skenario 1

Upload: widya

Post on 10-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

PILEK PAGI HARISeorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksa ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

I. Kata Sulit1. AsmaPenyakit saluran nafas yang ditandai dengan adanya penyempitan jalan nafas.2. IngusSekret mukosa hidung yang berada di mukosa dan menghasilkan lendir.

II. Brainstorming1. Apa saja faktor lain penyebab bersin-bersin dan asma?Jawab: obat-obatan, makanan, udara dingin, serbuk tumbuhan, bulu, tungau.2. Apakah bersin hanya terjadi di pagi hari?Jawab: tidak selalu, karena bersin dapat dipengaruhi banyak faktor dan tergantung dari imunitas setiap individu yang berbeda.3. Mengapa bersinnya terjadi di pagi hari?Jawab: karena suhu di pagi lebih rendah daripada suhu tubuh sehingga menyebabkan kelembapan di hidung meningkat.4. Mengapa terjadi gatal di mata dan hidung?Jawab: gatal di mata dan hidung merupakan manifestasi karena terjadi pengeluaran histamin, sitokin yang dihasilkan berlebihan oleh sel mast (hipersensitivitas).5. Apakah ada hubungan antara penyakit pasien dengan asma yang diderita ayahnya?Jawab: iya, karena hipersensitivitas yang tinggi pada anaknya menyebabkan predisposisi pada anaknya.6. Mengapa sekret(ingus) yang keluar encer?Jawab: karena pengaruh dari histamin yang menyebabkan kelenjar mukosa menjadi hipersensitiv sehingga terjadi vasodilatasi dan menyebabkan sekret encer.7. Mengapa bersin-bersin hanya timbul saat udara berdebu saja?Jawab: tidak, bersin-bersin dapat timbul karena faktor lain.8. Apakah ada hubungan pilek dengan berwudhu?Jawab: tidak ada9. Bagaimana penatalaksanaan pada diagnosa di atas:Jawab: hindari faktor-faktor yang menyebabkan alergi, anti histamin, dan menjaga kebersihan lingkungan.10. Bagaimana penolongan pertama pada pasien?Jawab: inhalasi, oxycan11. Apakah diagnosis dari pasien?Jawab: rhinitis dan atau sinusitis.

III. Hipotesis

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan LO 1.1 Makroskopik

a. Nasal (Hidung), merupakan organ pertama yang berfungsi dalam saluran nafas, terdiri dari : 2 buah nares anterior = apertura nasalis anterior (lubang hidung) Vestibulum nasi tempat muara nares anterior pada mukosa hidung terdapat silia yang kasar yang ebrfungsi sebagai saringan udara Cavum nasi bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan, mulai dari nares anterior sampai choana dilanjutkan ke nasopharynx Septum nasi Sekat antara kedua rongga hidung, dibentuk oleh tulang-tulang Cartilago septi nasi Os vomer Lamina parpendicularis ethmoidalis Concha nasalis Concha nasalis superior Concha nasalis media Concha nasalis inferior Meatus Saluran keluar cairan melalui hidung Meatus nasalis superior (antara concha nasalis superior dan media) Meatus nasalis media (antara concha media dan inferior) Meatus nasalis inferior (antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla) Sinus paranasalis Sinus sphenoidalis, mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior Sinus frontalis, ke meatus media Sinus maxillaris, ke meatus media Sinus ethmoidalis, ke meatus superior dan media

Bila terdapat infeksi pada sinus dinamakan dengan Sinusitis.Yang sering terjadi pada komplikasi penderita infeksi rongga hidung dans sakit gigi (rhinitis kronis) yaitu Sinus Maxillaris.

Persarafan hidungPersarafan sensorik dan sekremotorik hidung: bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang Nervus Opthalmicus (V.1). Bagian lainnya, termasuk mukosa hidung dipersarafi oleh ganglion pterygopalatinum. Nervus olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis. Sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mucusa hidung septum dan conchae nasalis. Serabut-serabut nervus olfactorius bukan untuk mensarafi hidung, tapi hanya untuk fungsional penciuman.Proses penciuman dimulai dari: gyrus frontalis (pusat penciuman) menembus lamina cribrosa ethmoidalis tractus olfactorius bulbus olfactorius serabut n.olfactorius pd mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung/pendarahan hidungBerasal dari cabang-cabang A.opthalmica dan A.maxillaris interna1. Arteria ethmoidalis anterior dengan cabang-cabang nya sbb: a.nasalis externa dan lateralis, a.septalis anterior1. Arteria ethmoidalis posterior dgn cabang-cabang nya: a.nasalis posterior, lateralis dan septal, a.palatinus majus1. Arteria sphenopalatinum cabang a.maxillaris interna.

Ketiga pembuluh darah di atas pada mukusa hidung membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang disebut plexus kisselbach.Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi, sehingga sering menjadi sumber epistaxis (pendarahan hidung, terutama pada anak-anak).

b. Faring

Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang sphenoid dan dasar tulang oksiput disebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan sumbuu badan, dan vertebra servikalis lain, nasofaring membuka kearah depan melauli koana posterior. Dibagian superior, adenoid terletak pada mukos atap nasofaring. Dibagian lateral, muara tuba eustakius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut Fossa Rosenmuller. Kedua struktur ini berada diatas batas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatine, merupakan otot yang menengangkan palatum dan membuka tuba eustaki, masuk ke faring melalui fossa rosenmuller. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar amulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatni dipersyarafi oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic.Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis craniadan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagiandepan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tubaeusthacius membuka ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi.Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfepadadinding posteriosuperior nasofaring.Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan, makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan), merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.

c. Laring

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoids. Rangka laring terbentuk oleh:1. Berbentuk tulang ialah os hyoid (1 buah) didaerah batas atas leher dengan batas bawah dagu2. Berbentuk tulang rawan: tiroid (1buah), arytenoid (2 buah), epiglotis (1 buah) Cavum laryngis bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas Aditus laryngis Os hyoid Terbentuk dari ajringan tulang, seperti besi telapak kuda Mempunyai 2 cornu; majus dan minus Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago tiroid Cartilago thyroid Terdapat prominens laryngis atau adams apple atau jakun Jaringan ikatnya ialah membrana thyroid Mempunya cornu superior dan inferior Perdarahan dari a.thyroidea superior dan inferior Cartilago arytenoid Bentuk seperti penguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme Kedua arytenoid dihubungkan oleh m,arytenoideus transversus Epiglotis Tulang rawan berbentuk sendok Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tapi pada saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis agar makanan tidak masuk ke laring Cartilago cricoid` Batas bawah cartilago thyroid Batas bawah cincin pertama trachea

Otot-otot ekstrinsik laring:1. M. cricothyroideus2. M. thyroepigloticus

Otot-otot intrinsik laring:1. M.cricoarytenoideus posterior2. M.cricoarytenoideus lateralis3. M.arytenoideus tranversus dan oblique4. M.vocalis5. M.aryepiglotica6. M.thyroarytenoideus

Dalam cavum laryngis terdapat :1. Plica vocalis = pita suara asli1. Plica ventricularis = pita suara palsuPlica vocalis adalah pita suara yang terbentuk dari lipatan mucusa lig.vocale dan lig.ventricularis. Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan disebut dengan rima glotis, sedangkan antara kedua plica ventriculi disebut rima ventriculi Pada rima glotis terdapat m.vocalis, m.cricoarytenoideus posterior dan disamping nya m.thyroarytenoideus.Rima glotis terbuka disebut abduksi plica vocalis, sedangkan rima glotis menutup yang menyebabkan udara tidak bisa masuk disebut adduksi plica vocalis yang terjadi bila m.cricoarytenoideus posterior relaksasi.

LO 1.2 MikroskopikMikroskopik saluran pernafasan atas Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

HIDUNG

Bagian dalam hidung dilapisi 4 epitel. Pada bagian luar hidung akan ditutupi oleh kulit dengan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk banyak terdapat kelenjar sebasea yang akan meluas hingga bagian depan dari vestibulum nasi. Rambut kaku dan besar menonjol ke luar berfungsi sebagai penyaring. Beberapa mililiter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng menjadi epitel kuboid tanpa cilia lalu menjadi epitel bertingkat kolumna (torak) bercilia. Epitel hidung terdiri dari sel-sel kolumnar bercilia, sel goblet dan sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Selain mukus, epitel juga mensekresi cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mukus dan permukaan epitel. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal mengandung kelenjar submukosa terdiri dari sel-sel mukosa dan serosa. Di lamina propria juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid.

Di atas konka nasalis superior serta di bagian sekat hidung di dekatnya terdapat daerah berwarna coklat kekuningan berbeda dengan daerah respirasi lain yang berwarna merah jambu mengandung reseptor penghidu yaitu daerah olfaktoria atau mukosa olfaktoria.

Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi Fungsi chonca: Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa

Epitel olfaktoria bertingkat silindris tanpa sel goblet, lamina basal tidak jelas. Epitel disusun tiga jenis sel: a. Sel penyokong, atau disebut juga sel sustenakular. Berbentuk silindris, tinggi ramping dan realtif lebar di bagian puncaknya dan menyempit di bagian dasarnya. Inti sel lonjong di tengah dan terletak lebih superficial dibandingkan inti sel sensorik. Di apical terlihat terminal web yang tersusun dari bahan berbentuk filament yang berhubungan dengan junctional complex di antara sel penyokong dan sel sensoris yang berdekatan. b. Sel basal, berbentuk kerucut, kecil, inti lonjong, gelap dan tonjolan sitoplasma bercabang. c. Sel olfaktorius, atau sel olfaktoria. Tersebar di antara sel-sel penyokong dan modifikasi sel bipolar dengan sebuah badan sel, sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan dan akson yang masuk lebih dalam ke lamina propria. Inti sel bulat, lebih ke basal dari inti sel penyokong. Dendrit-dendrit di bagian apical langsing dan berjalan ke permukaan di antara sel-sel penyokong dan akan berakhir sebagai bangunan mirip bola kecil disebut vesikula olfaktoria. Masing-masing vesikula keluar enam sampai sepuluh helai rambut atau silia yang disebut silia olfaktoria. Silia-silia ini berfungsi sebagai unsur penerima rangsang yang sebenarnya.

Di lamina propria, serabut saraf olfaktoria yang berjalan ke atas melalui saluran halus dari lamina kribrosa tulang etmoid masuk ke bulbus olfaktorius di otak. Dalam lamina propria juga terdapat kelenjar serosa tubuloasinosa bercabang (kelenjar bowman) yang mengeluarkan sekret berupa cairan yang dikeluarkan ke permukaan melalui saluran sempit. Secret kelenjar bowman membasahi permukaan epitel olfaktoris dan berperan melarutkan bahan-bahan berbau. Kelenjar ini berfungsi memperbarui lapisan cairan di permukaan yang mencegah pengulangan rangsangan rambut-rambut olfaktoria oleh satu bau tunggal. Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus.

Sinus Paranasalis Ruangan dalam tulang : os frontal, os maxilla, os ethmoid, os sphenoid Dilapisi epitel bertingkat torak dengan sedikit sel goblet Lamina propria tipis, melekat erat pada periostium Lendir yang dihasilkan dialirkan ke cavum nasi oleh silia.

FARING Faring terbagi menjadi tiga, yaitu : a. Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet). b. Orofaring, belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) c. Laringofaring, belakang laring (epitel bervariasi)

Epitel yang membatasi nasofaring bisa merupakan epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet atau epitel berlapis gepeng. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa. Tapi dapat juga terdapat kelenjar serosa dan kelenjar campur.

LARING Laring adalah saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring berfungsi untuk bagian system konduksi pernapasan juga pita suara. Pita suara sejati dan pita suara palsu masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (aryepiglotica). Di antara pita suara palsu dan pita suara sejati terdapat sinus dan kantung laring. Lipatan aryepiglotica dan pita suara mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laring juga mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Pada pita suara, lamina propria di bawah epitel berlapis gepeng padat dan terikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis di bawahnya. Dalam laring tidak ada submukosa tapi lamina propria dari membrane mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin.

Epiglottis Menjulur keluar dari tepian larynx lalu meluas ke dalam faryng Memiliki permukaan lingual dan laryngeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi PernafasanMekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, sudah ada sejak bayi lahir. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain.

MEKANISME BATUK Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase: Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2 Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg. Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru.

MEKANISME BERSIN Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

Mekanisme Respirasi pada Manusia Pernapasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi yang keluar dari tubuh. Proses penghirupan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Zona Konduksi Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok. Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu : 1. Menarik napas (inspirasi) Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. 2. Menghembus napas (ekspirasi) Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

FUNGSI RESPIRASI BAGI MANUSIA 1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) 3. Melembabkan udara.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu : 1. Ventilasi Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Ventilasi dipengaruhi oleh : 1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi 4. Perbedaan tekanan parsial 5. Transportasi

3. Transportasi Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah 4. Regulasi Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi. Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh: 1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi. 2. Zat-zat kimiawi: dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis. 3. Gerakan: perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor. 4. Refleks Heuring Breur: menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal. 5. Faktor lain: tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran napas.

VOLUME STATIS PARU-PARU Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml. Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml. Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidak normal. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidak normal.

PENGENDALIAN PERNAPASAN (KONTROL NEUROKIMIA) 1. Pengendalian oleh saraf Pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke blok pernapasan,melalui radik saraf servikalis diantarkan kediafragma oleh saraf premikus. 2. Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum sangat peka, metabolisme dan bahan kimia yang asam merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi LO 3.1 DefinisiRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet).Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO 3.2 EtiologiKarena adanya paparan dari alergen tertentu. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dan bulu binatang serta jamur.2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan/tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit/jaringan mukosa, misalnya bahan komestik, perhiasan.Penyebab terbanyak adalah virus. Beberapa penyakit dapat disebabkan oleh bakteri baik infeksi primer maupun super infeksi.Berikut penyebab dari ISPA atas yang paling sering dijumpai di klinik.UsiaTonsilo Rhinofaringitis (common cold)Tonsilo Rhinofaringitis (influenza)Tonsilo Faringitis (Strep Throat)

4 tahunRhinovirusCoronavirusEnterovirusAdenovirusInfluenza virus (Tipe A, B, dan C)Group A Streptococcus

LO 3.3 KlasifikasiA. Rhinitis Allergi Berdasarkan waktu paparannya: a. Rhinitis seasonal : alergi karena musiman, seperti serbuk sari bunga yang bersifat eksternal/ luar rumah b. Rhinitis parrenial: tanpa tergantung musim. Co: alergi debu, kutu rumah, bulu binatang, jamur, yang biasanya ditemukan di dalam rumah. Berdasarkan sifat berlangsungnya: a. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 14 hari/ minggu atau kurang dari 4 minggu. b. Presisten / menetap : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu. Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit: a. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian. b. Sedang berat : bila terrdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut.

B. Rhinitis Non-Allergi Rhinitis non-alergi dikaraktensasi oleh gejala periodik atau parrenial yang bukan merupakan hasil dari kejadian IgE dependent. Tipe-tipe rhinitis non alergi : a. Rhinitis vasomotor Akibat tergangguanya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis jadi lebih dominan kemudian terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembabab udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dll.

b. Rhinitis infeksiosa Terjadi karena infeksi saluran pernapasan bagian atas, baik bakteri maupun virus. Ciri khasnya biasanya hidung bernanah, nyeri, dan tekanan pada wajah, penurunan indera penciuman dan batuk.

c. Rhinitis okupational Rhinitis yang berhubungan dengan pekerjaan, biasanya terjadi karena menghirup bahan-bahan iritan (debu kayu, bahan kimia) kemudian sering mengalami asma

d. Rhinitis Medikamentosa Suatu kelainan hidung,gangguan respon normal vasomotor akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (lama& berlebihan),sumbatan hidung yang menetap.

LO 3.4 PatofisiologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Patofisiologi Alergi (Rinitis, Eczema, Asma) Paparan Alergen Pertama Dan Selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000)Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasimenjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk kejaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua selini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). Pada RAFC, Sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi seleosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai di sini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain factor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan sub mukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hyperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:a. Respon primerTerjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.b. Respon sekunderReaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier. c. RespontersierReaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.Gelldan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rhinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

LO 3.5 Manifestasi klinisGejala yang timbul ada rhinitis alergi, antara lain :a) Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar,2004).b) Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidungdan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). c) Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah. Punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak disertai dengan sekret mukoid atau cair.Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitamdibawah mata (allergic shiner).Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suaraGejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.LO 3.6 Diagnosis dan diagnosis bandingDiagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan: a. Anamnesis Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rhinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak. b. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media. c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT). Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa:1. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi bisa normal atau meningkat.Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test).Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Jika basofil >5 sel/lap mungkin karena alergi makanan. Jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.2. In vivoAlergen penyebab bisa dicari dengan pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Keuntungan SET adalah selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Pada alergi makanan, uji kulit yang akhir ini banyak digunakan adalah intracutaneus provocative dilutional food test (IPDFT), tapi sebagai baku emas bisa dilakukan diet eleminasi dan Challenge test.Alergen ingestan akan lenyap dalam 5 hari secara tuntas. Pada challenge test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis menu makanan dihilangkan, gejala juga menghilang.

Diagnosis banding dari rhinitis alergika yang harus diperhatikan, adalah : a. Rhinitis Vasomotor: suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanyainfeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal danpajanan obat.b. Rhinitis Medikamentosa: suatu kelainan hidung berupa gangguan responnormal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topicaldalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidungyang menetap.c. Rhinitis Simpleks: penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalahrhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidakadanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.d. Rhinitis Hipertrofi:Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yangdisebabkan olehbakteri primer atausekunder.e. Rhinitis Atrofi: Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresifpada mukosa dan tulang chonca.

LO 3.7 PenatalaksanaanTerapi 1. Pengobatan yang paling baik adalah menghindari alergen. 2. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan atau dibuang. 3. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen. 4. Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin 5. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada. 6. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret yang kental 7. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk. Farmakologia. Antihistamin Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H1 yang bekerja inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target. Merupakan lini pertama yang sering dipakai pada rhinitos alergi. Antihistamin terbagi menjadi 2 : generasi 1 dan generasi 2. Generasi 1 bersifat lipofilik sehingga bisa menembus sawar darah ota dan plasenta. Contohnya adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, yang bisa diberikan secara topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sulit memembus sawar darah otak. Tidak punya efek kolinergik seperti pada generasi 1, non sedati dan antiadrenergik. Antihistamin secara oral diabsorpsi cepat untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal tapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat. Antihistamin non sedatif terbagi menjadi 2 menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin. Dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan kematian mendadak. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, levosetirisin.

Farmakodinamik AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas/keadaan yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin, dapat di hambat dengan efektif oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin

Farmakokinetik Setelah pemberian oral atau parental, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya maksimal timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama Biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Indikasi AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Penyakit alergi. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi alergen-antibodi terjadi. AH1 dapat juga menghilangkan bersin,rinore, dan gatal pada mata,hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. Mabuk perjalan dan keadaan lain. AH1 efektif untuk dua pertiga kasus vertigo,mual dan muntah. AH1 efektif sebagai antimuntah, pascabedah, mual dan muntah waktu hamil dan setelah radiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit Meniere dan gangguan Vestibular lain.

Efek samping Efek yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan pasien yang di rawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomia, dan tremor. Efek samping yang paling sering juga di temukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi, atau diare; efek ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan.

b. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Pemakaian secara topikal hanya boleh beberapa hari karena bisa menyebabkan rhinistis medikamentosa.

C. DekongestanDekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut.Obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini merangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :1. Perangsangan organ perifer: otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal: vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada konka.2. Penghambatan organ perifer: otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.3. Perangsangan jantung: peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat: perangsangan pernapasan dan aktivitas psikomotor.5. Efek metabolik: peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.6. Efe endokrin: modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.7. Efek prasipnatik: peningkatan pelepasan neurotransmiter. Obat Dekongestan Oral1. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra.Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat.Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular: tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung.Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral: insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif. Dosis.Dewasa: 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun: 15 mg/4-6 jam2. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan. Dosis.Dewasa : 25 mg/4 jamAnak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam3. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta.Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus.Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah. Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).Dalam bentuk spray atau inhalan.Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi.Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

d. Kortikosteroid Kortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat. Penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung yang berat. Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering mengganggu penderita RA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral diberikan dalam jangka pendek 7-14 hari dengan tapering off, tergantung dari respon pengobatan. Kortikosteroid meskipun mempunyai khasiat antiinflamasi yang tinggi, namun juga mempunyai efek sistemik yang tidak menguntungkan. Pemakaian intranasal akan memaksimalkan efek topikal pada mukosa hidung dan mengurangi efek sistematik. Beberapa kortikosteroid intranasal yang banyak digunakan adalah beklometason, flutikason, mometason, dan triamisolon. Keempat obat tersebut mempunyai efektifitas dan keamanan yang tidak berbeda. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.

Mekanisme kerja Bekerja mempengaruhi kecepatan sintesis protein, molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif, mensintesis protein yg sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel limfoid, mempengaruhi metabolisme karbohidrat,protein,dan lemak,dan sebagai antiinflamasi kuat. Pemberian glucocorticoid (eg, prednisone, dexamethasone) menghambat produksi mediator inflamasi, termasuk PAF, leukotrien, prostaglandin, histamin, dan bradikinin Toksisitas berat dpt tjd pd penggunaan glukokortikoid dosis tinggi, jangka panjang Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi.

e. Antagonis Leukotrien Leukotrien adalah asam lemak tak jenuh yang mengandung karbon yang dilepaskan selama proses inflamasi. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan merupakan bagian dari grup asam lemak yang disebut eikosanoid. Senyawa ini diturunkan melalui aktivasi berbagi tipe sel oleh lipooksigenasi asam arakhidonat yang dibebaskan oleh fosfolipase A2 di membran perinuklear yang memisahkan nukleus dari sitoplasma. Asam arakhidonat sendiri merupakan substrat dari siklooksigenase yang aktivitasnya menghasilkan prostglandin dan tromboksan. Ada dua macam antileukotrien yakni inhibitor sintesis leukotrien dan antagonis reseptor leukotrien. Yang terbaru dapat satu inhibitor sintesis leukotrien dan tiga antagonis reseptor leukotrien, yakni CysLT1 dan CYsLT2. Yang pertama merupakan reseptor yang sensitif terhadap antagonis leukotrien yang dipakai pada pengobatan RA. Pada dasarnya antileukotrien bertujuan untuk menghambat kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi yakni dengan cara memblokade reseptor leukotrien atau menghambat sintesis leukotrien. Dengan demikian diharapkan gejala akibat proses inflamasi pada RA maupun asma dapat ditekan. Tiga obat antileukotrien yang pernah dilaporkan penggunaannya yakni dua nataginis reseptor (zafirlukast dan montelukast), serta satu inhibitor lipooksigenase (zileuton). Laporan hasil penggunaan obat tersebut pada RA belum secara luas dipublikasikan sehingga efektifitasnya belum banyak diketahui.

Tidakan operatif Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

Imunoterapi Tujuan : penurunan IgE dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan adalah intradermal dan sublingual. Imunoterapi spesifik Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20 g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan.Indikasi imunoterapi spesifik subkutan: Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi: Imunoterapi spesifik oral dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar daripada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan. Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutan.

Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.

Imunoterapi non-spesifik Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama- sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory. LO 3.8 Komplikasi0. Polip hidungAlergi hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.2. asma, sinusitis paranasal, otitis media efusif yang sering residif terutama pada anak-anak. Sinusitis kronis (tersering) 3. Poliposis nasal 4. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin) 5. Asma Bronkhial 6. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah 7. Hipertyopi tonsil dan adenoid 8. Gangguan kognitif

LO 3.9 PencegahanPada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: a. Pencegahan primer Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan. b. Pencegahan sekunder Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit. c. Pencegahan tersier Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan. LO 3.10 Prognosisa. Kebanyakan pasien dapat hidup normal dengan gejala.b. Hanya pasien yang menerima imunoterapi spesifik-alergen sembuh dari penyakit, namun banyak pasien melakukannya dengan sangat baik dengan perawatan gejala intermiten. Gejala rhinitis alergi bisa kambuh 2-3 tahun setelah penghentian imunoterapi alergen.c. Sebagian kecil pasien mengalami perbaikan selama masa remaja, tapi di sebagian besar, gejala muncul kembali di awal dua puluhan atau lebih. Gejala mulai berkurang ketika pasien mencapai dasawarsa kelima kehidupan.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Menurut Pandangan IslamAl-Maidah: 45 Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (attaurat) bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengfan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka pun ada qisasnya.Penyebutan beberapa anggota tubuh yang penting di atas dan penyamaannya dengan jiwa itu sendiri menunjukkan adanya kesamaan kepentingan dan fungsi yang esensial bagi seseorang, sehingga jika terjadi kekerasan atau penganiayaan terhadap salah satu anggota tubuh tersebut diharuskan untuk memberlakukan hukum qisas (selain jiwa).Kesehatan rohani mempengaruhi kesehatan jasmani. Islam memberikan jawaban bagi kehausan jiwa manusia terhadap ketenangan batin yaitu mengukuhkan iman dan taqwa dengan mendekatkan diri kepada. Jika iman dan taqwa kita kukuh maka menjalankan perintah Allah akan terasa sangat mudah, kita akan semakin dekat kepada Allah dan kita akan dianugrahi rohani yang kuat dan jasmani yang sehat.Karena itu mengamalkan iman dan taqwa kita merupakan solusi pemeliharaan kesehatan yang paling jitu. Adapun pengamalan itu dapat kita lakukan dengan :a. Menjaga kebersihan,1.Tubuh: Islam memerintahkan mandi bagi umatnya karena 23 alasan dimana 7 alasan merupakan mandi wajib dan 16 alasan lainnya bersifat sunah.2.Tangan: Nabi Muhammad SAW bersabda: Cucilah kedua tanganmu sebelum dan sesudah makan ", dan " Cucilah kedua tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu dimana tangannya berada di saat tidur."3.Islam memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian yang bersih dan rapi.4.Makanan dan minuman: Lindungilah makanan dari debu dan serangga, Rasulullah SAW sersabda: "Tutuplah bejana air dan tempat minummu "5.Rumah: "Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu" sebagaimana dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan keamanan jalan: "Menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah."6.Perlindungan sumber air, misalnya sumur, sungai dan pantai. Rasulullah melarang umatnya buang kotoran di tempat-tempat sembarangan.

Daftar PustakaBaratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai penerbit FKUI Becker,Jack M. 2009. Pediatric Allergic Rhinitis: Follow-up. http://emedicine.medscape.com/article/889259-followupBerpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta : Gramedia Pustaka UtamaEl-Bantanie, Muhammad Syafiie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008Hardjodisastro, Daldiyono (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGChttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf (Accessed February 2015)Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGCLeeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGCSeopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGCSofwan, Achmad (2015). Aparatus Respiratorius/systema respiratorium/sistem pernafasan. Jakarta : Balai Penerbit FKUY

33