skenario 3 ikkom beauty (fix) - keracunan organofosfat

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar hampir di seluruh wlayah di Indonesia dan didominasi oleh 2 kepulauan besar, Sumatra dan Kalimantan. Pada tahun 2012, Sumatra menjadi pengguna lahan 62,5% dari total lahan kelapa sawit nasional (5,913,585 hektar) dan penyumbang produktivitas sebesar 73,6% dari total produksi nasional (17,317,295 ton). Sementara Kalimantan menjadi pengguna lahan terbesar kedua yaitu 31% (2,814,782 hektar) dengan produktivitas 23,5% (5,520,207 ton) (kompasiana, 2013). Salah satu tantangan terbesar dalam peningkatan potensi kelapa sawit di Indonesia adalah gulma. Secara sederhana gulma diidefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki di pertanaman. Hal ini disebabkan karena gulma mengadakan persaingan dengan tanaman pokok. Kerugian–kerugian yang timbulkan oleh gulma: mengurangi kandungan unsur

Upload: kaychi-z

Post on 24-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

skenario 3 ikkom dengan topik keracunan pestisida beserta rencana program

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar hampir di seluruh wlayah di

Indonesia dan didominasi oleh 2 kepulauan besar, Sumatra dan Kalimantan.

Pada tahun 2012, Sumatra menjadi pengguna lahan 62,5% dari total lahan

kelapa sawit nasional (5,913,585  hektar) dan penyumbang produktivitas

sebesar 73,6% dari total produksi nasional (17,317,295 ton). Sementara

Kalimantan menjadi pengguna lahan terbesar kedua yaitu 31% (2,814,782

hektar) dengan produktivitas 23,5% (5,520,207 ton) (kompasiana, 2013).

Salah satu tantangan terbesar dalam peningkatan potensi kelapa sawit di

Indonesia adalah gulma. Secara sederhana gulma diidefinisikan sebagai

tumbuhan yang tidak dikehendaki di pertanaman. Hal ini disebabkan karena

gulma mengadakan persaingan dengan tanaman pokok. Kerugian–kerugian

yang timbulkan oleh gulma: mengurangi kandungan unsur hara, mengganggu

tata drainase, menyulitkan pengawasan di lapangan serta membelit tanaman

sehingga menurunkan estetika kebun.

Berdasarkan kerugian tersebut, maka pengelola perkebunan kelapa

sawit mengharapkan adanya metode pengendalian yang efektif dan efisien.

Pemikiran tersebut akan membawa para pengelola perkebunan untuk

menggunakan pestisida kimia sintetik secara berlebihan, karena pestisida

tersebut dianggap merupakan pengendalian OPT di perkebunan kelapa sawit

yang efektif dan efisien.  Terkait dengan pengendalian OPT, termasuk gulma,

harus mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-

Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, menyebutkan bahwa

perlindungan tanaman harus dilakukan dengan sistem pengendalian hama

terpadu (PHT). (Djayawarman Alamprabu, 2013).

Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat

samping keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan

penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan. Sikap/perilaku

pengguna pestisida, penggunaan alat pelindung, serta kurangnya informasi

yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu petani lebih

banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat

pestisida dibanding petugas kesehatan. (mariana raini, 2007).

Adanya efek keracunan pada tenaga kerja sebagai orang yang

melakukan penyemprotan maka perlu dilakukan pemeriksaan kolinesterase

untuk memantau tingkat keracunan. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara

berkala untuk menyusun program pencegahan keracunan pestisida.

1.2 Rumusan Masalah

1. apakah tujuan dari pemeriksaan kolinesterase? Dan bagaimana

interpretasinya?

2. Apa nama kegiatan ini ? termasuk hirarki pengendalian bahaya yang

mana ? dan tingkat pencegahan yang mana?

3. Membuat susunan program yang harus dilakukan dokter Iwan untuk

memasyarakatkan upaya kesehatan kerja kepada para manajer perkebunan

yang ada di wilayah kerja puskesmas

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Memasyarakatkan upaya kesehatan kerja puskesmas di perkebunan

1.3.2 Tujuan khusus

1. Memasyarakatkan pemeriksaan kolinesterase di perkebunan

2. memahami kegiatan skrining dan survailen terkait upaya

kesehatan kerja di pelayanan kesehatan primer

3. memasyarakatkan upaya kesehatan kerja di pelayanan kesehatan

primer

1.4 Manfaat bagi masyarakat

1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang bahaya penggunaan

pestisida

2. Membantu masyarakat untuk mengetahui cara pengendalian bahaya

yang disebabkan oleh paparan pestisida

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi puskesmas

Untuk membantu puskesmas dalam menyusun program yang digunakan

untuk upaya kesehatn kerja yang dapat dilakukan di puskesmas

1.5.2 Manfaat bagi perusahaan terkait

Untuk memberikan masukan kepada perkebunan di sekitar wilayah

puskesmas dalam mengembangakan upaya kesehatan kerja sehingga

tercapai produksi yang optimal

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Skenario

Dokter iwan seorang dokter puskesmas di lampung. Wilayah kerja

dokter Iwan meliputi beberapa perkebuna kelapa sawit, oleh karena itu selain

upaya kesehatan wajib dokter Iwan juga melaksanakan upaya kesehatan

pengembangan yaitu Upaya Kesehatan Kerja. Salah satu program upaya

kesehatan kerja adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kolinesterase

berkala pada pekerja.

2.2 Analisis

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja,

beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara

sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh

produktifitas kerja yang optimal. Upaya Kesehatan kerja dilakukan oleh

pemerintah atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan.

2.3 Pemeriksaan kolinesterase

Pemeriksaan kolinesterase adalah pemeriksaan kadar enzim

kolinesterase di dalam darah. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk

mendiagnosis tingkat keracunan seseorang, dalam hal ini tenaga kerja

terhadap pestisida golongan organofosfat. Pemeriksaan kolinesterase terutama

dikhususkan pada tenaga kerja yang menjamah pestisida seperti tenaga kerja

di perkebunan yang melakukan fogging. Gejala keracunan baru terasa dan

tampak setelah kadar kolinesterase mencapai 30 – 40 % dari kadar darah

normal yaitu berupa pusing, mual, muntah, pandangan mata kabur, gatal pada

kulit, ruam, tenggorokan seperti terbakar, nyeri dada, gemetar dan sulit

bernapas. Bila kadar kolinesterase mencapai ≤ 25 % di dalam darah maka ini

sudah di golongkan keracunan berat.

Interpretasi dari pemeriksaan kolinesterase adalah sebagai berikut :

1. 100 % - 75 % dari normal

tidak ada tindakan, tapi perlu test ulang dalam waktu dekat

2. 75 % - 50 % dari normal

mungkin over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan

pestisida organofosfat selama 2 minggu dan test ulang untuk recovery

3. 50 % - 25 % dari normal

serious over exposure : test ulang, hindarkan dari seluruh pekerjaan

dengan pestisida organofosfat, jika sakit bawa ke dokter untuk

pemeriksaan

4. 25 % - 0 % dari normal

very serious over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan

pestisida organofosfat sampai ada hasil pemeriksaan dokter

Kegiatan pemeriksaan kolinesterse dilakukan untuk menemukan kasus

keracunan sendini mungkin sehingga dapat diobati dan tidak menimbulkan

kehilangan nyawa, karena itu kegiatan ini termasuk dalam skrining. Dalam 5

tingkat pencegahan digolongkan pada early diagnostic dan prompt treatment

(pencegahan sekunder). Kegiatan ini termasuk dalam pemeriksaan kesehatan

berkala maka secara hirarki pengendalian bahaya termasuk ke dalam

pengendalian secara administrasi, 5 hirarki pengendalian adalah : eliminasi,

substitusi, rekayasa teknik, administrative, dan APD (Alat Pelindung Diri)

yang terdiri dari masker, sarung tangan, sepatu boot, topi/helm.

Pada upaya kesehatan kerja biasa dilakukan dua kegiatan yaitu,

kegiatan skrining dan surveilans. Karena Dalam scenario 3 ini tujuannya

untuk melihat adanya suatu penyakit pada para pekerja perkebunan maka,

upaya kesehatan yang dilakukan adalah kegiatan skrining.

2.4 Kegiatan Screening

Skrining (screening) adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha

untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas

dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat

digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya

sehat tetapi sesunguhnya menderita suatu kelainan atau penyakit. Keuntungan

Skrining dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala

menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.

Dalam kasus terbaik dari kehidupan diselamatkan. Uji skrining dapat

memisahkan Orang yang nampaknya sehat tapi kemungkinan mempunyai

penyakit ( tes + ) dan Orang yang kemungkinan tidak mempunyai penyakit

( tes - ).

Terdapat beberapa jenis skrining tes antara lain:

1) mass screening

yaitu skrining yang melibatkan semua individu dalam suatu kategori

tertentu (misalnya, semua anak pada usia tertentu); misalnya, X-ray

masala

2) selective screening (kelompok kecil/perorangan)

melibatkan skrining sekelompok kecil orang berdasarkan adanya faktor

risiko (misalnya, karena anggota keluarga telah didiagnosis dengan

penyakit keturunan atau wanita 40 th Ca cervik).

3) Multiphase Screening

untuk mengetahui kemungkinan beberapa penyakit (kombinasi beberapa

pemeriksaan/multipletest/ procedure. Misal : tes kesehatan seleksi

mahasiswa, pegawai

4) Periodic Health Examination

pemeriksaan kesehatan berkala untuk staf eksekutif

2.4.1 Tujuan skrining

Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas

dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan.

Program diagnosis dan pengobatan dini hampir selalu diarahkan kepada

penyakit yang tidak menular seperti kanker, diabetes mellitus,

glaucoma, dan lain-lain.

2.4.2 Syarat Screening

Syarat sebuah pemeriksaan skrining agar dapat mencapai

tujuan tersebut antara lain harus tersedia, tidak mahal, mudah

dilakukan, tidak menimbulkan ketidaknyamanan, valid, reliabel dan

dapat digandakan. Validitas tes skrining adalah kemampuan tes skrining

tersebut dalam mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Validitas tes

skrining dapat dinilai dengan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi

positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi.

1. Sensitivitas

Sensitifitas menggambarkan kemampuan tes skrining

menentukan seseorang menderita suatu penyakit. Sensitivitas

ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes benar positif dibandingkan

hasil positif menurut standar (gold standart). Probabilitas dalam per

sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar positif (true

positive) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar positif dan

negatif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining

maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang menderita

penyakit tertentu sehingga dapat memperoleh penanganan dini.

2. Spesifisitas

Spesifisitas menggambarkan kemampuan tes skrining

menentukan seseorang bukan penderita suatu penyakit. Spesifisitas

ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes benar negatif dibandingkan

hasil negatif menurut standar (gold standart). Probabilitas dalam

per sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar negatif

(true negatif) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar negatif dan

positif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining

maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang tidak

menderita penyakit tertentu.

3. Nilai Prediksi Positif

Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan

kemampuan tes skrining memprediksi kemungkinan seseorang

benar-benar menderita penyakit dari hasil pemeriksaan positif

menurut tes skrining. Nilai Prediksi Positif dihitung dengan

membandingkan hasil benar positif dengan seluruh hasil tes positif

menurut uji skrining (True Positif dan Palse Positif) dalam per sen.

Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang

menderita penyakit akan membantu petugas kesehatan memberikan

penanganan yang tepat dan segera.

4. Nilai Prediksi Negatif

Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan

kemampuan tes skrining memprediksi kemungkinan seseorang

benar-benar tidak menderita penyakit dari hasil pemeriksaan

negatif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Negatif dihitung

dengan membandingkan hasil benar negatif dengan seluruh hasil

tes negatif menurut uji skrining (True Negatif dan Palse Negatif)

dalam per sen. Semakin tinggi kemampuan tes skrining

memperkirakan seseorang tidak menderita suatu penyakit akan

sangat membantu petugas kesehatan menghindarkan penanganan

atau pengobatan yang tidak perlu sehingga terhindar dari efek

samping pengobatan.

5. Akurasi

Akurasi sebuah tes skrining menggambarkan ketepatan

dalam menentukan seseorang menderita atau tidak menderita suatu

penyakit dan kelainan. Akurasi tes skrining dihitung dengan

membandingkan jumlah hasil pemeriksaan benar positif dan benar

negatif dibandingkan jumlah seluruh pemeriksaan yang dilakukan

dalam per sen. Akurasi tes skrining sangat diperlukan untuk

memberikan kepercayaan kepada konsumen tentang kualitas

sebuah tes skrining.

            Pemahaman analis laboratorium tentang peran dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat melalui tes skrining akan

memberikan penghargaan atas profesi mereka. Upaya pencegahan

dan peningkatan kesehatan yang diharapkan menjadi pilar utama

dalam dimensi pelayanan kesehatan (Paradigma Sehat) akan

menumbuhkan kesadaran bagi petugas kesehatan khususnya analis

laboratorium untuk meningkatkan kompetensi agar menemukan tes

skrining dengan validitas tinggi.

Terwujudnya harapan terhadap peran dan fungsi analis

laboratorium akan berimplikasi menjadi faktor pendorong

(enforcement faktor) bagi perubahan perilaku kesehatan

masyarakat sehingga lebih memilih langkah preventif dengan

melakukan deteksi dini. Tentu saja kondisi tersebut sangat

mendukung upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat

kepada petugas kesehatan secara umum karena dengan deteksi dini

dan penanganan segera maka harapan sembuh akan meningkat.

2.4.3 Biological Monitoring

Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah

pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media

biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan

untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja.4

Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk

dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan

berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis di-

mungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya

akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia,

pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau meta- bolitnya.

Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu

pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh

terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu.

Data pemantauan biologis mencerminkan total penyerapan bahan

kimia pada seseorang melalui semua rute paparan (inhalasi, konsumsi,

penyerapan melalui kulit atau kombinasi dari rute-rute ini) dengan

demikian hasil pemeriksaan yang didapatkan mampu menunjukan

tingkat paparan bahan kimia pada tubuh seseorang.

2.4.4 Surveilans kesehatan masyarakat

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan,

analisis, dan analisis data secara terus- menerus dan sistematis yang

kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang

bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan

lainnya (DCP2, 2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan

kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada

populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan

reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut

kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001). Kadang

digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan

masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja,

sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi

adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga

epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core

science of public health).

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa.

Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu),

sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan

mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-

perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang

mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat

dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit

dengan tepat.

Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk

memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan

masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil

keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu

diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat

merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan

mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar.

Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan,

kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana

populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008). Gambar 5.1

menyajikan skema sistem surveilans. Ada beberapa jenis surveilans

yaitu : surveilans individu, penyakit, sindromik, berbasis

laboratorium, terpadu, dan kesehatan masyarakat global.

2.5 Tingkat Pencegahan Early Diagnostik dan Prompt Treatment (diagnosis

dini dan pengobatan segera)

Tingkat pencegahan ini termasuk tingkat pencegahan yang sekunder,

Tujuan dari usaha ini adalah :

a. pengobatan yang setepat – tepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga

tercapai penyembuhan yang sempurna

b. pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular

c. mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan oleh suatu penyakit

beberapa usaha early diagnostic dan prompt treatment :

1. case finding : yaitu mencari penderita dimasyarakat dengan jalan

pemeriksaan

2. contact tracing : mencari semua orang yang telah berhubungan

dengan penderita penyakit menular dan penyakit infeksi untuk

diawasi bila penyakitnya timbul dapat segera di beri pengobatan

3. pendidikan kesehatan masyarakat agar dapat mengenal gejala

penyakit pada tingkat awal dan segera mencari pengobatan.

2.6 Pengendalian Administrasi

Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan

melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang

akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk

menyelesaikan pekerjaan secara aman.

Pengendalian Administratif juga Merupakan usaha menurunkan

tingkat risiko yang lebih mengutamakan pengendalian pada manajemen

seperti:

a) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus

insentif, penghargaan dan motivasi diri.

b) Pendidikan dan pelatihan.

c) Evaluasi melalui internal maupun eksternal.

d) Membuat Standard Operating Procedure (SOP) yang baik untuk

setiap pekerjaan yang ada.

e) Memberikan atau melampirkan data keselamatan untuk setiap jenis

pekerjaan yang menggunakan bahaya kimia.

f) Mengadakan pengecekan kesehatan sebelum bekerja, berkala

maupun khusus.

g) Pengaturan jadwal kerja atau shift kerja.

2.7 Gejala keracunan Organo Fosfat

Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul

sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang

diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi,

lakrimasi, urinasi, diare (SLUD) Lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera

makan, mual, kejang perut, diare, penglihata kabur, keluar air mata, keringat,

penglihatan kabur, tremor, pupil mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot

(kedutan), tidak sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, inkontinensi,

tidak sadar dan kejang-kejang. terjadi pada keracunan organofosfat secara akut

karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin

dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.

Mekanisme reaksi kolinesterase dengan pestisida Organofosfat

Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam hingga beberapa minggu

tergantung dari jenis antikolinesterasenya. Hambatan oleh rurunan karbamat

hanya bekerja beberapa jam dan bersifat reversibel. Hambatan yang bersifat

irreversibel dapat disebabkan oleh turunan ester asam fosfat yang dapat

merusak kolinesterase dan perbaikan baru timbul setelah tubuh mensintesis

kembali kolinesterase.

Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang terdapat di antara

ujung-ujung saraf dan otot serta berfungsi meneruskan rangsangan saraf.

Apabila rangsangan ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan

penimbunan asetilkolin. Kolinesterase yang terdapat di berbagai jaringan dan

cairan tubuh dapat menghentikan rangsangan yang ditimbulkan asetilkolin di

berbagai tempat dengan jalan mengliidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan

asam asetat dalam waktu sangat cepat, sehingga penimbunan asetilkolin tidak

terjadi. Organofosfat merupakan pestisida yang sangat berbahaya karena

ikatan pestisida organofosfat dan kolinesterase hampir bersifat irreversibel.

Intoksikasi dapat timbul akibat penyerapan dari beberapa tempat termasuk

dari kulit dan saluran nafas.1' 6' 7 Petani yang menggunakan pestisida

organofosfat kemungkinan akan mengabsorpsi pestisida tersebut dalam

jumlah cukup banyak. Tertekan atau terhambatnya kerja kolinesterase akibat

absorpsi pestisida ini kadang - kadang sudah sedemikian besar, tetapi belum

menunjukkan gejala-gejala yang jelas.

Penurunan aktivitas kolinesterase hingga menjadi 60% akan

menyebabkan timbulnya gejala yang tidak spesifik seperti pusing, mual,

lemah, sakit dada dan Iain-lain.10 Pada umumnya gejala dan kelainan

neurologik muncul setelah terjadinya penghambatan 50% atau lebih aktivitas

kolinesterase.11 Menurut WHO, penurunan aktivitas kolinesterase sebesar

30% dari normal menunjukkan telah terjadi pemaparan organo- fosfat dan

petani perlu diistirahatkan hingga kadar kolinesteraseormal.12 Aktivitas

kolinesterase ini tergantung dari kadar kolinesterase yang aktif dalam darah.

2.8 Gejala Keracunan Pestisida Organofosfat

Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui

pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya

pestisida golongan orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang

tidak terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala

keracunan pestisida yang muncul setelah enam jam dari paparan pestisida

yang terakhir, dipastikan bukan keracunan golongan organofasfat3,13).

Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau

12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami

perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari

perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar

melalui urine.

Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah 3,13) :

1. Gejala awal

Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa

lemas,

sakit kepala dan gangguan penglihatan.

2. Gejala Lanjutan

Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang

berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan

melalui hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata

yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya

kelumpuhan otot rangka.

3. Gejala Sentral Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara,

kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma.

4. Kematian Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian

dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan. Gejala-gejala tersebut akan

muncul kurang dari 6 jam, bila lebih dari itu

maka dipastikan penyebabnya bukan golongan Organofosfat.

2.9 Cara Pengendalian bahaya Pestisida

pestisida (pesticide) berasal dari kata pest atau hama dan cide atau

memberantas. Menurut FAO pestisida adalah zat atau campuran yang yang

diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap

hama termasuk vector pada manusia atau penyakit pada binatang serta

tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan.

Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat bioaktif. Pada

dasarnya pestisida bersifat racun. System kerja yang sifatnya sebagai racun

digunakan untuk membunuh organisme pengganggu tanaman. System kerja

pestisida dengan menghambat enzim kholinesterase. Keracun pestisida dapat

diketahui melalui dua cara, yaitu pemeriksaan laboratorium dan dengan

melihat gejala-gejala yang ditimbulkannya (keluhan subjektif). Pada dasarnya

setiap bahan aktif yang terkandung dalam pestisida menimbulkan gejala

keracunan yang berbeda-beda.

Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek

penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan.

Ada beberapa cara untuk meghindari keracunan antara lain.

1. Pembelian pestisida

Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli,

masih utuh dan ada label petunjuknya 2. Perlakuan sisa kemasan

Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber

mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan

sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.

2. Penyimpanan Setelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya

di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak

bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang

terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.

3. Penatalaksanaan Penyemprotan Pada pelaksanaan penyemprotan ini

banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani di wajibkan

memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan

penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan

penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum

serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot

dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain

alat semprot yang baik akan

menghindari terjadinya keracunan.

4. pelatihan dalam penanganan pestisida seperti, pelatihan penggunaan

APD, pelatihan dalam melakukan penyemprotan dan penanganan

pestisida.

BAB III

RENCANA PROGRAM

Program Tujuan Waktu Sasaran KegiatanCara penanganan masyarakat dan pekerja yang belum terkena peptisida

Penyuluhan kepada masyarakat setempat

Untuk dapat memberikan berbagai pengetahuan terkait petisida

3x/tahun Masyarakat setempat

Melakukan penyuluhan oleh tenaga medis yang dibawakan dengan materi yang mudah dipahami oleh masyarakat setempat

Pelatihan Untuk melatih pekerja agar dapat bekerja dengan baik di area perkebunan

Setelah rekruitment pekerja baru.Untuk pekerja lama di lakukan 6 bulan sekali

Diutamakan pada pekerja

perkebunan yang baru

masuk, untuk

pekerja lama

sebagai evaluasi

cara kerja

- melakukan pelatihan

kerja kepada pekerja

perkebunan- melatih pekerja

mengunakan peptisida

dengan baik- melatih

pekerja untuk memberikan pertolongan pertama jika

terpapar pestisida

Penyedian dan penggunaan alat pelindung diri

Sebagai pencegahan primer dari efek paparan insektisida langsung

Disesuaikandan

dilakukan pengecekan

rutin terhadap

kelayakannya untuk di

pakai setidaknya 1 bulan sekali

Pekerja dan

pengelola perkebuna

n

- pihak perkebunan

menyediakan alat pelindung diri bagi para

pekerja- melatih pekerja

menggunakan alat bantu diri

- menggunakan alat bantu diri

pada waktu bekerja

Screening Untuk deteksi dini tehadap adanya kemungkinan paparan peptisida pada masyarakat sekitar dan pekerja perkebunan

3x/tahun Masyarakat setempat

Dan pekerja

Melakukan Pemeriksaan Cholinesteras

e secara berkala terhadap

masyarakat yang berada

dekat kawasan perkebunan di

daerah perkebunan dan pekerja perkebunan

Pertemuan tingkat desa/kelurahan dan pihak – pihak yang terkait dengan puskesmas

untuk mensosialisasikan rencanakegiatan para pekerja perkebunan

1x/bulan Kader setempat

Pembahasan pencegahan dari efek insektisida dari penggunanan peptisida yangada di area perkebunanan dan langkah-langkah tindak lanjut yangdiperlukan, misalnya antara lain untuk mendapat dukunganpamong dan pemuka masyarakat dalam kegiatan penangananpekerja perkebunan yang terkena efeknya

Melakukan recruitment

Untuk dapat menyediakan

3x/tahun Kepala bagian

Melakukan selesi pada

pada tenaga kerja dan melakukan seleksi pada tenaga setempat yang diterima

pelayanan yang optimal

puskesmas tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menempatkan tenaga kesehatan sesuai dengan posisi dan jabatan yang diberikan.

Penyediaan dokter pribadi bagi perkebunan

Sebagai konsultan

- Pengelola perkebunan

Menyediakan dokter pribadi yang selalu berjaga di area perkebunan sebagai konsultan medis bagi pekerja dan dokter tersebut juga aktif dalam melakukan screening

Cara penanganan masyarakat dan pekerja yang terkena pestisidaPenanganan masyarakat dan pekerja yang terkena petisida

Untuk dapat menangani masyarakat dan pekerja yang terkena efek petisida

Disesuaikan Pekerja perkebunanDan masyarakat setempat

- memberikan pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena keracunan petisida - Penanganan pekerja yang terkena dampak peptisida dengan cepat dan tanggap- merujuk pekerja yang terkena keracunan petisida ke

rumah sakit apabila tidak dapat ditangani oleh puskesmas- melakukan pemeriksaan rutin pada pekerja atau masyarakat yang terkena paparan pestisida untuk mengetahui perkembangan dari pengobatannya

Puskemas dapat beroperasional di malam hari

Untuk dapat melayani masyarakat yang memiliki waktu pada malam hari, karena siang hari sibuk bekerja

- Tim tenaga kesehatan

Melakukan pembagian jadwal jaga pada puskesmas yang beroperasional di malam hari

Puskesmas diusahakan agar tidak jauh dari jangkauan dari masyarakat

Untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan

- Masyarakat

- puskesmas umumnya berada 1 pada setiap kecamatan- apabila kurang maka dapat disosialisasikan untuk penambahan puskesmas atau puskesmas pembantu agar dapat dijangkau masyarakat

Penambahan sarana dan

Untuk dapat meningkatkan

disesuaikan Kader setempat

- melakukan pengontrolan

prasarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kesehatan

pelayanan yang optimal

terhadap alat – alat medis yang ada pada puskesmas- apabila ada alat-alat yang rusak/ kurang segera dilaporkan kepada bagian pusat agar segera diganti- melengkapi alat – alat di puskesmas sesuai dengan kebutuham masyarakat

Rujukan dengan rumah sakit setempat

Untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik

Disesuaikan Masyarakat atau pekerja yang terkena efek dari paparan pestisida

Rujukan diberikan apabila pos UKK tidak dapat meberikan perawatan yang diperlukan dan mengalami kekurangan alat dan bahan

Mengeffectivekan stabilitas dari kinerja pos UKK

Untuk dapat mengoptimalkan pos UKK yang telah ada

Disesuaikan Pihak-pihak yang terkait dengan pos UKK

Mengaktifkan kinerja dari pos UKK

Pemantauan dan evaluasi

Untuk mengetahui perkembangan kondisi pekerja yang terkena petisida secara berkala

3x/tahun pekerja - Terhadap proses pelaksanaan dan hasil kegiatan.Evaluasi dilakukan pada saat perawatan (lihat formulirlaporan bulanan

tenaga kerja)- Indikator keberhasilan dikatakan baik jika kematian< 5% per tahun dari semua kasus yang dirawat, tidak termasukkematian pada 24 jam pertama.- Secara berkala setiap 6 bulan sekaliPencatatan dan pelaporan untuk pemantauan dan evaluasi- Menggunakan formulir pelaporan rutin Puskemas.

BAB IV

REKOMENDASI

1. Selalu mengingatkan kepada pekerja bahwa keselamatan dalam kerja adalah

yang terutama.

2. Melakukan tindakan pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Cara-

cara pencegahan keracunan pestisida yang mungkin terjadi pada pekerja-

pekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai berikut :

a. Penyimpanan pestisida:

1) Pestisida harus disimpan dalam wadah wadah yang diberi tanda,

sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci.

2) Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh

disimpan dekat makanan. Campuran yang rasanya manis biasanya

paling berbahaya. Tanda- tanda harus jelas juga untuk mereka yang

buta huruf.

3) Tempat-tempat bekas menyimpan yang telah tidak dipakai lagi harus

dibakar agar sisa pestisida musnah sama sekali.

4) Penyimpanan di wadah-wadah untuk makanan atau minuman seperti

di botol- botol, sangat besar bahayanya.

b. Pemakaian alat-alat pelindung:

1) Pakailah masker dan adakanlah ventilasi keluar setempat selama

melakukan pencampuran kering bahan-bahan beracun.

2) Pakailah pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari

neopren, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur bahan

tersebut dengan minyak atau pelarut-pelarut organis. Pakaian

pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan.

3) Pakaialah respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung tangan

selama menyiapkan dan menggunakan semprotan, kabut, atau aerosol,

jika kulit atau paru-paru mungkin kontak dengan bahan tersebut.

c. Cara-cara pencegahan lainnya :

1) Selalu menyemprot ke arah yang tidak memungkinkan angin

membawa bahan, sehingga terhirup atau mengenai kulit tenaga kerja

yang bersangkutan.

2) Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja di tempat

tertutup dengan penguap termis, juga alat demikian tidak boleh

digunakan di tempat kediaman penduduk atau di tempat pengolahan

bahan makanan.

3) Janganlah disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia

akan bersentuhan dengannya.

Di bawah ini dikutip pedoman dan petunjuk-petunjuk pemakaian pestisida yang

dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi :

1. Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila

diketahui cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan.

2. Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah :

a) Pada waktu memindahkan pestisida dari wadah yang besar kepada wadah

yang lebih kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja.

b) Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang

dibutuhkan.

c) Pada waktu dan selama menyemprot.

d) Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat

pekerjaan tersebut di atas (waktu memindah-mindahkan, bongkar muat,

peredearan dan transportasi, penyimpanan, pengaduk, menyemprot atau

pemakaian lainnya).

3. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu mendapat perhatian intensif :

a) Mereka yang bekerja dengan pestisida harus diberitahu bahaya yang akan

dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan

pedoman dan petunjuk-petunjuk tentang cara-cara bekerja yang aman

dan tidak mengganggu kesehatan.

b) Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup.

c) Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan) mengingat efek keracunan pestisida yang dapat berbahaya

pada pekerja. Bila dipakai pestisida golongan organofosfat harus tersedia

atropin, baik dalam bentuk tablet maupun suntikan. Untuk ini perlu

adanya seorang pengawas yang terlatih.

4. Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat

tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala.

5. Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang

mungkin terkena pestisida, dalam hal ini ia tidak diperkenankan bekerja

dengan pestisida, karena keadaan ini akan mempermudah masuknya pestisida

ke dalam tubuh.

6. Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian

harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan

yang perlu mendapat pengawasan.

7. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 sampai 5 jam dalam

satu hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung

dari hari ke hari (kontinu dan berulang kali) dan untuk waktu yang sama.

8. Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri, pakaian kerja ini harus

diganti dan dicuci setiap hari, untuk pestisida golongan organofosfat perlu

dicuci dengan sabun.

9. Disamping memperhatikan keadaan-keadaan lainnya, pekerja tidak boleh

merokok, minum atau makan sebelum mencuci tangan dengan bersih memakai

sabun dan air.

10. Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya

perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan di bawah ini :

a. Dalam mempersiapkan konsentrat dari bubuk dispersi dalam air, haruslah

dipakai bak pencampur yang dalam, serta alat pengaduk yang cukup

panjangnya untuk mencegah percikan, dan dapat bekerja sambil berdiri.

Demikian pula untuk mencairkan pasta yang padat.

b. Mengisi bak pencampur harus demikian, sehingga bahaya percikan dapat

ditiadakan atau sekecil mungkin.

c. Pekerja disini selain memakai alat pelindung seperti pada penyemprot, harus

pula memakai skor dan sarung tangan yang tidak dapat tembus.

d. Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat yang lain

harus memakai alat yang cukup panjang.

e. Konsentrat cair harus ditempatkan dalam wadah yang cukup kuat, tidak

mudah rusak pada waktu pengangkutan dan ditutup rapat.

11. Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja.

12. Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat,

mudah dibaca dan dimengerti baik oleh pekerja maupun pengawas.

13. Harus dipenuhi ketentuan-ketentuan tentang wadah pestisida yang telah

kosong atau hampir kosong, yaitu :

a. Wadah ini harus dikembalikan ke gudang selanjutnya dibakar atau dirusak

dan kemudian dikubur.

b. Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan

tertentu.

14. Sedapat mungkin diusahakan supaya tenaga kerja pertanian yang

bersangkutan dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala, terhadap yang

menggunakan pestisida organofosfat dilakukan setiap bulan sekali

pemeriksaan kesehatan berkala yang berpedoman kepada standard

kolinesterase dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/534/533

Muchtaruddin Mansyur.Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

http://www.hsa.ie/eng/Publications_and_Forms/Publications/

Chemical_and_Hazardous_Substances/Biological_Monitoring_Guidelines.pdf

http://ekonomi.kompasiana.com

ditjenbun.deptan.go.id

ejournal.litbang.depkes.go.id

http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf

DCP2 (2008). Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease

Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf