sken c blok 9 - osoca

60
2.2 SKENARIO C HIPOGLIKEMIA PADA DM TIPE 2 Cek Ina, 65 tahun, dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Palembang karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Lebih kurang 6 jam sebelumnya pasien mulai mengeluh gelisah, berdebar-debar dan mudah mengantuk. Selama ini pasien diketahui menyandang diabetes selama 8 tahun dan telah mengkonsumsi obat-obatan metformin 3x500 mg dan glibenklamid 1x5 mg secara teratur. Sejak 6 bulan terakhir Cek Ina sering mengeluh muah, nafsu makan berkurang. Pasien juga diketahui menyandang hipertensi lama dan mendapat obat kaptopril 2x12,5 mg. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: Sakit berat, sens: sopor Tanda Vital: TD 100/70mmHg, nadi:120x/menit, filiformis, RR: 22x/menit, T:35,0 o C. Keadaan spesifik: Kulit lembab, dingin Pemeriksaan Laboratorium darah cito di IGD: Glukosa darah (dengan glucometer): low(<60mg/dl) Hb: 12g%, Ureum: 66mg/dl, Kreatinin: 2,8mg/dl 2.3.2 Identifikasi Masalah 1. Cek Ina, 65 tahun, dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Palembang karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Page 1

Upload: iqbalis-ardiso

Post on 22-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sken C Blok 9 - Osoca

2.2 SKENARIO C HIPOGLIKEMIA PADA DM TIPE 2

Cek Ina, 65 tahun, dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Palembang karena penurunan

kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Lebih kurang 6 jam sebelumnya pasien mulai mengeluh

gelisah, berdebar-debar dan mudah mengantuk.

Selama ini pasien diketahui menyandang diabetes selama 8 tahun dan telah mengkonsumsi

obat-obatan metformin 3x500 mg dan glibenklamid 1x5 mg secara teratur. Sejak 6 bulan

terakhir Cek Ina sering mengeluh muah, nafsu makan berkurang. Pasien juga diketahui

menyandang hipertensi lama dan mendapat obat kaptopril 2x12,5 mg.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: Sakit berat, sens: sopor

Tanda Vital: TD 100/70mmHg, nadi:120x/menit, filiformis, RR: 22x/menit, T:35,0oC.

Keadaan spesifik: Kulit lembab, dingin

Pemeriksaan Laboratorium darah cito di IGD:

Glukosa darah (dengan glucometer): low(<60mg/dl)

Hb: 12g%, Ureum: 66mg/dl, Kreatinin: 2,8mg/dl

2.3.2 Identifikasi Masalah

1. Cek Ina, 65 tahun, dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Palembang karena penurunan

kesadaran sejak 4 jam yang lalu.

2. Lebih kurang 6 jam sebelumnya pasien mulai mengeluh gelisah, berdebar-debar dan

mudah mengantuk

3. Selama ini pasien diketahui menyandang diabetes selama 8 tahun dan telah

mengkonsumsi obat-obatan metformin 3x500 mg dan glibenklamid 1x5 mg secara

teratur. Sejak 6 bulan terakhir Cek Ina sering mengeluh muah, nafsu makan

berkurang..

4. Pasien juga diketahui menyandang hipertensi lama dan mendapat obat kaptopril

2x12,5 mg.

5. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: Sakit berat, sens: sopor

Tanda Vital: TD 100/70mmHg, nadi:120x/menit, filiformis, RR: 22x/menit, T:35,0oC.

Page 1

Page 2: Sken C Blok 9 - Osoca

6. Keadaan spesifik: Kulit lembab, dingin

7. Pemeriksaan laboratorium darah cito di IGD:

Glukosa darah (dengan glucometer): low(<60mg/dl)

Hb: 12g%, Ureum: 66mg/dl, Kreatinin: 2,8mg/dl

2.3.3 Analisis Masalah

1. Cek Ina, 65 tahun, dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Palembang karena penurunan

kesadaran sejak 4 jam yang lalu.

a. Apa faktor penyebab penurunan kesadaran?

Jawab :

-Sirkulasi

-Ensefalitis

-Metabolik

-Elektrolit

-Neoplasma

-Intoksitasi

-Trauma

-Epilepsi

b. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran?

Jawab:

Konsumsi OAD (glibenklamid jangka panjang) → sel β pnkreas terus

terangsang → sekresi insulin terus menerus → kadar insulin tinggi →

penurunan glukosa darah yang cepat → hipoglikemia → otak kekurangan

glukosa sebagai sumber energi → gangguan fungsi saraf pusat

(neuroglikopenik) → penurunan kesadaran.

c. Apa makna penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu?

Jawab:

Telah terjadi hipoglikemia berat.

Ada 3 klasifikasi dari hipoglikemi :

Ringan :

Page 2

Page 3: Sken C Blok 9 - Osoca

Simtomatik , dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari

yang nyata.

Sedang :

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktifitas sehari-

hari yang nyata.

Berat :

Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif pasien

tidak mampu mengatasi sendiri

1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral.

2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa

intravena).

3. Disertai dengan koma atau kejang

d. Apa fungsi penurunan kesadaran??

Jawab:

Sebagai kompensasi tubuh untuk menghemat energi.

e. Bagaimana penilaian tingkat kesadaran?

Jawab:

1. PENILAIAN KUALITATIF

a. Composmentis

Bereaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling orientasi,

baik terhadap orang, tempat dan waktu

b. Apatis

Terlihat mengantuk tapi mudah dibangunkan, klien tampak acuh tak acuh

dengan lingkungannya

c. Confuse

Klien tampak bingung/ bengong, respon psikologis agak lambat

d. Samnolen

Dapat dibangunkan bila rangsangan cukup kuat

e. Soporos Coma

Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada,

biasanya ada inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna

Page 3

Page 4: Sken C Blok 9 - Osoca

f. Coma

Tidak sadar dan tidak berespon terhadap rangsangan nyeri

2. Kuantitatif Dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

GCS yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…Menilai tingkat kesadaran :15 : normal14-13 : sedang12-9 : ringan8-3 : berat

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

a. Bagaimana pertolongan pertama pada penurunan kesadaran?

Jawab:

A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai

control servikal.

B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar

oksigenasi adekwat.

C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.

D: Disability, mengecek status neurologis

Page 4

Page 5: Sken C Blok 9 - Osoca

E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita

tapi cegah hipotermia.

3. Lebih kurang 6 jam sebelumnya pasien mulai mengeluh gelisah, berdebar-debar dan

mudah mengantuk.

a. Bagaimana hubungan gelisah, berdebar-debar, mudah mengantuk dengan

penurunan kesadaran?

Jawab:

Hubungan gelisah, berdebar-debar, mudah mengantuk dengan penurunan

kesadaran adalah keadaan hipoglikemia yang terjadi. Terjadinya penurunan

kesadaran diakibatkan karena ketidak mampuan tubuh untuk memenuhi

pasokan nutrisi dan oksigen ke otak, sehingga jika keadaan tersebut dibiarkan

secara terus-menerus, akan mengakibatkan penurunan kesadaran. Dimana

keadaan hipoglikemia pengeluaran stresor (merangsang saraf simpatis

sekresi adrenalin gelisah, berdebar-debar, sedangkan kurangnya pasokan

oksigen dan nutrisi hipoksia otak mudah mengantuk – penurunan

kesadaran.

b. Bagaimana mekanisme gelisah, berdebar-debar, dan mudah mengantuk?

Jawab:

Berdebar-debar dan gelisah:

DM tipe 2, resistensi insulin glukosa darah rendah sekresi insulin

meningkat glukosa darah menurun hipoglikemi pengeluaran

epinefrin oleh medula adrenal peningkatan aktivitas saraf simpatis curah

jantung meningkat denyut jantung meningkat palpitasi

Mudah mengantuk:

glukosa darah menurun hipoglikemia tidak adekuat suplai dari darah ke

saraf (neuro-glikopenik) asupan glukosa ke otak berkurang mudah

mengantuk

4. Selama ini pasien diketahui menyandang diabetes selama 8 tahun dan telah

mengkonsumsi obat-obatan metformin 3x500 mg dan glibenklamid 1x5 mg secara

teratur. Sejak 6 bulan terakhir Cek Ina sering mengeluh mual, nafsu makan berkurang

a. Apa hubungan diabetes 8 tahun dengan kasus ini?

Page 5

Page 6: Sken C Blok 9 - Osoca

Jawab:

Banyak faktor yang mengakibat keluhan tersebut terjadi. Bisa dilihat dari efek

jangka panjang obat dan juga komplikasi pada pasien diabetes, serta usia yang

sangat berhubungan dengan pemakaian dosis obat dan juga memperhatikan

fungsi ginjal pasien. Jadi hubungan antara diabetes 8 tahun, dengan usia yang

telah memasuki lansia dengan dosis obat yang tetap dipertahankan seperti itu

akumulasi obat dan juga efek jangka panjang obat tersebut hipoglikemia

b. Bagaimana farmakologi dari obat anti-diabetes?

Jawab:

Metformin

Mekanisme Kerja

Golongan Biguanida ini mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang

meningkat pada penderita diabetes, tetapi tidak meningkatkan sekresi insulin.

Penurunan kadar gula darah ini disebabkan oleh peningkatan asupan glukosa

ke dalam otot, penurunan glukoneogenesis yang meningkat dan penghambatan

absorpsi glukosa intestinal. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin di

hati dan jaringan periferal (otot). Mekanisme pasti bagaimana metformin dapat

meningkatkan sensitivitas insulin masih diteliti. Tetapi mungkin berhubungan

dengan adanya adenosine-5-monofosfat yang mengaktifkan aktivitas protein

kinase, tirosin kinase dan glukosa transporter.

Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlalu kuat dan penurunan berat

badan, karena bersifat menekan nafsu makan. Pada orang normal, mekanisme

antiregulasi akan menutupi efek obat sehingga kadar gula tidak berubah.

Metformin tampaknya memperkuat efek insulin dengan meningkatkan ikatan

insulin pada reseptornya.

Farmakokinetik

Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan

dengan insulin atau sulfonilurea. Metformin mencapai kadar puncak dalam

darah setelah 2 jam dan diekskresi melalui urin dalam keadaan utuh dengan

waktu paruh 2-5 jam. Metformin mempunyai bioavailabilitas oral sekitar 50-

60%, kelarutan rendah pada lemak & memiliki volume distribusi pada cairan

Page 6

Page 7: Sken C Blok 9 - Osoca

tubuh. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein

plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi

glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam, secara farmakodinamik efek

antihiperglikemia metformin > 24 jam.

Farmakodinamik :

adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes tipe

2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.

Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2,

menurunkan glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme

kerja Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan

produksi glukosa oleh hati, menurunkan penyerapan glukosa di usus dan

memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan penggunaan

glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin tidak

mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan)

dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.

Efek Samping

Metformin mempunyai efek gastrointestinal seperti mual, kembung, diare

pada sekitar 30% pasien, anoreksia dan perasaan kenyang menyebabkan

terjadinya penurunan berat badan. Efek samping ini dapat diatasi dengan

pemberian obat secara titrasi lambat. Efek samping ini biasanya terjadi selama

beberapa minggu. Jika terjadi efek samping pastikan pasien minum metformin

dengan makanan atau setelah makan dan kurangi dosis hingga efek samping

gastrointestinal ini tidak terjadi. Peningkatan dosis dapat dilakukan dalam

beberapa minggu. Terapi metformin jarang terjadi asidosis laktat (3 kasus per

100.000 pasien tiap tahun). Metformin digunakan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal, jika diketahui kadar serum kreatinin yaitu 1,4 mg/dl

pada wanita dan 1.5 mg/dl pada pria maka metformin dikontraindikasikan.

Metformin tidak boleh diberikan pada pasien lanjut usia yang telah mengalami

penurunan masa otot, dimana jumlah rata-rata filtrasi glomerular kreatinin urin

selama 24 jam kurang dari 70-80 ml/menit.

Page 7

Page 8: Sken C Blok 9 - Osoca

Interaksi

Interaksi yang Merugikan :

Metformin-fenprokumon

Menyebabkan peningkatan eliminasi fenprokumon. Hal ini dihubungkan

dengan adanya peningkatan aliran darah ke hati.

Metformin-alkohol

Alkohol meningkatkan efek antihiperglikemi dan hiperlaktatemi dari

metformin. Meskipun demikian, pasien yang diobati dengan metformin

sebaiknya menghindari alcohol.

Interaksi yang Menguntungkan :

a. Metformin-golongan sulfonilurea

Merupakan kombinasi yang rasional karena mekanisme kerja yang berbeda

yang saling aditif. Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah

lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing obat tersebut.

b. Metformin-insulin

Kombinasi ini dianjurkan pada pasien obesitas yang kadar glukosa darahnya

sulit dikendalikan.

Dosis dan Pemberian

Metformin biasanya diberikan dengan dosis 500 mg 2 kali sehari dengan

makanan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Metformin dapat

ditingkatkan dosisnya dari 500 mg tiap minggu hingga tercapai glikemik atau

2000 mg/hari. Dimungkinkan dosis metformin sehari 850 mg dan kemudian

ditingkatkan setiap 1 atau 2 minggu hingga mencapai dosis maksimal 850 mg

sehari 3 kali (2550 mg/hari), sekitar 80% efek penurunan glikemik terlihat

pada dosis maksimal efektif 1500 mg dan 2000 mg/hari.

Cara penggunaan

Pemberian metformin dapat dimulai dengan dosis 500 mg saat makan malam

atau sesudah makan dan dititrasi tiap minggu sebesar 500 mg dengan toleransi

pemberian dosis tunggal malam hari sebesar 2000 mg/hari. Metformin dengan

Page 8

Page 9: Sken C Blok 9 - Osoca

pemberian 2-3 kali sehari dapat mengurangi efek samping gastrointestinal dan

memberi kontrol glikemik. Penggunaan metformin maksimal 3g/hari. Tablet

Metformin 750 mg dapat dititrasi tiap minggu hingga mencapai dosis

maksimum 2250 mg/hari dengan terlebih dahulu diberikan dosis 1500 mg/hari

dapat memberikan efek penurunan glikemik.

Glibenklamid

Farmakodinamik :

Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat daripada

Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal

makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal.

Farmakokinetik :

Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per

oral.Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam

plasma sebagian besar pada protein plasma terutama albumin (70-99%).pada

protein plasma terutama albumin (70-99%).Studi menggunakan glibenklamid

yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik

(84 ± 9%).libenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).Mula kerja (onset)

glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah

pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam.

Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadardalam

plasma hanya tinggal sekitar 5%.Masa kerja sekitar 15 = 24 jam.

Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan

hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu metabolit

dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.Metabolit utama (M1)

merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua (M2)

merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum

teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi.Hanya 25-50 %

metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu

dan dikeluarkan bersama tinja.Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat

bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal.Bila pemberian

dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.Glibenklamid

tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

Page 9

Page 10: Sken C Blok 9 - Osoca

Efek Samping

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya

rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf

pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan

hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit

kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik

termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik

dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis

tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal

atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik

oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung

meningkatkan berat badan.

Interaksi

- Dengan Obat Lain :

1. Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik2. Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek

sulfonilurea.3. Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu

toleransi glukosa.4. Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme

OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO5. Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik6. Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan

trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea7. Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat

metabolisme)8. Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik9. Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma

sulfonilurea10. Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea11. Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis

efek hipoglikemia12. Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif

terhadap OHO13. Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan

menutupi gejala peringatan, misalnya tremor14. Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik

Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonylurea.

Page 10

Page 11: Sken C Blok 9 - Osoca

c. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari obat diabetes tersebut?

Jawab:

1) Metformina) Indikasi:

i) Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan di mana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja.

ii) Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan Sulfonilurea.

iii) Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.

b) Kontraindikasi:i) Koma diabetik dan ketoasidosis.ii) Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan

terutama disekresi melalui ginjal.iii) Penyakit hati yang kronis, kegagalan jantung, miokardial infark,

alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonal, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.

iv) Hipersensitifitas terhadap obat ini.v) Kehamilan dan menyusui.

2) Glibenklamida) Indikasi:

i) Pemilihan sulfonilurea yang tepat sangat penting untuk suksesnya terapi.

ii) Sebelum penggunaan sulfonilurea harus dipertimbangkan dengan mengatur diet, mengurangi berat badan, olahraga.

iii) Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan.

iv) Apabila hasil terapi yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosis normal, sebaiknya dosis jangan ditambah.

v) Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien DM di atas 40 tahun.

vi) Pada saat keadaan gawat misalnya komplikasi, stress, pembedahan insulin merupakan terapi standar.

b) Kotraindikasi:i) Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO golongan

sulfonilurea lainnya.ii) Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma.iii) Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita gangguan

fungsi hati dan ginjal.

Page 11

Page 12: Sken C Blok 9 - Osoca

iv) Agregrasi trombosit. d. Obat - obat apa saja yang digunakan untuk penyandang DM type 2 ?

Sulfonylurea merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin.

Biguanides memperbaiki kerja insulin dalam tubuh, dengan cara mengurangi resistensi insulin.

Alpha Glucosidase Inhibitor menghambat enzim di saluran cerna, sehingga pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau pencernaan karbohidrat di usus menjadi berkurang. Hasil akhir dari pemakaian obat ini adalah penyerapan glukosa ke darah menjadi lambat, dan glukosa darah sesudah makan tidak cepat naik.

Meglitinides pelepasan insulin dari pankreas secara cepat dan dalam waktu singkat.

Thiazolidinediones merangsang jaringan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sehingga insulin bisa bekerja dengan lebih baik, glukosa darah pun akan lebih banyak diangkut masuk ke dalam sel, dan kadar glukosa darah akan turun.

d. Apa faktor penyebab mual dan nafsu makan menurun?

Jawab:

Pada kasus ini diduga pasien mengalami ganguan mual dan nafsu makan

menurun karena pasien mengkonsumsi obat antidiabetika berupa metformin

Page 12

Page 13: Sken C Blok 9 - Osoca

yang mempunyai efek samping berupa mual, muntah, diare serta metalic taste

yang dapat menimbulkan terjadinya anoreksia.(efek samping yang terjadi

bersamaan dengan nafsu makan yang menurun yang mengakibat metabolisme

obat kurang sempurna ada yang menjadi efek toxic pada tubuh).

e. Bagaimana mekanisme dari mual, dan nafsu makan menurun?

Jawab:

Mekanisme Mual

DM yang lama (8 tahun) → komplikasi (nefropati), konsumsi OAD jangka

panjang (metformin dan glibenklamid) → ekskresi OAD terhalang →

akumulasi OAD di plasma → efek toksik di saluran cerna (impuls iritatif yg

datang dari gastrointestinal)→ mual.(impuls kepusat muntah)

Mekanisme Tidak Nafsu Makan

Konsumsi OAD jangka panjang (metformin) → efek samping “metallic taste”

→ mempengaruhi saraf (penghidu dan pengecap) → impuls dihantarkan ke

hipotalamus (sinyal melanokortin)→ tidak nafsu makan.

5. Pasien juga diketahui menyandang hipertensi lama dan mendapat obat kaptopril

2x12,5 mg.

a. Bagaimana hub. hipertensi dg kasus ini?

Jawab:

Kebanyakan kasus diabetes melitus memiliki hipertensi.

Diabetes melitus (hiperglikemia) → akumulasi pembuluh darah di ekstrasel

(pembuluh darah) → merusak endothelial pembuluh darah → pelepasan NO

→ vasokontriksi pembuluh darah → resistensi perifer meningkat → tekanan

darah meningkat (hipertensi).

b. Bagaimana patofisiologi dari hipertensinya?

Jawab :

Patofisiologi hipertensi dengan obat katopril.

Page 13

Page 14: Sken C Blok 9 - Osoca

c. Bagaimana mekanisme kerja obat hipertensi Bagaimana mekanisme yang

abnormal?

Jawab:

Secara FARMAKOLOGI

Captopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap enzim pengubah

angiotensin-I menjadi angiotensin-II / angiotensin converting enzyme (ACE).

Captopril mencegah terjadinya perubahan dari angiotensin-I menjadi

angiotensin II, salah satu senyawa yang dapat menaikkan tekanan darah.

Captopril dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urin. Eliminasi waktu

paruh Captopril meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana

kecepatan eliminasi berhubungan dengan bersihan kreatinin.

DOSIS

Hipertensi ringan sampai sedang.Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2 kali sehari, yang dapat ditingkatkan selang 2–4 minggu, hingga diperoleh respon yang memuaskan. Dosis maksimum 50 mg, 2 kali sehari.Diuretik tiazida dapt ditambahkan jika belum diperoleh respon yang memuaskan. Dosis diuretik dapat ditingkatkan selang 1–2 minggu hingga diperoleh respon optimum atau dosis maksimum dicapai.

Page 14

Page 15: Sken C Blok 9 - Osoca

Hipertensi berat.Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap menjadi maksimum 50 mg , 3 kali sehari.Captopril harus digunakan bersama obat anti hipertensi lain dengan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis Captopril jangan melebihi 150 mg sehari.

Gagal jantung.Captoril digunakan bila terapi dengan diuretik tidak memadai untuk mengontrol gejala-gejala.Dosis awal 6,25 mg atau 12,5 mg dapat meminimalkan efek hipotensif sementara. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2–3 kali sehari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang paling sedikit 2 minggu. Dosis maksimum 150 mg sehari.

Usia lanjutDianjurkan penggunaan dosis awal yang rendah, mengingat kemungkinan menurunnya fungsi ginjal atau organ lain pada penderita usia lanjut.

Anak-anakDosis awal 0,3 mg/kg berat badan sampai maksimum 6 mg/kg berat badan perhari dalam 2–3 dosis, tergantung respon.

EFEK SAMPING Proteinuria, peningkatan ureum darah dan kreatinin. Idiosinkrasi, rash, terutama pruritus. Neutropenia, anemia, trombositopenia. Hipotensi.

INTERAKSI OBAT Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada

pengguna Captopril dengan gagal ginjal. Suplemen potassium atau obat diuretik yang mengandung potassium,

dapat terjadi peningkatan yang berarti pada serum potassium. Probenesid, dapat mengurangi bersihan ginjal dari Captopril. Obat antiinflamasi non steroid, dapat mengurangi efektivitas

antihipertensi. Obat diuretik meningkatkan efek antihipertensi Captopril. Captopril dilaporkan bekerja sinergis dengan vasodilator perifer seperti

minoxidil.

d. Bagaimana Indikasi dan kontraindikasi obat hipertensi?

Jawab:

Kaptoprila) Indikasi:

Page 15

Page 16: Sken C Blok 9 - Osoca

i) Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid.

ii) Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis.

b) Kontraindikasi:i) Hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ACE inhibitor lainnya.

6. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum: Sakit berat, sens: sopor

Tanda Vital: TD 100/70mmHg, nadi:120x/menit, filiformis, T:35,0oC.

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

Jawab:

Sakit berat: tidak ada energy untuk beraktivitas sedang dan berat, hanya dapat

beraktivitas ringan yaitu: bernafas, aktivitas jantug, aktivitas organ visceral

dan lain-lain : indikasi rawat inap

Sopor: Penurunan kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap

nyeri.Terjadi penurunan kesadaran berdasarkan GCS pada rentang 9-12 yaitu

penurunan kesadaran sedang.

Frekuensi tekanan nadi normal: 60-100x/menit

Pada kasus: 120x/menit dan filiformis = Tacicardi tetapi teraba halus akibat

syok.

TD 100/70 mmHg: hipotensi

Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah

adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang

dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan

sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.

Page 16

Page 17: Sken C Blok 9 - Osoca

Suhu: 35 o C HipotermiNormalnya: 36. 2o C – 37.5o C

b. Bagaimana mekanisme kelainan pada pemeriksaan fisik?

Jawab:

Hipotensi

Mekanisme: Diabetes dengan komplikasi hipertensi cartopril

menghambat kerja ACE pembentukan angiotensin II terhambat

hipotensi

Takikardi

DM tipe 2, resistensi insulin glukosa darah rendah sekresi insulin

meningkat glukosa darah menurun hipoglikemi pengeluaran

epinefrin oleh medula adrenal peningkatan aktivitas saraf simpatis curah

jantung meningkat denyut jantung meningkat palpitasi

Hipotermia

kurang glukosa dalam darah saraf simpatis system tekanan darah rendah

dideteksi oleh baroreseptor arteri (sinus karotikus dan arkus aorta)

stimulus saraf simpatis sekresi (katekolamin) epinefrin dan nor-epinefrin

vasokonstriksi cemas, berkeringat lembab dingin

7. Keadaan spesifik: Kulit lembab, dingin

a. Apa makna kulit lembab dan dingin?

Jawab:

Page 17

Page 18: Sken C Blok 9 - Osoca

Kulit lembab ,dingin = kompensasi tubuh akibat hipoglikemia

b. Bagaimana mekanisme kulit lembab dan dingin?

Jawab:

kurang glukosa dalam darah saraf simpatis system tekanan darah rendah

dideteksi oleh baroreseptor arteri (sinus karotikus dan arkus aorta)

stimulus saraf simpatis sekresi (katekolamin) epinefrin dan nor-epinefrin

vasokonstriksi cemas, berkeringat lembab dingin

8. Pemeriksaan laboratorium darah cito di IGD

Glukosa darah (dengan glucometer): low(<60mg/dl)

Hb: 12g%, Ureum: 66mg/dl, Kreatinin: 2,8mg/dl

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

Glukosa darah (dengan glukometer) : low(<60 mg/dl)

HB:12 g% : normal

Normalnya :

Conventional unit SI unit

female 12.1–15.3 g/dl 121–153 g/L

male 13.8–17.5 g/dl 138–175 g/L

Ureum : 66 mg/dL : abnormal

Normalnya :

40-60 mg/dL

Kreatinin : 2,8 mg/dL : abnormal

Normalnya :

0,3-0.5 mg/ dL

b. Bagaiamana mekanisme pem. Laboratorium yang abnormal?

Jawab:

Hb rendahHiperglikemi (DM) Konsumsi metformin Menghambat penyerapan vit. B12 Pematangan eritrosit terganggu Sintesis Hb terganggu HB rendah

Ureum dan Kreatinin meningkat

Page 18

Page 19: Sken C Blok 9 - Osoca

Terjadi hiperfiltrasi ginjal (peningkatan filtrasi) sehingga ureum dan

kreatinin meningkat.

c. Apa makna dari peningkatan ureum dan kreatinin?

Jawab:

Telah terjadi kelainan pada fungsi ginjal

9. Bagaimana DD pada kasus ini?

Jawab:

Hipoglikemia

Hiperinsulinisme

10. Bagaimana cara mendiagnosis?

Jawab:

Diagnosis

a. Stadium parasimpatis: lapar, mual, tekanan darah turun.

b. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung

sementara

c. Stadium simpatis: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar

d. Stadium gangguan otak berat: tidak sadar dengan atau tanpa kejang.

Anamnesis

a. Penggunaan preparat insulin atau anti hiperglikemik oral, dosis terakhir , waktu

pemakaian terakhir, perubahan dosis

b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi

c. Riwayat dan jenis pengobatan dosis sebelumnya

d. Lama menderita DM dan komplikasi DM

e. Penyakit penyerta: ginjal, hati dll

f. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta dll

Pemeriksaan Fisik

a. Pucat, diaphoresis

b. Tekanan darah

c. Frekuensi denyut jantung

d. Penurunan kesadaran

e. Defisit neurologis fokal transien

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum

Page 19

Page 20: Sken C Blok 9 - Osoca

1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia

2. Kadar glukosa plasma yang rendah

3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

11. Bagiamana WD?

Jawab:

Hipoglikemia

12. Apa etiologinya?

Jawab:

Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan yang

menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.

1) Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan

Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia

hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child

abuse”).Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan

terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot akibat sekresi insulin yang

menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen

menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis.

Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek ”respiratory chain”).

Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi

glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi.

Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi Carnitine acyl transferase

Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh

sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila

puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit

gastrointestinal, Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk

hipertiroidism.

2) Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa

a) Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, bayi SGA, malnutrisi,

hipoglikemia ketotik)

Kelainan ini sering sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia

akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan

melihat keadaan klinis dan adanya hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi

Page 20

Page 21: Sken C Blok 9 - Osoca

pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan sampai 6 tahun, biasanya terjadi

akibat masukan makanan yang terganggu karena bermacam sebab Penelitian

terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya

glukoneogenesis.

b) Kelainan pada produksi glukosa hepar, Kelainan ini menurunkan produksi

glukosa melalui berbagai defek, termasuk blokade pada pelepasan dan

sintesis glukosa, atau blokade atau menghambat gluikoneogenesis. Anak

yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi terhadap

hipoglikemia,karena penyakitnya bersifat kronik Kelainan hormonal

(panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan.

c) defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder. Hal ini karena hormone

pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi

alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati

namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.

13. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?

Jawab:

Kadar glukosa darah (GD) ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati ,C- peptide

14. Bagaimana manifestasi klinis?

Jawab:

Pada dasamya ada dua penyebab gejala klinik akibat hipoglikemia, yaitu aktivasi

sistem saraf autonomik dan neuroglikopenia.

Gejala-gejala autonomik termasuk: berdebar, berkeringat, gemetar, hangat, gelisah,

dan mual. Sedangkan gejala-gejala neuroglikopenia adalah: pusing, kebingungan,

kelelahan, kesulitan berbicara, nyeri kepala, kesulitan berkonsentrasi, kelainan

tingkah laku, halusinasi, kelainan fokal (hemiparesis, apasi), dan konvulsi sampai

koma. Gejala lain yang tidak dapat digolongkan dalam kedua penyebab diatas adalah:

rasa mengantuk, kelemahan, rasa lapar, dan penglihatan kabur.

15. Bagaimana tatalaksana?

Jawab:

Tatalaksana

Page 21

Page 22: Sken C Blok 9 - Osoca

- Glukosa oral. Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan

glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya

dalam bentuk tablet, jelly atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa

seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan

karena lemak dalam coklat dapat mengahambat absorbs glukosa.

- Glukagon intramuscular. Glucagon 1 mg intramuscular dapat diberikan oleh

tenaga nonprofessional yang terlatih dan hasilnya akana tampak dalam 10 menit.

Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena.

Bila pasien sudah sadar pemberian glucagon harus diikuti dengan pemberian

glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam

bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang

panjang atau hipoglikemia yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin

tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang

terjadi.

- Glukosa intravena. Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian

glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik atau jaringan dan 75-100 ml

glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasi

glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

16. Bagaimana prognosisnya?

Jawab:

Dubia et Malam

17. Apa komplikasi yang mungkin terjadi?

Jawab:

- Kerusakan otak

- Koma

- Kematian

18. Bagaimana KDU?

Jawab:

3b :

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

Page 22

Page 23: Sken C Blok 9 - Osoca

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

19. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini?

Jawab:

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah t berkata: “Sungguh para tabib telah sepakat

bahwa ketika memung-kinkan pengobatan dengan bahan makanan maka jangan

beralih kepada obat-obatan (kimiawi, –pent.). Ketika memungkinkan mengkonsumsi

obat yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks. Mereka

mengatakan: ‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu

dan pen-cegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan’.

2.3.4 Kerangka Konsep

2.3.5 Hipotesis

Cek Ina, 65 tahun, penyandang DM lama mengeluh gelisah, berdebar-debar, mudah

mengantuk dikarenakan hipoglikemi.

7 Sintesis

PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Tingkat kesadaran seseorang bisa dinilai dengan 2 pendekatan, yaitu

pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.

Page 23

DM lama Komplikasi Kronik DM

(Nefropati)

Fungsi ginjal

(Fungsi Ekskresi )

Terapi Glibenklamid

(long acting antidiabetic) Akumulasi obat antidiabetik di plasma

HIPOGLIKEMIA

Intake inadekuat

Page 24: Sken C Blok 9 - Osoca

Penilaian Tingkat Kesadaran Kualitatif terdiri dari 6 tingkatan yaitu:

1. Kompos Mentis

a. Tingkat kesadaran tertinggi, di mana pasien sadar sepenuhnya baik

dalam hal orientasi terdapat dirinya dan orientasi terhadap

lingkungan.

b. Pada tingkat kesadaran ini, pasien memberikan respon yang baik

terhadapa stimulus yang diberikan misal mampu menjawab dengan

baik pertanyaan sederhana yang diberikan oleh pemeriksa.

2. Apatis

a. Tingkat kesadaran di mana pasien tidak memberi respon yang baik

terhadap stimulasi lingkungan.

b. Pasien terlihat acuh-tak acuh terhadap stimulasi yang diberikan

pemeriksa.

3. Somnolen

a. Pasien terlihat tertidur dan akan terbangun bila diberi rangsang

suara (panggilan pemeriksa).

b. Pasien akan tertidur kembali bila rangsangan dihentikan.

4. Sopor

a. Penurunan kesadaran di mana pasien tertidur lebih dalam dan

hanya akan terbangun bila diberi rangsang yang kuat misal

rangsang nyeri.

b. Bila terbangun pasien tidak dapat memberikan respon verbal yang

baik.

5. Delirium

a. Penurunan kesadaran yang disertai kekacauan motorik.

b. Pasien terlihat gaduh gelisah dan meronta-ronta.

6. Koma

a. Penurunan kesadaran yang paling dalam.

b. Pasien tidak melakukan gerakan spontan dan tidak memberikan

respon bila diberi rangsang yang kuat (rangsang nyeri).

Penilaian Tingkat Kesadaran Kuantitatif dengan Glasgow Coma Scale

(GCS). Ada tiga metode pemeriksaan yang dilakukan dalam penilaian GCS

yaitu:

Page 24

Page 25: Sken C Blok 9 - Osoca

1. Respon mata (Eye)

2. Respon motorik (Movement)

3. Respon kata-kata (Verbal)

Nilai rentang skor Glasgow Coma Scale (GCS), minimal 3 sampai

maksimal 15. Nilai rentang Tingkat Kesadaran berdasarkan Glasgow Coma

Scale (GCS) :

15 : Sadar

13-14 : Penurunan kesadaran ringan

9-12 : Penurunan kesadaran sedang

3-8 : Penurunan kesadaran berat (koma)

Prosedur Penilaian Kesadaran dengan metode Glasgow Coma Scale (GCS).

No METODE PEMERIKSAAN SKOR

1. MATA (EYE)

4

3

2

1

Pasien membuka mata spontan

Pasien terpejam, membuka mata bila dipanggil (rangsang

suara)

Pasien terpejam, membuka mata bila dirangsang nyeri

Pasien tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

2. MOTORIK (MOVEMENT)

6

5

4

3

2

1

Pasien menggerakkan tubuh (misal ekstremitas) sesuai

perintah

Pasien melokalisir daerah yang dirangsang nyeri

(menyingkirkan sumber nyeri)

Pasien menghindari (fleksi normal) bila dirangsang nyeri

Pasien melakukan fleksi abnormal (dekortikasi) bila

dirangsang nyeri

Pasien melakukan ekstensi abnormal (deserebrasi) bila

dirangsang nyeri

Pasien tidak memberi respon terhadap rangsang nyeri

3. KATA-KATA (VERBAL)

5 Pasien menjawab pertanyaan pemeriksaan dengan benar dan

orientasi yang baik

Page 25

Page 26: Sken C Blok 9 - Osoca

Pasien menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang

dimengerti tapi tidak sistematis

Pasien menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak

jelas (meracau)

Pasien memberi respon suara yang tidak jelas (mengerang)

Pasien tidak memberi respon suara

4

3

2

1

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Faktor penyebab penurunan kesadaranUntuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :1.      S : SirkulasiMeliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan  sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang

Page 26

Page 27: Sken C Blok 9 - Osoca

membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan kegelisahan.

2.      E : EnsefalitisDengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.

3.       M : MetabolikMisalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikumEtiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarismGejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun, hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena terdapat gangguan kesadaran.Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

Page 27

Page 28: Sken C Blok 9 - Osoca

Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi  karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.

4.      E : ElektrolitMisalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

5.       N : NeoplasmaTumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.

6.      I : IntoksikasiPenurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat

Page 28

Page 29: Sken C Blok 9 - Osoca

mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.

7.      T : TraumaTerutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa  secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.

8.      E : EpilepsiPasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

Page 29

Page 30: Sken C Blok 9 - Osoca

Definisi, Gambaran Klinik dan Pengobatan Hipoglikemia

Hipoglikemia paling sering ditemukan pada penderita diabetes dibandingkan karena

penyebab nondiabetes. Faktor pencetus hipoglikemia pada penderita diabetes

terutama berkaitan dengan penggunaan obat-obatan seperti insulin dan obat golongan

sulfonilurea (terutama klorproyamid dan glibenklamid).

DEFINISI

Menurut Sherwin and Felie, definisi hipoglikemia adalah:

1. Pada laki-laki dan wanita dewasa setelah puasa satu malam, kadar glukosa plasma

di bawah 60 mg/dl.

2. Pada laki-laki setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 55 mg/dl. •

3. Pada wanita setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 45 mg/d1.

4. Pada laki-laki dan wanita setelah diberikan 75-100 g glukosa, glukosa plasma ter-

rendah di bawah 50 mg/d1.

GAMBARAN KLINIK

Pada dasamya ada dua penyebab gejala klinik akibat hipoglikemia, yaitu aktivasi

sistem saraf autonomik dan neuroglikopenia.

Gejala-gejala autonomik termasuk: berdebar, berkeringat, gemetar, hangat, gelisah,

dan mual. Sedangkan gejala-gejala neuroglikopenia adalah: pusing, kebingungan,

kelelahan, kesulitan berbicara, nyeri kepala, kesulitan berkonsentrasi, kelainan

tingkah laku, halusinasi, kelainan fokal (hemiparesis, apasi), dan konvulsi sampai

koma. Gejala lain yang tidak dapat digolongkan dalam kedua penyebab diatas adalah:

rasa mengantuk, kelemahan, rasa lapar, dan penglihatan kabur.

PENGOBATAN

Pada penderita yang sadar, pengobatan dapat segera diberikan berupa glukosa oral (20

g karbohidrat). Pada penderita yang tidak sadar, berikan glukosa intravena 12.5-25 g

bolus, kemudian dilanjutkan dengan glukosa infus. Jika tidak berhasil dapat diberikan

glukagon 1 mg secara subkutan, intramuskular atau intravena atau efedrin injeksi 25-

50 mg.

Farmakologi metformin :

Page 30

Page 31: Sken C Blok 9 - Osoca

Meftormin merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea

baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu

biguanida yang tersubsitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide)

Hydrochloride. Mekanisme kerja Metformin antara lain :

Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid.

Mekanisme kerja Metformin menurunkan kadar gula darah dan tidak

meningkatkan sekresi insulin.

Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk

yang tidak berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.

Indikasi metformin :

Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan

berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja.

Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat

kombinasi dengan Sulfonilurea.

Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan

terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.

Kontra indikasi :

Koma diabetik dan ketoasidosis.

Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama

dieksresi melalui ginjal.

Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme,

keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan.

Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi

pulmonal, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan

hipoksemia.

Hipersensitif tehadap obat ini.

Kehamilan dan menyusui.

Dosis :

Page 31

Page 32: Sken C Blok 9 - Osoca

Dosis awal 500 mg : 1 tablet 3 kali sehari.

Pemberian Metformin 500 mg dalam beberapa hari biasanya cukup dapat

mengendalikan penyakit diabetes, tetapi tidak jarang efek terlambat dicapai

sampai dua minggu. Apabila dosis yang diinginkan tidak tercapai, dosis dapat

dinaikkan secara berhati-hati (maksimum 3 gram sehari). Bila gejala diabetes

telah dapat dikontrol, dosis dapat diturunkan.

Pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea, mula-mula diberikan 1 tablet

Metformin 500 mg, dosis dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol

optimal. Dosis sulfonilurea dapat dikurangi, pada beberapa pasien bahkan

tidak perlu diberikan lagi. Pengobatan dapat dilanjutkan dengan metformin

sebagai obat tunggal.

Apabila diberikan bersama insulin, dapat mengikuti petunjuk ini :

1. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, permulaan diberikan satu

tablet metformin 500 mg, kemudian dosis insulin dikurangi secara

berangsur-angsur (4 unit setiap 2–4 hari). Dosis Metformin dapat

ditambah setiap interval mingguan.

2. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian Metformin

adakalanya menyebabkan penurunan kadar gula darah dengan cepat.

Pasien yang demikian harus diobservasi dengan hati-hati selama 24

jam pertama setelah pemberian Metformin. Setelah itu dapat diikuti

petunjuk (1).

Tablet diberikan bersama makanan atau setelah makan. Dosis percobaan

tunggal. Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan

tunggal tidak memberikan petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan

memberikan respon terhadap Metformin berminggu-minggu. Oleh karena itu

dosis percobaan tunggal tidak digunakan sebagai penilaian.

Efek samping :

Metformin dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan

gastrointestinal yang biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat

Page 32

Page 33: Sken C Blok 9 - Osoca

dihindari apabila metformin diberikan bersama makanan atau dengan

mengurangi dosis secara temporer. Biasanya efek samping telah lenyap pada

saat diabetes dapat dikontrol.

Bila tampak gejala-gejala intoleransi, penggunaan Metformin tidak perlu

langsung dihentikan, biasanya efek samping demikian tersebut akan hilang

pada penggunaan selanjutnya.

Anoreksia, mual, muntah, diare.

Berkurangnya absorbsi vitamin B12.

GlibenklamidFarmakodinamik :Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal.

Farmakokinetik :Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per oral.Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma terutama albumin (70-99%).pada protein plasma terutama albumin (70-99%).Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).libenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadardalam plasma hanya tinggal sekitar 5%.Masa kerja sekitar 15 = 24 jamMetabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi.Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal.Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

Efek SampingEfek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan

Page 33

Page 34: Sken C Blok 9 - Osoca

saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

Interaksi- Dengan Obat Lain :

1. Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik2. Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek

sulfonilurea.3. Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi

glukosa.4. Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO;

oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO5. Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik6. Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan

trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea7. Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat

metabolisme)8. Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik9. Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea10. Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea11. Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek

hipoglikemia12. Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif

terhadap OHO13. Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi

gejala peringatan, misalnya tremor14. Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik15. Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonylurea

FARMAKOLOGI

Captopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap enzim pengubah

angiotensin-I menjadi angiotensin-II / angiotensin converting enzyme (ACE).

Captopril mencegah terjadinya perubahan dari angiotensin-I menjadi angiotensin

II, salah satu senyawa yang dapat menaikkan tekanan darah. Captopril dan

metabolitnya diekskresi terutama melalui urin. Eliminasi waktu paruh Captopril

Page 34

Page 35: Sken C Blok 9 - Osoca

meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana kecepatan eliminasi

berhubungan dengan bersihan kreatinin.

DOSIS

Hipertensi ringan sampai sedang.Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2 kali sehari, yang dapat ditingkatkan selang 2–4 minggu, hingga diperoleh respon yang memuaskan. Dosis maksimum 50 mg, 2 kali sehari.Diuretik tiazida dapt ditambahkan jika belum diperoleh respon yang memuaskan. Dosis diuretik dapat ditingkatkan selang 1–2 minggu hingga diperoleh respon optimum atau dosis maksimum dicapai.

Hipertensi berat.Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap menjadi maksimum 50 mg , 3 kali sehari.Captopril harus digunakan bersama obat anti hipertensi lain dengan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis Captopril jangan melebihi 150 mg sehari.

Gagal jantung.Captoril digunakan bila terapi dengan diuretik tidak memadai untuk mengontrol gejala-gejala.Dosis awal 6,25 mg atau 12,5 mg dapat meminimalkan efek hipotensif sementara. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2–3 kali sehari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang paling sedikit 2 minggu. Dosis maksimum 150 mg sehari.

Usia lanjutDianjurkan penggunaan dosis awal yang rendah, mengingat kemungkinan menurunnya fungsi ginjal atau organ lain pada penderita usia lanjut.

Anak-anakDosis awal 0,3 mg/kg berat badan sampai maksimum 6 mg/kg berat badan perhari dalam 2–3 dosis, tergantung respon.

EFEK SAMPING Proteinuria, peningkatan ureum darah dan kreatinin. Idiosinkrasi, rash, terutama pruritus. Neutropenia, anemia, trombositopenia. Hipotensi.

INTERAKSI OBAT Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna

Captopril dengan gagal ginjal. Suplemen potassium atau obat diuretik yang mengandung potassium, dapat

terjadi peningkatan yang berarti pada serum potassium. Probenesid, dapat mengurangi bersihan ginjal dari Captopril. Obat antiinflamasi non steroid, dapat mengurangi efektivitas antihipertensi. Obat diuretik meningkatkan efek antihipertensi Captopril.

Page 35

Page 36: Sken C Blok 9 - Osoca

Captopril dilaporkan bekerja sinergis dengan vasodilator perifer seperti minoxidil.

Kaptoprilc) Indikasi:

i) Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid.

ii) Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis.

d) Kontraindikasi:i) Hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ACE inhibitor lainnya.

NEFROPATI DIABETIK

1. Definisi

Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan

penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA. Ada 5 fase Nefropati Diabetika.

Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate)

dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada

beberapa penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko

lebih tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat

mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi

albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi

biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa

biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.

2. Etiologi

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit

DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati

Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk

mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati

Diabetika).

3. Faktor Resiko

Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari

studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:

Page 36

Page 37: Sken C Blok 9 - Osoca

1. Hipertensi dan prediposisi genetika

2. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika

a. Antigen HLA (human leukosit antigen) Beberapa penelitian

menemukan hubungan Faktor genetika tipe antigen HLA dengan

kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan

nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9

b. Glukose trasporter (GLUT) , Setiap penderita DM yang mempunyai

GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk mendapat Nefropati Diabetik.

3. Hiperglikemia

4. Konsumsi protein hewani

4. Patofisiologi

Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran

ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh

tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin

(eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi

tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah

hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh

angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat

menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan

intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.

5. Gambaran Klinik

Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan

dalam 5 tahap:

1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage) Secara klinik pada tahap ini akan

dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20- 50%

diatas niali normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto

sinar x. Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang

dari 200 ug/min.

Page 37

Page 38: Sken C Blok 9 - Osoca

2. Stadium II (Silent Stage) Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau

mendekati normal (<20ug/min). Sebagian penderita menunjukan penurunan laju

filtrasi glomerulus ke normal. Awal kerusakan struktur ginjal

3. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)

Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang

selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara

dengan eksresi protein 30-300mg/24j. Awal Hipertensi.

4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)

Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi

Penurunan laju filtrasi glomerulus.

5. Stadium V (End Stage Renal Failure)

Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai

fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium

IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV. Ada perbedaan gambaran

klinik dan patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus tipe I

(IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada

NIDDM saat diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan

perbaikan status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II

merupakan prognosis yang buruk.

Diagnosis

Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas,

diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis

klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis

Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah

ini:

1. DM

2. Retinopati Diabetika

Page 38

Page 39: Sken C Blok 9 - Osoca

3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa

penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar

kreatinin serum >2,5mg/dl.

Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:

1. Anamnesis

Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari

gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,

penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar

sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Mata , Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina

yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi,

berupa :

1). Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam

kapiler retina.

2). Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler

vena.

3). Eksudat berupa :

a). Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama

b). Cotton wool patches, Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan

iskhemia retina.

4). Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena

obstruksi kapiler.

5). Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan

permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

Page 39

Page 40: Sken C Blok 9 - Osoca

6). Neovaskularisasi , Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V)

atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada :

− Cor cardiomegali

− Pulm oedem pulmo

3. Pemeriksaan Laboratorium

Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu

tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu kali

pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.

4. Penatalaksanaan

Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)

Pengendalian hiperglikemia Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah

penting untuk mencegah/mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan

mikroangiopati.

Diet , diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi &

Metabolisme, misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas.

Variasi diet dengan pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung dari

penyakit penyerta :

− Hiperkolesterolemia

− Urolitiasis (misal batu kalsium)

− Hiperurikemia dan artritis Gout

− Hipertensi esensial

Kesimpulan

Cek Ina, 65 tahun, penyandang DM lama mengeluh gelisah, berdebar-debar, mudah

mengantuk dikarenakan hipoglikemi.

Page 40