skenario 1 pbl b14

52
Skenario 1 PERDARAHAN PERSALINAN Seorang wanita, usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, Melahirkan bayi laki-laki, ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 1500 gram, PB 48cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi kerumah sakit terdekat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki-laki yang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan: TD: 90/60mmHg; N: 120x/mnt; suhu: 37,5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP(H aemorrhagic Post Partum) ec Atonia uteri. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan suhu 36C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15gr/Dl, bilirubin indirek 14,a gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi. 1

Upload: nia-anestya

Post on 02-Jan-2016

156 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 1 pbl b14

Skenario 1

PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang wanita, usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, Melahirkan bayi laki-laki, ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 1500 gram, PB 48cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi kerumah sakit terdekat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki-laki yang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan: TD: 90/60mmHg; N: 120x/mnt; suhu: 37,5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP(H aemorrhagic Post Partum) ec Atonia uteri. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan suhu 36C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15gr/Dl, bilirubin indirek 14,a gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

1

Page 2: Skenario 1 pbl b14

Kata-kata sulit

1. Atonia uteri: Otot dinding uterus yang tidak berkontraksi.

2. Fototerapi: Terapi dengan cara menggunakan penyinaran suatu cahaya tertentu.

Pertanyaan

1. Apa kriteria diagnosis HPP?

2. Apakah ada hubungan antara ibu mengalami HPP dengan bayi kuning?

3. Apa saja yang menyebabkan HPP serta hubungannya dengan multipara dan atonia uteri?

4. Pemeriksaan penunjang apalagi yang diperlukan oleh bayi?

5. Apa saja tindakan utama pada HPP?

6. Kenapa terapi harus menggunakan fototerapi?

7. Apa saja yang menyebabkan kadar bilirubin meningkat?

8. Kenapa bayi BBLR padahal kelahirannya aterm?

9. Pada kondisi apakah bayi mengalami hipotermia?

2

Page 3: Skenario 1 pbl b14

Jawaban

1. Perdarahan setelah persalinan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, serta jumlah darah yang keluar pada persalinan normal ≥ 500cc dan pada section caesarea ≥1000cc, lalu tekanan darah turun, nadi meningkat, serta laju pernapasan meningkat.

2. Tidak ada

3. Penyebabnya dalah: Gangguan koagulasi, Episiotomi, Ruptur uteri. Semua berhubungan dengan multipara sehingga dapat menyebabkan Atonia uteri.

4. Cek kadar Haemoglobin.

5. Resusitasi cairan, ABC (jalan napas diberi oksigenisasi), Transfusi darah.

6. Untuk memecah bilirubin.

7. Metabolisme bilirubin: pre-hepatik, hepatik, post-hepatik.

8. Malnutrisi pada ibu.

9. Karena cadangan lemak sedikit sehingga panas yang dihasilkan oleh tubuh bayi juga sedikit .

3

Page 4: Skenario 1 pbl b14

Hipotesis

Ibu dengan persalinan multipara melahirkan seorang bayi laki-laki dengan BBLR. Kemudian sang ibu mengalami atonia uteri sehingga terjadi perdarahan pasca persalinan dan segera mendapat pertolongan darurat.

4

Page 5: Skenario 1 pbl b14

STEP 1

TIU 1: Memahami dan Menjelaskan Haemorrhagic Post Partum(HPP)

TIK:

1. Definisi Haemorrhagic Post Partum(HPP)

2. Etiologi Haemorrhagic Post Partum(HPP)

3. Klasifikasi Haemorrhagic Post Partum(HPP)

4. Faktor resiko Haemorrhagic Post Partum(HPP)

5. Diagnosis Haemorrhagic Post Partum(HPP): pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

6. Penatalaksanaan Haemorrhagic Post Partum(HPP)

TIU II: Memahami dan Menjelaskan Hipotermia pada bayi

TIK:

1. Definisi hipotermia pada bayi

2. Etiologi hipotermia pada bayi

3. Klasifikasi hipotermia pada bayi

4. Faktor resiko hipotermia pada bayi

5. Diagnosis hipotermia pada bayi: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

6. Penatalaksanaan hipotermia pada bayi

TIU III: Memahami dan menjelaskan hiperbilirubin

TIK:

1. Definisi hiperbilirubin

2. Etiologi hiperbilirubin

3. Klasifikasi hiperbilirubin

5

Page 6: Skenario 1 pbl b14

4. Diagnosis hiperbilirubin: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, fototerapi

5. Penatalaksanaan hiperbilirubin

6. Prognosis hiperbilirubin

TIU IV: Memahami dan Menjelaskan Syok Haemorrhagic

TIK:

1. Definisi Syok haemorrhagic

2. Etiologi Syok haemorrhagic

3. Klasifikasi Syok haemorrhagic

4. Diagnosis Syok haemorrhagic: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

5. Penatalaksanaan Syok haemorrhagic

6. Prognosis Syok haemorrhagic

6

Page 7: Skenario 1 pbl b14

I: Memahami dan menjelaskan Perdarahan Pasca Persalinan

1.1 Memahami Definisi Perdarahan Pasca PersalinanPerdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri

1.2 Memahami Epidemiologi Perdarahan Pasca Persalinan Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

1.3 Memahami Klasifikasi Perdarahan Pasca PersalinanKlasifikasi perdarahan postpartum :

Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

1.4 Memahami Etiologi Perdarahan Pasca Persalinan7

Page 8: Skenario 1 pbl b14

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :

a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteriAtonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

Predisposisi atonia uteri : Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus precipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum

plasenta terlepas IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

2. Robekan jalan lahir

8

Page 9: Skenario 1 pbl b14

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.

a. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.b. Perlukaan vaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.KolpaporeksisKolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.FistulaFistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat

9

Page 10: Skenario 1 pbl b14

tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.c. Robekan perineumRobekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.3. Retensio plasentaRentensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.

4. Retensio PlasentaRetensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta : Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

5. Inversio uterusInversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.Pembagian inversio uteri :a. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.b. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.c. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

10

Page 11: Skenario 1 pbl b14

Penyebab inversio uteri :a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

1.5 Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah bayi lahir harus ditampung dan dicatat. 

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah urin keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

Kriteria Diagnosis

- Pemeriksaan fisik:

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

- Pemeriksaan obstetri:

Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

- Pemeriksaan ginekologi:Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

11

Page 12: Skenario 1 pbl b14

Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

1. - Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)

- Syok - Atonia Uteri

2. - Perdarahan segera (P3) - Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap

- Pucat - Lemah - Menggigil

- Robekan jalan lahir

3. - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik

- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan - Perdarahan lanjutan

- Retensio

Plasenta

4. - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap - Perdarahan segera (P3)

- Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

-Tertinggalnya sebagian plasenta

5. - Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera (P3) - Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik - Pucat dan limbung

- Inversio uteri

(Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar)

1.6 Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai dua bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan PPP memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Harus dipantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda vital pasien. Pastikan

12

Page 13: Skenario 1 pbl b14

dua kateter intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

Pemberian cairan :berikan ringer lactate atau normal saline

Transfusi darah :bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

b. Manejemen penyebab PPP

Tentukan penyebab PPP :

Atonia uteri

1). Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.

2). Kompresi bimanual Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri. Gambar 1. Kompresi bimanual

13

Page 14: Skenario 1 pbl b14

3). Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian.

Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.

4). Tindakan operatif

Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya diatas tidak dapat menghentikan pendarahan. Tindakan opertif yang dilakukan adalah :a) Ligasi arteri uterineb) Ligasi arteri hipogastrika

Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri hipogastrika dilakukan untuk yang masih menginginkan anak. Tindakan yang bersifat sementara untuk mengurangi perdarahan menunggu tindakan operatif dapat dilakukan metode Henkel yaitu dengan menjepit cabang arteri uterina melalui vagina, kiri dan kanan atau kompresi aorta abdominalis.

c) histerektomi

pencegahan perdarahan postpartum karena atonia uteri :

1. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.2. Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet ( 400-600 µg) segera setelah bayi lahir.

Penanganan perdarahan postpartum akibat Retensio Plasenta

1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ( sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.2. Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.

14

Page 15: Skenario 1 pbl b14

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Penanganan perdarahan postpartum akibat Inversio Uteri

1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat2. Beberapa senter memberikan tokolitik/ MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infuse atau i.m. tangan tetap dipertahanakan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.4. Pemberian antibiotic dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

Penanganan perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah

Terapi yang biasa dilakukan adalah dengan tranfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)

Pencegahan terjadinya gangguan pembekuan darah pada saat persalinan, maka dilakukan :

15

Page 16: Skenario 1 pbl b14

1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronik, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.2. Mengenal factor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas secsio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

1.7 Pencegahan perdarahan post partum

1.Perawatan masa kehamilan

Tindakan pencegahan tidak hanya dilakukan sewaktu persalinan tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting,ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik,keadaan umum, kadar Hb,golongan darah dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipka di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien yang anemia berat sebaiknya langsung di transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan risiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan untuk persalinan

3. Persalinan

Setelah bayi lahir,lakukan massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum,selama atau sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan mempercepat kontraksi yang akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan.

4.Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan bayi dilahirkan

16

Page 17: Skenario 1 pbl b14

II. Memahami dan menjelaskan Hipotermia

2.1 Memahami Definisi HipotermiaSuhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

1.2 Memahami klasifikasi Hipotermia

Berdasarkan kejadiannya, hipotermia dibagi atas: 1. Hipotermia sepintas, yaitu penurunan suhu tubuh 1-2°C sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali sesudah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu lingkungan diatur sebaik-baiknya. Hipotermia sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi yang lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi tidak segera dibungkus setelah lahir, terlalu cepat dimandikan (kurang dari 4 jam sesudah lahir), dan pemberian morfin pada ibu yang sedang bersalin. 2. Hipotermia akut terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6--12 jam. Terdapat pada bayi dengan BBLR di ruang tempat bersalin yang dingin, inkubator yang tidak cukup panas, kelalaian dari dokter, bidan, dan perawat terhadap bayi yang akan lahir, yaitu diduga mati dalam kandungan tetapi ternyata hidup dan sebagainya. Gejalanya ialah lemah, gelisah, pernapasan dan bunyi jantung lambat serta kedua kaki dingin. Terapinya ialah dengan segera memasukkan bayi ke dalam inkubator yang suhunya telah diatur menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti.

3. Hipotermia sekunder. Penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia atau hipoglikemia, perdarahan intra-kranial tranfusi tukar, penyakit jantung bawaan yang berat, dan bayi dengan BBLR serta hipoglikemia. Pengobatannya ialah dengan mengobati penyebabnya, misalnya dengan pemberian antibiotik, larutan glukosa, oksigen, dan sebagainya. Pemeriksaan suhu tubuh pada bayi yang sedang mendapat tranfusi tukar harus dilakukan beberapa kali karena hipotermia harus diketahui secepatnya. Bila suhu sekitar 32°C, tranfusi tukar harus dihentikan untuk sementara waktu sampai suhu tubuh menjadi normal kembali.

4. Cold injury, yaitu hipotermia yang timbul karena terlalu lama dalam ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya ialah lemah, tidak mau minum, badan dingin, oliguria, suhu berkisar antara 29,5-35°C, tak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki, dan muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkutis. Bayi seperti ini sering mengalami komplikasi infeksi,

17

Page 18: Skenario 1 pbl b14

hipoglikemia, dan perdarahan. Pengobatannya ialah dengan memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotik, pemberian larutan glukosa 10%, dan kortikosteroid.

1.3 Memahami Etiologi Hipotermia Hipotermia dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain: 1. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti lingkungan dingin, basah, atau bayi yang telanjang, cold linen, selama perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi, pengambilan sampel darah, pemberian infus, serta pembedahan. Juga peningkatan aliran udara dan penguapan.

2. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar pada BBLR.

3. Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran, kerusakan sistem syaraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra kranial hemorrhage, hipoksia, dan hipoglikemia.

1.4 Memahami Patofisiologi Hipotermia1. Penurunan produksi panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam system endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh ,sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid , adrenal ataupun pituitaria.2. Peningkatan panas yang hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah kelingkungan sekitar ,dan tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara : Konduksi :

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebuh dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan / alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. Konveksi :

Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : incubator dengan jendela yang terbuka , atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumahsakit. Radiasi :

Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin ,misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat di kelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu incubator yang dingin.

18

Page 19: Skenario 1 pbl b14

Evaporasi :Panas terbuang akibat penguapan ,melalui permukaaan kulit dan traktrus respiratorius.

Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir atau pada saat di mandikan.3. Kegagalan termogulasi

Kegagalan termogulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterine / saat persalinan / post partum, defek neurologic dan paparan obat prenatal ( analgesic / anastesi ) dapat menekan respon neurologic bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermia atau hipertermia.

Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termogulasi akan mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila terjadi paparan dingin ,secara fisiologi tubuh akan memeberikan respon untuk menghasilkan panas berupa.o Shivering thermoregulation / ST

Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas

Non-shivering thermoregulation / NST

Merupakan mekanisme yang di pengaruhi oleh stimulasi system saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolic dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolism jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh

Vasokonstriksiperifer

Mekanisme ini juga distimulasi oleh system saraf simpatis, kemudian system saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilnganya panas yang tidak berguna

1.5 Memahami Faktor Resiko Hipotermia Prematuritas Asfiksia Sepsis Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran Eksposure suhu lingkungan yang dingin Umur: bayi baru lahir, orang tua. Paparan dingin di luar ruangan: olahraga, memakai baju tipis. Obat dan intoksikan: etanol, phenothiazin, barbiturate, anestesi, bloker neuromuscular.

19

Page 20: Skenario 1 pbl b14

Hormon: hipoglikemia, hipotiroidisme, kekurangan adrenalin, hipopituitarisme. Neurologis: stroke, gangguan hipotalamus, Parkinson, Cedera sumsum tulang belakang. Multisistem: malnutrisi, sepsis, shock, gangguan hati dan ginjal. Luka bakar dan kelainan kulit eksfoliatif(mengelupas).Prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan.1.6 Mengetahui Manifestasi Klinis dan Diagnosis HipotermiaManifestasi KlinisManifestasi klinis tergantung pada keparahan dan pengaruh suhu terhadap tubuh. Transient respirasi distress bisa terlihat pada waktu di kamar bersalin. Stern (1980) memperlihatkan adanya peningkatan risiko Kern icterus pada bayi kecil yang preterm.

Jika hipotermia terus berlanjut, apnea, bradikardia, dan sianotik sentralis bisa terjadi. Bayi hipotermia mula-mula dapat terlihat gelisah, kemudian letargi. Perubahan lainnya yang bisa terjadi antara lain hipotonia, nangis yang lemah, malas mengisap, distensia atau muntah. Umumnya, bayi tidak menggigil akibat kedinginan, namun dapat jatuh pada hipotermia yang lebih berat. Hipotermia kronik dapat menyebabkan berat badan yang menurun3. Pada kasus yang berat (< 28°C), terlihat pasien pucat atau sianosis, pupil mata dapat dilatasi, otot-otot kaku, dan denyut nadi bisa rendah, 4-6 kali/menit. Tanda-tanda klinis hipotermia: a. Hipotermia sedang: Kaki teraba dingin Kemampuan menghisap lemah Tangisan lemah Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata

b. Hipotermia berat Sama dengan hipotermia sedang Pernafasan lambat tidak teratur Bunyi jantung lambat Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik

c. Stadium lanjut hipotermia Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang Bagian tubuh lainnya pucat Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

Menurut tingkat keparahannya, Gejala Klinis hipotermia dibagi menjadi 3:20

Page 21: Skenario 1 pbl b14

1) Mild atau ringan • Sistem saraf pusat: amnesia, apati, terganggunya persepsi halusinasi• Cardiovaskular: denyut nadi cepat lalu berangsur melambat, meningkatnya tekanan darah, • Penafasan: nafas cepat lalu berangsur melambat• Saraf dan otot: gemetar, menurunnya kemampuan koordinasi otot 2) Moderate, sedang • Sistem saraf pusat: penurunan kesadaran secara berangsur, pelebaran pupil• Cardiovaskular: penurunan denyut nadi secara berangsur• Pernafasan: hilangnya reflex jalan nafas(seperti batuk, bersin)• Saraf dan otot: menurunnya reflex, berkurangnya respon menggigil, mulai munculnya kaku tubuh akibat udara dingin 3) Severe, parah • Sistem saraf pusat: koma,menurunnya reflex mata(seperti mengdip)• Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara berangsur, menghilangnya tekanan darah sistolik• Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen• Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer

2.7 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan pada Hipotermia

Hipotermia Berat Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas Beri pakaian yang hangat Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah Bila bayi dengan gangguan napas, lakukan manajemen gangguan napas Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan Periksa kadar glukosa darah Nilai tanda kegawatan pada bayi Periksa suhu tubuh tiap jam

Hipotermia Sedang Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat Bila ada ibu anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan perawatan bayi lekat ( metode kangguru ) Bila ibu tidak ada, hangatkan bayi dengan alat pemanas Periksa suhu alat dan suhu ruangan dan beri ASI Hindari paparan yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering Periksa tanda kegawatan

21

Page 22: Skenario 1 pbl b14

Periksa Kadar glukosa darah Periksa suhu tubuh setiap jam

( Kosim, M. Sholeh. 2009. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : IDAI )

2.8 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Hipotermia

10 langkah proteksi thermal :1. Ruang melahirkan yang hangat2. Pengeringan segera3. Kontak kulit dengan kulit4. Pemberian ASI5. Tidak segera memandikan atau menimbang bayi6. Pakaian dan selimut bayi yang adekuat7. Rawat Gabung8. Transportasi Hangat9. Resusitasi hangat10. Pelatihan dan sosialisasi hangat

III. Memahami dan menjelaskan hiperbilirubin

3.1 Definisi hiperbilirubin

o Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995).

o Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).

o Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997)

o Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

o Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl

22

Page 23: Skenario 1 pbl b14

o Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

o Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

o Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:• Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.• Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.• Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.• Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.• Ikterus menetap pada usia >2 minggu.• Terdapat faktor risiko.

3.2 Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

23

Page 24: Skenario 1 pbl b14

3.3 Etiologi hiperbilirubin

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :o Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah

merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma.

o Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.

o Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.o Gangguan dalam ekskresi bilirubin.o Komplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur,

asidosis.(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :o Ikterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada

hemolisis sel darah merah.o Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis)

yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :

24

Page 25: Skenario 1 pbl b14

a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.

b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.o Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin

terganggu.

o Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO

o Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini

diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler

dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya

o Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom Gilber

o Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : Biasanya karena obstruks Hipotiroidime Hipo breast milk jaundice Iinfeksi Neonatal hepatitis Galaktosemia

3.4 Klasifikasi hiperbilirubin

Ikterus Fisiologis

a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik

25

Page 26: Skenario 1 pbl b14

Ikterus Patologik

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

3.5 Patofisiologi hiperbilirubin

Diagram Metabolisme Bilirubin

Hiperbilirubinemia terjadi pada keadaan , seperti meningkatnya penghancuran eritrosit, polisetima, gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat meningkatnya kadar bilirubin di tubuh, pada keadaan hipoksi dan asidosis pada bayi, gangguan konjugasi hepar/neonates yang mengalami gangguan seksresi , contohnya sumbatan di duktus bile.

26

Page 27: Skenario 1 pbl b14

Bilirubin indirek larut di dalam lemak, lalu melalui sawar darah otak dibawa ke otak lalu menjadi manifestasi yang biasa disebut kernikterus. Hal ini terjadi jika kadar bilirubin indirek >20mg/dl, dengan mudah bilirubin indirek ini melalui sawar darah otak , pada keadaaan bayi lahir BBLR, hipoksia dan hipoglikemi.

3.6 Diagnosis hiperbilirubinemia

1) Anamnesis Riwayat ikterus pada anak sebelumnya, keluarga yang mengalami riwayat anemia, hepatomegali dan splenomegali, obat-obatan asfiksi, trauma persalinan.2) Pemeriksaan fisika) Umum : gangguan pernapasan, apneum instabilitas suhub) Khusus : dengan menekan kulit ringan dengan jari dan pencahayaan 3) Pemeriksaan lab : kadar bilirubin, pemeriksaan lab darah rutin, tes coomb, pemeriksaan enzim G6PD, 4) Pemeriksaan radiologi : usg abdomen

Tabel pembagian derajat ikterus menurut Kramer

Derajat ikterus Daerah ikterus

Perkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)

9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dlV Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

( AH, Markum,1991).

27

Page 28: Skenario 1 pbl b14

3.7 Penatalaksanaan hiperbilirubin

A. FOTOTERAPIBUKAN SINAR UV!

Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm

Macam Unit Terapi Sinar:_Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB_Halogen lamps: quartz or tungsten_Fiberoptic blanket systems_Gallium nitride light emitting diode

Fototerapi Intensif

Jarak dari cahaya: cahaya fluoresen harus berada sedekatmungkin (sampai 10 cm dari bayi), sinar halogen dapatmenyebabkan panas berlebihan

Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaiankecuali popok, popok juga dapat dilepas. Mata ditutup._ Berkala versus kontinyu_ Hidrasi

28

Page 29: Skenario 1 pbl b14

Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

1000 – 1500 7 – 9

1500 – 2000 10 – 12

2000 – 2500 13 – 15

PENGHENTIAN TERAPI SINAR : Bayi cukup bulan bilirubin ≤ 12 mg/dL (205μmol/dL) Bayi kurang bulan bilirubin ≤ 10 mg/dL (171μmol/dL) Bila timbul efek samping

Bayi dalam unit terapi sinar

o Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam incubator.o Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.o Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.o Balikkan bayi setiap 3 jam.o Pastikan bayi diberi makan.o Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam.o Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.o Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.o Bila bayi menerima per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar.o Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar.• Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tiinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.• Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:o Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan dalam unit terapi sinar.

29

Page 30: Skenario 1 pbl b14

o Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).• Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5ºC, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5ºC-37,5ºC.• Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:o Hentikan terapi sinar bila kadar serum biilirubin <13 mg/dL.o Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfuse tukar (tablel 4), persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfuse tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.• Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.• Setelah terapi sinar dihentikan:o Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus meggunakan metode klinis.o Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada diatas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada dibawah nilai untuk memulai terapi sinar.• Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.• Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat untuk membawa kembali bila bayi bertambah kuning.Bilirubin di kulit cepat menghilang selama terapi sinar. Warna kulit tidak bisa dijadikan acuan untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi masih dalam terapi sinar dan dalam 24 jam setelah penghentian terapi sinar.

EFEK SAMPING TERAPI SINAR :_ Enteritis_ Hipertermia_ Dehidrasi_ Kelainan kulit_ Gangguan minum_ Bronze baby syndrome_ Kerusakan retina

B. Transfusi penggantiJika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/ kgBB, 100 mL/kgBB , 150 mL/kgBB dan 200 mL/KgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut : 45%, 70%, 85% dan 90%.1. Mengatasi anemia sel darah merah yang rentan terhadap sel darah merah antibody maternal.2. Mengatasi sel darah merah yang tersensitasi.

30

Page 31: Skenario 1 pbl b14

3. Menghilangkan serum bilirubin.4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin.

C. Terapi obatPhenobarbitalDapat meningkatkan stimulus hati dan meningkatkan konjugasi bilirubin serta mengeksresikannya. Obat ini efektif untuk diberikan kepada ibu hamil beberapa minggu sebelum melahirkan. Tetapi penggunannya pada post natal masih pertentangan karena dapat meningkatkan letargi.

3.8 Pencegahan hiperbilirubinIkterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

-      Nasehati Ibu :

1. Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.2. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)

3. pengawasan antenatal yang baik.

4. menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.

5. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonates.

6. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.

7. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.

8. Pemberian makanan yang dini.

9. Pencegahan infeksi.

3.9 Prognosis hiperbilirubin

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek melalui sawar darah otak.

IV. Memahami dan menjelaskan syok Hipovolemik

4.1 Definisi syok Hipovolemik

31

Page 32: Skenario 1 pbl b14

Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat

4.2 Etiologi syok Hipovolemik

  Kehilangan darah

  Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka

  Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini didalam

thoraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas

   Kehilangan Plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cedera berat atau inflamsi

peritoneal

   Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan melalui jalur

gastrointestinal, urinarius, atau kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat.

4.3 Patofisiologi syok Hipovolemik

Patofisiologi syok perdarahan adalah terjadi kekurangan volume intravaskuler menyebabkan

penurunan venous return sehingga terjadi penurunan pengisian ventrikel, menyebabkan 

penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga  menyebabkan gangguan perfusi jaringan.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut

dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah  (melalui

pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan

tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan.

Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan

fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan

fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna. 

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan

meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi

pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatanpelepasan norepinefrin dan

penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus

aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan

mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus

gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari

apparatus juxtaglomeruler . Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang

selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II

mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik,

yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. 32

Page 33: Skenario 1 pbl b14

Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan

retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik

Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior  sebagai

respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan

konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH

menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus

kolektivus, dan lengkung Henle.

4.4 Diagnosis syok Perdarahan

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu: 

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitandengan berkurangnya perfusi jaringan.2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsimengurangi asidosis jaringan.3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dancurah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria padaorang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam5. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkanadanya tanda-tanda dehidrasi seperti: - Turunnya turgor jaringan- Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering- Bola mata cekung.  Penilaian Syok Perdarahan

33

Page 34: Skenario 1 pbl b14

Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut ini :

1. Perdarahan pada awal kehamilan (seperti abortus, kehamilan ektopik, atau mola) 2. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (seperti plasenta previa, solusio plasenta,dan rupture uteri) 3. Perdarahan setelah melahirkan (seperti rupture uteri, atonia uteri, robekan jalan lahir,plasenta yang tertinggal)4. Infeksi (seperti pada abortus yang tidak aman, amnionitis, metritis, pielonefritis) 5. Trauma (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama proses abortus, rupture uteri,robekan jalan lahir) 4.5 Penatalaksanaan syok Perdarahan

Penanganan Awal Syok Perdarahan

1. Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk : a. Menstabilkan kondisi pasien b. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah c. Mengefisisensikan system sirkulasi darah d. Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok  

2. Penanganan Awal Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok : 

a. Ambil langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan perdarahan (seperti oksitosin,masase, kompresi bimanual, kompresi aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan) b. Transfuse sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah. Pada kasus syok karenaperdarahan, transfuse darah dibutuhkan jika Hb < 8 gram%. Biasanya darah yang diberikanialah darah sgar yang baru diambil dari donor darah c. Tentukan penyebab perdarahan dan tatalaksana 

- Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai adanya abortus, KET,dan mola- Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinan tetapi sebelummelahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta, atau rupture uteri - Jika perdarahan terjai setelah melahirkan, curigai robekan dinding uterus, atonia uteri,robekan jalan lahir, dan plasenta yang tertinggal - Nilai ulang keadaan ibu : dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian cairan, nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk melihat adanya tanda-tanda perbaikan - Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau sudah ada perbaikan sebagai berikut a. Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100mmHgb. Denyut jantung stabil 

34

Page 35: Skenario 1 pbl b14

c. Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurand. Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/1 jam. 

Prinsip Dasar Dalam Proses Rujukan

Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok perdarahan maupun septic harus dilakukan. jika penyakit yang menjadi dasar penyebab syok septic tidak dapat ditangani di tempat itu, pasien harus dirujuk ke fasilitas yang lebih mampu menangani. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat antara lain : 

1. Stabilisasi pasien dengan : a. Pemberian oksigenb. Pemberian cairan IV dan transfuse darah c. Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika, dan toksoid tetanus) 

2. Transportasi3. Pasien harus didampingi oleh tenakes yang terlatih dan keluarganya4. Ringkasan kasus harus disertakan 5. Komunikasi dengan keluarga  Pemberian Obat

1. Pemberian intra vena dipilih untuk kondisi syok, kondisi gawat darurat yang mungkinmembutuhkan tindakan pembedahan segera, setiap infeksi yang serius termasuk sepsis dan syok septic 2. Pemberian IM dipilih apabila pemberian IV tidak mungkin dilakukan dan apabila obat yang terpilih dapat diberikan melalui cara ini 3. Pemberian per oral hanya dapat diberikan pada kasus yang stabil kondisinya dan mampu menelan obat per oral. Jangan memberikan obat per oral pada kasus syok, cedera abdominal,perforasi uterus, KET, atau kondisi lainnya yang memerlukan tindakan bedah segera

1. Obat Pengurang Rasa Nyeri

Dalam mamilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat, harus dipertimbangkan kondisi pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian obat, dan beberapa hal khusus yang harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih. Penderita dalam syok atau akan mengalalmi pembedahan segera, hanya boleh

35

Page 36: Skenario 1 pbl b14

mendapat obat IV dan IM. Hindari sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan gejala yang penting untuk membuat diagnosis.Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu pasien yangmendapatkan narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan cermat. Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat mengganggu pembekuan darah. Kombinasi obat pengurang rasanyeri dengan obat penenang seperti diazepam meningkatkan risiko depresi pernafasan.

2. Obat analgetika yang direkomendasikana. Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV b. Petidin 50-100 mg IM c. Parasetamol 500 mg per orald. Parasetamol dan codein 30 mg per oral e. Tramadol oral atau IM 50 mg atau supossitoria 100 mg

4.6 .Pencegahan syok Perdarahan

Pencegahan Perdarahan Postpartum

a. Perawatan masa kehamilanMencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudahdimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilanadalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangatdianjurkan untuk bersalin di rumah sakit

b. Persiapan persalinanDi rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bilamemungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena denganlobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia beratsebaiknya langsung dilakukan transfusi.Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan. Jika perdarahan teratasi, periksa kadar hemoglobin :Hb < 7 g/dl atau Ht < 20% (anemia berat) :Beri transfusi sampai dengan Hb >7 g/dlHb 7-11 g/dl :Beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan

c. PersalinanSetelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterusmenjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras

36

Page 37: Skenario 1 pbl b14

terhadap uterussebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicuterjadinya perdarahan postpartum.

Daftar pustaka

1. http://ml.scribd.com/doc/67175686/Hpp-Ec-Atoni-Uteri , refrensi :

a. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Asuhan Persalinan Normal, Jakarta 2009

b. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Pelayanan Obstetridan Neonatal Emergensi Dasar, Jakarta 2009

c. Yayasan Bina Pustaka, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Jakarta 2008

d. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan Kelima,YayaanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

e. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer  , Kuspuji Triyanti,Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan

2. http://ml.scribd.com/doc/96654326/PENANGANAN-SYOK-PERDARAHAN , refrensi :

a. James R Scott, et al.Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta:Widya Medika, 2002.b. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas PadjajaranBandung, 1993.c. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik . Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.d. Manuaba, Ida Bagus Gede Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta:EGC, 1998.e. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini,Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004f. Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamadmartoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997

37

Page 38: Skenario 1 pbl b14

38