sistim kaderisasi partai politikrepo.apmd.ac.id/712/1/skripsi_raden gilang candra negara... ·...

74

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    SISTIM KADERISASI PARTAI POLITIK

    (Studi Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia

    Perjuangan (PDIP) Kabupaten Bantul)

    SKRIPSI

    Diajukan guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang

    Pendidikan Strata Satu (1)

    Program Studi Ilmu Pemerintahan

    Disusun Oleh:

    RADEN GILANG CANDRA NEGARA

    14520126

    PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN (S-1)

    SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”

    YOGYAKARTA

    2019

  • iv

    HALAMAN MOTTO

    Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang yang tidak

    menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka

    menyerah.

    (Thomas Alva Edison)

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Skripsi ini saya persembahkan untuk Almamater tercinta (Sekolah

    Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta) khususnya

    Program Studi Ilmu Pemerintahan. Serta kepada ibu dan bapak saya yang

    siang malam tak pernah luput menyelipkan nama anaknya di sela-sela doanya

    kepada Allah SWT.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah atas limpahan karunia dan rahmat-Nya yang telah

    memberikan kemudahan, kelancaran, dan kemampuan peneliti untuk

    menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi

    Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

    (PDIP) Kabupaten Bantul)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

    Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa

    “APMD”Yogyakarta.

    Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari

    bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis dengan

    segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. R. Widodo Tri Putro, MM., M.Si selaku Dosen Pembimbing

    Skripsi yang dengan sabarnya membimbing saya selama mengerjakan

    dan menyusun skripsi ini;

    2. Semua Dosen APMD Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu

    dan pengajarannya kepada saya selama hampir lima tahun ini;

    3. Kedua orang tua saya, Bapak Tur Haryanta dan Ibu Urip Kutikawati

    yang telah memberikan dukungan kepada saya baik dari moril maupun

    materi;

    4. Bapak Aryunadi S.E selaku Ketua Umum DPC PDI Perjuangan

    Kabupaten Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait sistim

    kaderisasi PDIP di DPC Kabupaten Bantul;

  • vii

    5. Bapak Hanung Raharja S.T selaku Ketua DPRD Kabupaten Bantul dan

    Wakil Bidang Pemenangan Pemilu DPC PDI Perjuangan Kabupaten

    Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi

    PDIP di DPC Kabupaten Bantul;

    6. Bapak RS kusbowo selaku Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Bantul

    yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di

    DPC Kabupaten Bantul;

    7. Bapak Drs. Timbul H selaku Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan

    Ideologi yang bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi

    PDIP di DPC Kabupaten Bantul;

    8. Bapak Suratman selaku Wakil Bidang Pemuda, Olahraga, Seni Budaya

    DPC PDIP dan Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang bersedia

    memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC

    Kabupaten Bantul;

    9. Bapak Yudha PW selaku Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang

    bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC

    Kabupaten Bantul;

    10. Bapak Dwi Kristiantoro selaku Anggota DPRD Kabupaten Bantul yang

    bersedia memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC

    Kabupaten Bantul;

    11. Bapak Sugeng Sudaryanta selaku Ketua PAC Pandak dan Anggota

    DPRD Kabupaten Bantul yang bersedia memberikan informasi terkait

    sistim kaderisasi PDIP di DPC Kabupaten Bantul;

  • viii

    12. Bapak Samsuji Rohmad selaku Ketua PAC Sanden yang bersedia

    memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC

    Kabupaten Bantul;

    13. Bapak Muji Dalijo selaku Pengurus Ranting Sanden yang bersedia

    memberikan informasi terkait sistim kaderisasi PDIP di DPC

    Kabupaten Bantul;

    14. Yuyun Apriliana yang tidak pernah lelah untuk mendampingi saya

    selama proses penyusunan skripsi ini.

    Terima kasih atas bantuan, dukungan, semangat, nasehat, doa, kritik, dan

    saran yang telah memberikan kepada penulis, semoga amal baik semua pihak

    senantiasa mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari adanya

    keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman. Oleh karena itu, saran

    dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

    memberikan manfaat.

    Yogyakarta, 17 Maret 2019

    Penulis,

    Raden Gilang Candra Negara

    NIM.14520126

  • ix

    SINOPSIS

    PDI Perjuangan adalah salah satu partai terbesar yang berupaya menata

    ulang sistim kaderisasi untuk membekali kader tentang pengetahuan ideologis

    dan skil politik. Sistim kaderisasi yang baik memiliki peranan penting dalam

    melakukan transfer pengetahuan politik, tidak hanya berkaitan dengan sejarah,

    visi dan misi, dan strategi partai politik, tetapi juga hal – hal yang menyangkut

    permasalahan bangsa dan negara. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka

    penelitian ini memiliki judul “Sistim Kaderisasi Partai Politik”.

    Jenis metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Objek

    penelitiannya yaitu Sistim Kaderisasi PDI Perjuangan khususnya tingkat DPC

    PDI Perjuangan Kabupaten Bantul dengan narasumber berjumlah 10 orang

    ditentukan secara purposive. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu

    observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan

    yaitu menggunakan analisis kualitatif dengan mengumpulkan data,

    mengidentifikasi data, menginterpretasi data, dan menyimpulkan data.

    Berdasarkan analisis terkait “Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi

    Penelitian Deksriptif Kualitatif di DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

    (PDIP) Kabupaten Bantul)”, dapat disimpulkan bahwa sistim kaderisasi PDI

    Perjuangan di DPC Kabupaten Bantul yang digunakan adalah sistim berjenjang

    dan terpadu di bawah pengawasan DPP Partai atau dapat dikatakan telah sesuai

    dengan AD-ART PDI Perjuangan. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul

    melaksanakan proses kaderisasi melalui pendidikan kader, penugasan pendidikan

    kader, dan penugasan karir kader. Pendidikan kader yang dilaksanakan DPC PDI

    Perjuangan Kabupaten Bantul yaitu pendidikan dengan jenjang Pratama.

    Pendidikan jenjang Pratama terbagi menjadi kegiatan formal maupun informal.

    Agar pendidikan bagi kader dapat berjalan lancar, DPC PDI Perjuangan

    Kabupaten Bantul memiliki dua model kaderisasi yang diterapkan oleh PDI

    Perjuangan di DPC Bantul yaitu model kaderisasi dengan sistim kelas (pendidikan

    dan pelatihan kader) dan sistim gerakan. Penugasan-penugasan bagi kader PDI

    Perjuangan di DPC Kabupaten Bantul seperti: penugasan untuk mengikuti

    sosialisasi, melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat, dan mengadakan

    kuliah umum tentang 4 pilar kebangsaan. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul

    memiliki penugasan karir untuk kader yang meliputi penugasan di luar struktur

    dan alat kelengkapan serta penugasan dalam jabatan politik dan jabatan publik

    seperti: penugasan di lembaga legislatif, eksekutif, dan lembaga publik. Sistim

    penugasan karir bagi kader di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul yaitu

    melalui proses penjaringan dan seleksi ditingkat PAC terlebih dahulu. Kader

    terpilih dan terbaik nantinya direkomendasikan oleh PAC ke DPC melalui sistim

    musyawarah dan mufakat, sesuai keputusan partai.

    Kata Kunci: Sistim Kaderisasi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,

    Dewan Pimpinan Cabang, Kabupaten Bantul

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... iii

    HALAMAN MOTO .............................................................................................. iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

    SINOPSIS .............................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................... 1

    B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 10

    C. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................... 10

    D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................... 10

    E. KERANGKA TEORI ........................................................................................ 12

    1. Partai Politik .................................................................................................. 12

    2. Sistim Kepartaian .......................................................................................... 21

    3. Kaderisasi Partai Politik ................................................................................ 24

    4. Kaderisasi PDI Perjuangan ............................................................................ 43

    F. RUANG LINGKUP ........................................................................................... 45

    G. METODE PENELITIAN .................................................................................. 45

    1. Jenis Penelitian .............................................................................................. 45

    2. Objek Penelitian ............................................................................................ 46

    3. Unit Analisis .................................................................................................. 46

    4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 48

    5. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 50

    6. Interpretasi dan Kesimpulan .......................................................................... 52

  • xi

    BAB II. PROFIL DPC (DEWAN PIMPINAN CABANG) PDI

    PERJUANGA KABUPATEN BANTUL ..................................................... 53

    A. Selayang Pandang DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDI Perjuangan

    Kabupaten Bantul ........................................................................................... 53

    B. Struktur DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDIP Kabupaten Bantul ............... 58

    C. Tugas DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDIP Kabupaten Bantul .................. 60

    D. Keanggotaan DPC (Dewan Pimpinan Cabang)

    PDI Perjuangan Kabupaten Bantul ................................................................... 70

    E. Kontestasi Pemilu Terakhir Tahun 2009 -2014 ................................................. 72

    BAB III. ANALISIS TENTANG SISTIM KADERISASI DI DPC PDI

    PERJUANGAN KABUPATEN BANTUL ....................................................... 88

    1. Tahapan Kaderisasi ............................................................................................ 88

    2. Tata Kelola Kaderisasi ....................................................................................... 95

    3. Pelaksanaan Pendidikan Kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ...................... 97

    a. Sistim pendidikan kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ........................... 97

    b. Materi-materi yang diberikan dalam proses pendidikan kader .................. 105

    c. Pemberian pemahaman DPC PDIP tentang ideologi, visi, misi,

    serta strategi partai politik kepada kader ................................................... 108

    d. Pendidikan bagi kader PDIP agar memiliki loyalitas, dedikasi,

    serta pengabdian ........................................................................................ 110

    e. Kendala yang dialami DPC PDI-Perjuangan selama melaksanakan

    pendidikan kader ........................................................................................ 113

    f. Upaya DPC PDI-Perjuangan dalam menyelesaikan berbagai kendala

    selama melaksanakan pendidikan kader .................................................. 115

    4. Sistim Penugasan Kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul .............................. 117

    a. Penugasan yang diberikan oleh DPC PDI P terhadap kadernya .............. 117

    b. Syarat-syarat yang dipakai oleh DPC PDI P dalam penugasan kader ..... 118

    c. Kendala yang dialami DPC PDI-Perjuangan dalam

    memberikan penugasan kepada kader-kadernya ..................................... 119

    d. Upaya DPC PDIP dalam menangani kendala-kendala selama proses

    penugasan kader ........................................................................................ 121

    5. Sistim Penugasan Karir Partai ke dalam Jabatan yang Strategis .................... 122

    a. Sistim penugasan karir kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ................ 122

    b. Kriteria penugasan karir kader PDIP di DPC Kabupaten Bantul ............. 125

    c. Mekanisme regenerasi kepemimpinan di internal PDI P di DPC

    Kabupaten Bantul ...................................................................................... 127

  • xii

    d. Program khusus dalam pengarahan karir bagi kader PDI P

    di DPC Kabupaten Bantul ........................................................................ 134

    e. Kendala dan Upaya dilakukan DPC PDI-Perjuangan dalam

    memberikan pengarahan karir kepada kader-kadernya ............................ 136

    6. Bidang Kaderisasi ............................................................................................ 138

    a. Kapasitas, reputasi, dan kemampun narasumber dalam penyampaian

    materi pada pendidikan kader PDI P di DPC Kabupaten Bantul ............. 138

    b. Intensitas penyampain materi di dalam kelas yang diberikan terhadap

    pokok-pokok ajaran PDI Perjuangan ......................................................... 141

    c. Metode dan Efektifitas pembelajaran yang digunakan dalam

    pendidikan kader PDI P di DPC Kabupaten Bantul .................................. 143

    d. Evaluasi proses kaderisasi oleh PDI P di DPC Kabupaten Bantul ........... 147

    BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 151

    A. KESIMPULAN ............................................................................................... 151

    B. SARAN ........................................................................................................... 153

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 155

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Daftar Informan yang diwawancarai ....................................................... 47

    Tabel 2. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2005-2010 ............... 55

    Tabel 3. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2010-2015 ............... 56

    Tabel 4. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul 2015-2020 ............... 57

    Tabel 5. Keanggotaan DPC PDI P di 17 Kecamatan di Bantul ............................ 70

    Tabel 6. Keanggotaan BAPILU DPC PDI Perjuangan Kab Bantul ..................... 71

    Tabel 7. Keanggotaan SATGAS di DPC PDI-Perjuangan Kab Bantul ................. 71

    Tabel 8. STAF di DPC PDI-Perjuangan Kab Bantul ............................................ 71

    Tabel 9. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 1 dalam kontestasi Pemilu tahun

    2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 74

    Tabel 10. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 2 dalam kontestasi Pemilu tahun

    2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 75

    Tabel 11. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 3 dalam kontestasi Pemilu tahun

    2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 76

    Tabel 12. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 4 dalam kontestasi Pemilu tahun

    2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 77

    Tabel 13. Hasil Rekapitulasi Surat Suara Dapil 5 dalam kontestasi Pemilu tahun

    2009 Kabupaten Bantul ......................................................................................... 78

    Tabel 14. Rekapitulasi Perolehan Kursi Parpol dalam Pemilu DPRD

    Bantul 2014 ............................................................................................................ 80

    Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil 1 2014 ........................................................................................................... 81

    Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil 2 2014 ........................................................................................................... 82

    Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil3 2014 ............................................................................................................ 83

    Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil 4 2014 ........................................................................................................... 84

    Tabel 19. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil 5 2014 .......................................................................................................... 85

    Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PDI Perjuangan di

    Dapil 6 2014 ........................................................................................................... 86

    Tabel 21. Organisasi Sayap PDI Perjuangan ...................................................... 103

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Tipe Bagian Partai Politik .................................................................. 16

    Gambar 2. Bagan Struktur Komposisi Dan Personalia Pengurus DPC PDI

    Perjuangan ............................................................................................ 59

    Gambar 3 Buku materi pokok khusus pendidikan kader PDIP ......................... 107

    Gambar 4 Contoh serifikat workshop pendidikan kader ................................... 109

    Gambar 5. Contoh KTA Partai PDI Perjuangan ................................................ 118

    Gambar 5. Formulir Bacaleg DPRD Kabupaten Bantul ..................................... 125

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kualitas kaderisasi pada dasarnya mempengaruhi kualitas kandidat

    yang disiapkan oleh partai, baik untuk mengisi jabatan kepengurusan di

    internal partai maupun dalam rangka mengisi jabatan publik di luar partai, di

    lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif, di tingkat nasional dan daerah.

    Semakin tinggi kualitas sistim kaderisasi yang dilakukan oleh partai maka

    semakin baik pula kualitas kader yang dinominasikan partai untuk jabatan

    politik di dalam dan di luar partai. Sebaliknya semakin buruk kualitas

    kaderisasi yang dilakukan partai maka semakin tidak siap pula partai

    menyuplai kandidat kader dari internal partai untuk mengisi jabatan publik.

    Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah partai politik, karena ini

    merupakan inti dari kelanjutan perjuangan partai ke depan dan juga inti dari

    keberadaan partai politik. Tanpa kaderisasi kepemimpinan, rasanya sangat

    sulit dibayangkan sebuah partai politik dapat bergerak dan melakukan tugas-

    tugasnya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi kepemimpinan adalah sebuah

    syarat mutlak dalam membangun struktur kerja yang mandiri dan

    berkelanjutan.

    Kaderisasi sangat penting mengingat perlu ada transfer pengetahuan,

    keterampilan, dan keahlian dalam suatu kajian tertentu. Fungsi kaderisasi

    dalam partai politik adalah mempersiapkan calon-calon untuk siap menerima

    mengelola partainya ke depan. Kaderisasi juga merupakan proses untuk

  • 2

    melatih dan mempersiapkan anggota partai dengan berbagai keterampilan,

    disiplin ilmu dan pengalaman untuk mencapai tujuan partai.

    Partai politik memiliki peran yang penting untuk menjalankan segala

    tugasnya. Peran yang diemban partai politik yaitu sebagai penghubung rakyat

    dengan pemerintahan, juga sebagai pendidikan kaderisasi untuk mengkader

    masyarakat dalam dunia politik. Karenanya, partai politik memunyai tugas

    yang tidak mudah. Penyaluran aspirasi konstituen yang pada akhirnya

    dijadikan suatu kebijakan publik menjadi tanggung jawab para pemegang

    kekuasaan. Selain itu, ada tugas yang tidak kalah pentingnya yaitu,

    melakukan kaderisasi setelah melalui proses rekrutmen politik. Untuk

    bertahan dalam peraturan perpolitikan di Indonesia, partai politik dituntut

    melakukan berbagai program untuk menguatkan pelembagaan dan eksistensi

    partai di masyarakat. Pelembagaan kepartaian menjadi sebuah kebutuhan

    yang tidak dapat dihindari.

    Pelembagaan kepartaian akan menjadikan partai bekerja dalam koridor

    fungsi-fungsi semestinya serta mengantisipasi perubahan partisipasi politik

    dari warga negara akibat modernisasi perubahan zaman. Dasar pelembagaan

    yang dilaksanakan dengan tepat akan mampu menghasilkan partai yang kuat

    dan struktural. Seperti yang diketahui, setiap partai memiliki program yang

    bertujuan untuk menjaga eksistensi di masyarakat. Hal tersebut didukung

    dengan banyaknya partai-partai besar yang melakukan program untuk

    menguatkan kelembagaan internal, salah satunya melalui pendidikan politik

    dan kaderisasi. Kaderisasi adalah proses pendidikan jangka panjang untuk

  • 3

    menanamkan nilai-nilai tertentu kepada seorang kader. Kaderisasi dalam

    partai politik bertujuan untuk menciptakan sebuah regenerasi.

    Dalam melakukan kaderisasi, partai politik sebagai sarana rekrutmen

    politik memiliki posisi penting dalam melakukan pembinaan, edukasi,

    pembekalan dan kaderisasi dalam rangka melanggengkan ideologi politik

    yang menjadi latar belakang pendirian partai. Partai politik bertugas untuk

    mendidik kader-kader yang nantinya akan menduduki posisi pengambil

    kebijakan (policy maker) baik di tingkat nasional maupun lokal. Untuk itu,

    diperlukan suatu sistim kaderisasi yang dapat menjamin keberlanjutan

    (continuity) perjuangan partai politik yang secara otomatis akan berpengaruh

    terhadap regenerasi kepemimpinan dalam suatu negara. Dengan demikian,

    dalam rangka menjawab tuntutan akan peran dan fungsi partai sebagai

    sumber rekrutmen maka parpol perlu mengembangkan sistim kaderisasi yang

    menjamin keberlanjutan perjuangan partai politik serta menjamin kehidupan

    politik yang berkualitas di suatu negara.

    Melalui fungsi kaderisasi, partai politik bertanggung jawab dalam

    melaksanakan pendidikan politik melalui kaderisasi partai. Caranya bisa

    melalui diskusi, seminar-seminar, hingga mengikuti suatu pemilihan untuk

    menjabat jabatan tertentu. Dengan ini, partai juga dapat mencegah bentuk

    kepemimpinan negara yang oligarkis, karena partai menjamin adanya

    partisipasi politik dari setiap elemen masyarakat untuk menduduki

    kepemimpinan politik berdasarkan kriteria dan bakat tertentu yang dimiliki

    oleh setiap individu. Karena jika kaderisasi partai politik gagal, maka yang

  • 4

    akan terjadi adalah nilai-nilai partai politik tidak sampai kepada generasi

    berikutnya. Generasi tua pun akan selalu memikul beban sejarah sendiri

    selamanya. Terjadinya rangkap jabatan, sulit suksesi (pergantian) pengurus

    karena tidak ada yang bersedia mengabdi bagi organisasi sosial, anggota

    merasa tertipu karena kenyataan tidak semanis yang dijanjikan kemudian

    meninggalkan organisasi, kegiatan atau program kerja tidak berjalan,

    eksistensi di masyarakat menurun. Akhirnya apabila tidak ada perbaikan,

    organisasi tersebut akan dilupakan dan tidak menutup kemungkinan bubar.

    Di Indonesia, praktik kaderisasi partai politik masih jauh dari harapan.

    Persoalan kaderisasi ini dikatakan sebagai persoalan penting karena

    sesungguhnya di dalam partai perlu digodok pemimpin lokal maupun

    pemimpin nasional yang memiliki visi demokrasi dan bermental jujur. Untuk

    itu, sangat perlu dan mendesak bagi partai politik terutama para ketua

    umumnya untuk segera memikirkan langkah-langkah strategis yang bisa

    merubah keadaan ini. Mereka harus segera melakukan perombakan mendasar

    terhadap sistim rekrutmen politik di dalam partai politik yang mereka pimpin

    sehingga bisa mendukung proses kaderisasi pemimpin nasional. Apabila

    proses kaderisasi ini macet, maka transisi kepemimpinan dari generasi tua

    kepada generasi yang lebih muda juga akan macet. Keterbatasan proses

    kaderisasi di dalam partai politik ini telah menimbulkan kekecewaan yang

    dalam di banyak kalangan. Kekecewaan ini diwujudkan dengan pembentukan

    partai-partai politik baru dan munculnya wacana calon perseorangan di

  • 5

    tengah keinginan kolektif membangun sebuah sistim demokrasi perwakilan

    yang memposisikan partai politik sebagai satu-satunya agen perubahan.

    Permasalahan lain yang pernah ditemui terkait kaderisasi di Indonesia

    yaitu, tumbuh dan berkembangnya politik kekerabatan. Politik kekerabatan

    ini memunculkan sejumlah ketimpangan karena politik kekerabatan menutup

    akses bagi orang-orang yang memiliki sumberdaya yang terbatas dan tidak

    memiliki hubungan kekerabatan untuk dapat menjabat di posisi-posisi politik.

    Sedangkan bagi mereka yang memiliki hubungan, sudah dipastikan calon

    tersebut dapat mengakumulasi pengaruh, kekayaan dan juga penguasaan

    wilayah. Jika suatu wilayah telah dikuasai oleh sekelompok elit bahkan dari

    keluarga yang sama, maka sumber daya daerah tersebut akan dikuasai oleh

    mereka. Dapat dipastikan bahwa kekuatan utama berada pada segelintir elit

    sehingga jalan kepentingannya pun tidak menutup kemungkinan hanyalah

    untuk kepentingan para elit, bukan untuk kebaikan bersama. Dari

    permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa partai politik sebagai sumber

    rekrutmen politik justru gagal dalam melakukan kaderisasi politik. Kegagalan

    kaderisasi membuat menurunya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

    partai politik. Wujud nyata dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai

    politik dapat dilihat dari tingginya angka golongan putih (golput) pada saat

    pemilihan umum.

    Pengamat politik dari Indonesian Institute for Development and

    Democracy (Inded), Arif Susanto menyatakan bahwa saat ini perlu adanya

    perbaikan sistim kaderisasi dalam tubuh partai politik. Sehingga, ke depan

  • 6

    partai-partai politik mampu menghasilkan calon pemimpin yang bisa diusung

    dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Partai-partai juga perlu

    memperbaiki sistim kaderisasi, agar mereka mampu menghasilkan calon

    pemimpin sendiri (http://nasional.republika.co.id diakses pada tanggal 06

    Agustus 2018).

    Hal senada juga diungkapkan Dosen ilmu politik Universitas Islam

    Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago bahwa saat ini

    hanya sedikit dari sekian banyak partai politik yang ada di Indonesia

    melakukan kaderisasi dengan baik. Partai politik harus mampu mencetak

    kader partai menjadi pemimpin di daerahnya sendiri sehingga tidak perlu

    mendatangkan dari luar daerah atau dari eksternal partai. Menurut Pangi,

    banyak partai politik (parpol) yang melakukan jalan pintas mengingat proses

    kaderisasi perlu waktu lama. Padahal, salah satu tugas parpol dalam

    berdemokrasi adalah menyiapkan kader berkualitas yang mempunyai visi dan

    misi jauh ke depan serta mumpuni untuk maju menjadi wakil rakyat,

    pemimpin daerah maupun pemimpin bangsa (http://kabar24.bisnis.com/

    diakses pada tanggal 06 Agustus 2018).

    Beranjak dari permasalahan di atas, persoalan kaderisasi ini dialami

    oleh hampir semua partai politik termasuk Partai Demokrasi Indonesia

    Perjuangan (PDIP). Sebagai partai nasionalis, PDI Perjuangan tidak terlepas

    dari figur kharismatik Soekarno yang ajarannya dijadikan sebagai platform

    partai. Oleh sebagian kalangan PDI Perjuangan dianggap terlalu

    mengistimewakan trah Soekarno, sehingga tidak mampu melahirkan kader-

    http://nasional.republika.co.id/

  • 7

    kader potensial di luar keturunan Soekarno, bahkan di luar trah Soekarno

    sangat sulit untuk menjadi ketua umum partai tersebut. Dampak dari

    dominasi trah Soekarno menyebabkan banyak kader yang memilih keluar dan

    bergabung dengan partai lain atau mendirikan partai baru seperti yang

    dilakukan Roy B. B Janis (Loppo, 2014: 6).

    Pada prinsipnya, PDI Perjuangan merupakan partai yang

    mengharuskan setiap orang untuk aktif mengikuti sistim jika ingin menjadi

    kader partai. Implementasi sistim dilakukan melalui proses penarikan, seleksi,

    pendidikan politik, dan pengembangan. Selain itu, ada dua pendekatan yang

    digunakan untuk mengukur akseptabilitas politik maupun kapabilitas dan

    kompetensi kader melalui usulan dari struktur partai mulai dari yang paling

    bawah serta rekrutmen melalui sistim penentuan skor. Menurut survei

    Kemitraan Partnership tahun 2009, Golongan masyarakat yang paling

    diprioritaskan untuk menjadi kader parpol PDI Perjuangan adalah buruh tani

    serta kaum perempuan dengan persentae 38,5% dan 21%. Selain itu, PDI

    Perjuangan juga memiliki sistim dalam mendidik kader-kadernya agar

    menjadi pemimpin yang berkualitas. Langkah-langkah yang dilakukan PDI

    Perjuangan untuk mendidik kader-kader partai yang handal seperti: (1)

    memberikan persyaratan objektif kader (pemahaman bagaimana dan siapa

    kelompok sasaran serta kemampuan berkomunikasi) dan persyaratan

    subjektif kader (kepridaian moral, idealisme, komitmen, kepercayaan diri,

    kondisi emosional kader); (2) pembinaan kader dengan tujuan membentuk

    kader-kader pelopor yang siap dan sanggup menjadi top leaders dengan bekal

  • 8

    teori, mental, watak revolusioner sehingga menjadi kader profesional (Loppo,

    2014: 7).

    Namun dalam kenyataannya sistim ini sering tidak berjalan dengan

    baik. Sebagai contoh, pada pemilu 2014 terapat fenomena yang menarik,

    yakni dari daftar caleg PDI Perjuangan kabupaten Bantul di setiap dapil,

    caleg yang menempati nomor urut satu (1) sampai dengan tiga (3) memiliki

    kesamaan yakni nomor 1 adalah fungsionaris partai, nomor urut 2 adalah

    darah biru (keluarga elit partai) dan nomor 3 adalah para pemilik modal.

    Konfigurasi seperti menunjukan bahwa kompetensi dan kapasitas caleg tidak

    menjadi tolok ukur utama dalam menentukan calon anggota legislatif. Daftar

    calon legislatif tersebut bukanlah output dari proses kaderisasi yang

    kemudian menentukan kapasitas dan kompetensi caleg, tetapi merupakan cara

    pragmatis partai untuk memperoleh suara rakyat.

    Pada level eksekutif, PDI Perjuangan seringkali diperhadapkan pada

    stok kader yang terbatas sehingga harus mengusung calon kepala daaerah

    dengan sistim kekerabatan. Misalnya dalam pilkada Kabupaten Bantul tahun

    2015 PDI Perjuangan mengusung petahana Ibu Sri Suryawidati adalah istri

    dari Bapak H. Idham Samawi dimana pada periode 2000-2005 dan 2005-

    2010 menjabat sebagai bupati Kabupaten Bantul. Fakta ini sekaligus

    membuktikan bahwa kaderisasi di PDI Perjuangan Kabupaten Bantul tidak

    berjalan maksimal dalam menghasilkan kader potensial yang dapat diusung

    sebagai calon kepala daerah. Dampaknya pada pemilu 2015 PDI Perjuangan

    mengalami kekalahan pilkada untuk pertama kalinya setelah 3 periode/15

  • 9

    tahun memenangkan pilkada Kabupaten Bantul. Tokoh lama PDI Perjuangan

    Kabupaten Bantul (2018) menyatakan bahwa kekalahan tersebut dipicu oleh

    konflik internal partai di mana sebagian kader menginginkan pergantian calon

    bupati dan sebagian tetap pada putusan partai.

    Pentingnya kaderisasi di partai poliitik tidak hanya menyangkut

    regenerai kepemimpinan melainkan juga tentang pendidikan ideologi kepada

    kader agar mampu mengoperasionalisasikan ideologi partai secara nyata baik

    eksekutif, legislatif, maupun struktural partai. Sehingga dalam pemilu

    mendatang khususnya 2019 mampu menjadi partai pemenang baik tingkat

    legislatif kabupaten Bantul maupun Presiden dan Wakil Presiden .

    Beberapa tantangan tersebut di atas tentu harus dijawab oleh PDI

    Perjuangan salah satunya adalah dengan berupaya menata ulang sistim

    kaderisasi yang dapat memberi garansi akan pengetahuan ideologis dan skil

    politik para kader partai.Sistim kaderisasi yang baik memiliki peranan

    penting dalam melakukan transfer pengetahuan politik, tidak hanya berkaitan

    dengan sejarah, visi dan misi, dan strategi partai politik, tetapi juga hal – hal

    yang menyangkut permasalahan bangsa dan negara. Berdasarkan uraian di

    atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul

    “Sistim Kaderisasi Partai Politik (Studi Penelitian Deksriptif Kualitatif di

    DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Bantul).”

  • 10

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

    yakni:

    Bagaimana Sistim Kaderisasi di DPC Partai Demokrasi Indonesia

    Perjuangan Kabupaten Bantul?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Sistim Kaderisasi di DPC

    Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Bantul.

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

    bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk

    menambah pemahaman tentang partai politik, terutama dalam model

    kaderisasi parpol. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan

    bahan rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

  • 11

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Peneliti

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan

    wawasan serta pengetahuan dan sebagai latihan dalam menerapkan

    teori-teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan.

    b. Bagi DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bantul

    Hasil penelitian ini sebagai pembuktian nyata penerapan demokrasi

    sekaligus bentuk transparansi terkait proses kaderisasi Parpol PDI

    Perjuangan kepada masyarakat.

    c. Bagi Pembaca

    Hasil penelitian ini sebagai pengetahuan tambahan bagi masyarakat

    sekaligus sebagai pendidikan politik baik secara langsung maupun

    tidak langsung sehingga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi

    politik dalam kehidupan sehar-hari.

  • 12

    E. Kerangka Teori

    1. Partai Politik

    Jimly Assiddiqie mengungkapkan bahwa partai politik berasal dari

    kata part yang berarti bagian atau golongan. Kata “partai” menunjuk pada

    golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan

    tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, atau bahkan kepentingan.

    Pengelompokan itu berbentuk organisasi secara umum, yang dapat

    dibedakan menurut wilayah aktivitasnya, seperti organisasi

    kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, serta

    organisasi politik. Dalam perkembangannya, kata “partai” lebih banyak

    diasosiasikan untuk organisasi politik, yaitu organisasi masyarakat yang

    bergerak di bidang politik (Syafa’at, 2011: 30).

    Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern

    yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal

    dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili

    kepentingan tertentu, memberikan kompromi bagi pendapat yang saling

    bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara

    absah (legitimate) dan damai. Menurut Haricahyono (1991: 189), partai

    politik merupakan salah satu prasyarat bagi negara yang merdeka dan

    berdaulat. Dari pengertian tersebut, mengandung arti bahwa partai politik

    tidak saja sebagai salah satu sarana penyalur aspirasi rakyat kepada

    pemerintah negaranya, akan tetapi partai politik sekaligus terlibat dalam

    proses penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam

  • 13

    berbagai lembaga negara yang ada. Keberadaan partai politik pada

    dasarnya sebagai asosiasi yang mengaktifkan, memoblisasi rakyat dan

    mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi

    peendapat-pendapat yang bersaing dan memunculkan kepemimpinan

    politik.

    Selain pengertian tersebut, partai politik juga telah banyak

    dikemukakan oleh para ahli politik di dunia. Mengutip pendapat dari Carr

    (1965) dalam Cangara (2011: 116), partai politik adalah:

    “political party is an organization that attemps to achieve and

    maintain control of government” (Partai politik adalah suatu

    organisasi yang berusaha untuk mencapai dan memelihara

    pengawasan terhadap pemerintah)

    .

    Hal senada juga diungkapkan oleh Budiardjo (2008: 403), bahwa

    partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-

    anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.

    Tujuan yang dimaksud dalam pengertian ini adalah untuk memperoleh

    kekuasaan politik atau merebut kedudukan politik secara konstitusional

    untuk melaksanakan kebijakan umum.

    Di negara-negara yang sudah maju, terutama negara Barat,

    persaingan untuk memperoleh suara dalam pemilihan yang bebas dan

    bersifat nasional dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menentukan

    figur pemimpin politik yang mempunyai tanggungjawab terhadap

    pemilihnya sehingga partai politik tidak dapat dipisahkan dengan alternatif

    tersebut. Dengan demikian, partai politik bertindak sebagai instrumen

    perwakilan dan sarana untuk menjamin pergantian pemerintahan secara

  • 14

    teratur dan tanpa pergolakan yang dapat menghancurkan keseluruhan

    sendi-sendi masyarakat dan negara yang sudah mapan. Tetapi perlu diingat

    bahwa dalam masyarakat yang demikian ini partai politik muncul ketika

    persoalan identitas nasional telah teratasi dan legitimasi lembaga-lembaga

    pemerintahan telah mengakar kuat.

    Berbeda dengan perkembangan partai-partai di banyak negara maju,

    di negara-negara berkembang kebangkitan dan aktivitas partai politik

    seringkali berkaitan dengan proses pembentukan identitas nasional,

    pembentukan kerangka Sistim politik, pengabsahan lembaga pemerintah,

    serta usaha-usaha untuk memperkuat persatuan nasional. Dalam kaitan ini

    partai politik seringkali tidak berfungsi sebagai penyedia akses bagi

    penyaluran tuntutan yang absah kepada penguasa, tetapi semata-mata

    sebagai elemen dalam strategi persatuan nasional dan pengontrolan

    perbedaan pendapat (Rohyati, 2006: xix).

    Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta

    atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai

    politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik,

    partai bukan sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai

    sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan

    partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia,

    jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara.

    Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa partai

    politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau di bentuk

  • 15

    dengan tujuan khusus. Definisi lainya adalah kelompok yang terorganisir yang

    anggota-anggotanya mempunyai orientasi , nilai-nilai dan cita-cita yang sama.

    Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut

    kedudukan politik dengan cara kostitusionil untuk melaksanakan kebijakan-

    kebijakan kepada rakyatnya. Oleh karenanya, partai politik memiliki beberapa

    fungsi dan tipologi partai yang digunakan untuk mengembangkan program-

    program dan kebijakan pemerintah yang konsisten. Berikut ini merupakan fungsi

    dan tipologi partai politik:

    a) Fungsi Partai Politik

    Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 pasal 11 tentang Partai

    Politik, partai politik berfungsi sebagai sarana:

    1) Pendidikan politik bagi anggota masyarakat luas agar menjadi warga

    negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

    2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa

    Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.

    3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam

    merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

    4) Partisipasi politik rakyat Indonesia, dan

    5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui

    mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan

    gender.

  • 16

    Russell J. Dalton, dan Martin P. Wattenberg menggambarkan tiga

    fungsi partai politik secara lebih lengkap dari setiap bagian (Sigit

    Pamungkas, 2011: 15), yaitu:

    Gambar 1. Tipe Bagian Partai Politik

    Pertama adalah fungsi partai di elektorat (parties in the electorate).

    Pada bagian ini fungsi partai menunjuk pada penampilan partai politik

    dalam menghubungkan individu dalam proses demokrasi. Terdapat empat

    fungsi partai yang termasuk dalam fungsi elektorat, yaitu:

    1) Menyederhanakan pilihan bagi pemilih. Politik adalah fenomena yang

    komplek, pemilih rata-rata mengalami kesulitan dalam memahami

    semua persoalan dan mengkonfortasi berbagai isu-isu dalam pemilu.

    Partai politik membantu untuk membuat politik “user friendly” bagi

    warga negara. Sekali pemilih mengetahui partai mana yang biasanya

    mewakili kepentingan mereka, ini menjadi kunci informasi sebagai

    layar persepsi membantu bagaimana mereka melihat persoalan dan

    berperilaku ketika pemilihan.

  • 17

    2) Pendidikan warga negara. Partai politik adalah edukator, pada konteks

    itu partai politik adalah mendidik, menginformasikan dan membujuk

    masyarakat untuk berperilaku tertentu. Partai politik bertugas

    memberikan informasi politik yang penting bagi warga negara. Selain

    itu partai politik juga mendidik warga negara mengapa mereka harus

    mengambil posisi kebijakan tertentu. Pemilu menjadi salah satu kursus

    pendidikan warga negara yang bersifat masal.

    3) Membangkitkan simbol identifikasi dan loyalitas. Dalam sistim politik

    yang stabil, pemilih memerlukan jangkar politik, dan partai politik

    dapat memenuhi fungsi itu. Ketertarikan partisipan terhadap partai

    politik dapat melestarikan dan menstabilkan pemerintahan demokratis,

    menciptakan kesinambungan pilihan pemilih dan hasil pemilu.

    4) Mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi. Di hampir semua negara

    demokratis, partai politik memainkan peran penting dalam mendapatkan

    orang untuk memilih dan berpartisipasi dalam proses pemilihan. Partai

    politik memobilisasi warganegara untuk terlibat dalam kampanye, serta

    berpartisipasi dalam aspek-aspek lain proses demokratisasi.

    Kedua adalah fungsi partai sebagai organisasi (parties as

    organization). Pada fungsi ini menunjuk pada fungsi-fungsi yang

    melibatkan partai sebagai organisasi politik, atau proses-proses didalam

    organisasi partai itu sendiri. Pada bagian ini partai politik memiliki empat

    fungsi:

  • 18

    1) Rekruitmen kepemimpinan politik dan mencari pejabat pemerintahan.

    Fungsi ini sering disebut sebagai salah satu fungsi paling mendasar dari

    partai politik. Pada fungsi ini partai politik aktif mencari, meneliti, dan

    mendesain kandidat yang akan bersaing dalam pemilu. Desain

    rekruitmen kemudian menjadi aspek penting yang harus dipikirkan

    partai untuk menjalankan fungsi ini. Kualifikasi siapa yang akan

    diseleksi, siapa yang menyeleksi, diarena mana kandidat diseleksi, siapa

    yang menyeleksi, di arena mana kandidat diseleksi, dan siapa yang

    memutuskan nominasi, serta sejauh mana serajat demokrtisasi dan

    desentralisasi adalah pertanyaan-pertanyaan kunci dalam desain seleksi

    kandidat.

    2) Pelatihan elit politik. Dalam fungsi ini partai politik melakukan

    pelatihan dan pembekalan terhadap elit yang prospektif untuk mengisi

    jabatan-jabatan politik. Berbagai materi pelatihan dapat meliputi

    pemahaman tentang proses demokrasi, dan prinsip-prinsip partai, serta

    berbagai persoalan strategis yang dihadapi oleh bangsa dan pilihan-

    pilihan fungsi utama partai di pemerintahan :kerja dari sistim

    demokrasi.

    3) Pengartikulasian kepentingan politik. Pada fungsi ini partai politik

    menyuarakan kepentingan-kepentingan pendukungnya melalui pilihan

    posisi dalam berbagai isu politik dan dengan mengekspresikan

    pandangan pendukungnya dalam proses pemerintahan.

    4) Pengagresian kepentingan politik. Fungsi ini membedakan partai

    dengan kelompok kepentingan, yaitu partai melakukan artikulasi dan

  • 19

    agregasi kepentingan, sedangkan kelompok kepentingan terbatas pada

    artikulasi kepentingan.

    Ketiga, adalah fungsi partai dipemerintahan (parties in government).

    Pada arena ini, partai bermain dalam pengelolaan dan penstrukturan

    persoalan-persoalan pemerintahan. Partai telah identik dengan sejumlah

    aspek kunci proses demokratik. Terdapat tujuh fungsi partai di

    pemerintahan:

    1) Menciptakan mayoritas pemerintahan. Fungsi ini dilakukan setelah

    pemilihan. Partai-partai yang memperoleh kursi di parlemen dituntut

    untuk menciptakan mayoritas politik agar dalam sistim parlementer

    dapat membentuk pemerintahan, atau dalam sistim parlementer dapat

    membentuk pemerintahan, atau dalam sistim presidensil,

    mengefektifkan pemerintahan.

    2) Pengorganisasian pemerintahan. Pada fungsi ini, partai politik

    menyediakan mekanisme untuk pengorganisasian kepentingan dan

    menjamin kerjasama diantara individu-individu legislator.

    3) Implementasi tujuan kebijakan. Ketika dipemerintahan, partai politik

    adalah actor sentral yang menentukan output kebijakan peerintahan.

    Normalnya, peaksanaan fungsi ini dibentuk dari transformasi manifesto

    partai dan janji kampanye.

    4) Mengorganisasikan ketidaksepakatan dan oposisi. Fungsi ini diperankan

    oleh partai-partai yang tidak menjadi bagian dari penguasa (eksekutif).

  • 20

    Pada fungsi ini, partai oposisi mengembangkan alternative kebijakan

    yang ditempuh penguasa.

    5) Menjamin tanggung jawab tindakan pemerintah. Adanya partai oposisi

    menyiratkan kepada siapa tanggungjawab sebuah pemerintahan harus

    dibebankan, yaitu partai penguasa. Partai penguasa bertanggung jawab

    terhadap berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah.

    6) Kontrol terhadap administrasi pemerintahan. Fungsi ini terkait dengan

    peran partai dalam ikut mengontrol birokrasi pemerintahan.

    7) Memperkuat stabilitas pemerintahan. Stabilitas pemerintahan secara

    langsung terkait dengan tingkat kesatuan partai politik. Stabilitas partai

    membuat stabil pemerintahan, dan stabilitas pemerintahan berhubungan

    dengan stabilitas demokrasi.

    Dari ketiga fungsi partai politik di atas, partai politik berkaitan erat dengan

    masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun

    kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap

    partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang

    demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar

    untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai

    tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang

    untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpunan nasional.

  • 21

    2. Sistim Kepartaian

    Konsititusi kita (UUD 1945) tidak mengamanatkan secara jelas system

    kepartaian apa yang harus diimplementasikan. Meskipun demikian, konstitusi

    mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistim multi partai. Pasal

    tersebut adalah pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasangan

    Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

    politik. Dari pasal tersebut, tersirat bahwa Indonesia menganut sistim multi partai

    karena yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden

    adalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata “gabungan partai poltitik”

    artinya paling sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untuk

    mencalonkan presiden untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh

    partai politik lain. Dengan demikian, dari pasal tersebut di dalam pemilu presiden

    dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik.

    Kenyataanya, Indonesia telah menjalankan sistim multi partai sejak

    Indonesia mencapai kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No

    X/1949 merupakan tonggak dilaksanakannya sistim multi partai di Indonesia.

    Keputusan Wapres ini juga ditujukan untuk mempersiapkan penyelenggaraan

    pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai

    politik dan juga peserta independen (perseorangan). Beberapa partai politik yang

    mendapatkan suara signifikan pada pemilu pertama antara lain PNI (22,32%),

    Masyumi (20,92%), NU (18,41%), PKI (16,36%), PSII (2,89%), Parkindo

    (2,66%), PSI (1,99%), Partai Katolik (2,04%), dan IPKI (1,43%)

    (http://www.djpp.depkumham.go.id diakses pada 7 September 2018).

    http://www.djpp.depkumham.go.id/

  • 22

    Sejak Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggap

    sebagai penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 1950an –

    1960an. Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakan pemerintahan

    yang stabil adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Pada pemilu pertama

    di masa Orde Baru, tahun 1971, terdapat 10 partai politik, termasuk partai

    pemerintah (Golkar) ikut berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun

    1974 Presiden Suharto melakukan restrukturisasi partai politik, yaitu melakukan

    penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari

    restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnya tiga partai politik (Golkar,

    PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik yang

    berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). PDI merupakan hasil

    penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam (PNI, IPKI,

    Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partai politik bentukan pemerintah

    Orde Baru.

    Meskipun dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesia

    pada saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistim multi

    partai, banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistim kepartaian yang dianut

    pada era Orde Baru adalah sistim partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistim

    kepartaian era Orde Baru adalah sistim partai dominan. Hal ini dikarenakan

    kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu. Benar, jika jumlah

    partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehingga dapat dikategorikan

    sebagai sistim multi partai. Namun jika dianalisis lebih mendalam ternyata

    kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilu tidak seimbang. Golkar

  • 23

    mendapatkan “privelege” dari pemerintah untuk selalu memenangkan persaingan

    perebutan kekuasaan.

    Gerakan reformasi 1998 membuahkan hasil liberalisasi di semua sektor

    kehidupan berbangasa dan bernegara, termasuk di bidang politik. Salah satu

    reformasi dibidang politik adalah memberikan ruang bagi masyarakat untuk

    mendirikan partai politik yang dianggap mampu merepresentasikan politik

    mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Baru

    dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.

    Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat. Dari

    ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999.

    Pemilu 1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang

    signifikan dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, P.Golkar, PKB, PPP, dan

    PAN.

    Peserta pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah parpol pemilu

    1999, yaitu 24 parpol. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut serta di dalam

    pemilu 2004 karena pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambang batas

    (threshold). Ambang batas tersebut di Indonesia dikenal dengan Electoral

    Threshold. Di dalam UU No 3/1999 tentang Pemilu diatur bahwa partai politik

    yang berhak untuk mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politik yang

    mendapatkan sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak

    mencapai ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnya harus

    bergabung dengan partai lain atau membentuk partai politik baru.

  • 24

    Pada pemilu 1999 hanya menghasilkan lima parpol yang mendapatkan

    suara signifikan dan mencapai Electoral Threshold (ET). Meskipun persentasi ET

    dinaikan dari 2% menjadi 3% jumlah kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkan lebih

    banyak partai politik yang mendapatkan suara signifikan dan lolos ET untuk

    pemilu 2009. Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang mencapai ambang

    batas tersebut. Ketujuh partai tersebut adalah P.Golkar, PDI. Perjuangan, PKB,

    PPP, P.Demokrat, PKS, dan PAN (Hartono. 2010: 48).

    3. Kaderisasi Partai Politik

    Istilah kader atau kaderisasi (proses pengkaderan) bukan sekedar predikat

    formal yang dimiliki oleh seseorang karena mengikuti pendidikan dan latihan

    tertentu, dan karena berbagai serifikat formal yang dimiliki. Istilah kader lebih

    mengacu pada dimensi substansial berupa kualitas perjuangan yang dimiliki

    seseorang. Kaderisasi dipandang sebagai upaya yang sistimatik, terus menerus

    dan berkelanjutan secara konsisten untuk menumbuhkan, mengembangkan dan

    membentuk insan-insan pejuang bangsa dengan kualitas dan karakteristik tertentu.

    Kaderisasi haruslah merupakan proses yang terus menerus, yang dirancang dan

    diarahkan secara tertib, teratur dan berjenjang.

    a. Kaderisasi Partai Politik Ideal

    Pengelolaan keanggotaan partai politik merupakan bagian yang sangat

    mempengaruhi kualitas anggota partai politik. Jika pengelolaan keanggotaan

    partai berjalan dengan baik dan mampu memaksimalkan berjalannya fungsi

    partai politik, tentu persoalan representasi yang terjadi di Indonesia dapat diatasi

    dan berkontribusi bagi perbaikan kualitas demokrasi. Selain itu, pengelolaan

  • 25

    keanggotaan partai politik dapat juga menghindari munculnya jebakan loyalitas

    personal yang bersifat semu, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

    partai politik. Untuk menghindari jebakan loyalitas personal maka partai perlu

    menyusun sistim pengelolaan sumber daya manusia dalam partai politik. sistim

    pengelolaan keanggotaan partai politik tersebut salah satunya mengatur tentang

    kaderisasi.

    Kaderisasi lebih bersifat sebagai proses internalisasi dari partai politik

    untuk meningkatkan kapasitas individual para anggotanya agar mampu menjadi

    fungsionaris partai baik dan siap menjalankan mandat yang diberikan partai

    unuk menduduki jabatan publik di pusat dan daerah. Kaderisasi partai politik

    juga berguna bagi sarana regenerasi atau reproduksi kepemimpinan nasional.

    Oleh karena kaderisasi harus dilakukan secara profesional. Kaderisasi sekaligus

    juga berguna untuk memastikan bahwa orang-orang yang terseleksi dalam

    proses rekrutmen adalah orang yang kompeten atau memiliki layolitas terhadap

    partai. Karakteristik kaderisasi yang ingin dihasilkan ini akan juga ditentukan

    oleh kecenderungan tipe dari partai yang bersangkutan (Haris dkk, 2016: 50).

    Agar proses kaderisasi ini dapat terjaga kesinambungannya, maka

    dibutuhkan pelembagaan sistim kaderisasi yang baku, berjenjang, dan menganut

    prinsip meritokrasi. Ada dua dimensi utama yang penting dicermati dalam

    rangka melakukan pelembagaan sistim kaderisasi, yang sebenarnya menjadi ciri

    khas pelembagaan demokrasi dalam internal partai, yakni dimensi formal dan

    dimensi politis. Dimensi formal berkenaan dengan soal bahwa internalisasi nilai-

    nilai demokrasi, ideologi dan perjuangan partai butuh dicangkokkan melalui

  • 26

    instrumen program pendidikan dan pembentukan lembaga yang khusus

    mengelola kaderisasi.

    Untuk memudahkan mengetahui adanya kaderisasi atau tidak dalam

    sebuah partai, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator.

    Pertama, adanya kurikulum atau silabus kaderisasi. Kedua, adanya divisi yang

    menjadi penanggung jawab atau penyelenggara kaderisasi. Ketiga, ada rentang

    waktu yang jelas untuk masing-masing level penjenjangan kaderisasi. Keempat,

    output dari rentang. Pengelolaan keanggotaan partai politik dapat juga

    menghindari munculnya jebakan loyalitas personal yang bersifat semu, yang

    pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas partai politik.

    Kaderisasi lebih bersifat sebagai proses internalisasi dari partai politik

    untuk meningkatkan kapasitas individual para anggotanya agar mampu menjadi

    fungsionaris partai baik dan siap menjalankan mandat yang diberikan partai

    untuk menduduki jabatan publik di pusat dan daerah. kaderisasi berupa capaian

    kapasitas yang disasar dari masing-masing level kaderisasi. Ideologi partai

    politik akan turut mempengaruhi proses kaderisasi karena membangun

    kesadaran anggota partai dengan visi misi perjuangan partai ditentukan dengan

    menentukan capaian dari proses kaderisasi tersebut. Desain kaderisasi berupa

    kurikulum atau silabus kaderisasi perlu memberikan porsi yang cukup

    proporsional antara peningkatan kapasitas personal anggota partai yang bersifat

    teknis dan non-teknis, atau yang terkait dengan teknis keorganisasian dan

    kapasitas politik individual kader.

  • 27

    b. Pentingnya Kaderisasi

    Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah partai politik, karena ini

    merupakan inti dari kelanjutan perjuangan partai ke depan dan juga inti dari

    keberadaan partai politik. Tanpa kaderisasi kepemimpinan, rasanya sangat sulit

    dibayangkan sebuah partai politik dapat bergerak dan melakukan tugas-tugasnya

    dengan baik dan dinamis. Kaderisasi kepemimpinan adalah sebuah syarat mutlak

    dalam membangun struktur kerja yang mandiri dan berkelanjutan.

    Kaderisasi sangat penting mengingat perlu ada transfer pengetahuan,

    keterampilan dan keahlian dalam suatu kajian tertentu. Fungsi kaderisasi dalam

    partai politik adalah mempersiapkan calon-calon untuk siap menerima

    mengelola partainya ke depan. Kaderisasi juga merupakan proses untuk melatih

    dan mempersiapkan anggota partai dengan berbagai keterampilan, disiplin ilmu

    dan pengalaman untuk mencapai tujuan partai.

    Partai harus menciptakan pola pembinaan kader yang terprogram, terukur,

    sistimatis, dan komprehensif serta berlaku di semua lini kader dan wilayah kader

    yang mencakup (Haris dkk, 2016: 51):

    1) Adanya tata norma, aturan dan tata institusi dalam membentuk sistim

    pengkaderan, baik pengkaderan umum dan pengkaderan khusus;

    2) Adanya model rekrutmen yang terbuka dan demokratis;

    3) Terdapatnya sistim evaluasi pembinaan kader yang berkesinambungan;

    4) Membentuk jaringan kerja kader melalui interaksi antar kader demi

    meningkatkan kualitas kader agar lahir kader-kader yang loyal dan

    berdedikasi tinggi;

  • 28

    5) Perlu dilakukan affirmative action dalam merekrut dan melakukan pola

    pembinaan perempuan kader partai guna mencapai meningkatkan jumlah

    perempuan dalam partai politik, parlemen, maupun jabatan-jabatan publik.

    Selain itu kaderisasi pada kelompok perempuan juga berarti meningkatkan

    kemampuan dan ketrampilan perempuan terkait dengan peran yang

    dimainkan dalam partapo politik, parlemen dan jabatan publik lainnya; dan

    6) Model pembinaan perempuan kader partai, baik dari segi strategi pembinaan,

    materi pembinaan maupun metode pembinaan hendaknya dikembangkan dan

    sesuai dengan kebutuhan.

    Cara mengetahui sebuah parpol melakukan kaderisasi atau tidak, ialah:

    1) Adanya kurikulum atau silabus kaderisasi.

    2) Adanya divisi yang menjadi penanggung jawab atau penyelenggara

    kaderisasi.

    3) Ada rentang waktu yang jelas untuk masing-masing level penjenjangan

    kaderisasi.

    4) Output dari rentang kaderisasi berupa capaian kapasitas yang disasar dari

    masing-masing level kaderisasi.

  • 29

    c. Prinsip Kaderisasi

    Kaderisasi partai politik dapat dilakukan dengan baik hanya jika dalam proses

    tersebut berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut (Haris dkk, 2016: 53):

    1) Terbuka

    Prinsip terbuka ini mengandung arti bahwa proses kaderisasi harus dapat

    diikuti oleh semua anggota partai politik, artinya anggota partai politik

    memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelatihan (training) dan

    kegiatan-kegiatan yang lainnya dalam proses kaderisasi. Kaderisasi perlu

    disertai jaminan bahwa semua kader yang telah menjadi anggota partai politik

    maupun anggota sayap partai yang memiliki potensi dan/ atau dengan

    penilaian lain yang telah ditentukan oleh partai politik yang sifatnya

    demokratis dapat mengikuti seluruh jenjang kegiatan kaderisasi. Dalam

    kaitan ini, perlu juga dimunculkan sistim persaingan yang sehat dan

    transparan dalam tubuh organisasi partai politik. Kader harus dibiasakan

    dengan sistim persaingan yang sehat dan transparan. Dengan sistim

    persaingan yang terbebas dari kolusi dan nepotisme inilah kaderisasi

    kepemimpinan akan dapat melahirkan calon-calon pemimpin yang

    berkualitas.

    2) Non-Diskriminatif

    Pemberian akses yang sama dalam proses kaderisasi juga sekaligus berarti

    bahwa mekanisme kaderisasi juga membuka ruang yang sama untuk seluruh

    anggota untuk mengikuti dan/atau mendapatkan promosi dan karier politik

    melalui proses kaderisasi tanpa membedakan warna kulit, golongan, agama,

  • 30

    gender, serta suku. Prinsip non-diskriminatif dalam kaderisasi sekaligus dapat

    mengurangi oligarkhi parpol terkait dengan kandidasi dalam kontestasi

    pemilu legislatif, kepala daerah dan presiden/wakil presiden serta pemilihan

    kader-kader partai di jabatan publik lainnya.

    3) Berjenjang

    Penjenjangan kaderisasi parpol didasarkan pelapisan yang bertahap,

    bertingkat atau piramidal. Ini misalnya bisa disusun dengan melakukan

    penjenjangan kaderisasi tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat lanjut atau

    penyebutan lainnya. Rasionalisasi penjenjangan model hirarkhi ini bisa

    dilakukan karena alasan penjenjangan sebagai akibat pentahapan materi

    kaderisasi (materi bersifat piramidal) dan penjenjangan sebagai akibat

    pentahapan karir dalam organisasi (karir bersifat piramidal).

    Penggunaan model penjenjangan seperti ini menciptakan beberapa

    implikasi dalam kaitannya dengan kehidupan internal partai. Pertama,

    dilakukan karena ada kebutuhan untuk menyelesaikan pada pembekalan

    kapasitas lainnya. Intinya, materi pengkaderan diandaikan dalam skema

    piramidal. Pentahapan materi dalam skema piramidal akan berguna untuk

    dapat memastikan bahwa setiap kader partai akan memiliki tingkat kapasitas

    yang sama karena melalui proses kaderisasi yang sama (standarisasi). Kedua,

    penjenjangan kaderisasi sebagai akibat dari kebutuhan persyaratan meniti

    karir organisasi pada posisi-posisi yang ada di tingkat lokal dengan regional

    atau pusat. Ini misalnya tampak dari persyaratan tingkat kaderisasi tertentu

  • 31

    yang harus diikuti oleh calon ketua partai, sekretaris jenderal dan sebagainya

    di setiap tingkatan.

    Namun demikian penjenjangan yang didasarkan pada materi kaderisasi

    secara otomatis akan berpengaruh pada penjenjangan karir politik yang akan

    dicapai oleh politisi. Sebagai contoh, seorang yang telah mendapatkan

    training kaderisasi tingkat pertama , karier politiknya akan berhenti sebagai

    pengurus parpol ataupun anggota legislatif atau kepala daerah di tingkat

    kabupaten/kota.

    d. Tujuan Kaderisasi

    Pada dasarnya kaderisasi ditujukan untuk empat hal (Haris dkk, 2016: 54):

    1) Pertama, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai dan

    ideologi yang diperjuangkan partai serta visi, misi dan haluan perjuangan

    (platform politik) partai. Pemahaman ideologi partai menjadi penting

    karena ideologi partai menjadi dasar bagi perjuangan partai politik dan

    juga mendasari visi misi organisasi. Ideologi adalah susunan gagasan yang

    terorganisasi yang mempengaruhi satu sama lain dan menjadi pedoman

    bagi kelompok masyarakat atau negara untuk mencapai cita-citanya.

    Contohnya liberalisme, sosialisme, Konservatisme, Pancasila,

    Marhaenisme, Islamisme dsb.;

    2) Kedua, menumbuhkan militansi, salah satu caranya yaitu dengan

    penanaman ideologi atau yang biasa disebut visioning. Pemahaman

    ideologi partai menjadi penting karena ideologi partai menjadi dasar bagi

    perjuangan partai politik dan juga mendasari visi misi organisasi. ideologi

  • 32

    adalah faktor kunci pengkaderan yang dalam institusi merupakan bagian

    dari format pengkaderan formal dengan tahapan-tahapan yang

    dimatangkan oleh institusi yang bersangkutan. Selain terkait dengan upaya

    membangun militansi anggota, kaderisasi juga dapat digunakan oleh partai

    politik sebagai upaya peningkatan kapasitas kader partai dalam kaitan tata

    kelola partai politik, peningkatan kapasitas kader partai yang akan

    menduduki jabatan-jabatan publik seperti DPR/DPRD dan birokrasi

    pemerintahan. Dalam kaitan ini kaderisasi dilakukan untuk memberikan

    pengehuan tentang berbagai ketrampilan yang harus dimiliki oleh anggota

    partai politik yang akan menduduki posisi strategis pada institusi-institusi

    publik di atas.

    e. Model Kaderisasi

    1) Kaderisasi untuk Anggota Partai Politik

    Pada umumnya partai politik melakukan proses kaderisasi untuk internal

    kadernya. Pada partai-partai moderen, anggota partai yang telah terdaftar

    yang membayar iuran keanggotaan secara tetap dalam jangka waktu tertentu

    secara otomatis akan mendapatkan trainning tertentu oleh partai politik

    dengan tujuan tertentu pula. Kaderisasi anggota parpol di partai yang

    pelembagaan politiknya bagus dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan

    keluaran kader sesuai dengan visi dan misi parpol yang bersangkutan.

    Proses kaderisasi anggota parpol dilakukan secara sistimatis, berjenjang

    dan dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus. Sayangnya di

    Indonesia, banyak partai politik yang melakukan proses kaderisasi secara

  • 33

    insidental dan biasanya hanya diadakan pada waktu menjelang pemilu atau

    pilkada untuk pemenangan partai atau dalam kaitannya pembekalan calon

    anggota legislatif. Padahal proses kaderisasi yang bersifat ajeg dan terstruktur

    selain dapat membantu partai politik dalam meningkatkan kapasitas

    anggotanya juga menjadi alat untuk menilai potensi anggota-anggota

    partainya sekaligus parameter bagi parpol untuk melihat sejauh mana

    pelembagaan partai telah mengakar pada anggota-anggotanya (Haris dkk,

    2016: 54).

    2) Kaderisasi untuk Non Anggota Partai Politik

    Organisasi sayap partai menjadi sumber penting lainnya dalam kaderisasi

    partai politik. Melalui sayap partai internasilasi ideologi partai politik dan

    pembanguan karakter militansi dapat lebih mudah dilakukan dibandingkan

    sumber kaderisasi yang berasal dari organisasi masyarakat lainnya. Sebab,

    organisasi sayap merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah

    partai politik. Organisasi sayap partai memberikan andil besar bagi partai

    politik baik dalam upaya implementasi, sosialisasi maupun diseminasi

    program dan kebijakan partai. Organisasi sayap partai dapat berbentuk

    organisasi pemuda, organisasi mahasiswa, organisasi perempuan, organisasi

    profesi, serta organisasi keagamaan.

    Kaderisasi pada organisasi sayap partai biasa sekaligus menjadi perluasan

    basis dari parpol yang persangkutan. Sebuah organisasi sayap atau underbow

    partai, dikembangkan dan diberdayakan oleh partai politik sebagai instrumen

    penting untuk menarik simpati dan dukungan massa baik untuk

  • 34

    memenangkan pemilihan umum maupun untuk mensosialisasikan kebijakan-

    kebijakan partai.

    Proses kaderisasi yang bersifat ajeg dan terstruktur selain dapat membantu

    partai politik dalam meningkatkan kapasitas anggotanya juga menjadi alat

    untuk menilai potensi anggota-anggota partainya sekaligus parameter bagi

    parpol untuk melihat sejauh mana pelembagaan partai telah mengakar.

    Kaderisasi pada organisasi sayap partai biasa sekaligus menjadi perluasan

    basis dari parpol. Selain itu, dalam proses pelembagaan partai, relasi parpol

    dengan organisasi massa merupakan salah satu cara untuk memperluas

    jumlah basis massa dari segi sumber daya manusia dalam proses pengkaderan

    (Haris dkk, 2016: 55).

    f. Jenjang Pengkaderan

    Sebagaimana telah diuraikan di atas jenjang kaderisasi pada umumnya dibagi

    dalam tiga, yakni tingkat pertama dan/atau dengan nama lainnya, tingkat

    menengah/madya dan/ atau dengan nama lainnya, serta tingkat utama dan/atau

    dengan nama lainnya. Jenjang pengkaderan ini digunakan untuk membagi materi

    dan ketrampilan apa saja yang akan dimiliki oleh peserta kaderisasi sekaligus juga

    luaran (outcomes) apa yang akan dihasilkan pada masing-masing jenjang, baik

    yang terkait dengan peran yang akan diambil oleh para peserta kader dalam

    internal partai maupun eksternal partai maupun mandat-mandat yang akan

    diberikan parpol pada peserta kaderisasi yang didasarkan visi, misi serta

    kebutuhan parpol dalam menjalankan fungsinya.

  • 35

    1) Kaderisasi Tingkat Pertama

    Kaderisasi tingkat pertama biasanya lebih menekankan pada aspek

    internalisasi ideologi, visi dan misi parpol. Kaderisasi pada tingkat pertama biasa

    bertujuan untuk membangun budaya dan konsolidasi partai politik pada peserta

    kaderisasi. Selain internalisasi nilai-nilai partai politik, pada tingkat ini proses

    kaderisasi juga dipergunakan untuk membekali anggota partai mengenai

    ketrampilan manajerial dan tata kelola partai yang bersifat sederhana. Manajerial

    partai bersifat teknis seperti menyelenggarakan rapat, perencanaan program,

    pelaksanaan program, kampanye, penggalangan dan hal-hal lainnya terkait dengan

    tata kelola partai.

    Kaderisasi pada tingkat pertama ini biasanya dilakukan juga pelatihan tentang

    masalah kepemimpinan, strategi pemenangan pemilu, komunikasi dengan media

    dan juga public speaking yang bersifat sederhana. Kaderisasi untuk tingkat

    pertama ini ditujukan untuk anggota parpol atau sayap partai yang akan

    diproyeksikan menjadi pengurus partai di tingkat kabupaten/kota dan/atau anggota

    DPRD di tingkat kabupaten/kota, serta kepala daerah tingkat kabupaten/kota.

    Bagi kader yang diproyeksikan menjadi pengurus partai atau anggota badan-

    badan perwakilan ada tingkat kabupaten/kota maka perlu diberikan tambahan

    pembekalan mengenai menerapkan fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi,

    melakukan lobi, komunikasi politik, serta pembuatan kebijakan dan evaluasi

    kebijakan sesuai prinsip-prinsip akuntabilitas di tingkat kabupaten/kota. (Haris

    dkk, 2016: 56-57):

  • 36

    (a) Dengan demikian peserta kaderisasi tingkat pertama ini diharapkan

    memahami dan menguasai materi-materi, antara lain sebagai berikut:

    (b) Dasar-dasar ideologi partai politik;

    (c) Sejarah partai politik;

    (d) Aturan-aturan internal (AD/ART) partai politik;

    (e) Tata kelola partai politik di tingkat kabupaten/kota;

    (f) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat

    kabupaten/kota;

    (g) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat kabupaten/kota;

    (h) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di tingkat

    kabupaten/kota;

    (i) Masalah kepemimpinan dan tingkat lokal;

    (j) Masalah kepemiluan di tingkat lokal (kabupaten/kota) beserta strategi

    pemenangannya;

    (k) Hubungan dengan media massa;

    2) Kaderisasi Tingkat Madya

    Kaderisasi tingkat madya ini bisa dirancang untuk menghasilkan pengurus

    partai tingkat propinsi dan/atau anggota DPRD tingkat propinsi serta Kepala

    Daerah tingkat propinsi outcome-nya pengurus tingkat provinsi, anggota

    DPRD dan kepala daerah tingkat propinsi.

    Pada kaderisasi jenjang ini biasanya para kader lebih banyak dibekali

    ketrampilan terkait dengan pemenangan pemilu seperti ketrampilan

    komunikasi politik, kepemimpinan, komunikasi interpersonal terkait

  • 37

    mobilisasi massa, keterwakilan politik dan problem solving skill, pembuatan

    kebijakan, termasuk strategi-strategi kampanye. Pada kaderisasi jenjang

    madya, durasi dan kurikulum modul biasanya lebih detail dengan prosentasi

    peningkatan kapasitas dan ketrampilan manajerial terkait pemenangan pemilu,

    baik di lembaga perawakilan rakyat maupun pemerintahan daerah jauh lebih

    banyak ketimbang internalisasi.

    Kaderisasi tingkat madya ini bisa dirancang untuk menghasilkan pengurus

    partai tingkat propinsi dan/atau anggota DPRD tingkat propinsi serta Kepala

    Daerah tingkat propinsi outcome-nya pengurus tingkat provinsi, anggota

    DPRD dan kepala daerah tingkat propinsi.

    Dalam kaitan peningkatan ketrampilan manajerial, kaderisasi tingkat

    madya biasanya diperuntukkan untuk meningkatkan ketrampilan tentang

    kontribusi parpol dalam pemenangan pemilu, selain urusan tata kelola parpol

    untuk tingkat propinsi.

    Setelah dilakukan kaderisasi tingkat madya ini para peserta diharapkan

    mampu menguasai:

    (a) Tata kelola partai politik di tingkat propinsi;

    (b) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat propinsi;

    (c) Problem solving skill terkait dengan kebijakan di tingkat propinsi;

    (d) Proses pembuatan kebijakan di tingkat propinsi;

    (e) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat propinsi;

    (f) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di tingkat

    propisi;

  • 38

    (g) Masalah kepemimpinan;

    (h) Masalah kepemiluan di tingkat propinsi beserta strategi pemenangannya;

    (i) Hubungan dengan media massa; dan

    3) Kaderisasi Tingkat Utama

    Kaderisasi tingkat utama diperuntukan bagi calon pengurus parpol,

    anggota legislatif tingkat pusat, serta calon presiden dan wakil presiden. Pada

    kaderisasi tingkat utama ini selain masalah internalisasi nilai-nilai partai,

    pengetahuan tentang masalah kepemiluan baik yang menyangkut masalah

    regulasi maupun strategi pemenangan pemilu, juga diberikan pengetahuan

    manajerial yang menyangkut pemahaman tentang masalah-masalah dan isu-

    isu pada skala nasional dan global, pemahanan tentang kebijakan partai di

    tingkat nasional, lingkungan strategis internasional serta pemahaman

    mengenai sistim ekonomi, hukum, pemerintahan, hubungan internasional dsb.

    Pemahaman hal-hal tersebut juga dibarengi dengan peningkatan

    ketrampilan kader dalam hal komunikasi politik, lobbying, kepemimpinan.

    Ketrampilan kepemimpinan dan komunikasi politik khususnya terkait dengan

    jenjang kaderisasi tingkat utama ini meliputi: keterampilan interpersonal yang

    terkait dengan komunikasi publik, persoalan-persoalan representasi dan

    problem-solving-skill untuk persoalan-persoalan di tingkat nasional,

    kemampuan untuk membuat kebijakan di DPR dan pemerintahan, kemampuan

    manajemen waktu, serta peningkatan pengetahuan tentang teknologi informasi

    khususnya berhubungan dengan masalah-masalah kepemiluan dan pembuatan

    kebijakan yang di dalamnya juga menyakut persoalan relasi media.

  • 39

    Melalui kaderisasi tingkat utama ini diharapkan peserta kader memiliki

    kemahaman dan ketrampilan tentang.

    (a) Tata kelola partai politik di tingkat nasional;

    (b) Dinamika dan issu-issu kontemporer yang berkembang di tingkat nasional;

    (c) Problem solving skill terkait dengan kebijakan di nasional;

    (d) Proses pembuatan kebijakan di nasional;

    (e) Hubungan antara partai politik dan pemerintah di tingkat nasional dan

    (f) Keuangan partai politik dan keuangan pemerintah daerah di nasional dan

    global;

    (g) Masalah kepemimpinan dan kemampuan komunikasi interpersonal;

    (h) Masalah kepemiluan di tingkat nasional beserta strategi pemenangannya;

    (i) Hubungan dengan media massa;

    (j) Ketrampilan negosisai dan lobbying;

    (k) Pemahaman lingkungan strategis internasional;

    (l) Pemahaman mengenai sistim ekonomi, hukum, pemerintahan, serta

    hubungan internasional.

    g. Metode dan materi kaderisasi

    Kegiatan kaderisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara di ataranya

    adalah: (1) ceramah dan diskusi; (2) seminar; (3) analisis kasus; (4) simulasi; (5)

    penelitian; dan (6) pengalaman langsung. Metode ceramah dan diskusi biasanya

    dilakukan untuk seluruh jenjang (muda, madya, dan utama). Metode ceramah dan

    seminar biasanya ditujukan untuk memperkuat ideologi dan meningkatkan

  • 40

    kualitas administrasi kepartaian, serta peningkatan pengetahuan yang bersifat

    teoretik tentang isu-isu yang terkait dengan masalah kepartaian, pemilu, dan isu-

    isu strategis yang muncul di masyarakat baik dalam konteks lokal, nasional, dan

    konteks internasional. Metode ceramah dan seminar dapat dilakukan oleh anggota

    partai yang telah ditunjuk atau penceramah dari ekternal partai atas dasar

    pertimbangan keahlian dan pengalaman yang dimiliki.

    Metode analisis kasus dan simulasi biasanya digunakan untuk kaderisasi

    tingkat madya dan utama atau kaderisasi yang dilakukan untuk mempersiapkan

    calon anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat publik baik di tingkat

    kabupaten/kota, propinsi maupun tingkat nasional. Metode analisis kasus dan

    simulasi ini ditujukan selain untuk meningkatkan kemampuan manajerial yang

    terkait kerja-kerja di partai politik. Metode ini dipergunakan untuk menguji sejauh

    mana pengetahuan yang dimiliki melalui metode seminar dan ceramah dapat

    diterapkan untuk memecahkan persoalan-persoalan riil serta mengaitkan dan

    memastikan apakah pilihan tindakan yang diberikan telah sesuai dengan garis

    ideologi, visi dan misi partai politik.

    Adapun metode penelitian dan pengalaman langsung dalam kaderisasi

    seringkali digunakan untuk membangun kapasitas kader dalam proses pembuatan

    kebijakan publik baik yang terkait dengan penyusunan agenda/program,

    pengambilan keputusan maupun proses implementasi kebijakan yang harus

    dikuasi terkait dengan posisi-posisi kader dalam promosi yang dilakukan oleh

    partai politik. Metode penelitian dan pengalaman langsung ini biasanya ditujukan

    untuk kader-kader utama.

  • 41

    Rancang bangun metode dan materi kaderisasi biasanya dibuat oleh

    anggota partai yang ditunjuk untuk mengelola kegiatan kaderisasi. Kegiatan

    kaderisasi yang baik akan terjadi jika kegiatan tersebut dilembagakan secara

    permanen, dilakukan secara berkesinambungan dan dilengkapi dengan kurikulum

    yang memadai. Kaderisasi yang permanen tersebut dalam partai politik dapat

    diadopsi dalam struktur partai secara resmi baik yang berbentuk divisi kaderisasi

    Kegiatan kaderisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah: (1)

    ceramah dan diskusi; (2) seminar; (3) analisis kasus; (4) simulasi; (5) penelitian;

    dan (6) pengalaman langsung.

    Kegiatan kaderisasi yang baik akan terjadi jika kegiatan tersebut

    dilembagakan secara permanen, dilakukan secara berkesinambungan dan

    dilengkapi dengan kurikulum yang memadai dan pelatihan maupun dalam bentuk

    komisi khusus. Komisi/divisi kaderisasi dan pelatihan juga bertanggungjawab atas

    penyusunan kurikulum. Kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh komisi/divisi

    kaderisasi dan pelatihan tersebut di bawah tanggungjawab sekretaris partai pada

    masing-masing tingkatan. Dengan demikian, kegiatan kaderisasi pada tingkat

    muda pelaksanaannya dilakukan oleh divisi kaderisasi dan pelatihan yang

    bertanggungjawab pada sekretaris partai di tingkat kabupaten/kota. Hal yang sama

    juga berlaku pada kegiatan kaderisasi dan pelatihan yang dilakukan di tingkat

    propinsi maupun nasional.

    Namun demikian, agar hasil kegiatan kaderisasi dan pelatihan tersebut

    sama/seragam antara satu wilayah dengan wilayah lainnya maka kurikulum

    kaderisasi didisain oleh divisi/komite yang ditunjuk di tingkat nasional.

  • 42

    Penyusunan kurikulum kaderisasi dapat dilakukan dengan melibatkan para

    akademisi dan praktisi sesuai dengan kebutuhan partai politik dan tujuan serta

    outcome yang ingin dihasilkan dalam setiap jenjang kaderisasi. Kegiatan

    kaderisasi dan pelatihan yang dilakukan untuk kader politik selain dapat dilakukan

    secara berjenjang juga dapat dilakukan berdasarkan kategori-katagori khusus

    seperti kaderisasi untuk kelompok perempuan, pemuda, minoritas, serta kader non

    partai yang akan maju di dalam pilkada.

    Adapun materi kaderisasi biasanya meliputi:

    (1) Materi-materi yang berhubungan dan bertujuan menanamkan pemahaman dan

    militansi sebagai anggota partai politik;

    (2) Materi-materi yang berhubungan dengan penciptaan kader militansi partai;

    (3) Materi-materi yang berhubungan dengan masalah kebangsaan dan

    nasionalisme;

    (4) Materi yang berhubungan ideologi dan demokrasi internal partai;

    (5) Materi-materi yang berhubungan dengan komunikasi politik dan komunikasi

    publik;

    (6) Materi-materi yang berhubungan dengan pemenangan pemilu;

    (7) Materi-materi seputar teknis penyelenggaraan pemilu.

    (8) Materi-materi yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan pengelolaan

    keuangan daerah dan anggaran;

    (9) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi legislasi

    seperti teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (legal drafting),

    dan sebagainya;

  • 43

    (10) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.

    (11) Materi-materi yang berhubungan dengan fungsi perwakilan;

    (12) Materi-materi yang berhubungan dengan etika politik

    (13) Materi Lobbying; dan

    (14) Materi-materi yang terkait dengan mekanisme konflik baik yang bersifat

    internal parpol maupun inter parpol (Haris dkk, 2016: 58).

    4. Kaderisasi PDI Perjuangan

    Di Kabupaten Bantul, DPC PDI-Perjuangan melakukan rekrutmen politik

    dengan metode stelsel aktif, yaitu sistim yang mengharuskan setiap orang yang

    ingin menjadi kader partai harus aktif. Implementasi sistim ini dilakukan melalui

    empat proses yakni penarikan (rekrutmen), proses seleksi, pendidikan politik, dan

    pengembangan. Sistim rekrutmen di PDI-Perjuangan dilakukan melalui dua cara

    yakni usulan dari struktur partai mulai dari yang paling bawah, dan rekrutmen

    melalui merit sistim dengan melalui sistim penentuan skor. Kedua pendekatan ini

    digunakan secara bersamaan untuk