skenario 1

25
1 Osteoarthritis Donald Arinanda Manuain 10.2009.191 (C1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat PENDAHULUAN Osteoarthritis adalah suatu jenis penyakit degeneratif yang rentan terjadi pada usia tua. Penyakit ini merupakan bentuk radang sendi yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat penderita osteoarthtritis mencapai 21 juta orang. Penyakit ini cukup menggangu karena menyebabkan nyeri yang semakin parah seiring dengan perkembangannya. Hal ini dapat berujung pada disabilitas pasien serta penurunan kualitas hidupnya. Osteoarthritis adalah jenis penyakit yang dapat ditangani melalui pengobatan, pembedahan maupun fisioterapi. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang penyakit ini dengan harapan agar para pembaca dapat menangani kasus osteoarthtritis secara tepat jika menemukan kasus ini di kemudian hari. PEMBAHASAN A. Anamnesis Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien yang berusia lanjut yang menderita nyeri pada sendi-sendi besar seperti vertebrae, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Sendi- sendi pergelangan dan jari tangan jarang terkena osteoarthritis. Tidak ada dominasi jenis kelamin dalam osteoarthtritis. Pada umur di bawah 50 tahun didapatkan lebih banyak pria yang menderita osteoarthritis. Sedangkan pada saat berusia diatas 50 tahun lebih banyak ditemukan penderita wanita. 1 Osteoarthtritis ialah penyakit yang bersifat kronik progresif. Pada tingkat yang lebih lanjut pasien dapat datang bukan hanya dengan keluhan nyeri, namun bisa juga terdapat

Upload: piter-pical

Post on 29-Oct-2015

122 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Skenario 1

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 1

1

Osteoarthritis

Donald Arinanda Manuain

10.2009.191 (C1)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat

PENDAHULUAN

Osteoarthritis adalah suatu jenis penyakit degeneratif yang rentan terjadi pada usia tua.

Penyakit ini merupakan bentuk radang sendi yang paling sering ditemukan. Di Amerika

Serikat penderita osteoarthtritis mencapai 21 juta orang. Penyakit ini cukup menggangu

karena menyebabkan nyeri yang semakin parah seiring dengan perkembangannya. Hal ini

dapat berujung pada disabilitas pasien serta penurunan kualitas hidupnya.

Osteoarthritis adalah jenis penyakit yang dapat ditangani melalui pengobatan, pembedahan

maupun fisioterapi. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang penyakit ini dengan

harapan agar para pembaca dapat menangani kasus osteoarthtritis secara tepat jika

menemukan kasus ini di kemudian hari.

PEMBAHASAN

A. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien yang berusia lanjut yang menderita nyeri

pada sendi-sendi besar seperti vertebrae, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Sendi-

sendi pergelangan dan jari tangan jarang terkena osteoarthritis. Tidak ada dominasi jenis

kelamin dalam osteoarthtritis. Pada umur di bawah 50 tahun didapatkan lebih banyak

pria yang menderita osteoarthritis. Sedangkan pada saat berusia diatas 50 tahun lebih

banyak ditemukan penderita wanita.1

Osteoarthtritis ialah penyakit yang bersifat kronik progresif. Pada tingkat yang lebih

lanjut pasien dapat datang bukan hanya dengan keluhan nyeri, namun bisa juga terdapat

Page 2: Skenario 1

2

pembesaran sendi yang dapat menghambat gerakan sendi bahkan deformitas sendi

tersebut. Pada osteoarthritis daerah genu dapat terlihat kaki yang berbentuk valgus

maupun varus.1

Pasien osteoarthritis juga biasanya mengalami stress pada sendi akibat penekanan berat

badan tubuh yang berlebih. Sehingga pada pasien penyakit ini biasanya didapat obesitas.

Selain itu dapat pula ditanyakan apakah pasien mengalami cedera sebelumnya karena

cedera dapat memperburuk keadaan penyakit.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi look (inspeksi), feel (palpasi) dan

move (menggerakan sendi-sendi). Pemeriksaan osteoarthritis difokuskan pada sendi-

sendi dengan kemungkinan terbesar terkena penyakit ini, yaitu sendi pangkal paha, lutut

serta pergelangan kaki.2

Pada persendian di daerah pangkal paha pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

Inspeksi

Pemeriksaan sendi pangkal paha dapat dimulai ketika pasien memasuki ruang

periksa. Yang perlu diperhatikan ialah fase berdiri dan fase mengayun. Fase berdiri

ialah pada saat kaki mengenai tanah dan menyangga beban tubuh. Sedangkan fase

mengayun ialah fase disaat kaki bergerak ke depan dan tidak menyangga beban

tubuh. Cara berjalannya harus terlihat lancar dengan irama yang berkesinambungan.

Selain itu dapat dilihat pemukaan anterior dan posterior sendi pangkal paha untuk

menemukan bagian yang mengalami atrofi otot maupun memar.2

Gambar 1 : Fase Berjalan Normal

Diunduh dari http://footsolutionsblog.com/tag/walking-cycle/

Page 3: Skenario 1

3

Palpasi

Pada perabaan dapat ditemukan bagian-bagian os coxae seperti SIAS, krista illiaka,

dan tuberkulum illiaka di permukaan anterior sendi. Pada permukaan posterior

ditemukan trokanter mayor dan tuber iskiadikum.

Jika terasa nyeri pada sendi pangkal paha dapat dilakukan palpasi bursa

illiopektineal yang berada pada bidang yang lebih dalam dari ligamentum inguinalis.

Kisaran gerak dan manuver

Gerakan pada sendi pangkal pada meliputi fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan

rotasi. Khusus untuk osteoarthritis biasanya dijumpai keterbatasan pada abduksi.

Selain itu gangguan pada rotasi internal merupakan suatu indikator yang sensitif

terhadap penyakit sendi pangkal paha. Biasanya hal ini juga diikuti dengan

gangguan pada rotasi eksternal.2

Pada sendi lutut dan tungkai bawah juga dapat dilakukan pemeriksaan yang dengan pola

yang sama, yaitu:

Inspeksi

Perhatikan aliran gerak pasien saat berjalan memasuki ruang periksa. Lutut harus

diekstensikan ketika tumit menyentuh tanah dan difleksikan pada siklus berdiri dan

mengayun. Pada penderita osteoarthritis sering terdapat pembengkakan sendi lutut

dan kantong suprapatela sehingga cekungan normal di sekitar patela menghilang.2

Palpasi

Pada posisi duduk palpasi akan lebih mudah dilakukan karena semua patokan tulang

terlihat dengan lebih jelas. Ibu jari dapat digunakan untuk meraba cekungan lunak

yang terletak di kedua sisi patela. Selain itu dapat juga diraba kondilus medialis

femur serta tepi atas plateau medialis tibia.

Pada perabaan juga tanyakan pada pasien apakah ada nyeri tekan. Rasa nyeri dan

krepitasi merupakan indikasi adanya pergesekan antara os tibia dan os femur. Hal ini

dapat terjadi akibat berkurangnya cairan sendi maupun pembentukan spur/osteofit

yang kerapkali dapat ditemukan pada penderita osteoarthritis.1,2

Pada osteoarthritis terjadi efusi banyak di sendi. Hal ini dapat menyebabkan

kompresi sendi sehingga cairan tersebut dapat menyemprot ke dalam rongga yang

berada di dekat patella. Gelombang cairan dapat dideteksi dengan tes tertentu seperti

tes balon.

Page 4: Skenario 1

4

Kisaran gerak dan manuver

Gerakan sendi lutut yang terutama adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan

eksternal. Pada penderita osteoarthritis biasanya ditemukan pengurangan range of

movemen / ROM. Terutama pada gerakan fleksi-ekstensi. Normalnya pada

pergerakan ini pasien setidaknya dapat mencapai ROM sebesar 120o. Namun sudut

ini dapat menurun pada penderita osteoarthritis. Umumnya pasien akan kesulitan

melakukan fleksi yang dalam seperti pada saat berlutut.2

Pergelangan kaki dan kaki juga merupakan tempat yang sering terjadi perubahan

radiografi akibat terjadinya proses peradagan. Oleh karena itu pemeriksaan di daerah ini

tidak kalah pentingnya.

Inspeksi

Amati apakah ada deformitas, noduli maupun pembengkakan di daerah pergelangan

kaki.

Palpasi

Pemeriksaan dengan menggunakan kedua ibu jari di daerah anterior setiap sendi

pergelangan kaki dengan memperhatikan adanya pembengkakan serta nyeri tekan.

Selain itu dapat dilakukan perabaan pada daerah posterior yaitu pada tendon Achiles

untuk menemukan adanya noduli dan nyeri tekan. Selain itu lakukan pula palpasi

pada artikulasio metatarsofalangeal. Nyeri pada daerah ini lebih mengindikasikan ke

arah penyakit arthritis gout.2

Kisaran gerak dan manuver

Pergerakan pada pergelangan kaki meliputi gerakan fleksi dan ekstensi serta gerakan

inversi dan eversi.

Secara umum pada pemeriksaan osteoarthritis didapatkan nyeri sendi yang dapat disertai

dengan gangguan pergerakan pada sendi yang terkena peradangan.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan artosentesis sebagai suatu indikasi untuk

memastikan diagnosis. Namun perlu diperhatikan kontraindikasi yaitu pada sendi yang

tidak stabil. Hal ini biasanya terjadi pada tingkat ostearthritis yang lebih tinggi dimana

terjadi deformitas. Selain itu pada osteoarthritis yang sudah parah juga dapat ditemukan

Page 5: Skenario 1

5

gangguan sendi celah sendi menyempit dan jmlah cairan sendi berkurang. Pengambilan

cairan sendi akan semakin memperburuk keadaan pada kondisi ini.3

Pada artrosentesis dapat dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes

mikrobiologi, tes kimia serta tes imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang dapat

dilihat ialah warna cairan sendi, tes musin, tes viskositas dan melihat bekuan dalam

sendi. Diantara keempat jenis tes tersebut hanya tes warna yang masih bisa digunakan

untuk kasus osteoarthritis. Pada tes warna umumnya didapatkan perubahan warna cairan

sendi dari bening menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya tetap terlihat

seperti keadaan normal.

Gambar 2: Warna Cairan Sendi Pada Penderita Osteoarthritis

Diunduh dari http://images.rheumatology.org/search.php?searchstring=%22synovial%20fluid%22

Selain itu angka normal juga ditunjukan pada pemeriksaan hitung sel darah dan laju

endap darah darah. Pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan C-Reactive Protein, Anti

Nuclear Antibodies serta Rheumatoid Factor juga tidak banyak membantu karena

hasilnya tetap normal. Akan tetapi ketiga pemeriksaan ini bisa digunakan untuk

membedakan osteoarthritis terhadap jenis penyakit sendi yang lain seperti rheumatoid

arthritis.3

C-Reactive Protein ialah suatu protein yang dilepaskan secara cepat pada proses

peradangan akut. Pada 70-80 % penderita rheumatoid arthritis didapatkan peningkatan

kadar CRP. Sedangkan Rheumatoid Factor merupakan antibodi terhadap bagian Fc

(constant region) dari immunoglobulin G yang ditemukan pada 80% penderita

rheumatoid arthritis. Tes Anti Nuclear Antibodies umumnya meningkat pada 70%

penderita Sistemic Lupus Eritomatosus dan pada 20% penderita rheumatoid arthritis.

Sehingga ketiga tes tadi bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan pasien

terkena osteoarthritis bila didapatkan hasil yang positif.3

Page 6: Skenario 1

6

Lantas jenis pemeriksaan apa yang dapat kita gunakan untuk memastikan diagnosis

osteoarthritis? Pemeriksaan radiologi ialah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dan

meyakinkan dalam diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi umumnya

didapatkan penyempitan pada rongga sendi yang disertai dengan sklerosis tepi

persendian. Mungkin pula terdapat deformitas, pembentukan kista juksta artikular serta

pembentukan spur/osteofit. Kadang bisa didapatkan liping pada tepi tulang serta adanya

tulang yang lepas.1,4

Berdasarkan gambaran radiologisnya, dua orang ahli yaitu Kellgren dan Lawrance

menetapkan lima derajat osteoarthritis, yaitu:

Derajat 0 : normal, celah sendi baik, tidak ada osteofit dan kista subkondral.

Derajat 1 : adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan adanya

kemungkinan pembentukan osteofit.

Derajat 2 : adanya osteofit yang disertai dengan kemungkinan penyempitan pada

celah sendi.

Derajat 3 : jumlah osteofit yang lebih dari satu, penyempitan celah sendi,

beberapa gambaran sklerotik pada tulang yang disertai dengan kemungkinan adanya

deformitas tulang.

Derajat 4 : osteofit yang besar, celah sendi yang menyempit, sklerosis dalam

tingkatan yang parah serta didapatkan adanya deformitas pada tulang.

Gambar 3: Osteoarthritis Sendi Lutut Derajat 3

Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/310834-overview

Derajat ini digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit serta penanganan

yang tepat terhadap tingkat penyakit tersebut. Selain pemeriksaan radiologi, dapat pula

Page 7: Skenario 1

7

dilakukan pemeriksaan resonansi magnetik (MRI) serta artoskopi untuk mendukung

diagnosis osteoarthritis.3

Terdapat bermacam-macam marker molekular yang dapat ditemukan pada cairan

sinovial maupun dalam serum pasien OA yang berasal dari komponen ekstraartikular

matriks yang dapat digunakan sebagai penanda biokimia timbulnya penyakit ini.

Contohnya ialah core protein epitopes, keratan sulfate epitopes, cartilage matrix proteins

dan type II colagen C-propeptide. Semua biomarker tadi akan meningkat kadarnya

dalam cairan sendi penderita osteoarthritis.3

D. Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja penderita osteoarthritis dipastikan melalui gambaran klinis dan

radiografis.3 Gambaran klinis yang tampak pada pasien osteoarthritis umumnya ialah

sebagai berikut :

Nyeri sendi

Keluhan ini yang umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali bertemu

dengan dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan

berkurang nyerinya saat beristirahat. Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa

penjalaran maupun akibat radikulopati misalnya pada osteoarthritis servikal dan

lumbal. OA lumbal dapat menimbulkan stenosis spinal yang berujung pada rasa

nyeri di daerah betis yang disebut sebagai claudicatio intermitten.

Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini umumnya semakin bertambah parah seiring bertambahnya rasa nyeri.

Kaku pagi

Kaku biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu yang

lama maupun setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati 20 menit keadaan kaku

sebelum sendi dapat digerakan lagi.

Krepitasi

Pada keadaan di mana celah sendi telah menyempit dapat terjadi pergesekan antara

tulang yang satu dengan yang lainnya yang menimbulkan bunyi gemertak dan dapat

terdengar pada jarak tertentu.

Page 8: Skenario 1

8

Pembesaran sendi (Deformitas)

Biasanya perbesaran sendi secara progresif dapat terlihat pada sendi lutut dan sendi

tangan.

Perubahan gaya berjalan

Perubahan gaya berjalan yang paling sering terlihat ialah menjadi pincang. Hal ini

akan sangat mengganggu mobilisasi pasien OA.

Adapun gambaran radiologi yang dapat menyokong diagnosis osteoarthritis ialah:

Penyempitan celah sendi yang seringkali bersifat asimetris dan lebih sering terjadi

pada persendian yang berperan untuk menyangga badan.

Peningkatan densitas (gambaran sklerotik) tulang subkondral.

Adanya kista pada tulang akibat efusi cairan sendi.

Osteofit yang tampak pada pinggiran sendi.

Perubahan struktur anatomis sendi.

Namun yang perlu diperhatikan ialah perubahan radiografi ini seringkali tidak terlihat

pada tingkat awal OA.

Selain radiografi dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan magnetik (MRI) untuk bila OA

dicurigai berkaitan dengan penyakit akibat gangguan metabolisme seperti alkaptonuria,

displasia epifisis, hiperparatiroidisme, maupun penyakit Paget. MRI serta artroskopi

dapat dilakukan juga bila OA disertai dengan penyakit berat seperti osteonekrosis dan

pigmented sinovitis.3

E. Diagnosis Banding

Diagnosis banding terhadap osteoarthritis ialah penyakit radang sendi lainnya, yaitu:

1. Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan

manifestasi utama poliarthritis progresif dan dapat menyaebabkan komplikasi ke

seluruh organ tubuh. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun. Terlibatnya

sendi pada pasien arthritis rheumatoid akan terjadi pada tingkatan yang lebih lanjut

dari penyakit ini.5

Penyakit ini umumnya menyerang sendi yang kecil, meskipun tidak menutup

kemungkinan mengenai sendi yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan

Page 9: Skenario 1

9

osteoarthritis yang umumnya mengenai sendi penyangga tubuh. Seringkali terdapat

deformitas yang sangat khas untuk RA yaitu deformitas swan neck (fleksi kontraktur

MCP – hiperekstensi PIP – fleksi PIP) dan deformitas Boutonniere (fleksi PIP –

hiperekstensi DIP).5

Gambar 4: Swan Neck Deformities

Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/310834-overview

Selain itu ciri yang khas ialah terdapatnya poliarthritis yang serentak serta arthritis

pada daerah persendian tangan yang bersifat simetris. Hal ini berbanding terbalik

dengan osteoarthritis yang lebih sering terjadi monarthritis asimetris. Ciri khas lain

dari RA ialah adanya nodul subkutan pada pada lengan ekstensor yang bila dibiopsi

akan terlihat kolagen rusak dengan histiosit yang tersusun seperti pagar.

Pemeriksaan laboratorium juga dapat mendiferensiasi RA terhadap OA. Laju endap

darah, hitung sel darah, rheumatoid factor, anti CCP dan C-reactive protein

umumnya meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Pada penderita

osteoarthritis didapati angka yang normal pada semua indikator diatas.

2. Kristaline Arthritis

Merupakan suatu peradangan sendi yang kebanyakan disebabkan oleh deposit kristal

urat di jaringan lunak dan sendi. Penyakit ini lebih dikenal sebagai gout. Ciri

khasnya ialah umumnya kadar asam urat dalam darah yang meningkat diatas 7

mg/dl. Penyakit ini dapat semakin bertambah parah, biasanya dimulai dari serangan

akut yang jika tidak dapat ditangani dengan baik dapat berubah menjadi kronik dan

dapat menyebabkan komplikasi ke organ lain seperti ginjal.4,5

Perbedaan utama yang ditemukan antara gout dan OA ialah pada gout sendi yang

berwarna kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila dibiopsi akan terdapat

massa amorf urat dan giant cell proses peradangan yang disebut sebagai tophus. Hal

ini tidak ditemukan pada osteoarthritis. Selain itu juga ciri khas pada gout ialah

Page 10: Skenario 1

10

ditemukannya pembengkakan pada persendian metatarsophalangeal 1 yang hanya

terjadi unilateral.5

Tophus yang terjadi pada pada kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi yang

spesifik dan khas seperti cuping telinga, olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon

achiles dan jari tangan.

Gambar 5: Gout pada Jaringan Lunak di Persendian Tangan

Diunduh dari : http://jointpainarthritis.net/causes-of-gout/

3. Infeksius Arthritis

Penyakit ini merupakan peradangan sendi yang disebabkan oleh bakteri maupun

virus yang menginfeksi tubuh. Jenis bakteri yang menginfeksi ialah Spirocheta

borelia, Nesseria gonorhoe dan Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini sering

menyebabkan nyeri sendi yang berpindah – pindah / athralgia.

Peradangan oleh Spirocheta borelia dapat menyebabkan sendi meradang kronis

dengan papula merah yang menonjol seperti mata sapi. Sedangkan bila disebabkan

oleh Nesseria gonorhoe dapat terjadi radang sendi yang menghasilkan nanah.

Peradangan oleh Mycobacterium tuberculosis mungkin disebabkan adanya

tuberkulosis paru sebelumnya. Karena disebabkan oleh bakteri, maka pada biopsi

akan ditemukan adanya sedang radang akut/neutrofil yang berperan sebagai imunitas

seluler tubuh terhadap bakteri.5

Selain itu bila dikultur dan diberi pewarnaan gram dapat terlihat warna ungu yang

menandakan bakteri gram positif pada Nesseria gonorhoe dan warna merah yang

menandakan bakteri gram negatif pada Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan

Page 11: Skenario 1

11

dengan teknik pewarnaan khusus seperti Fontana-Tribendau dapat terlihat

Spirocheta borelia pada hasil biopsi.5

Hal ini tentu saja tidak kita temukan pada hasil biopsi penderita osteoarthritis.

F. Etiologi

Faktor umum yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoarhritis ialah:

Umur

Faktor ini merupakan faktor dengan hubungan terbesar terhadap osteoarthritis.

Ditemukan sekitar 80% individu berusia diatas 75 tahun yang menderita

osteoarthritis dengan progresivitas penyakit hampir mengenai seluruh sendi.

Perubahan radiologis yang menunjukan gejala OA umumnya makin nyata

ditemukan pada usia lanjut meskipun perubahan ini tidak selalu berkorelasi dengan

gejala klinik yang muncul.3

Perubahan morfologis dan struktural yang berkaitan dengan kartilago pada sendi

ialah semakin menipis dan melembutnya permukaan kartilago. Selain itu

berkurangnya ukuran dan agregasi matriks proteoglikan juga dapat terlihat pada usia

tua. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit dalam

memperbaiki jaringan akibat proses degenerasi yang terjadi. Selain itu pada usia tua

sering ditemukan penurunan sensitivitas kondrosit terhadap insulin growth factor 1

yang berperan dalam stimulasi produksi proteoglikan, kolagen dan reseptor sel

integrin.3,4

Didapatkan pula korelasi langsung antara apoptosis pada kondrosit dan degradasi

kartilago pada usia lanjut dengan peningkatan resiko timbulnya osteoarthritis.

Lokasi Sendi

Seperti yang kita ketahui bersama, ostearthritis kerapkali terjadi pada persendian

antara tulang-tulang yang menyangga badan, seperti pada persendian pangkal paha,

lutut dan pergelangan kaki. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh umur yang

mempercepat penurunan fungsi persendian dalam menyangga badan. Sebuah studi

menunjukkan bahwa daerah pangkal paha dan lutut lebih tinggi kemungkinannya

untuk terkena osteoarthritis. Pada kedua daerah ini ditemukan lebih banyak reseptor

terhadap interleukin 1 dan lebih banyak kondrosit yang mengekspresikan Mrna

pembentuk metalloproteinase dibanding daerah pergelangan kaki. Hal ini diduga

Page 12: Skenario 1

12

turut berperan dalam mempercepat degenerasi yang terjadi dalam persendian

tersebut.3,4

Obesitas

Obesitas juga merupakan suatu predisposisi terhadap peningkatan resiko terkena

osteoarthritis. Seseorang dikatakan mengalami obesitas apabila indeks massa

tubuhnya melebihi 25,0 (indeks massa tubuh ialah hasil pembagian berat badan

dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter). Obesitas menyebabkan

tulang-tulang penyangga badan bekerja lebih keras dalam menyangga badan

sehingga meningkatkan gaya mekanik pada persendian antar tulang tersebut.3

Apalagi bila kondisi ini ditambah dengan aktivitas fisik yang terlalu keras. Hal ini

tentu saja dapat memperberat keadaan tersebut. Oleh karena itu harus dijaga agar

penderita osteoarthritis tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Pada

penderita OA yang menurunkan berat badannya didapati peningkatan status

fungsional yang berarti bahkan didapati perbaikan yang setara dengan pasien yang

telah mengalami operasi penggantian sendi.4

Genetik

Studi populasi yang diikuti pasien dengan perubahan radiografis khas osteoarthritis

menemukan kontribusi genetik terhadap penyakit ini, yaitu gen resesif dan

komponen multifaktorial. Ada beberapa gen struktural yang berperan penting dalam

pengelolaan serta perbaikan kartilago sendi dan berperan dalam pengaturan

proliferasi kondrosit serta ekspresi gen. Beberapa gen untuk kode protein

pembentukan matriks ekstraselular yang mengalami mutasi telah dianggap sebagai

salah satu penyebab terjadinya osteoarthritis. Contohnya ialah mutasi titik yang

terjadi pada gen yang berperan dalam pembentukan protein kolagen tipe II. Mutasi

ini diwariskan dalam keluarga yang memiliki riwayat spondyloepifisial displasia dan

poliartikular osteoarthritis. Gangguan ini pada gilirannya akan menghasilkan protein

yang salah sehingga protein yang terbentuk tidak dapat bekerja dengan tepat dalam

perbaikan kartilago sendi. Hal ini meningkatkan resiko timbulnya osteoarthritis.3,4

Page 13: Skenario 1

13

Trauma

Terjadinya trauma dapat menyebabkan peningkatan terjadinya osteoarthritis secara

cepat maupun dapat menginisiasi suatu proses lambat yang menghasilkan gejala

osteoarthritis beberapa tahun kemudian. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya

suplai darah periartikular pasca trauma maupun berkurangnya proses remodelling

pada osteochondral junction. Faktor lokal lainnya seperti stress yang berkaitan

dengan frekuensi penggunaan sendi dan deformitas sendi juga mempunyai pengaruh

atas timbulnya osteoarthritis.4

Gender

Wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dibanding pria untuk terkena

osteoarthritis. Sebelum usia 50 tahun, lebih banyak didapati pria penderita OA

dibanding wanita. Diatas 50 tahun, hal ini menjadi berkebalikan. Hal ini dikaitkan

dengan berkurangnya kadar estrogen pasca menopause pada wanita berusia di atas

50 tahun. Kondrosit pada daerah persendian memiliki reseptor terhadap estrogen

yang mengindikasikan bahwa sebenarnya sel-sel diregulasi oleh estrogen.

Peningkatan kadar estrogen juga sebanding dengan peningkatan proteoglikan yang

sangat diperlukan untuk menunjang matriks ekstraselular.4

Sebuah studi juga menunjukkan bahwa konsumsi estrogen oral selama 10 tahun

berturut pada wanita pasca menopause menghindarkan mereka terhadap resiko

terkena osteoarthritis di daerah pangkal paha.

G. Epidemiologi

Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun penyakit

ini sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah data

OA pada sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka

yang cukup tinggi ini membuat osteoarthritis memiliki dampak sosio-ekonomik yang

cukup besar baik di negara maju maupun negara berkembang.3

Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika

Serikat menunjukan prevalensi osteoarthritis lutut pada usia di atas 60 tahun mencapai

12,1% dari keseluruhan kasus dimana wanita lebih sering terkena OA lutut dibanding

laki-laki (42,1% berbanding 31,2%) dan wanita lebih sering terkena OA derajat 3 dan 4

(12,9% berbanding 6,5% laki-laki.4

Page 14: Skenario 1

14

H. Patofisiologi

Secara umum berdasarkan patogenesisnya osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu OA

primer dan OA sekunder. OA primer primer disebut juga OA idiopatik yaitu jenis OA

yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit sistemik

serta perubahan lokal yang terjadi pada sendi. Sedangkan yang disebut sebagai OA

sekunder ialah OA yang didasari pada kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,

pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terjadi dalam

waktu yang lama. Kasus primer lebih sering ditemukan dalam kenyataannya dibanding

dengan kasus sekunder.3

Para ahli menyatakan bahwa OA merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme

pada kartilago yang juga diikuti dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang

belum diketahui mekanismenya. Terjadinya jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial

sendi umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan jejas ini dapat merangsang

pembentukan molekul yang abnormal serta menyebabkan adanya produk dari hasil

degradasi kartilago yang berada di dalam persendian yang memicu terjadinya inflamasi

sendi, kerusakan kondrosit serta nyeri. Pada OA juga didapati hipertrofi kartilago berupa

peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit yang diduga

merupakan suatu mekanisme kompensasi terhadap degradasi rawan sendi, remodelling

tulang dan inflamasi pada cairan sendi.3

Secara fisiologis didapatkan bahwa rawan sendi mampu melakukan perbaikan sendiri

dimana akan terjadi replikasi pada kondrosit untuk memproduksi matriks yang baru.

Proses perbaikan ini dibantu oleh oleh suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel

serta membantu proses komunikasi antar sel. Polipeptida ini merupakan suatu faktor

pertumbuhan yang menginduksi proses sintesis DNA dan protein serta kolagen dan

proteoglikan. Contoh faktor pertumbuhan tersebut ialah insulin-like growth factor (IGF-

1), growth hormon, transforming growth factor β (TGF- β) dan coloni stimulating factors

(CSFs). Namun pada keadaan inflamasi terjadi suatu kondisi dimana sensitivitas sel

terhadap faktor pertumbuhan menurun. Selain faktor-faktor pertumbuhan tadi, hormon

seperti testosteron, β-estradiol dan kalsitonin juga memiliki peranan dalam sintesis

komponen kartilago.4

Proses degradasi pada kolagen akan terjadi oleh berbagai macam faktor (yang terutama

ialah usia). Seiring dengan laju degradasi yang makin cepat ini maka hasil degradasi

matriks tulang rawan sendi cenderung berkumpul di dalam cairan sendi. Hal ini akan

Page 15: Skenario 1

15

mengawali terjadinya inflamasi sendi. Hal ini juga didukung dengan data bahwa

perbandingan sintesis dan pemecahan matriks tulang rawan sendi pada pasien penderita

OA ialah sekitar 0,29 berbanding 1.3

Pada penderita OA juga terjadi gangguan suplai darah. Gangguan ini disebabkan oleh

peningkatan aktivitas fibrinogenik sekaligus penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini

akan menyebabkan munumpuknya trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah

daerah subkondral yang berujung pada iskemia dan nekrosis pada jaringan subkondral

tersebut. Seperti kita ketahui bersama saat terjadi nekrosis, sel akan melepaskan mediator

kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat memicu rasa sakit karena

dihantar oleh saraf sensibel. Selain dilepaskannya mediator kimiawi, adanya peradangan

pada tendo atau ligamen serta spasme otot ekstra artikuler juga dapat memicu terjadinya

rasa sakit. Sakit pada sendi juga dapat disebabkan oleh adanya penekanan periosteum

dan radiks saraf oleh osteofit serta peningkatan tekanan intramedular akibat statisnya

aliran darah vena intramedular karena proses remodelling pada trabekula dan

subkondral.3,4

Pada saat terjadi jejas yang menyebabkan nekrosis sel, material hasil nekrosis (yang

dikenal sebagai CSFs) akan memproduksi suatu sitokin aktivator plasminogen yang

disebut sebagai katabolin. Sitokin ini terdiri dari interleukin, tumor necrosis factor dan

interferon. Sitokin ini akan merangsang pembentukan CSFs tambahan yang akan

mempengaruhi monosit untuk mendegradasi rawan sendi secara lebih lanjut. Selain itu

adanya sitokin ini juga akan mempercepat proses resorpsi matriks rawan sendi. Adanya

interlekuin-1 juga memiliki efek yang banyak terhadap cairan sendi, yaitu meningkatkan

sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi seperti stromelisin dan kolagenosa. Selain

mendegradasi rawan sendi, enzim ini juga menghambat proses sintesis dan perbaikan

normal kondrosit.4

Efek antagonis dapat terlihat antara sitokin terhadap faktor pertumbuhan. Sitokin

cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor

pertumbuhan merangsang sintesis. Namun yang menjadi permasalahan adalah pada

penderita OA seringkali didapatkan penurunan kadar faktor pertumbuhan seperti insulin-

like growth factor 1/IGF-1.3

I. Penatalaksanaan

Secara umum terapi pada penderita osteoarthritis terdiri atas 3 hal, yaitu:

Page 16: Skenario 1

16

1. Terapi Non-Farmakologis

Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk

lordosis pada daerah lumbal, menghindari aktivitas berlebihan pada sendi yang

sakit dan pemakaian alat-alat yang dapat meringankan kerja sendi.4

Dapat juga dilakukan terapi penggunaan ultrasound, stimulasi elektrik,

akupuntur dan pemijatan untuk mengurangi efek nyeri pada osteoarthritis.

Diet untuk menurunkan berat badan agar dapat mengurangi timbulnya keluhan.

Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin (diathermi), serta program

latihan yang tepat.

Edukasi dan penerangan tentang cara menangani pasien osteoarthritis bagi

kerabat dan keluarga yang bersangkutan.

Dorongan psikososial bagi penderita osteoarthritis.

2. Terapi Farmakologis

Pada penyakit osteoarthritis obat yang dapat digunakan meliputi analgesik oral non-

opioid, analgesik topikal, OAINS, steroid intraartikular serta penggunaan suplemen.

Pada penderita osteoarthritis yang digunakan sebagai lini pertama penanganan

penyakit adalah asetaminofen. Asetaminofen/Paracetamol merupakan obat

analgesik-antipiretik yang berasal dari golongan Para Amino Fenol. Dosis yang

digunakan berkisar antara 350-650 mg dan digunakan 4 kali sehari. Obat ini

dapat mengurangi rasa nyeri dalam tingkat ringan yang timbul akibat gejala

awal dari osteoarthritis.3

Yang perlu diperhatikan adalah efek samping obat yang dapat menyebabkan

reaksi alergi seperti eritemia, urtikaria dan demam. Selain itu dapat timbul

nefropati analgesik. Dalam dosis yang toksik maka bisa terjadi nekrosis hati dan

tubuler ginjal.

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) yang digunakan hanya bekerja sebagai

analgesik dan mengurangi peradangan, namun tidak dapat menghentikan reaksi

patologis yang terjadi. Adapun jenis obat yang digunakan ialah fenoprofin,

piroksikam serta ibuprofen. Dosis yang digunakan hanya - dari dosis

obat yang sama bila digunakan pada penderita rheumatoid arthritis.3

Page 17: Skenario 1

17

Karena pemakaiannya yang digunakan dalam jangka panjang, umumnya

muncul efek samping utama yaitu gangguan mukosa lambung dan gangguan

faal ginjal. Hal ini disebabkan karena hambatan pada COX-1 dan COX-2 pada

jalur siklooksigenase tempat kerja obat ini. Oleh karena itu saat ini

dikembangkan jenis OAINS yang hanya bekerja selektif pada COX-2 yaitu

Celecoxib dan Valdecoxib. Kedua jenis obat ini memiliki efek samping yang

lebih kecil pada traktus gastrointestinal dibanding jenis OAINS yang lain.5

Bila penggunakan Asetaminofen dan OAINS tidak memberi perubahan yang

berarti pada pasien, maka dapat diberikan analgesik opiod dalam dosis yang

rendah yang dikombinasikan dengan Asetaminofen. Contohnya ialah

penggunaan 8 mg kodein ditambah dengan 650 mg Paracetamol. Tetap

perhatikan efek samping seperti mual, muntah, pusing, sakit kepala dan

penurunan tingkat kesadaran pada pemakaian obat ini.3

Selain penggunaan per oral, dapat digunakan analgesik topikal. Contohnya

adalah Capsaicin yang berasal dari ekstrak cabe merah. Capsaicin melepas

substansi P dari serabut saraf sehingga dapat mengurangi nyeri pada

osteoarthritis. Agar efektif, Capsaicin harus digunakan secara reguler setidak-

tidaknya selam 2 minggu. Pemberian Capsaicin dapat dikombinasikan dengan

analgesik maupun OAINS.3

Penggunaan ketiga jenis obat-obatan diatas memiliki efek gastrointestinal yang

cukup besar seperti tukak lambung dan gastritis. Di Amerika Serikat penggunaan

OAINS menyebabkan 100.000 kasus tukak lambung dengan 10.000 – 15.000

kematian per tahun. Hal ini mendorong para ahli untuk berusaha mencari obat yang

bukan mengurangi nyeri dengan menghambat jalur siklooksigenase, melainkan

mencari obat yang dapat memperlambat progresifitas kerusakan kartilago sendi

bahkan kalau bisa mencegah timbulnya kerusakan kartilago.

Jenis obat ini digolongkan sebagai chondroprotective agents atau disease modifying

osteoarthritis drugs (DMOADs). Yang termasuk ke dalam golongan DMOADs

ialah:

Tetrasiklin dan derivatnya yang mempunyai kemampuan menghambat kerja

enzim metaloproteinase. Salah satu derivat yang digunakan ialah doksisiklin.

Page 18: Skenario 1

18

Penggunaan obat ini masih dalam tahap percobaan pada hewan dan belum

diterapkan pada manusia.6

Asam Hialuronat digunakan untuk memperbaiki tingkat kekentalan cairan

sinovial. Obat ini digunakan melalui suntikan intra-artikuler dengan dosis 2 cc

sekali seminggu dan disuntik sebanyak 3-5 minggu berturut-turut. Jenis preparat

yang digunakan ialah Na-Hyaluronat (Hyalgan) dan Hylan G-F 20 (Synvisc).

Asam hialuronat memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang

rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Efek samping yang perlu

diperhatikan ialah pembengkakan dan reaksi kulit yang bersifat lokal yang

mungkin terjadi.5,6

Injeksi steroid intra-artikuler dapat mengurangi inflamasi sendi maupun efusi

sendi yang terjadi pada osteoarthritis. Hal ini dikarenakan steroid (seperti

kortikosteroid) dapat menghambat kerja enzim fosfolipase sehingga tidak

terbentuk mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien melalui

jalur siklooksigenase dan lipooksigenase.3

Penggunaan kortikosteroid dibatasi hanya 3 – 4 kali per tahun dikarenakan efek

sistemiknya yang besar. Preparat yang digunakan ialah Metil Prednisolon Asetat

dan Triamnisolon Hexatidone.

Glikosaminoglikan merupakan sejenis suplemen yang dapat menghambat

sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti

hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro. Selain itu

glikosaminoglikan juga merangsang sistensis proteoglikan dan asam hialuronat

pada kultur tulang rawan sendi manusia. Berdasarkan peneliatian didapatkan

penggunaan glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan

dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga dan kehilangan jam kerja aktif.5

Kondroitin Sulfat ialah suatu komponen yang penting pada matriks ekstraselular

sekeliling sel pada kelompok vertebrata. Tulang rawan kita terdiri dari 98%

matriks ekstraselular dan hanya 2% sel. Pada OA terjadi kerusakan sendi yang

disebabkan oleh berkurangnya komponen matriks ekstraselular seperti

proteoglikan. Pada pemberian Kondroitin Sulfat ditemukan efek protektif

terhadap kerusakan tulang rawan sendi tersebut.6

Vitamin C, dapat berguna pada penderita OA karena dapat menghambat

aktivitas enzim lizosim.

Page 19: Skenario 1

19

Superoxide Dismutase, merupakan suatu enzim yang dapat menangkal radikal

bebas seperti superoksida dan radikal hidroksil. Radikal bebas ini dapat merusak

kolagen, proteoglikan, asam hialuronat dan kondrosit. Sehingga pemberian

superoxide dismutase dapat memberikan efek positif dalam pengobatan

penderita OA.

3. Pembedahan

Pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan dengan terapi non farmakologis dan

terapi farmakologis tidak berhasil dengan baik. Selain itu pembedahan juga dapat

dilakukan juga pasien mengalami keluhan seperti nyeri, kaku dan deformitas

bengkok yang semakin bertambah parah seiring dengan perjalanan penyakit.

Keluhan ini sangat mengganggu pasien karena membatasi aktivitas sehari-hari

pasien seperti berjalan, naik turun tangga dan bekerja.

Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi

dan total joint replacement. Tindakan ini diindikasikan sesuai dengan derajat

keparahan radiologis penderita OA menurun Kellgren dan Lawrance (Pembagian

derajat Kellgren Lawrance dapat dilihat pada bagian pemeriksaan penunjang). Untuk

OA derajat 1 dan 2 dilakukan artroskopi sedangkan untuk OA derajat 3 dan 4

dilakukan total joint replacement. Berikut ini akan dideskripsikan mengenai kedua

bentuk pembedahan tersebut.

1. Artroskopi

Artroskopi merupakan prosedur pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara

melihat sendi melalui kabel serat optik sambil melakukan proses pembedahan

dengan semacam selang kecil yang ditusukan ke dalam persendian. Indikasi

dilakukannya artroskopi ialah bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan

terkunci (locking), tertahan (catching), dan sempoyongan (giving way). Selain

itu artroskopi dapat dilakukan untuk memperbaiki robekan meniskus/bantalan

sendi. Pada artroskopi dapat dikeluarkan benda asing dan pencucian sendi.

Umumnya pasca operasi nyeri dapat hilang hingga 2-5 tahun pada 50-85%

pasien.7

Ada dua bentuk artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan debridement.

Lavage merupakan proses pencucian cairan sendi dengan memakai larutan

garam yang kemudian dikeluarkan lagi bersama benda asing dari dalam sendi

beserta dengan cairan sendi yang berlebihan. Sedangkan debridement

Page 20: Skenario 1

20

merupakan proses yang sama namun ditambah dengan proses penipisan dan

pelembutan kartilago sendi yang telah keras dan meradang serta pengambilan

serpihan tulang rawan yang ada dari persendian. Selain itu pada debridement

dapat pula dilakukan synovectomy yaitu tindakan membuang selaput sinovial

yang meradang.7

Berdasarkan prospective study yang dilakukan Jackson pada tahun 1982,

ditemukan bahwa debridement memiliki angka keberhasilan yang lebih baik

dibandingkan lavage dalam jangka waktu 3 tahun pasca operasi.

2. Total Joint Replacement

Merupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal dan

plastik. Operasi ini telah dimulai sejak tahun 1950. Saat ini dilakukan penelitian

untuk mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi buatan ini bertahan

lebih lama. Operasi penggantian sendi secara total diindikasikan pada orang

yang mengalami ostearthritis derajat 3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada

usia muda. Kontraindikasi dilakukannya total joint replacement ialah adanya

penyakit tambahan seperti diabetes dan jantung yang dapat memperparah

keadaan pasien.8

Operasi ini dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri lutut parah hingga

terjadi deformitas (seperti varus dan valgus pada lutut), kegagalan pengobatan

serta keterbatasan dalam melakukan gerakan / penurunan range of movement

yang berujung pada kehilangan fungsi sendi seperti ketidakmampuan berjalan

dan berjongkok.8

Sendi yang paling sering dilakukan total joint replacement adalah sendi lutut

dan pangkal paha. Umumnya keluhan nyeri berkurang setelah operasi dan

terdapat koreksi pada deformitas. Pada lutut didapati fleksi hingga 120 derajat

bahkan dengan desain implant high flex knee fleksi hingga 155 derajat bisa

tercapai. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam melakukan gerakan yang

melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa. Selain itu

tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95%

dalam kurun waktu 10-15 tahun pasca operasi.8

Page 21: Skenario 1

21

Gambar 6 : Total Knee Joint Replacement

Diunduh dari : http://topnews.us/content/213296-total-knee-replacement-surgery-national-trend-among-

younger-patients

Namun, ada komplikasi yang dapat timbul dari operasi total joint replacement,

yaitu infeksi akibat operasi terbuka, trombosis vena-vena dalam, keterbatasan

gerakan sendi, nyeri lutut yang menetap dan keausan implant dalam jangka

panjang. Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini dikembangkan suatu sistem

operasi dengan bantuan komputer. Sistem ini dikenal sebagai Computer Assisted

Surgery. Sistem ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding operasi

yang dikerjakan secara manual. Selain itu resiko infeksi dan penggunaan

tourniquet dapat diturunkan dalam penggunaan operasi ini.8

J. Pencegahan

Secara umum pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena

osteorarthritis adalah:

1. Mengatur diet dan pola makan sehingga berat badan tetap stabil dan tidak terjadi

obesitas.6

2. Menghindarkan diri sebisa mungkin dari kemungkinan trauma yang dapat terjadi.

3. Konsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents seperti kondroitin sulfat

dan glikosaminoglikan.

4. Aktivitas fisik teratur namun hindari aktivitas fisik yang memberi beban terlalu berat

pada tubuh, apalagi bila sudah berusia lanjut.

Page 22: Skenario 1

22

K. Prognosis

Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat ditangani dengan obat-obat konservatif.

Hanya pada kasus yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien saja baru

dilakukan operasi. Operasi yang dilakukan pun memiliki tingkat keberhasilan yang

tinggi. Kuncinya bergantung kepada penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit

ini.5

Page 23: Skenario 1

23

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan penyakit yang dikaitkan dengan degenerasi pada tulang rawan

dan matriks ekstraselular pada persendian. Penyakit ini kadang disertai dengan inflamasi

dan sering terjadi pada sendi-sendi besar yang menyangga tubuh, meskipun tidak

menutup kemungkinan mengenai sendi yang lebih kecil.

Selain akibat degenerasi, osteoarthritis juga dapat dikaitkan dengan gangguan lain yang

dapat menjadi predisposisi penyakit ini, antara lain kelainan endokrin, inflamasi,

gangguan metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta immobilisasi

yang terlalu lama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk mendiagnosa OA. Pemeriksaan

fisik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi dan mengecek pergerakan sendi.

Pemeriksaan laboratorium kurang membantu karena hampir semua indikator masih

berada dalam level normal kecuali pemeriksaan dengan menggunakan marker

biokimiawi yang lebih spesifik untuk OA. Pemeriksaan penunjang yang cukup berguna

yaitu pemeriksaan radiologis.

Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan timbulnya osteoarthritis ialah umur,

lokasi persendian, genetik, trauma serta gender. Penyakit ini bukan merupakan penyakit

epedemik di suatu negara. Namun penyakit ini punya trend yang cukup besar untuk

terjadi pada wanita yang berusia tua.

Jalur patogenesis penyakit ini terutama akibat ketidakmampuan protein pada matriks

tulang untuk memperbaiki secara normal bagian rawan sendi yang telah terkena jejas

baik secara mekanis maupun biokimiawi. Penurunan sensitivitas sel terhadap faktor

pertumbuhan yang diikuti dengan peningkatan aktivitas sitokin diduga sebagai pencetus

terjadinya osteoarthritis.

Penatalaksanaan penyakit ini meliputi penatalaksanaan secara non-farmakologis,

penatalaksanaan farmakologis dan pembedahan. Ketiganya dilakukan secara bertahap

dan bergantung pada derajat keparahan penyakit yang dialami penderita. Saat ini masih

terus dikembangkan teknik yang lebih baik dan kurang efek sampingnya dalam

menangani penyakit ini.

Pencegahan penyakit ini meliputi pengontrolan diet, penghindaran diri dari resiko trauma

serta mengkonsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents untuk

menghindari degenerasi matriks tulang lebih lanjut. Pada usia lanjut, juga dianjurkan

Page 24: Skenario 1

24

untuk tidak terlalu melakukan aktivitas berat yang dapat mempercepat terjadinya proses

degenerasi tersebut.

Prognosis penyakit ini umumnya baik asalkan dapat ditangani secara tepat.

Page 25: Skenario 1

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Runge MS, Greganti MA. Netter’s internal medicine. 2nd

edition. Philadelphia: Saunders

Elsevier Publisher; 2009.p.1009-17.

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. edisi 8.

Jakarta: EGC; 2009.h.516-30.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2538-49.

4. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, etc. Kelley’s textbook of rheumatology. 8th

edition.

Philadelphia: Elsevier Publisher; 2009.p.1525-73.

5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1.

Jakarta: Media Aeculapius; 2005.h.535-9.

6. Beers MH, Berkow R. The merck manual of geriatrics. 3th

edition. New York: Merck &

Co. Inc; 2004.p.489-93.

7. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, etc. Hazzard’s geriatri medicine and gerontology.

6th

edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2009.p.1411-9.

8. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, etc. Schwartz’s principles of surgery. 8th

edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2005.p.1703-6.