skenario 3 uro.docx
TRANSCRIPT
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
1/6
A.LATAR BELAKANG
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang mengakibatkan
oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididymis (Siroky, 2004).
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 400 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak
diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun) (Purnomo, 2000).
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:
Bambang Pamungkas, 16 tahun, diantar ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada buah pelirnya. Sekitar
setengah jam yang lalu kemaluan penderita tiba-tiba terasa nyeri sekali saat sedang nonton TV.
Nyeri terasa terutama pada buah pelir kiri dan meluas hingga perut dan terasa mulas. Nyeri terasa
terus menerus disertai muntah satu kali.
Bambang mengatakan tak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut. Bambang Pamungkas adalah
seorang yang banyak aktivitas bahkan 3 jam sebelumnya masih bermain sepak bola.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Tanda vital dalam batasnormal. Scrotum kiri tampak lebih besar dibanding scrotum kanan, warna scrotum kanan dan kiri
sama. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi dan dengan posisi testis yang melintang. Scrotum kiri terasa
nyeri saat disentuh dan nyeri menetap saat scrotum diangkat/digerakkan ke proksimal. Pada daerah
inguinal kiri tak didapatkan pembengkakan.
Dokter merencanakan tindakan operasi, dijelaskan kepada pasien bahwa kejadian tersebut
dapat menyebabkan kemandulan apabila tidak dioperasi.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien?
2.Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?
3.Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien?
4.Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut?
C.TUJUAN PENULISAN
1.Bagaimana pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien?
2.Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?
3.Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien?4.Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut?
D.MANFAAT PENULISAN
Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi dari torsio testis.
Menjelaskan kelainan pada sistema genitalia masculine.
Menjelaskan penegakan diagnosis penyakit pada sistema urogenital.
Menjelaskan prognosis secara umum tentang penyakit pada system urogenital.Menjelaskan managemen/penatalaksanaan penyakit pada system urogenital.
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
2/6
E.HIPOTESIS
Pasien dalam skenario mengalami gangguan berupa pembengkakan pada testis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Anatomi dan Fisiologi Testis
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran 4x2,5x2,5cm dan
berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis panjang pada sumbu vertikal dan
biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh tunika albuginea pada
2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler. Sedangkan
epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak disekeliling bagian dorsal dari
testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari arteri renalis (Kusbiantoro, 2007).
Testis bagian dalam terbagi atas lobules yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-
sel Leydig. Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig
mensekresi testosterone. Epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus,
dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis
yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus
ejakulatorius. Duktus ejakulatorius kemudian bergabung dengan uretra (Wilson & Hillegas, 2006).
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal menuju
scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan mengenai proses ini antara lain adanya
tarikan gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis hypothalamus-
pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17
kehamilan, testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal interna
(Kusbiantoro, 2007).
Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil dan ideal, yaitu 2C
dibawah suhu bagian dalam tubuh. Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah spermatogenesis
dengan menyebabkan degenerasi sebagian besar sel-sel tubulus seminiferus selain spermatogonia.
Pada cuaca yang dingin, reflex skrotum menarik testis mendekati tubuh untuk mempertahankan
perbedaan 2C tersebut (Purnomo, 2000; Guyton & Hall, 2007).
B.Etiologi dan Patogenesis
Adanya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu,
antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan
yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum
(Purnomo, 2000). Dikatakan pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos
bias pula menjadi factor pencetus (Kusbiantoro, 2007). Faktor predisposis lain terjadinya torsio
meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang
terletak horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal
yang panjang (Ringdahl & Teague, 2006).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang
sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan
dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah terhenti,
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
3/6
dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas,
2006). Pada akhirnya, testis akan mengalami nekrosis (Purnomo, 2000).
C.Patofisiologi
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena
abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari
epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika
vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika
ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapperdeformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis
mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia
remaja dan dewasa muda (Kusbiantoro, 2007).
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai akibat
dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum,
sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada
neonatus dan pada kondisi undesensus testis (Kusbiantoro, 2007).
D.Manifestasi Klinis
Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut atau trauma
pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan
nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis dapat
disebabkan karena varikokel (Purnomo, 2000).
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan
diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke
daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut (Purnomo, 2000). Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah,kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa
panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis
(Wilson & Hillegas, 2006; Leape, 1990).
E.Pemeriksaan FisikPada torsio testis didapatkan testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada
testis sisi kontralateral. Kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan
atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam
(Purnomo, 2000). Pada saat permulaan epididimis masih teraba tapi tidak dalam posisi normal (Alif,
1994).
Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak hiperemis. Eritema dan edema dapat
meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada
palpasi. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan
testis kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam
scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan
yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi
testis (Prehn sign) (Kusbiantoro, 2007).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster. Dalam satu
literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis (Ringdahl &
Teague, 2006).
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
4/6
F.Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis masih
meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata (Minevich, 2007; Ringdahl &
Teague, 2006).
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah
yang tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah
mengalami keradangan steril (Purnomo, 2000). Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal
sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).
Madsen menganjurkan memeriksa cairan prostat untuk membedakan epididimitis dari torsio testis.
Dari 50 kasus epididimitis yang belum memperoleh antibiotika, dia mendapatkan cairan prostatnya
penuh dengan lekosit, sedangkan dari 6 kasus torsio testis dia hanya mendapatkan
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut
skrotum yang lain adalah dengan memakai stetoskop Doppler, USG Doppler dan sintigrafi testis yang
kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkanadanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran
darah ke testis (Purnomo, 2000).
G.Diagnosis BandingAkut skrotum adalah keadaan-keadaan dimana didapatkan adanya nyeri mendadak yang hebat di
dalam skrotum dan seringkali disertai pembengkakan dari isi skrotum. Keadaan ini memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat karena beberapa penyebab dari akut skrotum ini adalah problem
vaskular sehingga prognosanya sangat dipengaruhi oleh lamanya gangguan vaskular tersebut
berlangsung. Dari pengamatan selama tahun 1993 di IGD RSUD Dr. Soetomo, dari 85 kasus akut
skrotum diagnosa yang didapatkan terdiri dari 34 torsio testis dan 51 epididimitis. Dari 34 torsio
testis tersebut 1 diantaranya diagnosa preoperasinya hernia inguinalis lateralis inkarserata. Jadidiferensial diagnosa yang harus dipertimbangkan dalam menangani akut skrotum adalah: 1) Torsio
testis; 2) Epididimitis; 3) Hernia inkarserata; 4) Torsio apendik testis; 5) Torsio apendik epididimis;
dan 6) Tumor testis (Alif, 1994).
Tidak adanya keluhan traktus urinarius dan urinalisis yang normal pada torsio testis banyak
ditekankan oleh para ahli (Alif, 1994).
Epididimitis akut
Secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut, biasanya disertai dengan
kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus(dugaan melakukan
coitus dengan bukan istrinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya (Purnomo,
2000).
Jika dilakukan elevasi testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang tetapi pada
torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari
20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya lekosituria atau bakteriuria
(Purnomo, 2000).
Torsio testis Epididimitis
Umur Semua umur
Onset Mendadak Pelan-pelan
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
5/6
Nyeri + +
Bengkak + +
Letak Lebih tinggi Normal
Posisi testis Horizontal Vertical
Letak epididimis Tak tentu Posterolateral
Febris +/- +/-
Lekositosis +/- +/-
Lekosituria (-) (+)
(Alif, 1994).
Hernia scrotalis inkarserata
Didahului dengan anamnesis, biasanya didapatkan benjolan yang dapat keluar masuk kedalam
skrotum (Purnomo, 2000).
Hidrokel terinfeksi
Dengan anamnesis sebelumnya, sudah ada benjolan di dalam skrotum (Purnomo, 2000).
Tumor testis
Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis (Purnomo, 2000).
Edema skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal,
kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik) (Purnomo, 2000).
H.Penatalaksanaan
Detorsi manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan memutar testis kearah
berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk
memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah
medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsiberhasil, operasi harus tetap dilaksanakan (Purnomo, 2000).
Operasi
Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio
masih viable(hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orchidopeksi
(fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo,
2000).
Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika Dartos
dengan mempergunakan bahan yang tidak diserap misalnya sutera. Tamil melaporkan terjadinya
torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah orchidopeksi mempergunakan "chromic catgut".Sedangkan Kuntze melaporkan 2 kasus torsio pada testis yang telah di fiksasi dengan "chromic
-
5/28/2018 skenario 3 uro.docx
6/6
catgut" (Alif, 1994). Orchidopeksi dilakukan untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali
(Purnomo, 2000).
Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orchidektomi)
dan kemudian disusul orchidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis
jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibody antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari (Purnomo, 2000).
I.Prognosis dan KomplikasiTorsio testis seringkali mengalami reposisi spontan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya penderita
yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa sebelumnya dan sembuh dengan
sendirinya (Alif, 1994). Terdapat waktu 4 hingga 8 jam periode jendela dari onset gejela klinis torsio
hingga intervensi bedah diperlukan untuk menyelamatkan testis yang mengalami torsio (Mansbach
et.al, 2005).
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma, serta didapatkannya varikokel atau kriptorkismus
dapat mempengaruhi spermatogenesis. Disamping itu torsio atau trauma pada testis dapatmenyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknyablood testis barrier(Purnomo, 2000).
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien yang berusia 16 tahun, merupakan prevalensi tertinggi dari kasus torsio testis. Hal ini
mungkin dapat dikarenakan kegiatan remaja yang sangat aktif, misalnya dengan bermain
sepakbola. Nyeri yang dirasakan meluas hingga perut danterasa mulas, selain itu disertai muntah.
Hal ini dikarenakan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan percabangan dari N.
Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari ganglion coeliacum, yang juga merupakan pangkal
inervasi dari gaster. Plexus testicularis juga merupakan percabangan dari N. Lumbal I-II yangmerupakan cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan ganglion mesenterica
superior, yang juga menginervasi jejunum dan ileum.
Tidak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut memperkuat dugaan torsio testis, karena gangguan
miksi yang terasa panas dan terbakar lebih sering terjadi pada orchio-epididimitis. Selain itu, tidak
adanya gangguan flatus menandakan keluhan yang timbul tidak berasal dari traktus gastrointestinal.
Hasil dari pemeriksaan fisik semakin memperkuat penegakan diagnosis torsio testis. Scrotum
kiri lebih sering mengalami torsio, karena letak yang lebih rendah dengan funiculus spermaticus yang
lebih panjang, sehingga scrotum kiri terlihat lebih tinggi, posisi melintang, dan tampak lebih
besar dibanding dengan scrotum kanan. Funiculus spermaticus memuntir, dan bertambah pendek,
sehingga scrotum kiri kemudian menjadi bertambah tinggi, dan berubah posisi menjadi
melintang. Warna scrotum kanan dengan kiri yang sama menunjukkan bahwa gangguan vascularisasi
yang terjadi mungkin belum menunjukkan tanda bahaya akibat iskemia jaringan, misalnya tampak
berwarna biru. Begitu pula dengan adanya nyeri yang menetap saat scrotum diangkat (tanda
dari Prehn). Tidak ada pembengkakan pada daerah inguinal menandakan tidak terdapatnya infeksi
atau metastasis carcinoma di inguinal.
Tindakan operasi yang dimaksud harus cepat dilaksanakan, karena apabila lewat dari 6 jam sejak
keluhan nyeri muncul, maka akan terjadi nekrosis dari jaringan testis itu sendiri, sehingga
dapat menyebabkan kemandulan di kemudian hari jika operasi tidak segera dilaksanakan.