sistem pengendalian persediaan spare part dengan

66
SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BACKORDER PADA INDUSTRI TEPUNG TERIGU Oleh Yayan Sofyan Ahmad 0042001105092 Skripsi ini disampaikan kepada Fakultas Teknik Universitas President dalam pemenuhan sebagian dari persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri 2014

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

i

SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BACKORDER PADA INDUSTRI TEPUNG TERIGU

Oleh Yayan Sofyan Ahmad

0042001105092

Skripsi ini disampaikan kepada Fakultas Teknik Universitas President dalam pemenuhan sebagian dari persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri

2014

Page 2: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

ii

LEMBAR REKOMENDASI PEMBIMBING

Skripsi berjudul “Sistem Pengendalian Persediaan Spare Part Dengan

Mempertimbangkan Backorder Pada Industri Tepung Terigu” yang

disusun dan diajukan oleh Yayan Sofyan Ahmad sebagai salah satu

persyaratan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas

Teknik telah ditinjau dan dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi.

Oleh karena itu, Saya merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.

Bekasi, 23 Januari 2014

Johan Oscar Ong, S.T, M.T

Page 3: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sistem Pengendalian

Persediaan Spare Part Dengan Mepertimbangkan Backorder Pada

Industri Tepung Terigu” adalah hasil dari pengetahuan terbaik Saya

dan belum pernah diajukan ke Universitas lain maupun diterbitkan baik

sebagian maupun secara keseluruhan.

Bekasi, 23 Januari 2014

(Yayan Sofyan Ahmad)

Page 4: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

iv

LEMBAR PERSETUJUAN

SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BACKORDER

PADA INDUSTRI TEPUNG TERIGU

Oleh

Yayan Sofyan Ahmad

004201105092

Disetujui oleh,

Johan Oscar Ong, S.T, M.T Ir. Andira, M.T. Pembimbing Skripsi 1 Pembimbing Skripsi 2

Herwan Yusmira, B.Sc. MET. MTech Ketua Program Studi Teknik Industri

Page 5: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

v

ABSTRAK

PT. Lumbung Nasional Flour Mill (LNFM) adalah sebuah perusahaan manufaktur

yang memproduksi tepung terigu. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2008 dan

mempunyai peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.100 MT/hari. Peningkatan ini

tentu saja mempunyai dampak terhadap pengadaan persediaan salah satunya adalah

persediaan spare part. Permintaan terhadap spare part mempunyai karakteristik

frekuensi permintaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah permintaan fluktuatif

terhadap barang consumable yang dapat menimbulkan kondisi backorder dan harus

menentukan metode pengendalian persediaan yang tepat agar tidak mengalami

kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu pada tahap awal diperlukan suatu metode

peramalan yang tepat. Metode peramalan digunakan yang terbaik dipilih berdasarkan

nilai MAD. Dilanjutkan ke perhitungan metode EOQ dan backorder (Q,r). Metode

ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock), pemesanan kembali

(reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan persediaan (stockout), sehingga

dapat meminimalisasi biaya persediaan bagi perusahaan. Hasil perhitungan

menggunakan model backorder menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghemat

biaya pembelian sebesar 29,60% dan biaya persediaan sebesar 2,41% selama setahun

dibanding dengan perhitungan yang dilakukan perusahaan sekarang. Ini berarti

menunjukkan bahwa solusi optimal bagi perusahaan penghasil tepung terigu adalah

menggunakan model pengendalian persediaan dengan backorder.

Kata kunci : Peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), backorder model (Q,r),

safety stock, reorder point, dan stockout.

Page 6: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

vi

KATA PENGANTAR

Saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan karunia-Nya

akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik dan benar, serta tepat pada

waktunya.

Skripsi ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai

pihak untuk membantu menyelesaikan berbagai hambatan dan tantangan selama

mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga saya tercinta

2. Bapak Johan Oscar Ong, S.T, M.T

3. Ibu Ir. Andira, M.T.

4. Bapak Herry Azwir

5. Bapak Herwan Yusmira, B.Sc. MET. MTech

yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan selama menempuh kuliah di

kampus President University.

Dengan penuh kesadaran dalam diri saya dalam penyusunan skripsi ini saya masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu saya menerima saran dan masukan yang dapat

membangun terhadap skripsi ini untuk menyempurnakannya.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semuanya.

Bekasi, 23 Januari 2014

Penulis

Page 7: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

vii

DAFTAR ISTILAH

Warehouse : Adalah penyimpanan barang (storage) sebelum

digunakan, dalam arti luas, juga termasuk

fasilitas dan lokasi dalam menyediakan

pergudangan.

Spare Part : Suatu barang yang terdiri dari beberapa

komponen yang membentuk satu kesatuan dan

mempunyai fungsi tertentu.

Consumable Material : Material sekali pakai habis atau bersifat un-

repairable (atau jikalau bisa dilakukan perbaikan

pada material ini secara cost jatuhnya tidak

efektif).

Inventory : Bahan baku dan penolong, barang jadi dan

barang dalam proses produksi dana barang-

barang yang tersedia, yang dimiliki dalam

perjalanan dalam tempat penyimpanan atau

konsinyasikan kepada pihak lain pada akhir

periode.

Optimal : Merupakan jumlah, derajat, atau sesuatu yang

paling disukai, bisa dicapai dalam suatu kondisi

tertentu.

Stockout : Adanya persediaan yang tidak mencukupi

kebutuhan mengakibatkan perusahaan

mengalami kekurangan persediaan.

Asset : semua hak yang dapat digunakan dalam operasi

perusahaan.

Lead Time : jangka waktu antara pesanan pelanggan dan

pengiriman produk akhir.

Page 8: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

i

ABSTRAK

PT. Lumbung Nasional Flour Mill (LNFM) adalah sebuah perusahaan manufaktur

yang memproduksi tepung terigu. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2008 dan

mempunyai peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.100 MT/hari. Peningkatan ini

tentu saja mempunyai dampak terhadap pengadaan persediaan salah satunya adalah

persediaan spare part. Permintaan terhadap spare part mempunyai karakteristik

frekuensi permintaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah permintaan fluktuatif

terhadap barang consumable yang dapat menimbulkan kondisi backorder dan harus

menentukan metode pengendalian persediaan yang tepat agar tidak mengalami

kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu pada tahap awal diperlukan suatu metode

peramalan yang tepat. Metode peramalan digunakan yang terbaik dipilih berdasarkan

nilai MAD. Dilanjutkan ke perhitungan metode EOQ dan backorder (Q,r). Metode

ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock), pemesanan kembali

(reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan persediaan (stockout), sehingga

dapat meminimalisasi biaya persediaan bagi perusahaan. Hasil perhitungan

menggunakan model backorder menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghemat

biaya pembelian sebesar 29,60% dan biaya persediaan sebesar 2,41% selama setahun

dibanding dengan perhitungan yang dilakukan perusahaan sekarang. Ini berarti

menunjukkan bahwa solusi optimal bagi perusahaan penghasil tepung terigu adalah

menggunakan model pengendalian persediaan dengan backorder.

Kata kunci : Peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), backorder model (Q,r),

safety stock, reorder point, dan stockout.

Page 9: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Warehouse atau umumnya lebih dikenal dengan istilah gudang adalah merupakan

suatu tempat penyimpanan barang yang berfungsi sebagai inventory. Secara fisiknya

warehouse mempunyai fungsi yaitu sebagai persediaan raw material,work in process,

finished good, dan spare part. Dalam melaksanakan fungsi tersebut warehouse

memerlukan suatu manajemen yang mampu melayani customer untuk memenuhi

semua kebutuhannya dengan baik. Pengendalian yang baik dapat diibaratkan dengan

bendungan air yang berfungsi menerima air dari sungai-sungai, mengumpulkan, dan

menyalurkannya ke sawah-sawah petani yang memerlukannya.

Manajemen pengendalian persediaan merupakan masalah yang penting dalam suatu

perusahaan, salah satunya yaitu inventory spare part adalah untuk memberi dukungan

bagi seluruh keperluan pemeliharaan peralatan yang digunakan dalam proses

produksi. Kerugian yang diakibatkan karena kerusakan mesin atau peralatan saat

proses produksi berlangsung harus diminimalkan. Hal ini erat kaitannya dengan

ketersediaan spare part yang harus selalu terjaga setiap saat melakukan perbaikan

peralatan produksi, karena nilai kerugiaan jika terjadi tidak tersedianya spare part,

dipastikan sangatlah besar. Tidak hanya kerugiaan yang dapat dihitung, tetapi juga

kerugian yang tidak dapat dihitung seperti kepercayaan konsumen kepada

perusahaan. Hal ini berpengaruh pada kelancaran pemenuhan permintaan konsumen

untuk suatu produk yang diproduksinya.

Study ini dilakukan pada sebuah perusahaan penghasil tepung terigu, yang difokuskan

pada sistem pengendalian inventory oleh warehouse spare part. Topik ini dianggap

penting karena sebagian besar asset perusahaan berada di divisi ini serta jumlah asset

Page 10: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

2

di perusahaan juga semakin bertambah. Saat ini perusahaan mempunyai 99.254 unit

spare part inventory yang berjumlah Rp 5.168.943.807,97.

Selama melakukan penelitian di warehouse spare part jenis asset yang berbentuk

inventory di divisi ini dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu jenis rotable,

repairable, dan consumable. Rotable yaitu spare part yang diperbaiki ketika

mencapai batas waktu yang ditentukan sesuai jadwal maintenance. Repairable adalah

material yang dilakukan penggantiannya pada saat mengalami kerusakan pada

material itu sendiri. Consumable yaitu material yang sekali pakai dan tidak bisa

diperbaiki kembali.

Yang menjadi obyek pengamatan pada penelitan ini adalah material jenis consumable

6-CON-CUT-001 yaitu Mata Pisau Gerinda. Material ini dipakai untuk membantu

dalam proses kegiatan maintenance terutama bila memerlukan proses pemotongan

material. Material jenis ini sering mengalami terjadinya stockout yang diakibatkan

adanya pemakaian berlebih dan tidak termasuk dalam daftar Preventive Maintenance

Part, tetapi bila dilakukan pembelian berlebih akan terjadi overstock. Seperti

diperlihatkan pada Gambar 1.1 dimana garis tersebut menunjukan jumlah permintaan

barang material.

Gambar 1.1 Grafik Kebutuhan 6-CON-CUT-001

Berdasarkan data historis yang didapat tidak semua material consumable memiliki

pola pemakaian yang sama. Seperti yang ada pada Gambar 1.2 menggambarkan

Page 11: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

3

bagaimana pola permintaan yang terjadi pada setiap material consumable yang

ditunjukan oleh masing-masing garis. Pola pemakaian inilah yang nantinya dalam

penelitian ini akan dijadikan parameter pertimbangan dalam menentukan kuantitas

persediaan serta pembelian yang optimal.

Gambar 1.2 Permintaan Material Consumable 2013 PT LNFM

Persediaan yang optimal dapat menghindari selain terjadinya stockout juga dapat

mengantisipasi terjadinya overstock. Bila permasalahan stockout diatasi dengan

melebihkan persediaan tentu dapat merugikan perusahaan karena bisa menyebabkan

terhentinya perputaran uang/modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak

diperlukan.

Berdasarkan masalah yang ada, maka perlu dilakukan suatu kajian khusus terhadap

sistem persediaan di warehouse spare part supaya bisa mengatasi permasalahan

tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan dalam proses penelitian ini adalah

“Bagaimana menentukan jumlah material yang dipesan dan kapan mulai melakukan

pemesanan sehingga dapat meminimalisasi biaya pemesanan yang terjadi.”

Page 12: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan melakukan penelitian di warehouse spare part ini adalah supaya dapat

mengetahui berapa jumlah yang dipesan dan kapan mulai dilakukan pemesanan

sehingga dapat diketahui besarnya biaya pemesanan.

1.4. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dilakukan pada sebuah warehouse spare part di perusahaan penghasil

tepung terigu. Dimana yang menjadi obyek penelitian adalah persediaan material

consumable 6-CON-CUT-001 Mata Pisau Gerinda. Waktu penelitian ini dilakukan

pada bulan September sampai November 2013.

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan, tujuan penelitian dan

pembatasan masalah.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang kajian teoritis sebagai dasar rujukan.

BAB III Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan dalam melakukan suatu analisis dijelaskan dalam bab ini.

BAB IV Data Dan Analisis

Pengamatan data diproses dan dianalisis pada bab ini. Hasil analisis

diharapkan mampu memberikan masukan mengenai pengendalian spare

part yang optimal.

BAB V Simpulan dan Saran

Bab ini memberikan simpulan hasil dari penelitian.

Page 13: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pendahuluan

Barang atau material yang diperlukan oleh perusahaan, sesudah dibeli dan selama

belum digunakan, disimpan dalam gudang persediaan untuk diproses lebih lanjut

(Tersine, 1994). Barang yang disimpan dalam persediaan dinamakan juga inventory.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai barang persediaan ini, terlebih dahulu perlu

diketahui beberapa jenis atau kategori. Ada empat jenis barang persediaan yaitu

persediaan raw material, work in process, finish good, dan spare part (Assauri,

1993).

1. Bahan Baku (raw materials)

Adalah bahan mentah yang belum diolah, yang diolah menjadi barang jadi,

sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. Termasuk dalam bahan

mentah adalah juga bahan-bahan penolong proses produksi, yang merupakan

komponen produk yang dihasilkan.

2. Barang Setengah Jadi (work in process)

Adalah hasil olahan bahan mentah, sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian

akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi.

3. Barang Jadi (finished good)

Adalah barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah yang merupakan hasil

utama perusahaan yang bersangkutan, dan siap untuk dipasarkan/dijual. Barang

atau produk jadi ini dijual langsung ke konsumen atau melalui beberapa rantai

penjualan seperti distributor, agen, pengecer, dan sebagainya.

4. Suku Cadang (spare parts),

Adalah segala jenis barang umum atau suku cadang yang digunakan untuk

operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang

digunakan.

Page 14: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

2

1.2. Biaya Inventory

Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi,

yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang

sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya

eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik,

misalnya berupa uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah

biaya yang tidak terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan

barang modal.

Dalam akuntansi, yang dimaksud dengan biaya adalah aliran sumber daya yang

dikeluarkan untuk membeli atau membayar persediaan, jasa, tenaga kerja, produk,

peralatan, dan barang lainnya yang digunakan untuk keperluan bisnis atau

kepentingan lainnya. Sementara biaya kesempatan merujuk pada setiap alternatif

yang dikorbankan untuk melakukan pekerjaan lain yang lebih bernilai.

1.2.1. Macam-macam biaya dalam persediaan

Persediaan pada dasarnya akan menimbulkan biaya-biaya. Menurut seorang ilmuwan

yang bernama Charles T Horngren (2006) menyebutkan bahwa biaya variabel dari

persediaan tersebut dapat digolongkan ke dalam:

a. Procurement atau Ordering Cost

Ordering cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi

pesanan, yang terdiri dari:

- Penerbitan pesanan pembelian (Purchase Request).

- Menerima dan memeriksa barang-barang yang termasuk dalam pemesanan.

- Pencocokan invioces yang diterima.

- Pesanan pembelian (Purchase Order).

- Catatan pengiriman untuk melakukan pembayaran.

- Biaya pemesanan termasuk biaya mendapatkan persetujuan pembelian.

- Serta biaya pengolahan khusus lainnya.

Page 15: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

3

b. Carrying Cost/Holding Cost

Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya persediaan.

Penentuan besarnya carrying cost didasarkan pada “Average Inventory”. Biaya-

biaya yang termasuk kedalam carrying cost adalah:

- Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang.

- Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak.

- Biaya akibat kehilangan/pencurian.

- Biaya asuransi (insurance).

- Biaya keusangan (obsolescence).

- Pajak dari persediaan yang ada dalam gudang (tax).

- Biaya penyusutan (shrinkage).

- Biaya kerusakan (spoilage).

Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah

kuantitatif, biaya simpan per – unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang

yang disimpan (misalnya: Rp/unit/tahun)

c. (stock-out cost/shortage costs)

Biaya yang timbul akibat perusahaan kehabisan persediaan, biaya-biaya yang

timbul adalah:

- Kehilangan penjualan.

- Hilangnya pelanggan.

- Biaya pemesanan dan ekpedisi khusus.

- Biaya mesin-mesin yang menganggur.

- Biaya tenaga kerja/upah.

- Terganggunya operasonal perusahaan.

- Target pekerjaan terhambat.

- Meningkatnya biaya utang lancar.

Biaya kehabisan persediaan/material pada kenyataannya cukup sulit diukur

khususnya yang berhubungan dengan pelanggan (external), karena menyangkut

kepuasan dan menurunnya kredibilitas perusahaan di mata pelanggan.

Page 16: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

4

1.3. Pola Permintaan Inventory

Dalam manajemen persediaan tersedia sejumlah sistem yang mengatur dan

menghitung bagaimana mengisi kembali persediaan barang. Persediaan barang yang

ada di gudang akan berkurang karena diambil dan dipakai oleh berbagai pihak atau

bagian perusahaan. Jumlah, frekuensi, keteraturan, dan turun naiknya pengambilan

atau pemakaian tergantung dari kebutuhan atau permintaan. Dan kebutuhan ini

kadang-kadang teratur, kadang-kadang agak tidak teratur, kadang-kadang bahkan

tidak teratur sama sekali. Oleh karena itu sistem yang dikembangkan untuk pengisian

kembali persediaan juga didasarkan atas berbagai kondisi kebutuhan atau permintaan

barang tersebut.

Tingkat suatu persediaan dapat ditambahkan adalah kapasitas suplai dan tingkat

penurunan persediaan adalah demand. Inventory bertindak sebagai suatu penyangga

(buffer) antara perbedaan tingkat antara supply dan demand.

Gambar 2.3 Analogi Inventory

Tangki air seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 adalah suatu analogi yang baik

untuk konsep aliran dan stok. Tingginya air menunjukan inventory, tingkat arus

masuk ke dalam tangki adalah analog dengan tingkat kapasitas suplai dan tingkat arus

keluar adalah menunjukan demand. Kalau permintaan melebihi suplai maka tinggi

tingkat suplai tingkat permintaan

tingkat inventory

Page 17: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

5

air dalam tangki akan turun, demikian juga sebaliknya suplai melebihi permintaan

tinggi air dalam tangki akan naik.

Suatu perbedaan yang sangat penting dalam manajemen inventory adalah apakah

suatu permintaan bebas (independent) atau tak bebas (dependent). Permintaan bebas

dipengaruhi oleh keadaan pasar (market condition) diluar control pengoperasian.

Oleh karena itu bebas dari pengoperasian. Inventory barang jadi dan spare part untuk

penggantian biasanya mempunyai permintaan yang bebas. Permintaan tak bebas

terkait dengan permintaan untuk barang lain dan tidak secara bebas ditentukan oleh

pasar. Kalau produk dibangun dari suatu spare part dan rakitan, maka permintaan

akan komponen-komponen itu tergantung pada permintaan akan produk akhir. Atas

dasar ini, secara garis besar, sistem yang dikembangkan tersebut dibedakan dalam

sistem permintaan bebas atau independen, sistem permintaan terikat atau dependent.

Permintaan bebas dan tidak bebas menunjukan suatu pola yang tidak tetap. Kadang-

kadang ada permintaan kadang-kadang tidak ada permintaan karena produksinya

dijadwalkan secara khusus dalam lot tertentu. Pola permintaan ini dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Contoh Diagram Pola Permintaan

Page 18: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

6

Untuk barang-barang permintaan yang tidak bebas seperti pada gambar grafik di atas

digambarkan dengan bar berwarna biru dimana jumlah permintaan selalu tetap setiap

periodenya sesuai dengan permintaan akan produk akhir. Untuk permintaan tidak

bebas dipakai filosopi kebutuhan (requirement philosophy). Jumlah stok yang

dipesan didasarkan hanya oleh kebutuhan.

Pola permintaan bebas pada gambar grafik di atas digambarkan dengan garis

berwarna biru dimana jumlah permintaan setiap periodenya fluktuatif. Untuk

permintaan bebas, filosopi penambahan (replenishment philosophy) adalah lebih

tepat. Kalau stok terpakai, maka harus segera diisi kembali agar ada material di

tangan yang siap melayani permintaan. Jadi kalau inventory mendekati habis, maka

perlu diadakan pemesanan material dan inventory ditambahkan kembali.

Oleh karena itu permintaan menimbulkan dua filosopi yang berbeda dari manajemen

inventory. Selanjutnya filosopi ini memerlukan metode penanganan yang berbeda.

1.4. Probablisitic Demand System Model Q with Backorder

Permasalahan dalam persediaan probabilistik adalah adanya permintaan barang tiap

harinya tidak diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui hanya berupa pola

permintaannya yang diperoleh berdasarkan data masa lalu. Pada model-model

persediaan deterministik, diasumsikan bahwasannya semua parameter persediaan

selalu konstan dan diketahui secara pasti. Pada kenyataannya, sering terjadi

parameter-parameter yang ada merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dan sifatnya

hanya estimasi atau perkiraan saja. Parameter-parameter seperti permintaan, lead

time, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga,

kenyataannya sering bervariasi. Model-model deterministik tidak peka terhadap

perubahan-perubahan parameter tersebut. Untuk menghadapi variasi yang ada,

terutama variasi permintaan dan lead time, model probabilistik biasanya dicirikan

dengan adanya persediaan pengaman (safety stock).

Page 19: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

7

Sistem pengendalian persediaan probabilistik merupakan suatu bentuk permintaan

yang fluktuatif yaitu suatu mekanisme dalam pembuatan serangkaian kebijakan yang

memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan pengaman, kapan persediaan

harus diisi, dan kuantitas pemesanan. Dalam kenyataan, kebijakan-kebijakan tersebut

dipengaruhi oleh beberapa kendala antara lain kapasitas gudang dan modal, adanya

unsur ketidakpastian (probabilistik) dalam permintaan (demand) atau waktu tunggu

(lead time), serta akibat dari barang pesanan konsumen yang tidak tersedia (stockout)

yaitu terjadinya kasus backorder dan lost sales.

Metode backorder (Q,r) merupakan suatu model persediaan untuk mencegah

terjadinya stockout terhadap barang yang diinginkan oleh user. Sehingga perusahaan

dapat melakukan penundaan pemenuhan permintaan dan segera melakukan

pemesanan darurat, dilain pihak user bersedia menunggu sampai barang tersebut

datang.

Berikut cara melakukan perhitungan:

1. Menghitung nilai Q pada kondisi tanpa stockout dengan menggunakan rumus:

...............................................................................(2-1)

Dimana:

D = rata-rata permintaan tahunan (unit)

S = biaya setup

biaya backorder perunit

2. Mencari Order Stockout Rate (OSOR):

................................................................................................(2-2)

3. Mencari safety factor (k) atau z dari nilai OSOR tersebut dengan menggunakan

tabel distribusi normal standard.

4. Mencari Partial Expectation g(k) atau E(z):

Page 20: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

8

.........................................................................................(2-3)

5. Menghitung Unit Stockout Rate (USOR).

Nilai ini akan menjadi konstanta dalam perhitungan g(k), sebab nilai ini

merupakan probabilitas stockout yang paling umum diharapkan terjadi.

6. Hasil g(k) kemudian akan dimasukan kembali ke dalam rumus Q untuk mencari

ukuran lot dengan mempertimbangkan adanya stockout.

7. Mencari kembali nilai g(k) dari hasil perhitungan Q dengan bantuan USOR

yang telah dihitung.

8. Kedua tahapan ini akan terus diulang sampai diperoleh harga Q dan k yang

konvergen (sama). Kemudian dengan menggunakan nilai k yang sudah

optimum itu, nilai reorder point (R) dapat dicari.

.........................................................................................(2-4)

9. Menghitung besarnya safety stock (SS) yang perlu disiapkan untuk

mengantisipasi terjadinya kekurangan persediaan.

....................................................................................................(2-5)

10. Menghitung jumlah unit backorder(B):

....................................................................................................(2-6)

11. Menghitung frekuensi pemesanan material (m)

............................................................................................................(2-7)

12. Menghitung interval pemesanan material (T)

.....................................................................................................(2-8)

13. Menghitung Unit Service Level (USL)

..........................................................................................(2-9)

14. Menghitung total biaya persediaan (TC).

Page 21: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

9

....................................................(2-10)

1.5. Tingkat Layanan (Service Level)

Tujuan dari manajemen persediaan tidak hanya mempertimbangkan biaya

penyimpanan dan biaya pemesanan, tetapi pertimbangan lain yang harus dilakukan

adalah tingkat layanan. Ada dua hal utama yang menjadi konsekuensi didalam

pendekatan layanan, konsekuensi pertama adalah hubungan antara tingkat layanan

dengan biaya untuk menyediakannya, dan konsekuensi kedua adalah hubungan antara

respon pelanggan terhadap perubahan tingkat layanan.

Service level dapat diformulasikan sebagai berikut:

...........................................................................................................(2-11)

1.6. Peramalan (Forecasting)

Peramalan merupakan aktivitas fungsi bisnis yang memperkirakan penjualan dan

penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang

tepat. Peramalan merupakan dugaan terhadap permintaan yang akan datang

berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu

historis. Peramalan menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal

maupun informal (Gaspersz, 1998).

Kegiatan peramalan merupakan bagian integral dari pengambilan keputusan

manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum pasti

(intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau bagian.

Page 22: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

10

Kesalahan dalam proyeksi penjualan akan mempengaruhi pada ramalan anggaran,

pengeluaran operasi, arus kas, persediaan, dan sebagainya. Dua hal pokok yang harus

diperhatikan dalam proses peramalan yang akurat dan bermanfaat (Makridakis,

1999):

- Pengumpulan data yang relevan berupa informasi yang dapat menghasilkan

peramalan yang akurat.

- Pemilihan teknik peramalan yang tepat yang akan memanfaatkan informasi

data yang diperoleh semaksimal mungkin.

Terdapat dua pendekatan untuk melakukan peramalan yaitu dengan pendekatan

kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Metode peramalan kualitatif digunakan ketika

data historis tidak tersedia. Metode peramalan kualitatif adalah metode subyektif

(intuitif). Metode ini didasarkan pada informasi kualitatif. Dasar informasi ini dapat

memprediksi kejadian-kejadian di masa yang akan datang. Keakuratan dari metode

ini sangat subjektif.

Metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe, causal dan time series.

Metode peramalan causal meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel

yang diprediksi seperti analisis regresi. Peramalan time series merupakan metode

kuantitatif untuk menganalisis data masa lampau yang telah dikumpulkan secara

teratur menggunakan teknik yang tepat. Hasilnya dapat dijadikan acuan untuk

peramalan nilai di masa yang akan datang (Makridakis, 1999).

Forecasting dapat menganalisis untuk memperkirakan masa depan dengan metode-

metode tertentu dan mempertimbangkan segala variabel yang mungkin berpengaruh

di dalamnya. Forecasting merupakan suatu estimasi tentang hal-hal yang paling

mungkin tejadi di masa mendatang berdasarkan eksplorasi dari masa lalu.

Forecasting juga merupakan bagian dari future research. Forecasting bersifat

eksploratif dan berkaitan dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Artinya

setiap hal yang akan terjadi di masa depan tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh

siapapun.

Page 23: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

11

Forecasting dengan metode-metodenya akan menghasilkan suatu pemetaan mengenai

hal-hal yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang. Kini forecasting telah

digunakan pada hampir seluruh disiplin ilmu, termasuk ilmu inventory dan seluruh

aktifitas di dalamnya. Misalnya dalam kegiatan pengendalian inventory suatu

perusahaan, seorang pengambil keputusan akan melakukan eksplorasi dari masa lalu

yang kemudian akan digunakan untuk memprediksikan hal-hal yang paling mungkin

terjadi di masa depan. Kegiatan tersebut penting karena dapat mengurangi

kemungkinan salah (error) dalam pengambilan keputusan.

Metode yang paling umum dan relatif mudah untuk mengembangkan perkiraan dari

data masa lalu adalah simple moving average, wiegthed moving average, dan

exponential smoothing. Perhitungan semua metode ini dapat dilakukan dengan

kalkulator atau dengan menggunakan komputer.

1.6.1. Simple Moving Average

Moving average diperoleh dengan rata-rata data permintaan dari beberapa periode

terbaru. Ketika data permintaan tidak memiliki pertumbuhan yang cepat atau

karakteristik musiman, teknik ini dapat berguna dalam menghilangkan fluktuasi acak

untuk peramalan. Moving average didefinisikansebagai berikut:

........................(2-12)

......................................................................(2-13)

..................................(2-14)

Dimana t adalah indeks periode berjalan, j adalah indeks umum, dan Dj adalah

permintaan selama periode j.

Page 24: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

12

Rata-rata bergerak dari waktu ke waktu. Setelah setiap periode telah berlalu,

permintaan untuk periode lama dihapus dan permintaan untuk periode terbaru

ditambahkan keperhitungan berikutnya:

...............................................................................(2-15)

1.6.2. Weighted Moving Average

Moving average memberikan bobot yang sama untuk setiap pengamatan pada

permintaan masa lalu yang digunakan dalam rata-rata. Kadang-kadang peramal yang

ingin menggunakan moving average tetapi tidak ingin semua periode n ditimbang

secara setara. Weighted moving average memungkinkan setiap keinginan bobot untuk

ditempatkan pada permintaan yang lalu. Sebuah periode n weighted moving average

didefinisikan sebagai berikut:

.............................................(2-16)

Dimana,

Bahwa C adalah sebuah konstanta yang digunakan sebagai bobot pada periode t, dan

..............................................................................................................(2-17)

Pada umumnya, bobot lebih diberikan kepada permintaan terbaru dan karenanya

model WMA mendiskontokan nilai informasi masa lalu. Jadi ramalan cenderung

lebih responsif terhadap perubahan yang asli dalam permintaan. Sebagai contoh data

yang paling baru ditentukan bobotnya sebesar 0.4, data terbaru berikutnya berbobot

Page 25: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

13

0.3, kemudian berturut-turut 0.2 dan terakhir 0.1. Dan perlu diingat bahwa jumlah

bobot yang diberikan harus sama dengan 1.00. Dan bobot terberat diberikan pada data

yang terbaru.

1.6.3. Simple Exponential Smoothing

Dimulai dengan proses permintaan yang sangat sederhana Dt = µ + εt, di mana εt

terdistribusi normal, dengan mean adalah nol. Model mampu meramalkan proses ini,

bahkan ketika memiliki pergeseran sesekali di µ,tendensi sentral. Tanpa perubahan,

formula ini mencerminkan kesalahan acak di sekitar tendensi sentral yang stabil.

Simple exponential smoothing adalah tipe khusus dari teknik rata-rata yang cocok

untuk peramalan proses ini. Bahkan, (J. F. Muth: 1960) menunjukkan bahwa

exponential forecast adalah yang optimal untuk suatu proses permintaan.

Persamaan untuk simple exponential smoothing hanya menggunakan dua informasi:

(1) Permintaan aktual untuk periode terbaru dan (2) Perkiraan terbaru. Pada akhir

setiap periode, perkiraan baru dibuat, sehingga:

Simple exponential smoothing memiliki persamaan berikut:

..................................................................................(2-18)

Page 26: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

14

Tujuan mengambil sebuah nilai untuk konstanta penghalusan adalah untuk mencapai

ramalan yang paling akurat.

1.7. Pemantauan Sistem Peramalan

Setiap sistem peramalan perlu dipantau secara berkala untuk mengetahui besarnya

kesalahan dan bias. Kesalahan yang wajar yang diharapkan, tetapi setiap peramal

mengkawatirkan adanya bias.

1.7.1. Mean Absolute Deviation (MAD)

Akurasi peramalan akan tinggi apabila nilai-nilai MAD, mean absolute percentage

error, dan mean squared error semakin kecil. MAD merupakan nilai total absolut

dari forecast error dibagi dengan data. Atau yang lebih mudah adalah nilai kumulatif

absolut error dibagi dengan periode. Jika diformulasikan maka formula untuk

menghitung MAD adalah sebagai berikut:

...................................................................................................(2-19)

Dimana,

.........................................................................................................(2-20)

Kebanyakan sistem peramalan juga memberikan perkiraan mean absolute deviation

of lead time demand (MADL) untuk distribusi normal, MAD adalah sekitar 0,8α.

Karena sampel mean absolute deviation adalah estimasi bias dari mean absolute

deviation, seperti sampel standar deviasi adalah perkiraan objektif tentang standar

deviasi.

Untuk kebanyakan distribusi probabilitas kesalahan, termasuk distribusi normal, R.G

Brown (1963) sudah membuktikan bahwa nilai MAD adalah sebanding dengan

standar deviasi kesalahan perkiraan, yaitu:

atau .........................................................................(2-21)

Page 27: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

15

1.7.2. Mean Absolute Percent Error (MAPE)

Rata-rata persentase kesalahan kuadrat merupakan pengukuran ketelitian dengan cara

persentase kesalahan absolute. MAPE menunjukkan rata-rata kesalahan absolut

prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktualnya.

..................................................................................(2-22)

Dimana,

dan mewakili kesalahan peramalan dan permintaan selama periode t, masing-

masing sebagaimana didefinisikan sebelumnya.

1.7.3. Tracking Signal

Menurut Gaspersz (2004), suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan

memperkirakan nilai-nilai aktual suatu ramalan diperbaharui setiap minggu, bulan

atau triwulan, sehingga data permintaan yang baru dibandingkan terhadap nilai-nilai

ramalan. Tracking signal dihitung sebagai running sum of the forecast errors (RSFE)

dibagi dengan mean absolute deviation.

..............................................................................................(2-23)

........................................................................................(2-24)

Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar

daripada ramalan, sedangkan apabila negatif berarti nilai aktual permintaan lebih

kecil daripada ramalan. Pada setiap peramalan, tracking signal terkadang digunakan

untuk melihat apakah nilai-nilai yang dihasilkan berada didalam atau diluar batas-

batas pengendalian dimana nilai-nilai tracking signal itu bergerak antara -4 sampai

+4.

Page 28: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Diagram Alir Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian seperti

yang tertera pada Gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5 Diagram Alir Penelitian

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Observasi Awal

Pengumpulan Data

MAD terkecil

Perhitungan Backorder Model (Q dan R)

Yes

No

Analisis Dan Usulan

Simpulan & Saran

Perhitungan Biaya Inventory

Perhitungan Peramalan

Perhitungan EOQ

Peng

olah

an D

ata

Page 29: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

2

1.2 Observasi Awal

Penelitian dimulai dengan melakukan observasi lapangan di PT LNFM. Kegiatan

observasi ini yaitu pengamatan langsung ke bagian warehouse spare part untuk

melihat bagaimana sistem pengendalian spare part yang dilakukan selama ini.

1.3 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang terjadi di warehouse spare part yaitu beberapa spare part

yang mengalami stockout, karena permintaan yang bersifat fluktuatif dan tidak

diketahui secara pasti. Kegiatan pengaturan persediaan belum sepenuhnya optimal

dan belum memperhitungkan biaya akibat kekurangan atau kelebihan persediaan.

Sehingga bila permintaan barang ini terjadi pada material yang ada hubungannya

dengan produksi, maka bisa mengakibatkan terjadinya perubahan jadwal produksi

sampai saat barang tersebut datang.

Persediaan yang optimal dapat menghindari selain terjadinya stockout juga dapat

mengantisipasi terjadinya overstock. Bila permasalahan stockout diatasi dengan

melebihkan persediaan tentu dapat merugikan perusahaan karena bisa menyebabkan

terhentinya perputaran uang/modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak

diperlukan. Tetapi jika kekurangan persediaan maka tidak dapat memenuhi

permintaan yang diinginkan, sehingga pemesanan material menjadi lebih sering yang

berarti dapat meningkatkan biaya pemesanan.

Yang menjadi obyek pengamatan pada penelitan ini adalah material jenis

consumable. Hal ini dilakukan karena material jenis ini sering mengalami terjadinya

stockout yang diakibatkan adanya pemakaian berlebih dan tidak masuk dalam daftar

Preventive Maintenance Part.

1.4 Pengumpulan Data

Data yang perlu dikumpulkan adalah:

a. Data permintaan dan catatan transaksi inventory spare part yang mengalami

stockout.

Page 30: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

3

b. Holding cost, yang terdiri dari; biaya tempat, biaya pemakaian listrik, biaya

tenaga kerja, PBB, biaya asuransi, biaya kehilangan, biaya penyusutan, dan

biaya keusangan.

c. Order Cost, yang terdiri dari; biaya paket software ERP (Axapta), biaya

internet, biaya faximile, biaya telepon, dan biaya tenaga kerja.

1.5 Studi Pustaka

Studi pustaka ditujukan untuk mendapatkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang

akan dijadikan sebagai landasan penelitian ini. Studi ini meliputi pemahaman tentang

teori dan konsep serta metode yang relevan untuk membentuk kerangka berfikir, agar

penelitian ini bersifat logis dan terarah. Adapun yang menjadi sumber kepustakaan

ini didapat dari buku-buku referensi yang berkaitan dengan pengendalian persediaan

dengan menggunakan metode backorder model Q.

1.6 Pengolahan Data

1.6.1 Perhitungan Peramalan

Perhitungan peramalan menggunakan beberapa metoda dalam peramalan yang

dilakukan secara berulang sampai menemukan nilai MAD terkecil untuk menghindari

besarnya kesalahan dan bias dalam melakukan perhitungan selanjutnya. Nilai MAD

tersebut akan digunakan pada saat melakukan perhitungan metode backorder (Q,r).

Multi-periode EOQ, perlu memperhitungkan risiko terjadinya stockout. Biasanya,

perkiraan barang memberikan ke sistem persediaan sebagai estimasi tentang .

Kebanyakan sistem peramalan juga memberikan perkiraan tentang mean absolute

deviation of lead time demand (MADL) meskipun standar deviasi lebih banyak

menggunakan ukuran, biasanya memang menempatkan MAD.

Untuk distribusi normal, MAD adalah sekitar 0,8σ. Karena sample rata-rata

penyimpangan mutlak adalah sebuah estimasi yang tidak memihak tentang deviasi

absolut rata-rata, sebagaimana sample standard devation adalah perkiraan berisi

Page 31: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

4

standar deviasi, ekuivalen dapat mengambil , di mana kita mengadopsi

bahwa MAD berada untuk salah satu populasi atau rata-rata sampel penyimpangan

yang mutlak.

1.6.2 Perhitungan Biaya Inventory

Komponen biaya inventory terdiri dari holding cost dan order cost. Biaya ini

diperlukan untuk melakukan perhitungan EOQ.

1.6.3 Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ)

Perhitungan EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dapat

meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan, atau sering juga

dikatakan jumlah pembelian yang optimal.

1.6.4 Perhitungan Backorder Model Q dan R

Perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan metode backorder model Q, sebab

kasus yang dialami adalah user akan tetap menunggu bagian warehouse spare part

untuk melakukan pemesanan kekurangan material dan memprosesnya hingga

meterial tersebut datang.

Dengan metode ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock),

pemesanan kembali (reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan material

(stockout), sehingga dapat meminimalisasi biaya material dan menentukan total biaya

yang perlu dikeluarkan perusahaan untuk satu tahun mendatang.

1.7 Analisis Dan Usulan

Hasil analisis memberikan usulan atas perbandingan antara kondisi sekarang dengan

kondisi bila menggunakan sistem perhitungan backorder, antara lain penghematan

total biaya persediaan yang dikeluarkan. Selain itu kebijakan usulan juga mampu

memberikan peningkatan service level.

Page 32: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

5

1.8 Simpulan Dan Saran

Penarikan simpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian dari subyek

penelitian dengan makna yang terkandung dalam dengan konsep-konsep dasar dalam

penelitan. Saran yang diberikan diharapkan mampu memperbaiki keadaan yang bisa

meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemakaian barang inventory.

Page 33: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

1

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

1.1. Data

1.1.1. Proses Produksi

PT. Lumbung Nasional Flour Mill (PT. LNFM) adalah sebuah perusahaan

manufaktur yang bergerak dibidang industri makanan. Perusahaan ini memproduksi

tepung jenis terigu yang secara resmi berdiri pada tahun 2008 dan memulai produksi

pada tahun 2010. Sertifikasi yang diperoleh diantaranya adalah ISO 22000 dan PAS

220 dari SGS pada bulan Mei 2011 serta mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.

Keseluruhan sertifikasi ini sejalan dengan komitmen untuk menghasilkan produk dan

layanan konsumen yang berkualitas tinggi.

Awalnya kapastitas produksi perusahaan pada tahun 2010 berkapasitas 500 MT/hari.

Seiring dengan meningkatnya permintaan customer maka pada tahun 2011 bertambah

satu lini produksi lagi sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 1.100 MT/hari.

Sehingga saat ini jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan adalah sekitar 380

orang. Adapun Nilai Asset perusahaan ini adalah USD 43,757,339.57.

Varian produk yang dihasilkan perusahaan bertujuan untuk dapat memenuhi

kebutuhan konsumen yang beragam baik dalam dan luar negeri (eksport), mulai dari

bisnis industri, ukm, restaurant dan café, bakery, sampai dengan tingkat konsumen

rumah tangga. Perusahaan ini mendistribusikan berbagai tingkatan tepung terigu,

mulai dari yang berkualitas baik, sampai dengan tepung terigu kualitas super

premium.

Selain memproduksi tepung terigu yang berkualitas baik dan premium, agate dan

zircon merupakan jenis tepung terigu yang berkualitas super premium menjadi

andalan dan direkomendasikan oleh para professional yang bergerak dalam bidang

Page 34: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

2

bakery dan cake shop. Adapun produk utamanya lainnya adalah : Jade, Torpedo,

Topaz, Sungai, Kerang, Bujur Sangkar, Onyx, dan Cemara serta Citrine.

Proses produksi tepung adalah proses pengolahan bahan baku gandum menjadi

tepung terigu, dalam proses produksi ini terdiri dari beberapa proses, diantaranya;

proses penerimaan raw material, milling, dan flour packing.

Proses penerimaan raw material ini tidak terus menerus dilaksanakan tergantung

pada kedatangan gandum. Sistem proses ini menggunakan metode transportasi

dimana gandum yang telah diterima disimpan dalam silo yang total kapasitasnya

68000 MT terdiri dari 12 Silo kapasitas 5000 MT dan 20 Silo Kapasitas 500 MT.

Proses milling adalah proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu, proses ini

terdiri dari beberapa tahap, diantaranya adalah tahap transfering yaitu pemindahan

gandum dari silo ke raw wheat bin, gandum yang dipindahkan disesuaikan dengan

jenis gandum yang akan digunakan pada proses milling. Selanjutnya tahap first

cleaning dan conditioning yaitu proses pembersihan gandum dari unsur-unsur lain

seperti debu, kulit gandum, batu-batuan dan material lainnya. Setelah gandum bersih

dari kotoran atau material-material lain maka dilakukan penambahan air untuk

menaikan kadar air (moisture) gandum tersbut yang disebut dengan proses

conditioning. Penambahan air dilakukan sesuai dengan kebutuhan target moisture

yang dibutuhkan. Proses penambahan air ini dilanjutkan dengan proses tempering

time. Setelah gandum tersebut sudah mencapai tempering time waktunya sudah

cukup maka sudah siap digiling.

Proses penggilingan (milling) yang meliputi proses breaking, reduction, sizing, dan

tailing. Diawali dengan proses breaking yaitu pemisahan biji gandum untuk

memisahkan kulit gandum dengan endosperm. Tahap berikutnya adalah reduction,

yaitu endosperma yang sudah dipisahkan diperkecil lagi menjadi tepung terigu. Kulit

gandum yang terpisah diproses kembali menjadi bran dan pollard. Tujuan dari tahap

Page 35: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

3

penggilingan ini untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan kualitas

tepung yang baik.

Proses akhir dari keseluruhan proses produksi tepung terigu adalah proses flour

packing atau pengepakan tepung kedalam kemasan dalam bentuk karungan yang

berukuran 25kg dan 50kg. Untuk konsumen tingkat rumah tangga tersedia dengan

kemasan plastik dalam ukuran 1kg.

1.1.2. Pemakaian Material Consumable

Saat ini proses produksi berlangsung secara terus-menerus untuk memenuhi

permintaan konsumen. Permintaan berbagai jenis material pun ke warehouse spare

part terjadi setiap saat. Pengendalian persediaan material yang dikendalikan oleh

warehouse spare part semakin bertambah dan fluktuatif. Tetapi pengendalian

persediaan material selama ini sering sekali terjadi kondisi dimana tidak bisa

terpenuhinya beberapa permintaan material yang dibutuhkan atau stockout terutama

pada material jenis consumable. Bahkan ada beberapa material yang sampai saat ini

mengalami overstock belum terpakai sama sekali. Salah satu material consumable

yang mengalami stockout tersebut adalah 6-CON-CUT-001, dimana data transaksinya

seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Data Permintaan Consumable 6-CON-CUT-001

No Month Demand No Month Demand 1 Jan-12 23 12 Des-12 11 2 Feb-12 5 13 Jan-13 18 3 Mar-12 26 14 Feb-13 16 4 Apr-12 9 15 Mar-13 18 5 Mei-12 15 16 Apr-13 29 6 Jun-12 25 17 Mei-13 20 7 Jul-12 0 18 Jun-13 17 8 Agu-12 7 19 Jul-13 27 9 Sep-12 54 20 Agu-13 32 10 Okt-12 14 21 Sep-13 29 11 Nop-12 21 22 Okt-13 25

Page 36: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

4

1.1.3. Holding Cost

Biaya-biaya yang dimasukan kedalam biaya holding cost adalah:

1. Biaya tempat

Divisi warehouse spare part ditempatkan pada tanah dengan ukuran 500m2.

Menurut catatan pembelian tanah pernah dilakukan tiga periode, yaitu;

1. Luas tanah 41.355m2 : Rp 23.659.441.296

2. Luas tanah 7.032m2 : Rp 3.402.720.899

3. Luas tanah 6.203m2 : Rp 3.412.895.740

Bangunan yang ditempati dibangun dengan biaya ± Rp 72.000.000. Sementara

untuk penempatan spare part disimpan pada rak-rak dengan ukuran rata-rata

adalah 1m x 0.5m x 2m. Rak tersebut terdiri dari beberapa level yang disusun

sedemikian rupa berdasarkan kelompok barangnya pada masing-masing aisle

yang sudah disediakan, dimana sistem penomorannya sudah ditentukan untuk

memudahkan pencarian barang.

Gambar 4.6 Layout Perusahaan PT LNFM

993m

550m

Page 37: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

5

2. Biaya pemakaian listrik

Tenaga listrik yang digunakan oleh perusahaan ini adalah tenaga listrik dari PT.

Cikarang Listrindo. Berikut adalah beberapa equipment yang dipakai sebagai

fasilitas bagi warehouse spare part untuk menunjang kegiatan inventory;

a. Lampu TL 38 watt : 18 buah

b. Lampu halogen 150 watt : 8 buah

c. AC office ½ PK merk Daikin 40W : 1 unit

d. Printer 1.2A : 2 unit

e. Komputer 40W : 1 unit

Total biaya pemakaian listrik di area warehouse ± Rp 852.261/bulan atau 0.031%

dari total pemakaian seluruh pabrik.

Gambar 4.7 Biaya Pemakaian Listrik PT LNFM

3. Biaya tenaga kerja

Karyawan warehuose spare part bertugas sebagai pembuat purchase request

(PR), memeriksa barang yang masuk, menempatkan barang pada lokasi,

melakukan receiving pada system sofware ERP, melakukan dokumentasi file-file

Page 38: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

6

inventory, melakukan jurnal movement terhadap barang yang diminta oleh user,

dan melakukan pengawasan terhadap seluruh barang yang ada termasuk

perawatannya.

a. Jumlah karyawan yang bertugas di warehouse spare part yaitu :

- Supervisor : 1 orang

- Forman : 1 orang

- Operator : 1 orang

b. Jam kerja : 08.00 s/d 16.00

c. Hari Kerja :

- Senin ~ Jum’at : Supervisor/Staff

- Senin ~ Minggu : Operator dan Forman

4. Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak yang dibayarkan pada tahun 2012 adalah Rp 206.604.400

5. Biaya Asuransi

Untuk melindungi terhadap kejadian yang tidak diinginkan pada asset yang

dimiliki, perusahaan ini ikut dua jenis asuransi yaitu;

a. Terraspan Insurance:

- Industrial All risk Insurance (menjamin hampir semua risiko kerugian

kecuali risiko-risiko yang tercantum dalam pengecualian)

Biaya yang dibayarkan setiap tahunnya adalah Rp 10.422.446.

- Heavy Equipment (menyediakan perlindungan komprehensif atau

kerugian total untuk alat berat seperti tractor, bulldozer, excavator,

crane serta alat-alat berat lainnya terhadap kerusakan baik saat

beroperasi atau pun tidak).

Biaya yang dibayarkan setiap tahunnya adalah Rp 7.560.000

b. Asuransi Wahana Tata:

- Property All risk (sama dengan asuransi Industrial All Risk).

Biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya adalah Rp 2.135.000.

Page 39: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

7

6. Biaya Kehilangan/Pencurian

Potensi kehilangan inventory di warehouse spare part bisa terjadi, hal ini

diakibatkan karena kurangnya sistem pengawasan. Kasus pencurian pernah

terjadi pada salah satu electrical spare part dengan harga Rp 1.860.820.

Berdasarkan pengalaman tersebut besarnya biaya kehilangan adalah 0.036%.

7. Biaya Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami penyusutan seperti beratnya berkurang

karena menguap atau tumpah. Biaya penyusutan biasanya diukur dari kejadian di

lapangan. Besarnya biaya penyusutan yang pernah terjadi adalah pada bahan

bakar solar yaitu ada sekitar 30 liter yang hilang akibat tumpah, yaitu sekitar

0,0065%.

8. Biaya Keusangan

Terdapat beberapa barang tertentu yang masuk dalam inventory spare part

mempunyai tanggal kadaluarsanya. Bila tidak teliti dan tidak segera dipakai

maka barang ini akan menjadi usang. Kejadian ini pernah terjadi pada salah satu

consumable part yaitu material silicone sebanyak 24 pcs kondisinya saat itu

menjadi keras dan tidak dapat dipakai kembali. Maka berdasarkan pengalaman

tersebut biayanya adalah 0.012%.

1.1.4. Order Cost

Sementara biaya yang masuk kedalam kategori order cost adalah seluruh biaya yang

terjadi mulai dari pembuatan purchase request, kemudian proses penawaran, proses

pembuatan purcahse order, pengiriman, sampai barang selesai dilakukan pengecekan

invoice (tukar faktur) untuk proses pembayaran. Biaya-biaya tersebut adalah adalah:

1. Biaya pemakaian paket ERP

Sistem informasi yang dipakai adalah software Microsoft Dynamic 2009 atau

lebih dikenal dengan nama Axapta.

Masa up grade software adalah 10 tahun dengan harga sebesar Rp 1.4 miliar.

2. Kuota internet 6 Mega (3M speedy – 3M radio central line)

Page 40: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

8

Jasa internet ini sering dipakai oleh purchasing department untuk mencari

informasi mengenai suatu barang yang diorder, mulai dari spesifikasi barang,

supplier, dan harga barang tersebut. Kuota internet sangat berpengaruh sekali

untuk kenyamanan dalam menggunakan internet.

Jasa internet yang digunakan adalah :

- Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) dari Telkom dengan biaya

perbualan Rp. 1.870.500

- Central On Line dengan biaya perbulan Rp 5.500.000

3. Biaya Faximile

Pemakaian fax biasanya digunakan pada saat melakukan tender untuk pengadaan

suatu barang atau jasa dan pada saat pengiriman PO yang sudah ditandatangani.

Biaya yang dikeluarkan setiap bulan Rp 282.943.

4. Biaya Telepon

Provider telepon yang digunakan adalah Telkom Indonesia. Biaya yang

dikeluarkan setiap bulan untuk pemakaian telepon adalah Rp 2.154.770 setiap

bulannya.

5. Biaya tenaga kerja

Total tenaga kerja yang terlibat dalam pengadaan barang (mulai dari persiapan

pembuatan purchase request, approval, purchase order, pengiriman sampai

selesai proses pembayaran setelah adanya invoice, ada 8 orang yaitu 3 :

- Warehouse : 3 orang

- Purchasing : 2 orang

- Finance : 4 orang

- Manager : 3 orang (ME, Finance, Purchasing)

- General Manager : 1 orang

Rata-rata gaji karyawan tersebut ± Rp 10.000.000

Page 41: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

9

1.2. Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Peramalan

Perhitungan peramalan pada material consumable 6-CON-CUT-001 dilakukan

dengan menggunakan Microsoft Excel. Metode peramalan yang digunakan adalah

metode kuantitatif model time series analysis atau deret waktu, yaitu memasang suatu

garis trend yang representatif dengan data-data masa lalu (historis) berdasarkan

kecenderungan datanya dan memproyeksikan data tersebut ke masa yang akan

datang.

Langkah-langkah dalam perhitungan peramalan:

a. Plot Data (Tabel 4.1 Data Permintaan Consumable 6-CON-CUT-001)

b. Metode Peramalan

- Metode peramalan pertama yang digunakan adalah Moving Average (MA).

Penetapan nilai “n” yang sangat tepat memegang peranan penting karena sangat

berpengaruh terhadap hasil peramalan. Penetapan nilai “n” berdasarkan

percobaan dengan indikator nilai kesalahan MAD.

Tabel 4.2 Peramalan Moving Average

No Month D MA2 MA3 MA4 No Month D MA2 MA3 MA4 1 Jan-12 23 - - - 12 Des-12 11 17,5 29,7 24 2 Feb-12 5 - - - 13 Jan-13 18 16 15,3 25 3 Mar-12 26 14 - - 14 Feb-13 16 14,5 16,7 16 4 Apr-12 9 15,5 18 - 15 Mar-13 18 17 15 16,5 5 Mei-12 15 17,5 13,3 15,8 16 Apr-13 29 17 17,3 15,8 6 Jun-12 25 12 16,7 13,8 17 Mei-13 20 23,5 21 20,3 7 Jul-12 6 20 16,3 18,8 18 Jun-13 17 24,5 22,3 20,8 8 Agu-12 7 15,5 15,3 13,8 19 Jul-13 27 18,5 22 21 9 Sep-12 54 6,5 12,7 13,3 20 Agu-13 32 22 21,3 23,3 10 Okt-12 14 30,5 22,3 23 21 Sep-13 29 29,5 25,3 24 11 Nop-12 21 34 25 20,3 22 Okt-13 25 30,5 29,3 26,3

Total 192 158 351,25

MAD 9,6 8,32 19,51

Page 42: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

10

Berdasarkan MA n=3 ternyata memiliki nilai MAD terendah yaitu 8,32.

- Selanjutnya mencoba dengan menggunakan metode peramalan kedua yaitu

Centered Moving Average yaitu metode peramalan rataan antara data

sebelumnya dan data sesudahnya.

Tabel 4.3 Peramalan Centered Moving Average

No Month Demand CMA2 CMA3 CMA4 CMA5 1 Jan-12 23 - - - - 2 Feb-12 5 18,00 - - - 3 Mar-12 26 13,33 15,6 - - 4 Apr-12 9 16,67 16 15,57 - 5 Mei-12 15 16,33 16,2 13,29 18,89 6 Jun-12 25 15,33 12,4 20,29 17,89 7 Jul-12 6 12,67 21,4 18,57 19,67 8 Agust-12 7 22,33 21,2 20,29 18,00 9 Sep-12 54 25,00 20,4 19,71 19,00 10 Okt-12 14 29,67 21,4 18,71 19,11 11 Nop-12 21 15,33 23,6 20,14 18,33 12 Des-12 11 16,67 16 21,71 20,89 13 Jan-13 18 15,00 16,8 18,14 22,33 14 Feb-13 16 17,33 18,4 19,00 18,22 15 Mar-13 18 21,00 20,2 18,43 19,67 16 Apr-13 29 22,33 20 20,71 20,89 17 Mei-13 20 22,00 22,2 22,71 22,89 18 Jun-13 17 21,33 25 24,57 23,67 19 Jul-13 27 25,33 25 25,57 20 Agust-13 32 29,33 26 21 Sep-13 29 28,67 22 Okt-13 25

Total 147,33 317,0219 113,00 114,22

MAD 7,37 17,61233 7,06 8,16

Berdasarkan CMA n=4 ternyata memiliki nilai MAD terendah yaitu 7,0625.

Page 43: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

11

- Metode peramalan ketiga menggunakan Weighted Moving Average (WMA)

dengan bobot 0,4 untuk periode terbaru. Kemudian tiga periode sebelumnya

masing-masing menggunakan 0,3, 0,2, dan 0,1. Bobot yang paling besar

diberikan pada periode terbaru karena merupakan data paling update.

Tabel 4.4 Peramalan Weghted Moving Average

No Month Demand WMA4 No Month Demand WMA4 1 Jan-12 23 - 12 Des-12 11 18,9 2 Feb-12 5 - 13 Jan-13 18 16,1 3 Mar-12 26 - 14 Feb-13 16 16,1 4 Apr-12 9 14,7 15 Mar-13 18 16,7 5 Mei-12 15 14,4 16 Apr-13 29 22 6 Jun-12 25 18,9 17 Mei-13 20 21,9 7 Jul-12 6 13,8 18 Jun-13 17 20,4 8 Agu-12 7 11,1 19 Jul-13 27 22,8 9 Sep-12 54 27,4 20 Agu-13 32 26,3 10 Okt-12 14 23,8 21 Sep-13 29 28,3 11 Nop-12 21 24,1 22 Okt-13 25 27,8

Total 100,7

MAD 5,3

- Untuk metode peramalan keempat menggunakan Exponential Smooting, seperti

pada moving average, nilai α memegang peranan yang penting. Analisa untuk

metode ini, dilakukan dengan membandingkan antara nilai α=0,1, α=0,2, dan

α=0,3

Page 44: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

12

Tabel 4.5 Peramalan Exponential Smooting

No Month D α=0,1 α=0,2 α=0,3 No Month D α=0,1 α=0,2 α=0,3 1 Jan-12 23 - - - 12 Des-12 11 20,67 20,84 21,5 2 Feb-12 5 23 23 23 13 Jan-13 18 19,71 18,87 18,35 3 Mar-12 26 21,2 19,4 17,6 14 Feb-13 16 19,54 18,7 18,25 4 Apr-12 9 21,68 20,72 20,12 15 Mar-13 18 19,18 18,16 17,57 5 Mei-12 15 20,41 18,38 16,78 16 Apr-13 29 19,06 18,13 17,7 6 Jun-12 25 19,87 17,7 16,25 17 Mei-13 20 20,06 20,3 21,09 7 Jul-12 6 20,38 19,16 18,87 18 Jun-13 17 20,05 20,24 20,76 8 Agu-12 7 18,95 16,53 15,01 19 Jul-13 27 19,75 19,59 19,63 9 Sep-12 54 17,75 14,62 12,61 20 Agu-13 32 20,47 21,07 21,84 10 Okt-12 14 21,38 22,5 25,03 21 Sep-13 29 21,62 23,26 24,89 11 Nop-12 21 20,64 20,8 21,72 22 Okt-13 25 22,36 24,41 26,12

α=0,1 α=0,2 α=0,3

Total 174,2762 170,4079 174,5128 MAD 8,298866 8,114662 8,310132

Dengan menggunakan α=0,2 memiliki nilai terkecil MAD terkecil yaitu

8,114662.

- Hasil metode peramalan Exponential Smooting dengan α=0,2 tersebut

dijadikan dasar untuk mencoba melakukan metode peramalan kelima yaitu

Adjusment Exponential Smoothing.

Page 45: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

13

Tabel 4.6 Peramalan Adjusment Exponential Smooting

No Month Demand α=0,2, β=0,3 No Month Demand α=0,2,

β=0,3 1 Jan-12 23 - 12 Des-12 11 20,84 2 Feb-12 5 23 13 Jan-13 18 18,87 3 Mar-12 26 19,4 14 Feb-13 16 18,7 4 Apr-12 9 20,72 15 Mar-13 18 18,16 5 Mei-12 15 18,38 16 Apr-13 29 18,13 6 Jun-12 25 17,7 17 Mei-13 20 20,3 7 Jul-12 6 19,16 18 Jun-13 17 20,24 8 Agu-12 7 16,53 19 Jul-13 27 19,59 9 Sep-12 54 14,62 20 Agu-13 32 21,07 10 Okt-12 14 22,5 21 Sep-13 29 23,26 11 Nop-12 21 20,8 22 Okt-13 25 24,41

Total 172,1096

MAD 8,195695

5 Mengukur Kesalahan Peramalan

Metode kesalahan yang digunakan adalah Mean Absolute Deviation (MAD).

Yaitu menghitung nilai MAD dari beberapa metode peramalan yang dipakai.

6 Membandingkan Hasil Peramalan Dari Metode Yang dipilih

- Langkah terakhir adalah membandingkan nilai MAD dari seluruh hasil

perhitungan metode peramalan time series yang sudah dicoba tersebut di atas.

Hasil analisa menunjukan bahwa metode peramalan Weghted Moving Average

mempunyai nilai MAD terkecil seperti yang diperlihatkan pada Tabel dibawah

ini.

Page 46: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

14

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai MAD

No Month Demand MA3 CMA4 WMA4 ES AES

1 Jan-12 23 0 0 0 0 0

2 Feb-12 5 0 0 0 23,00 23,00

3 Mar-12 26 0 0 0 19,40 19,40

4 Apr-12 9 18,0 15,57 14,70 20,72 20,72

5 Mei-12 15 13,3 13,29 14,40 18,38 18,38

6 Jun-12 25 16,7 20,29 18,90 17,70 17,70

7 Jul-12 6 16,3 18,57 13,80 19,16 19,16

8 Agust-12 7 15,3 20,29 11,10 16,53 16,53

9 Sep-12 54 12,7 19,71 27,40 14,62 14,62

10 Okt-12 14 22,3 18,71 23,80 22,50 22,50

11 Nop-12 21 25,0 20,14 24,10 20,80 20,80

12 Des-12 11 29,7 21,71 18,90 20,84 20,84

13 Jan-13 18 15,3 18,14 16,10 18,87 18,87

14 Feb-13 16 16,7 19,00 16,10 18,70 18,70

15 Mar-13 18 15,0 18,43 16,70 18,16 18,16

16 Apr-13 29 17,3 20,71 22,00 18,13 18,13

17 Mei-13 20 21,0 22,71 21,90 20,30 20,30

18 Jun-13 17 22,3 24,57 20,40 20,24 20,24

19 Jul-13 27 22,0 25,57 22,80 19,59 19,59

20 Agust-13 32 21,3 0,00 26,30 21,07 21,07

21 Sep-13 29 25,3 0,00 28,30 23,26 23,26

22 Okt-13 25 29,3 0,00 27,80 24,41 24,41

Total 158,00 113,00 100,70 170,41 172,11

MAD 8,32 7,06 5,30 8,11 8,20

Penetapan nilai “n” berdasarkan percobaan bahwa WMA n=4 memiliki nilai MAD

terendah yaitu 5,30. Nilai MAD ini adalah sebagai mean absolute deviation of lead

time demand (MADL).

Page 47: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

15

6.2.1 Perhitungan Biaya Inventory

Berdasarkan data inputan yang didapat, maka;

a. Holding Cost Periode 2013

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Holding Cost 2013

Holding Cost

N

o Element Formula Cost

1

Tempat

(/500m²)

500.000 + 72.000.000 351.126.74

2 Listrik

10.227.13

3

Karyawa

n

120.000.00

4 PBB

413.208,8

5 Asuransi

20.117.446

6

Kehilang

an

1.620.000

7

Penyusut

an

450.000

8

Keusang

an

3.870.000

Total 507.824.53

Holding cost

(/unit/tahun)

5.116,41

Biaya simpan untuk satu unit barang dalam satu tahun adalah Rp 5.116,41.

Page 48: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

16

b. Order Cost Periode 2013

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Order Cost 2013

Order Cost

No Element Formula Cost

1 Axapta

140.000.000

2 Internet

7.370.500

3 Fax

3.395.316

4 Telepon

25.857.240

5 Karyawan

1.560.000.000

Total

Order Cost(/unit/tahun) 17.496,76

Biaya order setiap satu unit barang dalam satu tahun adalah Rp 17.496,76

6.2.2 Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ)

.....................................................................................(4-25)

Dimana berdasarkan inputan data yang ada yaitu;

- Permintaan satu tahun terakhir dari bulan November 2012 ~ Oktober

2013 (D) = 263

- Order cost (S) = 17.496,76

- Holding cost (h) = 5.116,41

Page 49: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

17

Maka;

6.2.3 Perhitungan Backorder Model Q

Sebelum melakukan langkah-langkah perhitungan, beberapa hal yang harus diketahui

dahulu adalah;

a. Unit Service Level (USL)

USL adalah 99%, pencapaian ini sesuai dengan target yang terdapat pada KPI di

divisi warehouse spare part seperti pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 KPI Warehouse Spare Part PT LNFM

Service level yang ditetapkan oleh perusahaan PT. LNFM adalah sebesar 99%.

Berarti nilai persediaan yang didapat dari nilai service level akan mampu

Page 50: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

18

memenuhi ketersediaan part sebesar 99% dengan resiko part tidak dapat

terpenuhi sebesar 1%. Apabila perusahaan ingin mengurangi resiko kekurangan

persediaan maka perusahaan dapat meningkatkan nilai service level tersebut.

Berarti hal ini juga akan menyebabkan meningkatnya jumlah persediaan. Namun

tentunya kondisi yang terbaik adalah jumlah persediaan yang optimal.

b. Unit Stock Rate (USOR)

...........................................................................................(4-26)

c. Order Stockout Risk (OSOR)

Gambar 4.8 menggambarkan jumlah permintaan barang di setiap periode. Data

menunjukan, bahwa resiko terjadinya stockout dalam satu tahun terakhir adalah 3

kali, yaitu di bulan; Agustus, Mei dan Nopember.

Maka, OSOR:

Gambar 4.8 Histori Permintaan 6-CON-CUT-001

Page 51: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

19

d. Mean Absolute Deviation of Lead Time Demand (MADL)

Untuk distribusi normal, mean absolute deviation of lead time demand (MADL)

adalah 0,8σ.

MAD = 0,8s atau s = 1,25MAD

Berdasarkan data-data yang ada, maka input perhitungan adalah sebagai berikut:

a. Harga beli material consumable 6-CON-CUT-001 (P)= Rp 22.650,78

b. Biaya pesan atau order cost (S) = Rp 17.496,76

c. Biaya simpan atau holding cost (h) = Rp 5.116,41

d. Lead time pemesanan (L) = 2 minggu

e. Jumlah pemakaian/tahun (D) = 263 pcs

f. Standar deviasi permintaan pertahun (σ) = 5,30

g. Standar deviasi permintaan selama lead time = 6,625

h.

i.

Langkah-langkah perhitungan backorder, sebagai berikut:

Step 1: EOQ = 42 pcs(Q)

Step 2: Hitung g(k) untuk Q = 42 pcs

Page 52: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

20

Step 3: Dari table k,

Lihat pada tabel k, akan ditemukan nilai k yaitu

Step 4: Hitung π (biaya backorder)

Step 5: Hitung g(k) baru dengan Q* = 44 pcs

Lihat kembali pada tabel k, maka akan ditemukan nilai k baru yaitu

Lanjutkan untuk menghitung kembali nilai Q* baru, yaitu;

Page 53: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

21

Dikarenakan pada tahap berikutnya nilai Q sama, maka perhitungan dihentikan dan

dilanjutkan pada perhitungan berikutnya:

a. Safety stock (SS),

b. Reorder point (R),

c. Backorder,

d. Frekuensi Pemesanan (M),

Page 54: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

22

e. Interval pemesanan (T),

f. Total biaya persediaan (TC),

1.3. Analisis

1.3.1. Analisis Pemilihan Metode Peramalan

Klasifikasi permasalahan pada inventory dengan peramalan adalah dengan

mempertimbangkan skala waktu peramalannya yaitu menggunakan kategori waktu

jangka pendek, yaitu melakukan peramalan hanya satu bulan kedepan. Hal ini untuk

menghindari besarnya kesalahan dan bias yang terjadi. Akurasi dari hasil peramalan

dilihat dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan

dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan

kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila

besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Ini bisa teridentifikasi dari grafik

peramalan yang terbentuk kemudian membandingkannya dengan aktual.

Hasil analisa bisa diperlihatkan pada Gambar 4.9 terlihat bahwa garis WMA4 lebih

mempresentatifkan keadaan dengan yang sebenarnya terjadi.

Page 55: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

23

Gambar 4.9 Grafik Aktual Vs Peramalan

1.3.2. Analisis Kondisi Inventory Saat Ini

Saat ini perusahaan sistem pengendalian inventory dibantu dengan menggunakan

Microsoft Dynamic 2010 atau lebih dikenal dengan sebutan Axapta. Software ini

terintegrasi dengan beberapa bagian lain dimana ada sekitar 30 user yang

menggunakannya.

Cara melakukan pembelian pada kondisi sekarang sebelum item spare part tersebut

dipesan terlebih dahulu dibuat item number atau number material pada Axapta.

Semua user diberi kemudahan mempunyai akses untuk membuat item number sesuai

dengan keinginan masing-masing. Untuk item number yang sudah ada, dapat

langsung dibuat purchase request (PR) ke bagian purchasing untuk melakukan repeat

order (RO).

Prosedur pembelian dimulai dari pembuatan purchase request (PR) di Axapta oleh

bagian warehouse spare part. PR ini setelah di submit akan masuk ke Maintenance

Manager untuk approval. PR selanjutnya akan menunggu approval dari General

Manager dan Purchasing Manager. Biasanya yang menjadi pertimbangan approval

adalah harga, jumlah, dan peruntukannya. Jika PR sudah melewati semua approval

Page 56: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

24

maka PR akan masuk kebagian purchasing untuk dicetak kemudian dikirim melalui

fax atau email untuk mendapatkan penawaran harga dari masing-masing vendor.

Penawaran yang terbaik akan dibuatkan Purchase Order (PO) untuk vendor tersebut.

PO kemudian dicetak dan ditandatangani oleh purchasing, Purchasing Manager dan

General Manager dan dilampiri dengan perbandingan penawaran. Terakhir PO

tersebut dikirim melalui fax ke vendor yang bersangkutan untuk dilakukan

pengiriman barang. PO asli bisa diambil oleh supplier pada saat pengiriman barang.

Setiap barang yang datang dari supplier diterima oleh bagian warehouse spare part

biasanya dilampiri dengan surat jalan dan PO asli. Pemeriksaan meliputi specifikasi,

jumlah, dan kualitas barang. Barang yang sudah diterima baik, akan ditandatangani

pada surat jalannya dan disimpan di warehouse spare part. Selanjutnya bagian

warehouse spare part melakukan journal receive untuk nomor PO tersebut dan

mengalokasikannya pada rak yang tersedia.

Beberapa metode pengendalian stock persediaan pada kondisi saat ini diantaranya:

- Metode safety stock yang diterapkan yaitu dengan cara mengambil rata-rata

pemakaian tahun sebelumnya.

Safety stock untuk material consumable 6-CON-CUT-001 yang harus ada pada

periode selanjutnya adalah 44 pcs.

- Metode yang dipakai untuk mengendalikan persediaan adalah menggunakan

level minimum-maximum dengan ketentuan sebagai berikut:

Level Minimum = SS

Level Maximum = SS + 50% dari SS

Qty Order = SS – On Hand

- Menentukan titik kapan mulai dilakukan pemesanan untuk pembelian yaitu

pada saat tercapainya level minimum.

Biasanya pemesanan dilakukan ketika persediaan 6-CON-CUT-001 hampir

mencapai 44 pcs, maka langsung dibuatkan pemesanan.

- Besarnya jumlah yang dipesan berarti:

Page 57: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

25

44 pcs + (50% x 44 pcs) = 66 pcs

Dikurangi dengan stock On Hand yang ada pada saat itu.

Tabel 4.11 Rata-Rata Pemakaian Consumable 6-CON-CUT-001 2012

No Month Demand No Month Demand 1 Jan-12 43 7 Jul-12 46 2 Feb-12 40 8 Aug-12 39 3 Mar-12 38 9 Sep-12 35 4 Apr-12 49 10 Oct-12 52 5 May-12 44 11 Nov-12 47 6 Jun-12 47 12 Dec-12 48

Average 44

1.3.3. Usulan Perbaikan Pengendalian Inventory

- Dalam melakukan pengendalian persediaan spare part dengan menggunakan

metode backorder dapat menciptakan suatu kebijakan persediaan spare part yang

terencana dengan baik sehingga mampu memberikan informasi mengenai kapan

dan jumlah kebutuhan tiap spare part. Tujuan yang ingin dicapai adalah

memperoleh total biaya yang minimum dan diharapkan mengurangi terjadinya

stock out dan overstock. Sehingga resiko terjadinya kekurangan ataupun

kelebihan barang bisa dihindari seminimal mungkin.

Tabel 4.12 Hasil Metode Backorder

No Description Symbol Unit Backorder

1 Jumlah tanpa stockout Q Pcs 44

2 Nilai reorder point R Pcs 14

3 Jumlah unit backorder B Pcs 1

4 Besarnya safety stock SS Pcs 7

5 Frekuensi Pemesanan M Kali 6

6 Interval pemesanan T Bulan 2

7 Total biaya persediaan setahun TC Rp 6.247.926,84

Page 58: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

26

1.3.4. Perbandingan Kondisi Inventory Saat Ini dan Metode Backorder

Dari keseluruhan hasil perhitungan dengan metode backorder untuk material

consumable 6-CON-CUT-001 maka diperoleh jumlah kuantitas pemesanan optimal

(Q) serta total biaya persediaan.

Tabel 4.13 Data Inputan Perbandingan Perhitungan

Symbol Sekarang Backorder

D 263 263

P 22.650,78 22.650,78

S 17.365,78 17.365,78

Q 66 44

h 5.084,95 5.084,95

SS 44 14

π 0 3.248,18

B 0 1

Jika dibandingkan perencanaan persediaan kondisi sekarang dengan metode

backorder maka metode backorder ini menghasilkan total biaya persediaan tahunan

yang lebih kecil. Total biaya pertahun dengan model backorder sebesar Rp

6.247.926,84. Sedangkan total biaya persediaan perusahaan dengan kondisi sekarang

adalah sebesar Rp 6.417.896,29. Sehingga didapat total penghematan biaya

persediaan selama setahun sebesar Rp 154.468 atau 2,41% pertahun. Seperti yang

diperlihatkan pada table di bawah ini.

Page 59: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

27

Tabel 4.14 Hasil Perbandingan Total Biaya Persediaan

Formula Kondisi Sekarang Metode Backorder Saving

DP 5.957.155,14 5957155,14 0,00%

SD/Q 69.200,00212 103.800,0032 -50,00%

h(Q/2 + SS) 391.541,15 183.058,2 53,25%

DB/Q 0 19415,25773 ~

TC 6.417.896,292 6.263.428,601 2,41%

Bila dilihat dari biaya pembelian, hasil perhitungan metode backorder didapat total

biaya pembelian sebesar :

Tabel 4.15 Histori Pembelian Consumable 6-CON-CUT-001

Purchased Qty

PO/LNFM/2013/01/5223 25

PO/LNFM/2013/02/5642 25

PO/LNFM/2013/03/5793 25

PO/LNFM/2013/04/6019 25

PO/LNFM/2013/05/6137 20

PO/LNFM/2013/05/6248 25

PO/LNFM/2013/06/6366 25

PO/LNFM/2013/06/6404 25

PO/LNFM/2013/07/6619 30

PO/LNFM/2013/08/6709 50

PO/LNFM/2013/09/6834 20

PO/LNFM/2013/09/6904 50

PO/LNFM/2013/10/7141 30

Page 60: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

28

Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil pembelian kondisi sekarang

seperti yang terlihat pada Tabel 4.16 yaitu:

375 x 22.650,78 = Rp 8.494.042,50

Tabel 4.16 Hasil Perbandingan Total Biaya Pembelian

Kondisi Sekarang Metode Backorder Hemat

Rp 8.494.042,50 Rp 5.979.805,92 29,60%

Sehingga didapat kesimpulan bahwa metode backorder merupakan solusi yang

optimal, karena mampu menghemat biaya pembelian sebesar 29,60% atau sebesar Rp

2.514.236,58 setiap tahun.

Adapun yang menjadi perbedaan antara kondisi sekarang dengan metode backorder

dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.17 Perbedaan Sistem Persediaan

No Deskripsi Sekarang Backorder

1 Frekuensi pemesanan 13 6

2 Interval pemesanan Tidak tentu Setiap 2 bulan

3 Barang Yang disimpan Overstock/Stockout Relatif lebih sedikit

4 Administrasi Ringan Lebih berat

5 Quantity Yang dipesan Tidak Sama Sama

Keuntungan metode backorder ini dapat menghindari terjadinya lembur dan tetap

menjaga kapasitas yang konstan. Sementara kelemahannya adalah tertundanya

penerimaan.

Page 61: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

29

1.3.5. Penerapan Inventory Metode Backorder

Perancangan pengendalian persediaan dilakukan dalam Microsoft Excel dimulai

dengan pengelompokkan spare part berdasarkan keseringan permintaan, kemudian

dikelompokkan lagi dengan klasifikasi ABC. Spare part yang termasuk dalam kelas

A, yaitu item bernilai tinggi yang volume rupiahnya biasanya menyumbang 75-80%

dari nilai total persediaan, sementara hanya mewakili 15-20% dari barang-barang

inventaris. Spare part kelas B, yaitu item nilai yang lebih rendah yang volume

rupiahnya menyumbang 10-15% dari nilai persediaan, sementara hanya mewakili 20-

25% dari barang-barang inventaris. Spare part kelas C, yaitu barang bernilai rendah

yang volumenya menyumbang 5-10 % dari nilai persediaan, tetapi 60-65 % dari

barang-barang inventaris.

Suku cadang yang termasuk dalam kelas A akan dilanjutkan dengan melakukan

peramalan pemakaian spare part untuk masa yang akan datang yaitu dengan metode

time series dan membandingkan nilai MAD. Peramalan dilakukan hanya 1 bulan

kedepan untuk menghindari besarnya penyimpangan, diikuti dengan proses

pembaharuan data yaitu dengan menginput data aktual terbaru (updating) dan

menghapuskan data yang terlama supaya menghasilkan ramalan yang lebih akurat.

Tahap berikutnya adalah mempersiapkan perhitungan nilai holding cost dan order

cost. Nilai holding cost dan order cost adalah data inputan untuk mendapatkan nilai

EOQ. Dalam Microsoft Excel pada kolom warning, format cell sudah dikondisikan,

sehingga pada saat mencapai angka tertentu dengan sendirinya akan muncul kata

“ORDER” atau “TIDAK ORDER”. Ini adalah sebagai indikator untuk mengingatkan

kapan saatnya melakukan order.

Tahap terakhir adalah menghitung tingkat reorder, kuantitas order, dan total biaya

per periode dengan menggunakan metode backorder case (probabilistic) dengan

menggunakan excel.

Page 62: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

30

Gambar 4.10 Diagram Alir Penerapan

Mulai

Analisa ABC

Peramalan Time Series

MA CMA WMA ES AES

MAD Terkecil

Perhitungan Order Cost

Perhitungan EOQ

Perhitungan Backorder

Selesai

MAD Terkecil

MAD Terkecil

MAD Terkecil

MAD Terkecil

MAD Terkecil

Y Y Y Y Y

N N N N N

Purchase Request

Perhitungan Holding Cost

Page 63: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

31

Page 64: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1. Simpulan

Menentukan jumlah material yang akan dipesan dan kapan mulai melakukan

pemesanan adalah dengan menggunakan metode backorder. Hasil penghitungan

didapatkan hasil yang optimal untuk pemesanan material consumable 6-CON-CUT-

001 yaitu;

- Menentukan jumlah material yang dipesan dan kapan mulai melakukan

pemesanan salah satunya adalah dapat menggunakan metode backorder.

- Hasil perhitungan dengan metode backorder mampu melakukan penghematan

biaya persediaan setiap tahun sebesar Rp 154.468 atau 2,41% pertahun dan

biaya pembelian sebesar 29,60% atau sebesar Rp 2.514.236,58.

1.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut adalah

metode pengendalian persediaan dengan mengasumsikan lead time yang berbeda-

beda.

Metode backorder ini sangat memerlukan ketelitian dalam melakukan perhitungan

sehingga harus lebih berhati-hati.

Pengendalian persediaan dimana user tidak bisa menunggu pemesanan kekurangan

hingga barang datang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk melakukan

penelitian berikutnya.

Page 65: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

1

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. (1993), Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi keempat, Jakarta, LPFE-

UI.

Bedworth D, David, & Bailey E., James, (1987). Integrated Control Systems,

Management, Analysis Design 2/E, Canada John Wiley & Sons, Inc.

Gaspersz, Vincent. (1998). Statistical Process Control, Gramedia. Pustaka Utama.

Jakarta.

Horngren T, Charles, & Datar M, Srikant, & Foster, George, (2006). Cost Accounting

A Managerial Emphasis Twelfth Edition. Pearson International Edition,

Makridakis, S. dan Wheelwright, S.C. (1999). Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi

Ke-2. Terjemahan Hari Suminto. Jakarta: Binarupa Aksara.

Muth, J. F. (1960). Optimal properties of exponentially weighted forecasts. Journal of

the American Statistical Association, 55, 299-306.

Narasimhan, Seetharama L., & McLeavely, Dennis W., & Billington, Peter J., (1995).

Production Planning and Inventory Control. Englewood Cliffs, New Jersey. Prentice-

Hall, Inc.

R. G. Brown, Smoothing, Forecasting and Prediction of Discrete Time Series

(Englewood Cliffs, N. J.: Prentice Hall,1963).

Silver A., Edward (1979). Decision Systems For Inventory Management And

Production Planning, Second Edition. Canada John Wiley & Sons, Inc.

Page 66: SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN

2

Tersine, J Richard. (1993), Principles of Inventory and Materials Management (4th

Edition), Prentice Hall.

Tompkins, James A., & White, John A., (1984). Facilities Planning. Canada. John

Wiley & Sons, Inc.

Vollmann, Thomas E, & Berry, William L, & Whybark, D. Clay, & Jacobs, F.

Robert, (2005). Manufacturing Planning and Control Fr Supply Chain Mangement.

Singapore. Mc Graw Hill.