sken a blok 16

48
SKENARIO A BLOK 16: JIWA DAN FUNGSI LUHUR Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belumbisa bicara dan tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak ke sana kemari tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain. Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG. Riwayat persalinan: lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500 gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini. Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan: Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkar kepala 50 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa.

Upload: inta-angela

Post on 17-Apr-2015

50 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

SKENARIO A

BLOK 16: JIWA DAN FUNGSI LUHUR

Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belumbisa bicara dan

tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak

dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali tidak

bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak ke sana kemari tanpa

tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain.

Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38

minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering

mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG.

Riwayat persalinan: lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500

gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak

ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini.

Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan:

Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkar kepala 50 cm. Tidak ada gambaran

dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada

pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak ke

sana kemari tanpa tujuan.

Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu

dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang.

Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan

anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan.

Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk.

Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain.

Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal.

Tes pendengaran normal.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Kejang: kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi dari otot-

otot volunter.

2. Dismorfik: keadaan di mana terdapat bentuk morfologik yang

berbeda-beda

3. Imajinatif: bersifat khayalan

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Diego, lk, 30 bln:

a. Belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam

b. Hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak

dimengerti orang tuanya dan orang lain

c. Sering tidak bereaksi terhadap panggilan

d. Selalu bergerak ke sana kemari tanpa tujuan

e. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak senang bermain

dengan anak lain

2. Riwayat kehamilan:

a. Anak pertama, usia ibu 34 th

b. Selama hamil ibu pernah demam dan sering konsumsi

daging mentah, tetapi periksa teratur ke SpOG

3. Riwayat persalinan:

a. Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu, langsung

menangis

b. BB lahir 3500 gram

4. Riwayat perkembangan:

a. Bisa tengkurap pada usia 6 bln

b. Berjalan pada usia 12 bln

c. Tidak ada riwayat kejang

5. Riwayat keluarga: tidak dijumpai kelainan serupa

6. PF & Observasi:

a. BB 17 kg, TB 92 cm, lingkar kepala 50 cm, dismorfik (-)

b. Sadar, tetap tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada

pemeriksa

c. Tidak menoleh ketika dipanggil

d. Selalu bergerak ke sana kemari tanpa tujuan

e. Saat diberikan bola, bola disusun secara berjejer, setelah

selesai dibongkar, disusun berjejer lagi dan dilakukan

berulang-ulang

f. Tidak ada gerakan aneh yang berulang-ulang

g. Tidak mau bermain dengan anak lain

h. Bila perlu bantuan, menarik tangan ibu untuk melakukan

i. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif)

j. Tidak melihat ke benda yang ditunjuk

k. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan orang lain

l. PF umum, neurologis, lab, tes pendengaran normal

III. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana milestone perkembangan anak pada usia 30 bulan?

Pertumbuhan

Berat Badan Normal ( 1 – 6 tahun)

BB = (2 x usia) + 8 = (2 x 2,5) + 8 = 13 kg

Tinggi Badan Normal ( 2 – 12 tahun)

TB = (6 x usia ) + 77 = ( 6 x 2,5) + 77 = 92 cm

Perkembangan

Pada usia 30 bulan anak dapat :

Motorik : naik tangga dengan kaki bergantian

Adaptif : Membuat menara dari 9 kubus; membuat geris

vertikal dan horizontal namun belum dapat membuat tanda

tambah ; membuat lingkaran; mulai menggambar bentuk

tertutup.

Bahasa : menyebut diri sendiri “ aku” ; mengetahui nama

lengkap diri sendiri

Sosial : Membantu membereskan barang-barang ; bisa bermain

“pura-pura”.

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pengamatan?

Interpretasi Pengamatan:

- Menghindari kontak mata dan senyum. gangguan

interaksi sosial

- Tidak menoleh ketika dipanggil. gangguan interaksi

sosial

- Bergerak kesana kemari tanpa tujuan. pola perilaku

repetitif dan stereotipik

- Menyusun bola berjajar dan membongkarnya setelah

selesai (berulang-ulang). pola perilaku repetitif dan

stereotipik

- Tidak mau bermain dengan anak lain. gangguan

interaksi sosial

- Menarik tangan ibu bila butuh bantuan. gangguan

komunikasi

- Tidak bisa bermain pura-pura. gangguan komunikasi

- Tidak melihat ke benda yang ditunjuk orang lain.

gangguan interaksi sosial

- Tidak menunjuk benda yang ditanyakan orang lain.

gangguan interaksi sosial

3. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?

Hearing impairment

Developmental language disorder

Asperger disorder

PDD-NOS

Retts syndrome

Childhood disintegrative disorder

Schizophrenia

Undifferentiated mental retardation

Asperger

Syndrome

Autisme Masa

Kanak

Gangguan

perkembangan

bahasa

- +

Gangguan

interaksi timbal

balik

+ +

Perilaku terbatas

dan berulang

+ +

4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam

penegakan diagnosis?

Evaluasi audiologi; evaluasi bicara dan bahasa secara

komprehensif

Pemeriksaan level timbal bila anak tersebut tinggal di

lingkungan berisiko.

Analisis kromosom apabila anak dicurigai mengalami

retardasi mental.

EEG pada anak yang mengalami regresi perkembangan

atau riwayat kejang yang mencurigakan.

5. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan apa WD kasus ini?

- Menggunakan DSM IV untuk anak di bawah 3 tahun

Menurut American Psychiatric Association dalam buku

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth

Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik

untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut:

A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan

setidaknya dua dari (1), dan satu dari masing-masing (2)

dan (3):

(1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang

dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal

berikut:

(a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan

beberapa perilaku non verbal seperti tatapan langsung,

ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk

mengatur interaksi sosial.

(b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman

sebaya yang tepat menurut tahap perkembangan.

(c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk

berbagi kesenangan, ketertarikan atau pencapaian

dengan orang lain (seperti dengan kurangnya

menunjukkan atau membawa objek ketertarikan).

(d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.

(2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang

dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal

berikut:

(a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada

perkembangan bahasa (tidak disertai dengan usaha

untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari

komunikasi, seperti gestur atau mimik).

(b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan

ditandai dengan kemampuan untuk memulai atau

mempertahankan percakapan dengan orang lain.

(c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan

berbentuk tetap atau bahasa yang aneh.

(d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-

pura yang spontan atau permainan imitasi sosial yang

sesuai dengan tahap perkembangan.

(3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan

berbentuk tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang

dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal

berikut:

(a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola

ketertarikan yang berbentuk tetap dan terhalang, yang

intensitas atau fokusnya abnormal.

(b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau

ritual yang spesifik.

(c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang

(tepukan atau mengepakkan tangan dan jari, atau

pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh).

(d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek

B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1

dari area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun:

(1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam

komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau

imajinatif.

C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s

Disorder atau Childhood Disintegrative Disorder.

Diagnosis :

Axis I : F.84.0 Autisme masa kanak

Axis II : R46.8 Diagnosis Aksis II tertunda

Axis III : Tidak ada

Axis IV : Tidak ada

Axis V : 60-51 gejala sedang/moderate, disabilitas sedang

6. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?

Etiologi

Penyebab pasti dari autisme masih belum tidak diketahui, namun

penyebabnya dipercaya bersifat multifaktorial.

Komponen genetik dari autisme bersifat heterogen dan melibatkan

lebih dari 100 gen. Abnormalitas genetik diidentifikasi terdapat

pada gen mitokondria dan seluruh kromosom kecuali koromosom

14 dan 20. Studi .. belum dapat mengindentifikasi regio spesifik

pada kromosom yang menyebabkan autisme. Namun, beberapa

kromosom diyakini memiliki implikasi yang lebih kuat dalam

menyebabkan autisme, diantaranya adalah kromosom 7q,

kromosom 2q, dan kromosom 15q11-13.

Kelainan Neuroanatomi

o Pertumbuhan abnormal pada 2 tahun pertama pada

lobus frontalis, temporalis, cerebellum, dan regio

limbik

o Perubahan anatomik pada gyrus cingulata

o Defisit pada RAS

o Perubahan struktural pada cerebellum

o Lesi di hipokampus

o Abnormalitas neuroradiologi pada lobus prefrontal dan

temporal

o Keabnormalan dalam neurokimia

o Fungi dopamin yang abnormal

o Peningkatan serotonin

Imunologi

Terdapat beberapa laporan yang mengesankan bahwa

ketidakcocokan imunologis (antibodi maternal yang ditujukan pada

janin) dapat turut menyebabkan gangguan autistik. Limfosit

beberapa anak autistik bereaksi dengan antibodi maternal, yang

meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan saraf

embrionik atau ekstraembrionik selama gestasi.

Faktor Risiko

- Genetik

- Penyakit pada otak ( infeksi TORCH)

- Mikrosefali, hindrosefalus

- Penyakit metabolik ( PKU, MPS)

- Encefalitis, meningitis

- Neoplasma

- Lead encephalopathy

- Genetic Disorder ( Tuberous sclerosis, Fragile X syndrome)

7. Bagaimana epidemiologi kasus ini?

Prevalensi

Gangguan autistik diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus

per 10.000 anak (0.05%). Laporan mengenai angka gangguan

autistik berkisar antara 2 hingga 20 kasus per 10.000. Berdasarkan

definisi, onset gangguan autistik adalah sebelum usia 3 tahun,

meskipun pada beberapa kasus, gangguan ini tidak dikenal hingga

anak berusia lebih tua.

Distribusi jenis kelamin

Gangguan autistik 4 hingga 5 kali lebih sering pada laki-laki

dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan dengan autisme

lebih besar kemungkinannya memiliki retardasi mental berat.

8. Bagaimana patofisiologi kasus ini? (5, 6)

9. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini?

Hendaya Kualitatif di Dalam Interaksi Sosial

Anak autis tidak menunjukkan tanda samar keterkaitan

sosial kepada orang tua dan orang lain

Anak autis sering tidak memahami atau membedakan

orang-orang yang penting dalam hidupnya, seperti orang

tua, saudara kandung, dan guru

Menunjukkan ansietas berat bila rutinitasnya terganggu

Defisit dalam kemampuan untuk bermain dengan teman

sebaya

Tidak dapat menginterpretasikan perilaku sosial orang lain

dan menghasilkan tidak adanya timbal-balik sosial

Gangguan dalam proses komunikasi

Defisit perkembangan bahasa dan kesulitan menggunakan bahasa

untuk mengkomunikasikan gagasan

Perilaku stereotipik

Anak autistik umumnya tidak menunjukkan permainan

pura-pura atau menggunakan pantomim abstrak

Aktivitas dan permainan anak sering kaku, berulang, dan

monoton

Gejala Perilaku Terkait

Hiperkinesis

Agresi dan ledakan kemarahan dapat diamati, sering

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan

Perilaku mencederai diri sendiri, mencakup membentur-

benturkan kepala, menggigit, menggaruk, dan menarik

rambut

Rentang perhatian yang pendek dan sulit berfokus pada

tugas

10. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?

Penanganan kelainan ini diakui banyak pihak sangatlah sulit. Harus

dibentuk penanganan menyeluruh yang terdiri atas orang tua, guru,

terapis, dan keluarga. Semua ini harus diarahkan untuk

membangun kemampuan anak bersosialisasi dan berbicara.

Terapi dibagi dalam dua layanan yaitu terapi intervensi dini dan

terapi penunjang.

a. Terapi Intervensi Dini

Dengan intervensi dini potensi dasar (functional) anak autistik

dapat meningkat melalaui program yang intensif. Ini sejalan

dengan hipotesis bahwa anak auistik memperlihatkan hasil yang

lebih baik bila intervensi dini dilakukan pada usia dibawah 5 tahun.

1) Direct Trial Training (DTT)

2) Learning Experience: an Alternative Program for Preschoolers

and Parents (LEAP)

3) Floor Time

4) Penatalaksanaant and Education of Autistic and Related

Communication-handicapped Children (TEACCH)

b. Terapi Penunjang

Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistik dapat diberikan

yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara

lain:

1) Terapi Medikamentosa

Obat yang selama ini cukup sering digunakan dan

memberikan respon yang baik adalah risperidone dan

haloperidol.

2) Terapi Wicara

Terapi wicara merupakan suatu keharusan bagi penyandang

autism, karena semua anak autistik mengalami gangguan

bicara dan berbahasa. Hal ini harus dilakukan oleh seorang

ahli terapi wicara yang memang dididik khusus untuk itu.

3) Terapi Okupasional

Jenis terapi ini perlu diberikan pada anak yang memiliki

gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki

kekuatan, koordinasi dan ketrampilan. Hal ini berkaitan

dengan gerakan-gerakan halus dan trampil, seperti menulis.

4) Teori Integrasi

5) Motivasi Keluarga

6) Terapi Perilaku

Terapi ini penting untuk membantu anak autistik agar kelak

dapat berbaur dalam masyarakat, dan menyesuaikan diri

dalam lingkungannya. Mereka akan diajarkan perilaku

perilaku yang umum, dengan cara reward and punishment,

dimana kita memberikan pujian bila mereka melakukan

perintah dengan benar, dan kita berikan hukuman melalui

perkataan yang bernada biasa jika mereka salah melaksanakan

perintah. Perintah yang diberikan adalah perintah-perintah

ringan, dan mudah dimengerti.

7) Terapi Bermain

Terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematis dari

model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal. Pada

terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapuitik

permaianan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-

kesulitan psikosional dan mencapai pertumbuhan,

perkembangan yang optimal.

8) Terapi Musik

Terapi musik menurut Canadian Association for Music

Therapy (2002) adalah penggunaan musik untuk membantu

integrasi fisik, psikologis, dan emosi individu, serta

penatalaksanaant penyakit atau ketidakmampuan. Atau terapi

musik adalah suatu terapi yag menggunakan musik untuk

membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik,

perilaku, dan sosial yang mengalami hambatan maupun

kecacatan..

9) Terapi Integrasi Sensoris

Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf

pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki sruktur dan

fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang

lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas

untuk belajar.

10) Terapi Biomedik

Terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi

abnormal pada otak. Dengan terapi ini diharapkan fungsi

susunan saraf pusat bias bekerja dengan lebih baik sehingga

gejala autism berkurang.

11) Terapi makanan

Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-

anak yang alergi pada makanan tertentu. Diet yang sering

dilakukan pada anak autistik adalah GFCF (Glutein Free

Casein Free). Anak dengan gejala autism memang tidak

disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar gula

tinggi. Hal ini berpangaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar

dari mereka.

12) Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang

terstruktur bagi para penyandang autism. Pada pendidikan

khusus, diterapkan sistem satu guru untuk satu anak. Sistem

ini paling efektif karena mereka tak mungkain dapat

memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.

Banyak orangtua yang tetap memasukan anaknya ke

kelompok bermain atau STK normal, dengan harapan bahwa

anaknya bisa belajar bersosialisasi. Untuk penyandang autisme

ringan hal ini bisa dilakukan, namun ia harus tetap

mendapatkan pendidikan khusus.

11. Bagaimana prognosis kasus ini?

Quo ad vitam: bonam

Quo ad functionam: dubia

Prognosis baik bila IQ di atas 70 dan dapat menggunakan bahasa

komunikatif saat usia 5-7 tahun, serta lingkungan dan keluarga

bersifat suportif.

12. Bagaimana tindakan edukasi pasien dan keluarganya?

Edukasi Keluarga

Setelah seorang anak didiagnosis autistik, adalah penting bahwa

tidak hanya anak tersebut yang mendapatkan pertolongan, namun

juga orang tua. Orang tua perlu diberikan pengertian mengenai

kondisi anak dan mampu menerima anak mereka yang menderita

autis. Mereka juga dilibatkan dalam proses terapi (Home training).

Konsep yang ada dalam home training ini adalah orang tua belajar

dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang dilakukan

psikolog/terapis. Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi

juga oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan

meminimalisir kemungkinan hilangnya kemampuan yang telah

dilatih dan dikuasai anak.

Edukasi (terapi pendidikan khusus)

Hambatan pada individu dengan autism terutama pada interaksi

sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada

usia sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi, bersosialisasi dengan lingkungan barunya (teman,

guru). Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera mungkin

dikenalkan dengan lingkungannya.

Intervensi dalam berbagai bentuk pelatihan ketrampilan sosial,

keterampilan sehari-hari agar anak jadi mandiri (self care).

Berbagai metode pengajaran telah diuji cobakan pada gangguan

ini. Antara lain metode TEACCH (Treatment and Education of

Autistic and Related Communication Handicapped Children).

Dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970an,

merupakan suatu sistem pendidikan khusus untuk anak dengan

autism, di School of Psychiatry at the University of North Carolina

in Chapel Hill. Metode ini merupakan suatu program yang sangat

terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual,

metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang

kelas yang ditata secara khusus.

13. Apa tingkatan KDU kasus ini?

Tingkat Kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).

Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke

spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti

sesudahnya.

IV. HIPOTESIS

Diego, ♂, 30 bln, mengalami gangguan komunikasi, interaksi sosial

dan perilaku karena autisme.

Faktor Risiko

Autisme

Etiologi tidak diketahui

Gangguan Interaksi Sosial

Gangguan Komunikasi

Perilaku Stereotipik

Tidak mau bermain

dengan anak lain

Belum bisa bicara

Tidak bisa duduk diam

dan bermain

pura-pura

Senang menyusun bola

dan membongkarnya kembali secara berulang-ulang

Tidak ada kontak mata dan senyum

Tidak merespon panggilan

V. KERANGKA KONSEP

VI. SINTESIS

A. MILESTONE PERKEMBANGAN ANAK

Sejak lahir, bayi sebetulnya sudah membawa 4 aspek perkembangan.

Yakni :

gross motor atau gerakan/motorik kasar

fine motor atau gerakan/motorik halus

aspek komunikasi-bicara

aspek sosial dan kemandirian

GERAKAN MOTORIK KASAR

Motorik kasar merupakan gerakan otot-otot besar. Yakni gerakan

yang dihasilkan otot-otot besar seperti otot tungkai dan lengan. Yang

biasany dilakukan melalui gerakan menendang, menjejak, meraih dan

melempar.

GERAKAN MOTORIK LEMBUT

Motorik halus merupakan koordinasi antara jari-jemari, telapak

tangan dan kaki, serta mata. Untuk mendeteksi

gangguan/penyimpangan perkembangan, bisa dilakukan dengan alat

skrining perkembangan Denver II.

Berikut garis besar skrining perkembangan motorik kasar menurut

Denver II:

1. Gerakan Seimbang (sejak lahir hingga 0,5 bulan)

Hal ini bisa dilihat dari anggota geraknya, yakni tangan dan kaki. Saat

kaget, keempat anggota geraknya yang semula dalam posisi menekuk

seperti katak, mengalami ekstensi menjadi lurus secara bersamaan.

Untuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami gangguan atau

tidak, kita dapat melakukan hal ini:

*tarik selimutnya saat anak sedang tidur, baik dalam posisi tengkurap

atau telentang. Jika salah satu dari keempat anggota geraknya tak

simetris, misal nya kaki kanannya tampak lemas/tak terangkat, perlu

dicermati sebagai tanda mencurigakan.

2. Mengangkat Kepala (20 hari - belum genap sebulan).

Dalam range waktu antara beberapa hari sejak lahir hingga usia 2,5

bulan, anak sudah bisa mengangkat kepalanya sekitar 45 derajat.

Selanjutnya, sekitar 1 bulan 10 hari sampai 3,5 bulan, bayi harus nya

sudah bisa mengangkat kepala sejauh 90 derajat.

Untuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami gangguan atau

tidak, kita dapat melakukan hal ini:

*posisikan anak tengkurap/telungkup. Jika tidak ada kelainan, secara

spontan bayi akan berusaha mengangkat kepalanya sendiri.

3. Duduk dengan Kepala Tegak (1,5 bulan - 3 bulan 3 minggu)

Perkembangan motorik bayi pada tahap ini dapat kita lihat dengan cara

memangku bayi tersebut dan menyandarkan anak pada tubuhnya

hingga kepalanya ikut tegak. Jika kepala bayi tampak lemas, terjatuh,

atau menunduk, kita perlu memeriksakan kondisi anak tersebut.

4. Menumpu Badan pada Kaki (1,2 bulan - 4 bulan 3 minggu)

Stimulasi yang disarankan, posisikan tengkurap. Perhatikan, tubuh

bayi akan terlihat bertumpu pada kakinya.

5. Dada Terangkat Bertumpu pada Lengan (2,5 bulan - mendekati 5

bulan)

Cara stimulasinya, telungkupkan tubuh bayi tersebut. Perhatikan

kemampuannya mengangkat lengan dan dada, hingga posisi lengannya

tegak. Untuk bisa bertumpu pada tangannya, ulurkan mainan yang

bersuara atau coba panggil namanya, hingga dia mencoba melihat ke

arah suara dan mengangkat kepalanya.

6. Tengkurap Sendiri (1 bulan 3 minggu - 5,5 bulan)

Cara stimulasinya, jangan sering menggendong bayi atau menaruhnya

di ayunan karena anak tak akan punya kesempatan belajar tengkurap.

Sebaiknya taruh anak di tempat tidur dengan posisi telentang.

Kemudian sedikit demi sedikit bantu ia membalikkan posisi tubuhnya.

7. Ditarik untuk Duduk Kepala Tegak (2 bulan 3 minggu - 6 bulan)

Cara stimulasi, tidurkan anak dengan posisi telentang, lalu tarik

perlahan kedua lengannya. Perhatikan, apakah kepalanya sudah dapat

mengikuti tubuh untuk tegak atau tidak. Jika kepala tetap lunglai, besar

kemungkinan ada kelainan yang umumnya terjadi di susunan saraf

pusat.

8. Duduk Tanpa Pegangan (5 bulan 1 minggu - 7 bulan)

Bila sesudah ditarik kedua tangannya kepala bayi bisa tegak, coba

lepaskan kedua tangannya secara perlahan agar dia bisa duduk sendiri.

ASPEK KOMUNIKASI BICARA

ASPEK SOSIAL EMOSIONAL

Pada usia 0-1 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:

1. Bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam per hari. Tetapi

mereka melakukannya tidak sekaligus melainkan secara berseri dengan

periode tidur yang pendek.

2. Mereka lebih suka digendong dan diayun-ayun.

3. Mereka mulai menunjukkan karakter awal kepribadiannya.

4. Mereka mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya.

Pada usia 1-4 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:

1. Bayi mulai merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya.

2. Mereka sudah mulai dapat diajak bermain, misalkan permainan

cilukba. Ajaklah mereka bermain, meskipun responnya minimal, tetapi

permainan itu sangat penting untuk mereka.

3. Mereka menyukai digelitik.

4. Suara yang mereka kenali (terutama dari pengasuh utamanya)

dapat menenangkannya ketika mereka menangis.

Pada usia 4-8 bulan bayi akan merasakan hal ini:

1. Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang sering

mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu

bundanya ataupun bibi yang mengasuh mereka.

2. Mereka mengenali pengasuh utamanya, keluarganya, dan bayangan

mereka di cermin.

3. Mereka sudah mengerti ketika mereka terpisah dari pengasuhnya,

mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya menangis.

4. Mereka mulai menunjukkan kecemasan ketika mereka berada di

tengah-tengah orang dewasa yang tidak mereka kenali.

5. Mereka akan marah jika mainan yang dipegangnya direbut.

Pada usia 8-12 bulan bayi akan merasakan hal ini:

1. Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan pengasuh

utamanya dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat

maka mereka akan cemas dan sedih.

2. Bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu.

3. Bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka

inginkan, mereka sudah dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak

kepada pengasuhnya jika mereka marah.

4. Mereka mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi yang lain

karena sesama bayi juga ada interaksi.

5. Mereka mengerti arti kata “tidak”.

Apa yang diuraikan di atas adalah gambaran milestone perkembangan

sosial-emosional bayi secara umum. Beberapa bayi mungkin akan

lebih awal mengalaminya, beberapa bayi yang lain mungkin terlambat,

tidak semua bayi akan menunjukkan tingkah laku seperti apa yang

terdaftar di atas.

B. AUTISME

Definisi

Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem saraf pusat yang

berdampak pada gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal-

nonverbal dan perilaku tertentu yang cenderung terbatas, mengulang dan

tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal lainnya (baru).

Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan

tersebut seperti permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan

memiliki interpretasi yang berbeda dalam merespon lingkungan

sekitarnya.

Autisme diartikan sebagai gangguan saraf mental di awal perkembangan

masa kanak-kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak

terdeteksi ketika sejak masa prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme

kemungkinannya telah muncul ketika usia anak mencapai 12-18 bulan.

Perilaku karakteristik autisme sendiri mudah terdeteksi pada usia 3 tahun,

misalnya dengan mengetahui keterlambatan dalam berbicara atau

penguasaan kosa kata pada masa prasekolah.

Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang

sekolah merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak

autisme, gejala-gejala yang tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas

pada usia 4-5 tahun ketika anak mengalami permasalahan dalam

berinteraksi sosial dengan usia sebayanya. Permasalahan tersebut akan

terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya, bahkan seumur

hidupnya.

American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme

dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive development

disorders; PDD) bersama dengan beberapa gangguan lain; sindrom

Asperger, gangguan disintegratif pada anak, gangguan Rett, dan gangguan

perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan. Kesemua gangguan

tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan permasalahan

komunikasi, sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang. Gangguan-

gangguan tersebut kadang disebut sebagai gangguan spektrum autisme

(autism spectrum disorders; ASD).

Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum

mempunyai kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap

orang, namun gangguan tersebut pada area yang sama; sosialisasi,

komunikasi dan perilaku. Kecuali pada sindrom Asperger, anak tidak

memiliki hambatan dalam berkomunikasi.

Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri,

namun beberapa diantara penderita autisme harus secara terus-menerus

mendapatkan perawatan selama hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan

obat yang efektif untuk menyembuhkan gangguan autisme secara total.

Faktor penyebab

Penyebab utama gangguan ASD ini tidak diketahui secara pasti, dugaan

utama adanya gangguan pada sistem saraf yang kompleks, beberapa

penelitian lainnya menduga adanya faktor genetika.

Genetika

Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan

gangguan autisme, hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang

berbeda atau kombinasi diantaranya yang memungkinkan resiko terkena

autisme. Bila dalam satu keluarga mempunyai 1 anak menderita autisme

maka prevalensi mempunyai anak autisme sebesar 3-8%, sementara pada

kembar monozigot sebesar 30%.

Gejala

A. Gangguan Sosial

• Kesulitan dalam mengenal pelbagai perilaku nonverbal seperti kontak

mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan

sosial.

• Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan

dengan orang lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab)

• Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan

bermain, orang lain atau objek lain.

• Kurang mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan

timbal balik emosi

Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme

dan ASD. Gangguan ASD bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi

sosial seperti rasa malu berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius

sepanjang hidupnya, problem sosial sering menjadi kombinasi dengan

beberapa gangguan lainnya seperti kemampuan berkomunikasi dan

perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan sekelilingnya.

Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan

merespon positif dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase

oral) atau mengerti lambaian tertentu kepadanya. Pada bayi autisme

kesulitan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk berinteraksi dengan

orang lain.

Anak autis tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain,

mereka tidak mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun

beberapa diantaranya tetap berteman dan bermain bersama. Mereka

menghindari kontak mata bahkan cenderung untuk menyendiri. Anak

autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan yang dibuat

oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih untuk

tidak mengajaknya bermain bersama.

Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis

akan kesulitan untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk

memahami perasaan yang diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat

sensitif untuk disentuh atau bahkan tidak menyukai orang lain bercanda

dengannya. Anak autisme juga tidak merasa nyaman dan menjauhi orang

lain yang membuatnya merasa malu.

Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan

pekerjaannya dan permasalahan intelektual akan berkaitan dengan

kemunculan kecemasan dan depresi yang akan memperburuk kondisinya.

Sikap polos penderita autis dewasa kadang juga dapat dimanfaatkan oleh

orang lain untuk mengambil keuntungan.

B. Gangguan Komunikasi

• Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan

berbahasa (kecuali adanya hambatan lain yang harus menggunakan bahasa

isyarat atau mimik)

• Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan

orang lain

• Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu

• Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain

pura-pura

Dalam berbicara individu dengan ASD kurang mampu dalam

mengkombinasikan beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka

cenderung hanya menggunakan satu kata atau beberapa kata saja.

Beberapa diantaranya juga acap mengulang kata-kata sama berulang-ulang

atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai jawaban.

Kondisi ini disebut dengan echolalia.

Anak dengan ASD sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh, atau suara

tertentu. Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi

wajah. Beberapa kasus anak autisme kadang tidak cocok dalam

mengekspresikan emosi dengan perkataan, misalnya saja ia mengatakan

bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia tersenyum.

Anak autsme sulit diajak bercanda atau berpura-pura, kadang ia tidak

merespon samasekali dengan permainan, misalnya balita autis tidak

merespon permainan “ciluk ba“. Anak normal berbalik arah memeluk

ibunya ketika diajak bermain “ciluk ba”.

C. Kecenderungan untuk Mengulang Perilaku Tertentu, Tidak

Tertarik, atau Perilaku Terbatas pada Aktivitas

• Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar

biasa (abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.

• Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas

• Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu

dan mengulang

• Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu.

Anak dengan gangguan ASD akan menghabiskan waktu begitu lama bila

sedang bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat

bergerak dengan sendirinya maka ia tidak akan melepaskan pandangannya

dengan tidak berkedip dan bila mainan itu berhenti tatapannya tidak

berubah barulah agak lama kemudian ia akan mencobanya lagi.

Individu dengan gangguan ASD mampu melakukan hal-hal yang rutin ia

lakukan sehari-harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya

bingung dan frustrasi, misalnya saja ia akan melalui jalan yang sama setiap

harinya, bila jalan tersebut ditutup, hal itu akan membuatnya frustrasi.

Beberapa penderita ASD kadang sering melakukan hal yang sama secara

terus-menerus meskipun sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak

berguna baginya. Misalnya saja ia melihat semua jendela rumah yang

terbuka ketika melewati jalan, menonton film yang pernah ia tonton

sebelumnya lebih dari dua kali.

Pemeriksaan

Saat ini belum ada alat secara medis untuk mendeteksi ASD. Tenaga

profesional menggunakan gejala-gajala yang ada dari perilaku yang

tampak. Secara umum gejala-gejala tersebut mulai terdeteksi sejak usia

bayi beberapa bulan yang berlanjut pada kemunculan pada usia di bawah 3

tahun.

Langkah diagnosis untuk gangguan ASD dilakukan dengan melihat masa

perkembangan awal dan survei dokter selama dilakukan kunjungan.

Langkah tersebut biasanya dilakukan dokter dengan cara men-check list

pelbagai pertanyaan untuk mengindentifikasi beberapa gangguan

perkembangan pada usia 9 bulan, 18 bulan dan 24-30 bulan (dapat diisi

oleh orangtua) bila ditangani terlebih awal maka dokter akan memberikan

beberapa test kemampuan yang disesuaikan dengan usia perkembangan

diatas.

ASD merupakan gangguan yang kompleks, untuk melakukan screening

secara tepat biasanya dilakukan evaluasi yang komprehensif, seperti tes

secara fisik, neurobiologis, atau bahkan tes genetik.

Beberapa test diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosa

gangguan autisme:

1) Autism Diagnosis Interview–Revised (ADI–R)

2) Autism Diagnostic Observation Schedule-Generic (ADOS–G)

3) Childhood Autism Rating Scale (CARS)

4) The Gilliam Autism Rating Scale (GARS)

5) Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)

Penatalaksanaan

Tidak ada standar khusus untuk penatalaksanaan pada anak autis, tenaga

professional menggunakan beberapa standar yang berbeda-beda dalam

menangani pasien gangguan autisme. Karenanya orangtua yang memiliki

anak autisme dapat memilih tenaga profesional berpengalaman dari

pelbagai informasi yang ada dan dianggap dapat membantu anak-anak

autisme secara lebih baik. Lakukanlah diskusi dengan tenaga profesional

dalam mengambil beberapa tindakan yang diperlukan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua:

a. Lihatlah reputasi tenaga profesional tersebut yang berpengalaman

b. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pada petujuk-petunjuk

yang tersusun secara rinci yang merupakan hasil diskusi antara orangtua

dan tenaga professional yang terlibat di dalamnya

c. Hal-hal yang dilakukan dalam pemberian penatalaksanaant haruslah

mempunyai alasan yang jelas, maksud dan manfaat dari tindakan yang

diperlukan

d. Tidak ada standar obat medis yang direkomendasikan secara khusus

dalam penatalaksanaan yang diberikan, bahkan tidak ada obat yang dapat

menyembuhkan gangguan autisme, oleh karenanya penatalaksanaan yang

diberikan dapat berbeda-beda tiap individu dengan gangguan autisme atau

ASD lainnya

e. Orang tua haruslah berperan dalam pemberian penatalaksanaan dengan

pengetahuan yang cukup mengenai gangguan ini dan dapat melihat

perubaha-perubahan yang terjadi pada anak selama pemberian

penatalaksanaan apakah sesuai dengan karakter anak atau tidak

f. Lihat perubahan perkembangan anak selama pemberian

penatalaksanaan, biasanya anak autisme mengalami perubahan-perubahan

yang berarti selama penatalaksanaan yang dilakukan

Penatalaksanaan pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa

memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, penatalaksanaan

dilakukan dalam jangka yang panjang dan dialkukan secara intensif.

Dokter juga akan memberikan obat-obatan pendukung.

Penatalaksanaan pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa

memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, penatalaksanaan

dilakukan dalam jangka yang panjang dan dilakukan secara intensif.

Dokter juga akan memberikan obat-obatan yang dapat mendukug

penatalaksanaan tersebut.

 

Obat-obatan

Medikasi sebenarnya tidak diperlukan bagi penderita autisme, kecuali bila

disertai dengan adanya gangguan saraf lainnya. Medikasi diberikan untuk

membantu autis mengontrol beberapa perilaku seperti hiperaktif, impulsif,

konsentrasi atau kecemasan. Hal yang perlu diingat bahwa pemberian

obat-obatan tersebut kadang tidak cocok dengan tiap individu dan

pemberian obat dalam waktu yang relatif lama juga memberikan pengaruh

yang tidak baik bagi anak-anak autis.

Obat antipsikotik; pemberian jenis obat-obatan ini untuk mengurangi dari

beberapa perilaku seperti hiperaktif, perilaku menyendiri, pengulang

perilaku atau perilaku agresif. Jenis obat ini dapat berupa risperidone

(Risperdal), olanzapine (Zyprexa), dan quetiapine (Seroquel)

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); adalah jenis obat

antidepressants yang sering digunakan untuk penderita depresi, obsessive-

compulsive disorder, atau gangguan kecemasan. Jenis obat ini dapat

mengurang perilaku seperti agresif, pengulangan perilaku, marah, dsb.

Jenis obat ini berupa fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline

(Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Antidepressant lainnya; Clomipramine

(Anafranil), Mirtazapine (Remeron), amitriptyline (Elavil) dan bupropion

(Wellbutrin).

Obat stimulant; Jenis obat ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi

dan mengurangi perilaku impulsif dan hiperaktif. Jenis obat ini berupa

methylphenidate (Ritalin) dan amphetamines (Adderall, Dexedrine).

Jenis obat lainnya; Alpha-2 adrenergic agonists (clonidine) diberikan

untuk mengurangi perilaku hiperaktif.

Pemberian obat-obatan tersebut haruslah melalui pengawasan dokter

secara ketat. Pemberian jangka panjang akan memberikan efek yang tidak

baik bagi anak autis.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obatan:

- Menimbulkan rasa mengantuk (sedasi)

- Ketergantungan pada obat

- Beberapa jenis obat dapat bereaksi dengan makanan, perlu kontrol dan

konsultasi dokter mengenai penggunaan obat-obatan tersebut

- Obat-obatan tersebut harus diberikan oleh tenaga medis profesional yang

berpengalaman dalam menangani anak-anak autis

Beberapa jenis suplemen, vitamin, mineral; vitamin B, magnesium,

minyak ikan, dan vitamin C dilaporkan dapat memberikan pengaruh

positif bagi anak autis dan ASD lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sadock VA, Sadock BJ. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Terjemahan

oleh: Profitasari, Mahatmi T. EGC, Jakarta, Indonesia. (hal. 588-593)

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder (Text Revision). Edisi 4. American Psychiatric

Association, Washington DC, Amerika Serikat.

Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian

Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia.

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics.

Edisi 16. Saunders, Philadelphia, Amerika Serikat.