sk 1 hematologi winda.docx

34
WINDA AFDILLA.J 1102014280 SK 1 HEMATOLOGI LI 1. memahami dan menjelaskan tentang eritropoiesis 1.1 Definisi Eritropoesis pembuatan eritrosis, pada janin dan bayi baru lahir proses ini berlangsung dilimpa dan sumsum tulang, tetapi pada individu yang lebih tua terbatas di sumsum tulang. 1.2 sintesis/pembentukan Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. (Sherwood, 2011) Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas. (Sherwood, 2011) Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. (Sherwood, 2011)

Upload: ndha-nezz-woan

Post on 13-Apr-2016

270 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: sk 1 hematologi winda.docx

WINDA AFDILLA.J1102014280SK 1 HEMATOLOGI

LI 1. memahami dan menjelaskan tentang eritropoiesis1.1 Definisi

Eritropoesis pembuatan eritrosis, pada janin dan bayi baru lahir proses ini berlangsung dilimpa dan sumsum tulang, tetapi pada individu yang lebih tua terbatas di sumsum tulang.

1.2 sintesis/pembentukanSelama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh

yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. (Sherwood, 2011)

Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas. (Sherwood, 2011)

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. (Sherwood, 2011)

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormon eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mengangkut O2. Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin. (Sherwood, 2011)

Page 2: sk 1 hematologi winda.docx

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah

Page 3: sk 1 hematologi winda.docx

rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin b12,asam folat, protein, dan

lain-lain3. Mekanisme regulasi: faktor peryumbuhan hemapoietik dan hormon

eritropotein

Eritrosit hidup dan beredar dalam dadah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

Page 4: sk 1 hematologi winda.docx

Faktor yang mempengaruhi eritropoiesisKeseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah

mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormon dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal ControlStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh

hormon eritropoetin (EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO:

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada defisiensi besi)

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormon yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormon seks wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal, hati- Stimulus pembentukan eritroprotein: dipengaruhi oleh tekanan O2

dalam jaringan ginjal.- Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan

hormon eritropoetin ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah mengangkut O2 meningkat dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

Page 5: sk 1 hematologi winda.docx

- Pasokan O2 meningkat ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun

- Fungsi EPO: mempertahankan sel-sel prekursor dengan memungkinkan sel-sel tersebut terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yang mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoiesis karena suplai O2

& kebutuhan O2 mengatur pembentukan eritrosit.

1.3 MorfologiMorfologi, Sifat, Kadar Normal, dan Fungsi

Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan cekungan di bagian tengahnya. Eritrosit mempunyai garis tengah 8 µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian tengah. Bentuk eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2

menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan eksterior sel. (Sherwood, 2011)

Membran eritrosit juga sangat lentur sehingga eritrosit dapat mengalami deformitas secara luar biasa sewaktu mengalir satu per satu melewati celah kapiler yang sempit dan berkelok-kelok. Dengan kelenturan membran tersebut, eritrosit dapat menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung. Ciri anatomik terpenting yang memungkin eritrosit mengangkut oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya. (Sherwood, 2011)

Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik dan enzim karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mekanisme transpor aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang sesuai di dalam sel. Enzim karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat mengubah CO2 yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3

-), yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil proses glikolisis karena eritrosit tidak memiliki mitokondria. (Sherwood, 2011)

Fungsi sel darah merah: Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Berfungsi dalam penentuan golongan darah. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah

merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas

Page 6: sk 1 hematologi winda.docx

yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.

Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

Kadar eritrosit normal:perempuan dewasa: 3.8-5.2 x106/ul, laki-laki dewasa : 4.4-5.9 x 106/ul

1.4 kelainan1. Kelainan Ukuran

Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 µm dan volumenya ≥ 100 fL-Akibat gangguan sintesis normal-Peningkatan eritropoiesis-Peningkatan jumlah kolestrol dan lesitin pada membran eritrosit

Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL-Gangguan pada absorbsi-Gangguan pada sintesis rantai globlin seperti pada thalassemia

Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar. Namun kelainan ini tidak menunjukkan suatu kelainan hematologi yang spesifik

2. Kelainan Warna Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3

diameternya-anemia defisiensi besi-Talasemia-Anemia sideroblastik

Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih gelap( kebiruan) yang sebenarnya adalah retikulosit.

-hemolisis-pendarahan akut maupun kronik

3. Kelainan Bentuk Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat

eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah.-Talasemia-Anemia sel sabit

Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.-luka bakar yang berat-hiperplenisme

Page 7: sk 1 hematologi winda.docx

Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat lebih gepeng (eliptosit).

-anemia defisiensi besi-anemia megaloblastik-anemia bulan sabit

Stomatosit, Bentuk sepeti mangkuk.

Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.\

Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 - 12 duridengan ujung duri yang tidak sama panjang.

-penyakit hati-hipertiroidisme

Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek, ujungnyatumpul.

-uremia-dehidrasi-keganasan lambung

Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm-emboli paru-metaplasia myleoid

Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.

Teardropcell, Eritrosit seperti buah pearatau tetesan air mata.-mielofibrosis dengan metaplasia myeloid

Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.

LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang hemoglobin2.1 definisi

Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan homoprotein yang mengandung empat gugus hem dan globin serta mempunyai kemampuan oksigenasi reversible.

Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007

2.2 struktur dan fungsi

Page 8: sk 1 hematologi winda.docx

Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang sangat berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood, 2011)

Menurut Depkes RI, fungsi hemoglobin antara lain: 1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam

jaringan-jaringan tubuh. 2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh

jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. 3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia

(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

Bayi baru lahir : 16,5 +/- 3 g/Dl Bayi 3 bulan : 11,5 +/- 2 g/dL Anak usia 1 tahun : 12 +/- 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14 +/- 2,5 g/dL Wanita hamil : 11 g/dL Ibu menyusui : 12 g/dL Wanita dewasa : 12 g/dL Pria dewasa : 13 g/dL

2.3 biosintesis

Page 9: sk 1 hematologi winda.docx

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme

Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis hemeSickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.

Sintesis globinDua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi

Page 10: sk 1 hematologi winda.docx

sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).

Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.

Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.

Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan talasemia

(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)Katabolisme HbHemolisis ekstravaskuler

Page 11: sk 1 hematologi winda.docx

Gambar 2 Sintesis globinSickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Tabel 1 Hemoglobin manusiaSickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobinsgower 1- zeta(2), epsilon(2) gower 2- alpha(2), epsilon (2) Portland- zeta(2), gamma (2)

hemoglobin F- alpha(2), gamma(2)

hemoglobin A- alpha(2), beta(2) hemoglobin A2- alpha(2), delta(2)

Page 12: sk 1 hematologi winda.docx

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol.Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul heme.Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.

Fungsi hemoglobinFungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tertekan gas oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru paru

Guyton 11th edition, 2006

2.4 reaksi O2 dan hemoglobinHemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transport oksigen

dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2

Page 13: sk 1 hematologi winda.docx

dilepas, rantai-rantai tertarik-pisah, memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan rendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 hemoglobin. P 50 (tekanan parsial O2 pada hemoglobin setengah jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (P 50 turun) sementara dengan penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (P 50 naik). Normal di dalam tubuh, pertukaran O2 bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata 40 mmHg. Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan sedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal tertentu yang langka berhubungan dengan polisitemia menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG.

LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang anemia3.1 Definisi

Penurunan kosentrasi eritrosit atau hemoglobin dalam darah di bawah normal, diukur per mm kubik atau sebagai volume packed red cells per 100 ml darah, terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah (melalui pendarahan atau perusakan) dan produksi darah terganggu.

3.2 EtiologiAnemia hanyalah sutu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyakit. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh

Page 14: sk 1 hematologi winda.docx

1. Gangguan pembentuka eritrosit oleh sumsum tulang2. Kehilangan darah keluar tubuh (pendarahan) 3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya

(hemolysis)

3.3 KlasifikasiKlasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:

A. Anemia hipokromik mikrositer(MCV<80 fl; MCH <27pg)

1. Anemia defisiensi besi2. Thalassemia3. Anemia akibat penyakit kronik4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer1. Anamia pascapendarahan akut2. Anemia aplastik – hipoplastik3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat4. Anemia akibat penyakit kronik5. Anemia mieloptisik6. Anemia pada gagal ginjal kronik7. Anemia pada mielofibrosis8. Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. Anemia makrositer1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folatb. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastika. Anemia pada penyakit hati kronikb. Anemia pada hipotiroidc. Anemia pada sindroma mielodisplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis:A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi: anemia defisiensi besib. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang

Page 15: sk 1 hematologi winda.docx

a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia aplastik/hipoplastik

b. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: anemia leukoritroblastik/mieloptisik.

B. Kehilangan eritrosit akibat hemoragi1. Anemia pasca pendarahan akut2. Anemia pasca pendarahan kronik

C. Anemia hemolitik1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat akibat

defisiensi G6PDc. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) d. Thalassemiae. Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskulera. Anemia hemolitik autoimunb. Anemia hemolitik mikroangiopatik

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.

3.4 manifestasi klinikGejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.

Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:

a) System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung

b) System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.

c) Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurund) Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis dan halus

Page 16: sk 1 hematologi winda.docx

2. Gejala khas masing-masing anemiaGejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemis. Sebagai contoh:

1) Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok

2) Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12

3) Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali dan hepatomegaly.

4) Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia

misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang menimbulkan seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

(ipd, 2014)

3.5 pemeriksaan lab anemiamerupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari 1) pemeriksaan penyaring ?(screening test), 2) pemeriksaan darah seri anemia, 3) pemeriksaan sumsum tulang, 4) pemeriksaan khusus.

1) Pemeriksaan penyaringUntuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

2) Pemeriksaan darah seri anemiaPemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3) Pemeriksaan sumsum tulangPemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan system hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid, seperti sindrom mielodisplastik (MDS)

4) Pemeriksaan khusus

Page 17: sk 1 hematologi winda.docx

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:

a. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferrin, protoporfin eritrosit, ferritin serum, reseptor transferrin, dan pengecetan besi pada sumsum tulang (perl’s stain)

b. Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12serum, tes supresi deoksiuridin dan tes schilling.

c. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes coombs, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.

d. Anemia aplastic: biopsy sumsum tulang.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematology tertentu seperti misalnya pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal,atau fungsi tiroid.

LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang anaemia defisiensi besi4.1 definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh

- anemia hipokromik mikrositer,- besi serum menurun- TIBC (Total serum binding capacity) meningkat- saturasi transferin menurun- feritin serum menurun

Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering digunakan di negara tropik atau negara dunia ketiga karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi.

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

4.2 etiologianemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,

gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, hemoroid, divertikulosis, dan infeksi cacing tambang

b. Saluran genitalia wanita: menorrhagiac. Saluran kemih: hematuriad. Saluran napas: hemoptoe

Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik

Kebutuhan besi meningkat: pada prematuritas, kehamilan, dan anak dalam masa pertumbuhan

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik(Bakta, 2006)

Page 18: sk 1 hematologi winda.docx

4.3 patofisiologiPendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun, jika cadangan besi kosong maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis verkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesisSelanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiensy anemia. pada saat ini juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti epitel mulut danfaring

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

4.4 manifestasi klinikGejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1) Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia

defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

2) Gejala khas akibat defisiensi besia. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi

rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang

c. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

d. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaringe. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson

Kelly: kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

3) Gejala penyakit dasarDapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

4.5pemeriksaana) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik

mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan

Page 19: sk 1 hematologi winda.docx

sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.

i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinophilia

b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

c) Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan

normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor

transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

4.6 penatalaksanaan (pencegahan dan farmako) Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti diserti pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (mosifikasi dari kriteria kerlin et al) sebagai berikut:Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCH <31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d

a) Dua dari tiga parameter di bawah ini I. Besi serum <50 mg/dl

II. TIBC >350 mg/dlIII. Saturasi transferrin <15 %

b) Ferritin serum < 20 g/dl

Page 20: sk 1 hematologi winda.docx

c) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir –butir hemosiderin )negative

d) Dengan pemberian sulfas ferosus 3*200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl

Diagnosis bandingAnemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti:

I. Anemia akibat penyakit kronikII. Thalassemia

III. Anemia sideroblastik

Anemia

defisiensi

besi

Anemia

akibat

panyakit

kronik

Thalassemia Anemia

sideroblastik

MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

Besi serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal /

Meningkat

Normal /

Meningkat

Besi sumsum

tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan

ring

sideroblastik

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2

meningkat

Normal

Pencegahan1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber

hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.

2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban,

dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki.

Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.

Page 21: sk 1 hematologi winda.docx

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.

3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.

4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

5. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

TerapiSetelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana

pemberian terapi.Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :

1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy) :

a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

3. Pengobatan laina. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi

protein terutama berasal dari protein hewani.b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan

absorposi besic. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah.

Diberikan hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Page 22: sk 1 hematologi winda.docx

Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

(Bakta, 2006)

4.7 komplikasi- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama

jantung bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.

- Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.

- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau

pening.- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan

dada berdebar.

4.8 prognosisPrognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan

besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut: 

Diagnosis salah Dosis obat tidak adekuat Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlangsung menetap Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian

besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi.

Page 23: sk 1 hematologi winda.docx

DAFTAR PUSTAKA :

Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anthony Tan, 2002. Wowen and Nutrition, Copy Righat Health Media, of Amerika.

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.

Jakarta : EGC. Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 :

1011-1023. Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,

significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.

Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta Guyton.2007. FisiologiManusiadanMekanismePenyakit.EGC. Jakarta Handayani,  Wiwik.2008.Buku  Ajar  Asuhan Keperawatan  pada  Klien 

dengan  Gangguan  Sistem Hematologi.SalembaMedika: Jakarta. Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia

Defisiensi Besi. in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. internal publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI. hal. 1127-1135 (Jakarta 2009).

Manampiring, Aaltjie.E., 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Minaesa Kecamantan Wori Kabupaten Minahasa Utara.Tesis.Manado. Departemen Pendidikan Nasional RI Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov 2005:9-15.