sistem penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau ...lib.unnes.ac.id/32095/1/5302413013.pdfsistem...
TRANSCRIPT
SISTEM PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK
TEMBAKAU MENGGUNAKAN FUZZY SET DAN AHP
DENGAN ESTIMASI PRIORITAS METODE CCMA
Skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Oleh
Nanik Tri Ratnawati
NIM. 5302413013
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Nanik Tri Ratnawati
NIM : 5302413013
Program Studi : S-1 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Judul Skripsi : SISTEM PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK
TEMBAKAU MENGGUNAKAN FUZZY SET DAN AHP
DENGAN ESTIMASI PRIORITAS METODE CCMA
Skripsi ini telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke panitia sidang ujian skripsi
Program Studi S-1 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Jurusan Teknik
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 9 Juni 2017
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Ir. Subiyanto, S.T., M.T. Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T. NIP. 197411232005011001 NIP. 196605051998022001
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul SISTEM PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK
TEMBAKAU MENGGUNAKAN FUZZY SET DAN AHP DENGAN ESTIMASI
PRIORITAS METODE CCMA telah dipertahankan di depan panitia sidang ujian
Fakultas Teknik UNNES pada tanggal 21 bulan Juli tahun 2017.
Oleh
Nama : Nanik Tri Ratnawati
NIM : 5302413013
Program Studi : S-1 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Panitia :
Ketua Panitia Sekretaris Panitia
Dr.-Ing. Dhidik Prastiyanto, S.T., M.T. Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T.
NIP. 197805312005011002 NIP. 196605051998022001
Penguji 1 Penguji II Penguji III
Dr. H. Noor Hudallah, M.T. Dr. Ir. Subiyanto, S.T., M.T. Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T.
NIP. 196410161989011001 NIP. 197411232005011001 NIP. 196605051998022001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik
iv
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Negeri
Semarang (Unnes) maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.
Semarang, 9 Juni 2017
Yang membuat pernyataan,
Nanik Tri Ratnawati
NIM. 5302413013
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
� Sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyiroh : 5).
� Sebab hidup adalah ibadah kepada Allah, maka tugas kehambaan kita adalah
mengemudi hati menuju-Nya. (Salim A. Fillah)
Persembahan:
� Allah SWT
� Almarhumah Ibu, Bapak, Kakak, Adik, beserta keluarga tercinta yang
menjadi motivator, penyemangat, dan pemberi dukungan,
� Dosen pembimbing, Dr. Ir. Subiyanto, S.T., M.T. dan Ir. Ulfah Mediaty
Arief, M.T., yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
� Sahabat-sahabat saya, Alfian Faiz, Rina Kartika, Susanti, dan Abdul Majid
yang memberi dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.
� Tim Unnes Electrical Engineering Student Research Group (UEESRG) yang
telah memberikan dukungan dan waktu untuk diskusi bersama selama
menyelesaikan skripsi ini.
vi
ABSTRAK Tri Ratnawati, Nanik. 2017. Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau Menggunakan Fuzzy Set Dan AHP dengan Estimasi Prioritas Metode CCMA. Skripsi. Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer. Jurusan Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Dr. Ir. Subiyanto, S.T., M.T. dan Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T.
Tembakau merupakan salah satu tanaman ekspor di Indonesia yang menjadi pemasukan negara melalui pajak. Peningkatan kebutuhan ekspor harus diimbangi dengan peningkatan produksi tembakau. Akan tetapi ketersediaan lahan untuk budidaya tembakau kini semakin berkurang. Penilaian kesesuaian lahan merupakan cara optimalisasi lahan dan produktivitas tembakau. Secara umum, teknik penilaian kesesuaian lahan belum akurat. Metode penilaian kesesuaian lahan yang saat ini tren adalah integrasi fuzzy set dengan AHP. Guna meningkatan akurasi hasil penilaian kesesuaian lahan, maka diperlukan sistem yang mengintegrasikan fuzzy set dan AHP. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan akurasi penilaian kesesuaian lahan melalui sistem penilaian kesesuaian lahan menggunakan fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA untuk tanaman tembakau. Kriteria yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan ini meliputi faktor iklim, tanah, dan topografi. Faktor-faktor ini terbagi kedalam 15 sub-kriteria. Setiap sub-kriteria memiliki nilai derajat keanggotaan hasil stadarisasi yang menunjukkan tingkat potensi sub-kriteria untuk budidaya tembakau dan nilai bobot masing-masing yang menunjukkan dampak sub-kriteria terhadap perkembangan tembakau. Stadarisasi nilai setiap sub-kriteria menggunakan metode fuzzy set dan pembobotan setiap kriteria menggunakan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA. Nilai hasil stadardisasi dan pembobotan ini digunakan untuk menentukan indeks kesesuaian lahan. Hasil penilaian sistem selanjutnya dikorelasikan dengan hasil panen dan dibandingkan dengan hasil penilaian konvensional.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa area penelitian memiliki kelas kesesuaian lahan tingkat marginal untuk budidaya tembakau. Nilai korelasi dari SPKL Fuzzy set dan AHP estimasi prioritas metode CCMA terhadap hasil panen lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi penilaian manual. Hal ini menunjukkan bahwa metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA lebih akurat dibandingkan sistem manual yang telah ada, sehingga sistem ini direkomendasikan untuk diimplementasikan dalam penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau.
Kata Kunci: Tembakau, penilaian kesesuaian lahan, fuzzy set, analytic hierarchy process, index kesesuaian lahan, kelas kesesuaian lahan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau Menggunakan Fuzzy
Set Dan AHP dengan Estimasi Prioritas Metode CCMA”. Skripsi ini merupakan
tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer,
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Penulis
menyadari bahwa penulisan ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Nur Qudus, M.T., Dekan Fakultas Teknik Unnes.
3. Dr.-Ing. Dhidik Prastiyanto, S.T., M.T., Ketua Jurusan Teknik Elektro Unnes.
4. Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T., Koordinator Program Studi PTIK Unnes.
5. Dr. Ir. Subiyanto, S.T., M.T. dan Ir. Ulfah Mediaty Arief, M.T., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Kepala BPTP dan BPS Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian dan pengambilan data sekunder yang digunakan
dalam penelitian.
7. Segenap dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan.
8. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan dan do’a.
9. Rekan-rekan Rombel 1 PTIK Unnes Angkatan 2013, KSR PMI Unit Unnes,
BEM FT Unnes, dan Kerohanian Islam Teknik, terimakasih menjadi sahabat
yang hebat.
viii
10. Berbagai pihak yang telah memberi bantuan untuk karya tulis ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya bagi penulis sendiri dan masyarakat serta pembaca pada
umumnya.
Semarang, 9 Juni 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii
PENGESAHAN .............................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................. 5
1.3. Batasan Masalah ...................................................................................... 6
1.4. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.5. Tujuan ...................................................................................................... 9
1.6. Manfaat .................................................................................................... 9
1.6.1. Secara Teoritis .................................................................................... 9
1.6.2. Secara Praktis ...................................................................................... 9
1.7. Penegasan Istilah ...................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13
2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 13
2.2. Landasan Teori ....................................................................................... 18
x
2.2.1. Lahan .................................................................................................. 18
2.2.2. Kriteria Penilaian / Karakteristik Lahan ............................................ 18
2.2.3. Kesesuaian Lahan .............................................................................. 20
2.2.4. Penilaian Kesesuaian Lahan ............................................................... 20
2.2.5. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ............................................................ 21
2.2.6. Tanaman Tembakau ........................................................................... 23
2.2.7. Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau ..................... 23
2.2.8. Himpunan Fuzzy ................................................................................ 26
2.2.9. Fungsi Keanggotaan ........................................................................... 28
2.2.10. Fungsi Keanggotaan untuk Penilaian Kesesuain Lahan .................... 28
2.2.11. Metode AHP dengan Estimasi Prioritas menggunakan CCMA .......... 32
2.2.12. Metode Fuzzy Set dan AHP dengan Estimasi Prioritas Metode CCMA
dalam Penilaian Kesesuaian Lahan .................................................... 35
2.2.13. Kerangka Berfikir .............................................................................. 37
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 40
3.1. Studi Pendahuluan ................................................................................... 41
3.1.1. Studi Pustaka ....................................................................................... 41
3.1.2. Observasi ............................................................................................. 41
3.2. Analisis Permasalahan ............................................................................ 41
3.3. Desain ..................................................................................................... 41
3.3.1. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 42
3.3.2. Desain Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan ....................................... 42
3.3.3. Perancangan Perhitungan Fuzzy Set dan AHP dengan Estimasi Prioritas
Metode CCMA dalam Penilaian Kesesuaian Lahan .......................... 53
3.4. Implementasi .......................................................................................... 61
3.4.1. Syntax Penentuan Fungsi Keanggotaan ............................................. 62
3.4.2. Syntax Perhitungan Normalisasi PWC ............................................... 62
3.4.3. Syntax Perhitungan Transformasi Bobot ........................................... 63
3.4.4. Syntax Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi .................................... 63
3.4.5. Syntax Perhitungan Bobot Prioritas ................................................... 63
xi
3.4.6. Syntax Penentuan Index Lahan .......................................................... 63
3.5. Pengujian ................................................................................................ 64
3.5.1. Data Uji Sistem .................................................................................. 64
3.5.2. Data Rata-Rata Produktivitas Tembakau di Kabupaten Wonogiri ..... 65
3.5.3. Parameter Pengujian ........................................................................... 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72
4.1. Hasil ....................................................................................................... 72
4.1.1. Hasil Penentuan Derajat Keanggotaan menggunakan Fuzzy ............ 72
4.1.2. Hasil Penentuan Bobot Sub-kriteria menggunakan AHP dengan Estimasi
Prioritas Metode CCMA .................................................................... 79
4.1.3. Hasil Interface Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan ............................ 84
4.1.4. Hasil Uji Sistem ................................................................................. 90
4.1.5. Hasil Validasi Sistem ......................................................................... 92
4.2. Pembahasan ............................................................................................. 100
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 105
5.1. Simpulan .................................................................................................. 105
5.2. Saran ........................................................................................................ 106
DAFTAR PUSTKA ........................................................................................ 107
LAMPIRAN ................................................................................................... 111
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Index Kesesuaian .............. 21
Tabel 2.2. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor Iklim .. 24
Tabel 2.3. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Iklim .................... 24
Tabel 2.4. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor Tanah . 25
Tabel 2.5. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Tanah .................. 25
Tabel 2.6. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor
Topografi ........................................................................................ 26
Tabel 2.7. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Topografi ............ 26
Tabel 2.8. Skala dan deskripsi untuk pairwise comparison AHP ................... 33
Tabel 3.1. Spesifikasi Perangkat Keras yang Digunakan ............................... 42
Tabel 3.2. Spesifikasi Perangkat Lunak yang Digunakan .............................. 42
Tabel 3.3. Tabel Desa ..................................................................................... 43
Tabel 3.4. Tabel Kecamatan ........................................................................... 43
Tabel 3.5. Tabel Kabupaten ............................................................................ 43
Tabel 3.6. Tabel Hasil ..................................................................................... 44
Tabel 3.7. Tabel Pairwise ................................................................................. 44
Tabel 3.8. Tabel Parameter ............................................................................. 45
Tabel 3.9. Tabel User ...................................................................................... 45
Tabel 3.10. Fungsi Keanggotaan dan Nilai Batas Faktor Penilaian ................ 55
Tabel 3.11. Fungsi Keanggotaan Setiap Sub-kriteria ..................................... 56
Tabel 3.12. PWC Faktor Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau ....... 59
Tabel 3.13. Indeks dan Kelas Kesesuaian Lahan ............................................ 64
xiii
Tabel 3.14. Rata-Rata Produktivitas Tembakau di Kabupaten Wonogiri Tahun
2009-2013 .................................................................................... 65
Tabel 3.15. Data Uji Sistem ............................................................................ 65
Tabel 4.1. Hasil Fuzzifikasi Sub-kriteria Penlaian Kesesuaian Lahan ........... 73
Tabel 4.2. Matrix PWC Faktor Iklim .............................................................. 79
Tabel 4.3. Matrix PWC Faktor Tanah ............................................................. 79
Tabel 4.4. Matrix PWC Faktor Topografi ....................................................... 80
Tabel 4.5. Hasil Normalisasi PWC Faktor Iklim ............................................ 80
Tabel 4.6. Hasil Normalisasi PWC Faktor Tanah ........................................... 80
Tabel 4.7. Hasil Normalisasi PWC Faktor Topografi ..................................... 81
Tabel 4.8. Hasil Transformasi Bobot untuk Faktor Iklim ............................... 81
Tabel 4.9. Hasil Transformasi Bobot untuk Faktor Tanah ............................. 82
Tabel 4.10. Hasil Transformasi Bobot untuk Faktor Topografi ..................... 82
Tabel 4.11. Bobot Tiap Prioritas Faktor Iklim ................................................ 83
Tabel 4.12. Bobot Tiap Prioritas Faktor Tanah .............................................. 84
Tabel 4.13. Bobot Tiap Prioritas Faktor Topografi ........................................ 84
Tabel 4.14. Hasil Pengujian Sistem ................................................................ 93
Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Kecocokan Terhadap Rata-Rata Produktivitas
Tembakau .................................................................................... 99
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Contoh himpunan fuzzy untuk variabel umur ............................ 28
Gambar 2.2. Model fungsi keanggotaan trapezoid ......................................... 29
Gambar 2.3. Model fungsi keanggotaan Z-shape ........................................... 30
Gambar 2.4. Model fungsi keanggotaan S-shape ........................................... 31
Gambar 2.5. Hirarki permasalahan kesesuaian lahan ..................................... 33
Gambar 2.6. Kerangka Berfikir ...................................................................... 39
Gambar 3.1. Langkah-Langkah Penelitian ..................................................... 40
Gambar 3.2. Bagan Menu Assessor ................................................................ 46
Gambar 3.3. Bagan Menu Non-assessor ......................................................... 46
Gambar 3.4. Diagram Konteks SPKL ............................................................. 47
Gambar 3.5. DFD Level 1 SPKL .................................................................... 47
Gambar 3.6. DFD Level 2 Proses Perhitungan SPKL .................................... 48
Gambar 3.7. Desain Halaman Home Assessor ................................................ 49
Gambar 3.8. Desain Halaman Hitung Index ................................................... 49
Gambar 3.9. Desain Halaman Kelola Faktor .................................................. 50
Gambar 3.10. Desain Halaman Kelola Nilai PWC ......................................... 50
Gambar 3.11. Desain Halaman Rekap Penilaian ............................................ 51
Gambar 3.12. Desain Halaman Petunjuk Sistem ............................................ 51
Gambar 3.13. Desain Halaman Home Non-assessor ...................................... 52
Gambar 3.14. Desain Halaman Cari SI ........................................................... 52
Gambar 3.15. Desain Halaman Login ............................................................. 53
xv
Gambar 3.16. Flowchart Perhitungan Kesesuaian Lahan Menggunakan Fuzzy Set
dan AHP dengan Estimasi Prioritas Metode CCMA .............. 54
Gambar 3.17. Hirarki Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau ........... 59
Gambar 4.1. Tampilan Menu Home Assessor ................................................ 85
Gambar 4.2. Tampilan Menu Hitung Index Kesesuaian Lahan ...................... 85
Gambar 4.3. Tampilan Menu Kelola Faktor Penilaian .................................. 86
Gambar 4.4. Tampilan Menu Kelola Nilai PWC ........................................... 87
Gambar 4.5. Tampilan Menu Rekap Data Hasil Penilaian ............................. 87
Gambar 4.6. Tampilan Menu Petunjuk Sistem ............................................... 88
Gambar 4.7. Tampilan Menu Non-Assessor .................................................. 89
Gambar 4.8. Tampilan Menu Cari SI .............................................................. 89
Gambar 4.9. Tampilan Menu Login ................................................................ 90
Gambar 4.9. Perbedaan Nilai Tingkat Kecocokan Terhadap Produktivitas
Tembakau ................................................................................... 100
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Penetapan Dosen Pembimbing .......................................... 111
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ................................................................... 112
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................... 113
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah daratan di Indonesia memiliki luas sekitar 188.2 juta hektar dengan
keanekaragaman tipe tanah, material tanah, topografi, dan elevasi pada masing-
masing wilayah. Secara umum, Indonesia terbagi ke dalam dua wilayah iklim yaitu
iklim sedang untuk wilayah barat Indonesia dan iklim panas untuk wilayah timur
Indonesia. Perbedaan material tanah, topografi, dan iklim merupakan salah satu
keuntungan dalam produksi berbagai komoditas pertanian (Hazain et al., 2012).
Salah satu komoditas yang dihasilkan dari Indonesia adalah tembakau
(Nicotiana tabacum, L). Tembakau merupakan salah satu tanaman ekspor dengan
volume rata-rata ekspor tembakau mencapai 32.078 ton dan memiliki nilai ekspor
rata-rata mencapai 82.57 US$ (Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Tembakau 2014–2016). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, luas
areal dan produksi untuk komoditas tembakau dari tahun 2000 hingga tahun 2014
mengalami kondisi yang tidak stabil dan cenderung mengalami penurunan, padahal
untuk memenuhi kebutuhan ekspor perlu diimbangi dengan peningkatan
produktivitas tembakau.
Wonogiri merupakan salah satu kabupaten penghasil tembakau di Indonesia
yang memiliki total luas wilayah 182.236,0236 hektar. Kabupaten Wonogiri
terletak di pesisir selatan Pulau Jawa dengan kandungan garam pada tanah cukup
tinggi dan sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan. Ketinggian tempat
di Kabupaten Wonogiri yaitu 100-600 meter diatas permukaan laut (dpl), dengan
2
temperatur rata-rata diwilayah ini yaitu 24-32ºC dan curah hujan hujan tahunan
700-1500 mm/tahun. Fisiografi wilayah ini sebagian besar perbukitan
bergelombang. Jenis tanah di Kabupaten Wonogiri bermacam-macam seperti
litosol, regosol, dan grumosol yang berasal dari bahan induk yang sama (Badan
Pusat Statistika, 2013-2015). Kondisi iklim, tanah, dan topografi di Kabupaten
Wonogiri merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman.
Optimalisasi penggunaan lahan dan peningkatan produktivitas tembakau
dapat dilakukan melalui penilaian kesesuaian lahan terhadap tanaman tembakau
(Zhang et al., 2012). Penilaian kesesuaian lahan merupakan cara untuk mengetahui
potensi suatu lahan untuk budidaya jenis tanaman tertentu dengan menggunakan
faktor-faktor penilaian kesesuaian lahan seperti kondisi iklim, tanah, dan topografi
(Wang et al., 1990). Penilaian kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu
merupakan kunci proses dalam memastikan keberlangsungan produksi tanaman
(Majaliwa et al., 2015). Akan tetapi, penilaian kesesuaian lahan dan pemilihan
tanaman yang tepat untuk suatu lahan merupakan proses yang kompleks dan tidak
terstruktur (Hartati et al., 2010). Proses yang kompleks dalam penilaian kesesuaian
lahan disebabkan banyaknya jumlah faktor penilaian perlu dipertimbangkan
(Keshavarzi et al., 2010). Kesesuaian lahan dapat dinilai berdasarkan kondisi fisik
lahan, sosial, dan ekonomi (FAO, 1976; Jafari dan Zaedar., 2010). Secara umum
kondisi faktor fisik lahan relatif stabil dibandingkan faktor sosial dan ekonomi,
sebab faktor sosial dan ekonomi mudah untuk dikendalikan dan diubah oleh
tindakan manusia, sehingga secara umum penilaian kesesuaian lahan didasarkan
pada kondisi fisik lahan (Zhang et al. 2015).
3
Teknik dalam pemilihan faktor penilaian kesesuaian lahan bisa didasarkan
pada studi pustaka, analisis penelitian, dan hipotesis penelitian (Prakash, 2003).
Berdasarkan hasil studi pustaka penelitian sebelumnya faktor yang dominan
digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan yaitu faktor iklim, tanah, dan topografi
(Ahamed et al,.2000; Akinci et al,.2013; Albaji et al,.2009; Chen et al,.2012;
Feizizadeh and Blaschke,.2012; Jafari and Zaredar,.2010;Wang et al,.1990, Zhang
et al,.2015). Faktor topografi seperti relief, kemiringan dan ketinggian tanah
merupakan faktor yang penting, hal ini dikarenakan bentuk relief berhubungan
dengan manajemen lahan, kemiringan lahan berhubungan dengan erosi, kesuburan,
irigasi dll, dan elevasi lahan berhubungan dengan iklim skala kecil seperti
temperatur, curah hujan dan lama penyinaran matahari (Zhang et al,.2015). Faktor
iklim seperti curah hujan dan temperatur merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman (Jafari and Zaredar, 2010). Faktor tanah seperti
kandungan nutrisi tanah, kandungan organik dan tingkat pH tanah berpengaruh
terhadap produksi tanaman. Menurut Forestry and Agrifoods Agency of Canada,
faktor nutrisi tanah memiliki beberapa fungsi yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, elemen dasar dari nutrisi tanah antara
lain nitrogen (N), phosphorus (P), potassium (K), calcium (Ca), magnesium (Mg).
Faktor pH tanah berpengaruh langsung terhadap produksi tanaman tembakau,
karena kondisi optimal pH sangat dibutuhkan agar tembakau tumbuh optimal,
sedangkan faktor kandungan organik berpengaruh terhadap kesuburan tanah
(Albaji et al., 2009). Syarat lahan untuk budidaya tembakau yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian Zhang et al (2015) yang dilakukan di
4
Provinsi Shandong, China Utara. Provinsi Shandong terletak di pesisir
semenanjung Shandong, kandungan garam pada tanahnya cukup tinggi. Zona
budidaya tembakau pada provinsi ini terletak di daerah perbukitan dan dataran
biasa. Ketinggian tempat provinsi ini berkisar 0 hingga 780 m dpl. Temperatur pada
musim panah yaitu 24-28 ºC, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 595-884
mm. Berdasarkan beberapa persamaan kondisi wilayah di Kabupaten Wonogiri dan
Provinsi Shandong, maka diasumsikan syarat lahan untuk budidaya tembakau pada
dua wilayah tersebut sama. Syarat lahan ini menjadi dasar dalam proses penentuan
indeks kesesuaian lahan pada tiap satuan unit lahan untuk tanaman tembakau.
Pemilihan algoritma yang tepat dalam penilaian kesesuaian lahan
merupakan hal penting untuk perencanaan penggunaan lahan di masa sekarang dan
masa depan (Zhang et al., 2015). Beberapa teknik penilaian kesesuaian lahan telah
digunakan, antara lain yaitu metode limitation, parametrik, dan framework FAO.
Akan tetapi penerapan pendekatan ini dianggap kurang akurat, karena mengabaikan
ketidakjelasan range nilai dari kondisi fisik lahan (Burrough, 1989; McBratney and
Odeh, 1997; Elaalem et al., 2011; Keshavarzi et al., 2010; Sharififar et al., 2016).
Faktor yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan memiliki bentuk,
range dan satuan yang berbeda. Diperlukan teknik standarisasi setiap nilai faktor
untuk mengetahui potensi nilai faktor tersebut dalam budidaya tembakau. Teori
metode fuzzy oleh Zadeh (1965), merupakan metode yang dikembangkan untuk
masalah yang bersifat kurang jelas. Penggunaan metode fuzzy pada penilaian
kesesuaian lahan memperkenankan representasi informasi yang bersifat kurang
jelas, termasuk nilai kriteria penilaian kesesuaian lahan (Elaalem et al., 2011).
5
Penggunaan fuzzy set untuk stadarisasi nilai faktor-faktor penilaian berpotensi
meminimalisir tingkat subyektivitas dan keambiguan yang disebabkan range nilai
faktor yang kurang jelas. Selain memiliki bentuk, range, dan satuan yang berbeda,
masing-masing faktor penilaian kesesuaian lahan juga memiliki tingkat dampak
yang berbeda terhadap potensi kesesuaian suatu lahan untuk budidaya tanaman
tertentu (Ranst et al., 1991). Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan pemberian
bobot untuk setiap kriteria guna mengetahui tingkat pengaruh suatu faktor terhadap
tingkat kesesuaian suatu lahan. Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan
metode yang mampu dengan tepat menentukan bobot setiap faktor penilaian
kesesuaian lahan dibandingkan metode pembobotan lainnya (Zhang et al., 2015).
Nilai bobot setiap faktor diperoleh dari matrix perbandingan berpasangan yang
disusun secara sistematis (Akinci et al., 2013). Tahapan penentuan estimasi
prioritas pada metode AHP merupakan hal yang penting. Salah satu metode untuk
estimasi prioritas adalah metode Correlation Coefficient Maximization Approach
(CCMA), dimana metode ini menekankan pada pemaksimalan nilai korelasi antar
prioritas pada pasangan perbandingan untuk memperoleh bobot setiap prioritas
(Wang et al., 2007).
Metode fuzzy set dan AHP telah diterapkan oleh beberapa peniliti dalam
penilaian kesesuaian lahan. Integrasi antara metode fuzzy set dan AHP memiliki
potensi tingkat akurasi yang tinggi dalam penilaian kesesuaian lahan (Elaalem et
al., 2011; Hamzeh et al., 2014; Keshavarzi et al., 2010). Berdasarkan penelitian oleh
Keshavarzi et al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Land suitability
evaluation using fuzzy continuous classification (a case study: Ziaran region)”
6
menyimpulkan bahwa penilaian kesesuaian lahan menggunakan metode fuzzy set
dan pembobotan kriteria menggunakan AHP menghasilkan informasi yang
berharga untuk mengidentifikasi faktor pembatas dalam produksi tanaman dan
strategi untuk mengatasinya. Penelitian lain oleh Elaalem et al (2011) dalam
penelitiannya yang berjudul “A comparison of fuzzy AHP and ideal point method
for evaluating land suitability” menyimpulkan bahwa penerapan fuzzy dan AHP
dalam penilaian kesesuaian lahan menghasilkan hasil yang bagus karena metode ini
mampu mengakomodir ketidaktelitian yang berhubungan dengan batas setiap
kriteria dan menghasilkan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan
dalam perencanaan penggunaan lahan.
Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan pada latar belakang tersebut,
maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul “SISTEM PENILAIAN
KESESUAIAN LAHAN UNTUK TEMBAKAU MENGGUNAKAN FUZZY
SET DAN AHP DENGAN ESTIMASI PRIORITAS METODE CCMA”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat
diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ketersediaan lahan dan produktivitas tembakau cenderung mengalami
penurunan.
2. Pemilihan algoritma dalam penilaian kesesuaian lahan merupakan hal
penting karena berpengaruh terhadap tingkat akurasi hasil penilaian.
3. Perhitungan stadardisasi dan pembobotan kriteria penilaian kesesuaian
lahan yang bersifat multi-criteria memerlukan metode yang tepat.
7
4. Tingkat akurasi metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas
metode CCMA untuk penilaian kesesuaian lahan tanamana tembakau.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan untuk memfokuskan pelaksanaan penelitian,
batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis penilaian kesesuaian lahan yang digunakan adalah penilaian
kesesuaian lahan kualitatif yang terfokus pada keadaan faktor fisik
lahan.
2. Jenis tanaman yang diteliti dalam penilaian kesesuaian lahan adalah
tembakau.
3. Kondisi lahan yang digunakan untuk budidaya berbagai varietas
tembakau diasumsikan memiliki syarat yang sama.
4. Faktor fisik lahan yang digunakan sebagai penilaian kesesuaian lahan
yaitu faktor iklim, tanah, dan topografi.
a. Sub-kriteria iklim terdiri dari :
1) Rata-rata temperatur harian (ºC)
2) Rata-rata total curah hujan (mm) selama recovery stage
3) Rata-rata total curah hujan (mm) selama rapid growth
4) Rata-rata curah hujan selama maturity stage
5) Lama penyinaran matahari (jam)
b. Sub-kriteria tanah terdiri dari :
1) Kandungan zat organik (%)
2) Ketersediaan Nitrogen (mmkg-1)
8
3) Ketersediaan phosphorus (P) (mmkg-1)
4) Ketersediaan potassium (K ) (mmkg-1)
5) Pertukaran kalium (Ca) (mmkg-1)
6) Pertukaran Magnesium (Mg) (mmkg-1)
7) pH tanah
c. Sub-kriteria topografi :
1) Relief
2) Ketinggian tempat
3) Kemiringan lereng
5. Hasil penilaian kesesuaian lahan berupa klasifikasi lahan pada tingkat
kelas yaitu sangat sesuai (S1), sesuai moderat (S2), sesuai marginal
(S3), dan tidak sesuai (N) untuk setiap satuan unit lahan (SUL).
6. Fuzzy membership function yang digunakan yaitu trapezoidal, S-shape,
dan Z-shape.
7. Estimasi prioritas AHP menggunakan metode CCMA
8. Sampel lahan untuk validasi sistem menggunakan satuan unit lahan dari
data sekunder sumberdaya lahan Kabupaten Wonogiri yang diperoleh
dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
9. Simulasi sistem penilaian ini berbasis web menggunakan localhost.
1.4 Rumusan Masalah
Penilaian kesesuaian lahan merupakan cara untuk optimalisasi ketersediaan
lahan dan meningkatkan produktivitas tembakau. Pemilihan metode yang tepat
dalam penilaian kesesuaian lahan merupakan hal yang penting agar hasil penilaian
9
kesesuaian lahan akurat. Akan tetapi teknik penilaian kesesuaian lahan secara
umum belum akurat, sehingga diperlukan sistem yang bisa meningkatkan akurasi
hasil penilaian. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang didapat
yaitu bagaimana meningkatkan akurasi penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau
menggunakan metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA.
1.5 Tujuan
Meningkatkan akurasi hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau
menggunakan metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA.
1.6 Manfaat 1.6.1 Secara Teoritis
1. Menambah pengetahuan tentang cara standarisasi kriteria penilaian
kesesuaian lahan dan cara pembobotan kriteria tersebut dalam penilaian
kesesuaian lahan untuk tembakau.
2. Mengembangkan metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas
metode CCMA dalam penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau di
Indonesia.
3. Menambah wawasan terkait metode penilaian kesesuaian lahan untuk
tanaman tembakau di Indonesia.
1.6.2 Secara Praktis
1. Bagi mahasiswa, sebagai referensi untuk penelitian serupa.
2. Bagi masyarakat, sebagai salah satu sistem pendukung pengambilan
keputusan terkait penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau.
10
1.7 Penegasan Istilah
1. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam atau permukaan bumi yang
mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief,
tanah, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi alam yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976).
Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu maupun
saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi
atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Djaenudin et al.,
2011).
2. Kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan merupakan tingkat kemampuan suatu bidang lahan
untuk jenis penggunaan tertentu (FAO, 1976). Kesesuaian lahan dapat
dinilai untuk kondisi saat ini maupun setelah dilakukan perbaikan pada
lahan tersebut. Lebih spesifik lagi, kesesuaian lahan ditinjau dari sifat-sifat
fisik lahannya yang sesuai untuk usaha pertanian maupun komoditas
tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2011).
3. Penilaian kesesuaian lahan
Penilaian kesesuaian lahan merupakan proses penilaian pada
kemampuan lahan jika digunakan untuk tujuan tertentu, dengan melibatkan
pelaksanaan dan interpretasi dari survey dan penyelidikan dari fisik lahan
untuk mengidentifikasi dan membuat perbandingan dari jenis penggunaan
11
lahan yang dapat dipakai untuk tujuan penilaian (FAO, 1976). Hasil
evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan
lahan yang diperlukan, yang dapat berdampak pada peningkatan hasil
produksi (Djaenudin et al., 2011).
4. Kategori kelas kesesuaian lahan
Berdasarkan FAO (1976) kelas kesesuaian lahan merupakan keadaan
tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang
tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat
sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3), sedangkan lahan
yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.
5. Fuzzy Set
Teori fuzzy set dikembangkan dan diterapkan secara luas pada masa
dekade ini (Zadeh, 1965). Metode ini dirancang untuk menambah
interpretasi dari linguistik atau ukuran ketidaktelitian atas fenomena dunia
nyata yang tidak teliti. Bagaimanapun sumber utama ketidaktelitian
melibatkan proses pengambilan keputusan yang kompleks yang mungkin
digambarkan dengan tepat melalui fungsi keanggotaan fuzzy (Chang,
2008). Metode fuzzy set bermaksud sebagai metode yang menangani
masalah berhubungan dengan ketidakjelasan dalam suatu ketentuan
(Elaalem, 2011).
6. Analytic Hierarchy Process (AHP)
AHP adalah metode multi-criteria decision making (MCDM) yang
dikembangkan oleh Thomas Saaty. AHP mengizinkan pembuat keputusan
12
untuk memodelkan permasalahan yang kompleks ke struktur hierarki.
AHP dibuat dari beberapa komponen seperti struktur hierarki,
perbandingan berpasangan, pendapat ahli, dan metode pemrolehan bobot
(Adamcsek, 2008). AHP merupakan salah satu metode MCDM yang
sering digunakan, dimana pembobotan dalam pembuatan keputusan
berdasar pada pembandingan tingkat kepentingan kriteria satu dengan
lainnya (Nasiri et al., 2015). Pemodelan masalah yang kompleks
menggunakan hierarki berguna mendorong partisipasi dan interaksi
diantara urusan manusia, hal ini menyediakan keuntungan untuk pembuat
keputusan yang terlibat dalam formulasi dan orientasi penyelesaian
masalah (Saaty, 1977).
7. Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA)
Parapat (2009:27) menyatakan bahwa,”Correlation Coefficient
Maximization Approach (CCMA) merupakan pendekatan maksimal
koefisien korelasi yang digunakan dalam menentukan prioritas dari matriks
perbandingan berpasangan atau pairwise comparison judgement matrices
(PCJM)”. Penentuan prioritas melalui CCMA dapat menghasilkan prioritas
dengan tepat (Wang et al., 2007).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai kesesuaian lahan pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti, diantaranya oleh Prakash (2:2003) yang menyatakan bahwa “land
suitability is the ability of given type land to support a defined use. The process of
land suitability classification is the evaluation and grouping of specific areas of
land in terms of their suitability for defined use. The main objective of the land
evaluation is the prediction of the inherent capacity of a land unit to support a
specific land use for a long period of the time without deterioration, in order to
minimize the socio-economic and environmental costs”, artinya kesesuaian lahan
merupakan kemampuan suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Proses dari
kesesuaian lahan yaitu penilaian dan penggabungan suatu area sesuai dengan syarat
dan penggunaan lahan tersebut. Tujuan utama dari kesesuaian lahan ini
memprediksi kemampuan unit lahan untuk mendukung penggunaan lahan dalam
jangka panjang untuk meminimalkan biaya dari segi sosial, ekonomi, dan
lingkungan fisik.
Penilaian kesesuaian lahan dapat berdasar pada data faktor fisik lahan,
ekonomi, dan sosial (FAO, 1976; Jafari and Zaredar, 2010). Secara umum faktor
fisik bersifat lebih stabil daripada faktor sosial ekonomi, sehingga sebagian besar
penilaian kesesuaian lahan didasarkan pada faktor fisik lahan (Zhang et al. 2015).
Pernyataan Zhang et al (2015) ini diperkuat oleh Ranst et al (1996) dalam peneliti-
14
annya yang menyatakan bahwa “the development of physical land suitability
classification is a prime requisite for land use planning and development, because
it guides decisions on land utilization towards an optimal utilization of land
resource”, artinya pengembangan klasifikasi kesesuaian lahan secara fisik
merupakan syarat utama untuk perencanaan dan pengembangan penggunaan lahan,
karena hal ini sebagai acuan keputusan dalam penggunaan lahan untuk
pengoptimalan penggunaan sumber daya lahan.
Chen et al (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa “tobacco is a
special agriculture crop which products excellent tobacco leaves only in regional
cultivated land. In order to improve the tobacco quality and have a high market
competitiveness, it is meaningful to evaluate tobacco planting suitability based on
spatial information technology, and on this basis, tobacco production is
redistributed rationally“, artinya tanaman tembakau merupakan tanaman pertanian
yang bersifat khusus, dimana produk unggul dari tanaman tembakau hanya dapat
dihasilkan dari pengembangan lahan tanam regional. Untuk memperbaiki kualitas
dan mempertinggi daya saing pasar, maka diperlukan penilaian kesesuaian
penanaman tembakau berdasarkan informasi spatial yang membawa dampak
distribusi tembakau akan berjalan normal. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Zhang et al (2015) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa “allocation of
limited arable lands among various stakeholders has caused increasing concern
among decision makers. Thus it is important to conduct land suitability assessment
for crop production, such as for flue-cured tobacco (Nicotiana tabacum L.)”,
artinya ketersediaan lahan yang mampu ditanami semakin terbatas, yang
dikarenakan peningkatan kepentingan penggunaan lahan. Hal ini menjadikan dasar
untuk diperlukannya penilaian kesesuaian lahan untuk produksi tanaman, termasuk
15
tanaman tembakau. Berdasarkan pernyataan Chen et al (2012) dan Zhang et al
(2015) dapat diketahui bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas
tanaman termasuk tanaman tembakau adalah melalui penilaian kesesuaian lahan
suatu lahan untuk komoditas tembakau guna mengetahui tingkat potensi kesesuaian
lahan tersebut terhadap tanaman tembakau tersebut. Dengan mengetahui tingkat
potensi kesesuaian lahan, maka dapat diketahui lahan mana yang tepat untuk
budidaya tanaman tembakau.
Faktor fisik lahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman ada banyak (Forestry and Agrifoods Agency of Canada), namun tidak
mungkin semua faktor fisik lahan digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan
(Zhang et al., 2015). Tidak ada teknik khusus dalam penilihan kriteria penilaian
kesesuaian lahan, proses pemilihan kriteria tersebut bisa didasarkan pada studi
pustaka, analisis penelitian, dan hipotesis penelitian (Prakash, 2003). Berdasarkan
hasil studi pustaka penelitian sebelumnya faktor yang dominan digunakan dalam
penilaian kesesuaian lahan yaitu faktor iklim, tanah, dan topografi (Ahamed et
al,.2000; Akinci et al,.2013; Albaji et al,.2009; Chen et al,.2012; Feizizadeh and
Blaschke,.2012; Jafari and Zaredar,.2010;Wang et al,.1990, Zhang et al,.2015).
Faktor topografi seperti relief, kemiringan dan ketinggian tanah merupakan faktor
yang penting, hal ini dikarenakan bentuk relief berhubungan dengan manajemen
lahan, kemiringan lahan berhubungan dengan erosi, kesuburan, irigasi dll, dan
elevasi lahan berhubungan dengan iklim skala kecil seperti temperatur, curah hujan
dan lama penyinaran matahari (Zhang et al,.2015). Faktor iklim seperti curah hujan
dan temperatur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman (Jafari and Zaredar, 2010). Faktor tanah seperti kandungan nutrisi tanah,
kandungan organik dan tingkat pH tanah berpengaruh terhadap produksi tanaman.
16
Menurut Forestry and Agrifoods Agency of Canada, faktor nutrisi tanah memiliki
beberapa fungsi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, elemen dasar dari nutrisi tanah antara lain nitrogen (N), fosfor (P),
potassium (K), calcium (Ca), magnesium (Mg). Faktor pH tanah berpengaruh
langsung terhadap produksi tanaman tembakau, karena kondisi pH yang optimal
akan memberi dampak pertumbuhan yang baik untuk tembakau (Zeng et al., 2014),
sedangkan faktor kandungan organik berpengaruh terhadap kesuburan tanah
(Albaji et al., 2009).
Keshavarzi et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa “land
evaluation results from a complex interaction of physical, chemical and bioclimatic
processes and evaluation models are reliable enough to predict accurately the
behaviour of land”, yang memiliki arti bahwa hasil penilaian lahan berasal dari
interaksi proses kompleks antara faktor fisik, kimia dan bioklimatik dan model
evaluasi yang dapat dipercaya untuk memprediksi dengan teliti tentang lahan.
Pernyaatan ini menjadi dasar, bahwa penilaian kesesuaian lahan memerlukan
algoritma yang tepat agar hasil penilaian kesesuaian lahan benar-benar teliti.
Elaalem (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa “the use of fuzzy
set methodologies in land suitability evaluation allows imprecise representations
of vague, incomplete and uncertain information. Fuzzy land evaluations define
continuous suitability classes rather than “true” or “false” as in the Boolean model
(e.g. Burrough, 1989; Sicat et al., 2005; Ziadat, 2007; Keshavarzi, 2010). Fuzzy
set methodologies have the potential to provide better land evaluations compared
to Boolean approaches because they are able to accommodate attribute values and
properties which are close to category boundaries”, artinya penggunaan metode
fuzzy set dalam penilaian kesesuaian lahan memperkenankan representasi
17
informasi yang tidak jelas, kurang komplit, dan kurang teliti. Penilaian kesesuaian
lahan menggunakan fuzzy menentukan kelas kesesuaian kontinyu yang lebih baik
daripada pernyataan benar atau salah pada model Boolean (Burrough, 1989; Sicat
et al., 2005; Ziadat, 2007; Keshavarzi, 2010). Metode fuzzy set berpotensi untuk
menyediakan penilaian lahan yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan
Boolean karena metode fuzzy mengakomodir nilai diluar kategori batas. Penentuan
derajat keanggotaan suatu kriteria dalam metode fuzzy membutuhkan fungsi
keanggotaan. Berdasar studi literatur, tipe fungsi keanggotaan dalam penilaian
kesesuaian lahan meliputi tipe fungsi keanggotaan trapezoid, Z-shape, dan S-shape
(Keshavarzi et al.,2010; Sharififar et al., 2016; Tobert et al.,2008; Zhang et
al.,2015).
Kriteria faktor penilaian kesesuaian lahan yang bervariasi membuat rumit
penilaian tersebut, karena setiap kriteria memiliki tingkat dampak yang berbeda
terhadap kesesuaian lahan (Zhang et al., 2015), oleh karena itu diperlukan teknik
pembobotan untuk setiap kriteria. Menurut Chengiz dan Akbulak (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa” by using the AHP method, criteria in the choice
of model can be clearly defined and the problem can be systematically structured.
AHP facilitates the hierarchical structuring of goal-oriented decisions since it
enables the combination of strategies and activities. This approach gives decision-
makers the opportunity to compare and examine suitability criteria”, artinya
menggunakan metode AHP, kriteria dalam suatu pilihan dapat dengan jelas
ditetapkan dan masalah dapat disusun sistematis. AHP memfasilitasi penyusunan
hirarki dari pencapaian tujuan dengan ketersediaan kombinasi dari strategi dan
aktivitas. Pendekatan ini memberi pembuat keputusan keuntungan untuk
membandingkan dan menguji kriteria penilaian kesesuaian.
18
Keshavarzi et al (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
penilaian kesesuaian lahan menggunakan metode fuzzy dan pembobotan kriteria
menggunakan AHP menghasilkan informasi yang berharga untuk mengidentifikasi
faktor pembatas dalam produksi tanaman dan strategi untuk mengatasinya.
Penelitian lain oleh Elaalem et al (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
penerapan fuzzy AHP dalam penilaian kesesuaian lahan menghasilkan hasil yang
bagus karena metode ini mampu mengakomodir ketidaktelitian yang berhubungan
dengan batas setiap kriteria dan menghasilkan informasi untuk pembuat keputusan
dalam perencanaan penggunaan lahan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup tentang
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi, dimana
faktor-faktor ini memiliki potensi yang berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Pengertian lahan secara luas termasuk hasil aktivitas yang dilakukan manusia pada
masa lampau dan masa sekarang seperti rekalamasi pantai, pergantian vegetasi dll.
(FAO, 1976).
2.2.2. Kriteria Penilaian / Karakteristik Lahan
Kriteria penilaian / karakteristik lahan merupakan atribut lahan yang dapat
diukur atau diestimasi. Contohnya seperti kemiringan lahan, curah hujan, relief
tanah dll. Karakteristik lahan ini digunakan untuk menilai kemampuan lahan (FAO,
1976). Dalam penilaian kesesuaian lahan terdapat beberapa faktor yang
mengakomodir faktor fisik lahan untuk penilaian kesesuaian lahan. Berdasar pada
literatur berupa penelitian sebelumnya (Ahamed et al., 2000); Akinci et al., 2013;
Albaji et al., 2009; Chen et al., 2012; Feizizadeh and Blaschke,. 2012; Jafari and
19
Zaredar, 2010; Wang et al., 1990; Zhang et al., 2015), faktor penilaian kesesuaian
lahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu faktor iklim, tanah, dan topografi.
2.2.2.1. Faktor Iklim
Faktor iklim yang dipertimbangkan dalam penilaian lahan yaitu suhu rata-
rata, curah hujan, dan lama penyinaran matahari (Zhang et al, 2015). Suhu udara
berkaitan erat dengan ketinggian tempat, oleh karena itu jika suatu daerah tidak
terdapat data suhu maka dapat menggunakan rumus Braak (1928) dalam Ritung et
al (2007) untuk menghitung suhu yaitu 26ºC (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6ºC.
Curah hujan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pergantian musim tanam
dan pertumbuhan tanaman,
2.2.2.2. Faktor Tanah
Menurut Forestry and Agrifoods Agency of Canada, faktor nutrisi tanah
memiliki satu atau beberapa fungsi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, elemen dasar dari nutrisi tanah antara lain nitrogen (N),
phosphorus (P), potassium (K), calcium (Ca), magnesium (Mg). Faktor selanjutnya
yaitu pH tanah yang berpengaruh terhadap produksi tembakau karena jika kondisi
pH tinggi maka produksi tembakau akan turun (Zeng et al., 2014). Faktor
kandungan organik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah
(Albaji et al., 2009).
2.2.2.3. Faktor Topografi
Faktor topografi yang dipertimbangkan dalam penilaian lahan yaitu relief,
lereng, dan ketinggian tempat. Relief dan lereng berkaitan dengan faktor
pengelolaan lahan dan bahaya erosi, sedangkan faktor ketinggian tempat berkaitan
dengan temperatur udara dan lama penyinaran matahari. Ketinggian tempat diukur
dari permukaan laut sebagai titik nol (Ritung et al,. 2007).
20
2.2.3. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan merupakan tingkat kemampuan suatu bidang lahan untuk
jenis penggunaan tertentu (FAO, 1976). Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk
kondisi saat ini maupun setelah dilakukan perbaikan pada lahan tersebut. Lebih
spesifik lagi, kesesuaian lahan ditinjau dari sifat-sifat fisik lahannya yang sesuai
untuk usaha pertanian maupun komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al.,
2011). Menurut kerangka FAO (1976), terdapat dua macam kesesuaian lahan yaitu
kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif. Kesuaian lahan kualitatif adalah
kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, tanpa perhitungan
yang tepat baik biaya atau modal maupun keuntungan, Klasifikasi ini didasarkan
hanya pada potensi fisik lahan. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah
kesesuaian lahan yang tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik lahan, tetapi juga
mempertimbangkan aspek ekonomi.
Dalam penelitian ini, jenis kesesuaian lahan yang digunakan adalah
kesesuaian lahan kualitatif, hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
fisik lebih bersifat stabil dibandingkan faktor ekonomi dan sosial, selain itu menurut
Ranst et al (1996) pengembangan kesesuaian lahan secara fisik merupakan syarat
utama untuk perencanaan dan pengembangan penggunaan lahan.
2.2.4. Penilaian Kesesuaian Lahan
Penilaian kesesuaian lahan merupakan proses penilaian pada kemampuan
lahan jika digunakan untuk tujuan tertentu, dengan melibatkan pelaksanaan dan
interpretasi dari survey dan penyelidikan dari fisik lahan untuk mengidentifikasi
dan membuat perbandingan dari jenis penggunaan lahan yang dapat dipakai untuk
tujuan penilaian (FAO, 1976). Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan
21
/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan harapannya dapat berdampak
positif terhadap produksi tanaman (Djaenudin et al., 2011).
2.2.5. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:
2.2.5.1. Tingkat Ordo
Kesesuaian lahan ditingkat ordo menunjukkan keadaan kesesuaian lahan
secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan menjadi lahan yang
tergolong sesuai (S) atau lahan tidak sesuai (N) (FAO, 1976; Djaenudi et al: 2011).
2.2.5.2. Tingkat Kelas
Menurut Djaenudin et al (2011), kesesuaian lahan tingkat kelas
menggambarkan derajat kesesuaian. Tingkatan ini merupakan turunan dari
tingkatan ordo. Secara umum dari tingkat ordo sesuai dibagi menjadi tiga kelas
yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai moderat), S3 (sesuai marginal). Untuk tingkat
ordo N tidak dibeda-bedakan dalam kelas. Pembagian kelas ini dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.
Penjelasan tingkat kelas yaitu:
1. Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti tehadap penggunaan berkelanjutan dan tidak akan mereduksi
produktivitas lahan secara nyata.
2. Kelas S2 (sesuai moderat): Lahan memiliki faktor pembatas yang dapat
berpengaruh terhadap produktivitas lahan, lahan ini memerlukan masukan
tambahan. Pembatas tersebut bisa diatas oleh petani sendiri.
3. Kelas S3 (sesuai marginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat
dan dapat berpengaruh terhadap produktivitas lahan. Masukan yang
22
diperlukan harus lebih banyak daripada lahan kelas S2. Untuk mengatasi
faktor pembatas ini diperlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya campur
tangan pemerintah atau pihak swasta.
4. Kelas N, (tidak sesuai): Lahan yang memiliki kelas N disebabkan faktor
pembatas yang sangat berat dan/ atau sulit diatasi.
2.2.5.3. Tingkat Subkelas
Menurut Djaenudin et al (2011), tingkat subkelas merupakan tingkatan
dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas
berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat.
Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua pembatas.
Kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan
ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan, tergantung peranan
faktor pembatas pada masing-masing subkelas.
2.2.5.4. Tingkat Unit
Menurut Djaenudin et al (2011), keadaan tingkat unit merupakan tingkatan
dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada sifat tambahan yang
berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas
mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dam mempunyai jenis pembatas yang
sama pada satu tingkatan subkelas. Unit satu berbeda dengan unit yang lainnya
dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering
merupakan pembedaan detil dari faktor pembatasnya.
Dalam penelitian ini, klasifikasi tingkat kesesuaian lahan yang digunakan
adalah tingkat kelas. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat kesesuaian lahan dari area penelitian dalam tingkat semi detil sesuai tingkat
derajat kesesuaian lahan tersebut, klasifikasi ini berguna untuk perencanaan
23
penggunaan lahan pertanian dan perkebunan. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan
untuk tanaman tembakau dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kelas kesesuaian lahan berdasarkan index kesesuaian
No. Kelas Kesesuaian Index Kesesuaian
1 S1 0. 76 – 1
2 S2 0.51 – 0.75
3 S3 0.26 – 0.5
4 N 0.0 – 0.25
2.2.6. Tanaman Tembakau
Tembakau merupakan tanaman bernilai komersial yang disetiap lembaran
daunnya mengandung kandungan penting phyto-chemical yaitu nikotin. Tembakau
termasuk kedalam genus Nicotiana, yang merupakan salah satu dari generasi utama
family Solanaceae, Nicotiana tobacum dan Nicotiana rusticia termasuk kedalam
dua jenis tanaman tembakau yang dikomersilkan (Sarala et al., 2013). Sekitar 120
negara menanam tembakau dan hampir 4 juta hektar lahan pertanian ditanamani
tanaman ini. Berdasarkan data dari Tobacco in Australia, Indonesia termasuk dalam
leading producer’s tembakau nomor 5 pada tahun 2007. Salah satu kabupaten yang
menghasilkan tembakau ini adalah Kabupaten Wonogiri. Dalam penelitian ini,
penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada tanaman tembakau secara umum tanpa
memperhatikan varietas tertentu, hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya
(Chen et al., 2012; Zhang et al., 2015) yang juga mengasumsikan seluruh jenis
tembakau memiliki kriteria lahan yang sama.
2.2.7. Kriteria Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tembakau
Kriteria penilaian kesesuaian lahan yang erat kaitannya dengan penilaian
kesesuaian lahan dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor utama, yaitu faktor iklim,
topografi, dan tanah. Lahan untuk budidaya tembakau memiliki syarat tertentu
ditinjau dari tiga faktor ini. Syarat lahan untuk budidaya tembakau pada penelitian
24
ini mengacu pada penelitian Zhang et al (2015), dengan asumsi sesuai penjelasan
pada BAB I poin 1.1.
2.2.7.1. Faktor Iklim
Faktor iklim yang dipertimbangkan dalam penilaian kesesuaian lahan
untuk tembakau yaitu suhu rata-rata, rata-rata curah hujan, dan lama penyinaran
matahari. Syarat lahan untuk tanaman tembakau dari segi faktor iklim ditunjukkan
pada tabel 2.2. dan kondisi riil iklim di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan pada tabel
2.3.
Tabel 2.2. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor Iklim
No. Sub-kriteria Faktor Iklim Nilai
1. Suhu rata-rata 20-28 ºC
2. Rata-rata total curah hujan selama
recovery stage
50-100 mm
3. Rata-rata total curah hujan selama rapid growth
100-180 mm
4. Rata-rata curah hujan selama maturity stage
80-150 mm
5. Lama penyinaran matahari 400-600 jam
Sumber: Zhang et al (2015)
Tabel 2.3. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Iklim
No. Sub-kriteria Faktor Iklim Nilai
1. Suhu rata-rata 21-25ºC
2. Rata-rata total curah hujan selama
recovery stage
18-24 mm
3. Rata-rata total curah hujan selama rapid growth
18–28 mm
4. Rata-rata curah hujan selama maturity stage
11-21 mm
5. Lama penyinaran matahari 600-722 jam
Sumber: Badan Pusat Statistika (1998-2014)
25
2.2.7.2. Faktor Tanah
Faktor tanah yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan untuk
tembakau yaitu kandungan nitrogen (N), phosphorus (P), potassium (K), pertukaran
calcium (Ca) dan magnesium (Mg), pH tanah, dan kandungan organik yang terdapat
pada area penelitian. Syarat lahan untuk tanaman tembakau dari segi faktor tanah
ditunjukkan pada tabel 2.4. dan kondisi riil tanah di Kabupaten Wonogiri
ditunjukkan pada tabel 2.5.
Tabel 2.4. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor Tanah
No. Sub-kriteria Faktor Tanah Nilai
1. Kandungan N 30 mm kg-1
2. Kandungan P 10-20 mm kg-1
3. Kandungan K 120-240 mm kg-1
4. Pertukaran Ca 8-20 mm kg-1
5. Pertukaran Mg 1.6-3.2 mm kg-1
6. pH tanah 5-6.5
7 Kandungan organik (OM) 0.6-1.6 %
Sumber: Zhang et al (2015)
Tabel 2.5. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Tanah
No. Sub-kriteria Faktor Tanah Nilai
1. Kandungan N 58-122 mm kg-1
2. Kandungan P 1.8-4.3 mm kg-1
3. Kandungan K 1.8-14.2 mm kg-1
4. Pertukaran Ca 5.5-6.7 mm kg-1
5. Pertukaran Mg 0.6-4.3 mm kg-1
6. pH tanah 7.2-28.5
7 Kandungan organik (OM) %
Sumber: BPTP (2013)
2.2.7.3. Faktor Topografi
Faktor topografi yang dipertimbangkan dalam penilaian kesesuaian lahan
untuk tembakau yaitu relief, lereng, dan ketinggian tempat. Syarat lahan untuk
26
tanaman tembakau dari segi faktor topografi ditunjukkan pada tabel 2.6. dan kondisi
riil topografi di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.6. Syarat Lahan untuk Tanaman Tembakau dari Segi Faktor
Topografi
No. Sub-kriteria Faktor Topografi Nilai
1. Lereng 0-12.5 %
2. Ketinggian tempat 150-800 m
3. Relief 0.3-0.7
Sumber: Zhang et al (2015)
Tabel 2.7. Kondisi Kabupaten Wonogiri dari Segi Faktor Topografi
No. Sub-kriteria Faktor Topografi Nilai
1. Lereng 3.39-29.3 %
2. Ketinggian tempat 200 – 815 m
3. Relief 0.5 - 0.75
Sumber: BPTP (2013)
Dengan membandingkan kondisi syarat lahan untuk budidaya tembakau
dari penelitian Zhang et al (2015) yang dilakukan di Provinsi Shandong dengan
kondisi wilayah Kabupaten Wonogiri, maka secara umum terdapat kondisi yang
hampir sama. Berdasarkan persamaan kondisi wilayah tersebut, maka diasumsikan
syarat lahan yang berlaku di Provinsi Shandong juga berlaku di Kabupaten
Wonogiri. Syarat lahan ini akan digunakan dalam pembatasan nilai fungsi
keanggotaan pada proses standarisasi nilai setiap sub-kriteria menggunakan metode
fuzzy set.
2.2.8. Himpunan Fuzzy (Fuzzy set)
Himpunan fuzzy adalah pembagian objek pada suatu kelas dengan
rangkaian derajat dari keanggotaan. Seperti suatu kumpulan yang digolongkan
dengan fungsi keanggotaan yang mana diberikan untuk setiap objek, derajat ini
memiliki range antara 0 sampai 1. Konsep fuzzy set menyediakan poin yang tepat
dari awal untuk membentuk konsep framework yang paralel sesuai dengan
framework yang digunakan dalam kasus ordinary sets, tetapi ini lebih umum dan
27
berpotensi, memungkinkan penggunaan dalam jangkauan yang lebih luas, terutama
dalam bidang klasifikasi dan pemrosesan informasi. Pada dasarnya fuzzy set
merupakan framework yang menyediakan cara alamiah yang berhubungan dengan
masalah yang berawal dari ketidaktepatan karena ketiadaan penentuan kriteria
dengan tegas dalam keanggotaan kelas.
Misalkan X adalah tempat untuk objek dengan elemen dari X ditunjukkan
dengan x, jadi X = {x}. Fuzzy set A pada X merupakan penggolongan dengan fungsi
keanggotaan fA(x) yang terhubung dengan setiap poin pada X dengan nilai yang
berada pada interval [0,1], dengan nilai fA(x) pada x menunjukkan derajat
keanggotaan dari x pada A. Ketika A merupakan himpunan biasa, maka fungsi
keanggotaannya hanya bernilai dua macam yaitu 0 dan 1, dengan fA(x) = 1 berarti x
termasuk kedalam himpunan A, dan fA(x) = 0 berarti x tidak termasuk kedalam
himpunan A (Zadeh, 1965).
Ada beberapa cara menuliskan himpunan fuzzy yaitu:
1. Cara 1 : sebagai himpunan pasangan berurutan
A = {(x1, µA(x1)), (x2, µA(x2)), …, (xn, µA(xn)) }
2. Cara 2 : dinyatakan dengan menyebut fungsi keanggotaan
Cara ini digunakan bila anggota himpunan fuzzy bernilai menerus (riil)
3. Cara 3 : dengan menuliskan sebagai
A = { } untuk x diskrit
A = { } untuk x menerus (continue)
Himpunan fuzzy mempunyai dua atribut :
1. Linguistik: penamaan grup yang mewakili kondisi dengan menggunkan
bahasa alami. Contoh : panas, dingin, tua, muda dsb.
28
2. Numerik: nilai yang menunjukkan ukuran variabel fuzzy
Contoh: 35, 78, 112,0 dsb.
Contoh himpunan fuzzy: misalkan variabel umur dibagi menjadi 3 kategori
Muda: umur < 35 tahun
Paruhbaya: 35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua: umur > 55 tahun
Himpunan fuzzy diatas dapat digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Contoh himpunan fuzzy untuk variabel umur
2.2.9. Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang
menunjukan pemetaan titik-titik input data (sumbu x) kedalam nilai keanggotaan
yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan
diantaranya fungsi keanggotaan trapezoid, S-shape, dan Z-shape.
2.2.10. Fungsi Keanggotaan Fuzzy untuk Kesesuaian Lahan
Penentuan derajat keanggotaan setiap faktor penilaian kesesuaian lahan
membutuhkan fungsi keanggotaan untuk perhitungan, dalam penilaian kesesuaian
lahan ada beberapa tipe fungsi keanggotaan yang digunakan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, tipe fungsi keanggotaan tersebut antara lain yaitu fungsi trapezoid /
parabolic / trapesium, fungsi Z-shape, dan fungsi S-shape (Keshavarzi et al., 2010;
Sharififar et al., 2016; Tobert et al., 2008; Zhang et al., 2015). Berdasarkan faktor-
faktor penilaian kesesuaian lahan yang berpengaruh terhadap tingkat kesesuaian
29
lahan untuk tembakau, maka penelitian ini menggunakan tiga fungsi keanggotaan
yaitu trapezoid, S-shape, dan Z-shape
2.2.10.1. Fungsi keanggotaan trapezoid
Fungsi keanggotan trapezoid merupakan fungsi keanggotaan yang
menentukan derajat keanggotaan berdasarkan posisi x dengan empat nilai pembatas
dalam fungsi tersebut. Nilai pembatas ini yaitu a, b, c, dan d. Fungsi keanggotaan
trapezoid digunakan untuk faktor karakteristik lahan yang dimana nilai dari
karakteristik lahan ini akan bernilai optimal pada titik batas optimal saja, semakin
tinggi atau semakin rendah nilai akan berdampak sama pada potensi kesesuaian
lahan untuk tembakau. Bentuk dan rumus dari fungsi keanggotaan trapezoid dapat
digambarkan pada gambar 2.2 dan rumus 2.1.
Gambar 2.2. Model fungsi keanggotaan trapezoid
dimana:
x adalah nilai input dari karakteristik lahan
µ(x) adalah nilai derajat keanggotaan x untuk kesesuaian lahan
a adalah nilai batas terendah
b adalah nilai batas optimal terendah
c adalah nilai batas optimal tertinggi
d adalah nilai batas tertinggi Nilai a < b < c < d
(2.1)
30
2.2.10.2. Fungsi keanggotaan Z-shape
Fungsi Z-shape merupakan fungsi keanggotaan berbetuk S terbalik yang
menentukan derajat keanggotaan berdasarkan posisi x dengan dua nilai pembatas
dalam fungsi tersebut. Nilai pembatas ini yaitu a dan c. Fungsi keanggotaan Z-
shape digunakan untuk faktor karakteristik lahan yang dimana nilai dari
karakteristik lahan tersebut akan memiliki dampak peningkatan potensi kesesuaian
suatu lahan terhadap tembakau jika nilai karakteristik lahan semakin rendah.
Bentuk dan rumus dari fungsi keanggotaan Z-shape dapat digambarkan pada
gambar 2.3 dan rumus 2.2.
Gambar 2.3. Model fungsi keanggotaan Z-shape
dimana:
x adalah nilai input dari karakteristik lahan
µ(x) adalah nilai derajat keanggotaan x untuk kesesuaian lahan
a adalah nilai batas terendah
c adalah nilai batas tertinggi
b adalah
(2.2)
31
2.2.10.3. Fungsi keanggotaan S-shape
Fungsi S-shape merupakan fungsi keanggotaan berbetuk S yang
menentukan derajat keanggotaan berdasarkan posisi x dengan dua nilai pembatas
dalam fungsi tersebut. Nilai pembatas ini yaitu a dan b. Fungsi keanggotaan S-
shape digunakan untuk faktor karakteristik lahan yang dimana nilai dari
karakteristik lahan tersebut akan memiliki dampak peningkatan potensi kesesuaian
suatu lahan terhadap tembakau jika nilai karakteristik lahan semakin tinggi. Bentuk
dan rumus dari fungsi keanggotaan S-shape dapat digambarkan pada gambar 2.4
dan rumus 2.3.
Gambar 2.4. Model fungsi keanggotaan S-shape
dimana:
x adalah nilai input dari karakteristik lahan
µ(x) adalah nilai derajat keanggotaan x untuk kesesuaian lahan
a adalah nilai batas terendah
c adalah nilai batas tertinggi
b adalah
(2.3)
32
2.2.11. Metode AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA
AHP merupakan metode yang muncul karena adanya masalah pokok dari
teori keputusan yaitu bagaimana cara memperoleh bobot untuk sekumpulan kriteria
yang sesuai dengan tingkat kepentingan kriteria tersebut. Kepentingan ini biasanya
diperoleh dengan pertimbangan yang cocok untuk kriteria tersebut. Hal ini
merupakan proses pembuatan keputusan dengan multi-criteria dengan
menggunakan struktur hierarki. Objek yang memiliki bobot disebut dengan
prioritas. Metode AHP terfokus pada pengembangan metode untuk memberi skala
bobot dari elemen pada setiap level dari hirarki. AHP membangun matrix pairwise
comparison dari setiap kriteria yang berisi tentang kekuatan salah satu elemen
terhadap elemen yang lain (Saaty, 1977).
Penggunaan AHP untuk memodelkan permasalahan membutuhkan hirarki
atau struktur jaringan untuk menggambarkan permasalahan dan pairwise
comparison untuk membuat hubungan dalam struktur tersebut. Dalam
permasalahan dikrit, perbandingan digunakan untuk memperoleh matrix yang
dominan. Matrix bersifat reciprocal yaitu aji = 1 / aij. Secara umum model dari
hirarki suatu permasalahan yaitu terdiri dari objektif, kriteria, kemudian subkriteria
yang merupakan bagian dari kriteria, dan terakhir yaitu tingkat alternatif dari
pilihan yang dibuat (Saaty, 1987). Banyaknya tingkatan disesuikan dengan
kebutuhan, dalam penelitian ini tingkat hirarki terdapat 3 tingkatan, yaitu tujuan,
kriteria, dan sub-kriteria.
Estimasi prioritas merupakan bagian yang penting dalam AHP. Banyak
penelitian telah dilakukan untuk menentukan prioritas dari pairwise comparison.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan prioritas adalah correlation
coefficient maximization appoarch (CCMA), metode CCMA merupakan suatu
33
metode yang menentukan prioritas melalui pemaksimalan koefisien korelasi antar
nilai tiap kolom dari matrix pairwise comparison. Melalui metode CCMA ini akan
diperoleh hasil prioritas yang tepat dari sub-kriteria yang tersedia (Wang et al,
2007).
Tahapan perhitungan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA yaitu:
1. Membuat hirarki permasalahan
Hirarki permasalahan berisi dari tujuan, kriteria dan alternatif. Contoh dari
hirarki ini seperti pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Hirarki permasalahan kesesuaian lahan
(Sumber: Zhang et al., 2015)
2. Membuat matrix pairwise comparison
Pairwise comparison dibuat berdasarkan penetapan tingkat kepentingan
dari faktor berdasarkan skala yang dibuat oleh Saaty. Skala Saaty terdapat dalam
tabel 2.8.
Tabel 2.8. Skala dan deskripsi untuk pairwise comparison AHP
Intensitas kepentingan Deskripsi
1 Equal importance 3 Moderate importance 5 Strong or essential importance 7 Very strong or demonstrated importance 9 Absolute importance 2,4,6,8 Intermediate values Reciprocals Values for inverse comparison
Sumber: Saaty (1977)
34
3. Normalisasi matrix comparison
Normalisasi matrix menggunakan rumus 2.4.
bij = i,j = 1,…,n (2.4)
dimana: bij adalah komponen dari hasil normalisasi matrix
aij adalah komponen dari matrix A
aj adalah rata-rata setiap kolom pada matrix A
4. Menghitung transformasi bobot
Penghitungan transformasi bobot menggunakan rumus 2.6 dan maksimalisasi
jumlah koefisien korelasi dengan rumus 2.5.
R = (2.6)
= i=1,…,n (2.5)
dimana:
adalah hasil tranformasi bobot
bij adalah komponen matrix hasil normalisasi
R adalah koefisien korelasi
5. Menentukan bobot koefisien
Perhitungan bobot koefisien menggunakan rumus 2.7.
β = (2.7)
(2.8)
dimana:
β adalah koefisien bobot
aij adalah komponen matrix A
adalah transformasi bobot
adalah tranformasi bobot per kolom hasil dari perhitungan rumus (2.8)
35
6. Menghitung final prioritas
Perhitungan final prioritas menggunakan rumus 2.9.
= , i = 1,…,n (2.9)
dimana:
adalah final prioritas
n adalah jumlah faktor
β adalah koefisien bobot
adalah transformasi bobot
2.2.12. Metode Fuzzy Set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA
dalam penilaian kesesuaian lahan
Penerapan fuzzy AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA dalam
penilaian kesesuaian lahan terdapat beberapa tahapan. Tahapan algoritma dari
metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA adalah sebagai
berikut:
2.2.12.1. Identifikasi faktor penilaian
Penelitian ini menggunakan proses penilaian multiple criteria untuk
menilai kesesuaian lahan tanaman tembakau. Banyak faktor yang berdampak
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Forestry and Agrifoods Agency of
Canada), namun faktor-faktor ini tidak mungkin untuk digunakan seluruhnya dalam
penilaian kesesuaian lahan (Zhang et al, 2015). Berdasarkan literatur (Ahamed et
al,.2000; Akinci et al,.2013; Albaji et al,.2009; Chen et al,.2012; Feizizadeh and
Blaschke,.2012; Jafari and Zaredar,.2010;Wang et al,.1990, Zhang et al,.2015),
maka ada 3 faktor yang digunakan dan terdapat 15 karakteristik lahan berdasarkan
faktor yang digunakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab 2.2.7.
36
2.2.12.2. Standarisasi sub-kriteria menggunakan metode fuzzy
Sub-kriteria yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan ini bersifat
multi-criteria, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Untuk mengetahui tingkat
potensi suatu nilai sub-kriteria untuk budidaya tembakau, maka diperlukakan
standarisasi dalam rentang nilai yang sama untuk seluruh nilai sub-kriteria. Dengan
perhitungan stadardisasi akan diperoleh nilai derajat keanggotaan yang
menunjukkan potensi nilai sub-kriteria tersebut untuk budidaya tembakau. Setiap
faktor memiliki tipe membership function masing-masing sesuai pengaruh faktor
tersebut. Stadardisasi faktor dalam penelitian ini menggunakan membership
function dan rumus sesuai dengan penjelasan pada sub-bab 2.2.10.
2.2.12.3. Pembobotan faktor menggunakan metode AHP estimasi prioritas
metode CCMA
Penilaian kesesuaian lahan merupakan proses penialain multi-criteria
yang menggunakan banyak faktor, maka diperlukan pembobotan untuk setiap
faktor guna mengetahui bobot antar karakteristik lahan terhadap potensi kesesuaian
lahan. Pembobotan faktor dalam penelitian ini menggunakan AHP dengan estimasi
prioritas metode CCMA dengan tahapan sesuai dengan penjelasan pada sub-bab
2.2.11.
2.2.12.4. Penghitungan index kesesuaian lahan
Index kesesuaian lahan dihitung menggunakan model linier additive
combination (Cengiz, T. and C. Akbulak, 2009; Feizizadeh and Blaschke, 2012;
Zhang et al., 2015). Rumus perhitungan index lahan terdapat pada rumus 2.10.
(2.10)
37
dimana: SI adalah index kesesuaian
Wi adalah bobot faktor i hasil perhitungan menggunakan metode AHP
dengan estimasi prioritas metode CCMA
µi adalah derajat keanggotaan untuk fakor i hasil perhitungan
menggunakan metode fuzzy set.
Nilai akhir dari SI berada pada range 0 sampai 1, hal ini dikarenakan nilai
bobot dan derajat keanggotaan setiap faktor juga bernilai 0 sampai 1. Nilai 1
menunjukkan sangat sesuai dan 0 menunjukkan tidak sesuai.
2.2.13. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dimulai dengan dengan melakukan studi literatur.
Berdasarkan studi literatur dari beberapa jurnal, artikel, maupun hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian penilaian kesesuaian lahan untuk
tanaman tembakau. Dari studi literatur diperoleh hasil identifikasi masalah dan
konsep penyelesaian permasalahan tersebut.
Permasalahan yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara ketersediaan
lahan dengan kebutuhan peningkatan produktivitas tembakau untuk memenuhi
kebutuhan ekspor. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu adanya upaya
pengoptimalan ketersediaan lahan untuk meningkatkan nilai produktivitas
tembakau dengan cara melakukan penilaian kesesuaian lahan.
Penilaian kesesuaian lahan merupakan proses multi-criteria yang
memerlukan stadardisasi dan pembobotan, karena kriteria penilaian kesesuaian
lahan memiliki bentuk dan satuan yang berbeda, serta memiliki pengaruh yang
berbeda-beda terhadap pertumbuhan tembakau. Stadardisais setiap kriteria
menggunakan metode fuzzy set dan pembobotan setiap kriteria menggunakan
metode AHP.
38
Model sistem penilaian kesesuaian lahan yang akan dibuat menghasilkan
output berupa nilai indeks kesesuaian beserta kelas kesesuaian lahan setiap satuan
unit lahan untuk tembakau di area penelitian. Hasil penilaian ini akan divalidasi
dengan mengkorelasikan nilai dan kelas kesesuaian lahan dengan nilai dan kelas
produktivitas tembakau di area penelitian. Hasil korelasi ini kemudian dibandingan
dengan hasil korelasi antara penilaian dari BPTP terhadap nilai dan kelas
produktivitas tembakau. Tujuan perbandingan ini adalah untuk mengetahui tingkat
akurasi sistem yang dibuat dibandingkan metode yang telah digunakan di BPTP.
Hasil penelitian yang diharapkan yaitu berupa sistem yang tervalidasi
dengan hasil yang lebih baik dibandingan metode yang biasa digunakan di BPTP,
sehingga fuzzy set dan AHP mampu menjadi metode solusi dan alternatif dalam
penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau.
Skema alur kerangka berfikir sesuai penjabaran diatas terdapat pada gambar 2.6.
39
Studi Literatur
Mengidentifikasi Masalah:
1. Ketersediaan lahan untuk budidaya tembakau semakin berkurang.
2. Optimalisasi ketersediaan lahan untuk meningkatkan hasil produksi melalui
penilaian kesesuaian lahan.
3. Pemilihan algoritma untuk stadardisasi dan pembobotan setiap kriteria penilaian
dalam penilaian kesesuian lahan merupakan hal penting karena berpengaruh
terhadap hasil penilaian.
4. Tingkat akurasi metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas CCMA
dalam menentukan penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau.
Menganalisis Masalah:
Mengintegrasikan metode fuzzy set dan AHP untuk meningkatkan tingkat akurasi
hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman tembaku.
Tindakan:
Metode fuzzy set dan AHP diimplementasikan dalam penilaian kesesuaian lahan
untuk tanaman tembakau. Fuzzy set untuk standardisasi setiap kriteria dan AHP
untuk pembobotan setiap kriteria
Validasi Sistem:
Uji kecocokan dengan hasil produktivitas tembakau di lapangan, dan perbadingan
hasil uji kecocokan dari penilaian BPTP.
Hasil:
Sistem tervalidasi dan penerapan metode fuzzy set dan AHP menjadi metode
terekomendasi dalam penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau.
Gambar 2.6. Kerangka Berfikir Penelitian
105
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Penilaian kesesuaian lahan untuk tembakau berhasil dibuat menggunakan
metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi prioritas metode CCMA dengan studi
kasus Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Penilaian kesesuaian
lahan didasarkan pada kondisi iklim, tanah, dan topografi. Berdasarkan hasil
penilaian, area penelitian memiliki tingkatan sesuai marginal untuk budidaya
tembakau. Hasil penilaian ini kemudian dicocokan dengan data riil di lapangan dan
dibandingkan dengan hasil penilaian dari sistem konvensional. Nilai tingkat
kecocokan menunjukkan bahwa kecocokan dari SPKL fuzzy set dan AHP terhadap
produktivitas yaitu 85%, penilaian ini lebih baik dibandingkan dengan hasil
penilaian BPTP yang memiliki tingkat kecocokan sebesar 78%. Berdasarkan
perhitungan AHP, sub-kriteria yang memiliki tingkat pengaruh paling tinggi
terhadap tingkat kesesuaian suatu lahan untuk tembakau yaitu kondisi relief lahan,
dan sub-kriteria yang memiliki pengaruh paling rendah yaitu ketersediaan nitrogen.
Simpulan yang diperoleh adalah metode fuzzy set dan AHP dengan estimasi
prioritas metode CCMA bisa menjadi alternatif metode penilaian kesesuaian lahan
yang lebih baik dibandingkan metode konvensional, karena proses dalam
penentuan indeks kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan metode yang
sistematis yang dapat meningkatkan ketelitian dalam penilaian kesesuaian lahan.
106
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukan, dapat diajukan saran dalam
pengembangan sistem lebih lanjut yaitu menambahkan faktor penilaian selain
faktor fisik lahan, yang berpengaruh pada tingkat kesesuaian tanamana
tembakau pada suatu lahan untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih
universal dan mampu meningkatkan nilai akurasi sistem.
107
DAFTAR PUSTAKA
Adamcsek, E. 2008. The Analytic Hierarchy Process and its Generalizations. Thesis. Eotvos Lorand University. Hongaria.
Ahamed, T.R.N., K.G.Rao, dan J.S.R. Murthy. 2000. GIS-Based Fuzzy
Membership Model for Crop-Land Suitability Analysis. Agricultural Systems 63: 75-95.
Akinci, H., A.Y.Ozalp, dan B.Turgut. 2013. Agricultural Land Use Suitability
Analysis using GIS and AHP Technique. Computers and Electronics in Agriculture 97: 71–82.
Albaji, M., A.A.Naseri, P. Papan, dan S.B. Nasab. 2009. Qualitative Evaluation of
Land Suitability for Principal Crops in the West Shoush Plain, Southwest Iran. Bulgarian Journal of Agricultural Science 15(2): 135-145.
Badan Pusat Statistika. 2015. Ekspor Tembakau Menurut Negara Tujuan Utama,
2000-2015. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistika Kabupaten Wonogiri. 2013. Wonogiri dalam Angka. BPS
Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Badan Pusat Statistika Kabupaten Wonogiri. 2014. Wonogiri dalam Angka. BPS
Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Badan Pusat Statistika Kabupaten Wonogiri. 2015. Wonogiri dalam Angka. BPS
Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Burrough, P.A. 1989. Fuzzy Mathematical Methods for Soil Survey and Land
Evaluation. Journal of Soil Science 40: 477-492. Cengiz, T. dan C. Akbulak. 2009. Application of Analytical Hierarchy Process and
Geographic Information Systems in Land-Use Suitability Evaluation: A Case Study of Dumrek Village (Canakkale, Turkey). International Journal of Sustainable Development & World Ecology 16: 286-294.
Chang, N.B., G. Parvathinathan, dan J.B. Breeden. 2007. Combining GIS with
fuzzy multicriteria decision-making for landfill siting in a fast-growing urban region. Journal of Environmental Management 87: 139–153.
Chen, F., G. Peng, W.Su, Y.Qin dan X.Li. 2012. Small-Scale Evaluation of Tobacco
Planting Suitability Based on Spatial Information Technology. International Federation for Information Processing 2012. China.
108
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tembakau 2014 – 2016. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 36p.
Elaalem, M., P. Fisher, dan A. Comber. 2011. A Comparison of Fuzzy AHP and
Ideal Point Methods for Evaluating Land Suitability. Transactions in GIS 15(3): 329–346.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No. 32. FAO.
Rome, pp 81.
Feizizadeh, B. dan T. Blaschke. 2012. Land Suitability Analysis for Tabriz County, Iran: A Multi-Criteria Evaluation Approach Using GIS. Journal of Environmental Planning and Management 1: 1–23.
Hamzeh, S., M. Mokarram, dan S.K. Alavipanah. 2014. Combination of Fuzzy and
AHP Methods to Assess Land Suitability for Barley: Case Study of Semi Arid Lands in the Southwest of Iran. Desert 19-2: 173-181.
Hartati, S. dan I.S. Sitanggang. 2010. A Fuzzy Based Decision Support System for
Evaluating Land Suitability and Selecting Crops. Journal of Computer Science 6(4): 417-424.
Hazain, F.A., Harisno, dan N.Legowo. 2012. Land Suitability Map Developmentfor
Central Java and Daerah Istimewa Yogyakarta Provinces Based on WebGIS. Procedia Engineering 50: 532 – 543.
Jafari, S. dan N. Zaredar. 2010. Land Suitability Analysis using Multi Attribute
Decision Making Approach. International Journal of Environmental Science and Development 1: 5.
Keshavarzi, A., F. Sarmadian, A. Heidari, dan M. Omid. 2010. Land Suitability
Evaluation Using Fuzzy Continuous Classification (A Case Study: Ziaran Region). Modern Applied Science 4: 7.
Majaliwa, J.G.M., S. Ratemo, A. Zizinga, M.Mugurura, S. D. Wafula, I. Tunywane,
P. Ababo, A. Achom, C. Tweyambe, K. Kyalisima dan R. Kaahwa. 2015. Suitability of major agricultural land uses around Kibale National Park. African Journal of Agricultural Research 10(36), pp. 3582-3589.
McBratney and O.A. Odeh. 1997. Application of Fuzzy Sets in Soil Science: Fuzzy
Logic, Fuzzy Measurements, and Fuzzy Decisions. Geoderma. 77, 85-113.
109
Nasiri, J., M.R.Naghavi, H. Alizandeh, M.R.F. Moghadam, A. Mashouf dan M. Nabizadeh. 2015. Modified AHP-Based Decision-Making Model Toward Accurate Selection of Eligible Maintenance Media for Production Oftaxanes in Taxus Baccatacallus Culture. Acta Physiol Plant 37:110.
Parapat, D.J. 2009. Model Penentuan Prioritas dalam AHP melalui Koefisien
Korelasi. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prakash, T.N. 2003. Land Suitability Analysis for Agricultural Crops: A Fuzzy
Multicriteria Decission Making Approach.Tesis. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation. Netherland.
Ranst E.V., T. Huajun, and J. Debaveye, R. Da. 1991. Land Suitability
Classification Based on Fuzzy Set Theory. Pedologie. XLI-3 p.277-290.
Ranst E.V., H. Tang, R. Groenemans, dan S. Sinthurahat. 1996. Application of
Fuzzy Logic to Land Suitability for Rubber Production in Peninsular Thailand. Geoderma. 70: 1-19.
Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian
Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Saaty, T.L. 1977. A Scaling Method for Priorities in Hierarchical Structures.
Journal of Mathematical Pshychology 15: 234-281. Sarala K., T.G.K. Murthy, P. Rao, dan H. Ravisankar. 2013. Tobacco Research in
India: Trends and Development. Agrotechnology. 2: 3. Sicat, R.S., E.J.M. Carranza, dan U.B. Nidumolu. 2005. Fuzzy Modeling of
Farmers’ Knowledge for Land Suitability Classification. Agricultural Systems 83: 49–75.
Tobert, H.A., E. Krueger, D. Kurtener. 2008. Soil Quality Assessment Using Fuzzy
Modelling. International Agrophysics. 22, 365-370. Wang, F., G.B. Hall and Subaryono. 1990. Fuzzy Information Representationand
Processing in Conventional GIS Software: Database Design and Application. International Journal Geographical Information System 4(3): 261-283.
110
Wang, Y., C. Parkan, dan Y. Luo. 2007. Priority Estimation in the AHP Through Maximization Of Correlation Coefficient. Applied Mathematical Modelling 31: 2711–2718.
Zadeh, L. A. 1965. Fuzzy set. Information and Control 8: 338-353. Zhang, J., Y. Su, J. Wu, dan H. Liang. 2015. GIS Based Land Suitability
Assessment for Tobacco Production using AHP and Fuzzy Set in Shandong Province of China. Computers and Electronics in Agriculture 114: 202–211.
Zeng, W., M. Zeng, H. Zhou, H. Li, Q. Xu, dan F. Li. 2014. The Effect of Soil pH
on Tobacco Growth. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 6(3): 452-457