sistem penyaliran tambang

74
DASAR TEORI SISTEM PENYALIRAN Air merupakan permasalahan besar dalam pekerjaan penambangan, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas. Secara langsung air dapat menghentikan seluruh aktivitas tambang terbuka, seperti pada saat terjadi hujan, berpengaruh terhadap kondisi tempat kerja, material/bahan galian dan juga terhadap kemantapan lereng tambang. Untuk itu diperlukan suatu sistem penanganan air. 1. Siklus Hidrologi (Hydrologic System) Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan maupun dihilangkan/dimusnahkan, tapi dapat berubah wujud. Hal demikian juga berlaku pada air. Air di bumi ini secara umum volumenya tetap dari masa ke masa, namun dapat berubah wujud sesuai dengan kondisi lingkungan keberadaannya. Air di bumi mengalami suatu perputaran melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung secara terus- menerus dan membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi (Hidrologic cycle). Tahapan daur hidrologi dimulai dari penguapan air dari samudera. Perubahan bentuk air menjadi uap ini 1

Upload: kendalkendul

Post on 24-Nov-2015

204 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

mine dewatering

TRANSCRIPT

BAB III

PAGE 51

DASAR TEORI

SISTEM PENYALIRAN

Air merupakan permasalahan besar dalam pekerjaan penambangan, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas. Secara langsung air dapat menghentikan seluruh aktivitas tambang terbuka, seperti pada saat terjadi hujan, berpengaruh terhadap kondisi tempat kerja, material/bahan galian dan juga terhadap kemantapan lereng tambang. Untuk itu diperlukan suatu sistem penanganan air.

1.Siklus Hidrologi (Hydrologic System)Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan maupun dihilangkan/dimusnahkan, tapi dapat berubah wujud. Hal demikian juga berlaku pada air. Air di bumi ini secara umum volumenya tetap dari masa ke masa, namun dapat berubah wujud sesuai dengan kondisi lingkungan keberadaannya.

Air di bumi mengalami suatu perputaran melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung secara terus-menerus dan membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi (Hidrologic cycle).

Tahapan daur hidrologi dimulai dari penguapan air dari samudera. Perubahan bentuk air menjadi uap ini disebabkan oleh energi panas dari matahari. Uap air ini dibawa ke daratan oleh massa udara yang bergerak. Uap air ini akan terkondensasi pada lapisan atmosfer bumi dan akan terjadi presipitasi. Presipitasi ini dapat berbentuk hujan jika suhu kondensasi uap hanya mencapai wujud cair maupun salju jika perubahan suhu mencapai di bawah titik beku (freezing point), lihat Gambar 3.1.

Air hujan akan memulai siklus baru dalam bentuk aliran di permukaan bumi (run-off) maupun melalui media seperti vegetasi yang menahan butiran air (intersepsi). Beberapa bagian air akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan akhirnya menuju ke laut, sebagian lagi akan mengalami penguapan baik langsung (evaporasi) dan melalui tumbuhan (transpirasi) serta masuk ke dalam tanah melalui rongga antar butiran tanah (infiltrasi). Adanya pengaruh gaya gravitasi akan menarik air akibat kelebihan kelengasan tanah. Pada kedalaman dan zona tertentu, pori-pori tanah dan batuan akan mengalami kejenuhan. Batas atas zona jenuh air ini disebut muka air tanah. Air tanah ini akan mengalir sebagai aliran air tanah, dan akhirnya sampai ke permukaan sebagai mata air (spring) atau sebagai rembesan ke danau, waduk atau ke laut.

Siklus hidrologi seperti ini akan terjadi sepanjang masa dan menyebabkan volume air di bumi relatif tetap. Siklus ini merupakan konsep dasar tentang keseimbangan air secara global di bumi (lihat Gambar 3.1).

Sumber : Dasar-dasar Hidrologi, Ersin Seyhan .(1977)

Gambar 3.1

Skema siklus Hidrologi

2.Air Tanah

Berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Dimana sumber air mengandung pengertian air, sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya.

Dalam UU tersebut di atas dijelaskan juga bahwa air tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah terdapat pada cekungan-cekungan yang dibatasi oleh lapisan tidak lulus air, yang disebut cekungan air tanah. Cekungan air tanah merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Dari pengertian di atas, keberadaan air di dalam tanah ditentukan oleh jenis lapisan tanah atau batuan yang ada. Jenis tanah atau batuan yang bersifat permeabel sehingga mampu menyimpan dan meluluskan air disebut akuifer. Kemampuan akuifer sebagai tempat berlangsungnya proses-proses hidrogeologis ditentukan oleh aspek parameter akuifer, yaitu:

1.Permeabilitas/kelulusan

Permeabilitas adalah sifat spesifik dari suatu medium padat, dalam hal ini lapisan batuan, untuk meluluskan fluida (cairan atau gas).

Percobaan yang dilakukan aleh Darcy (1856) :

.(9)

Keterangan :

q = Debit spesifik (m/detik)

k = Koefisien Permeabilitas (m/detik)

= Gradien hidrolikHarga permeabilitas bergantung pada ruang/pori, sifat cairan, dan gravitasi. Beberapa contoh harga permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.2.Transmisibilitas

Theis (1935) yang pertama kali mengajukan istilah transmisivitas atau transmisibilitas untuk menggambarkan sifat transportasi dari aquifer.

Transmisibilitas (/s) pada suatu medium porous yang isotrop dan cairan yang homogen menggambarkan jumlah cairan dengan viskositas dan gradient hidrolik tertentu yang mengalir tegak lurus melalui suatu bidang selebar 1 m dan setinggi ketebalan lapisan jenuh/aquifer.Tabel 3.1

Beberapa Harga Permeabilitas dari berbagai jenis materialJenis materialK(m/s)

Kerikil

Pasir

Pasir halus/lempungan

Kaolinit

montmorilonit

10-10

Sumber : Sistem Penyaliran Tambang, Rudy Sayoga G .(1999)

3.Storage Coefficient dan Spesific YieldKoefisien penyimpanan (storage coefficient) adalah suatu perbandingan antara volume air yang dikeluarkan dari atau dimasukkan ke dalam aquifer melalui suatu satuan luas sebesar 1 .

Untuk aquifer bebas definisi di atas disebut specific yield.Jenis-jenis Akuifer :

1. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer tertekan (confined aquifer) merupakan lapisan permeable yang sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeable (confining beds) baik dibagian di dalam akuifer tersebut berada dalam kondisi tertekan sehingga jika terdapat sumur yang menembus akuifer tersebut akan lebih tinggi dari atas akuifer. Bila air pada sumur tersebut lebih tinggi daripada permukaan tanah, maka disebut akuifer yang artesis.2. Akuifer Setengah Tertekan (Semi-Confined Aquifer)

Akuifer setengah tertekan atau disebut juga Leaky Aquifer lapisan yang jenuh air dan pada bagian atasnya dibatasi oleh lapisan yang semi permeable dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan impermeable atau juga semi permeable. Pada akuifer ini dapat terjadi aliran air dengan arah vertikal antara akuifer dan lapisan semi permeable di atasnya, fenomena ini disebut Leakage.3. Akuifer Setengah Bebas (Semi-Unconfined Aquifer)

Jika lapisan semi permeable yang berada di atas akuifer memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horizontal pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan, maka akuifer tersebut disebut akuifer setengah bebas.

4. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)

Pada akuifer ini hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeable yang terisi oleh air atau jenuh air. Lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan impermeable di bawahnya. Jenis Akuifer pada lapisan tanah dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Sumber : ground water hidrology, Todd D.K .(1959)

Gambar 3.2

Jenis Akuifer pada lapisan tanah3.Sistem Penyaliran Tambang

Kegiatan penyaliran pada daerah penambangan bertujuan untuk mencegah masuknya air dan atau mengeluarkan air yang telah masuk dan menggenangi areal penambangan agar tidak mengganggu aktivitas penambangan. Air yang masuk ke areal penambangan berasal dari :

1. Air permukaan, merupakan air yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air limpasan permukaan, yaitu air sungai, rawa atau danau, air buangan, mata air, dan air hujan yang merupakan sumber terbesar air permukaan.

2. Air tanah, merupakan air yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air tanah dan air rembesan.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1. Mine Drainage, adalah suatu penanganan masalah air tambang yang dilakukan dengan cara mencegah masuknya air ke dalam lingkungan tambang. Kegiatan ini dilakukan untuk mengatasi masalah air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan ( air hujan, sungai, rawa, dan lain-lain ). Beberapa metode penyaliran Mine Drainage :a. Siemens Drainage MethodSistem penyaliran inkonvensional dimana pada kedalaman lubang bor dimasukan casing yang bertujuan agar air mudah masuk kedalam pipa dan kedalaman lubang bor lebih dalam daripada tinggi jenjang. Dalam penerapannya pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor dengan diameter 8,5 inchi dan ke dalamnya dimasukkan pipa ukuran 8 inchi dengan ujung bawah pipa tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk kedalam lapisan akuifer sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang keluar daerah penambangan (lihat Gambar 3.3).b. Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)

Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.

c. Small Pipe with Vaccum Pump DrainageSistem penirisan dimana pada kedalaman lubang bor dimasukkan pipa dan diberi pasir. Pasir termasuk berfungsi sebagai saringan sehingga yang masuk hanya material yang larut dalam air. Langkah pembuatan dari sistem ini dengan membuat lubang bor berdiameter 6 8 inchi, lubang bor tidak diberi casing. Lalu dimasukkan pipa berdiameter 2 - 5 inchi, kemudian memasukkan pasir sebagai saringan, dan melalui pipa kecil lubang bor dibuat vaccum dengan pipa (lihat Gambar 3.4).

Gambar 3.3

Siemens Drainage Method

Gambar 3.4

Small Pipe with Vaccum Pump Drainaged. Elektro Osmosis MethodBilamana lapisan tanah terdiri dari lempungan, maka pekerjaan pemompaan akan sulit dilakukan karena adanya sifat kapiler yang terdapat pada jenis tanah lempungan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dipakai cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda, bila elemen-elemen dialiri listrik maka air (H2O) akan terurai (H+) menuju katoda (OH-) ke anoda. H+ pada katoda dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa (lihat Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Electro Osmosis Method2. Mine Dewatering, adalah usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan yaitu dengan jalan pemompaan, agar tidak mengganggu aktivitas penambangan. Beberapa metode dalam Mine Dewatering :a. Sistem Kolam Terbuka (Open Sump Drainage ) Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada sumur (sump) yang dibuat didasar tambang, kemudian dari sumuran tersebut dipompa dan dialirkan dengan pipa untuk dikeluarkan dari tambang (lihat Gambar 3.6). Sistem ini pada umumnya banyak digunakan pada tambang terbuka. b. Sistem Adit Drainage

Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang dibuat dari tempat kerja menembus ke shaft yang dibuat di sisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke dalam tempat kerja (lihat Gambar 3.7). Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft. Cara penirisan ini hanya dapat diterapkan pada tambang yang terletak di daerah pegunungan atau perbukitan.

Gambar 3.6Open Sump Drainage

Gambar 3.7Adit Drainage

c. Sistem saluran terbuka (Paritan)Penyaliran dengan sistem terbuka yaitu dengan membuat paritan untuk mengalirkan air ke tempat yang lebih rendah (kolam penampungan). Penyaliran sistem terbuka termasuk dalam penirisan gaya berat, yaitu air mengalir ke tempat yang lebih rendah karena gaya gravitasi ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat yang ikut dalam aliran air, sehingga tidak terbawa keluar dari daerah penambangan. 4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Sistem PenyaliranFaktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penyaliran pada tambang terbuka adalah :

4.1.Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang apabila terjadi hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke titik pengaliran.

Air yang jatuh ke permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi,

kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah.

Semua air yang mengalir di permukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, kerapatan vegetasi serta keadaan geologi.

Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan diteliti . Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.

Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi di sekeliling tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas dihitung dengan menggunakan planimeter (lihat Gambar 3.8) atau millimeter blok. Hasil pembacaan dari planimeter, kemudian dikalikan dengan skala yang digunakan dalam peta, sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam m2.

Gambar 3.8Planimeter

4.2.Curah Hujan

Curah hujan merupakan faktor penting dalam perencanaan sistem penyaliran tambang terbuka, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi. Besarnya curah hujan dinyatakan dalam mm, yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas. Curah hujan 1 mm berarti 1 liter per m2 atau 10 m3/ha.

Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya curah hujan, antara lain faktor geografis, temperatur, kelembaban, musim dan vegetasi. Derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan persatuan waktu dan disebut dengan intensitas hujan (lihat Tabel 3.2 dan Tabel 3.3). Adapun rumus curah hujan secara umum adalah :

.(9)Keterangan :

P= Presipitasi (mm)Q= Aliran sungai/ debit yang keluar (mm)I= Intersepsi (mm)T= Transpirasi (mm)E= Evaporasi (mm)Qs= Infiltrasi/ perembesan yang dalam (mm)

= Perubahan penyimpanan lengas tanah (mm)Tabel 3.2

Klasifikasi Intensitas Hujan

NoKlasifikasi hujanIntensitas hujan (mm/jam)

1Hujan sangat lemah< 1,2

2Hujan lemah1,2 - 3

3Hujan normal3 - 15

4Hujan deras15 - 60

5Hujan sangat deras>60

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Tabel 3.3

Keadaan dan Intensitas Curah Hujan

Keadaan hujanIntensitas curah hujan (mm/jam)

1 jam24 jam

Hujan sangat ringan< 1 20>100

Sumber : Diktat Sistem Penyaliran Tambang, Rudy Sayoga G .(1999)

Pengolahan data curah hujan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data curah hujan yang siap pakai untuk suatu sistem penyaliran tambang. Pengolahan data ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbell, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi nomal (distribusi harga ekstrim).

Berdasarkan pergerakan udara, hujan dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :a. Hujan konvektif yaitu hujan yang diakibatkan oleh naiknya udara panas ke daerah dingin. Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi. Tipe hujan ini umumnya berjangka waktu pendek, daerah hujannya terbatas dan intensitasnya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai sangat lebat. Tipe hujan ini ditemui di daerah khatulistiwa.

b. Hujan orografis yang terjadi di daerah pegunungan dan disebabkan oleh naiknya massa udara lembab karena punggung pegunungan.

c. Hujan siklon yang berhubungan dengan front udara (front udara panas dan front udara dingin).

4.2.1.Alat Ukur Curah Hujan

Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat ukur curah hujan. Ada dua jenis alat yang dipergunakan dalam pengamatan, yaitu alat ukur manual dan alat ukur otomatis.

Alat ukur manual berupa tabung ukur berbentuk silinder terbuka, sehingga hujan yang tertangkap melalui lubang atas tabung dapat langsung diukur tingginya. Diameter tabung berkisar antara 10-20 cm. Sedangkan alat ukur curah hujan automatis pada prinsipnya sama dengan alat ukur manual, tetapi alat ini dilengkapi dengan mesin pencatat yang bergerak secara horizontal. Kertas pencatat yang terpakai dalam alat ukur diputar oleh mesin. Pergerakannya sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan yaitu 10 mm / jam. Pengukuran curah hujan per satuan waktu ( intensitas hujan ) hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur hujan automatis. Satu alat ukur curah hujan dapat mewakili untuk daerah dengan luas 250 ha. Setiap penampang terbuka yang sisi-sisinya vertikal merupakan suatu alat ukur hujan yang dapat digunakan, akan tetapi mengingat pengaruh kecepatan angin dan percikan yang berubah-ubah, pengukuran harus teliti. Alat ukur (gage) yang standar (Gambar 3.9) dari U.S National Weather Service mempunyai suatu pengumpul (penerima) berdiameter 8 inchi(20,3 cm). Adapun tiga jenis alat ukur hujan yang sering digunakan yaitu alat ukur tipe ember terbalik(tipping bucket gage) (Gambar 3.10), alat ukur hujan tipe timbangan (Gambar 3.11), dan alat ukur hujan tipe simpanan (Gambar 3.12).

Gambar 3.9

Alat ukur hujan standar 8 inci (U.S. National Weather Service)

Gambar 3.10

Alat ukur hujan tipe ember terbalik(tipping bucket gage)

Gambar 3.11

Alat ukur hujan tipe timbangan

Gambar 3.12

Alat ukur hujan tipe simpanan

4.2.2.Periode Ulang hujan

Periode ulang hujan adalah kejadian hujan yang diharapkan terjadi setiap N tahun. Jika suatu data curah hujan mancapai suatu harga tertentu ( x ) diperkirakan terjadi sekali dalam N tahun, maka N tahun ini dapat dianggap sebagai periode ulang dari x.

Penentuan periode ulang hujan dilakukan dengan menyesuaikan data dan keperluan pemakaian saluran yang berkaitan dengan umur tambang serta tetap memperhitungkan resiko hidrologi (Hidrology Risk). Dapat pula dilakukan perhitungan dengan metode distribusi normal menggunakan konsep peluang.

Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah kebijakan dan resiko yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Acuan untuk menentukan PUH dapat dilihat pada HYPERLINK "RINGKASAN%20PRESENTASI%20DRAFT%20expired.doc" Tabel 3.4.Tabel 3.4Periode Ulang Hujan Rencana

KeteranganPeriode ulang hujan (tahun)

Daerah terbuka0 5

Sarana tambang2 - 5

Lerenglereng tambang dan penimbunan5 -10

Sumuran utama10 - 25

Penyaliran keliling tambang25

Pemindahan aliran sungai100

Sumber : Handbook Praktek Tambang Terbuka (2006)Banyak metode yang dipergunakan untuk menghitung periode ulang hujan, tetapi yang sering dipakai di Indonesia adalah metode extreem Gumbell atau lazim disebut sebagai Metode Gumbell.

Rumus Metode Gumbell adalah :

.(15)

.(15)

.(15)

.(15)Keterangan :

Xtr= Tinggi curah hujan untuk periode ulang Tr tahun (mm)

Xr= Curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm)

Tr= Periode ulang (tahun) ( lihat tabel 3.7Sx= Standart deviasi

K= Faktor frekuensi

Yn= Reduksi rata-rata, tergantung dari banyaknya sample ( lihat tabel 3.5

Sn= Reduksi standart deviasi, tergantung dari banyaknya sample ( lihat tabel 3.6Ytr= Variasi reduksi berdasarkan periode ulangTabel 3.5Reduced Mean (Yn)N0123456789

100,49520,49960,50530,50300,51000,51280,51570,51810,52020,5220

200,52360,52520,52680,52830,52960,53000,58200,58820,53430,5353

300,53620,53710,53800,53880,53960,54000,54100,54180,54240,5430

400,54360,.54400,54480,54530,54580,54630,54680,54730,54770,5481

500,54850,54890,54930,54970,55010,55040,55080,55110,55150,5518

600,55210,55240,55270,55300,55330,55360,55380,55400,55430,5545

700,55480,55500,55520,55550,55570,55590,55610,55630,55650,5567

800,55690,55700,55720,55740,55760,55780,55800,55810,55830,5585

900,55860,55870,55890,55910,55920,55930,55950,55960,55980,5599

1000,5600

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Tabel 3.6Reduced Standard Deviation (Sn)N0123456789

100,94960,96760,98330,99711,00951,02061,03161,04111,04931,0565

201,06281,06961,07541,08111,08641,09151,09611,10041,10471,1080

301,11241,11591,11931,12261,12551,12851,13131,13391,13631,1388

401,14131,14361,14581,14801,14991,15191,15381,15571,15741,1590

501,16071,16231,16381,16581,16671,16811,16961,17081,17211,1734

601,17741,17591,17701,17821,17931,18031,18141,18241,18340,1844

701,18541,18631,18731,18811,18901,18981,19061,19151,19231,1930

801,19381,19451,19531,19591,19671,19731,19801,19871,19941,2001

901,20071,20131,20261,20321,20381,20441,20441,20491,20551,2060

1001,2065

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Tabel 3.7Return period a function of reduced variate (Yr)

Periode ulang hujan

Tr (tahun)Reduced Varied

(Ytr)

2

5

10

20

25

50

75

100

200

500

1.000

5.000

10.0000,36651,49992,25042,97023,19853,90194,31084,6001

5,2958

6,2140

6,9190

8,5390

9,9210

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)4.2.3.Intensitas Curah hujan

Intensitas curah hujan adalah besarnya curah hujan (mm) persatuan waktu, dimana pada tinggi curah hujan yang sama semakin pendek waktu hujan maka semakin besar intensitas curah hujan. Besarnya curah hujan yang akan ditetapkan pada suatu rencana sistem penyaliran tergantung kepada curah hujan (mm) dalam jangka waktu serta periode ulang hujan (tahun)

Intensitas Curah Hujan dinyatakan dengan rumus :

.(15)Keterangan :

It= Intensitas curah hujan dalam t jam (mm/jam)

Rt= Curah hujan dalam t menit (mm)

t= Lama hujan (menit)

Untuk menghitung Intensitas hujan sembarang waktu, hanya berdasarkan curah hujan harian digunakan rumus Mononobe :

.(15)Keterangan :I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)

R24 = Curah hujan maksimum (mm).

Cara terbaik untuk menghitung Intensitas hujan sembarang waktu adalah menggunakan rumus sebagai berikut :

1. Rumus Prof. Talbot ( tahun 1881 )

.(15)2. Rumus Prof. Sherman ( tahun 1905 )

.(15)3. Rumus Dr. Ishiguro

.(15)Keterangan :

It= Intensitas hujan dalam t menit (mm/jam)

t= Lama hujan (menit)

a,b,n= Tetapan

Cara mendapatkan tetapan a,b,n dalam ketiga rumus diatas digunakan metode kuadrat terkecil dengan mengambil N jenis lamanya hujan, (banyaknya N antara = 8 10 jenis ). Curah hujan yang bersangkutan dihitung intensitasnya dalam waktu mm/jam. Setelah intensitas diketahui, maka dihitung tetapan tersebut dengan rumus :

Untuk Talbot :

.(15)

Untuk Sherman :

.(15)

Untuk Ishiguro :

.(15)

Karena karakteristik pada tiap daerah berbeda-beda, sehingga dalam memilih rumus yang paling cocok dari ketiga rumus diatas perlu dicari simpangan rata-rata antara data awal dengan hasil perhitungan intensitas curah hujan. Sehingga harga simpangan rata-rata terkecil dari ketiga rumus tersebut terpilih sebagai rumus intensitas curah hujan yang optimum. Intensitas curah hujan tersebut, pada masing-masing daerah tidak sama tergantung dari besarnya waktu konsentrasi (tc).4.2.4.Kumulasi Curah hujan

Kumulasi curah hujan adalah tinggi hujan atau volume air hujan tiap satuan luas yang terkumpul dalam waktu tertentu. Kumulasi ini dihitung dengan tujuan :

1. Menghitung volume genangan dan elevasi genangan akibat hujan pada suatu cekungan (tambang terbuka).

2. Sebagai data masukan untuk menghitung debit pompa dan dimensi kolam penampung (sump) pada tambang terbuka.

Rumus Kumulasi Curah Hujan :

a) 1 mm tinggi hujan = 10 m3/ha

b) It= Rt (60 : t) .(15)c) Rt = I (t : 60) mm .(15)Keterangan :

It= Intensitas curah hujan (mm/jam)

t= Lama hujan (menit)

Rt= Kumulasi curah hujan (mm)

4.3.Air Limpasan 4.3.1.PengertianAir limpasan adalah disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau, laut atau daerah terendah. Air limpasan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat berlari di atas permukaan tanah dengan bebas. Aliran itu terjadi karena curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan, bentuk, dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.Bila curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Banyaknya air limpasan tergantung beberapa faktor, sehingga tidak semua air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan menjadi sumber air limpasan

4.3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor meteorologi dan faktor fisik daerah pengairan.

Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor meteorologi adalah :

a. Jenis Presipitasi

b. Intensitas hujan

c. Lamanya curah hujan

d. Distribusi curah hujan

e. Arah pergerakan hujan

f. Kondisi-kondisi meteorologi lainnya seperti suhu, kecepatan angin, kelembaban relatif dan lain-lain.

Sedangkan faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor fisik daerah pengairan antara lain :

a. Tata guna lahan (Land Use)

b. Jenis tanah

c. Keadaan topografi

4.3.3.Perkiraan Debit AliranDebit aliran permukaan adalah jumlah volume air permukaan tiap satuan waktu (m3/detik). Penentuan besarnya debit aliran permukaan dapat dihitung dengan rumus-rumus empiris, tetapi yang paling umum adalah rumus rasional :

.(15)Keterangan :

Q= Debit aliran permukaan (m3/detik)

C= Koefisien aliran airI= Intensitas curah hujan untuk waktu konsentrasi dan frekuensi hujan

tertentu (mm/jam)

A= Luas catchment area (ha)

Pengaruh rumus ini mengasumsikan bahwa hujan merata diseluruh daerah tangkapan hujan (Catchment area) dengan lama waktu (durasi) sama dengan waktu konsentrasi (tc).

a. Waktu Konsentrasi

Bila terjadi hujan di suatu daerah pengaliran (catchment area), maka air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi tetap berada di permukaan dan menjadi aliran permukaan ke daerah yang lebih rendah. Waktu yang diperlukan aliran permukaan untuk mengalir dari titik terjauh ke titik yang tertinjau disebut waktu konsentrasi.

Rumus Kirpich :

.(15)Keterangan :

tc = Waktu konsentrasi (menit)

L= Panjang aliran (km)

H= Perbedaan elevasi maksimum (m)

b. Koefisien LimpasanKoefisien limpasan merupakan harga tetapan kemampuan suatu daerah untuk mengalirkan air limpasan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda (lihat Tabel 3.8). Dalam penentuan koefisien limpasan faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :

1. Kerapatan vegetasi

Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil, karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi nilai C yang besar.

2. Tata guna lahan

Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya menjadi limpasan permukaan.3. Kemiringan tanah

Daerah dengan kemiringan yang kecil ( 15% - Hutan

- Pemukiman

- Vegetasi ringan

- Tanah gundul, penambangan0,6

0,7

0,8

0,9

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)5.Saluran Penyaliran5.1.Jenis Saluran Penyaliran

Saluran penyaliran berfungsi menampung dan mengalirkan air ke tempat pengumpulan. Adapun persyaratan saluran adalah :

1. Mempunyai dimensi yang cukup sesuai dengan debit aliran permukaan

2. Mempunyai ruang jagaan untuk memprediksi adanya sedimentasi di dalam saluran dan menampung terjadinya debit aliran permukaan di atas rencana.

3. Mempunyai kemiringan saluran yang aman sehingga kecepatan aliran yang terjadi tidak menimbulkan gerusan pada saluran dan terjadinya pengendapan.

4. Kemudahan dalam penggalian

Menurut asalnya saluran dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : saluran penyaliran alami dan saluran penyaliran buatan.

Saluran penyaliran alami meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, seperti selokan kecil, sungai yang mengalir sampai pada muara. Saluran penyaliran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran penyaliran tambang, saluran irigasi, parit pembuangan.Cara menghitung dimensi saluran adalah dengan rumus Robert Manning :

.(15)

.(15)Keterangan :

V= Kecepatan aliran (m/detik)

n= Koefisien kekasaran ManningF= Luas penampang saluran

O= Keliling basah saluran

S

= Gradien kemiringan dasar saluranQs

= Besarnya debit air yang mengalir sepanjang saluran ( m3/detik)

Koefisien jenis material saluran/koefisien kekasaran Manning tergantung dari jenis material pada saluran yang bersentuhan langsung dengan air. Material ini berpengaruh pada debit aliran. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah gaya seret air terhadap material saluran atau biasa disebut gerusan. Kecepatan yang diijinkan untuk jenis material agar aman dari gerusan dapat dilihat pada Tabel 3.9. Bentuk penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material pembentuk saluran, serta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air dengan penampang segitiga umumnya untuk debit yang kecil sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar.

Tabel 3.9Koefisien Jenis Material Dan Kecepatan Izin (Maximum)

No.MaterialNilai Kecepatan Aliran (m/dtk)

nAir JernihAir Keruh

1Pasir halus koloida0,0200,4570,672

2Lanau kepasiran non koloida0,0200,5340,762

3Lanau non koloida0,0200,6100,914

4Lanau alluvial non koloida0,0200,6101,067

5Lanau kaku0,0200,6721,067

6Debu vulkanis0,0200,6721,067

7Lempung kompak0,0251,1431,524

8Lanau alluvial, koloida0,0251,1431,524

9Kerikil halus0,0250,6721,524

10Pasir kasar non koloida0.,0301,1431,524

11Pasir kasar koloida0,0251,1291,829

12Batuan diameter 20 mm0,0281,3401,900

13Batuan diameter 50 mm0,0281,9802,400

14Batuan diameter 100 mm0,0302,8103,400

15Batuan diameter 200 mm0,0303,9604,500

16Tanah berumput0,030 -2

17Pasangan batu0,017 -5

18Tembok diplester0,010 -5

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)5.2.Geometri Saluran Penyaliran

Bentuk yang umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi dengan bentuk trapezium. Bentuk persegi panjang mempunyai sisi tegak biasanya dipakai untuk saluran yang dibangun dengan lahan yang stabil, seperti pemasangan batu, atau kayu. Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil, selokan dan penyelidikan di laboratorium.

Dimensi penampang yang paling efisien untuk beberapa bentuk penampang saluran air adalah sebagai berikut :a. Penampang Segitiga

Sudut tengah = 90o Z = 1

A = d2P = 2 d

=

b.Penampang segi empat

b = 2 d

A = 2 d2

P = 4 d

R = d

c.penampang trapesium

= 60o

Z =

b = 2 d

A = [b + Z d ] d

R =

B = b + 2 Z d Z =

Keterangan :A= Luas penampang basah saluran

P= Keliling basah saluran

R= Jari-jari hidrolis

d= Kedalaman saluran

b= Lebar dasar saluran

e= Lebar kemiringan saluran

Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah efisien dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah. Penampang saluran bentuk trapesium dapat dilihat pada gambar 3.13.

h

m

Gambar 3.13Penampang saluran bentuk trapesiumUntuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :

m= 1/tg .(4) = 1/ tg 600= 0,58F= h ( b + mh) .(4)O= B + 2h .(4)Keterangan:

F= Luas Penampang basah (m2)

O= Keliling basah saluran (m)

Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan bahan yang membentuk tubuh saluran (lihat Gambar 3.10).

Tabel 3.10Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan

BahanKemiringan dinding saluran

Batu/cadasTanah gambut (peat)Tanah berlapis betonTanah bagi saluran yang lebarTanah bagi parit kecilTanah berpasir lepasLempung berporiHampir tegak lurus : 1 : 11: 11,5 : 12: 13: 1

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Sedangkan kemiringan dasar saluran, ditentukan dengan pertimbangan bahwa, suatu aliran dapat mengalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran, dimana menurut Pfleider (1968) kemiringan antara 0,25 0,5 % sudah cukup untuk mencegah adanya pengendapan lumpur berupa adanya pengendalian. Untuk Volume jagaan diperlukan agar air tidak meluap apabila terjadi pelumpuran pada dasar saluran. Kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa suatu saluran dapat mengalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran.

Untuk mencegah kenaikan muka air yang melimpah ke tepi, maka saluran perlu dibuatkan suatu jagaan, yaitu jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air :

.(16)Keterangan :

F= Tinggi jagaan (feet)

C= Koefisien menurut U.S Bureau of Reclamation (1,5-2,5)d= Kedalaman air pada saluran (feet)6.Mine DewateringMine dewatering adalah kegiatan pengeringan tambang yang bertujuan mempertahankan elevasi muka air di dalam tambang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu penambangan. Apabila latar gali tambang lebih rendah dari elevasi sekitar, pengeringan tambang dilakukan dengan pemompaan. Idealnya volume air hujan yang masuk ke dalam tambang harus segera dipompa habis, akan tetapi hal tersebut akan mengakibatkan biaya yang tinggi karena kebutuhan pompa, pipa dan energi menjadi cukup banyak. Untuk menekan biaya tersebut, timbul pemikiran yaitu volume air hujan yang masuk ke dalam tambang tidak perlu segera dipompa keluar tetapi dipompa dengan debit tertentu, sedangkan volume air yang belum terpompa ditampung terlebih dahulu di sump.

6.1.Kolam Penampung (Sump)

Sump merupakan tempat penampungan air yang dibuat untuk menampung air limpasan, dibuat sementara sebelum air tersebut dipompakan, serta dapat berfungsi sebagai tempat pengendapan lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan dengan cara pemompaan atau dengan cara dialirkan kembali melalui saluran pelimpah. Dengan demikian, dimensi sump ini sangat tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari sumuran.

Jumlah air yang masuk ke dalam sump merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran, jumlah limpasan permukaan yang langsung mengalir ke sump dan curah hujan yang jatuh di sump.

Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap sebagai kapasitas pompa, karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti.

Dengan adanya optimasi antara input (masukan) dan output (keluaran), maka dapat ditentukan dimensi sump.

1. Tata Letak Sump dengan sistem drainase

Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem penyaliran tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng. Ada dua sistem penyaliran tambang, yaitu :

a. Sistem penyaliran Memusat (langsung)

Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan di tiap jenjang tambang (bench), dengan sistem pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang di bawahnya sehingga akhirnya air dipusatkan di main sump (balong induk) untuk kemudian dipompakan keluar.

b. Sistem penyaliran tidak memusat (tidak langsung)

Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang relatif dangkal dengan keadaan geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air langsung dari sump keluar daerah tambang.

2. Jenis Sump dan penempatannya

Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu :

a. Travelling Sump (Balong Front), sump ini dibuat pada daerah front tambang, baik secara terencana seperti yang digambarkan pada peta jangka pendek, atau tidak terencana sebelumnya. Sump ini dibuat apabila situasi untuk menanggulangi air permukaan dibutuhkan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan front tambang.

b. Sump jenjang atau Sump transit, sump ini dibuat secara terencana dalam pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatannya pada jenjang tambang dan biasanya dibagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama. Biasanya dibuat dari bahan kedap air (batu kali, dibeton) dengan tujuan untuk mencegah peresapan air supaya tidak menyebabkan jenjang tambang longsor karena sump ini yang pertama menerima air dari sump front konstruksi, atau juga badan sump ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, bagian untuk menampung air kotor yang berasal dari sump front berfungsi sebagai tempat penampung lumpur, dan satu bagian lagi sebagai tempat menampung air bersih yang berasal dari bagian sump yang pertama kemudian disalurkan ke saluran pelimpah.

c. Main Sump ( Balong Induk ), sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir dan dapat digunakan sebagai cadangan air untuk digunakan dalam pengamanan kebakaran. Pada umumnya sump ini dibuat dielevasi terendah dari tambang (dasar tambang).3. Desain dan Volume SumpVariabel-variabel yang perlu diketahui dalam menentukan jumlah dan kapasitas pompa diperlukan untuk mengeluarkan air dari sump adalah :

a. Volume dan kapasitas sumpb. Intensitas curah hujan

c. Luas daerah tangkapan hujan

d. Faktor pompa dan kapasitas pompa.

Untuk menghitung kebutuhan pompa dan untuk perhitungan dimensi sump, perlu dicari faktor pompa dan faktor sump dengan menggunakan grafik akumulasi curah hujan dan grafik debit pompa (lihat Gambar 3.14).

a. Faktor Pompa (Fp)

Yang dimaksud faktor pompa adalah besar debit pemompaan tiap satuan luas catchment area (Fp = Q = 0,4 0,8 m3/mnt.ha)

b. Faktor Sump (Fs)

Faktor sump adalah selisih volume maksimum air hujan terhadap debit pemompaan tiap satuan luas catchment area (m3/ha)

.(15)

.(15)

.(15)

Waktu yang dibutuhkan untuk pemompaan

Akumulasi curah hujan (m3)

V

Faktor sump Debit Pemompaan

(m3/menit/ha) Faktor pompa

t1 t2

Waktu (menit)

Keterangan : V= Volume air hujan (m3/ha)

Sumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Gambar 3.14Grafik Akumulasi hujan dan pemompaan

Keterangan :

Vs= Volume air hujan yang masuk tambang (m3/ha)

Vp= Volume air yang terpompa (m3/ha)

Rt= Volume air hujan yang masuk tambang (m3/ha)

It= Intensitas curah hujan (mm/jam)

t= Lama hujan (menit)

t= Waktu pemompaan (menit)

q= Debit pemompaan tiap satuan luas catchment area (m3/menit.ha)6.2.Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

Kolam pengendapan adalah suatu daerah yang dibuat khusus untuk menampung air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran umum. Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan, adalah kolam yang dibuat untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun danau.

Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur, atau material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang disebabkan adanya aktivitas penambangan maupun karena erosi. Di samping tempat pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.

Dengan adanya kolam pengendapan diharapkan semua air yang keluar dari daerah penambangan benar-benar air yang sudah memenuhi ambang batas yang diijinkan oleh perusahaan, sehingga nantinya dengan adanya penambangan ini, tidak ada komplain dari masyarakat dan juga mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.6.2.1.Bentuk dan Zona Kolam Pengendap LumpurBentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya tetapi yang baik adalah bentuk kolam pengendapan lumpur yang berkelok-kelok (lihat gambar 3.15). Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan (lihat Gambar 3.16).

Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah :

1. Zona masukan

Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata.2. Zona Pengendapan

Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan di sini akan mengalami proses pengendapan dan akhirnya mengendap pada dasar kolam.3. Zona endapan lumpur

Tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian dasar kolam pengendap.

4. Zona Keluaran

Tempat keluarnya buangan cairan yang relatif bersih, zone ini terletak pada akhir kolam pengendap.

Arah aliran air

L

B

Keterangan :

L = Panjang Kolam Pengendap Lumpur

B = Lebar Kolam Pengendap Lumpur

Gambar 3.15Bentuk Kolam Pengendap Lumpur Tampak Atas

6.2.2.Ukuran Kolam Pengendapan LumpurUntuk menentukan luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan parameter dan asumsi sebagai berikut :1. Hukum stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, sedangkan jika lebih dari 40% berlaku hukum Newton.a. Hukum Stokes ; Bila persen padatan 40 %

.(16)2. Diameter partikel padatan tidak boleh lebih dari 9 10-6 m, sebab ukuran yang lebih besar akan memberikan keluaran luas kolam yang tidak memadai.

3. Partikel padatan dalam lumpur adalah material yang sejenis.4. Ukuran partikel yang boleh keluar dalam kolam pengendap lumpur diketahui.

5. Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.

6. Perbandingan cairan dengan padatan telah ditentukan

Keterangan :

Vt= Kecepatan endap (m/detik)

G= Percepatan gravitasi (m/ detik2)

D= Diameter partikel padatan (m)

= Berat jenis partikel padatan (kg/m3)

= Berat jenis air (kg/m3)

= Kekentalan dinamik air (kg/m.detik)

Fg= Nilai koefisien tekanan

Sedangkan untuk menentukan dimensi dari kolam pengendapan, seperti lebar dan kedalaman ditentukan dengan melihat spesifikasi alat yang digunakan untuk merawat kolam pengendapan tersebut.

Berdasarkan debit air yang masuk ke kolam pengendap maka dimensi kolam pengendap dan dimensi pelimpah dapat dihitung dengan rumus (lihat Gambar 3.17) :

pipa

Va Z h Vp H

LSumber : Perencanaan Drainase Tambang Terbuka, Rensihid PTBA .(2004)Gambar 3.17Penampang Kolam Pengendap Lumpur

.(15)

.(15)

.(15)

.(15)

.(15)Keterangan :

t= Waktu pengendapan (jam)

H= Dalam kolam pangendap (m)

Vp= Kecepatan pengendapan vertikal (m/jam)

Va= Kecepatan aliran (m/menit)

F= Luas penampang kolam pengendap (m2)

B= Lebar kolam pengendap (m)

L= Panjang kolam pengendap (m)

Q= Debit keluaran pipa (m3/menit)

b= Lebar pelimpah (m)

h= Dalam pelimpah (m)

z= Tinggi muka air diatas pelimpah (m)

g= Gravitasi (9,81 m/dtk2)

6.2.3.Perhitungan Prosentase pengendapan

Perhitungan Prosentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang.Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika waktu yang dibutuhkan untuk mengalir ke luar kolam pengendap lumpur tidak lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengendapkan material. Sebab, jika waktu yang diperlukan untuk mengendap lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir ke luar kolam maka pengendapan tidak sempurna.Prosentase pengendapan, yaitu : 15 )% =

Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran partikel maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin besar pula prosentase partikel yang berhasil diendapkan.7.Pompa dan Pipa

7.1.Pompa

Pompa merupakan alat yang berfungsi untuk memindahkan atau mengangkat zat cair dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Dalam suatu sistem pemompaan terdiri dari instalasi pompa dan pipa .

Sesuai dengan gerakan-gerakan bagian penyusunannya maka pompa dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu :

1. Pompa Torak / PlunyerMerupakan pompa yang dipengaruhi oleh gerakan torak / plunyer yang bolak-balik dalam suatu silinder rapat. Pada ujung silinder ditempatkan katup-katup untuk mengatur masuk keluarnya zat cair.

2. Pompa Putar

Merupakan pompa yang di pengaruhi oleh dua roda gigi yang ditempatkan dalam suatu silinder rapat. Zat cair yang dihisap masuk diantara celah-celah roda gigi (rotor) dan silinder (rumah pompa), karena berputar maka zat cair terdesak oleh bagian rotor yang lain sehingga dapat memindahkan zat cair dari tempat yang bertekanan statis rendah ke tempat yang bertekanan statis tinggi.

3. Pompa Sentrifugal / Pusingan

Merupakan pompa yang dipengaruhi oleh gerakan sebuah kipas yang tersusun oleh sudu-sudu yang ditempatkan pada suatu rumah pompa. Aliran zat cair diantara sudu pada kipas yang berputar, mendapat gaya luar pusat (sentrifugal) dan mendapat penambahan tekanan, sehingga zat cair terhisap dan terlempar keluar. Bagian zat cair yang terlempar keluar ditampung oleh selongsong yang membentuk gelung membungkus kipas dan keluar dari selongsong sebagai penghasil pompa.

4. Pompa Khusus

Merupakan pompa yang digunakan pada keperluan khusus sehingga prinsip kerja dan kontruksi bagian-bagiannya bermacam-macam:

a. Pompa dengan motor benam (submersible motor pump), digunakan untuk memompa air yang sangat dalam. Pompa yang sering dipakai adalah pompa yang tergabung satu unit dengan motor penggeraknya, dimana keduanya terbenam dibawah permukaan air. Pompa jenis ini dipakai pada pengairan dan drainase, dimana pompa ini harus mempunyai konstruksi yang kokoh karena harus mampu memompa air yang sering kali berlumpur, serta beroperasi pada konstruksi lingkungan kerja yang luas dan kondisi lingkungan yang buruk.b. Pompa lumpur, yaitu pompa untuk mengangkut zat cair yang mengandung pasir atau butiran zat padat dalam jumlah yang besar. Pompa yang khusus dipakai untuk memompa butiran dengan diameter < 0,3 mm, sering disebut pompa lumpur (slurry pump).c. Pompa motor terselubung (menjadi satu unit dengan motornya), yaitu pompa yang pada bagian celah antara rotor dan stator motor terdapat selubung rotor dari logam anti magnet. Ruang di dalam selubung ini dihubungkan dengan ruang dalam pompa.Dalam pemompaan air maupun lumpur harus diperhitungkan beberapa hal yang perlu diketahui untuk menentukan kapasitas pompa, yaitu :7.1.1.Debit Teoritis Pemompaan

Biasanya dilakukan simulasi beberapa alternatif debit pompa dari beberapa macam pompa, yang kemudian dipilih debit pompa yang menghasilkan efisiensi maksimum.

Untuk menentukan debit rencana yang digunakan pada sistem pemompaan, maka dapat dipakai persamaan :

.(20)

.(20)

.(20)Keterangan :

Q1= Debit berdasarkan spesifikasi alat (m3/detik)

Q2= Debit perencanaan (m3/detik)

HT1= Head total sesuai spesifikasinya (meter)

HT2= Head total hasil perhitungan (meter)

n1= Maksimum rimpul per menit sesuai spesifikasi (rpm)

n2= Maksimum rimpul per menit dari perhitungan (rpm)

P1= Daya pompa sesuai spesifikasinya (kWatt)

P2= Daya pompa dari perhitungan (kWatt)

D1= Diameter impeler pompa sesuai spesifikasi (m)

D2= Diameter impeler pompa dari perhitungan (m)

7.1.2.Head Pompa

Adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan.

Head total pompa meliputi head statis pompa, berbagai kerugian head pada pipa, katup ( friction loss / kerugian gesekan ), belokan, sambungan (shock loss). Dapat dilihat pada Gambar 3.18.

.(16)Keterangan :

Ht= Head total (meter)

Hs= Head statis (meter)

Hv= Head terhadap kecepatan aliran dalam aliran pipa (meter)

Hf= Head kerugian gesekan dalam pipa (meter)

Hfs= Head belokan (meter)

Sumber : Pompa dan Kompresor- Ir.Sularso, Prof.Dr. Haruo Tahara.Gambar 3.18Sketsa Head Pompa1. Head Statis (julang statis)

Merupakan head pompa akibat perbedaan tinggi antara muka air di sisi keluar dan di sisi isap. Secara matematis didapat dengan menggunakan rumus :

Hs = t2 t1 .(16)Keterangan :

hs= Head statis pompa (m)

t2= Elevasi air pada sisi keluar (m)

t1= Elevasi air pada sisi isap (m)2. Head Kecepatan (Hv)

Head kecepatan adalah head yang dibutuhkan pompa untuk mengatasi kecepatan aliran air/fluida di dalam pipa. Head kecepatan dinyatakan dengan persamaan :

.(16)Keterangan :

Hv= Velocity head (m)

v2= Kecepatan aliran fluida (air) dalam pipa (m/detik)

g= Gaya gravitasi ( 9,8 m/detik )3. Head Kerugian Akibat Gesekan dalam Pipa (Hf)

Friction loss (Hf), merupakan kerugian karena gesekan dan belokan pipa, maka besarnya tergantung dari jenis pipa yang digunakan.

Hf = .(10)Keterangan :

= Koefisien kerugian gesek (0,020 + 0,0005/D)L= Panjang pipa (m)V= Kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)D= Diameter dalam pipa (m)

Untuk friction loss diberikan harga per-100 meter panjang pipa, maka harga friction lossnya diperoleh dengan mengalikan harga tersebut dengan panjang pipa yang digunakan.4. Head Belokan (Hfs)

Head belokan (shock loss) ini dapat ditentukan dengan mengggunakan persamaan :Hfs = K .(16)Keterangan :K = Koefisien tahanan, yang besarnya tergantung dari jenis sambungan dan sudut

belokan.V= Kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)

g= Percepatan gravitasi bumi (m/detik2)

7.1.3.Daya PompaPerhitungan daya poros dan effisiensi pompa :a. Daya Air

Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa per satuan waktu disebut daya air, yang dapat ditulis sebagai :

.(20)Keterangan :

= Berat air persatuan volume (kgf/l) Q= Kapasitas (m3/min)

H= Head total pompa (m)

Pw= Daya Air (kW)

Atau

.(20)Dimana dinyatakan dalam kN m3 dan Q dalam m3/s.

b. Daya poros

Daya poros yang diperlukan untuk menggerakan sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

.(20)Keterangan :Pw= Daya air (kW)

P = Daya poros sebuah pompa (kW)

= Effisiensi pompa (pecahan)

Pompa untuk keperluan tambang dapat menggunakan tipe tenggelam/celup (submersible pump) maupun tidak celup (non submersible pump). Pompa celup biasanya menggunakan motor listrik yang dikemas menyatu dengan pompa, sedangkan pompa non celup menggunakan motor penggerak listrik maupun penggerak diesel. Dalam pemilihan pompa perlu dipertimbangkan kekeruhan air, pH, tinggi angkat total (head), dan kapasitas (debit).

Tiap jenis dan tipe pompa selalu dilengkapi dengan grafik unjuk kerja, yaitu grafik yang menjelaskan kemampuan variasi tinggi angkat total terhadap kapasitas (debit) pemompaan.7.2.Pipa

Pipa merupakan rangkaian instalasi pompa yang berfungsi untuk mengalirkan air atau lumpur hasil pemompaan untuk dialirkan ke kolam pengendap atau ke luar tambang.

Pipa untuk keperluan pemompaan ditambang biasanya terbuat dari baja, dapat juga menggunakan bahan PVC untuk tambang yang tidak dalam. Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menahan tekanan cairan di dalamnya. Kendala lain dalam pemilihan pipa adalah kecepatan gerak dari cairan pada saat pemompaan. Kecepatan cairan yang diijinkan berkisar antara 1 s/d 5 m/detik, atas pertimbangan kemungkinan terjadinya pengendapan, gerusan dan kehilangan energi dalam pipa. Diameter yang aman yang sesuai dengan debit aliran dihitung berdasarkan rumus kontinuitas :V = (1273 . Q) / d2 .(16)Keterangan :Q= Debit pompa (m3/detik)

V= Kecepatan aliran (1 s/d 5 m/detik)

d= Diameter pipa

Kehilangan energi aliran yang melalui pipa perlu dihitung untuk mendapatkan tinggi angkat yang diperlukan pemompaan. Kehilangan energi ini menyebabkan turunnya tekanan dalam pipa. Cara menentukan besarnya kehilangan energi dapat menggunakan rumus dari Hazen-Williams :

.(20)Keterangan :Hf= Kehilangan energi (meter)

C= Koefisien kondisi pipa (100 s/d 150) ( lihat Tabel 3.11D= Diameter pipa (meter)

Q= Debit aliran (m3/detik)

L= Panjang pipa (meter)

Dalam praktek di lapangan, pemasangan pipa tidak terlepas dari belokan, percabangan, katub dan perlengkapan assesoris lainnya. Untuk menghitung kehilangan energi pada assesoris tersebut, diekivalenkan dengan panjang pipa lurus , Panjang ekivalen merupakan penyetaraan head kerugian kondisi tertentu (misalkan belokan) dengan head gesekan pada pipa. Tabel 3.12 berikut ini menunjukkan panjang ekivalen tersebut.Tabel 3.11Kondisi Pipa dan harga C

Jenis PipaC

Pipa baja dilas dan baru140

Pipa baja setelah penggunaan selama 20 tahun100

Pipa besi tuang dan baru130

Pipa besi tuang setelah penggunaan selama 20 tahun100

Pipa dilapisi semen140

Pipa dilapisi bitumen (aspal)140

Pipa semen asbestos130

Pipa beton dengan penekanan pendahuluan 130

pipa plastic FRP150

Sumber : Karakteristik Pompa- Hasan Basri, UNSRI 2004Tabel 3.12Perhitungan Kehilangan Energi pada Assesoris Ekivalen dengan Panjang Pipa Lurus

N0AssesorisPanjang pipa lurus ekivalen

1Belokan 4515-20 D

2Belokan 40 ( r standart )32 D

3Belokan 90

R/D = 324 D

R/D = 410 D

4Belokan 18075 D

5Sambungan Y50 D

6Sambungan T40-80 D

7Meteran air

Jenis cakram600 D

Jenis turbin135-400 D

8Katub sorong

Terbuka penuh0-7 D

Terbuka 10-40 D

Terbuka 100-200 D

Terbuka 800 D

9Katub bola

10-15 cm60 D

15-25 cm75 D

30 cm80 D

Sumber : Sistem Penyaliran Tambang, Rudy Sayoga G .(1999)8.Pelumpuran

8.1.Lumpur (Slurry)

Tingkat erosi yang terjadi pada sistem pemompaan langsung akan lebih besar daripada sistem pemompaan tak langsung, sebab dengan catchment area yang besar

air mengalir tanpa tertahan oleh bench-bench di sub-sub catchment area, jadi kecepatan aliran lebih besar.Dengan kecepatan aliran yang besar maka tingkat erosi akan semakin besar. Pada tingkat erosi tersebut proses pelumpuran yang berasal dari material hasil erosi akan lebih cepat dan mengendap di KPL, terjadinya pengendapan lumpur ini akan mengurangi kapasitas KPL tersebut.

Pada umumnya, erosi yang menonjol disebabkan oleh air, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain iklim, tanah, vegetasi, dan topografi. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi adalah hujan, angin, dan kelembaban.

Sedangkan aspek topografi yang mempengaruhi erosi antara lain, besar kemiringan dan panjang kemiringan. Jika kemiringan tanah besar, maka kecepatan limpasan tinggi sehingga terjadi penggerusan tanah dan erosi yang tinggi. Pelumpuran dapat terjadi jika air hujan bercampur dengan material-material tanah yang tererosi. Sifat fisik dari material tanah tersebut terdiri dari suspended soil dan dissolved soil. Suspended soil merupakan butiran atau padatan yang terlarut dalam limpasan air permukaan, sedangkan dissolved soil merupakan batuan atau padatan yang tidak terlarut dalam limpasan air permukaan. Baik suspended soil maupun dissolved soil dapat menyebabkan kekeruhan serta pelumpuran yang tinggi.

8.2Metoda Analisa Volume Lumpur

Zat-zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel koloid dan partikel tersuspensi. Jenis partikel koloid itu adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh apabila terjadi pengendapan. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi, sehingga suspensi tidak akan dikatakan keruh, karena sebenarnya air diantara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang.Zat padat tersuspensi dapat diklasifikasikan dalam zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan inorganic. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumenya, disebut analisa volume lumpur (Sludge volume) dan dapat melalui beratnya disebut analisa lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap (settleable solid)

Untuk analisa volume lumpur dipergunakan cara volumetric dan cara gravimetris:a. Cara Volumetris

.(15)b. Cara Gravimetris

Mg/liter zat tersuspensi yang terendap=

Mg/ltr zat tersuspensi sample asli mg/liter zat tersuspensi yang tidak terendap9.Kebutuhan Alat Gali-Muat Gali saluran dan Penanganan Lumpur

Dalam menentukan kebutuhan alat gali, muat gali ada beberapa hal yang harus dihitung, agar mendapat faktor keserasian, yaitu:9.1.Waktu Edar (Cycle Time)

Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk menyelesaikan sekali putaran kerja, dari mulai kerja sampai dengan selesai dan bersiap-siap memulainya kembali.

a.Waktu edar alat muat

Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ctgm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4 .(24)Keterangan :

Ctgm=Waktu edar alat gali muat (detik)Tm1=Waktu menggali material (detik)Tm2=Waktu putar dengan bucket terisi (detik)Tm3=Waktu menumpahkan muatan (detik)Tm4=Waktu putar dengan bucket kosong (detik)b.Waktu edar alat angkut

Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :

Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6.(24) Keterangan :

Cta=Waktu edar alat angkut (menit)Ta1=Waktu mengambil posisi untuk dimuati (menit)Ta2=Waktu diisi muatan (menit)Ta3=Waktu mengangkut muatan (menit)Ta4=Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)Ta5=Waktu pengosongan muatan (menit)Ta6=Waktu kembali kosong (menit)9.2.Produksi Alat Muat

Kemampuan produksi alat muat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : QE=

.(24)Keterangan :QE= Produksi alat muat (m3/jam)

q= Produksi per trip (m3) = Kapasitas bucket (q) x Faktor buket (K)

Ctm= Waktu edar alat muat (menit)

E= Effisiensi kerja (%)

9.3.Produksi Alat Angkut

Kemampuan produksi alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : QT=

.(24)Keterangan :QT =Produksi alat angkut (m3/jam)

Cta =Waktu edar alat angkut (menit)

C =Kapasitas (volume) bak truk (m3) atau payload (ton)E =Effisiensi kerja (%)

9.4.Keserasian Kerja (Match Factor)

Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat gali-muat dan alat angkut, maka produksi alat gali-muat harus sesuai dengan produksi alat angkut. Faktor keserasian alat gali-muat dan alat angkut didasarkan pada produksi alat gali-muat dan produksi alat angkut, yang dinyatakan dalam Match Faktor (MF). MF= .(24)Keterangan :

MF= Match Faktor atau faktor keserasian

Na= Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja, unit

Nm= Jumlah alat gali-muat dalam kombinasi kerja, unit

n= Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut

Cta= Waktu edar alat angkut, menit Ctm= Waktu edar alat gali-muat, menit

CTm = Lamanya pemuatan ke alat angkut, yang besarnya adalah jumlah pemuatan dikalikan dengan waktu edar alat gali-muat (n.Ctm).

Bila hasil perhitungan diperoleh :

1. MF < 1

Produksi alat angkut lebih kecil dari produksi alat gali-muat

a. Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0

b. Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm)

.(24)c. Faktor kerja alat angkut (Fka) = 100%

d. Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = MF x 100%

2. MF > 1

a. Produksi alat angkut lebih besar dari produksi alat gali-muat

b. Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0

c. Waktu tunggu alat angkut (Wta)

.(24)d. Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = 100%

e. Faktor kerja alat angkut (Fka) = x 100%

3. MF = 1

a. Produksi alat angkut sama dengan produksi alat gali-muat

b. Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0

c. Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0

d. Faktor kerja alat gali-muat sama dengan faktor kerja alat angkut (Fkm = Fka).

Keserasian kerja antara alat muat dan alat angkut berpengaruh terhadap faktor kerja dimana hubungan yang tidak serasi tersebut akan menurunkan faktor kerja itu sendiri. Faktor kerja alat muat dan alat angkut akan mencapai 100 % bila MF = 1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat angkut = 100 % dan faktor kerja alat muat < 100 %, sebaliknya bila MF > 1 maka faktor kerja alat muat = 100 % dan faktor kerja alat angkut < 100 %. Keserasian kerja antara alat muat dan alat angkut akan terjadi pada saat harga MF = 1, pada saat itu kemampuan alat muat akan sesuai dengan alat angkut .

B

d

(

b

Keterangan :

a = Panjang sisi saluran dasar kepermukaan air

b = Lebar dasar saluran

B = Lebar permukaan air

d = Kedalaman penampang aliran

( = Sudut kemiringan saluran

h = Kedalaman aliran / Jari-jari Hidrolik

a

d

4

3

1

4

2

1

TAMPAK ATAS

A

B

Keterangan :

Zona masukan

Zona pengendapan

Zona endapan lumpur

Zona keluaran

TAMPAK ATAS

PAGE

_1238183690.unknown

_1240329519.unknown

_1250283018.unknown

_1250381693.unknown

_1252042488.unknown

_1252955727.unknown

_1250389304.unknown

_1250389409.unknown

_1250389486.unknown

_1250381772.unknown

_1250315318.unknown

_1250315452.unknown

_1250283215.unknown

_1240753040.unknown

_1244285956.unknown

_1244931569.unknown

_1249205260.unknown

_1244321500.unknown

_1240753463.unknown

_1244285057.unknown

_1240753760.unknown

_1240753258.unknown

_1240752902.unknown

_1240753012.unknown

_1240752797.unknown

_1238183699.unknown

_1240173983.unknown

_1240174115.unknown

_1240174175.unknown

_1240174269.unknown

_1240174051.unknown

_1238748250.unknown

_1240070282.unknown

_1240070708.unknown

_1238748301.unknown

_1238183700.unknown

_1238183694.unknown

_1238183697.unknown

_1238183698.unknown

_1238183695.unknown

_1238183692.unknown

_1238183693.unknown

_1238183691.unknown

_1238183678.unknown

_1238183685.unknown

_1238183687.unknown

_1238183688.unknown

_1238183686.unknown

_1238183681.unknown

_1238183682.unknown

_1238183679.unknown

_1238183664.unknown

_1238183673.unknown

_1238183676.unknown

_1238183677.unknown

_1238183674.unknown

_1238183669.unknown

_1238183670.unknown

_1238183665.unknown

_1238183659.unknown

_1238183662.unknown

_1238183663.unknown

_1238183661.unknown

_1238183656.unknown

_1238183657.unknown

_1119204412.unknown

_1119204505.unknown

_1238183652.unknown

_1119204504.unknown

_1119204257.unknown