sistem pengaturan beban

36
PT PLN (Persero) 23 BAB IV PENGATURAN BEBAN DI PT. PLN (Persero) P3B JB APB JAWA TIMUR 4.1 Pengendalian Operasi Pada Area Pengaturan Beban PLN terdapat beberapa aturan baku pelaksanaan kerja. Acuan-acuan ini menjadi pedoman mutlak bagi karyawan-karyawati dalam melaksanaakan pekerjaan. Salah satu acuan yang ada adalah tentang pengendalain operasi, hal ini menjadi begitu penting mengingat ini memiliki kaitan erat terhadap ketersediaan listrik dia daerah Jawa-Bali. 4.1.1. Tujuan pengendalian operasi Tujuan pengendalian operasi sistem tenaga yaitu mengatur operasi sistem pembangkitan dan sistem penyaluran secara rasional dan ekonomis dengan memperhatikan mutu dan keandalan, sehingga penggunaan tenaga listrik dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang semaksimal mungkin 4.1.2. Kriteria Penyediaan Tenaga Listrik Dalam memenuhi perubahan fluktuasi beban dalam menyediakan tenaga listrzik harus memenuhi 3 faktor yang saling berkaitan satu samu lainnya yaitu: a. Ekonomis / Murah Biaya operasi (fuel cost) dari unit pembangkit yang bermacam- macam jenis harus semurah mungkin b. Mutu Tolok Ukurnya Adalah Tegangan & Frekuensi c. Keandalan Tolok ukurnya kontinyuitas pasokan daya 4.1.3. Sasaran Pengendalian Operasi Sistem Dalam melakukan pengendalian operasi sistem PLN memiliki beberapa sasaran utama yaitu :

Upload: faris-gilang-wahyu-ansharianto

Post on 13-Feb-2016

118 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Teknik Pengaturan

TRANSCRIPT

PT PLN (Persero)

23

BAB IV

PENGATURAN BEBAN DI PT. PLN (Persero) P3B JB APB

JAWA TIMUR

4.1 Pengendalian Operasi

Pada Area Pengaturan Beban PLN terdapat beberapa aturan baku

pelaksanaan kerja. Acuan-acuan ini menjadi pedoman mutlak bagi

karyawan-karyawati dalam melaksanaakan pekerjaan. Salah satu acuan

yang ada adalah tentang pengendalain operasi, hal ini menjadi begitu

penting mengingat ini memiliki kaitan erat terhadap ketersediaan listrik

dia daerah Jawa-Bali.

4.1.1. Tujuan pengendalian operasi

Tujuan pengendalian operasi sistem tenaga yaitu mengatur

operasi sistem pembangkitan dan sistem penyaluran secara rasional dan

ekonomis dengan memperhatikan mutu dan keandalan, sehingga

penggunaan tenaga listrik dapat mencapai daya guna dan hasil guna

yang semaksimal mungkin

4.1.2. Kriteria Penyediaan Tenaga Listrik

Dalam memenuhi perubahan fluktuasi beban dalam

menyediakan tenaga listrzik harus memenuhi 3 faktor yang saling

berkaitan satu samu lainnya yaitu:

a. Ekonomis / Murah

Biaya operasi (fuel cost) dari unit pembangkit yang bermacam-

macam jenis harus semurah mungkin

b. Mutu

Tolok Ukurnya Adalah Tegangan & Frekuensi

c. Keandalan

Tolok ukurnya kontinyuitas pasokan daya

4.1.3. Sasaran Pengendalian Operasi Sistem

Dalam melakukan pengendalian operasi sistem PLN memiliki

beberapa sasaran utama yaitu :

PT PLN (Persero)

24

a. Memenuhi kebutuhan tenaga listrik para pelanggan setiap saat

b. Mengatur pembagian beban masing-masing pembangkit setiap

saat sehingga dicapai biaya produksi yang ekonomis

c. Mengatur tersedianya cadangan pembangkit yang cukup setiap

saat sehingga keandalan dapat dipertahankan

4.1.4. Kondisi Operasi

A. Kondisi normal :Seluruh konsumen dapat dilayani, kendala

operasi teratasi dan sekuriti sistem dapat dipenuhi:

a. Konfigurasi jaringan ditetapkan sedemlkian rupa

sehingga andal, memenuhi kriteria keamanan N – 1.

b. Mutu terpenuhi dalam hal ini balk Frekuensi maupun

tegangan sesuai nominal yang ditentukan.

c. Tidak teljadi penyimpangan yang signifikan dari

rencana operasi harian (kendala operasi, beban dan

sekuriti terpenuhi)

B. Kondisi siaga : Seluruh konsumen dapat dilayani, namun sistem

kekurangan cadangan operasi, aninya cadangan tidak sebesar

pembangkit terbesar, tidak memenuhi kriteria keamanan N - 1.

C. Kondisi darurat :Sistem tenaga listrik tidak normal, sebagian

konsumen tidak dapat terlayani.Ketidaknormalan dapat terjadi

pada sisi pembangkitan ataupun sistem pe-nyaluran, kendala

operasi tidak dapat dipenuhi.

D. Kondisi pemulihan : Peralihan kondisi, dari “Darurat” menjadi

“Siaga” maupun “Normal”

4.1.5. Wewenang Operasi

A. Dispatcher BOPS P3B :

a. Pembangkit yang tersambung ke sistem 500 kV

b. SUTET & GITET 500 k

c. Pembangkit yang tersambung ke sistem I50 kV dengan

kapasitas 3 50 MW, mempengaruhi frekuensi STL. perintah

PT PLN (Persero)

25

start, naik turun pembangkit di perintah RCC, alas

permintaan JCC.

B. Dispatcher Region

a. Pembangkit yang tersambung ke sistem 150 kV, dengan

kapasitas kecil

b. SUTT/GI 150 kV, 70 kV dan 30 kV

C. Dispatcher DCC

Rel 20 kV dan Penyulang 20 kV

4.1.6. Jenis Operasi

A. Operasi Jaringan Tertutup (Looping)

Dengan konfigurasi ini diharapkan keandalan pasokan tenaga

listrik lebih terjamin, sepanjang lqiteria sekuriti N-1 terpenuhi.

B. Operasi Spliting

Pola ini digunakan untuk menghindari gangguan berantai

(cascade) dan untuk menghindari pengoperasian intstalasi pada

level arus hubung singkat yang lebih tinggi. Pola ini cocok

untukjaringan dengan kriteria sekuriti N-I sudah tidak ter-penuhi

lagi.

C. Operasi Radial (Satu Arah)

Keandalannya rendah karena pasokan hanya dari satu arah saja.

Tingkat keandalannya tergantung dari double sirkuit yang

l1>§rbeban masing-masing < 50 % (memenuhi kriteria sekuriti N-

4.1.7. Strategi Pengaturan Frekuensi

Daya aktif (MW) berhubungan erat dengan frekuensi (Hz). Jika

daya aktif yang dibangkitkan sama dengan kebutuhan konsumen maka

frekuensi sama dengan 50 Hz, kondisi normal unit pembangkit

beroperasi free govemor dan beberapa unit pembangkit besar dengan

pengaturan load frequency control.

PT PLN (Persero)

26

4.1.8. Kesetimbangan Pembangkitan Dan Beban

A. Frekuensi system ± 50 HZ

Menunjukkan keseimbangan sesaat antara daya nyata (MW)

pembangkitan dengan daya nyata (MW) dikonsumsi beban,

bernilai nominal (= 50 Hz) pada saat daya nyata pembangkitan

= daya nyata konsumsi beban.

B. Frekuensi system > 50 HZ

Bemilai nominal di atas 50 Hz, pada saat daya nyata

pembangkitan lebih besar dari daya nyata konsumsi beban,

untuk mengembalikan ke 50 Hz, daya nyata pembangldtan

dikurangi

C. Frekuensi system < 50 HZ

Bernilai nominal di bawah 50 Hz, pada saat daya nyata

pembangkitan lebih kecil dari daya nyata konsumsi beban,

untuk mengembalikan ke 50 H2, daya nyata pembangkitan

ditambah

4.1.8.1 Pengaturan Frekuensi

Meskipun Beban Konsumen Selalu Berubah-Ubah, Frekuensi

Sistem Harus Tetap Dipertahankan Pada Nominal 50 Hz,

denganToleransi +/- 0, 2 Hz.

Langkah pengendalian menjaga frekuensi pada keadaan nominal

50 Hz:

a. Pengaturan primer dari unit pebangkit yang beroperasi free

Governor

b. Pengaturan sekunder oleh program load frequency control

c. (LFC).

d. Pengaturan pembebanan unit pembangkit secara manual

(Load Follower).

e. Pelepasan Beban (Manual & Automatic Load Shedding)

PT PLN (Persero)

27

4.1.8.2 Pengaturan Tegangan

Tegangan sistemharus diupayakan dalam batasan yang

diijinkan : +/- 5% untuk tegangan 500 kV dan +5% atau -10% untuk

tegangan 150/70/20 kV Komponen pengaturan tegangan yaitu:

A. Pengaturan MVAR (daya reaktif) Pembangkit

Saat sistem kelebihan daya reaktif yang ditandai dengan

tingginya tegangan sistem (diatas nominal), maka pembangkit

dapat dioperasikan dengan modus menyerap daya reaktif

(leading power factor), Saat sistem kekurangan daya reaktif yang

ditandai dengan rendahnya tegangan sistem maka pembangkit

dapat dioperasikan dcngan modus membangkitkan daya reaktif

(lagging power factor).

B. Pengaturan Reaktor

Reaktor mempunyai sifat menyerap MVAR sesuai dengan

kemampuannya,oleh karena itu reaktor dapat digunakan untuk

pengaturan tegangan. Sistem jawa bali mempunyai reaktor

500kV dan 66 kV.

C. Pengaturan Capasitor

Capasitor mempunyai sifat membangkitkan MVAR sesuai

dengan kemampuannya,oleh karena itu capasitor dapat

digunakan untuk pengaturan tegangan.

D. Tap Stagering IBT

IBT dioperasikan dengan kondisi tap yang berbeda, pada kondisi

tersebut IBT dapat menyerap MVAR.

E. Modus Operasi sirkit tunggal

Pengaturan tegangan bersifat lokal, maka pengaturan tegangan

dengan. Modus operasi sirkit tunggal pada sirkit ganda SUTET

500 kV atau SUTT 150 kV dilakukan dilokasi bertegangan

tinggi.

4.1.8.3 Working Permit

Prosedur yang harus dilakukan sebelum pekerjaan

pemeliharaan jaringan harus mempersiapkan working permit.

PT PLN (Persero)

28

Tujuan working permit yaitu :

1. Mengetahui penanggungjawab pekerjaan

2. Mengetahui urutan manuver

3. Mengetahui Peflafiggung jawab manuver jaringan

4. Mengurangi timbulnya kesalahan pd saat manuver

4.1.9. Dispatching

Di Spatching atau Pengaturan Beban adalah suatu “tatacara”

untuk mengoperaslkan sistem tenaga listrik. Dan di dalam PLN

dilaksanakan oleh tim dispatcher yang mengawasi sistem secara

realtime 24 jam. Tatacara tersebut meliputi :

a. Perencanaan

- Study aliran daya (load flow)

- Study hubung singkat

- Economic Load Dispatch

- Maintenance scheduling unit pembangkit

b. Pelaksanaan / Operasi Real Time

Perlengakpan :

- Konfigurasi jaringan sistem tenaga listrik

- Rencana operasi harian

- SCADA

- SOP Pemulihan (recovery)

- Logsheet

c. Analisa dan Evaluasi

Pembuatan statistik sebagai input bagi perencanaan

4.1.9.1 Tugas Pokok Dispatcher

Mengatasi penyimpangan (deviasi) yang terjadi dari Rencana

Operasi Harian. Penyimpangan dapat terjadi antara lain karena

gangguan sistem (gngguan partial dan gangguan total / black out)

Dalam kasus gangguan total, proses pemulihannya harus dilakukan

secara bertahap, sebagai berikut :

PT PLN (Persero)

29

a. Black Stan Unit Pembangkit

b. Pengiriman tegangan (back feeding) ke Unit Pembangkit /

Gardu Induk

c. Pemulihan sistem jaringan tenaga listrik dengan melakukan

pembebanan Gardu Induk secara bertahap sesuai dengan

kemampuan unit pembangkit yang telah beroperasi.

d. Keberhasilan di dalam mengasut (start) unit pembangkit

sepenuhnya bergantung kepada Enjinir dan Operator Unit

Pembangkitan.

e. Pengiriman tegangan ke unit pembangkit (untuk keperluan

start) dan pemulihan sistem dengan melakukan langkah-

langkah pembebanan secara bertahap sehingga membentuk

subsistem kecil dan kemudian dirangkai dengan subsistem

kecil lainnya hingga membentuk sistem interkoneksi utuh

seperti sediakala, sepenuhnya menjadi tanggung jawab

Dispatcher yang dibantu pelaksanaannya oleh operator

gardu induk.

4.1.9.2 Peran Dispatcher

a. Petugas pelaksana operasi “real time“yang mampu

menjaga mutu dan keandalan operasi sistem tenaga listrik.

b. Berperan melaksanakan rencana operasi harian (ROH) dan

mampu mengatasi penyimpangannya.

4.1.9.3 Alur Komunikasi

Alur komunikasi operasi sistem Jawa-Bali seperti pada

diagram alur dibawah ini,

PT PLN (Persero)

30

Gambar 4.1 Alur Komunikasi Dispatcher

4.2 Perencanaan Dan Strategi Operasi

4.2.1 Perencanaan Operasi

Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek

luas. khususnya karena menyangkut biaya yang tidak sedikit serta

menyangkut penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat sehingga

menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karenanya operasi

sismmtenaga listrik memerlukan manajemen yang baik.

Mengingat hal-hal tersebut maka untuk mengoperasikan sistem

tenaga listrik diperlukan perencanaan yang baik apalagi kalau

diingat bahwa operasi sistem tenaga listrik menelan biaya yang

tidak sedikit. Oleh karenanya perlu dibuat Rencana Operasi

terlebih dahulu sebelum suatu sistem akan dioperasikan. Rencana

Operasi ini selanjutnya dipakai sebagai Pedoman untuk meng-

operasikan sistem tenaga listrik.

Rencana Operasi adalah suatu rencana mengenai bagaimana

suatu sistem tenaga listrik akan diopemsikan untuk kunm waktu

tertentu. Tergantung kepada masalah yang harus dipersiapkan

maka ada bebarapa macam rencana operasi, yaitu :

JCC DISPATCHER

RCC DISPATCHER

GI/ PL 500 KV OPERATOR

RCC DISPATCHER

RCC DISPATCHER

PT PLN (Persero)

31

A. Rencana Tahunan

Masalah-masalah yang penyelesaiannya memerlukan waktu

kira-kira satu tahun dicakup dalam rencana ini, misalnya rencana

pemeliharaan unit-unit pembangkit yang memerlukan persiapan

satu sebelmnnya karena pengadaan suku cadangnya memerlukan

waktu satu tahun. Di lain pihak pemeliharaan unit-unit pem-

bangkit sistem tenaga listrik perlu dikoordinir agar unit- unit

yang tidak mengalami pemeliharaan dan siap operasi

menyediakan daya bagi beban. Rencana Operasi juga meliputi

perencanaan alokasi energi yang akan dalam satu tahun dalam

setiap Pusat Listrik dalam rencana pemeliharaan unit

pembangkit tersebut beban tahunan, beroperasinya unit-unit

pembangkit perkiraan hujan atau perkiraan produksi PLTA

dalam tahun yang bersangkutan. Alokasi energi yang akan

diproduksi Pusat Listrik Termis berarti pula alokasi biaya bahan

bakar yang merupakan biaya terbesar dalam Perusahaan Listrik

pada umumnya demikian pula halnya pada Pemsahaan Umum

Listrik Negara (PLN) Rencana pemeliharaan unit-unit

pembangkit sesungguhnya merupakan bagian dari rencana

pemeliharaan peralatan secara keseluruhan dan biaya

pemeliharaan unit-unit pembangkit menelan biaya terbesar dari

biaya pemeliharaan peralatan PLN. Dari uraian diatas kiranya

jelas bahwa rencana operasi tahunan merupakan bahan utama

bagi penyusunan rencana anggaran biaya tahunan suatu

perusahaan listrik.

B. Rencana Triwulan

Rencana operasi triwulan merupakan peninjauan kembali

Rencana Operasi Tahunan dengan horison waktu tiga bulan ke

depan. Hal-hal yang direncanakan dalam Rencana Operasi

Tahunan tetapi ternyata setelah waktu berjalan tidak cocok

dengan kenyataan perlu dikoreksi dalam Rencana Operasi

Triwulan. Misalnya unit pembangkit baru yang diperkirakan

dapat beroperasi triwulan ke dua dari Rencana Tahunan ternyata

PT PLN (Persero)

32

menjelang triwulan kedua diperkirakan belum dapat beroperasi

dalam triwulan kedua. Maka sehubungan dengan hal ini perlu

dilakukan koreksi – koreksi terhadap Rencana Operasi Tahunan

dalam menyusun Rencana Operasi Triwulan.

C. Rencana Bulanan

Selain merupakan koreksi terhadap Rencana Triwulanan

untuk horison waktu satu bulan ke depan, Rencana Operasi

Bulanan mulai mengandung rencana yang menyangkut langkah-

langkah operasionil dalam sistem, sedangkan Rencana Operasi

Tahunan dan Triwulanan.lebih banyak mengandung hal-hal

yang bersifat manajerial. Hal-hal yang bersifat operasionil yang

dicakup dalam Rencana Operasi Bulanan adalah:

a. Peninjauan atas jam kerja unit-unit pembangkit yang bersifat

peaking unitterutama dalam kaitannya dengan rencana

pemeliharaan. Hal ini diperlukan untuk membuat jadwal

operasi unit-unit pembangkit yang bersangkutan

b. Alokasi Produksi pusat-pusat Listrik Tennis dalam kaitannya

dengan pemesanan bahan bakar kepada perusahaan Bahan

Bakar

D. Rencana Mingguan

Dalam Rencana Operasi Mingguan tidak ada lagi hal-hai

yang bersifat manajerial karena masalah~masalah manajerial

tidak mungkin diselesaikan dalam Jangka semmggu. Rencana

Operasi mengandung rencana mengenai langkah-langkah

operasional yang akan dilakukan untuk jangka waktu

satuminggu yang akan datang dengan memperhatikan

pengarahan yang tercakup dalam rencana bulanan dan

mempertimbangkan perkiraan atas hal- hal yang bersifat tidak

menentu untuk jangka waktu satu minggu yang akan dating. Hal-

hal yang bersifat tidak menentu adalah jumlah air yang akan

diterima PLTA-PLTA (pada musim hujan) serta beban untuk

168 jam ( satu minggu) yang akan datang. Rencana Operasi

mingguan berisi jadwal operasi serta pem-bebanan unit-unit

PT PLN (Persero)

33

pembangkit untuk 168 jam yang akan datang atas dasar

pertimbangan ekonomis (pembebanan yang optimum) dengan

memperhatikan berbagai kendala operasionil seperti beban

minimum dan maksimum dari unit pembangkit serta masalah

aliran daya dan tegangan dalam jaringan.

E. Rencana Harian

Rencana Operasi Harian merupakan koreksi dari Rencana.

Operasi Mingguan untuk disesuaikan dengan kondisi yang

mutakhir dalam sistem tenaga listrik Rencana Operasi Harian

merupakan pedoman pelaksanaan Operasi Real Time.

4.2.2.Tujuan Operasi Sistem

Mengatur operasi sistem pembangkitan dan penyaluran Jawa-

Bali secara rasional dan ekonomis dengan memperhatikan mutu

dan keandalan,sehingga penggunaan tenaga listrik se Jawa Bali

dapat mencapai daya gunadan hasil guna yang semaksimal

mungkin, sesuai dengan SK Nomor032/DIR/1981 tanggal 30

Maret 1981 dan SK Nomor 028/DIR/1987 tanggal lApril 1987.

Dari SK Direksi PLN tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

tiga tujuan operasi sistem, yaitu:

a. Ekonomi

Optimasi pengoperasian tenaga listrik tanpa melanggar

batasan keamanan dan mum

b. Sekuriti

Kemampuan Sistem untuk menghadapi kejadian yang tidak

direncanakan,tanpa mengakibatkan pemadaman

c. Mutu

Kemampuan sistem untuk menjaga agar semua batasan

operasiTerpenuhi

PT PLN (Persero)

34

Gambar 4.2 Bagan tujuan operasi sistem tenaga listrik

4.2.2.1 Ruang Lingkup Operasi Sistem

Ruang lingkup operasi sistem meliputi :

a. Rencana Operasi Tahunan

b. Rencana Operasi Bulanan

c. Rencana Operasi Mingguan

d. Rencana Operasi Harian

e. Pengendalian Operasi Real Time

4.2.2.2 Strategi Tujuan Ekonomi

Pengoperasian sistem tenaga listrik secara efisnen tanpa

melanggar batasan keamanan dan mutu, efisien pengertian biaya

operasi yang rendah, dan dititik beratkan pada biaya sistem

pembangkitan, dalam hal ini adalah biaya bahan bakar, untuk

memperoleh biaya bahan bakar yang efisien maka diawali

dengan penyusunan strategi pembuatan ROT

4.2.2.3 Strategi Tujuan Keandalan

Kemampuan Sistem untuk menghadapi kejadian yang

direncanakan,tanpa mengakibatkan pemadaman. Grid Code

atura operasi menyebutkan bahwa :“Aturan Operasi ini

menjelaskan tentang peraturan dan prosedur yang berlaku untuk

menjamin agar keandalan dan efisiensi operasi Sistem Jawa-

Madur-Bali dapat dipertahankan pada suatu tingkat ter-

tentu”.Skema OLS, target yang menjadi tujuan adalah meng-

hindari pemadaman yang meluas. Rekonfigurasi jaringan atau

PT PLN (Persero)

35

subsistem selalu direncanakan untuk mengatur aliran daya

sebagai upaya mengoptimalkan keseimbangan antara pasokan

dan beban, selain itu juga untuk mengatasi apabila breaking-

capacity PMT terpasang terlampaui, Bila terjadi penyimpangan

terhadap rencana yang dapat menimbulkan ancaman terhadap

keandalan maka dispatcher akan selalu mengambil langkah

pengamanan.

4.2.2.4 Strategi Tujuan Mutu

Kemampuan sistem untuk menjaga agar semua batasan

operasi terpenuhi.Grid Code dalam aturan operasi (OC 1.6)

menyebutkan keadaan OperasiSistem yang berhasil / memuas-

kan dalam keadaan baik apabila:

• Frekuensi dalam batas operasi normal (50 w 0,2

Hz),penyimpangan dalam waktu singkat (50 ± 0,5

Hz),selarna kondisi gangguan,boleh berada pada 47.5 Hz dan

52.0 Hz

• Tegangan di Gardu Induk berada dalam batas yang

ditetapkan dalam Aturan Penyambungan (CC 2.0). Batas-

batas menjarnin bahwa tegangan berada dalam kisaran yang

ditetapkan sepanjang pengatur tegangan jaringan distribusi

dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan balk.

Operasi pada batas-batas tegangan ini diharapkan dapat

membantu mencegah terjadinya voltage collapse dan

masalah stabilitas dinamik Sistem.

• Tingkat pembebanan jaringan transmisi dipertahankan dalam

baths yang ditetapkan melalui studi analisis stabilitas steady

state dan transient untuk semua gangguan yang potensial

(credible outage);

• Tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan

transmisi dan gardu induk (transformator dan switchgear)

dalam batas rating normal untuk semua single contingency

gangguan peralatan

PT PLN (Persero)

36

• Konfigurasi Sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT

di jaringan transmisi mampu memutus arus gangguan yang

mungkin terjadi dan mengisolir peralatan yang terganggu.

4.2.3 Siklus Operasi Sistem Tenaga Listrik

Siklus operasi sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut :

4.2.3.1. Perencanaan Jangka Panjang

Perencanaan jangka panjang meliputi RUKN, RUPTL,

RKAP dan rencana jangka panjang serta kebijakan pemerintah.

Pada dasarnya perencanaan jangka panjang merupakan

perencanaan sistem tenaga listrik yang bertugas untuk

merencanakan infrastruktur, perencanaan energi, kebijakan

energy dan strategi jangka panjang.

4.2.3.2 Perencanaan Jangka Pendek

Perencanaan jangka pendek masuk dalam perencanaan

operasi yaitu mulai dari tahunan sampai dengan perencanaan

harian. Fungsi dari perencanaan operasi adalah merencanakan

operasi sistem meliputi rencana pembangkitan dan rencana

penyaluranagar pada saat operasi real time, pengendali operasi

dapatmengendalikan sistem tenaga listrik dengan baik ditandai

dengan tercapainya tujuan operasi sistem tenaga listrik yang

aman,ekonomis dan andal.

4.2.3.3 Operasi Real Time

Operasi real time bertugas untuk mengoperasikan sistem

tenaga listrik untuk mencapai tujuan Operasi STL. Hasil operasi

dituangkan dalam laporan operasi (logsheet),Isi laporan operasi

meliputi : Realisasi daya / energi, pemakaian bahan bakar,

tegangan, aliran daya, pelaksanaan manual loadshedding dan

lain-lain.

PT PLN (Persero)

37

4.2.3.4. Evaluasi Operasi

Evaluasi operasi berfungsi untuk mengevaluasi pelaksana-

an operasi, mempelajari kendala kendala yang ada yang

selanjutnya output dari evaluasi operasi digunakan sebagai dasar

dalam merencanakan sistem tenaga listrik dan perencana-an

operasi sistem.

Gambar 4.3 Siklus Operasi Sistem Tenaga Listrik

4.2.4 Pola Operasi Splitting Dan Looping Sub Sistem

4.2.4.1 Pola Operasi Splitting

Pada Operas splitting ini terjadi proses pemisahan sistem-

sistem dalam skala besar menjadi sub sistem yang lebih kecil.

Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengaturan dan

monitoring aliran daya yang didistribusikan serta bertujuan

untuk menghindari gangguan saat terjadinya hubung singkat.

Proses splitting ini tidak serta merta dapat dilakukan, namun

harus memenuhi beberapa syarat, yaitu aliran daya pada sistem

yang akan di split harus sekecil mungkin sehingga, pada saat

sistem telah terpisah sistem, maka tidak akan terjadi overload

Input :

RUKN,

RUPTL,RKA

P, Renc IP,

Grid Code

kebijakan

Perencanaan

Operasi

Perencanaan

Operasi

Realisasi

Evaluasi

PT PLN (Persero)

38

Gambar 4.4 Splitting 1 sistem menjadi 2 subsistem

4.2.4.2 Pola Operasi Looping

Pada operasi looping ini terjadi proses penggabungan dua

sistem menjadi sebuah sistem besar. Contoh Operasi looping adalah

saat memindahkan beban pada Gardu Induk ke subsistem lain.

Syarat untuk dapat melakukan operasi looping adalah tegangan dan

sudut daya pada titik yang akan dilakukan looping harus sama atau

hampir mendekati

Gambar 4.5 Looping 2 subsistem menjadi 1 sistem

PT PLN (Persero)

39

4.2.5 Rekonfigurasi Subsistem

Rekonfigurasi Subsistem bertujuan untuk melakukan pengaturan

level hubung singkat dan pengaturan aliran daya. Untuk lebih jelasnya

adalah sebagai berikut :

a. Pengaturan level hubung singkat

Level hubung singkat pada subsistem ini dipengaruhi oleh besar

sumber yang dialirkan dari pembangkit dan besarnya impedansi

yang diterima oleh subsistem. Apabila level hubung singkat telah

melebihi kapasitas dari peralatan yang ada maka upaya yang

harus dilakukan adalah mengganti peralatan tersebut dengan

kapasitas yang lebih tinggi dari sebelumnya dan melakukan

rekonfigurasi subsistem. Misalnya dengan cara memisahkan IBT

yang dioperasikan pararel sehingga menjadi subsistem yang

radial.

b. Pengaturan aliran daya

Pengaturan daya ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga

peralatan dari arus atau beban berlebih. Pengaturan aliran daya ini

sering dilaksanakan pada saat melakukan pekerjaan penyaluran

maupun pembangkitan.

4.2.6 Neraca Daya Balance

Konsep utama dari kesetimbangan daya adalah daya yang

dihasilkan paling tidak harus sesuai dengan kebutuhan beban dari

konsumen dalam waktu bersamaan, Dalam upaya mempertahankan

keandalan sistem dan kualitas frekuensi, maka aliran daya dari

pembangkit yang masuk pada sistem, minimum sebesar beban

ditambah dengan cadangan putar. Cadangan putar merupakan

besarnya kapasitas pembangkit yang sudah masuk kedalam sistem dan

tidak dibebebani, sehingga setiap saat dapat digunakan saat terjadi

kenaikan beban secara tiba-tiba.

Kebijakan besar cadangan putar ini tidak memiliki standart baku

karena besarnya tergantung dari seberapa tinggi tingkat keandalan

yang diharapkan. Seperti pada sistem Jawa-Bali ysng menetapkan

PT PLN (Persero)

40

besarnya cadangan putar sebesar unit yang masuk kedalam grid.

Karena unit terbesar saat ini adalah PLTU Tanjung Jati 660 MW,

maka besarnya cadangan operasi ditetapkan sebesar 660 MW.

Kebijakan besar cadangan putar ini berlaku secara real-time, artinya

meskipun dalam kondisi defisit, sistem harus tetap disediakan

cadangan putar. Strategi yang diterapkan untuk menyediakan

cedangan putar adalah dengan pelepasan beban (pemadaman)

sehingga sistem masih beroperasi. Tabel 4.1 terlihat besar cadangan

putar yang disediakan.

Tabel 4.1 Neraca Daya Sistem Balance Jawa-Bali

PT PLN (Persero)

41

4.2.7 Pola Operasi Sistem tenaga Listrik Pada Hari Libur

Siklus Operasi tenaga listrik secara tidak langsung akan

dipengaruhi oleh rutinitas manusia. Rutintas dan perilaku ini pada

umumnya akan mengalami pengulangan sehingga akan berpengaruh

langsung terhadap konsumsi tenaga listrik. Pengulangan aktifitas

setiap harinya ini akan menimbulkan pola konsumsi tenaga listrik.

Pola konsumsi tenaga listrik inilah yang nantinya akan diguanakan

sebagai perencanaan pembangkitan dan penyaluran listrik tiap

harinya. Pada hari libur konsusmsi tenaga listrik juga mengalami

penurunan drastic hal ini diakibatkan beberapa fasilitas public maupun

proses produksi pabrik juga berhenti.

4.2.8 Skema Pengamanan Sistem

Untuk menjaga sistem agar tidak mengalami gangguan total,

maka perlu dilakukan upaya pengamanan sistem dengan cara

menyusun skema pengamanan sistem, antara lain :

a. Brown Out

b. Load Curtailment

c. Manual Load Shedding

d. Load Shedding UFR

e. Island Operation

f. Host Load

g. Pelepasan Beban

Contoh skema pengamanan sistem Jawa-Bali dapat dilihat pada

gambar 4.6 yang menjelaskan urutan skema pengamanan dalam 7

tahapan pokok.

PT PLN (Persero)

42

Gambar 4.6 Tingkat Frekuensi Sistem Jawa Bali

a. Brown Out

Brown out dilakukan dengan menurunkan kualitas tegangan

sistem pada rentang normal operasi. Brown out dapat

dilaksanakan bila tidak sedang terjadi ekskursi tegangan sistem.

Brown out dilaksanakan pada saat :

Frekuensi sistem dibawah nominal karena sistem

kekurangan daya

Beban sebuah instalasi (trafo dan penghantar radial) elah

mencapai nilai nominalnya dan diperkirakan beban

masih akan naik.

b. Load Curtailment

Permintaan distribusi ke pelanggannya untuksecara sukarela

menggurangi pemakaian beban pada saat sistem mengalami

kondisi deficit

c. Manual Load Shedding

Pelepasan beban secara manual dalam rangka mengatasi kondisi

deficit sistem. Lokasi dari beban yang akan dilepas ini sudah

ditetapkan melalui kesepakatan bersama antara pengatur beban

PT PLN (Persero)

43

dengan distribusi dan lokasinya bisa dipenyulang atau

trafo.Manual Load Shedding dilakukan untuk :

Mengurangi beban sistem karena sistem dalam kondisi

defisit.

Mengurangi beban subsistem karena sistem penyaluran

dikhawatirkan overload.

d. Load Shedding UFR

Load Shedding UFR ini dilaksanakan apabila terjadi penurunan

frekuensi dan menyentuh setting rele yang disebabkan hilangnya

pasokan daya sistem. Pelepasan beban dilakukan seketikan dan

secara otomatis menggunakan relay UFR. Untuk pengamanan

sistem, skema pelepasan beban dapat dilaksanakan dalam :

Pelepasan beban secara bertahap dengan UFR

Rele ini bekerja bila terjadi penurunan frekuensi sampai

batas yang telah ditentukan. Agar beban yang dilepas

tidak terlalu besar maka dilakukan pelepasan beban

secara bertahap. Contoh, untuk sistem Jawa-Bali pada

rentang 49.00 Hz s.d 48.30 Hz dibagi dalam 7 tahap

pelepasan beban.

Pelepasan beban dengan rele df/dt

Rele ini bekerja apabila terjadi penurunan frekuensi

secara tiba-tiba dengan kecuraman yang tinggi sehingga

slope-nya telah mencapai settingrele yang ditetapkan.

Kecuraman penurunan frekuensi tinggi tersebut bisa

terjadi pada saat sejumlah pembangkit besar keluar

secara bersamaan.

c. Island Operation

Adalah pola pengamanan sistem dengan memisahkan unit

pembangkit dari sistem tenaga listrik secara otomatis hanya

dengan memikul beban disekitarnya sesuai kemampuan unit

pembangkit ababila sistem mengalami gangguan. Ini dilakukan

dengan cara membuka beberapa PMT di gardu induk tertentu

secara otomatis menggunakan UFR, sehingga terbentuk suatu

PT PLN (Persero)

44

sistem yang terisolasi dari sistem interkoneksi. Island Operation

bertujuan untuk menghindarkan sistem dari blackout aau padam

total. Karena apabila sistem bertahan dalam beberapa subsistem

(island kecil), maka untuk melakukan penormalan akan lebih cepat

dan mudah.

d. Host Load

Host Load adalah strategi pengamanan sistem yang terakhir yaitu

dengan mempertahankan generator untuk tetap beroperasi beban

dirinya sendiri yaitu untuk peralatan bantu. Apabila strategi host

load berhasil, diharapkan pemulihan sistem menjadi lebih cepat

karena tidak perlu starting generator.

e. Pelepasan Beban

Metode pelepasan beban seperti Manual Load Shedding, Load

Shedding UFR Island Operation maupun OLS sama-sama

bertujuan untuk menjaga keamanan sistem maupun mencegah

terjadinya pemadaman yang meluas atau bahkan pemadaman total,

sehingga biaya kerugian dapat diperkecil baik itu disisi PLN

maupun disisi konsumen. Oleh karena itu peran serta konsumen

sangat dibutuhkan untuk memaklumi terjadinya pemadaman

beban akibat bekerjanya pola pengaman tersebut demi

keberlangsungan pasokan listrik Jawa-Bali.

4.2.9 Strategi Operasi Sistem

Berdasarkan analisa kendala, ketahanan sistem, pola beban

konsumen dll, maka dibuatlah strategi dalam melakukan operasi

sistem sebagai berikut :

a. Mengutamakan keamanan dan keandalan.

b. Menyiapkan cadangan seketika dan panas merata serta

memadai.

c. Membebani unit-unit pembangkit pada daerah

operasional yang aman.

d. Meminimalkan transfer daya antar subsistem unutk

menjaga keamanan.

PT PLN (Persero)

45

e. Memaksimalkan peran pembangkit untuk pengaturan

frekuensi dan tegangan.

f. Melaksanakan rekonfigurasi jaringan untuk pengaturan

tegangan.

g. Menambahkan unit shutdown akibat beban lebih

rendah berdasarkan urutan prioritas

h. Tidak mengizinkan melakukan pekerjaan pemeliharaan

kecuali untuk perbaikan gangguan selama periode siaga

4.3 Fasilitas Operasi

4.3.1. Sistem SCADA Pada APB Jawa Timur

Dalam memantau informasi-informasi sistem tenaga listrik, pada

mulanya Dispatcher mengambil informasi secara langsung kepada

Operator Gardu Induk atau Pusat Pembangkit secara berkala melalui

sarana-sarana telekomunikasi seperti radio komunikasi dan telepon

untuk mendapatkan informasi mengenai data-data yang sangat

penting.

Dalam sistem tenaga listrik modern semakin banyak GI dan

Pusat Tenaga Listrik yang beroperasi, maka cara pengambilan

informasi seperti cara di atas sudah tidak memadai lagi. Masalah

tersebut di atas yang kemudian mendorong PLN untuk membangun

suatu pusat pengontrol (Area Control Center / ACC) yang dilengkapi

dengan peralatan komputer yang disebut SCADA (Supervisory

Control And Data Acquisition). Pemasangan sistem tersebut selesai

pada tahun 1986 dan mulai beroperasi pada bulan Januari 1987.

Maksud dari SCADA yaitu pengawasan, pengontrolan dan

pengumpulan data.

Sistem SCADA di APB Jawa Timur terdiri Master Station (MS),

Remote Terminal Unit (RTU) dan Saluran Komunikasi antar Master

Station dan RTU.

PT PLN (Persero)

46

4.3.1.1. Master Station

Master Station merupakan pusat pengawasan atau inti pada

suatu sistem SCADA. Sebagai komponen dari sistem SCADA

Master Station bertugas :

1. Melakukan dialog dengan RTU di GI atau Pusat Pembangkit

listrik yang berada dalam wewenangnya. Master Station

memerintahkan operasi kepada RTU dan kemudian RTU

melaporkan operasi yang dilakukannya ke Master Station.

2. Mengolah secara real time setiap informasi yang diberikan oleh

RTU.

3. Memberi tanggapan terhadap interupskinterupsi yang datang dari

RTU.

Tujuan SCADA adalah menjaga agar operasi sistem tenaga

listrik dapat bekerja dengan baik dengan tingkat keandalan yang

tinggi, dengan tetap menjaga kualitas dan ekonomis. Komponen-

komponen Master Station adalah :

a. Front End

Front End merupakan komputer yang mengatur atau

menangani komunikasi dengan RTU. Front End ini juga

menggunakan konfigurasi ganda, yaitu A dan B.

b. Tesselator Console Computer

Tessetator merupakan komputer yang mengatur dan

menangani MMI (Man Machine Interface) yaitu berupa tampilan

pada layar VDU, printer hard copy, fungsi-fungsi kontrol keyboard

dan fungsi antarmuka Operator dengan sistem SCADA.

c. Terminal Server

Terminal server mengatur dan menangani printer-printer Facit,

Logger dan mimic board kontroler. Selain itu juga menangani

stasiun pencatat cuaca.

d. Operator Keyboard Console (3 unit)

Operator keyboard console berupa papan-papan keyboard

yang memungkinkan regu pelaksana operasi (Dispatcher) untuk

memasukkan perintah dan kontrol, meminta dan menerima data,

PT PLN (Persero)

47

mengaaktifkan peralatan atau mematikan peralatan dan menukar

fungsi peralatan, dalam rangka mengoperasikan sistem tenaga

listrik. Keyboard yang ada pada tiap unit terdiri dari 3 macam

keyboard, yaitu:

a. Alpha Numeric Keyboard, berfungsi seperti keyboard pada

komputer PC

b. Function Keyboard, berfungsi untuk memasukkan perintah

dan kontrol operasi sistem tenaga.

c. Station Keyboard, untuk melihat status dari gardu-Gardu

induk yang berada di bawah wewenang Master Station.

e. Visual Display Unit Mitsubhisi (VDU)

VDU merupakan layar VDU/monitor yang dipakai sebagai

tampilan-tampilan grafis yang berupa diagram satu garis untuk

melihat secara detail jaringan Pusat Pembangkit listrik maupun GI.

Pada VDU ini dapat dilihat status dari pemutus tenaga (PMT),

pemisah (PMS) dan besaran-besaran listrik seperti tegangan, arus ,

frekuensi, daya di seluruh Gardu Induk atau Pusat Pembangkit listrik

yang dalam wewenang sistem SCADA.

f. Printer Logger LA 120 dan Facid 3500

Adalah alat pencatat untuk mencetak status dari seluruh

kegiatan RTU yang berada dalam wewenangnya dan juga dapat

mencetak skema / diagram dari yang ditampilkan pada unit

penampil (VDU) sesuai yang dikehendaki.

g. Hard Copy Facid (printer)

Di dalam ruang kontrol terdapat pula 2 buah Hard Copy. Hard

copy adalah alat yang digunakan untuk mencetak atau meng-copy

semua yang dapat ditampilkan pada sernua unit penampil atau VDU

sesuai dengan yang dikehendaki Dispatcher. Yang diantaranya yaitu

gambaregambar konfigurasi Gardu Induk-Gardu Induk /Pusat-Pusat

Pembangkit dapat juga untuk mencetak status / kejadian dalam

sistem yang berupa keluar atau masuknya PMT dan PMS.

PT PLN (Persero)

48

h. Switchover Computer

Yaitu alat pemindah otomatis jika komputer yang sedang

beroperasi (on line) mengalami suatu gangguan, maka tugasnya

secara otomatis akan digantikan oleh komputer yang stand by.

i. Pen Recorder

Yaitu untuk mencatat besaran-besaran ukur dalam bentuk

grafik dari gulungan kertas yang berjalan dalam fungsi waktu.

Besaran yang diukur adalah MW, MVAR, Hz dari beberapa Unit

Pembangkit Listrik atau GI tertentu.

j. Mimic Board

Mimic Board adalah diagram satu garis dari jaringan sistem

tenaga dalam kendali Master Station yang ditampilkan ke dalam

bentuk peta dinding yang besar untuk menunjukkan keadaan Gardu

Induk, arah dan besarnya aliran daya (MW dan VAR) serta status

dari pemutus daya (PMT / circuit breaker) dan pemisah (PMS I

disconnecting switch) serta tegangan bus.

Pada Mimic board tertera diagram pembangkit, trafo, PMT,

PMS dan jaringan transmisinya sesuai kondisi saat itu. Informasi-

informasi yang dapat diperoleh lewat mimic board adalah :

a. Indikator alarm GI dan Pusat Pembangkit listrik Jika ada

alarm maka lampu indikator A akan menyala.

b. Indikator keadaan transmisi data Jika ada RTU atau peralatan

transmisi data mengalami gangguan sehingga data tidak

sampai terkirim ke Master Station, maka lampu indikator B

akan menyala.

c. Indikator PMT dan PMS pada trafo, saluran dan antar bus

Lampu merah menyala berarti posisi masuk/tertutup. Lampu

hijau menyala berarti posisi lepas/terbuka. Lampu merah

menyala berkedip berarti posisi masuk tetapi perlu

pemeriksaan lebih lanjut Lampu hijau menyala berkedip

berarti posisi keluar tetapi perlu pemeriksaan lebih lanjut.

PT PLN (Persero)

49

d. Indikator garis beban pada pertengahan feeder antara 2 GI

atau Pusat Pembangkit listrik. Lampu merah (garis merah)

berarti aliran daya aktif (MW) Lampu kuning (garis kuning)

berarti aliran daya reaktif (MVAR).

Gambar 4.7 Ruangan Master Station di APB Jawa Timur

4.3.1.2. RTU (Remote Terminal Unit)

RTU adalah bagian dari SCADA, yang terdiri dari perangkat

tranduser dan juga card-card yang mendukung untuk proses dalam

menyampaikan informasi pada control center. RTU berada pada

setiap gardu induk atau pusat pembangkit yang masuk dalam sistem

tenaga listrik. Unit remote juga dilengkapi dengan modem sehingga

unit tersebut dapat menerima pesan dari Master Station dan

mengirim sinyal balik ke Master Station yang menunjukkan bahwa

pesan telah diterima dan sudah melakukan operasi yang telah

ditentukan oleh Master Station. Relay-relay yang terletak dalam

RTU digunakan untuk membuka atau menutup sirkuit dari peralatan

yang dikontrol sesuai perintah dui Master Station, dan RTU bisa

merasakan bahwa operasi telah selesai dilakukan dan kemudian

RTU bisa mengirim sinyal balik ke Master Station yang

menunjukkan bahwa operasi telah dilakukan. Di APB Jawa Timur

sendiri terdapat banyak RTU yang tersebar di seluruh GI yang ada

di Jawa Timur

PT PLN (Persero)

50

Fungsi dari RTU dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Telesignaling

berfungsi untuk mengetahui status indikasi dari peralatan tenaga

listrik. Telesignal adalah posisi atau status (indikasi) dari perlatan

Gardu Induk (seperti PMT,PMS Rel,PMS Line ,PMS Tanah) dan

sinyal --sinyal alarm.

Telesignal sendiri dibagi menjadi dua yaitu :

1. Telesignal Double (Telesignal double mempunyai dua status

yaitu Buka/Tutup (Open/Close) sebagai contoh status PMT,

PMS Rel, PMS Line , PMS Tanah.

2. Telesignal Single (Telesignal single mempunyai status

tunggal sebagai contoh sinyal-sinyal alarm).

Gambar 4.8 modul Telesignaling pada RTU EPC 3200

GIS Waru

2. Telemetering,

Berfungsi untuk mengetahui besaran-besaran listrik pada

peralatan tenaga listrik, seperti besaran tegangan, daya aktip, daya

reaktip, arus dan frekuensi.

Telemetering melaksanakan pengukuran besaran-besaran sistem

tenaga listrik pada seluruh bagian system lalu menampilkannya pada

pusat kontrol. Desain-desain yang dapat diukur yaitu tegangan arus

bus bar, daya aktif dan reaktif unit pembangkit, daya aktif dan reaktif

trafo IBT 500/150/ trafo 150/20 KV, daya aktif dan reaktif

penghantar / penyulang, frekuensi system.

PT PLN (Persero)

51

Gambar 4.9 modul Telemetering pada RTU E.PC 3200

G1S Warn

3. Telecontroling,

Berfungsi untuk meneruskan perintah dari pusat pengatur

keperalatan tenaga listrik. Telecontrol memberikan perintah untuk

rnerubah keadaan dari peralatan Gardu Induk ( sebagai contoh

Posisilindikasi PMT, PMS Red ).

Gambar 4.10 modul Telecontroling pada RTU EPC 3200 GIS

Waru

PT PLN (Persero)

52

4.4 Peta Jaringan Sistem Jawa Timur

Gambar 4.11 di bawah merupakan gambar peta jaringan sistem Jawa

Timur. Setiap jaringan memiliki warna yang berbeda. Perbedaan warna

tersebut menunjukkan tipe jaringan. Perbedaan tipe setiap jaringan dibagi

menjadi empat warna. Pertama, warna biru yaitu jaringan 500 kV.

Wilayah yang terlewati jaringan 500 kV yaitu Paiton, Grati, Krian, dan

lain-lain. Kedua, warna merah yaitu jaringan 150 kV. Wilayah yang

terlewati jaringan 150 kV contohnya yaitu Tuban, Bangkalan, dan

Sampang. Ketiga, warna kuning yaitu jaringan 70 kV. Wilayah yang

terlewati jaringan 70 kV contohnya yaitu Blitar, Pare, dan Pandaan.

Keempat, warna hitam yaitu jaringan 20 kV. Wilayah yang terlewati

jaringan 20 kV contohnya yaitu Tulungagung, Turen, dan Nganjuk.

Gambar 4.11 Jaringan Sistem Jawa Timur

PT PLN (Persero)

53

4.5 Konfigurasi Master Station Pada APB Jatim

Konfigurasi Master Station dibedakan menjadi 5 level berdasarkan

tingkatan perangkat keras, perangkat lunak, dan lingkup supervisi sistem

kelistrikan. Penggunaan level pada suatu Master Station bergantung pada

kondisi kelistrikan pada suatu daerah, kondisi dari daerah yang menjadi

jangkauan dari Master Station tersebut. Pembagian dari level nya adalah

seperti berikut ini :

a. Konfigurasi Master Station level 1

Konfigurasi Master station level 1 terdapat pada gambar 4.12

yang terdiri dari :

1. Workstation dispatcher & engineer (1 set)

2. Server SCADA, data historikal, sub sistem komunikasi (1 set

redundant)

3. GPS (1 set redundant)

4. Projection multimedia (1 set)

5. Switch 10/100 Mbps Ethernet LAN

6. Switch 100 megabit Ethernet LAN

7. Printer laser hitam putih (1 buah)

8. Printer laser berwarna (1 buah)

9. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

Gambar 4.12 Konfigurasi Master Station Transmisi Level 1

PT PLN (Persero)

54

b. Konfigurasi Master Station level 2

Konfigurasi Master station level 2 terdapat pada gambar 4.13

yang terdiri dari :

1. Workstation dispatcher (2 set)

2. Workstation engineer & update database (1 set)

3. Server SCADA dan data historikal (1 set redundant)

4. GPS (1 set redundant)

5. Projection multimedia (1 set)

6. Switch 10/100 Mbps Ethernet LAN

7. Server sub sistem komunikasi (1 set redundant)

8. Switch 100 megabit Ethernet LAN

9. Workstation di luar control center

10. Static display

11. Printer laser hitam putih (1 buah)

12. Printer laser berwarna (1 buah)

13. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

14. Kinerja SCADA, Operasi (1 set)

15. Offline database server (1 set)

Gambar 4.13 Konfigurasi Master Station Transmisi Level 2

PT PLN (Persero)

55

c. Konfigurasi Master Station level 3

Konfigurasi Master station level 3 terdapat pada gambar 4.14

yang terdiri dari :

1. Workstation dispatcher (2 set)

2. Workstation enjiner & update database (1 set)

3. Server SCADA dan EMS (1 set redundant)

4. GPS (1 set redundant)

5. Server data historikal dan update database (1 set redundant)

6. Projection multimedia (1 set)

7. Switch 10/100 Mbps Ethernet LAN

8. Server sub sistem komunikasi (1 set redundant)

9. Switch 100 megabit Ethernet LAN

10. Workstation di luar control center

11. Static display

12. Printer laser hitam putih (1 buah)

13. Printer laser berwarna (1 buah)

14. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

15. Kinerja SCADA, Operasi (1 set)

16. Offline database server (1 set)

Gambar 4.14 Konfigurasi Master Station Transmisi Level 3

PT PLN (Persero)

56

d. Konfigurasi Master Station level 4

Konfigurasi Master station level 3 terdapat pada gambar 4.15

yang terdiri dari :

1. Workstation dispatcher (2 set)

2. Workstation engineer & update database (1 set)

3. Server SCADA (1 set redundant)

4. GPS (1 set redundant)

5. Server EMS (1 set redundant)

6. Server data historikal dan update database (1 set redundant)

7. Projection multimedia (1 set)

8. Server controller (1 set)

9. Layar tayang

10. Switch Gigabit Ethernet LAN

11. Server sub sistem komunikasi (1 set redundant)

12. Switch 100 Megabit Ethernet LAN

13. Workstation di luar control center

14. Static display

15. Printer laser hitam putih (1 buah)

16. Printer laser berwarna (1 buah)

17. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

18. Server frekuensi (1 set)

19. Monitoring frekuensi (2 set)

20. Kinerja SCADA, Operasi (1 set)

21. Offline database server (1 set)

Gambar 4.15 Konfigurasi Master Station Transmisi Level 4

PT PLN (Persero)

57

e. Konfigurasi Master Station level 5

Konfigurasi Master station level 3 terdapat pada gambar 4.15

yang terdiri dari :

1. Workstation dispatcher (2 set) dan Workstation supervisor (1 set)

2. Workstation engineer & update database (2 set)

3. Workstation DTS (2 set)

4. Server SCADA (1 set redundant)

5. GPS (1 set redundant)

6. Server EMS (1 set redundant)

7. Server data historikal dan update database (1 set redundant)

8. Server DTS (1 set redundant)

9. Projection multimedia (2 set)

10. Server controller (1 set)

11. Layar tayang

12. Switch Gigabit Ethernet LAN

13. Server sub sistem komunikasi (1 set redundant)

14. Switch 100 Megabit Ethernet LAN

15. Workstation di luar control center

16. Static display

17. Printer laser hitam putih (1 buah)

18. Printer laser berwarna (1 buah)

19. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

20. Server frekuensi (1 set)

Gambar 4.16 Konfigurasi Master Station Transmisi Level 5

PT PLN (Persero)

58

Halaman ini sengaja dikosongkan