skenario 1

43
WRAP UP SKENARIO 1 BLOK RESPIRASI DISUSUN OLEH: KELOMPOK A12 Ketua : Keyko Putri Prayogo (1102013146) Sekretaris : Alim Muslimah Suryantoro (1102013020) Anggota : 1. Aditya Nugraha Artar (1102013008) 2. Cintya Ristimawarni (1102013064) 3. Diana Yunus (1102013083) 4. Diantari Nur Wahidah (1102013084) 5. Diniar Syabillania (1102013087) 6. Kalyana Alkila (1102013143) 7. Lamia Marie Thalib (1102013151) 8. Gladya Utami (1102011114) FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS YARSI 2015/2016 1

Upload: alimuslimah

Post on 18-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Blok Respirasi

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 1

WRAP UP SKENARIO 1BLOK RESPIRASI

DISUSUN OLEH:KELOMPOK A12

Ketua : Keyko Putri Prayogo (1102013146)Sekretaris : Alim Muslimah Suryantoro (1102013020)Anggota :

1. Aditya Nugraha Artar (1102013008)2. Cintya Ristimawarni (1102013064)3. Diana Yunus (1102013083)4. Diantari Nur Wahidah (1102013084)5. Diniar Syabillania (1102013087)6. Kalyana Alkila (1102013143)7. Lamia Marie Thalib (1102013151)8. Gladya Utami (1102011114)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUMUNIVERSITAS YARSI

2015/2016

1

Page 2: Skenario 1

SKENARIO 1

PILEK PAGI HARI

Seorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksakan ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

2

Page 3: Skenario 1

KATA SULIT

Penyakit Asma : radang kronik saluran napas yang menyebabkan hiperresponsif jalan napas.

PERTANYAAN

1. Mengapa ia selalu bersin di pagi hari?2. Apa hubungan bersin di pagi hari dengan asma?3. Apakah ada hubungan bersin di pagi hari dengan riwayat asma?4. Apa pemicu timbulnya pilek di pagi hari?5. Mengapa udara berdebu bisa menyebabkan bersin-bersin?6. Apa hubungan memasukkan air wudhu ke dalam hidung dengan penyakitnya?7. Apa yang menyebabkan hidung menjadi gatal?8. Mengapa ingusnya encer?9. Apakah diagnosis dari kasus skenario diatas?

JAWABAN

1. Karena ada reaksi alergi. Suhu dingin di pagi hari dapat merangsang sistem saraf dan juga karena sistem imun mulai aktif di pagi hari.

2. Bersin (pilek) di pagi hari menyerang nasal, sedangkan asma menyerang bronkus. Ada kesamaan antara mukosa nasal dan bronkus.

3. Ya, ada.4. Allergen, polutan, genetic dan obat-obatan (aspirin, AINS).5. Karena debu termasuk allergen dan polutan yang dapat memicu terjadinya reaksi alergi

(bersin).6. Karena ia sering memasukkan air wudhu ke dalam hidung (sensitasi berulang), sehingga

hipersensitivitas orang tersebut terhadap air dingin meningkat.7. Karena di mukosa hidung mengandung histamine yang dapat menyebabkan timbulnya

reaksi alergi.8. Karena ingus encer bukan disebabkan oleh infeksi sekunder.9. Rhinitis alergi.

3

Page 4: Skenario 1

HIPOTESIS

4

-alergen-polutan

-obat-obatangenetik

hipersensitivtias meningkat

terjadi reaksi alergi

Bersin di pagi hari-keluar ingus encer-gatal di hidung dan

mata

Rhinitis Alergi

Page 5: Skenario 1

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernapasan Atas

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis Anatomi Sistem Pernapasan Atas

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis Anatomi Sistem Pernapasan Atas

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernapasan

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

LO 3.1 Definisi Rhinitis Alergi

LO 3.2 Etiologi Rhinitis Alergi

LO 3.3 Epidemiologi Rhinitis Alergi

LO 3.4 Klasifikasi Rhinitis Alergi

LO 3.5 Patofisiologi Rhinitis Alergi

LO 3.6 Manifestasi Klinis Rhinitis Alergi

LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Rhinitis Alergi

LO 3.8 Penatalaksanaan Rhinitis Alergi

LO 3.9 Komplikasi Rhinitis Alergi

LO 3.10 Prognosis Rhinitis Alergi

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Manfaat Wudhu bagi Kesehatan

5

Page 6: Skenario 1

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernapasan Atas

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis Anatomi Sistem Pernapasan Atas

1. Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius).

Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara.

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai :

1. Saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru2. Penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke

dalam paru-paru3. Bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak

dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.

Terdiri dari bagian eksternal dan internal, bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago.

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Bagian internal ini dibagi lagi menjadi 2 bagian:

6

Page 7: Skenario 1

VestibulumTerdapat kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut.Epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

Fossa nasal Konka nasalis superior (dilapisi epitel olfactorius) Konka nasalis media (dilapisi sel respirasi) Konka nasalis inferior (dilapisi sel respirasi, epitel bertigkat toraks bersilia) Di antara konka, terdapat saluran- saluran tempat aliran keluar cairan hidung yaitu :

meatus nasalis superior, meatus nasalis inferior, meatus nasalis media

2. Sinus paranasalisSinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Sinus berfungsi untuk:

1. Membantu menghangatkan dan humidifikasi2. Meringankan berat tulang tengkorak3. Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi

Pada fossa nasalis atau yang dikenal juga sebagai cavum nasi, terdapat sinus- sinus yang dikenal juga sebagai sinus paranasalis. Apabila terjadi infeksi pada hidung, sinus rentan ikut terinfeksi yang dikenal dengan sinusitis. Sinus paranasalis terdiri atas

- Sinus frontalis- Sinus maxillaris- Sinus sphenoidalis- Sinus ethmoidalis

3. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringofaring). Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke dalam hidung dan tenggorokan. Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring

7

Page 8: Skenario 1

dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili platina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).

4. LaringLaring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur epithelium lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas: 1. Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan. 2. Glotis : lubang antara pita suara dan laring. 3. Kartilagotiroid : kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang

membentuk jakun.

4. Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).

5. Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid.

6. Pita suara : sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis Anatomi Sistem Pernapasan Atas

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan bisaanya dibagi menjadi 2 daerah utama:1. Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis2. Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan

alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares

terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

8

Page 9: Skenario 1

Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami

pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maxillaris, sinus

ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit

9

Page 10: Skenario 1

kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,

sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.Terdiri dari :

Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi)

LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria

laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

EpiglottisMemiliki permukaan lingual dan laryngeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel

berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

10

Page 11: Skenario 1

TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina

propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

11

Page 12: Skenario 1

epitel trakea dipotong memanjang,epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernapasan

Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, sudah ada sejak bayi lahir. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.

Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain.

MEKANISME BATUK Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar

tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:

12

Page 13: Skenario 1

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2

Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg.

Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru.

MEKANISME BERSIN Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada

saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

Mekanisme Respirasi pada Manusia Pernapasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2

kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi yang keluar dari tubuh. Proses penghirupan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih

13

Page 14: Skenario 1

rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas

antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu : 1. Menarik napas (inspirasi)

Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

2. Menghembus napas (ekspirasi)Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

FUNGSI RESPIRASI BAGI MANUSIA 1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)

untuk mengadakan pembakaran 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian

dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) 3. Melembabkan udara.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu : 1. Ventilasi

Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Ventilasi dipengaruhi oleh :

14

Page 15: Skenario 1

1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah

pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi 4. Perbedaan tekanan parsial 5. Transportasi

3. Transportasi Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan

karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah

4. Regulasi Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh

sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat

nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi. Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh: 1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.

15

Page 16: Skenario 1

2. Zat-zat kimiawi: dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis.

3. Gerakan: perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor. 4. Refleks Heuring Breur: menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal. 5. Faktor lain: tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi

saluran napas.

VOLUME STATIS PARU-PARU Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas

pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan

nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara

maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke

dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.

Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.

Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidak normal.

Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidak normal.

PENGENDALIAN PERNAPASAN (KONTROL NEUROKIMIA) 1. Pengendalian oleh saraf

Pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke blok pernapasan,melalui radik saraf servikalis diantarkan kediafragma oleh saraf premikus.

2. Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum sangat peka, metabolisme dan bahan kimia yang asam merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

LO 3.1 Definisi Rhinitis Alergi

Menurut Von Pirquet, rinitis alergi merupakan Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

16

Page 17: Skenario 1

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO 3.2 Etiologi Rhinitis Alergi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya.

Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak yang terkena atopi. Apabila ke dua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.

Peran lingkungan dalam rhinitis alergi yaitu allergen yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetic telah memiliki kecenderungan alergi.

Berdasarkan cara masuknya allergen:

Alergen Inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan, misal : debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur sering pada dewasa).

Alergen Ingestan : masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misal: susu, telur, coklat, ikan dan udang (sering pada anak-anak).

Alergen Injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, misal : penisilin atau sengatan lebah.

Alergen Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, missal: bahan kosmetik atau perhiasan.

LO 3.3 Epidemiologi Rhinitis Alergi

Di Amerika Serikat rinitis alergi merupakan penyakit alergi terbanyak dan menempati posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rinitis alergi juga merupakan alasan ke-2 terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah pemeliharaan gigi. Angka kejadian rinitis alergi mencapai 20%.

Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006), Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%. Prevalensi rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong (25-30%).

Di Indonesia, dikutip dari Sundaru, menyatakan bahwa rinitis alergi yang menyertai asma atopi pada 55% kasus dan menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% kasus.

LO 3.4 Klasifikasi Rhinitis Alergi

17

Page 18: Skenario 1

IgE -mediated (alergi), otonom, infeksi dan idiopatik (tidak diketahui). Meskipun fokus dari artikel ini adalah rhinitis alergi, deskripsi singkat tentang bentuk-bentuk lain dari rhinitis diberikan dalam Tabel 1 .

Secara tradisional, rhinitis alergi telah dikategorikan sebagai musiman (terjadi selama musim tertentu) atau perennial (terjadi sepanjang tahun). Namun, tidak semua pasien masuk ke dalam skema klasifikasi ini. Sebagai contoh, beberapa pemicu alergi, seperti serbuk sari, mungkin musiman di daerah beriklim dingin, tapi abadi di iklim hangat, dan pasien dengan beberapa "musiman" alergi mungkin memiliki gejala hampir sepanjang tahun. Oleh karena itu, rhinitis alergi kini diklasifikasikan menurut durasi gejala (intermiten atau terus-menerus) dan tingkat keparahan (ringan, sedang atau berat). Rhinitis dianggap intermiten ketika total durasi episode peradangan kurang dari 6 minggu, dan terus-menerus bila gejala terus berlanjut sepanjang tahun. Gejala diklasifikasikan sebagai ringan ketika pasien biasanya dapat tidur normal dan melakukan aktivitas normal (termasuk kerja atau sekolah); gejala ringan biasanya berselang. Gejala dikategorikan sebagai moderate atau parah jika mereka secara signifikan mempengaruhi tidur dan aktivitas sehari-hari dan / atau jika mereka dianggap mengganggu. Hal ini penting untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan dan durasi gejala karena hal ini akan memandu pendekatan pengelolaan untuk setiap pasien.

Berdasarkan sifatnya, dapat dibedakan menjadi :

a. Rhinitis akut (coryza, common cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi :

1. Rhinitis alergi

Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.

Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:a. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)

18

Page 19: Skenario 1

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

b. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)Disebabkan bukan karena musim tertentu (serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat.

c. Rhinitis Non AlergiRhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:a. Rhinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.

b. Rhinitis medikamentosaRhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.

c. Rhinitis atrofiRhinitis atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rhinitis alergika dibagi menjadi:

Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. Rhinitis alergika ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas

harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal lain-lain yang mengganggu. Rhinitis alergika sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan

tersebut di atas.

LO 3.5 Patofisiologi Rhinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase AllergicReaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang

berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera

dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari

19

Page 20: Skenario 1

bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan

dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-

4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat

berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa

pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil,

neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang

menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang

berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.

Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan

sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2

menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh

reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di

permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses

ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah

tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen

spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat

terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah,

sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual.

Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi

namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik

(protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik.

20

Page 21: Skenario 1

Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi

alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein

tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa

hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung,

protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan

lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin,

triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain,

termasuk leukotrien dan prostaglandin D2.

Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala

rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis,

pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang,

menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi

plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris

terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam

hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.

Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks,

menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil,

limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-

gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan

gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase

lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi

21

Page 22: Skenario 1

kelenjar dan kontraksi otot polos. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh kita, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar, yaitu :

a) Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, termasuk reaksi non spesifik. b) Respon Sekunder, reaksi yang terjadi secara spesifik, yang membangkitkan sistem

humoral saja, sistem selular saja atau bisa membangkitkan kedua sistem tersebut secara bersamaan. Jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, tetapi jika antigen masih ada karena defek dari ketiga mekanisme sistem tersebut maka berlanjut ke respon tersier.

c) Respon Tertier, reaksi immunologik yang tidak meguntungkan

LO 3.6 Manifestasi Klinis Rhinitis Alergi

Gejala khas dari rhinitis alergi adalah serangan bersin berulang. Bersin dianggap patologik bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamine. Gejala lain ialah keluar ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang disertai lakrimasi. Tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring, atau laring.

Tanda hidung termasuk garis hitam melintang pada punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak disertai dengan secret mukoid dan cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjugtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hyperplasia submucosa jaringan limfoid. Tanda laryngeal termasuk suara serak dan edema pita suara. Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan, dan sulit tidur.

LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Rhinitis Alergi

Diagnosis

1. Anamnesis Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi factor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rhinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rhinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.

22

Page 23: Skenario 1

2. Pemeriksaan FisikPada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.

3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel / lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit allergen penyebab dapat dicari secara invivo.

Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan teskulit intradermal. Tes epidermal berupa teskulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui allergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan allergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

Diagnosis Banding

a. Rhinitis Vasomotor :suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.

b. Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topical dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

c. Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.

d. Rhinitis Hipertrofi : hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.

e. Rhinitis Atrofi: infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca.

23

Page 24: Skenario 1

LO 3.8 Penatalaksanaan Rhinitis Alergi

Langkah pertama dalam menangani pasien dengan rinitis alergi adalah dengan memodififikasi gaya hidup pasien. Pasien harus didorong untuk menghindari alergen bila memungkinkan. Hal ini mungkin sulit, terutama untuk pasien yang biasanya terus menerus terpapar dengan alergen. Pada pasien rinitis alergi, beberapa penyesuain lingkungan harus dilakukan. Sebagai contoh, pasien yang sensitif terhadap tungau debu harus menggunakan penutup kedap untuk bantal dan kasur, mencuci seprai di tempat yang panas (lebih tinggi dari 130º F) dan meminimalkan penggunaan karpet (gunakan lantai ubin atau kayu). Satu-satunya cara efektif untuk menghilangkan bulu hewan adalah dengan tidak memelihara hewan peliharaan di rumah. Alergen seperti serbuk sari tumbuhan dan jamur tidak dapat dihindari sepenuhnya untuk itu pasien harus menjaga jendela dan pintu tertutup dan menggunakan air conditioner. Gejala akan semakin memburuk dengan meningkatnya paparan alergen, maka pasien harus menimalkan waktu di luar rumah, terutama selama masa jumlah serbuk sari tinggi (11 siang hingga 3 sore). Meskipun lingkungan telah dimodifikasi, pasien dengan gejala yang signifikan baik rhinistis alergi tahunan dan musiman harus melakukan terapi (Burns et al., 2008).

Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik.

Antihistamin 1

Farmakodinamik :

Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

Farmakokinetik :

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

Penggolongan AH1

AH generasi 1

Contoh : etanolamin, Etilenedamin, Piperazin, Alkilamin, Derivat fenotiazin

Keterangan H1 : sedasi ringan-berat, antimietik dan komposisi obat flu, antimotion sickness

24

Page 25: Skenario 1

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit:- Alergi- Mabuk perjalanan- Anastesi local- Untuk asma berbagai profilaksis

Efek samping :

Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 – lini pertama

- Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

- Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta.

- Kolinergik- Sedatif : - Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin- Topikal : Azelastin

Antagonis Reseptor H2 (AH2)

Contoh : simetidin dan ranitidine Farmakodinamik :

Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi asam lambung dihambat.

Farmakokinetik : 1. Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian intravena

atau intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan segera setelah makan.

2. Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati.

Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. Efek samping : pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual.

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.

- Golongan simpatomimetik beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki pernafasan.

- Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan absorpsisistemik.

25

Page 26: Skenario 1

- Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan rinitis medikamentosa,di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer, oleh sebab itu dibatasi penggunaannya.

Dekongestan Oral

1. Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.

Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis.

Dewasa : 60 mg/4-6 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam

Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. Fenilpropanolamin

Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.

Dosis.

Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam

Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

26

Page 27: Skenario 1

3. Fenilefrin

Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

Dekongestan Topikal

Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).

Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibat koma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil

Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang menyebabkan iritasi lokal tidak menimbulkan efek samping rhinitis medikamentosa.

Contoh : fenilefrin, fenilpropanilamin (IT sempit; resiko hipertensi), pseudo – efedrin.

Obat dekongestan topikal dan durasi aksinya

Aksi pendek Sampai 4 jam : Fenilefrin HCl Aksi sedang 4 – 6 jam : Nafazolin HCl,Tetrahidrozolin HCl Aksi panjang Sampai 12 jam : Oksimetazolin HCl , Xylometazolin HCl

Operatif

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat .

Imunoterapi- Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi

membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.

- Bersifat kausatif.- Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen

yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat.- Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai

pasien tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.- Caranya : Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000 sampai 1:1000.000.000 b/v)

diberikan 1 – 2 Kali seminggu.Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis

27

Page 28: Skenario 1

yang dapat ditoleransi. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu,tergantung pada respon klinik.

- Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.

- Parameter Efektifitas ditunjukkan dengan :o berkurangnya produksi IgEo meningkatnya produksi IgGo perubahan pada limfosit To berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasio berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.

- Namun, imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama, membutuhkan komitmen yang besar dari pasien.

LO 3.9 Komplikasi Rhinitis Alergi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

LO 3.10 Prognosis Rhinitis Alergi

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Manfaat Wudhu bagi Kesehatan

Islam memerintahkan umatnya untuk berwudhu sebelum shalat,pada saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya (intinsyar) sebanyak tiga kali guna menjaga kebersihan dan kesehatan hidung.

28

Page 29: Skenario 1

Surat Al-Ma’idah ayat 45:

“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-taurat) bahwasannya jiwa dibalas dengan jiwa,mata dengan mata,hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka pun ada qisasnya”

Berdasarkan ayat di atas, bahwasannya kita sebagai hamba Allah untuk menjaga tubuh kita, salah satunya dengan menjaga kebersihan hidung.

Dr. Musthofa Syahatah, Dekan Fakultas THT Universitas Alexandria mengatakan bahwa berwudhu dapat melindungi seseorang dari kuman penyakit. Penelitian membuktikan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu. Para ilmuwan membuktikan bahwa wudhu dapat mencegah lebih dari 17 penyakit seperti influenza, batuk rejan, radang amandel, penyakit- penyakit telinga, penyakit-penyakit kulit.

Dalam berwudhu ada istilahi istinsyaq dan istintsar.Istinsyaq adalah menghirup air ke dalam hidung sedangkani sti ntsar adalah mengeluarkan air nafasnya.Rasulullah sangat menyempuranakan kedaua perbuatan tersebut.

Dr. Mustofa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman di dalam hidung akan berkurang setengahnya setelah istinsyaq pertama lalu berkurang menjadi seperempatnya setelahi sti nsyaq kedua dan menjadi sangat sedikit setelah istinsyaq ketiga. Penelitian menyebutkan, hidung manusia setelah bersih dari kuman setelahistinsyaq akan tetap bersih selama 5 jam sebelum akhirnya tercemar lagi. Oleh karena itu manusia perlu membersihkannya lagi dengan cara wudhu yang disertai istinsyaq.

Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, ratakanlah air di antara jari-jemari, bersungguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa” (HR Bukhari dan Muslim).

1. Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat

29

Page 30: Skenario 1

wjaah dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para pakar pendidikan olahraga.

2. Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri.

3. Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.

4. Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan.

30

Page 31: Skenario 1

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sherwood, Lauralee (2011). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC

http://allergycliniconline.com/2012/03/22/rinitis-alergi-dan-penanganannya/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21820/4/Chapter%20II.pdf

http://quran.com/5

31