skenario 1
DESCRIPTION
Skenario 1TRANSCRIPT
1
Osteoarthritis
Donald Arinanda Manuain
10.2009.191 (C1)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Osteoarthritis adalah suatu jenis penyakit degeneratif yang rentan terjadi pada usia tua.
Penyakit ini merupakan bentuk radang sendi yang paling sering ditemukan. Di Amerika
Serikat penderita osteoarthtritis mencapai 21 juta orang. Penyakit ini cukup menggangu
karena menyebabkan nyeri yang semakin parah seiring dengan perkembangannya. Hal ini
dapat berujung pada disabilitas pasien serta penurunan kualitas hidupnya.
Osteoarthritis adalah jenis penyakit yang dapat ditangani melalui pengobatan, pembedahan
maupun fisioterapi. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang penyakit ini dengan
harapan agar para pembaca dapat menangani kasus osteoarthtritis secara tepat jika
menemukan kasus ini di kemudian hari.
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien yang berusia lanjut yang menderita nyeri
pada sendi-sendi besar seperti vertebrae, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Sendi-
sendi pergelangan dan jari tangan jarang terkena osteoarthritis. Tidak ada dominasi jenis
kelamin dalam osteoarthtritis. Pada umur di bawah 50 tahun didapatkan lebih banyak
pria yang menderita osteoarthritis. Sedangkan pada saat berusia diatas 50 tahun lebih
banyak ditemukan penderita wanita.1
Osteoarthtritis ialah penyakit yang bersifat kronik progresif. Pada tingkat yang lebih
lanjut pasien dapat datang bukan hanya dengan keluhan nyeri, namun bisa juga terdapat
2
pembesaran sendi yang dapat menghambat gerakan sendi bahkan deformitas sendi
tersebut. Pada osteoarthritis daerah genu dapat terlihat kaki yang berbentuk valgus
maupun varus.1
Pasien osteoarthritis juga biasanya mengalami stress pada sendi akibat penekanan berat
badan tubuh yang berlebih. Sehingga pada pasien penyakit ini biasanya didapat obesitas.
Selain itu dapat pula ditanyakan apakah pasien mengalami cedera sebelumnya karena
cedera dapat memperburuk keadaan penyakit.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi look (inspeksi), feel (palpasi) dan
move (menggerakan sendi-sendi). Pemeriksaan osteoarthritis difokuskan pada sendi-
sendi dengan kemungkinan terbesar terkena penyakit ini, yaitu sendi pangkal paha, lutut
serta pergelangan kaki.2
Pada persendian di daerah pangkal paha pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
Inspeksi
Pemeriksaan sendi pangkal paha dapat dimulai ketika pasien memasuki ruang
periksa. Yang perlu diperhatikan ialah fase berdiri dan fase mengayun. Fase berdiri
ialah pada saat kaki mengenai tanah dan menyangga beban tubuh. Sedangkan fase
mengayun ialah fase disaat kaki bergerak ke depan dan tidak menyangga beban
tubuh. Cara berjalannya harus terlihat lancar dengan irama yang berkesinambungan.
Selain itu dapat dilihat pemukaan anterior dan posterior sendi pangkal paha untuk
menemukan bagian yang mengalami atrofi otot maupun memar.2
Gambar 1 : Fase Berjalan Normal
Diunduh dari http://footsolutionsblog.com/tag/walking-cycle/
3
Palpasi
Pada perabaan dapat ditemukan bagian-bagian os coxae seperti SIAS, krista illiaka,
dan tuberkulum illiaka di permukaan anterior sendi. Pada permukaan posterior
ditemukan trokanter mayor dan tuber iskiadikum.
Jika terasa nyeri pada sendi pangkal paha dapat dilakukan palpasi bursa
illiopektineal yang berada pada bidang yang lebih dalam dari ligamentum inguinalis.
Kisaran gerak dan manuver
Gerakan pada sendi pangkal pada meliputi fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan
rotasi. Khusus untuk osteoarthritis biasanya dijumpai keterbatasan pada abduksi.
Selain itu gangguan pada rotasi internal merupakan suatu indikator yang sensitif
terhadap penyakit sendi pangkal paha. Biasanya hal ini juga diikuti dengan
gangguan pada rotasi eksternal.2
Pada sendi lutut dan tungkai bawah juga dapat dilakukan pemeriksaan yang dengan pola
yang sama, yaitu:
Inspeksi
Perhatikan aliran gerak pasien saat berjalan memasuki ruang periksa. Lutut harus
diekstensikan ketika tumit menyentuh tanah dan difleksikan pada siklus berdiri dan
mengayun. Pada penderita osteoarthritis sering terdapat pembengkakan sendi lutut
dan kantong suprapatela sehingga cekungan normal di sekitar patela menghilang.2
Palpasi
Pada posisi duduk palpasi akan lebih mudah dilakukan karena semua patokan tulang
terlihat dengan lebih jelas. Ibu jari dapat digunakan untuk meraba cekungan lunak
yang terletak di kedua sisi patela. Selain itu dapat juga diraba kondilus medialis
femur serta tepi atas plateau medialis tibia.
Pada perabaan juga tanyakan pada pasien apakah ada nyeri tekan. Rasa nyeri dan
krepitasi merupakan indikasi adanya pergesekan antara os tibia dan os femur. Hal ini
dapat terjadi akibat berkurangnya cairan sendi maupun pembentukan spur/osteofit
yang kerapkali dapat ditemukan pada penderita osteoarthritis.1,2
Pada osteoarthritis terjadi efusi banyak di sendi. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi sendi sehingga cairan tersebut dapat menyemprot ke dalam rongga yang
berada di dekat patella. Gelombang cairan dapat dideteksi dengan tes tertentu seperti
tes balon.
4
Kisaran gerak dan manuver
Gerakan sendi lutut yang terutama adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan
eksternal. Pada penderita osteoarthritis biasanya ditemukan pengurangan range of
movemen / ROM. Terutama pada gerakan fleksi-ekstensi. Normalnya pada
pergerakan ini pasien setidaknya dapat mencapai ROM sebesar 120o. Namun sudut
ini dapat menurun pada penderita osteoarthritis. Umumnya pasien akan kesulitan
melakukan fleksi yang dalam seperti pada saat berlutut.2
Pergelangan kaki dan kaki juga merupakan tempat yang sering terjadi perubahan
radiografi akibat terjadinya proses peradagan. Oleh karena itu pemeriksaan di daerah ini
tidak kalah pentingnya.
Inspeksi
Amati apakah ada deformitas, noduli maupun pembengkakan di daerah pergelangan
kaki.
Palpasi
Pemeriksaan dengan menggunakan kedua ibu jari di daerah anterior setiap sendi
pergelangan kaki dengan memperhatikan adanya pembengkakan serta nyeri tekan.
Selain itu dapat dilakukan perabaan pada daerah posterior yaitu pada tendon Achiles
untuk menemukan adanya noduli dan nyeri tekan. Selain itu lakukan pula palpasi
pada artikulasio metatarsofalangeal. Nyeri pada daerah ini lebih mengindikasikan ke
arah penyakit arthritis gout.2
Kisaran gerak dan manuver
Pergerakan pada pergelangan kaki meliputi gerakan fleksi dan ekstensi serta gerakan
inversi dan eversi.
Secara umum pada pemeriksaan osteoarthritis didapatkan nyeri sendi yang dapat disertai
dengan gangguan pergerakan pada sendi yang terkena peradangan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan artosentesis sebagai suatu indikasi untuk
memastikan diagnosis. Namun perlu diperhatikan kontraindikasi yaitu pada sendi yang
tidak stabil. Hal ini biasanya terjadi pada tingkat ostearthritis yang lebih tinggi dimana
terjadi deformitas. Selain itu pada osteoarthritis yang sudah parah juga dapat ditemukan
5
gangguan sendi celah sendi menyempit dan jmlah cairan sendi berkurang. Pengambilan
cairan sendi akan semakin memperburuk keadaan pada kondisi ini.3
Pada artrosentesis dapat dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes
mikrobiologi, tes kimia serta tes imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang dapat
dilihat ialah warna cairan sendi, tes musin, tes viskositas dan melihat bekuan dalam
sendi. Diantara keempat jenis tes tersebut hanya tes warna yang masih bisa digunakan
untuk kasus osteoarthritis. Pada tes warna umumnya didapatkan perubahan warna cairan
sendi dari bening menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya tetap terlihat
seperti keadaan normal.
Gambar 2: Warna Cairan Sendi Pada Penderita Osteoarthritis
Diunduh dari http://images.rheumatology.org/search.php?searchstring=%22synovial%20fluid%22
Selain itu angka normal juga ditunjukan pada pemeriksaan hitung sel darah dan laju
endap darah darah. Pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan C-Reactive Protein, Anti
Nuclear Antibodies serta Rheumatoid Factor juga tidak banyak membantu karena
hasilnya tetap normal. Akan tetapi ketiga pemeriksaan ini bisa digunakan untuk
membedakan osteoarthritis terhadap jenis penyakit sendi yang lain seperti rheumatoid
arthritis.3
C-Reactive Protein ialah suatu protein yang dilepaskan secara cepat pada proses
peradangan akut. Pada 70-80 % penderita rheumatoid arthritis didapatkan peningkatan
kadar CRP. Sedangkan Rheumatoid Factor merupakan antibodi terhadap bagian Fc
(constant region) dari immunoglobulin G yang ditemukan pada 80% penderita
rheumatoid arthritis. Tes Anti Nuclear Antibodies umumnya meningkat pada 70%
penderita Sistemic Lupus Eritomatosus dan pada 20% penderita rheumatoid arthritis.
Sehingga ketiga tes tadi bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan pasien
terkena osteoarthritis bila didapatkan hasil yang positif.3
6
Lantas jenis pemeriksaan apa yang dapat kita gunakan untuk memastikan diagnosis
osteoarthritis? Pemeriksaan radiologi ialah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dan
meyakinkan dalam diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi umumnya
didapatkan penyempitan pada rongga sendi yang disertai dengan sklerosis tepi
persendian. Mungkin pula terdapat deformitas, pembentukan kista juksta artikular serta
pembentukan spur/osteofit. Kadang bisa didapatkan liping pada tepi tulang serta adanya
tulang yang lepas.1,4
Berdasarkan gambaran radiologisnya, dua orang ahli yaitu Kellgren dan Lawrance
menetapkan lima derajat osteoarthritis, yaitu:
Derajat 0 : normal, celah sendi baik, tidak ada osteofit dan kista subkondral.
Derajat 1 : adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan adanya
kemungkinan pembentukan osteofit.
Derajat 2 : adanya osteofit yang disertai dengan kemungkinan penyempitan pada
celah sendi.
Derajat 3 : jumlah osteofit yang lebih dari satu, penyempitan celah sendi,
beberapa gambaran sklerotik pada tulang yang disertai dengan kemungkinan adanya
deformitas tulang.
Derajat 4 : osteofit yang besar, celah sendi yang menyempit, sklerosis dalam
tingkatan yang parah serta didapatkan adanya deformitas pada tulang.
Gambar 3: Osteoarthritis Sendi Lutut Derajat 3
Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/310834-overview
Derajat ini digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit serta penanganan
yang tepat terhadap tingkat penyakit tersebut. Selain pemeriksaan radiologi, dapat pula
7
dilakukan pemeriksaan resonansi magnetik (MRI) serta artoskopi untuk mendukung
diagnosis osteoarthritis.3
Terdapat bermacam-macam marker molekular yang dapat ditemukan pada cairan
sinovial maupun dalam serum pasien OA yang berasal dari komponen ekstraartikular
matriks yang dapat digunakan sebagai penanda biokimia timbulnya penyakit ini.
Contohnya ialah core protein epitopes, keratan sulfate epitopes, cartilage matrix proteins
dan type II colagen C-propeptide. Semua biomarker tadi akan meningkat kadarnya
dalam cairan sendi penderita osteoarthritis.3
D. Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja penderita osteoarthritis dipastikan melalui gambaran klinis dan
radiografis.3 Gambaran klinis yang tampak pada pasien osteoarthritis umumnya ialah
sebagai berikut :
Nyeri sendi
Keluhan ini yang umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali bertemu
dengan dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang nyerinya saat beristirahat. Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa
penjalaran maupun akibat radikulopati misalnya pada osteoarthritis servikal dan
lumbal. OA lumbal dapat menimbulkan stenosis spinal yang berujung pada rasa
nyeri di daerah betis yang disebut sebagai claudicatio intermitten.
Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini umumnya semakin bertambah parah seiring bertambahnya rasa nyeri.
Kaku pagi
Kaku biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu yang
lama maupun setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati 20 menit keadaan kaku
sebelum sendi dapat digerakan lagi.
Krepitasi
Pada keadaan di mana celah sendi telah menyempit dapat terjadi pergesekan antara
tulang yang satu dengan yang lainnya yang menimbulkan bunyi gemertak dan dapat
terdengar pada jarak tertentu.
8
Pembesaran sendi (Deformitas)
Biasanya perbesaran sendi secara progresif dapat terlihat pada sendi lutut dan sendi
tangan.
Perubahan gaya berjalan
Perubahan gaya berjalan yang paling sering terlihat ialah menjadi pincang. Hal ini
akan sangat mengganggu mobilisasi pasien OA.
Adapun gambaran radiologi yang dapat menyokong diagnosis osteoarthritis ialah:
Penyempitan celah sendi yang seringkali bersifat asimetris dan lebih sering terjadi
pada persendian yang berperan untuk menyangga badan.
Peningkatan densitas (gambaran sklerotik) tulang subkondral.
Adanya kista pada tulang akibat efusi cairan sendi.
Osteofit yang tampak pada pinggiran sendi.
Perubahan struktur anatomis sendi.
Namun yang perlu diperhatikan ialah perubahan radiografi ini seringkali tidak terlihat
pada tingkat awal OA.
Selain radiografi dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan magnetik (MRI) untuk bila OA
dicurigai berkaitan dengan penyakit akibat gangguan metabolisme seperti alkaptonuria,
displasia epifisis, hiperparatiroidisme, maupun penyakit Paget. MRI serta artroskopi
dapat dilakukan juga bila OA disertai dengan penyakit berat seperti osteonekrosis dan
pigmented sinovitis.3
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding terhadap osteoarthritis ialah penyakit radang sendi lainnya, yaitu:
1. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliarthritis progresif dan dapat menyaebabkan komplikasi ke
seluruh organ tubuh. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun. Terlibatnya
sendi pada pasien arthritis rheumatoid akan terjadi pada tingkatan yang lebih lanjut
dari penyakit ini.5
Penyakit ini umumnya menyerang sendi yang kecil, meskipun tidak menutup
kemungkinan mengenai sendi yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan
9
osteoarthritis yang umumnya mengenai sendi penyangga tubuh. Seringkali terdapat
deformitas yang sangat khas untuk RA yaitu deformitas swan neck (fleksi kontraktur
MCP – hiperekstensi PIP – fleksi PIP) dan deformitas Boutonniere (fleksi PIP –
hiperekstensi DIP).5
Gambar 4: Swan Neck Deformities
Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/310834-overview
Selain itu ciri yang khas ialah terdapatnya poliarthritis yang serentak serta arthritis
pada daerah persendian tangan yang bersifat simetris. Hal ini berbanding terbalik
dengan osteoarthritis yang lebih sering terjadi monarthritis asimetris. Ciri khas lain
dari RA ialah adanya nodul subkutan pada pada lengan ekstensor yang bila dibiopsi
akan terlihat kolagen rusak dengan histiosit yang tersusun seperti pagar.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat mendiferensiasi RA terhadap OA. Laju endap
darah, hitung sel darah, rheumatoid factor, anti CCP dan C-reactive protein
umumnya meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Pada penderita
osteoarthritis didapati angka yang normal pada semua indikator diatas.
2. Kristaline Arthritis
Merupakan suatu peradangan sendi yang kebanyakan disebabkan oleh deposit kristal
urat di jaringan lunak dan sendi. Penyakit ini lebih dikenal sebagai gout. Ciri
khasnya ialah umumnya kadar asam urat dalam darah yang meningkat diatas 7
mg/dl. Penyakit ini dapat semakin bertambah parah, biasanya dimulai dari serangan
akut yang jika tidak dapat ditangani dengan baik dapat berubah menjadi kronik dan
dapat menyebabkan komplikasi ke organ lain seperti ginjal.4,5
Perbedaan utama yang ditemukan antara gout dan OA ialah pada gout sendi yang
berwarna kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila dibiopsi akan terdapat
massa amorf urat dan giant cell proses peradangan yang disebut sebagai tophus. Hal
ini tidak ditemukan pada osteoarthritis. Selain itu juga ciri khas pada gout ialah
10
ditemukannya pembengkakan pada persendian metatarsophalangeal 1 yang hanya
terjadi unilateral.5
Tophus yang terjadi pada pada kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi yang
spesifik dan khas seperti cuping telinga, olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon
achiles dan jari tangan.
Gambar 5: Gout pada Jaringan Lunak di Persendian Tangan
Diunduh dari : http://jointpainarthritis.net/causes-of-gout/
3. Infeksius Arthritis
Penyakit ini merupakan peradangan sendi yang disebabkan oleh bakteri maupun
virus yang menginfeksi tubuh. Jenis bakteri yang menginfeksi ialah Spirocheta
borelia, Nesseria gonorhoe dan Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini sering
menyebabkan nyeri sendi yang berpindah – pindah / athralgia.
Peradangan oleh Spirocheta borelia dapat menyebabkan sendi meradang kronis
dengan papula merah yang menonjol seperti mata sapi. Sedangkan bila disebabkan
oleh Nesseria gonorhoe dapat terjadi radang sendi yang menghasilkan nanah.
Peradangan oleh Mycobacterium tuberculosis mungkin disebabkan adanya
tuberkulosis paru sebelumnya. Karena disebabkan oleh bakteri, maka pada biopsi
akan ditemukan adanya sedang radang akut/neutrofil yang berperan sebagai imunitas
seluler tubuh terhadap bakteri.5
Selain itu bila dikultur dan diberi pewarnaan gram dapat terlihat warna ungu yang
menandakan bakteri gram positif pada Nesseria gonorhoe dan warna merah yang
menandakan bakteri gram negatif pada Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan
11
dengan teknik pewarnaan khusus seperti Fontana-Tribendau dapat terlihat
Spirocheta borelia pada hasil biopsi.5
Hal ini tentu saja tidak kita temukan pada hasil biopsi penderita osteoarthritis.
F. Etiologi
Faktor umum yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoarhritis ialah:
Umur
Faktor ini merupakan faktor dengan hubungan terbesar terhadap osteoarthritis.
Ditemukan sekitar 80% individu berusia diatas 75 tahun yang menderita
osteoarthritis dengan progresivitas penyakit hampir mengenai seluruh sendi.
Perubahan radiologis yang menunjukan gejala OA umumnya makin nyata
ditemukan pada usia lanjut meskipun perubahan ini tidak selalu berkorelasi dengan
gejala klinik yang muncul.3
Perubahan morfologis dan struktural yang berkaitan dengan kartilago pada sendi
ialah semakin menipis dan melembutnya permukaan kartilago. Selain itu
berkurangnya ukuran dan agregasi matriks proteoglikan juga dapat terlihat pada usia
tua. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit dalam
memperbaiki jaringan akibat proses degenerasi yang terjadi. Selain itu pada usia tua
sering ditemukan penurunan sensitivitas kondrosit terhadap insulin growth factor 1
yang berperan dalam stimulasi produksi proteoglikan, kolagen dan reseptor sel
integrin.3,4
Didapatkan pula korelasi langsung antara apoptosis pada kondrosit dan degradasi
kartilago pada usia lanjut dengan peningkatan resiko timbulnya osteoarthritis.
Lokasi Sendi
Seperti yang kita ketahui bersama, ostearthritis kerapkali terjadi pada persendian
antara tulang-tulang yang menyangga badan, seperti pada persendian pangkal paha,
lutut dan pergelangan kaki. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh umur yang
mempercepat penurunan fungsi persendian dalam menyangga badan. Sebuah studi
menunjukkan bahwa daerah pangkal paha dan lutut lebih tinggi kemungkinannya
untuk terkena osteoarthritis. Pada kedua daerah ini ditemukan lebih banyak reseptor
terhadap interleukin 1 dan lebih banyak kondrosit yang mengekspresikan Mrna
pembentuk metalloproteinase dibanding daerah pergelangan kaki. Hal ini diduga
12
turut berperan dalam mempercepat degenerasi yang terjadi dalam persendian
tersebut.3,4
Obesitas
Obesitas juga merupakan suatu predisposisi terhadap peningkatan resiko terkena
osteoarthritis. Seseorang dikatakan mengalami obesitas apabila indeks massa
tubuhnya melebihi 25,0 (indeks massa tubuh ialah hasil pembagian berat badan
dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter). Obesitas menyebabkan
tulang-tulang penyangga badan bekerja lebih keras dalam menyangga badan
sehingga meningkatkan gaya mekanik pada persendian antar tulang tersebut.3
Apalagi bila kondisi ini ditambah dengan aktivitas fisik yang terlalu keras. Hal ini
tentu saja dapat memperberat keadaan tersebut. Oleh karena itu harus dijaga agar
penderita osteoarthritis tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Pada
penderita OA yang menurunkan berat badannya didapati peningkatan status
fungsional yang berarti bahkan didapati perbaikan yang setara dengan pasien yang
telah mengalami operasi penggantian sendi.4
Genetik
Studi populasi yang diikuti pasien dengan perubahan radiografis khas osteoarthritis
menemukan kontribusi genetik terhadap penyakit ini, yaitu gen resesif dan
komponen multifaktorial. Ada beberapa gen struktural yang berperan penting dalam
pengelolaan serta perbaikan kartilago sendi dan berperan dalam pengaturan
proliferasi kondrosit serta ekspresi gen. Beberapa gen untuk kode protein
pembentukan matriks ekstraselular yang mengalami mutasi telah dianggap sebagai
salah satu penyebab terjadinya osteoarthritis. Contohnya ialah mutasi titik yang
terjadi pada gen yang berperan dalam pembentukan protein kolagen tipe II. Mutasi
ini diwariskan dalam keluarga yang memiliki riwayat spondyloepifisial displasia dan
poliartikular osteoarthritis. Gangguan ini pada gilirannya akan menghasilkan protein
yang salah sehingga protein yang terbentuk tidak dapat bekerja dengan tepat dalam
perbaikan kartilago sendi. Hal ini meningkatkan resiko timbulnya osteoarthritis.3,4
13
Trauma
Terjadinya trauma dapat menyebabkan peningkatan terjadinya osteoarthritis secara
cepat maupun dapat menginisiasi suatu proses lambat yang menghasilkan gejala
osteoarthritis beberapa tahun kemudian. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya
suplai darah periartikular pasca trauma maupun berkurangnya proses remodelling
pada osteochondral junction. Faktor lokal lainnya seperti stress yang berkaitan
dengan frekuensi penggunaan sendi dan deformitas sendi juga mempunyai pengaruh
atas timbulnya osteoarthritis.4
Gender
Wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dibanding pria untuk terkena
osteoarthritis. Sebelum usia 50 tahun, lebih banyak didapati pria penderita OA
dibanding wanita. Diatas 50 tahun, hal ini menjadi berkebalikan. Hal ini dikaitkan
dengan berkurangnya kadar estrogen pasca menopause pada wanita berusia di atas
50 tahun. Kondrosit pada daerah persendian memiliki reseptor terhadap estrogen
yang mengindikasikan bahwa sebenarnya sel-sel diregulasi oleh estrogen.
Peningkatan kadar estrogen juga sebanding dengan peningkatan proteoglikan yang
sangat diperlukan untuk menunjang matriks ekstraselular.4
Sebuah studi juga menunjukkan bahwa konsumsi estrogen oral selama 10 tahun
berturut pada wanita pasca menopause menghindarkan mereka terhadap resiko
terkena osteoarthritis di daerah pangkal paha.
G. Epidemiologi
Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun penyakit
ini sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah data
OA pada sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka
yang cukup tinggi ini membuat osteoarthritis memiliki dampak sosio-ekonomik yang
cukup besar baik di negara maju maupun negara berkembang.3
Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika
Serikat menunjukan prevalensi osteoarthritis lutut pada usia di atas 60 tahun mencapai
12,1% dari keseluruhan kasus dimana wanita lebih sering terkena OA lutut dibanding
laki-laki (42,1% berbanding 31,2%) dan wanita lebih sering terkena OA derajat 3 dan 4
(12,9% berbanding 6,5% laki-laki.4
14
H. Patofisiologi
Secara umum berdasarkan patogenesisnya osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer primer disebut juga OA idiopatik yaitu jenis OA
yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit sistemik
serta perubahan lokal yang terjadi pada sendi. Sedangkan yang disebut sebagai OA
sekunder ialah OA yang didasari pada kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terjadi dalam
waktu yang lama. Kasus primer lebih sering ditemukan dalam kenyataannya dibanding
dengan kasus sekunder.3
Para ahli menyatakan bahwa OA merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme
pada kartilago yang juga diikuti dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
belum diketahui mekanismenya. Terjadinya jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial
sendi umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan jejas ini dapat merangsang
pembentukan molekul yang abnormal serta menyebabkan adanya produk dari hasil
degradasi kartilago yang berada di dalam persendian yang memicu terjadinya inflamasi
sendi, kerusakan kondrosit serta nyeri. Pada OA juga didapati hipertrofi kartilago berupa
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit yang diduga
merupakan suatu mekanisme kompensasi terhadap degradasi rawan sendi, remodelling
tulang dan inflamasi pada cairan sendi.3
Secara fisiologis didapatkan bahwa rawan sendi mampu melakukan perbaikan sendiri
dimana akan terjadi replikasi pada kondrosit untuk memproduksi matriks yang baru.
Proses perbaikan ini dibantu oleh oleh suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel
serta membantu proses komunikasi antar sel. Polipeptida ini merupakan suatu faktor
pertumbuhan yang menginduksi proses sintesis DNA dan protein serta kolagen dan
proteoglikan. Contoh faktor pertumbuhan tersebut ialah insulin-like growth factor (IGF-
1), growth hormon, transforming growth factor β (TGF- β) dan coloni stimulating factors
(CSFs). Namun pada keadaan inflamasi terjadi suatu kondisi dimana sensitivitas sel
terhadap faktor pertumbuhan menurun. Selain faktor-faktor pertumbuhan tadi, hormon
seperti testosteron, β-estradiol dan kalsitonin juga memiliki peranan dalam sintesis
komponen kartilago.4
Proses degradasi pada kolagen akan terjadi oleh berbagai macam faktor (yang terutama
ialah usia). Seiring dengan laju degradasi yang makin cepat ini maka hasil degradasi
matriks tulang rawan sendi cenderung berkumpul di dalam cairan sendi. Hal ini akan
15
mengawali terjadinya inflamasi sendi. Hal ini juga didukung dengan data bahwa
perbandingan sintesis dan pemecahan matriks tulang rawan sendi pada pasien penderita
OA ialah sekitar 0,29 berbanding 1.3
Pada penderita OA juga terjadi gangguan suplai darah. Gangguan ini disebabkan oleh
peningkatan aktivitas fibrinogenik sekaligus penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
akan menyebabkan munumpuknya trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah
daerah subkondral yang berujung pada iskemia dan nekrosis pada jaringan subkondral
tersebut. Seperti kita ketahui bersama saat terjadi nekrosis, sel akan melepaskan mediator
kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat memicu rasa sakit karena
dihantar oleh saraf sensibel. Selain dilepaskannya mediator kimiawi, adanya peradangan
pada tendo atau ligamen serta spasme otot ekstra artikuler juga dapat memicu terjadinya
rasa sakit. Sakit pada sendi juga dapat disebabkan oleh adanya penekanan periosteum
dan radiks saraf oleh osteofit serta peningkatan tekanan intramedular akibat statisnya
aliran darah vena intramedular karena proses remodelling pada trabekula dan
subkondral.3,4
Pada saat terjadi jejas yang menyebabkan nekrosis sel, material hasil nekrosis (yang
dikenal sebagai CSFs) akan memproduksi suatu sitokin aktivator plasminogen yang
disebut sebagai katabolin. Sitokin ini terdiri dari interleukin, tumor necrosis factor dan
interferon. Sitokin ini akan merangsang pembentukan CSFs tambahan yang akan
mempengaruhi monosit untuk mendegradasi rawan sendi secara lebih lanjut. Selain itu
adanya sitokin ini juga akan mempercepat proses resorpsi matriks rawan sendi. Adanya
interlekuin-1 juga memiliki efek yang banyak terhadap cairan sendi, yaitu meningkatkan
sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi seperti stromelisin dan kolagenosa. Selain
mendegradasi rawan sendi, enzim ini juga menghambat proses sintesis dan perbaikan
normal kondrosit.4
Efek antagonis dapat terlihat antara sitokin terhadap faktor pertumbuhan. Sitokin
cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor
pertumbuhan merangsang sintesis. Namun yang menjadi permasalahan adalah pada
penderita OA seringkali didapatkan penurunan kadar faktor pertumbuhan seperti insulin-
like growth factor 1/IGF-1.3
I. Penatalaksanaan
Secara umum terapi pada penderita osteoarthritis terdiri atas 3 hal, yaitu:
16
1. Terapi Non-Farmakologis
Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk
lordosis pada daerah lumbal, menghindari aktivitas berlebihan pada sendi yang
sakit dan pemakaian alat-alat yang dapat meringankan kerja sendi.4
Dapat juga dilakukan terapi penggunaan ultrasound, stimulasi elektrik,
akupuntur dan pemijatan untuk mengurangi efek nyeri pada osteoarthritis.
Diet untuk menurunkan berat badan agar dapat mengurangi timbulnya keluhan.
Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin (diathermi), serta program
latihan yang tepat.
Edukasi dan penerangan tentang cara menangani pasien osteoarthritis bagi
kerabat dan keluarga yang bersangkutan.
Dorongan psikososial bagi penderita osteoarthritis.
2. Terapi Farmakologis
Pada penyakit osteoarthritis obat yang dapat digunakan meliputi analgesik oral non-
opioid, analgesik topikal, OAINS, steroid intraartikular serta penggunaan suplemen.
Pada penderita osteoarthritis yang digunakan sebagai lini pertama penanganan
penyakit adalah asetaminofen. Asetaminofen/Paracetamol merupakan obat
analgesik-antipiretik yang berasal dari golongan Para Amino Fenol. Dosis yang
digunakan berkisar antara 350-650 mg dan digunakan 4 kali sehari. Obat ini
dapat mengurangi rasa nyeri dalam tingkat ringan yang timbul akibat gejala
awal dari osteoarthritis.3
Yang perlu diperhatikan adalah efek samping obat yang dapat menyebabkan
reaksi alergi seperti eritemia, urtikaria dan demam. Selain itu dapat timbul
nefropati analgesik. Dalam dosis yang toksik maka bisa terjadi nekrosis hati dan
tubuler ginjal.
Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) yang digunakan hanya bekerja sebagai
analgesik dan mengurangi peradangan, namun tidak dapat menghentikan reaksi
patologis yang terjadi. Adapun jenis obat yang digunakan ialah fenoprofin,
piroksikam serta ibuprofen. Dosis yang digunakan hanya - dari dosis
obat yang sama bila digunakan pada penderita rheumatoid arthritis.3
17
Karena pemakaiannya yang digunakan dalam jangka panjang, umumnya
muncul efek samping utama yaitu gangguan mukosa lambung dan gangguan
faal ginjal. Hal ini disebabkan karena hambatan pada COX-1 dan COX-2 pada
jalur siklooksigenase tempat kerja obat ini. Oleh karena itu saat ini
dikembangkan jenis OAINS yang hanya bekerja selektif pada COX-2 yaitu
Celecoxib dan Valdecoxib. Kedua jenis obat ini memiliki efek samping yang
lebih kecil pada traktus gastrointestinal dibanding jenis OAINS yang lain.5
Bila penggunakan Asetaminofen dan OAINS tidak memberi perubahan yang
berarti pada pasien, maka dapat diberikan analgesik opiod dalam dosis yang
rendah yang dikombinasikan dengan Asetaminofen. Contohnya ialah
penggunaan 8 mg kodein ditambah dengan 650 mg Paracetamol. Tetap
perhatikan efek samping seperti mual, muntah, pusing, sakit kepala dan
penurunan tingkat kesadaran pada pemakaian obat ini.3
Selain penggunaan per oral, dapat digunakan analgesik topikal. Contohnya
adalah Capsaicin yang berasal dari ekstrak cabe merah. Capsaicin melepas
substansi P dari serabut saraf sehingga dapat mengurangi nyeri pada
osteoarthritis. Agar efektif, Capsaicin harus digunakan secara reguler setidak-
tidaknya selam 2 minggu. Pemberian Capsaicin dapat dikombinasikan dengan
analgesik maupun OAINS.3
Penggunaan ketiga jenis obat-obatan diatas memiliki efek gastrointestinal yang
cukup besar seperti tukak lambung dan gastritis. Di Amerika Serikat penggunaan
OAINS menyebabkan 100.000 kasus tukak lambung dengan 10.000 – 15.000
kematian per tahun. Hal ini mendorong para ahli untuk berusaha mencari obat yang
bukan mengurangi nyeri dengan menghambat jalur siklooksigenase, melainkan
mencari obat yang dapat memperlambat progresifitas kerusakan kartilago sendi
bahkan kalau bisa mencegah timbulnya kerusakan kartilago.
Jenis obat ini digolongkan sebagai chondroprotective agents atau disease modifying
osteoarthritis drugs (DMOADs). Yang termasuk ke dalam golongan DMOADs
ialah:
Tetrasiklin dan derivatnya yang mempunyai kemampuan menghambat kerja
enzim metaloproteinase. Salah satu derivat yang digunakan ialah doksisiklin.
18
Penggunaan obat ini masih dalam tahap percobaan pada hewan dan belum
diterapkan pada manusia.6
Asam Hialuronat digunakan untuk memperbaiki tingkat kekentalan cairan
sinovial. Obat ini digunakan melalui suntikan intra-artikuler dengan dosis 2 cc
sekali seminggu dan disuntik sebanyak 3-5 minggu berturut-turut. Jenis preparat
yang digunakan ialah Na-Hyaluronat (Hyalgan) dan Hylan G-F 20 (Synvisc).
Asam hialuronat memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang
rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Efek samping yang perlu
diperhatikan ialah pembengkakan dan reaksi kulit yang bersifat lokal yang
mungkin terjadi.5,6
Injeksi steroid intra-artikuler dapat mengurangi inflamasi sendi maupun efusi
sendi yang terjadi pada osteoarthritis. Hal ini dikarenakan steroid (seperti
kortikosteroid) dapat menghambat kerja enzim fosfolipase sehingga tidak
terbentuk mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien melalui
jalur siklooksigenase dan lipooksigenase.3
Penggunaan kortikosteroid dibatasi hanya 3 – 4 kali per tahun dikarenakan efek
sistemiknya yang besar. Preparat yang digunakan ialah Metil Prednisolon Asetat
dan Triamnisolon Hexatidone.
Glikosaminoglikan merupakan sejenis suplemen yang dapat menghambat
sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti
hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro. Selain itu
glikosaminoglikan juga merangsang sistensis proteoglikan dan asam hialuronat
pada kultur tulang rawan sendi manusia. Berdasarkan peneliatian didapatkan
penggunaan glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan
dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga dan kehilangan jam kerja aktif.5
Kondroitin Sulfat ialah suatu komponen yang penting pada matriks ekstraselular
sekeliling sel pada kelompok vertebrata. Tulang rawan kita terdiri dari 98%
matriks ekstraselular dan hanya 2% sel. Pada OA terjadi kerusakan sendi yang
disebabkan oleh berkurangnya komponen matriks ekstraselular seperti
proteoglikan. Pada pemberian Kondroitin Sulfat ditemukan efek protektif
terhadap kerusakan tulang rawan sendi tersebut.6
Vitamin C, dapat berguna pada penderita OA karena dapat menghambat
aktivitas enzim lizosim.
19
Superoxide Dismutase, merupakan suatu enzim yang dapat menangkal radikal
bebas seperti superoksida dan radikal hidroksil. Radikal bebas ini dapat merusak
kolagen, proteoglikan, asam hialuronat dan kondrosit. Sehingga pemberian
superoxide dismutase dapat memberikan efek positif dalam pengobatan
penderita OA.
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan dengan terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis tidak berhasil dengan baik. Selain itu pembedahan juga dapat
dilakukan juga pasien mengalami keluhan seperti nyeri, kaku dan deformitas
bengkok yang semakin bertambah parah seiring dengan perjalanan penyakit.
Keluhan ini sangat mengganggu pasien karena membatasi aktivitas sehari-hari
pasien seperti berjalan, naik turun tangga dan bekerja.
Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi
dan total joint replacement. Tindakan ini diindikasikan sesuai dengan derajat
keparahan radiologis penderita OA menurun Kellgren dan Lawrance (Pembagian
derajat Kellgren Lawrance dapat dilihat pada bagian pemeriksaan penunjang). Untuk
OA derajat 1 dan 2 dilakukan artroskopi sedangkan untuk OA derajat 3 dan 4
dilakukan total joint replacement. Berikut ini akan dideskripsikan mengenai kedua
bentuk pembedahan tersebut.
1. Artroskopi
Artroskopi merupakan prosedur pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara
melihat sendi melalui kabel serat optik sambil melakukan proses pembedahan
dengan semacam selang kecil yang ditusukan ke dalam persendian. Indikasi
dilakukannya artroskopi ialah bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan
terkunci (locking), tertahan (catching), dan sempoyongan (giving way). Selain
itu artroskopi dapat dilakukan untuk memperbaiki robekan meniskus/bantalan
sendi. Pada artroskopi dapat dikeluarkan benda asing dan pencucian sendi.
Umumnya pasca operasi nyeri dapat hilang hingga 2-5 tahun pada 50-85%
pasien.7
Ada dua bentuk artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan debridement.
Lavage merupakan proses pencucian cairan sendi dengan memakai larutan
garam yang kemudian dikeluarkan lagi bersama benda asing dari dalam sendi
beserta dengan cairan sendi yang berlebihan. Sedangkan debridement
20
merupakan proses yang sama namun ditambah dengan proses penipisan dan
pelembutan kartilago sendi yang telah keras dan meradang serta pengambilan
serpihan tulang rawan yang ada dari persendian. Selain itu pada debridement
dapat pula dilakukan synovectomy yaitu tindakan membuang selaput sinovial
yang meradang.7
Berdasarkan prospective study yang dilakukan Jackson pada tahun 1982,
ditemukan bahwa debridement memiliki angka keberhasilan yang lebih baik
dibandingkan lavage dalam jangka waktu 3 tahun pasca operasi.
2. Total Joint Replacement
Merupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal dan
plastik. Operasi ini telah dimulai sejak tahun 1950. Saat ini dilakukan penelitian
untuk mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi buatan ini bertahan
lebih lama. Operasi penggantian sendi secara total diindikasikan pada orang
yang mengalami ostearthritis derajat 3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada
usia muda. Kontraindikasi dilakukannya total joint replacement ialah adanya
penyakit tambahan seperti diabetes dan jantung yang dapat memperparah
keadaan pasien.8
Operasi ini dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri lutut parah hingga
terjadi deformitas (seperti varus dan valgus pada lutut), kegagalan pengobatan
serta keterbatasan dalam melakukan gerakan / penurunan range of movement
yang berujung pada kehilangan fungsi sendi seperti ketidakmampuan berjalan
dan berjongkok.8
Sendi yang paling sering dilakukan total joint replacement adalah sendi lutut
dan pangkal paha. Umumnya keluhan nyeri berkurang setelah operasi dan
terdapat koreksi pada deformitas. Pada lutut didapati fleksi hingga 120 derajat
bahkan dengan desain implant high flex knee fleksi hingga 155 derajat bisa
tercapai. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam melakukan gerakan yang
melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa. Selain itu
tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95%
dalam kurun waktu 10-15 tahun pasca operasi.8
21
Gambar 6 : Total Knee Joint Replacement
Diunduh dari : http://topnews.us/content/213296-total-knee-replacement-surgery-national-trend-among-
younger-patients
Namun, ada komplikasi yang dapat timbul dari operasi total joint replacement,
yaitu infeksi akibat operasi terbuka, trombosis vena-vena dalam, keterbatasan
gerakan sendi, nyeri lutut yang menetap dan keausan implant dalam jangka
panjang. Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini dikembangkan suatu sistem
operasi dengan bantuan komputer. Sistem ini dikenal sebagai Computer Assisted
Surgery. Sistem ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding operasi
yang dikerjakan secara manual. Selain itu resiko infeksi dan penggunaan
tourniquet dapat diturunkan dalam penggunaan operasi ini.8
J. Pencegahan
Secara umum pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena
osteorarthritis adalah:
1. Mengatur diet dan pola makan sehingga berat badan tetap stabil dan tidak terjadi
obesitas.6
2. Menghindarkan diri sebisa mungkin dari kemungkinan trauma yang dapat terjadi.
3. Konsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents seperti kondroitin sulfat
dan glikosaminoglikan.
4. Aktivitas fisik teratur namun hindari aktivitas fisik yang memberi beban terlalu berat
pada tubuh, apalagi bila sudah berusia lanjut.
22
K. Prognosis
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat ditangani dengan obat-obat konservatif.
Hanya pada kasus yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien saja baru
dilakukan operasi. Operasi yang dilakukan pun memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi. Kuncinya bergantung kepada penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit
ini.5
23
KESIMPULAN
Osteoarthritis merupakan penyakit yang dikaitkan dengan degenerasi pada tulang rawan
dan matriks ekstraselular pada persendian. Penyakit ini kadang disertai dengan inflamasi
dan sering terjadi pada sendi-sendi besar yang menyangga tubuh, meskipun tidak
menutup kemungkinan mengenai sendi yang lebih kecil.
Selain akibat degenerasi, osteoarthritis juga dapat dikaitkan dengan gangguan lain yang
dapat menjadi predisposisi penyakit ini, antara lain kelainan endokrin, inflamasi,
gangguan metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta immobilisasi
yang terlalu lama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk mendiagnosa OA. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi dan mengecek pergerakan sendi.
Pemeriksaan laboratorium kurang membantu karena hampir semua indikator masih
berada dalam level normal kecuali pemeriksaan dengan menggunakan marker
biokimiawi yang lebih spesifik untuk OA. Pemeriksaan penunjang yang cukup berguna
yaitu pemeriksaan radiologis.
Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan timbulnya osteoarthritis ialah umur,
lokasi persendian, genetik, trauma serta gender. Penyakit ini bukan merupakan penyakit
epedemik di suatu negara. Namun penyakit ini punya trend yang cukup besar untuk
terjadi pada wanita yang berusia tua.
Jalur patogenesis penyakit ini terutama akibat ketidakmampuan protein pada matriks
tulang untuk memperbaiki secara normal bagian rawan sendi yang telah terkena jejas
baik secara mekanis maupun biokimiawi. Penurunan sensitivitas sel terhadap faktor
pertumbuhan yang diikuti dengan peningkatan aktivitas sitokin diduga sebagai pencetus
terjadinya osteoarthritis.
Penatalaksanaan penyakit ini meliputi penatalaksanaan secara non-farmakologis,
penatalaksanaan farmakologis dan pembedahan. Ketiganya dilakukan secara bertahap
dan bergantung pada derajat keparahan penyakit yang dialami penderita. Saat ini masih
terus dikembangkan teknik yang lebih baik dan kurang efek sampingnya dalam
menangani penyakit ini.
Pencegahan penyakit ini meliputi pengontrolan diet, penghindaran diri dari resiko trauma
serta mengkonsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents untuk
menghindari degenerasi matriks tulang lebih lanjut. Pada usia lanjut, juga dianjurkan
24
untuk tidak terlalu melakukan aktivitas berat yang dapat mempercepat terjadinya proses
degenerasi tersebut.
Prognosis penyakit ini umumnya baik asalkan dapat ditangani secara tepat.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Runge MS, Greganti MA. Netter’s internal medicine. 2nd
edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier Publisher; 2009.p.1009-17.
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.h.516-30.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2538-49.
4. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, etc. Kelley’s textbook of rheumatology. 8th
edition.
Philadelphia: Elsevier Publisher; 2009.p.1525-73.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1.
Jakarta: Media Aeculapius; 2005.h.535-9.
6. Beers MH, Berkow R. The merck manual of geriatrics. 3th
edition. New York: Merck &
Co. Inc; 2004.p.489-93.
7. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, etc. Hazzard’s geriatri medicine and gerontology.
6th
edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2009.p.1411-9.
8. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, etc. Schwartz’s principles of surgery. 8th
edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2005.p.1703-6.