sistim kaderisasi partai politikrepo.apmd.ac.id/712/1/skripsi_raden gilang candra negara... ·...
TRANSCRIPT
-
i
SISTIM KADERISASI PARTAI POLITIK
(Studi Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) Kabupaten Bantul)
SKRIPSI
Diajukan guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang
Pendidikan Strata Satu (1)
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Disusun Oleh:
RADEN GILANG CANDRA NEGARA
14520126
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN (S-1)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
-
iv
HALAMAN MOTTO
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang yang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah.
(Thomas Alva Edison)
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Almamater tercinta (Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta) khususnya
Program Studi Ilmu Pemerintahan. Serta kepada ibu dan bapak saya yang
siang malam tak pernah luput menyelipkan nama anaknya di sela-sela doanya
kepada Allah SWT.
-
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas limpahan karunia dan rahmat-Nya yang telah
memberikan kemudahan, kelancaran, dan kemampuan peneliti untuk
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi
Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) Kabupaten Bantul)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD”Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis dengan
segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. R. Widodo Tri Putro, MM., M.Si selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang dengan sabarnya membimbing saya selama mengerjakan
dan menyusun skripsi ini;
2. Semua Dosen APMD Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu
dan pengajarannya kepada saya selama hampir lima tahun ini;
3. Kedua orang tua saya, Bapak Tur Haryanta dan Ibu Urip Kutikawati
yang telah memberikan dukungan kepada saya baik dari moril maupun
materi;
4. Bapak Aryunadi S.E selaku Ketua Umum DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait sistim
kaderisasi PDIP di DPC Kabupaten Bantul;
-
vii
5. Bapak Hanung Raharja S.T selaku Ketua DPRD Kabupaten Bantul dan
Wakil Bidang Pemenangan Pemilu DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi
PDIP di DPC Kabupaten Bantul;
6. Bapak RS kusbowo selaku Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Bantul
yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di
DPC Kabupaten Bantul;
7. Bapak Drs. Timbul H selaku Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan
Ideologi yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi
PDIP di DPC Kabupaten Bantul;
8. Bapak Suratman selaku Wakil Bidang Pemuda, Olahraga, Seni Budaya
DPC PDIP dan Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang bersedia
memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC
Kabupaten Bantul;
9. Bapak Yudha PW selaku Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang
bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC
Kabupaten Bantul;
10. Bapak Dwi Kristiantoro selaku Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang
bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC
Kabupaten Bantul;
11. Bapak Sugeng Sudaryanta selaku Ketua PAC Pandak dan Anggota
DPRD Kabupaten Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait
sistim kaderisasi PDIP di DPC Kabupaten Bantul;
-
viii
12. Bapak Samsuji Rohmad selaku Ketua PAC Sanden yang bersedia
memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC
Kabupaten Bantul;
13. Bapak Muji Dalijo selaku Pengurus Ranting Sanden yang bersedia
memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC
Kabupaten Bantul;
14. Yuyun Apriliana yang tidak pernah lelah untuk mendampingi saya
selama proses penyusunan skripsi ini.
Terima kasih atas bantuan, dukungan, semangat, nasehat, doa, kritik, dan
saran yang telah memberikan kepada penulis, semoga amal baik semua pihak
senantiasa mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari adanya
keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat.
Yogyakarta, 17 Maret 2019
Penulis,
Raden Gilang Candra Negara
NIM.14520126
-
ix
SINOPSIS
PDI Perjuangan adalah salah satu partai terbesar yang berupaya menata
ulang sistim kaderisasi untuk membekali kader tentang pengetahuan ideologis
dan skil politik. Sistim kaderisasi yang baik memiliki peranan penting dalam
melakukan transfer pengetahuan politik, tidak hanya berkaitan dengan sejarah,
visi dan misi, dan strategi partai politik, tetapi juga hal – hal yang menyangkut
permasalahan bangsa dan negara. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini memiliki judul “Sistim Kaderisasi Partai Politik”.
Jenis metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Objek
penelitiannya yaitu Sistim Kaderisasi PDI Perjuangan khususnya tingkat DPC
PDI Perjuangan Kabupaten Bantul dengan narasumber berjumlah 10 orang
ditentukan secara purposive. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan
yaitu menggunakan analisis kualitatif dengan mengumpulkan data,
mengidentifikasi data, menginterpretasi data, dan menyimpulkan data.
Berdasarkan analisis terkait “Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi
Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) Kabupaten Bantul)”, dapat disimpulkan bahwa sistim kaderisasi PDI
Perjuangan di DPC Kabupaten Bantul yang digunakan adalah sistim berjenjang
dan terpadu di bawah pengawasan DPP Partai atau dapat dikatakan telah sesuai
dengan AD-ART PDI Perjuangan. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul
melaksanakan proses kaderisasi melalui pendidikan kader, penugasan pendidikan
kader, dan penugasan karir kader. Pendidikan kader yang dilaksanakan DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Bantul yaitu pendidikan dengan jenjang Pratama.
Pendidikan jenjang Pratama terbagi menjadi kegiatan formal maupun informal.
Agar pendidikan bagi kader dapat berjalan lancar, DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Bantul memiliki dua model kaderisasi yang diterapkan oleh PDI
Perjuangan di DPC Bantul yaitu model kaderisasi dengan sistim kelas (pendidikan
dan pelatihan kader) dan sistim gerakan. Penugasan-penugasan bagi kader PDI
Perjuangan di DPC Kabupaten Bantul seperti: penugasan untuk mengikuti
sosialisasi, melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat, dan mengadakan
kuliah umum tentang 4 pilar kebangsaan. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul
memiliki penugasan karir untuk kader yang meliputi penugasan di luar struktur
dan alat kelengkapan serta penugasan dalam jabatan politik dan jabatan publik
seperti: penugasan di lembaga legislatif, eksekutif, dan lembaga publik. Sistim
penugasan karir bagi kader di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul yaitu
melalui proses penjaringan dan seleksi ditingkat PAC terlebih dahulu. Kader
terpilih dan terbaik nantinya direkomendasikan oleh PAC ke DPC melalui sistim
musyawarah dan mufakat, sesuai keputusan partai.
Kata Kunci: Sistim Kaderisasi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Dewan Pimpinan Cabang, Kabupaten Bantul
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... iii
HALAMAN MOTO .............................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
SINOPSIS .............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 10
C. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................... 10
D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................... 10
E. KERANGKA TEORI ........................................................................................ 12
1. Partai Politik .................................................................................................. 12
2. Sistim Kepartaian .......................................................................................... 21
3. Kaderisasi Partai Politik ................................................................................ 24
4. Kaderisasi PDI Perjuangan ............................................................................ 43
F. RUANG LINGKUP ........................................................................................... 45
G. METODE PENELITIAN .................................................................................. 45
1. Jenis Penelitian .............................................................................................. 45
2. Objek Penelitian ............................................................................................ 46
3. Unit Analisis .................................................................................................. 46
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 48
5. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 50
6. Interpretasi dan Kesimpulan .......................................................................... 52
-
xi
BAB II. PROFIL DPC (DEWAN PIMPINAN CABANG) PDI
PERJUANGA KABUPATEN BANTUL ..................................................... 53
A. Selayang Pandang DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDI Perjuangan
Kabupaten Bantul ........................................................................................... 53
B. Struktur DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDIP Kabupaten Bantul ............... 58
C. Tugas DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDIP Kabupaten Bantul .................. 60
D. Keanggotaan DPC (Dewan Pimpinan Cabang)
PDI Perjuangan Kabupaten Bantul ................................................................... 70
E. Kontestasi Pemilu Terakhir Tahun 2009 -2014 ................................................. 72
BAB III. ANALISIS TENTANG SISTIM KADERISASI DI DPC PDI
PERJUANGAN KABUPATEN BANTUL ....................................................... 88
1. Tahapan Kaderisasi ............................................................................................ 88
2. Tata Kelola Kaderisasi ....................................................................................... 95
3. Pelaksanaan Pendidikan Kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ...................... 97
a. Sistim pendidikan kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ........................... 97
b. Materi-materi yang diberikan dalam proses pendidikan kader .................. 105
c. Pemberian pemahaman DPC PDIP tentang ideologi, visi, misi,
serta strategi partai politik kepada kader ................................................... 108
d. Pendidikan bagi kader PDIP agar memiliki loyalitas, dedikasi,
serta pengabdian ........................................................................................ 110
e. Kendala yang dialami DPC PDI-Perjuangan selama melaksanakan
pendidikan kader ........................................................................................ 113
f. Upaya DPC PDI-Perjuangan dalam menyelesaikan berbagai kendala
selama melaksanakan pendidikan kader .................................................. 115
4. Sistim Penugasan Kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul .............................. 117
a. Penugasan yang diberikan oleh DPC PDI P terhadap kadernya .............. 117
b. Syarat-syarat yang dipakai oleh DPC PDI P dalam penugasan kader ..... 118
c. Kendala yang dialami DPC PDI-Perjuangan dalam
memberikan penugasan kepada kader-kadernya ..................................... 119
d. Upaya DPC PDIP dalam menangani kendala-kendala selama proses
penugasan kader ........................................................................................ 121
5. Sistim Penugasan Karir Partai ke dalam Jabatan yang Strategis .................... 122
a. Sistim penugasan karir kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ................ 122
b. Kriteria penugasan karir kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ............. 125
c. Mekanisme regenerasi kepemimpinan di internal PDI P di DPC
Kabupaten Bantul ...................................................................................... 127
-
xii
d. Program khusus dalam pengarahan karir bagi kader PDI P
di DPC Kabupaten Bantul ........................................................................ 134
e. Kendala dan Upaya dilakukan DPC PDI-Perjuangan dalam
memberikan pengarahan karir kepada kader-kadernya ............................ 136
6. Bidang Kaderisasi ............................................................................................ 138
a. Kapasitas, reputasi, dan kemampun narasumber dalam penyampaian
materi pada pendidikan kader PDI P di DPC Kabupaten Bantul ............. 138
b. Intensitas penyampain materi di dalam kelas yang diberikan terhadap
pokok-pokok ajaran PDI Perjuangan ......................................................... 141
c. Metode dan Efektifitas pembelajaran yang digunakan dalam
pendidikan kader PDI P di DPC Kabupaten Bantul .................................. 143
d. Evaluasi proses kaderisasi oleh PDI P di DPC Kabupaten Bantul ........... 147
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 151
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 151
B. SARAN ........................................................................................................... 153
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154
LAMPIRAN ........................................................................................................ 155
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Informan yang diwawancarai ....................................................... 47
Tabel 2. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2005-2010 ............... 55
Tabel 3. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2010-2015 ............... 56
Tabel 4. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2015-2020 ............... 57
Tabel 5. Keanggotaan DPC PDI P di 17 Kecamatan di Bantul ............................ 70
Tabel 6. Keanggotaan BAPILU DPC PDI Perjuangan Kab Bantul ..................... 71
Tabel 7. Keanggotaan SATGAS di DPC PDI-Perjuangan Kab Bantul ................. 71
Tabel 8. STAF di DPC PDI-Perjuangan Kab Bantul ............................................ 71
Tabel 9. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 1 dalam kontestasi Pemilu tahun
2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 74
Tabel 10. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 2 dalam kontestasi Pemilu tahun
2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 75
Tabel 11. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 3 dalam kontestasi Pemilu tahun
2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 76
Tabel 12. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 4 dalam kontestasi Pemilu tahun
2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 77
Tabel 13. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 5 dalam kontestasi Pemilu tahun
2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 78
Tabel 14. Rekapitulasi Perolehan Kursi Parpol dalam Pemilu DPRD
Bantul 2014 ............................................................................................................ 80
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil 1 2014 ........................................................................................................... 81
Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil 2 2014 ........................................................................................................... 82
Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil3 2014 ............................................................................................................ 83
Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil 4 2014 ........................................................................................................... 84
Tabel 19. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil 5 2014 .......................................................................................................... 85
Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di
Dapil 6 2014 ........................................................................................................... 86
Tabel 21. Organisasi Sayap PDI Perjuangan ...................................................... 103
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tipe Bagian Partai Politik .................................................................. 16
Gambar 2. Bagan Struktur Komposisi Dan Personalia Pengurus DPC PDI
Perjuangan ............................................................................................ 59
Gambar 3 Buku materi pokok khusus pendidikan kader PDIP ......................... 107
Gambar 4 Contoh serifikat workshop pendidikan kader ................................... 109
Gambar 5. Contoh KTA Partai PDI Perjuangan ................................................ 118
Gambar 5. Formulir Bacaleg DPRD Kabupaten Bantul ..................................... 125
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas kaderisasi pada dasarnya mempengaruhi kualitas kandidat
yang disiapkan oleh partai, baik untuk mengisi jabatan kepengurusan di
internal partai maupun dalam rangka mengisi jabatan publik di luar partai, di
lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif, di tingkat nasional dan daerah.
Semakin tinggi kualitas sistim kaderisasi yang dilakukan oleh partai maka
semakin baik pula kualitas kader yang dinominasikan partai untuk jabatan
politik di dalam dan di luar partai. Sebaliknya semakin buruk kualitas
kaderisasi yang dilakukan partai maka semakin tidak siap pula partai
menyuplai kandidat kader dari internal partai untuk mengisi jabatan publik.
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah partai politik, karena ini
merupakan inti dari kelanjutan perjuangan partai ke depan dan juga inti dari
keberadaan partai politik. Tanpa kaderisasi kepemimpinan, rasanya sangat
sulit dibayangkan sebuah partai politik dapat bergerak dan melakukan tugas-
tugasnya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi kepemimpinan adalah sebuah
syarat mutlak dalam membangun struktur kerja yang mandiri dan
berkelanjutan.
Kaderisasi sangat penting mengingat perlu ada transfer pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian dalam suatu kajian tertentu. Fungsi kaderisasi
dalam partai politik adalah mempersiapkan calon-calon untuk siap menerima
mengelola partainya ke depan. Kaderisasi juga merupakan proses untuk
-
2
melatih dan mempersiapkan anggota partai dengan berbagai keterampilan,
disiplin ilmu dan pengalaman untuk mencapai tujuan partai.
Partai politik memiliki peran yang penting untuk menjalankan segala
tugasnya. Peran yang diemban partai politik yaitu sebagai penghubung rakyat
dengan pemerintahan, juga sebagai pendidikan kaderisasi untuk mengkader
masyarakat dalam dunia politik. Karenanya, partai politik memunyai tugas
yang tidak mudah. Penyaluran aspirasi konstituen yang pada akhirnya
dijadikan suatu kebijakan publik menjadi tanggung jawab para pemegang
kekuasaan. Selain itu, ada tugas yang tidak kalah pentingnya yaitu,
melakukan kaderisasi setelah melalui proses rekrutmen politik. Untuk
bertahan dalam peraturan perpolitikan di Indonesia, partai politik dituntut
melakukan berbagai program untuk menguatkan pelembagaan dan eksistensi
partai di masyarakat. Pelembagaan kepartaian menjadi sebuah kebutuhan
yang tidak dapat dihindari.
Pelembagaan kepartaian akan menjadikan partai bekerja dalam koridor
fungsi-fungsi semestinya serta mengantisipasi perubahan partisipasi politik
dari warga negara akibat modernisasi perubahan zaman. Dasar pelembagaan
yang dilaksanakan dengan tepat akan mampu menghasilkan partai yang kuat
dan struktural. Seperti yang diketahui, setiap partai memiliki program yang
bertujuan untuk menjaga eksistensi di masyarakat. Hal tersebut didukung
dengan banyaknya partai-partai besar yang melakukan program untuk
menguatkan kelembagaan internal, salah satunya melalui pendidikan politik
dan kaderisasi. Kaderisasi adalah proses pendidikan jangka panjang untuk
-
3
menanamkan nilai-nilai tertentu kepada seorang kader. Kaderisasi dalam
partai politik bertujuan untuk menciptakan sebuah regenerasi.
Dalam melakukan kaderisasi, partai politik sebagai sarana rekrutmen
politik memiliki posisi penting dalam melakukan pembinaan, edukasi,
pembekalan dan kaderisasi dalam rangka melanggengkan ideologi politik
yang menjadi latar belakang pendirian partai. Partai politik bertugas untuk
mendidik kader-kader yang nantinya akan menduduki posisi pengambil
kebijakan (policy maker) baik di tingkat nasional maupun lokal. Untuk itu,
diperlukan suatu sistim kaderisasi yang dapat menjamin keberlanjutan
(continuity) perjuangan partai politik yang secara otomatis akan berpengaruh
terhadap regenerasi kepemimpinan dalam suatu negara. Dengan demikian,
dalam rangka menjawab tuntutan akan peran dan fungsi partai sebagai
sumber rekrutmen maka parpol perlu mengembangkan sistim kaderisasi yang
menjamin keberlanjutan perjuangan partai politik serta menjamin kehidupan
politik yang berkualitas di suatu negara.
Melalui fungsi kaderisasi, partai politik bertanggung jawab dalam
melaksanakan pendidikan politik melalui kaderisasi partai. Caranya bisa
melalui diskusi, seminar-seminar, hingga mengikuti suatu pemilihan untuk
menjabat jabatan tertentu. Dengan ini, partai juga dapat mencegah bentuk
kepemimpinan negara yang oligarkis, karena partai menjamin adanya
partisipasi politik dari setiap elemen masyarakat untuk menduduki
kepemimpinan politik berdasarkan kriteria dan bakat tertentu yang dimiliki
oleh setiap individu. Karena jika kaderisasi partai politik gagal, maka yang
-
4
akan terjadi adalah nilai-nilai partai politik tidak sampai kepada generasi
berikutnya. Generasi tua pun akan selalu memikul beban sejarah sendiri
selamanya. Terjadinya rangkap jabatan, sulit suksesi (pergantian) pengurus
karena tidak ada yang bersedia mengabdi bagi organisasi sosial, anggota
merasa tertipu karena kenyataan tidak semanis yang dijanjikan kemudian
meninggalkan organisasi, kegiatan atau program kerja tidak berjalan,
eksistensi di masyarakat menurun. Akhirnya apabila tidak ada perbaikan,
organisasi tersebut akan dilupakan dan tidak menutup kemungkinan bubar.
Di Indonesia, praktik kaderisasi partai politik masih jauh dari harapan.
Persoalan kaderisasi ini dikatakan sebagai persoalan penting karena
sesungguhnya di dalam partai perlu digodok pemimpin lokal maupun
pemimpin nasional yang memiliki visi demokrasi dan bermental jujur. Untuk
itu, sangat perlu dan mendesak bagi partai politik terutama para ketua
umumnya untuk segera memikirkan langkah-langkah strategis yang bisa
merubah keadaan ini. Mereka harus segera melakukan perombakan mendasar
terhadap sistim rekrutmen politik di dalam partai politik yang mereka pimpin
sehingga bisa mendukung proses kaderisasi pemimpin nasional. Apabila
proses kaderisasi ini macet, maka transisi kepemimpinan dari generasi tua
kepada generasi yang lebih muda juga akan macet. Keterbatasan proses
kaderisasi di dalam partai politik ini telah menimbulkan kekecewaan yang
dalam di banyak kalangan. Kekecewaan ini diwujudkan dengan pembentukan
partai-partai politik baru dan munculnya wacana calon perseorangan di
-
5
tengah keinginan kolektif membangun sebuah sistim demokrasi perwakilan
yang memposisikan partai politik sebagai satu-satunya agen perubahan.
Permasalahan lain yang pernah ditemui terkait kaderisasi di Indonesia
yaitu, tumbuh dan berkembangnya politik kekerabatan. Politik kekerabatan
ini memunculkan sejumlah ketimpangan karena politik kekerabatan menutup
akses bagi orang-orang yang memiliki sumberdaya yang terbatas dan tidak
memiliki hubungan kekerabatan untuk dapat menjabat di posisi-posisi politik.
Sedangkan bagi mereka yang memiliki hubungan, sudah dipastikan calon
tersebut dapat mengakumulasi pengaruh, kekayaan dan juga penguasaan
wilayah. Jika suatu wilayah telah dikuasai oleh sekelompok elit bahkan dari
keluarga yang sama, maka sumber daya daerah tersebut akan dikuasai oleh
mereka. Dapat dipastikan bahwa kekuatan utama berada pada segelintir elit
sehingga jalan kepentingannya pun tidak menutup kemungkinan hanyalah
untuk kepentingan para elit, bukan untuk kebaikan bersama. Dari
permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa partai politik sebagai sumber
rekrutmen politik justru gagal dalam melakukan kaderisasi politik. Kegagalan
kaderisasi membuat menurunya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik. Wujud nyata dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai
politik dapat dilihat dari tingginya angka golongan putih (golput) pada saat
pemilihan umum.
Pengamat politik dari Indonesian Institute for Development and
Democracy (Inded), Arif Susanto menyatakan bahwa saat ini perlu adanya
perbaikan sistim kaderisasi dalam tubuh partai politik. Sehingga, ke depan
-
6
partai-partai politik mampu menghasilkan calon pemimpin yang bisa diusung
dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Partai-partai juga perlu
memperbaiki sistim kaderisasi, agar mereka mampu menghasilkan calon
pemimpin sendiri (http://nasional.republika.co.id diakses pada tanggal 06
Agustus 2018).
Hal senada juga diungkapkan Dosen ilmu politik Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago bahwa saat ini
hanya sedikit dari sekian banyak partai politik yang ada di Indonesia
melakukan kaderisasi dengan baik. Partai politik harus mampu mencetak
kader partai menjadi pemimpin di daerahnya sendiri sehingga tidak perlu
mendatangkan dari luar daerah atau dari eksternal partai. Menurut Pangi,
banyak partai politik (parpol) yang melakukan jalan pintas mengingat proses
kaderisasi perlu waktu lama. Padahal, salah satu tugas parpol dalam
berdemokrasi adalah menyiapkan kader berkualitas yang mempunyai visi dan
misi jauh ke depan serta mumpuni untuk maju menjadi wakil rakyat,
pemimpin daerah maupun pemimpin bangsa (http://kabar24.bisnis.com/
diakses pada tanggal 06 Agustus 2018).
Beranjak dari permasalahan di atas, persoalan kaderisasi ini dialami
oleh hampir semua partai politik termasuk Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP). Sebagai partai nasionalis, PDI Perjuangan tidak terlepas
dari figur kharismatik Soekarno yang ajarannya dijadikan sebagai platform
partai. Oleh sebagian kalangan PDI Perjuangan dianggap terlalu
mengistimewakan trah Soekarno, sehingga tidak mampu melahirkan kader-
http://nasional.republika.co.id/
-
7
kader potensial di luar keturunan Soekarno, bahkan di luar trah Soekarno
sangat sulit untuk menjadi ketua umum partai tersebut. Dampak dari
dominasi trah Soekarno menyebabkan banyak kader yang memilih keluar dan
bergabung dengan partai lain atau mendirikan partai baru seperti yang
dilakukan Roy B. B Janis (Loppo, 2014: 6).
Pada prinsipnya, PDI Perjuangan merupakan partai yang
mengharuskan setiap orang untuk aktif mengikuti sistim jika ingin menjadi
kader partai. Implementasi sistim dilakukan melalui proses penarikan, seleksi,
pendidikan politik, dan pengembangan. Selain itu, ada dua pendekatan yang
digunakan untuk mengukur akseptabilitas politik maupun kapabilitas dan
kompetensi kader melalui usulan dari struktur partai mulai dari yang paling
bawah serta rekrutmen melalui sistim penentuan skor. Menurut survei
Kemitraan Partnership tahun 2009, Golongan masyarakat yang paling
diprioritaskan untuk menjadi kader parpol PDI Perjuangan adalah buruh tani
serta kaum perempuan dengan persentae 38,5% dan 21%. Selain itu, PDI
Perjuangan juga memiliki sistim dalam mendidik kader-kadernya agar
menjadi pemimpin yang berkualitas. Langkah-langkah yang dilakukan PDI
Perjuangan untuk mendidik kader-kader partai yang handal seperti: (1)
memberikan persyaratan objektif kader (pemahaman bagaimana dan siapa
kelompok sasaran serta kemampuan berkomunikasi) dan persyaratan
subjektif kader (kepridaian moral, idealisme, komitmen, kepercayaan diri,
kondisi emosional kader); (2) pembinaan kader dengan tujuan membentuk
kader-kader pelopor yang siap dan sanggup menjadi top leaders dengan bekal
-
8
teori, mental, watak revolusioner sehingga menjadi kader profesional (Loppo,
2014: 7).
Namun dalam kenyataannya sistim ini sering tidak berjalan dengan
baik. Sebagai contoh, pada pemilu 2014 terapat fenomena yang menarik,
yakni dari daftar caleg PDI Perjuangan kabupaten Bantul di setiap dapil,
caleg yang menempati nomor urut satu (1) sampai dengan tiga (3) memiliki
kesamaan yakni nomor 1 adalah fungsionaris partai, nomor urut 2 adalah
darah biru (keluarga elit partai) dan nomor 3 adalah para pemilik modal.
Konfigurasi seperti menunjukan bahwa kompetensi dan kapasitas caleg tidak
menjadi tolok ukur utama dalam menentukan calon anggota legislatif. Daftar
calon legislatif tersebut bukanlah output dari proses kaderisasi yang
kemudian menentukan kapasitas dan kompetensi caleg, tetapi merupakan cara
pragmatis partai untuk memperoleh suara rakyat.
Pada level eksekutif, PDI Perjuangan seringkali diperhadapkan pada
stok kader yang terbatas sehingga harus mengusung calon kepala daaerah
dengan sistim kekerabatan. Misalnya dalam pilkada Kabupaten Bantul tahun
2015 PDI Perjuangan mengusung petahana Ibu Sri Suryawidati adalah istri
dari Bapak H. Idham Samawi dimana pada periode 2000-2005 dan 2005-
2010 menjabat sebagai bupati Kabupaten Bantul. Fakta ini sekaligus
membuktikan bahwa kaderisasi di PDI Perjuangan Kabupaten Bantul tidak
berjalan maksimal dalam menghasilkan kader potensial yang dapat diusung
sebagai calon kepala daerah. Dampaknya pada pemilu 2015 PDI Perjuangan
mengalami kekalahan pilkada untuk pertama kalinya setelah 3 periode/15
-
9
tahun memenangkan pilkada Kabupaten Bantul. Tokoh lama PDI Perjuangan
Kabupaten Bantul (2018) menyatakan bahwa kekalahan tersebut dipicu oleh
konflik internal partai di mana sebagian kader menginginkan pergantian calon
bupati dan sebagian tetap pada putusan partai.
Pentingnya kaderisasi di partai poliitik tidak hanya menyangkut
regenerai kepemimpinan melainkan juga tentang pendidikan ideologi kepada
kader agar mampu mengoperasionalisasikan ideologi partai secara nyata baik
eksekutif, legislatif, maupun struktural partai. Sehingga dalam pemilu
mendatang khususnya 2019 mampu menjadi partai pemenang baik tingkat
legislatif kabupaten Bantul maupun Presiden dan Wakil Presiden .
Beberapa tantangan tersebut di atas tentu harus dijawab oleh PDI
Perjuangan salah satunya adalah dengan berupaya menata ulang sistim
kaderisasi yang dapat memberi garansi akan pengetahuan ideologis dan skil
politik para kader partai.Sistim kaderisasi yang baik memiliki peranan
penting dalam melakukan transfer pengetahuan politik, tidak hanya berkaitan
dengan sejarah, visi dan misi, dan strategi partai politik, tetapi juga hal – hal
yang menyangkut permasalahan bangsa dan negara. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi Penelitian Deksriptif Kualitatif di
DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Bantul).”
-
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
yakni:
Bagaimana Sistim Kaderisasi di DPC Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Kabupaten Bantul?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Sistim Kaderisasi di DPC
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk
menambah pemahaman tentang partai politik, terutama dalam model
kaderisasi parpol. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan
bahan rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
-
11
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
wawasan serta pengetahuan dan sebagai latihan dalam menerapkan
teori-teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan.
b. Bagi DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul
Hasil penelitian ini sebagai pembuktian nyata penerapan demokrasi
sekaligus bentuk transparansi terkait proses kaderisasi Parpol PDI
Perjuangan kepada masyarakat.
c. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini sebagai pengetahuan tambahan bagi masyarakat
sekaligus sebagai pendidikan politik baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi
politik dalam kehidupan sehar-hari.
-
12
E. Kerangka Teori
1. Partai Politik
Jimly Assiddiqie mengungkapkan bahwa partai politik berasal dari
kata part yang berarti bagian atau golongan. Kata “partai” menunjuk pada
golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan
tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, atau bahkan kepentingan.
Pengelompokan itu berbentuk organisasi secara umum, yang dapat
dibedakan menurut wilayah aktivitasnya, seperti organisasi
kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, serta
organisasi politik. Dalam perkembangannya, kata “partai” lebih banyak
diasosiasikan untuk organisasi politik, yaitu organisasi masyarakat yang
bergerak di bidang politik (Syafa’at, 2011: 30).
Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern
yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal
dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili
kepentingan tertentu, memberikan kompromi bagi pendapat yang saling
bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara
absah (legitimate) dan damai. Menurut Haricahyono (1991: 189), partai
politik merupakan salah satu prasyarat bagi negara yang merdeka dan
berdaulat. Dari pengertian tersebut, mengandung arti bahwa partai politik
tidak saja sebagai salah satu sarana penyalur aspirasi rakyat kepada
pemerintah negaranya, akan tetapi partai politik sekaligus terlibat dalam
proses penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam
-
13
berbagai lembaga negara yang ada. Keberadaan partai politik pada
dasarnya sebagai asosiasi yang mengaktifkan, memoblisasi rakyat dan
mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi
peendapat-pendapat yang bersaing dan memunculkan kepemimpinan
politik.
Selain pengertian tersebut, partai politik juga telah banyak
dikemukakan oleh para ahli politik di dunia. Mengutip pendapat dari Carr
(1965) dalam Cangara (2011: 116), partai politik adalah:
“political party is an organization that attemps to achieve and
maintain control of government” (Partai politik adalah suatu
organisasi yang berusaha untuk mencapai dan memelihara
pengawasan terhadap pemerintah)
.
Hal senada juga diungkapkan oleh Budiardjo (2008: 403), bahwa
partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan yang dimaksud dalam pengertian ini adalah untuk memperoleh
kekuasaan politik atau merebut kedudukan politik secara konstitusional
untuk melaksanakan kebijakan umum.
Di negara-negara yang sudah maju, terutama negara Barat,
persaingan untuk memperoleh suara dalam pemilihan yang bebas dan
bersifat nasional dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menentukan
figur pemimpin politik yang mempunyai tanggungjawab terhadap
pemilihnya sehingga partai politik tidak dapat dipisahkan dengan alternatif
tersebut. Dengan demikian, partai politik bertindak sebagai instrumen
perwakilan dan sarana untuk menjamin pergantian pemerintahan secara
-
14
teratur dan tanpa pergolakan yang dapat menghancurkan keseluruhan
sendi-sendi masyarakat dan negara yang sudah mapan. Tetapi perlu diingat
bahwa dalam masyarakat yang demikian ini partai politik muncul ketika
persoalan identitas nasional telah teratasi dan legitimasi lembaga-lembaga
pemerintahan telah mengakar kuat.
Berbeda dengan perkembangan partai-partai di banyak negara maju,
di negara-negara berkembang kebangkitan dan aktivitas partai politik
seringkali berkaitan dengan proses pembentukan identitas nasional,
pembentukan kerangka Sistim politik, pengabsahan lembaga pemerintah,
serta usaha-usaha untuk memperkuat persatuan nasional. Dalam kaitan ini
partai politik seringkali tidak berfungsi sebagai penyedia akses bagi
penyaluran tuntutan yang absah kepada penguasa, tetapi semata-mata
sebagai elemen dalam strategi persatuan nasional dan pengontrolan
perbedaan pendapat (Rohyati, 2006: xix).
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta
atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai
politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik,
partai bukan sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai
sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan
partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia,
jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa partai
politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau di bentuk
-
15
dengan tujuan khusus. Definisi lainya adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi , nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara kostitusionil untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan kepada rakyatnya. Oleh karenanya, partai politik memiliki beberapa
fungsi dan tipologi partai yang digunakan untuk mengembangkan program-
program dan kebijakan pemerintah yang konsisten. Berikut ini merupakan fungsi
dan tipologi partai politik:
a) Fungsi Partai Politik
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 pasal 11 tentang Partai
Politik, partai politik berfungsi sebagai sarana:
1) Pendidikan politik bagi anggota masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4) Partisipasi politik rakyat Indonesia, dan
5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
-
16
Russell J. Dalton, dan Martin P. Wattenberg menggambarkan tiga
fungsi partai politik secara lebih lengkap dari setiap bagian (Sigit
Pamungkas, 2011: 15), yaitu:
Gambar 1. Tipe Bagian Partai Politik
Pertama adalah fungsi partai di elektorat (parties in the electorate).
Pada bagian ini fungsi partai menunjuk pada penampilan partai politik
dalam menghubungkan individu dalam proses demokrasi. Terdapat empat
fungsi partai yang termasuk dalam fungsi elektorat, yaitu:
1) Menyederhanakan pilihan bagi pemilih. Politik adalah fenomena yang
komplek, pemilih rata-rata mengalami kesulitan dalam memahami
semua persoalan dan mengkonfortasi berbagai isu-isu dalam pemilu.
Partai politik membantu untuk membuat politik “user friendly” bagi
warga negara. Sekali pemilih mengetahui partai mana yang biasanya
mewakili kepentingan mereka, ini menjadi kunci informasi sebagai
layar persepsi membantu bagaimana mereka melihat persoalan dan
berperilaku ketika pemilihan.
-
17
2) Pendidikan warga negara. Partai politik adalah edukator, pada konteks
itu partai politik adalah mendidik, menginformasikan dan membujuk
masyarakat untuk berperilaku tertentu. Partai politik bertugas
memberikan informasi politik yang penting bagi warga negara. Selain
itu partai politik juga mendidik warga negara mengapa mereka harus
mengambil posisi kebijakan tertentu. Pemilu menjadi salah satu kursus
pendidikan warga negara yang bersifat masal.
3) Membangkitkan simbol identifikasi dan loyalitas. Dalam sistim politik
yang stabil, pemilih memerlukan jangkar politik, dan partai politik
dapat memenuhi fungsi itu. Ketertarikan partisipan terhadap partai
politik dapat melestarikan dan menstabilkan pemerintahan demokratis,
menciptakan kesinambungan pilihan pemilih dan hasil pemilu.
4) Mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi. Di hampir semua negara
demokratis, partai politik memainkan peran penting dalam mendapatkan
orang untuk memilih dan berpartisipasi dalam proses pemilihan. Partai
politik memobilisasi warganegara untuk terlibat dalam kampanye, serta
berpartisipasi dalam aspek-aspek lain proses demokratisasi.
Kedua adalah fungsi partai sebagai organisasi (parties as
organization). Pada fungsi ini menunjuk pada fungsi-fungsi yang
melibatkan partai sebagai organisasi politik, atau proses-proses didalam
organisasi partai itu sendiri. Pada bagian ini partai politik memiliki empat
fungsi:
-
18
1) Rekruitmen kepemimpinan politik dan mencari pejabat pemerintahan.
Fungsi ini sering disebut sebagai salah satu fungsi paling mendasar dari
partai politik. Pada fungsi ini partai politik aktif mencari, meneliti, dan
mendesain kandidat yang akan bersaing dalam pemilu. Desain
rekruitmen kemudian menjadi aspek penting yang harus dipikirkan
partai untuk menjalankan fungsi ini. Kualifikasi siapa yang akan
diseleksi, siapa yang menyeleksi, diarena mana kandidat diseleksi, siapa
yang menyeleksi, di arena mana kandidat diseleksi, dan siapa yang
memutuskan nominasi, serta sejauh mana serajat demokrtisasi dan
desentralisasi adalah pertanyaan-pertanyaan kunci dalam desain seleksi
kandidat.
2) Pelatihan elit politik. Dalam fungsi ini partai politik melakukan
pelatihan dan pembekalan terhadap elit yang prospektif untuk mengisi
jabatan-jabatan politik. Berbagai materi pelatihan dapat meliputi
pemahaman tentang proses demokrasi, dan prinsip-prinsip partai, serta
berbagai persoalan strategis yang dihadapi oleh bangsa dan pilihan-
pilihan fungsi utama partai di pemerintahan :kerja dari sistim
demokrasi.
3) Pengartikulasian kepentingan politik. Pada fungsi ini partai politik
menyuarakan kepentingan-kepentingan pendukungnya melalui pilihan
posisi dalam berbagai isu politik dan dengan mengekspresikan
pandangan pendukungnya dalam proses pemerintahan.
4) Pengagresian kepentingan politik. Fungsi ini membedakan partai
dengan kelompok kepentingan, yaitu partai melakukan artikulasi dan
-
19
agregasi kepentingan, sedangkan kelompok kepentingan terbatas pada
artikulasi kepentingan.
Ketiga, adalah fungsi partai dipemerintahan (parties in government).
Pada arena ini, partai bermain dalam pengelolaan dan penstrukturan
persoalan-persoalan pemerintahan. Partai telah identik dengan sejumlah
aspek kunci proses demokratik. Terdapat tujuh fungsi partai di
pemerintahan:
1) Menciptakan mayoritas pemerintahan. Fungsi ini dilakukan setelah
pemilihan. Partai-partai yang memperoleh kursi di parlemen dituntut
untuk menciptakan mayoritas politik agar dalam sistim parlementer
dapat membentuk pemerintahan, atau dalam sistim parlementer dapat
membentuk pemerintahan, atau dalam sistim presidensil,
mengefektifkan pemerintahan.
2) Pengorganisasian pemerintahan. Pada fungsi ini, partai politik
menyediakan mekanisme untuk pengorganisasian kepentingan dan
menjamin kerjasama diantara individu-individu legislator.
3) Implementasi tujuan kebijakan. Ketika dipemerintahan, partai politik
adalah actor sentral yang menentukan output kebijakan peerintahan.
Normalnya, peaksanaan fungsi ini dibentuk dari transformasi manifesto
partai dan janji kampanye.
4) Mengorganisasikan ketidaksepakatan dan oposisi. Fungsi ini diperankan
oleh partai-partai yang tidak menjadi bagian dari penguasa (eksekutif).
-
20
Pada fungsi ini, partai oposisi mengembangkan alternative kebijakan
yang ditempuh penguasa.
5) Menjamin tanggung jawab tindakan pemerintah. Adanya partai oposisi
menyiratkan kepada siapa tanggungjawab sebuah pemerintahan harus
dibebankan, yaitu partai penguasa. Partai penguasa bertanggung jawab
terhadap berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah.
6) Kontrol terhadap administrasi pemerintahan. Fungsi ini terkait dengan
peran partai dalam ikut mengontrol birokrasi pemerintahan.
7) Memperkuat stabilitas pemerintahan. Stabilitas pemerintahan secara
langsung terkait dengan tingkat kesatuan partai politik. Stabilitas partai
membuat stabil pemerintahan, dan stabilitas pemerintahan berhubungan
dengan stabilitas demokrasi.
Dari ketiga fungsi partai politik di atas, partai politik berkaitan erat dengan
masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun
kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap
partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang
demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar
untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai
tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang
untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpunan nasional.
-
21
2. Sistim Kepartaian
Konsititusi kita (UUD 1945) tidak mengamanatkan secara jelas system
kepartaian apa yang harus diimplementasikan. Meskipun demikian, konstitusi
mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistim multi partai. Pasal
tersebut adalah pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasangan
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik. Dari pasal tersebut, tersirat bahwa Indonesia menganut sistim multi partai
karena yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden
adalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata “gabungan partai poltitik”
artinya paling sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untuk
mencalonkan presiden untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh
partai politik lain. Dengan demikian, dari pasal tersebut di dalam pemilu presiden
dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik.
Kenyataanya, Indonesia telah menjalankan sistim multi partai sejak
Indonesia mencapai kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No
X/1949 merupakan tonggak dilaksanakannya sistim multi partai di Indonesia.
Keputusan Wapres ini juga ditujukan untuk mempersiapkan penyelenggaraan
pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai
politik dan juga peserta independen (perseorangan). Beberapa partai politik yang
mendapatkan suara signifikan pada pemilu pertama antara lain PNI (22,32%),
Masyumi (20,92%), NU (18,41%), PKI (16,36%), PSII (2,89%), Parkindo
(2,66%), PSI (1,99%), Partai Katolik (2,04%), dan IPKI (1,43%)
(http://www.djpp.depkumham.go.id diakses pada 7 September 2018).
http://www.djpp.depkumham.go.id/
-
22
Sejak Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggap
sebagai penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 1950an –
1960an. Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakan pemerintahan
yang stabil adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Pada pemilu pertama
di masa Orde Baru, tahun 1971, terdapat 10 partai politik, termasuk partai
pemerintah (Golkar) ikut berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun
1974 Presiden Suharto melakukan restrukturisasi partai politik, yaitu melakukan
penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari
restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnya tiga partai politik (Golkar,
PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik yang
berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). PDI merupakan hasil
penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam (PNI, IPKI,
Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partai politik bentukan pemerintah
Orde Baru.
Meskipun dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesia
pada saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistim multi
partai, banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistim kepartaian yang dianut
pada era Orde Baru adalah sistim partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistim
kepartaian era Orde Baru adalah sistim partai dominan. Hal ini dikarenakan
kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu. Benar, jika jumlah
partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehingga dapat dikategorikan
sebagai sistim multi partai. Namun jika dianalisis lebih mendalam ternyata
kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilu tidak seimbang. Golkar
-
23
mendapatkan “privelege” dari pemerintah untuk selalu memenangkan persaingan
perebutan kekuasaan.
Gerakan reformasi 1998 membuahkan hasil liberalisasi di semua sektor
kehidupan berbangasa dan bernegara, termasuk di bidang politik. Salah satu
reformasi dibidang politik adalah memberikan ruang bagi masyarakat untuk
mendirikan partai politik yang dianggap mampu merepresentasikan politik
mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Baru
dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.
Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat. Dari
ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999.
Pemilu 1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang
signifikan dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, P.Golkar, PKB, PPP, dan
PAN.
Peserta pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah parpol pemilu
1999, yaitu 24 parpol. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut serta di dalam
pemilu 2004 karena pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambang batas
(threshold). Ambang batas tersebut di Indonesia dikenal dengan Electoral
Threshold. Di dalam UU No 3/1999 tentang Pemilu diatur bahwa partai politik
yang berhak untuk mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politik yang
mendapatkan sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak
mencapai ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnya harus
bergabung dengan partai lain atau membentuk partai politik baru.
-
24
Pada pemilu 1999 hanya menghasilkan lima parpol yang mendapatkan
suara signifikan dan mencapai Electoral Threshold (ET). Meskipun persentasi ET
dinaikan dari 2% menjadi 3% jumlah kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkan lebih
banyak partai politik yang mendapatkan suara signifikan dan lolos ET untuk
pemilu 2009. Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang mencapai ambang
batas tersebut. Ketujuh partai tersebut adalah P.Golkar, PDI. Perjuangan, PKB,
PPP, P.Demokrat, PKS, dan PAN (Hartono. 2010: 48).
3. Kaderisasi Partai Politik
Istilah kader atau kaderisasi (proses pengkaderan) bukan sekedar predikat
formal yang dimiliki oleh seseorang karena mengikuti pendidikan dan latihan
tertentu, dan karena berbagai serifikat formal yang dimiliki. Istilah kader lebih
mengacu pada dimensi substansial berupa kualitas perjuangan yang dimiliki
seseorang. Kaderisasi dipandang sebagai upaya yang sistimatik, terus menerus
dan berkelanjutan secara konsisten untuk menumbuhkan, mengembangkan dan
membentuk insan-insan pejuang bangsa dengan kualitas dan karakteristik tertentu.
Kaderisasi haruslah merupakan proses yang terus menerus, yang dirancang dan
diarahkan secara tertib, teratur dan berjenjang.
a. Kaderisasi Partai Politik Ideal
Pengelolaan keanggotaan partai politik merupakan bagian yang sangat
mempengaruhi kualitas anggota partai politik. Jika pengelolaan keanggotaan
partai berjalan dengan baik dan mampu memaksimalkan berjalannya fungsi
partai politik, tentu persoalan representasi yang terjadi di Indonesia dapat diatasi
dan berkontribusi bagi perbaikan kualitas demokrasi. Selain itu, pengelolaan
-
25
keanggotaan partai politik dapat juga menghindari munculnya jebakan loyalitas
personal yang bersifat semu, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
partai politik. Untuk menghindari jebakan loyalitas personal maka partai perlu
menyusun sistim pengelolaan sumber daya manusia dalam partai politik. sistim
pengelolaan keanggotaan partai politik tersebut salah satunya mengatur tentang
kaderisasi.
Kaderisasi lebih bersifat sebagai proses internalisasi dari partai politik
untuk meningkatkan kapasitas individual para anggotanya agar mampu menjadi
fungsionaris partai baik dan siap menjalankan mandat yang diberikan partai
unuk menduduki jabatan publik di pusat dan daerah. Kaderisasi partai politik
juga berguna bagi sarana regenerasi atau reproduksi kepemimpinan nasional.
Oleh karena kaderisasi harus dilakukan secara profesional. Kaderisasi sekaligus
juga berguna untuk memastikan bahwa orang-orang yang terseleksi dalam
proses rekrutmen adalah orang yang kompeten atau memiliki layolitas terhadap
partai. Karakteristik kaderisasi yang ingin dihasilkan ini akan juga ditentukan
oleh kecenderungan tipe dari partai yang bersangkutan (Haris dkk, 2016: 50).
Agar proses kaderisasi ini dapat terjaga kesinambungannya, maka
dibutuhkan pelembagaan sistim kaderisasi yang baku, berjenjang, dan menganut
prinsip meritokrasi. Ada dua dimensi utama yang penting dicermati dalam
rangka melakukan pelembagaan sistim kaderisasi, yang sebenarnya menjadi ciri
khas pelembagaan demokrasi dalam internal partai, yakni dimensi formal dan
dimensi politis. Dimensi formal berkenaan dengan soal bahwa internalisasi nilai-
nilai demokrasi, ideologi dan perjuangan partai butuh dicangkokkan melalui
-
26
instrumen program pendidikan dan pembentukan lembaga yang khusus
mengelola kaderisasi.
Untuk memudahkan mengetahui adanya kaderisasi atau tidak dalam
sebuah partai, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator.
Pertama, adanya kurikulum atau silabus kaderisasi. Kedua, adanya divisi yang
menjadi penanggung jawab atau penyelenggara kaderisasi. Ketiga, ada rentang
waktu yang jelas untuk masing-masing level penjenjangan kaderisasi. Keempat,
output dari rentang. Pengelolaan keanggotaan partai politik dapat juga
menghindari munculnya jebakan loyalitas personal yang bersifat semu, yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas partai politik.
Kaderisasi lebih bersifat sebagai proses internalisasi dari partai politik
untuk meningkatkan kapasitas individual para anggotanya agar mampu menjadi
fungsionaris partai baik dan siap menjalankan mandat yang diberikan partai
untuk menduduki jabatan publik di pusat dan daerah. kaderisasi berupa capaian
kapasitas yang disasar dari masing-masing level kaderisasi. Ideologi partai
politik akan turut mempengaruhi proses kaderisasi karena membangun
kesadaran anggota partai dengan visi misi perjuangan partai ditentukan dengan
menentukan capaian dari proses kaderisasi tersebut. Desain kaderisasi berupa
kurikulum atau silabus kaderisasi perlu memberikan porsi yang cukup
proporsional antara peningkatan kapasitas personal anggota partai yang bersifat
teknis dan non-teknis, atau yang terkait dengan teknis keorganisasian dan
kapasitas politik individual kader.
-
27
b. Pentingnya Kaderisasi
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah partai politik, karena ini
merupakan inti dari kelanjutan perjuangan partai ke depan dan juga inti dari
keberadaan partai politik. Tanpa kaderisasi kepemimpinan, rasanya sangat sulit
dibayangkan sebuah partai politik dapat bergerak dan melakukan tugas-tugasnya
dengan baik dan dinamis. Kaderisasi kepemimpinan adalah sebuah syarat mutlak
dalam membangun struktur kerja yang mandiri dan berkelanjutan.
Kaderisasi sangat penting mengingat perlu ada transfer pengetahuan,
keterampilan dan keahlian dalam suatu kajian tertentu. Fungsi kaderisasi dalam
partai politik adalah mempersiapkan calon-calon untuk siap menerima
mengelola partainya ke depan. Kaderisasi juga merupakan proses untuk melatih
dan mempersiapkan anggota partai dengan berbagai keterampilan, disiplin ilmu
dan pengalaman untuk mencapai tujuan partai.
Partai harus menciptakan pola pembinaan kader yang terprogram, terukur,
sistimatis, dan komprehensif serta berlaku di semua lini kader dan wilayah kader
yang mencakup (Haris dkk, 2016: 51):
1) Adanya tata norma, aturan dan tata institusi dalam membentuk sistim
pengkaderan, baik pengkaderan umum dan pengkaderan khusus;
2) Adanya model rekrutmen yang terbuka dan demokratis;
3) Terdapatnya sistim evaluasi pembinaan kader yang berkesinambungan;
4) Membentuk jaringan kerja kader melalui interaksi antar kader demi
meningkatkan kualitas kader agar lahir kader-kader yang loyal dan
berdedikasi tinggi;
-
28
5) Perlu dilakukan affirmative action dalam merekrut dan melakukan pola
pembinaan perempuan kader partai guna mencapai meningkatkan jumlah
perempuan dalam partai politik, parlemen, maupun jabatan-jabatan publik.
Selain itu kaderisasi pada kelompok perempuan juga berarti meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan perempuan terkait dengan peran yang
dimainkan dalam partapo politik, parlemen dan jabatan publik lainnya; dan
6) Model pembinaan perempuan kader partai, baik dari segi strategi pembinaan,
materi pembinaan maupun metode pembinaan hendaknya dikembangkan dan
sesuai dengan kebutuhan.
Cara mengetahui sebuah parpol melakukan kaderisasi atau tidak, ialah:
1) Adanya kurikulum atau silabus kaderisasi.
2) Adanya divisi yang menjadi penanggung jawab atau penyelenggara
kaderisasi.
3) Ada rentang waktu yang jelas untuk masing-masing level penjenjangan
kaderisasi.
4) Output dari rentang kaderisasi berupa capaian kapasitas yang disasar dari
masing-masing level kaderisasi.
-
29
c. Prinsip Kaderisasi
Kaderisasi partai politik dapat dilakukan dengan baik hanya jika dalam proses
tersebut berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut (Haris dkk, 2016: 53):
1) Terbuka
Prinsip terbuka ini mengandung arti bahwa proses kaderisasi harus dapat
diikuti oleh semua anggota partai politik, artinya anggota partai politik
memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelatihan (training) dan
kegiatan-kegiatan yang lainnya dalam proses kaderisasi. Kaderisasi perlu
disertai jaminan bahwa semua kader yang telah menjadi anggota partai politik
maupun anggota sayap partai yang memiliki potensi dan/ atau dengan
penilaian lain yang telah ditentukan oleh partai politik yang sifatnya
demokratis dapat mengikuti seluruh jenjang kegiatan kaderisasi. Dalam
kaitan ini, perlu juga dimunculkan sistim persaingan yang sehat dan
transparan dalam tubuh organisasi partai politik. Kader harus dibiasakan
dengan sistim persaingan yang sehat dan transparan. Dengan sistim
persaingan yang terbebas dari kolusi dan nepotisme inilah kaderisasi
kepemimpinan akan dapat melahirkan calon-calon pemimpin yang
berkualitas.
2) Non-Diskriminatif
Pemberian akses yang sama dalam proses kaderisasi juga sekaligus berarti
bahwa mekanisme kaderisasi juga membuka ruang yang sama untuk seluruh
anggota untuk mengikuti dan/atau mendapatkan promosi dan karier politik
melalui proses kaderisasi tanpa membedakan warna kulit, golongan, agama,
-
30
gender, serta suku. Prinsip non-diskriminatif dalam kaderisasi sekaligus dapat
mengurangi oligarkhi parpol terkait dengan kandidasi dalam kontestasi
pemilu legislatif, kepala daerah dan presiden/wakil presiden serta pemilihan
kader-kader partai di jabatan publik lainnya.
3) Berjenjang
Penjenjangan kaderisasi parpol didasarkan pelapisan yang bertahap,
bertingkat atau piramidal. Ini misalnya bisa disusun dengan melakukan
penjenjangan kaderisasi tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat lanjut atau
penyebutan lainnya. Rasionalisasi penjenjangan model hirarkhi ini bisa
dilakukan karena alasan penjenjangan sebagai akibat pentahapan materi
kaderisasi (materi bersifat piramidal) dan penjenjangan sebagai akibat
pentahapan karir dalam organisasi (karir bersifat piramidal).
Penggunaan model penjenjangan seperti ini menciptakan beberapa
implikasi dalam kaitannya dengan kehidupan internal partai. Pertama,
dilakukan karena ada kebutuhan untuk menyelesaikan pada pembekalan
kapasitas lainnya. Intinya, materi pengkaderan diandaikan dalam skema
piramidal. Pentahapan materi dalam skema piramidal akan berguna untuk
dapat memastikan bahwa setiap kader partai akan memiliki tingkat kapasitas
yang sama karena melalui proses kaderisasi yang sama (standarisasi). Kedua,
penjenjangan kaderisasi sebagai akibat dari kebutuhan persyaratan meniti
karir organisasi pada posisi-posisi yang ada di tingkat lokal dengan regional
atau pusat. Ini misalnya tampak dari persyaratan tingkat kaderisasi tertentu
-
31
yang harus diikuti oleh calon ketua partai, sekretaris jenderal dan sebagainya
di setiap tingkatan.
Namun demikian penjenjangan yang didasarkan pada materi kaderisasi
secara otomatis akan berpengaruh pada penjenjangan karir politik yang akan
dicapai oleh politisi. Sebagai contoh, seorang yang telah mendapatkan
training kaderisasi tingkat pertama , karier politiknya akan berhenti sebagai
pengurus parpol ataupun anggota legislatif atau kepala daerah di tingkat
kabupaten/kota.
d. Tujuan Kaderisasi
Pada dasarnya kaderisasi ditujukan untuk empat hal (Haris dkk, 2016: 54):
1) Pertama, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai dan
ideologi yang diperjuangkan partai serta visi, misi dan haluan perjuangan
(platform politik) partai. Pemahaman ideologi partai menjadi penting
karena ideologi partai menjadi dasar bagi perjuangan partai politik dan
juga mendasari visi misi organisasi. Ideologi adalah susunan gagasan yang
terorganisasi yang mempengaruhi satu sama lain dan menjadi pedoman
bagi kelompok masyarakat atau negara untuk mencapai cita-citanya.
Contohnya liberalisme, sosialisme, Konservatisme, Pancasila,
Marhaenisme, Islamisme dsb.;
2) Kedua, menumbuhkan militansi, salah satu caranya yaitu dengan
penanaman ideologi atau yang biasa disebut visioning. Pemahaman
ideologi partai menjadi penting karena ideologi partai menjadi dasar bagi
perjuangan partai politik dan juga mendasari visi misi organisasi. ideologi
-
32
adalah faktor kunci pengkaderan yang dalam institusi merupakan bagian
dari format pengkaderan formal dengan tahapan-tahapan yang
dimatangkan oleh institusi yang bersangkutan. Selain terkait dengan upaya
membangun militansi anggota, kaderisasi juga dapat digunakan oleh partai
politik sebagai upaya peningkatan kapasitas kader partai dalam kaitan tata
kelola partai politik, peningkatan kapasitas kader partai yang akan
menduduki jabatan-jabatan publik seperti DPR/DPRD dan birokrasi
pemerintahan. Dalam kaitan ini kaderisasi dilakukan untuk memberikan
pengehuan tentang berbagai ketrampilan yang harus dimiliki oleh anggota
partai politik yang akan menduduki posisi strategis pada institusi-institusi
publik di atas.
e. Model Kaderisasi
1) Kaderisasi untuk Anggota Partai Politik
Pada umumnya partai politik melakukan proses kaderisasi untuk internal
kadernya. Pada partai-partai moderen, anggota partai yang telah terdaftar
yang membayar iuran keanggotaan secara tetap dalam jangka waktu tertentu
secara otomatis akan mendapatkan trainning tertentu oleh partai politik
dengan tujuan tertentu pula. Kaderisasi anggota parpol di partai yang
pelembagaan politiknya bagus dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan
keluaran kader sesuai dengan visi dan misi parpol yang bersangkutan.
Proses kaderisasi anggota parpol dilakukan secara sistimatis, berjenjang
dan dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus. Sayangnya di
Indonesia, banyak partai politik yang melakukan proses kaderisasi secara
-
33
insidental dan biasanya hanya diadakan pada waktu menjelang pemilu atau
pilkada untuk pemenangan partai atau dalam kaitannya pembekalan calon
anggota legislatif. Padahal proses kaderisasi yang bersifat ajeg dan terstruktur
selain dapat membantu partai politik dalam meningkatkan kapasitas
anggotanya juga menjadi alat untuk menilai potensi anggota-anggota
partainya sekaligus parameter bagi parpol untuk melihat sejauh mana
pelembagaan partai telah mengakar pada anggota-anggotanya (Haris dkk,
2016: 54).
2) Kaderisasi untuk Non Anggota Partai Politik
Organisasi sayap partai menjadi sumber penting lainnya dalam kaderisasi
partai politik. Melalui sayap partai internasilasi ideologi partai politik dan
pembanguan karakter militansi dapat lebih mudah dilakukan dibandingkan
sumber kaderisasi yang berasal dari organisasi masyarakat lainnya. Sebab,
organisasi sayap merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah
partai politik. Organisasi sayap partai memberikan andil besar bagi partai
politik baik dalam upaya implementasi, sosialisasi maupun diseminasi
program dan kebijakan partai. Organisasi sayap partai dapat berbentuk
organisasi pemuda, organisasi mahasiswa, organisasi perempuan, organisasi
profesi, serta organisasi keagamaan.
Kaderisasi pada organisasi sayap partai biasa sekaligus menjadi perluasan
basis dari parpol yang persangkutan. Sebuah organisasi sayap atau underbow
partai, dikembangkan dan diberdayakan oleh partai politik sebagai instrumen
penting untuk menarik simpati dan dukungan massa baik untuk
-
34
memenangkan pemilihan umum maupun untuk mensosialisasikan kebijakan-
kebijakan partai.
Proses kaderisasi yang bersifat ajeg dan terstruktur selain dapat membantu
partai politik dalam meningkatkan kapasitas anggotanya juga menjadi alat
untuk menilai potensi anggota-anggota partainya sekaligus parameter bagi
parpol untuk melihat sejauh mana pelembagaan partai telah mengakar.
Kaderisasi pada organisasi sayap partai biasa sekaligus menjadi perluasan
basis dari parpol. Selain itu, dalam proses pelembagaan partai, relasi parpol
dengan organisasi massa merupakan salah satu cara untuk memperluas
jumlah basis massa dari segi sumber daya manusia dalam proses pengkaderan
(Haris dkk, 2016: 55).
f. Jenjang Pengkaderan
Sebagaimana telah diuraikan di atas jenjang kaderisasi pada umumnya dibagi
dalam tiga, yakni tingkat pertama dan/atau dengan nama lainnya, tingkat
menengah/madya dan/ atau dengan nama lainnya, serta tingkat utama dan/atau
dengan nama lainnya. Jenjang pengkaderan ini digunakan untuk membagi materi
dan ketrampilan apa saja yang akan dimiliki oleh peserta kaderisasi sekaligus juga
luaran (outcomes) apa yang akan dihasilkan pada masing-masing jenjang, baik
yang terkait dengan peran yang akan diambil oleh para peserta kader dalam
internal partai maupun eksternal partai maupun mandat-mandat yang akan
diberikan parpol pada peserta kaderisasi yang didasarkan visi, misi serta
kebutuhan parpol dalam menjalankan fungsinya.
-
35
1) Kaderisasi Tingkat Pertama
Kaderisasi tingkat pertama biasanya lebih menekankan pada aspek
internalisasi ideologi, visi dan misi parpol. Kaderisasi pada tingkat pertama biasa
bertujuan untuk membangun budaya dan konsolidasi partai politik pada peserta
kaderisasi. Selain internalisasi nilai-nilai partai politik, pada tingkat ini proses
kaderisasi juga dipergunakan untuk membekali anggota partai mengenai
ketrampilan manajerial dan tata kelola partai yang bersifat sederhana. Manajerial
partai bersifat teknis seperti menyelenggarakan rapat, perencanaan program,
pelaksanaan program, kampanye, penggalangan dan hal-hal lainnya terkait dengan
tata kelola partai.
Kaderisasi pada tingkat pertama ini biasanya dilakukan juga pelatihan tentang
masalah kepemimpinan, strategi pemenangan pemilu, komunikasi dengan media
dan juga public speaking yang bersifat sederhana. Kaderisasi untuk tingkat
pertama ini ditujukan untuk anggota parpol atau sayap partai yang akan
diproyeksikan menjadi pengurus partai di tingkat kabupaten/kota dan/atau anggota
DPRD di tingkat kabupaten/kota, serta kepala daerah tingkat kabupaten/kota.
Bagi kader yang diproyeksikan menjadi pengurus partai atau anggota badan-
badan perwakilan ada tingkat kabupaten/kota maka perlu diberikan tambahan
pembekalan mengenai menerapkan fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi,
melakukan lobi, komunikasi politik, serta pembuatan kebijakan dan evaluasi
kebijakan sesuai prinsip-prinsip akuntabilitas di tingkat kabupaten/kota. (Haris
dkk, 2016: 56-57):
-
36
(a) Dengan demikian peserta kaderisasi tingkat pertama ini diharapkan
memahami dan menguasai materi-materi, antara lain sebagai berikut:
(b) Dasar-dasar ideologi partai politik;
(c) Sejarah partai politik;
(d) Aturan-aturan internal (AD/ART) partai politik;
(e) Tata kelola partai politik di tingkat kabupaten/kota;
(f) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat
kabupaten/kota;
(g) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat kabupaten/kota;
(h) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di tingkat
kabupaten/kota;
(i) Masalah kepemimpinan dan tingkat lokal;
(j) Masalah kepemiluan di tingkat lokal (kabupaten/kota) beserta strategi
pemenangannya;
(k) Hubungan dengan media massa;
2) Kaderisasi Tingkat Madya
Kaderisasi tingkat madya ini bisa dirancang untuk menghasilkan pengurus
partai tingkat propinsi dan/atau anggota DPRD tingkat propinsi serta Kepala
Daerah tingkat propinsi outcome-nya pengurus tingkat provinsi, anggota
DPRD dan kepala daerah tingkat propinsi.
Pada kaderisasi jenjang ini biasanya para kader lebih banyak dibekali
ketrampilan terkait dengan pemenangan pemilu seperti ketrampilan
komunikasi politik, kepemimpinan, komunikasi interpersonal terkait
-
37
mobilisasi massa, keterwakilan politik dan problem solving skill, pembuatan
kebijakan, termasuk strategi-strategi kampanye. Pada kaderisasi jenjang
madya, durasi dan kurikulum modul biasanya lebih detail dengan prosentasi
peningkatan kapasitas dan ketrampilan manajerial terkait pemenangan pemilu,
baik di lembaga perawakilan rakyat maupun pemerintahan daerah jauh lebih
banyak ketimbang internalisasi.
Kaderisasi tingkat madya ini bisa dirancang untuk menghasilkan pengurus
partai tingkat propinsi dan/atau anggota DPRD tingkat propinsi serta Kepala
Daerah tingkat propinsi outcome-nya pengurus tingkat provinsi, anggota
DPRD dan kepala daerah tingkat propinsi.
Dalam kaitan peningkatan ketrampilan manajerial, kaderisasi tingkat
madya biasanya diperuntukkan untuk meningkatkan ketrampilan tentang
kontribusi parpol dalam pemenangan pemilu, selain urusan tata kelola parpol
untuk tingkat propinsi.
Setelah dilakukan kaderisasi tingkat madya ini para peserta diharapkan
mampu menguasai:
(a) Tata kelola partai politik di tingkat propinsi;
(b) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat propinsi;
(c) Problem solving skill terkait dengan kebijakan di tingkat propinsi;
(d) Proses pembuatan kebijakan di tingkat propinsi;
(e) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat propinsi;
(f) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di tingkat
propisi;
-
38
(g) Masalah kepemimpinan;
(h) Masalah kepemiluan di tingkat propinsi beserta strategi pemenangannya;
(i) Hubungan dengan media massa; dan
3) Kaderisasi Tingkat Utama
Kaderisasi tingkat utama diperuntukan bagi calon pengurus parpol,
anggota legislatif tingkat pusat, serta calon presiden dan wakil presiden. Pada
kaderisasi tingkat utama ini selain masalah internalisasi nilai-nilai partai,
pengetahuan tentang masalah kepemiluan baik yang menyangkut masalah
regulasi maupun strategi pemenangan pemilu, juga diberikan pengetahuan
manajerial yang menyangkut pemahaman tentang masalah-masalah dan isu-
isu pada skala nasional dan global, pemahanan tentang kebijakan partai di
tingkat nasional, lingkungan strategis internasional serta pemahaman
mengenai sistim ekonomi, hukum, pemerintahan, hubungan internasional dsb.
Pemahaman hal-hal tersebut juga dibarengi dengan peningkatan
ketrampilan kader dalam hal komunikasi politik, lobbying, kepemimpinan.
Ketrampilan kepemimpinan dan komunikasi politik khususnya terkait dengan
jenjang kaderisasi tingkat utama ini meliputi: keterampilan interpersonal yang
terkait dengan komunikasi publik, persoalan-persoalan representasi dan
problem-solving-skill untuk persoalan-persoalan di tingkat nasional,
kemampuan untuk membuat kebijakan di DPR dan pemerintahan, kemampuan
manajemen waktu, serta peningkatan pengetahuan tentang teknologi informasi
khususnya berhubungan dengan masalah-masalah kepemiluan dan pembuatan
kebijakan yang di dalamnya juga menyakut persoalan relasi media.
-
39
Melalui kaderisasi tingkat utama ini diharapkan peserta kader memiliki
kemahaman dan ketrampilan tentang.
(a) Tata kelola partai politik di tingkat nasional;
(b) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat nasional;
(c) Problem solving skill terkait dengan kebijakan di nasional;
(d) Proses pembuatan kebijakan di nasional;
(e) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat nasional dan
(f) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di nasional dan
global;
(g) Masalah kepemimpinan dan kemampuan komunikasi interpersonal;
(h) Masalah kepemiluan di tingkat nasional beserta strategi pemenangannya;
(i) Hubungan dengan media massa;
(j) Ketrampilan negosisai dan lobbying;
(k) Pemahaman lingkungan strategis internasional;
(l) Pemahaman mengenai sistim ekonomi, hukum, pemerintahan, serta
hubungan internasional.
g. Metode dan materi kaderisasi
Kegiatan kaderisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara di ataranya
adalah: (1) ceramah dan diskusi; (2) seminar; (3) analisis kasus; (4) simulasi; (5)
penelitian; dan (6) pengalaman langsung. Metode ceramah dan diskusi biasanya
dilakukan untuk seluruh jenjang (muda, madya, dan utama). Metode ceramah dan
seminar biasanya ditujukan untuk memperkuat ideologi dan meningkatkan
-
40
kualitas administrasi kepartaian, serta peningkatan pengetahuan yang bersifat
teoretik tentang isu-isu yang terkait dengan masalah kepartaian, pemilu, dan isu-
isu strategis yang muncul di masyarakat baik dalam konteks lokal, nasional, dan
konteks internasional. Metode ceramah dan seminar dapat dilakukan oleh anggota
partai yang telah ditunjuk atau penceramah dari ekternal partai atas dasar
pertimbangan keahlian dan pengalaman yang dimiliki.
Metode analisis kasus dan simulasi biasanya digunakan untuk kaderisasi
tingkat madya dan utama atau kaderisasi yang dilakukan untuk mempersiapkan
calon anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat publik baik di tingkat
kabupaten/kota, propinsi maupun tingkat nasional. Metode analisis kasus dan
simulasi ini ditujukan selain untuk meningkatkan kemampuan manajerial yang
terkait kerja-kerja di partai politik. Metode ini dipergunakan untuk menguji sejauh
mana pengetahuan yang dimiliki melalui metode seminar dan ceramah dapat
diterapkan untuk memecahkan persoalan-persoalan riil serta mengaitkan dan
memastikan apakah pilihan tindakan yang diberikan telah sesuai dengan garis
ideologi, visi dan misi partai politik.
Adapun metode penelitian dan pengalaman langsung dalam kaderisasi
seringkali digunakan untuk membangun kapasitas kader dalam proses pembuatan
kebijakan publik baik yang terkait dengan penyusunan agenda/program,
pengambilan keputusan maupun proses implementasi kebijakan yang harus
dikuasi terkait dengan posisi-posisi kader dalam promosi yang dilakukan oleh
partai politik. Metode penelitian dan pengalaman langsung ini biasanya ditujukan
untuk kader-kader utama.
-
41
Rancang bangun metode dan materi kaderisasi biasanya dibuat oleh
anggota partai yang ditunjuk untuk mengelola kegiatan kaderisasi. Kegiatan
kaderisasi yang baik akan terjadi jika kegiatan tersebut dilembagakan secara
permanen, dilakukan secara berkesinambungan dan dilengkapi dengan kurikulum
yang memadai. Kaderisasi yang permanen tersebut dalam partai politik dapat
diadopsi dalam struktur partai secara resmi baik yang berbentuk divisi kaderisasi
Kegiatan kaderisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah: (1)
ceramah dan diskusi; (2) seminar; (3) analisis kasus; (4) simulasi; (5) penelitian;
dan (6) pengalaman langsung.
Kegiatan kaderisasi yang baik akan terjadi jika kegiatan tersebut
dilembagakan secara permanen, dilakukan secara berkesinambungan dan
dilengkapi dengan kurikulum yang memadai dan pelatihan maupun dalam bentuk
komisi khusus. Komisi/divisi kaderisasi dan pelatihan juga bertanggungjawab atas
penyusunan kurikulum. Kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh komisi/divisi
kaderisasi dan pelatihan tersebut di bawah tanggungjawab sekretaris partai pada
masing-masing tingkatan. Dengan demikian, kegiatan kaderisasi pada tingkat
muda pelaksanaannya dilakukan oleh divisi kaderisasi dan pelatihan yang
bertanggungjawab pada sekretaris partai di tingkat kabupaten/kota. Hal yang sama
juga berlaku pada kegiatan kaderisasi dan pelatihan yang dilakukan di tingkat
propinsi maupun nasional.
Namun demikian, agar hasil kegiatan kaderisasi dan pelatihan tersebut
sama/seragam antara satu wilayah dengan wilayah lainnya maka kurikulum
kaderisasi didisain oleh divisi/komite yang ditunjuk di tingkat nasional.
-
42
Penyusunan kurikulum kaderisasi dapat dilakukan dengan melibatkan para
akademisi dan praktisi sesuai dengan kebutuhan partai politik dan tujuan serta
outcome yang ingin dihasilkan dalam setiap jenjang kaderisasi. Kegiatan
kaderisasi dan pelatihan yang dilakukan untuk kader politik selain dapat dilakukan
secara berjenjang juga dapat dilakukan berdasarkan kategori-katagori khusus
seperti kaderisasi untuk kelompok perempuan, pemuda, minoritas, serta kader non
partai yang akan maju di dalam pilkada.
Adapun materi kaderisasi biasanya meliputi:
(1) Materi-materi yang berhubungan dan bertujuan menanamkan pemahaman dan
militansi sebagai anggota partai politik;
(2) Materi-materi yang berhubungan dengan penciptaan kader militansi partai;
(3) Materi-materi yang berhubungan dengan masalah kebangsaan dan
nasionalisme;
(4) Materi yang berhubungan ideologi dan demokrasi internal partai;
(5) Materi-materi yang berhubungan dengan komunikasi politik dan komunikasi
publik;
(6) Materi-materi yang berhubungan dengan pemenangan pemilu;
(7) Materi-materi seputar teknis penyelenggaraan pemilu.
(8) Materi-materi yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran;
(9) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi legislasi
seperti teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (legal drafting),
dan sebagainya;
-
43
(10) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.
(11) Materi-materi yang berhubungan dengan fungsi perwakilan;
(12) Materi-materi yang berhubungan dengan etika politik
(13) Materi Lobbying; dan
(14) Materi-materi yang terkait dengan mekanisme konflik baik yang bersifat
internal parpol maupun inter parpol (Haris dkk, 2016: 58).
4. Kaderisasi PDI Perjuangan
Di Kabupaten Bantul, DPC PDI-Perjuangan melakukan rekrutmen politik
dengan metode stelsel aktif, yaitu sistim yang mengharuskan setiap orang yang
ingin menjadi kader partai harus aktif. Implementasi sistim ini dilakukan melalui
empat proses yakni penarikan (rekrutmen), proses seleksi, pendidikan politik, dan
pengembangan. Sistim rekrutmen di PDI-Perjuangan dilakukan melalui dua cara
yakni usulan dari struktur partai mulai dari yang paling bawah, dan rekrutmen
melalui merit sistim dengan melalui sistim penentuan skor. Kedua pendekatan ini
digunakan secara bersamaan untuk