skenario 1 medikolegal.docx

19
Yohana Dwi Sophianty 1102010298 I. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MALPRAKTIK 1. DEFINISI MALPRAKTIK Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti“ pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien). Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua Skenario 1 Medikolegal Page 1

Upload: yohana-dwi-sophianty

Post on 29-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 1 medikolegal.docx

Yohana Dwi Sophianty1102010298

I. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MALPRAKTIK

1. DEFINISI MALPRAKTIKSecara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti

“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti“ pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

Dokter atau petugas kesehatan dikatakan melakukan malpraktek jika :1.    Kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang sudah berlaku umum

dikalangan profesi kesehatan.2.    Melakukan pelayanan kesehatan dibawah standar profesi.3.    Melakukan kelalaian berat atau memberikan pelayanan dengan ketidak hati-hatian.4.    Melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan hokum.

2. JENIS – JENIS MALPRAKTIK

Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara

Skenario 1 Medikolegal Page 1

Page 2: skenario 1 medikolegal.docx

garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).

1. Malpraktik Medik (medical malpractice)

John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).

Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut lingkungan yang sama.

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)

Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.

3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)

Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku. Malpraktik Yuridik meliputi:

a. Malpraktik Perdata ( civil malpractice0

Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukanb. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurnac. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambatd. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan

Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, the

Skenario 1 Medikolegal Page 2

Page 3: skenario 1 medikolegal.docx

thing speaks for itself) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :1. Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4 D yaknia. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan: Adanya indikasi medis Bertindak secara hati-hati dan teliti Bekerja sesuai standar profesi Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.

c. Direct Cause (hubungan sebab akibat yang nyata)

d. Damage (kerugian)yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.

2. Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalaib. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokterc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada

contributory negligence.

b. Malpraktik Pidana ( criminal malpractice )

Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medikb. Mengungkapkan rahasia kedi\okteran dengan sengajac. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan daruratd. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benare. Membuat visum et repertum tidak benarf. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli.

Skenario 1 Medikolegal Page 3

Page 4: skenario 1 medikolegal.docx

Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperutb. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggalc. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.

Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu .3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.

Tiga tingkatan culpa: Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross fault

or neglect) Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect) Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)

c. Administrative malpractice (Misfeasance)

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijinb. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannyac. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.d. Tidak membuat rekam medik.

Elemen yuridis yang harus dipenuhi untuk menyatakan telah terjadi malpraktek yaitu :1.    Adanya tindakan dalam arti berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat disini adalah

mengabaikan pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada biaya atau tidak ada penjaminannya.

2.    Tindakan berupa tindakan medis, diagnosis, terapeutik dan manajemen kesehatan.3.    Dilakukan terhadap pasien.4.    Dilakukan secara melanggar hokum, kepatuhan, kesusilaan atau prinsip profesi lainnya.5.    Dilakukan dengan sengaja atau ketidak hati-hatian (lalai, ceroboh).6.    Mengakibatkan, salah tndak, ras sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan

kerugian lainnya.

3. PENANGANAN

Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut :1.    Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.2.    Dokter telah melanggar standar pelayanan medic yang lazim digunakan.3.    Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.

Skenario 1 Medikolegal Page 4

Page 5: skenario 1 medikolegal.docx

4.    Secara factual kerugian disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

4. ASPEK HUKUM DAN SANKSI

1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan2. Pasal 359 – 360 KUHP Pidana

Pasal 359 KUHPBarang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

Pasal 360 KUHP(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka

bert, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun

(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan jabatan atau

Skenario 1 Medikolegal Page 5

Page 6: skenario 1 medikolegal.docx

pencarian selama waktu tertemtu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

5. PENCEGAHAN

a. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni: Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian

berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

b. Upaya menghadapi tuntutan hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.

Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa

tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya

Skenario 1 Medikolegal Page 6

Page 7: skenario 1 medikolegal.docx

hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

II. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN INFORMED CONSENT

1. DEFINISIMenurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti ”persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”. Dari pengertian di atas PTM adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.

2. TUJUANTujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk

dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

3. MANFAATa. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak

diketahui/disadari pasien/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun yang merugikan/membahayakan diri pasien.

b. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa ”risk of treatment” ataupun ”error judgement”.

4. BENTUKa. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)

Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)

Skenario 1 Medikolegal Page 7

Page 8: skenario 1 medikolegal.docx

Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.

5. PERSETUJUAN

Bentuk persetujuan atau penolakan

Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.

Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.

Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

Otoritas untuk memberikan persetujuan

Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.

Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.

Skenario 1 Medikolegal Page 8

Page 9: skenario 1 medikolegal.docx

Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

6. ISI

Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).\

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu:

1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.

3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

4) Alternative metode perawatan / pengobatan.

5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.

6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran

tersebut.5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara

pengobatan yang lain.6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Skenario 1 Medikolegal Page 9

Page 10: skenario 1 medikolegal.docx

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :

Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:

Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

KETENTUAN INFORMED CONSENT

Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :

1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (sop) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan rs.

2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter

3. Informed consent dianggap benar :

Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)

Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum

Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan

4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :

Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of medical procedure)

Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure)

Tentang risiko

Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

Skenario 1 Medikolegal Page 10

Page 11: skenario 1 medikolegal.docx

Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya (alternative medical procedure and risk)

Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan

Diagnosis

5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan

Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab Berhalangan   diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang

bersangkutan

6. Cara menyampaikan informasi

Lisan Tulisan

7. Pihak yang menyatakan persetujuan

a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah

b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

Ayah/ibu kandung

Saudara saudara kandung

c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :

Ayah/ibu adopsi

Saudara-saudara kandung

Induk semang

d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :

Ayah/ibu kandung

Wali yang sah

Saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :

Wali

Kurator

f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua

Suami/istri

Ayah/ibu kandung

Anak-anak kandung

Skenario 1 Medikolegal Page 11

Page 12: skenario 1 medikolegal.docx

Saudara-saudara kandung

8. Cara menyatakan persetujuan

Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi Lisan; tindakan tidak beresiko

9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.

10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.

11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan

Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah satu saksi

Materai tidak diperlukan Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan

informasi Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan

kanannya

12. Jika pasien menolak tandatangan surat  penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.

III PANDANGAN MALPRAKTEK MENURUT ISLAM

Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:1. Qishash

Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. [9]"

2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat)

Ada di Al-Quran dan Hadis.

Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:

a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

Skenario 1 Medikolegal Page 12

Page 13: skenario 1 medikolegal.docx

c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja.

d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.

3. Ta'zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.

Tidak ada di Al-Quran dan Hadis. Diperlukannya hakim yang adil.

Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:

a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah [10].

Skenario 1 Medikolegal Page 13

Page 14: skenario 1 medikolegal.docx

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Algozi. Rekam Medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. FK UNAIR-RS. DR. Soetomo. Surabaya.

AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties . Health information systems: the foundations of public health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)

Chadha,P.Vijay.1995.Ilmu Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Widya Medika Indonesia.

Departemen Kesehatan RI., Pedoman Sistem Pencatatan Rumah Sakit (Rekam medis/Medical Record , 1994

Hanafiah MJ, Amir Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3. Jakarta: EGC . 1998

National Cancer Institute. A Guide to Understanding Informed Consent. Available at:wwww.cancer.gov/ClinicalTrials

World Health Organization, Medical Records Manual , A Guide for Developing Countries, 2006

Diakses dari http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent

Skenario 1 Medikolegal Page 14