya ireversibel. Dapat digunakan

medikasi seperti Capsaicin topical, Carbamazepine, Gabapentin, lidokain, dan opioid. Selain

itu dapat digunakan kompres panas dan dindin, akupuntur adan biofeedback dengan metode

TENS.

Intervensi bedah dpat dilakukan walau tingkat kesuksesannya terbatas dan terfokus pada trauma

brainstem. Tekniknya mencakup tracoctomy of the nucleus caudalis, thalatomy, cingulotomy

dan DREZ (Dorsal Root Entry Zone).

b. Geniculate Neuralgia

Kelainan ini jarang ditemukan dan melibatkan rasa sakit yang dalam pada telinga. Dapat

menyebar ke saluran telinga, telinga bagian luar, mastoid atau regio telinga lainnya. GN dapat

terjadi sebagai kombinasi dengan trigeminal atau glossopharyngeal neuralgia. Rasa sakit yang

terjadi pada GN biasanya tajam, sperti tertembak atau terbakar selama beberapa jam. Serangan

rasa sakit tersebut dapat dipicu oleh suhu dingin, suara ribut, penelanan atau tersentuh. Simtom

44

lain yang berhubungan meliputi salivasi, rasa pahit, tinnitus dan vertigo. Kelainan ini biasanya

terjadi pada usia muda sampai pertengahan dewasa, dan biasanya terjadi pada wanita.

Etiologi: kompresi neurovascular pada saraf V, IX atau X. GN dapat berkembang seiring

adanya infeksi herpes zoster (Ramsey-Hunt syndrome), dimana adanya cold sores terjadi pada

gendang telinga. Dapat juga berhubungan dengn facial paresis, tinnitus, vertigo dan deafness.

Perawatan: GN tidak dapat dirawat dengan medikasi. Tindakan bedah yang dapat dilakukan

terdiri dari MVD saraf V, IX dan X, dan pemotongan parsial saraf intermedius, geniculate

ganglion dan korda timpani

c. Sphenopalatine Neuralgia (Sluder’s neuralgia)

Dikarakteristikkan dengan rasa sakit kepala unilateral di belakang telinga denga rasa sakit di

rahang atas atau palatum lunak, dengan rasa nyeri di belakang hidung, gigi, temporal, occipital

dan leher. Rasa sakit tersebut berhubungan dengan adanya sumbatan jalan nafas hidung/sinus,

pembengkakan atau kemerahan membran mukosa dan wajah. Rasa sakitnya berlangsung dalam

durasi yang lama.

SN harus dibedakan dari cluster headache, walaupun gejala keduanya sama. SN terjadi

umumnya pada wanita (2: 1) dan terlihat disebabkan oleh iritasi dari ganglion sphenopalatine

disebabkan infeksi intranasal, deformitas atau scarring. Perawatannya dengan terapi medikasi

dan blok ganglion (mengontrol rasa sakit)

d. Paratrigeminal Neuralgia of Raeder

Sindrom ini terdiri dari rasa sakit kepala di wajah bagian atas berhubungan dengan perubahan

mata dan kulit (oculosympathetic palsy) pada satu sisi wajah. Rasa sakitnya dideskrispsikan

seperti intense dan berdebar-debar dan terdapat juga turunnya kelopak mata dan kontraksi pupil

(miosis). Simtom ini biasa timbul pagi hari dan serangannya dapat berlangsung selama

beberapa hari atau minggu. Beberapa pasien juga merasakakn rasa yang tidak enak (dysgeusia),

kemunkinan karena keterlibatan korda timpani (cabang saraf fasial).

BAB III

45

PENUTUP

1. Pasien bernama Sharah Ayumi, berumur 22 tahun.

Anamnesis: Sharah mengeluh tidak dapat menutup kelopak matanya setelah 2 jam yang lalu

dicabut. Pada 2 jam sebelumnya pasien dianestesi blok mandibula kanan dan ekstraksi gigi

rahang bawah.

Pemeriksaan ekstraoral: tidak dapat menutup kelopak mata.

Diagnosis: Temporary facial paralysis

Perawatan: KIE, pemberian vitamin B12, obat tetes mata yang diberikan pada waktu siang

hari.

2. Pasien bernama Ibu Isabela, beumur 55 tahun

Anamnesis: Ibu Isabela mengeluh pada mulutnya di daerah gusi kanan bawah, terasa seperti

terkena arus listrik sesaat secara tiba-tiba. Sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu terus-

menerus, namun ada intervalnya dan sangat mengganggu.

Pemeriksaan klinis dan intraoral

Diagnosis: Trigeminal Neuralgia

DD: Pulpitis akut

Perawatan: pemberian agen neurotropik seperti neurobion (Vit. B kompleks) kemudian

dirujuk ke spesialis saraf atau spesialis bedah saraf.

DAFTAR PUSTAKA

46

Archer. Oral and Maxillofacial 5th ed. WB Saunders Company. Philadelphia. 2000

Balaji SM. Textbookof Oral & Maxillofacial Surgery. Elsevier. 2007

Brand & Isshelhard. 1994. Anatomy of Orofacial Structures; 5th Edition. USA : Mosby

Fonseca RJ. Oral and Maxillofacial Surgery vol 4. Saunders Company. Philadelphia. 1975

Norton, Neil S. 2007. Netter’s Head and Anatomy for Dentistry. Philadelphia : Saunders

Peterson, Ellis. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed. Mosby. 1998

47

48