sistem pendengaran

81
1 BAB I PENDAHULUAN Logopedi adalah bagian ilmu fonetik yang mempelajari dan mendalami cara bicara, terutama memperbaiki cara bicara. Dalam ilmu logopedi terdapat beberapa hal yang didalami seperti perkembangan bicara, mekanisme bicara, pembentukan suara ucapan bicara, serta kelainan fungsi bicara (Guyton, 1997). Bicara merupakan proses belajar, mendengar dan mengamati. Pada penyempurnaan bicara diperlukan integrasi neurologik, baik struktur organ maupun fungsi yang normal. Proses bicara meliputi dua proses yang berkesinambungan, terdiri dari proses penerima dan proses ekspresi secara verbal. Dalam proses penerima, diperlukan sistem pendengaran yang baik, sehingga gangguan pada sistem pendengaran akan berpengaruh terhap kemampuan berbicara. Saat ini jumlah penderita gangguan pendengaran dan penglihatan belum ada angka yang pasti

Upload: anggiani-dewi-rahmawati

Post on 26-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

faal

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Pendengaran

1

BAB I

PENDAHULUAN

Logopedi adalah bagian ilmu fonetik yang mempelajari dan mendalami

cara bicara, terutama memperbaiki cara bicara. Dalam ilmu logopedi terdapat

beberapa hal yang didalami seperti perkembangan bicara, mekanisme bicara,

pembentukan suara ucapan bicara, serta kelainan fungsi bicara (Guyton, 1997).

Bicara merupakan proses belajar, mendengar dan mengamati. Pada

penyempurnaan bicara diperlukan integrasi neurologik, baik struktur organ

maupun fungsi yang normal. Proses bicara meliputi dua proses yang

berkesinambungan, terdiri dari proses penerima dan proses ekspresi secara verbal.

Dalam proses penerima, diperlukan sistem pendengaran yang baik,

sehingga gangguan pada sistem pendengaran akan berpengaruh terhap

kemampuan berbicara. Saat ini jumlah penderita gangguan pendengaran dan

penglihatan belum ada angka yang pasti di Indonesia. Berdasarkan Kepmenkes RI

no 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing 2030

dijelaskan bahwa secara global prevalensi gangguan pendengaran di dunia

terdapat 0,1 – 0,13 % bayi yang menderita tuli sejak lahir atau dari 1000 kelahiran

terdapat 1-3 bayi yang menderita tuli. Jika di Indonesia angka kelahiran terdapat

2,6 % maka terdapat 5000-10.000 bayi lahir tuli di Indonesia setiap tahunnya. Hal

ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat pada usia ini merupakan masa

kritis perkembangan berbicara dan berbahasa.

Page 2: Sistem Pendengaran

2

Perkembangan normal bicara dan komunikasi bicara, hubungan pribadi

dan keluarga, serta pecapaian intelektual dan pendidikan sangat bergantung pada

pendengaran yang utuh (Adams, 1997). Oleh karena itu penting bagi kita untuk

memahami mengenai sistem pendengaran.

Page 3: Sistem Pendengaran

3

BAB II

ISI

2.1. Gambaran Anatomi

2.1.1. Telinga Luar dan Tengah

Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke meatus auditorius

eksternus. Pada beberapa hewan, telinga dapat bergerak seperti antena radar yang

mencari suara. Dari meatus, kanalis auditorius eksternus berjalan ke dalam

menuju membran timpani (gendang telinga) (Ganong, 2003).

Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang

terbuka melalui tuba auditorius (eustakius) ke nasofaring dan melalui tuba

auditorius (eustakius) ke nasofaring dan melalui nasofaring ke luar. Tuba biasanya

tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini terbuka,

sehingga tekanan udara di kedua sisi gendang telinga seimbang. Tiga tulang

pendengaran (osikulus auditorius), yaitu maleus, inkus dan stapes, terletak di

telinga tengah. Manubrium (pegangan maleus) melekat ke dinding telinga tengah,

dan tonjolannya yang pendek melekat ke inkus, yang kemudian bersendi dengan

bagian kepala stapes. Stapes diberi nama demikian karena mirip dengan

sanggurdi. Lempeng kakinya (foot plate) terlekat dengan ligamentum anulare ke

dinding jendela oval. Dua otot rangka kecil, tensor timpani dan stapedius, juga

terletak di telinga tengah. Kontraksi otot yang pertama menarik manubrium

maleus ke arah tengah dan mengurangi getaran di membran timpani; kontraksi

Page 4: Sistem Pendengaran

4

otot yang terakhir menarik lempeng kaki stapes menjauhi jendela oval (Ganong,

2003).

Gambar 1. Bagian-bagian Telinga (Moore, 1999)

Gambar 2.Telinga Bagian Eksternal dari Anak Perempuan Usia 12 Tahun

(Moore, 1999)

Page 5: Sistem Pendengaran

5

Gambar 3. Tulang Pendengaran (Moore, 1999)

2.1.2. Telinga Dalam

Telinga dalam (labirin, rumah siput) terdiri dari 2 bagian, satu di dalam

lainnya. Labirin tulang adalah serangkaian saluran di dalam bagian petrosa tulang

temporalis. Di dalam saluran-saluran ini terdapat labirin membranosa yang

dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe (Ganong 2003).

Gambar 4. Telinga Bagian Tengah dan Dalam (Moore, 1999)

Page 6: Sistem Pendengaran

6

Struktur membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang.

Struktur ini terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat hubungan

antara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perlimfe

(Ganong, 2003).

2.1.2.1. Koklea

Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia

panjangnya 35 mm dan membentuk 2 ¾ putaran. Di sepanjang struktur ini

terdapat membran basilaris dan membran Reissner yang membaginya menjadi 3

ruang (skala). Skala vestibuli di bagian atas dan skala timpani di bagian bawah

mengandung perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui

sebuah lubang kecil yang disebut helikotrema. Di dasar koklea, skala vestibuli

berakhir di jendela oval, yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani

berakhir di jendela bulat, sebuah foramen di dinding medial telinga tengah yang

tertutup oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, ruang koklea

tengah, bersambungan dengan labirin membranosa dan tidak berhubungan dengan

dua skala lainnya. Skala media mengandung endolimfe (Ganong, 2003).

Page 7: Sistem Pendengaran

7

Gambar 5. Koklea (Moore, 1999)

2.1.2.2. Organ Corti

Organ Corti, struktur yang mengandung sel rambut yang merupakan

reseptor pendengaran, terletak di membran basilaris. Organ ini berjala dari apeks

ke dasar koklea dan dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan-tonjolan

sel rambut menembus lamina retikularis yang kuat dan berbentuk seperti

membran. Lamina ini ditunjang oleh pilar corti. Sel rambut tersusun dalam 4

baris: 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang

terbentuk oleh pilar-pilar corti, dan satu baris sel rambut dalam yang terletak

sebelah medial terhadap terowongan. Di setiap koklea manusia terdapat 20.000 sel

rambut luar dan 3500 sel rambut dalam. Terdapat membran tektorium yang tipis,

liat, tertapi elastis yang menutupi barisan sel rambut. Ujung-ujung sel rambut luar

Page 8: Sistem Pendengaran

8

terbenam di dalamnya, tetapi ujung sel rambut dalam tidak. Badan-badan sel

neiron aferen yang menyebar di sekitar dasar sel rambut terletak di ganglion

spiralis di dalam modiolus, bagian tengah yang bertulang tempat koklea

melingkar. Sembilan puluh sampai 95% dari neuron aferen ini mempersyarafi sel

rambut dalam; hanya 5-10% yang mempersyarafi sel rambut luar yang jumlahnya

lebih banyak, dan setiap neuron mempersyarafi beberapa sel luar ini. Selain itu,

sebagian besar serat aferen di syaraf auditorius berakhir di sel rambut luar dan

bukan di sel rambut dalam. Akson neuron yang mempersarafi sel rambut

membentuk bagian auditorius (koklear) saraf akustik vestibulokoklear dan

berakhir di nukleus koklear ventralis dan dorsalis di medulla oblongata. Jumlah

total serat aferen dan eferen di masing-masing saraf auditorius sekitar 28.000

(Ganong, 2003).

Di koklea, terdapat taut-taut erat antara sel rambut dan sel falang di

dekatnya; taut-taut ini mencegah endolimfe mencapai dasar sel. Namun, membran

basilaris relatif permeabel terhadap perilimfe di skala timpani dan dengan

demikian terowongan organ corti dan dasar sel rambut dibahasi oleh perilimfe.

Karena adanya taut-taut erat serupa, maka susunan sel rambut di bagian lain

telinga dalam serupa; yaitu tonjolan-tonjolan sel rambut dibasahi oleh endolimfe,

sementara dasarnya dibasahi oleh perilimfe (Ganong, 2003).

2.1.2.3. Jalur Pendengaran Sentral

Dari nukleus koklear, impuls pendengaran berjalan melalui berbagai jalur

ke kokikulus inferior, pusat untuk refleks-refleks pendengaran dan melalui korpus

Page 9: Sistem Pendengaran

9

genikulatum medial di talamus ke korteks pendengaran. Yang lain masuk ke

formasio artikularis. Informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing oliva

superior, dan tingkat yang lebih tinggi sebagian besar neuron berespons terhadap

input dari kedua telinga. Korteks, pendengaran primer, daerah Brodmann 41,

terletak di bagian superior lobus temporalis. Pada manusia, korteks ini terletak di

fisura Silvius dan secara normal tidak tampak di permukaan otak. Terdapat

beberapa daerah penerima pendengaran tambahan, seperti beberapa daerah

penerima sensasi kulit. Daerah asosiasi pendengaran yang terletak dekat dengan

penerima pendengaran primer tersebar, meluas ke insula. Berlas olivokoklearis

(olivocochleari bundle) adalah berkas serat eferen yang mencolok masing-asing

saraf auditorius yang berasal dari kompleks olivarius superior ipsilateral dan

kontralateral dan berakhir terutama di sekitar dasar sel rambut luar organ Corti

(Ganong, 2003).

2.1.2.4. Kanalis Semisirkularis

Di kedua sisi kepala, terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak

lurus satu sama lain, sehingga berorientasi dalam 3 bidang dalam ruang. Di dalam

kanalis tulang, terdapat kanalis membranosa yang terbenam dalam perilimfe.

Terdapat sebuah strukturreseptor, krista ampularis di ujung masing-masing

kanalis membranosa yang melebar (ampula). Setiap krista terdiri dari sel rambut

dan sel sustentakularis yang dilapisi pemisah gelatinosa (kupula) yang menutup

ampula. Tonjolan sel rambut terbenam dalam kupula, dan dasar sel rambut

Page 10: Sistem Pendengaran

10

berkontak erat dengan serat-serat aferen saraf vestibulokoklearis bagian

vestibularis (Ganong, 2003).

2.1.2.5. Utrikulus dan Sakulus

Di dalam masing-masing labirin membranosa, di lantai utrikulus, terdapat

suatu organ otolitik (makula). Makula lain terletak di dinding sakulus dengan

posisi semivertikal. Makula mengandung sel sustentakularis dan sel rambut,

dipayungi oleh membran otolitik tempat terbenamnya kristal-kristal kalsium

karbonat, otolit. Pada manusia, otolit, yang juga dikenal sebagai otokonia arau

debu telinga, memiliki panjang 3 sampai 19 µm dan lebih padat daripada

endolimfe. Tonjolan sel rambut terbenam dalam membran. Serat-serat saraf dari

sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di saraf vestibulokoklearis

(Ganong, 2003).

2.1.2.6. Jalur Saraf

Badan-badan sel 19000 neuron yang mempersarafi krista dan makula di

masing-masing sisi terletak di ganglion vestibularis. Masing-masing saraf

vestibularis berakhir di nukleus vestibularis berakhir di nukleus vestibularis 4

bagian ipsilateral dan di lobus flokulonodularis serebelum. Neuron ordo-kedua

menuruni medula spinalis dari nukleus vestibularis di traktus vestibulospinalis dan

naik melalui fasikulus longitudinalis medial ke nukleus motorik di saraf-saraf

kranium yang berperan dalam pengaturangerakan mata. Juga terdapat jalur-jalur

Page 11: Sistem Pendengaran

11

yang anatominya belum jelas yang menyalurkan impuls dari reseptor vestibularis

ke korteks serebrum melalui talamus (Ganong, 2003).

2.1.2.7. Sel Rambut

Sel rambut di telinga dalam memiliki struktur serupa. Masing-masing

terbenam dalam epitel yang terdiri dari sel penunjang atau sustntakularis. Dari

ujung apeks muncul rambut atau tonjoloan-tonjolan (prosesus) berbentuk batang

sejumlah 30-150 buah. Kecuali di koklea, salah satu tonjolan ini, kinosilium

adalah silia sejati tetapi tidak motil dengan 9 pasang mikrotubulus

mengelilinginya dan sepasang mikrotubulus di tengah. Kinosilium adalah salah

satu prosesus yang paling besar dan memiliki ujung tumbul. Pada mamalia

dewasa, kinosilium tidak terdapat pada sel rambut koklea. Namun, prosesus lain,

yang disebut stereosilia, terdapat di semua sel rambut. Stereosilia memiliki inti

yang terdiri dari filamen-filamen aktin sejajar. Di dalam rumpun prosesus-

prosesus yang sirkular pada masing-masing sel terdapat susunan yang teratur. Di

sepanjang sumbu yang menuju kinosilium, stereosilia menjadi semakin tinggi, di

sepanjang sumbu tegak lurus, semua stereosilia tingginya sama (Ganong, 2003).

Potensial membran sel rambut adalah sekitar 60 mV. Apabila stereosilia

terdorong dengan arah berlawanan, maka sel mengalami hiperpolarisasi.

Pergerakan prosesus dengan arah tegak lurus terhadap sumbu ini tidak

menyebabkan perubahan potensial membran dan pergerakan prosesus dengan arah

di antara kedua arah tersebut menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi yang

setara dengan besar derajat arah menuju atau menjauhi kinosilium. Dengan

Page 12: Sistem Pendengaran

12

demikian, prosesus rambut membentuk mekanisme untuk menimbulkan

perubahan potensial membran yang setara dengan arah pergeseran (Ganong,

2003).

Seperti dinyatakan di atas, prosesus sel rambut menonjol ke dalam

endolimfe sementara dasarnya terendam dalam perilimfe. Susunan ini penting

untuk pembentukan potensial generator normal, walaupun tidak diketahui secara

pasti mengapa demikian. Perilimfe terutama terbentuk dari plasma. Masuknya

manitol dan sukrosa dari plasma ke dalam perilimfe di skala timpani lebih lambat

daripada masuknya ke dalam perilimfe di skala vestibuli, dan terdapat perbedaan

kecil dalam komposisi antara cairan-cairan dalam kedua skala ini, tetapi keduanya

mirip dengan cairan ekstrasel. Di pihak lain, endolimfe dibentuk oleh stria

vaskularis dan memiliki konsentrasi K+ yang tinggi dan konsentrasi Na+ yang

rendah. Sel di stria vaskularis memiliki konsentrasi Na+-K+-ATPase yang tinggi.

Selain itu, tampaknya terdapat pompa K+ elektrogenik yang unik di stria

vaskularis, yang merupakan penyebab mengapa skala media secara elektrik

bermuatan positif relatif terhadap skala vestibuli dan skala timpani (Ganong,

2003).

Bukti yang sekarang terdapat menunjukkan bahwa streosilia memiliki

saluran-saluran mekanosensitif di apeksnya, dengan sekitar satu saluran per

stereosilium. Pergeseran prosesus-prosesus ini menuju kinosilium meningkatkan

lama saluran terbuka, dan pergeseran menjauhi kinosilium menurunkan lama

saluran tersebut terbuka. Saluran-saluran yang memiliki garis tengah paling

sedikit 0,7 nm, adalah saluran kation yang relatif nonspesifik, tetapi karena

Page 13: Sistem Pendengaran

13

mereka terendam dalam endolimfe, yang memiliki konsentrasi K+ tinggi, maka K+

masuk ke dalam sel rambut apabila saluran terbuka, dan menimbulkan

depolarisasi. Ca2+ juga masuk ke dalam sel, dan terjadi pelepasan transmiter

sinaps yang menyebabkan depolarisasi neuron aferen atau neuron yang berkontak

dengan sel rambut. Identitas transmiter ini belum diketahui, tetapi terdapat bukti-

bukti kuat mengenai keberadaannya. Sebaliknya, pergeseran stereosilia menjauhi

kinosilium menurunkan permeabilitas istirahat. Influks K+ menurun, sel

mengalami hiperpolarisasi, dan transmiter yang dilepaskan berkurang (Ganong,

2003).

2.2 Fungsi Sistem Pendengaran

Suara sebagai sumber gelombang merupakan bentuk energi yang bergerak

melalui udara, air, atau benda lainnya yang bisa menjadi media geraknya. Telinga

hanya bertugas mendeteksi suara, sedangkan fungsi pengenalan dan interpretasi

diolah oleh sistem saraf pusat dan di otak. Suara akan memberikan rangsangan ke

telinga, lalu disampaikan ke otak melalui saraf yang menghubungkan dari telinga

ke otak (nervus vestibulokoklearis). Selain mendeteksi suara, telinga juga

berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh kita. ( Mustrie 2011).

Berdasarkan Anatomi seperti yang telah dijelaskan di atas, kami ingin

menjelaskan fungsi dari sistem pendengaran;

Page 14: Sistem Pendengaran

14

2.2.1 Fungsi Telinga Luar

Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi dan organ pelindung untuk

gendang telinga, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke

telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang

bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak dan diolah (Sherwood, 2001).

Mekanisme ini akan dibahas pada bagian setalah fungsi pendengaran ini.

2.2.1.1Fungsi Telinga Flap / Pinna

Telinga Flap/ Pinna yang meerupakan bagian dari telinga luar ini berfungsi

sebagai suatu “pengumpul” suara, sementara liang telinga/ saluran terlinga

(Meatus) dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHZ;

perbesaran pada frekuensi ini adalah 10 hingga 15 dB. Suara dalam rentang

frekuensi ini adalah yang paling berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik

(Adam, 2012). Kelenjar keringat juga terdapat di dalam saluran ini, berfungsi

mensekresi kotoran telinga (Sherwood, 2001).

2.2.2Fungsi Telinga Tengah

Telinga tengah yang terletak di antara telinga luar dan telinga bagian

dalam befungsi menerima gelombang suara dari telinga luar dalam bentuk

gelombang tekanan (Sherwood, 2001).Telinga tengah juga berfungsi

menghilangkan hambatan antara udara (lingkungan kita) dan cairan (telinga

dalam). Ketika gelombang suara yang dihantarkan udara mencapai cairan (telinga

dalam), maka 99,9% energinya akan dipantulkan. Jadi hanya 0,1% energi yang

Page 15: Sistem Pendengaran

15

diteruskan (kehilangan sekitar 30dB). Telinga tengah dapat mengkompensasi

kehilangan tersebut. (Adam, 2012). Bagian yang penting dari telinga tengah

terdiri dari: Gendang telinga (Membran Timpani) dan tulang-tulang pendengaran

yang terbagi menjadi : maleus, inkus dan stapes.

2.2.2.1 Fungsi Membran Timpani dan Tulang Pendengaran

Membran timpani (Gendang Telinga) merupakan selaput tipis yang

bertindak sebagai pembatas antara telinga luar dan tengah, berfungsi untuk

memberi respons terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang

suara di permukaan luarnya, membran berfungsi sebagai resonator yang

menghasilkan ulang getaran dari sumber suara. Membran ini akan berhenti

bergetar hampir segera setelah gelombang suara berhenti; yang berarti membran

ini mengalami peredaman kritis (citically damped) yang hampir total. Gerakan

membran timpani akan disalurkan ke manubrium maleus (Ganong, 2003).

Apabila otot-otot telinga tengah, tensor timpani dan stapedius

berkontraksi, maka manubrium maleus akan tertarik ke dalam dan lempeng kaki

stapes ke luar. Hal ini akan menurunkan penyaluran suara. Suara keras akan

mencetuskan kontraksi reflex otot- otot ini yang secara umum disebut refleks

timpani. Fungsinya bersifat protektif, mencegah rangsangan belebihan pada

reseptor-reseptor pendengaran yang dihasilkan oleh gelombang suara yang kuat.

Namun, waktu reaksi untuk refleks ini adalah 40-160 mdet, sehingga refleks ini

tidak dapat melindungi terhadap rengsangan kuat yang singkat seperti yang

dihasilkan suara tembakan (Ganong, 2003).

Page 16: Sistem Pendengaran

16

2.2.2.2 Fungsi Maleus

Maleus merupakan tulang kecil yang terletak di sebelah gendang telinga.

getaran dari gendang telinga menyebabkan maleus bergetar, karena terletak dekat

dengan gendang telinga,. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi

energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke – 8.

Paling tidak sebagian analisis frekuensi telah terjadi pada tingkat organ corti.

Peristiwa listrik yang berlangsung dalam neuron juga dapat diukur dan disebut

sebagai potensial aksi (Ganong, 2003).

Maleus bergoyang pada suatu sumbu melalui taut prosesus panjang dan

pendeknya, sedemikian sehingga prosesus pendek menyalurkan getaran

manubrium ke inkus (Adam, 2012).

 2.2.2.3 Fungsi Inkus

Inkus (Anvil) adalah tulang kecil kain di samping maleus yang bergetar

dalam menanggapi getaran dari maleus.Inkus bergerak sedemikisn rupa sehingga

getaran dapat disalurkan ke bagian kepala stapes.

2.2.2.4. Fungsi Stapes

Serupa sengan maleus dan inkus, Stirrupatau stapes atau sanggurdi

merupakan tulang kecil di telinga tengah yang bergetar dan melewati gelombang

kompresional ke telinga bagian dalam. Pergerakan kepala stapes menyebabkan

lempeng kakinya bergerak maju mundur seperti pintu yang berengsel di tepi

posterior jendela oval

Page 17: Sistem Pendengaran

17

Dengan demikian tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai sistem

pengungkit yang mengubah getaran resonan membran timpani menjadi gerakan

stapes terhadap skala vestibulo koklea yang berisi perilimfe. Sistem ini

meningkatkan tekanan suara yang tiba di jendela oval, karena efek pengungkit

maleus dan inkus melipatkgandakan gaya 1,3 kali lebih kuat dan luas membran

timpani jauh lebih besar daripada luas lempeng kaki stapes. Akibat adanya

resistensi terjadi pengurangan energy suara, tetapi telah diperhitungkan, pada

frekuensi di bawah 300 HZ, 60% energy suara yang jatuh di membran timpani

akan disalurkan ke cairan dalam koklea (Ganong, 2003). 

Gambar 6. Gambaran Struktur Telinga

(http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html)

Page 18: Sistem Pendengaran

18

2.2.3 Fungsi Telinga Dalam

Telingan dalam (Labyrinth), seperti namanya, adalah bagian terdalam dari

telinga. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang bunyi dan

mengirimkannya berupa impuls ke otak dan diolah (Sherwood, 2001). Bagian –

bagiannya telah dijelaskan di atas.

 2.2.3.1Fungsi Organ Corti

Organ Corti adalah reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai

respons terhadap getaran membran basilar. Perhatikan bahwa organ corti terletak

pada permukaan serat basilar dan membran basilar. Terdapat dua tipe sel rambut

yang merupakan reseptor sensorik yang sebenarnya dalam organ corti: baris

tunggal sel rambut interna (atau “inner”), berjumlah sekitar 3500 dan dengan

diameter berukuran sekitar 12 mikrometer dan tiga sampai empat baris sel rambut

eksterna (atau “outer”), berjumlah sekitar 12.000 dan mempunyai diameter hanya

sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan

akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 % ujung-ujung ini berakhir di sel

rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel ini untuk mendeteksi

suara. Serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion spiralis Corti, yang

terletak dalam modiolus (pusat) koklea. Ganglion spiralis pada gilirannya akan

mengirimkan akson, seluruhnya sekitar 30.000, ke dalam nervus koklearis dan

kemudian ke dalam system saraf pusat pada tingkat medulla spiralis dan dengan

nervus koklearis (Guyton 1997). Stria merupakan suatu sistem transport cairan

dan elektrolit yang dirancang secara unik karena dua dari tiga jenis sel pada stria

vaskularis kaya mitokondria dan memiliki luas permukaan yang sangat besar

Page 19: Sistem Pendengaran

19

dibandingkan dengan volume sel. Diduga memainkan peranan penting dalam

pemeliharaan komposisi elektrolit cairan endolimfe (tinggi kalsium, rendah

natrium) dan sebagai baterai kedua untuk organ corti. Stria vaskularis dapat

memperbaiki rasio sinyal-bising pada organ Corti yang disebabkan adanya aliran

darah (merupakan sumber nutrisi utama untuk sel tubuh) (Adam, 2012).

2.2.3.2 Fungsi Sel Rambut Dalam dan Luar

Sel Rambut dalam adalah sel sensorik utama yang menghasilkan potensi

aksi di saraf- saraf pendengaran dan diperkirakan sel – sel ini dirangsang oleh

gerakan cairan perilimfe koklea (Ganong, 2003).

Sel rambut luar, di pihak lain, dipersyarafi oleh serat-serat eferen kolinergik

dari kompleks olivarius superior. Sel ini bersifat motil, memendek apabila

mengalami depolarisasi dan memanjang apabila mengalami hiperpolarisasi. Sel

ini meningkatkan pendengaran dengan mempengaruhi pola getaran membran

basilaris. Sel tersebut memendek dengan cara yang spesifik-nada, dan

memperkuat suara yang datang dengan mengurangi peredaman membran basilaris

(Ganong, 2003).

Page 20: Sistem Pendengaran

20

Gambar 7. Gambaran Fungsi deteksi suara Organ Corti dan Sel Rambut

(http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg)

2.2.3.3 Fungsi Vestibular

Vestibular berperan dalam respons terhadap percepatan Rotasional.

Percepatan (akselerasi) rotasional dalam salah satu bidang kanalis semisirkularis

tertentu akan merangsang kristanya. Endolimfe, akibat kelembamannya, akan

bergeser dengan arah berlawanan terhadap arah rotasi. Cairan ini mendorong

kupula, menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini akan menekukkan tonjolan-

tonjolan sel rambut. Apabila telah tercapai kecepatan rotasi yang konstan, maka

cairan berputar dengan kecepatan yang sama dengan tubuh dan posisi kupula

kembali tegak. Bila rotasi dihentikan, maka perlambatan akan menyebabkan

pergeseran endolimfe searah dengan rotasi, dan kupula mengalami perubahan

bentuk dalam arah berlawanan dengan arah sewaktu percepatan. Kupula kembali

ke posisi di tengah dalam 25-30 detik. Pergerakan kupula dalam satu arah

biasanya menimbulkan lalu lintas impuls di serat-serat saraf dari kristanya,

Page 21: Sistem Pendengaran

21

sementara pergerakan dalam arah berlawanan umumnya menghambat aktivitas

saraf (Ganong, 2003).

Rotasi menyebabkan rangsangan maksimum pada kanalis semiseirkularis

yang paling dekat dengan bidang rotasi. Karena kanalis di satu sisi kepala

merupakan bayangan cermin dari kanalis di sisi lainnya, maka endolimfe bergeser

menuju ampula di satu sisi dan menjauhinya di sisi yang lain. Dengan demikian,

pola rangsangan yang mencapai otak beragam sesuai arah serta bidang rotasi.

Percepatan linear mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga

tidak menimbulkan rangsangan pada krista. Namun, terdapat banyak bukti bahwa

apabila dalah satu bagian labirin rusak, maka bagian lain akan mengambil alih

fungsinya. Dengan demikian, lokalisasi fungsi labirin secara eksperimental sulit

dialakukan (Ganong, 2003).

Jalur-jalur yang menurun dari nukleus vestibularis ke medulla spinalis

terutama berperan dalam penyesuaian postur; hubungan asendens ke nucleus saraf

kranialis sebagian besar berkaitan dengan pergerakan mata (Ganong, 2003).

2.2.3.4 Fungsi Korteks Serebri pada Pendengaran

Proyeksi dari jaras pendengaran terhadap korteks serebri menunjukan

bahwa korteks auditorius secara prinsip terletak pada bidang supratemporal girus

temporalis superior tetapi juga meluas sampai batas lateral lobus temporalis pada

korteks insularis, dan bahkan ke bagian lateral dari operculum parietalis (Guyton,

1997).

Page 22: Sistem Pendengaran

22

Terdapat dua daerah terpisah yaitu: korteks auditorius primer dan korteks

asosiasi auditorius (disebut juga korteks auditorius sekunder). Korteks auditorius

primer secara langsung dirangsang oleh penonjolan korpus genikulatum medial,

sedangkan daerah asosiasi pendengaran dirangsang secara sekunder oleh impuls

yang berasal dari korteks auditorius primer dan oleh penonjolan dari daerah

asosiasi thalamus yang berdekatan dengan korpus genikulatum medial (Guyton,

1997).

2.2.3.4.1 Persepsi Frekuensi Suara dalam Korteks Auditorius primer.

Sekurang kurangnya telah ditemukan enam peta tonotopik dalam korteks

auditorium primer dan daerah asosiasi pendengaran. Dalam setiap peta ini,

frekuensi suara yang tinggi merangsang neuron pada satu ujung peta, sedangkan

suara yang berfrekuensi rendah merangsang neuron pada ujung yang berlawanan.

Kebanyakan suara berfrekuensi rendah terletak di anterior dan suara berfrekuensi

tinggi terletak di posterior (Guyton, 1997).

Gambar 8. Korteks Pendengaran (Guyton, 1997).

Page 23: Sistem Pendengaran

23

Peran besar dari neuron dalam korteks auditorius, terutama dalam korteks

asosiasi auditorius, tidak berespons terhadap frekuensi suara tertentu dalam

telinga. Dianggap bahwa neuron ini “mengasosiasikan” frekuensi suara yang

berbeda satu sama lainnya atau mengasosiasikan informasi suara dengan

informasi dari daerah sensoris lain di korteks. Tentu saja, bagian parietalis dari

korteks asosiasi auditorius sebagian bertumpang tindih dengan daerah sensorik II,

yang dapat memberikan kesempatan mudah untuk pengumpulan informasi

pendengaran dengan informasi somato sensorik (Guyton, 1997).

2.2.3.4.2 Diskriminasi “Pola” Suara oleh Korteks Auditorius

Kerusakan kedua korteks auditorik primer pada manusia dikatakan akan

sangat menurunkan sensitivitas pendengaran seseorang. Namun, bila kerusakan

hanya pada satu sisi saja, akan menurunkan kemampuan pendengaran pada telinga

yang berlawanan, tetapi tidak menyebabkan ketulian pada telinga, karena terdapat

banyak hubungan silang dari satu sisi ke sisi lainnya pada jaras saraf auditorik.

Hal ini tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menentukan sumber

suara karena untuk melakukan fungsi lokalisasi ini dibutuhkan sinyal-sinyal

komparatif pada kedua kortikal (Guyton, 1997).

Pada manusia, lesi yang mengenai daerah asosiasi pendengaran tetapi

tidak mengenai korteks auditorius primer, tidak menurunkan kemampuan

seseorang untuk mendengar dan membedakan nada suara dan untuk

menginterpretasikan sekurang-kurnagnya pola sederhana dari suara. Tetapi, orang

Page 24: Sistem Pendengaran

24

tersebut akan sering tidak mampu menginterpretasikan arti dari suara yang

didengarnya (Guyton, 1997).

2.3 Mekanisme Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus-incus-stapes) yang akan

mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian

perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval). Energi getar

yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap

lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak (Soepardi dan Iskandar,

2001).

Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris

dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel rambut, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi dan Iskandar, 2001).

Page 25: Sistem Pendengaran

25

Gambar 9. Mekanisme Pendengaran (http://www.medicinesia.com)

Gambar 10. Diagram Alur Pendengaran

2.3.1 Jalur Pendengaran Sentral

Dari nukleus koklear, impuls pendengaran berjalan melalui berbagai jalur

ke kolikulus inferior, pusat untuk refleks pendengaran, dan melalui korpus

Page 26: Sistem Pendengaran

26

genikulatum medial di thalamus ke korteks pendengaran, yang lain masuk ke

formasio retikularis (Gambar 9).

Gambar 11.Diagram Jalur-Jalur Pendengaran Utama yang Telah Disederhanakan

(Ganong, 2003)

Informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing oliva superior, dan

di tingkat yang lebih tinggi sebagian besar neuron berespons terhadap input dari

kedua telinga. Korteks pendengaran primer, daerah Brodmann 41, terletak di

bagian superior lobus temporalis.Pada manusia, korteks ini terletak di fisura

Silvius dan secara normal tidak tampak di permukaan otak.Terdapat beberapa

Page 27: Sistem Pendengaran

27

daerah penerima pendengaran tambahan, seperti beberapa daerah penerima untuk

sensasi kulit.Daerah asosiasi pendengaran yang terletak dekat dengan daerah

penerima pendengaran primer tersebar meluas ke insula.Berkas olivokoklearis

(olivocochleari bundle) adalah berkas serat eferen yang mencolok di masing-

masing saraf auditorius yang berasal dari kompleks olivarius superior ipsilateral

dan kontralateral dan berakhir terutama di sekitar dasar sel rambut luar organ

Corti (Ganong, 2003).

Gambar 12.Jaras Pendengaran (Guyton 1997)

Gambar 4 menunjukkan serabut saraf dari ganglion spiralis Corti

memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas

medula.Pada titik ini, semua sinaps serabut dan neuron tingkat dua berjalan

Page 28: Sistem Pendengaran

28

terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nucleus

olivarius superior. Beberapa serat tingkat kedua lainnya juga berjalan secara

ipsilateral ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus

olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui lemnikus

lateralis.Banyak yang meminta nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior,

tempat semua atau hampir semua serabut ini berakhir.Dari sini, jaras berjaran ke

nucleus genikulata medial, tempat semua serabut bersinaps.Dan akhirnya

berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius (Guyton 1997).

2.3.2 Gelombang Suara

Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di

lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi

berselang-seling, mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai

perubahan tekanan di membran timpani per satuan waktu adalah serangkaian

gelombang (Gambar 11), dan gerakan semacam itu dalam lingkungan secara

umum disebut gelombang suara. Gelombang berjalan melalui udara dengan

kecepatan sekitar 344 m/det (770 mil/jam) pada 20ºC setinggi permukaan

laut.Kecepatan suara meningkat seiring suhu dan ketinggian (Ganong, 2003).

Page 29: Sistem Pendengaran

29

Gambar 13.Karakteristik Gelombang Suara (Ganong, 2003)

A adalah grafik sebuah nada murni. B memiliki amplitudo yang lebih besar

dan lebih keras dari pada A. C memiliki amplitudo yang sama dengan A

namun frekuensinya lebih besar sehingga nadanya lebih tinggi. D adalah

bentuk gelombang kompleks yang mengalami pengulangan secara teratur.

Pola ini akan terdengar sebagai suara musik, sedangkan gelombang seperti

yang diperlihatkan pada E, yang tidak memiliki pola teratur, terdengar sebagai

bising.

Media lain tempat manusia kadang-kadang berada juga menghantarkan

gelombang suara, tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Misalnya, kecepatan

suara adalah 1450 m/det pada 20ºC dalam air tawar dan bahkan lebih besar dalam

air laut. Dikatakan bahwa siulan ikan paus biru memiliki kekuatan 188 desibel

dan dapat terdengar dari jarak 500 mil (Ganong, 2003).

Secara umum, kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang

suara dan nada berkaitan dengan frekuensi (jumlah gelombang per satuan

Page 30: Sistem Pendengaran

30

waktu).Semakin besar amplitudo, semakin keras suara; dan semakin tinggi

frekuensi, semakin tinggi nada. Namun, nada juga ditentukan oleh faktor-faktor

lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi, dan frekuensi

mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada

frekuensi tertentu dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara yang

memiliki pola berulang, walaupun masing-masing gelombang bersifat kompleks,

didengar sebagai suara musik, getaran aperiodik yang tidak berulang

menyebabkan sensasi bising.Sebagian besar suara musik terbentuk dari

gelombang dengan frekuensi primer yang menentukan nada suara ditambah

sejumlah getaran harmonik (overtone) yang menyebabkan suara memiliki timbre

(warna nada, kualitas) khas. Variasi timbre memungkinkan kita mengetahui suara

berbagai alat musik walaupun alat-alat tersebut memberikan nada yang sama

(Ganong, 2003).

Menurut Utamiati (2012) dalam Harnita (1995) Telinga manusia hanya

mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 80 dB (batas aman) dan

dengan frekuensi suara sekitar bekisar antara 20-20.000Hz. Lebar responden

telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat didengar, dan batas intensitas

suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk mendengarkan suara itu sudah timbul

perasaan sakit pada alat pendengaran (Utamiati, 2012).

2.3.3 Penyaluran Suara

Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksterna menjadi

potensial aksi di saraf pendengaran.Gelombang diubah oleh gendang telinga dan

Page 31: Sistem Pendengaran

31

tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes.Gerakan

ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam.Efek gelombang pada

organ Corti menimbulkan potensial aksi di serat-serat saraf (Ganong, 2003).

Gambar 14.Gambar Diagram Penyaluran Getaran dari Telinga Luar ke Telinga

Dalam (Ganong, 2003)

Luas daerah permukaan membran timpani adalah sekitar 55 milimeter

kuadrat sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2 milimeter kuadrat.Rasio

perbedaan ini menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan koklea, seperti

yang dilakukan gelombang suara terhadap membran timpani.Karena cairan

memliki inersia yang jauh lebih besar daripada udara, maka mudah dimengerti

bahwa peningkatan jumlah tekanan dibutuhkan untuk menimbulkan getaran pada

cairan (Guyton, 1997).

2.3.3.1 Hantaran Tulang dan Udara

Getaran suara dari luar akan dihantarkan ke telinga dalam bentuk 2 macam

hantaran yaitu:

Page 32: Sistem Pendengaran

32

1. Hantaran udara (dalam keadaan normal),

2. Hantaran tulang (dalam keadaan abnormal/telinga mengalami kerusakan).

Hantaran (konduksi) gelombang suara ke cairan di telinga dalam melalui

membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, jalur utama untuk pendengaran

normal, disebut hantaran osikular.Gelombang suara juga mencetuskan getaran

membran timpani sekunder yang menutup jendela bulat. Proses ini, yang tidak

penting untuk pendengaran normal, adalah hantaran udara. Hantaran tipe ketiga,

hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan

di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita

menempelkan garpu penala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak.

Jalur ini juga berperan dalam penyaluran suara yang sangat keras (Ganong, 2003).

Koklea, yang merupakan bagian telinga dalam, tertanam pada kavitas

bertulang dalam tulang temporal yang disebut labirin tulang, karenanya getaran

seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea. Oleh

karena itu, pada kondisi yang memungkinkan, garpu tala atau penggetar

elektronik yang diletakkan pada setiap protuberansia tulang tengkorak, tetapi

terutama pada prosesus mastoideus, akan menyebabkan orang tersebut

mendengarkan suara. Energi yang tersedia bahkan pada suara yang sangat keras

dalam udara, tidak cukup untuk menyebabkan pendengaran melalui tulang kecuali

bila alat transmisi suara elektromekanik khusus digunakan secara langsung pada

tulang (Guyton, 1997).

Page 33: Sistem Pendengaran

33

2.3.4 Perjalanan Gelombang

Gambar 15.Perjalanan Gelombang (Ganong, 2003)

Atas: Garis-garis tebal dan terputus-putus pendek mewakili gelombang di dua

saat. Garis terputus-putus yang panjang memperlihatkan ‘amplop’ gelombang

yang terbentuk menghubungkan puncak-puncak gelombang pada saat yang

berurutan.

Bawah: Pergeseran membran basilaris oleh gelombang yang dihasilkan

getaran stapes dengan frekuensi yang diperlihatkan di bagian atas masing-

masing kurva.

Pergerakan lempeng kaki stapes mencetuskan serangkaian gelombang

yang berjalan dalam perilimfe skala vestibuli. Diagram gelombang ini

diperlihatkan dalam Gambar 13. Sewaktu bergerak ke koklea, tinggi gelombang

meningkat mencapai maksimum lalu turun dengan cepat.Jarak dari stapes ke titik

tinggi maksimum ini bervariasi sesuai frekuensi getaran yang mencetuskan

gelombang.Suara bernada tinggi menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi

Page 34: Sistem Pendengaran

34

maksimum di dekat dasar koklea, suara bernada rendah menghasilkan gelombang

puncaknya dekat dengan apeks.Dinding tulang skala vestibuli bersifat kaku, tetapi

membran Reissner bersifat lentur.Membran basilaris tidak berada dalam tegangan,

dan membran ini juga mudah tertekan ke dalam skala timpani oleh puncak-puncak

gelombang dalam skala vestibuli (Ganong, 2003).

Pergeseran cairan dalam skala timpani oleh puncak-puncak gelombang

dalam skala vestibuli.Pergeseran cairan dalam skala timpani terhambur ke udara

di jendela bulat.Dengan demikian, suara menimbulkan distorsi membran basilaris,

dan tempat distorsi ini mencapai maksimum ditentukan oleh frekuensi gelombang

suara.Bagian atas sel rambut dalam organ Corti dipegang kaku oleh lamina

retikularis, dan rambut pada sel rambut luar terbenam dalam membran tektorium

(Gambar 14). Apabila stapes bergerak, kedua membran bergerak ke arah yang

sama, tetapi keduanya berengsel pada sumbu yang berbeda, sehingga terjadi

gerakan menggunting yang menekuk rambut. Rambut dari sel rambut dalam,

mungkin tidak melekat ke membran tektorium, tetapi rambut ini tampaknya

dibengkokkan oleh gerakan cairan antara membran tektorium dan sel rambut di

bawahnya (Ganong, 2003).

Page 35: Sistem Pendengaran

35

Gambar 16. Struktur Organ Corti (Ganong, 2003)

Perjalanan gelombang suara dari luar sampai dapat didengar dan

dimengerti oleh seseorang, dibagi beberapa fase:

1. Fase mekanik, yang berarti gelombang suara hanya dihantarkan saja dari

telinga luar sampai ke telinga dalam.

2. Fase elektrik, yang terjadi di organ corti. Gelombang suara yang berupa

gelombang mekanik diubah menjadi gelombang elektrik yang akan

diteruskan melalui syaraf ke pusat pendengaran.

3. Fase analitik, yaitu gelombang elektrik yang diterima di susunan syaraf

pusat untuk dianalisis, kemudian dimengerti arti suara tersebut.

2.3.5 Penentuan Arah Asal Suara

Penentuan arah asal suara dalam bidang horizontal bergantung pada

deteksi perbedaan waktu antara kedatangan rangsangan di dua telinga dan

perbedaan fase gelombang suara di kedua sisi; penentuan ini juga bergantung pada

kenyataan bahwa suara akan terdengar lebih keras di sisi yang paling dekat

Page 36: Sistem Pendengaran

36

dengan sumber suara (Ganong, 2003). Seseorang menentukan arah dari mana

suara berasal melalui dua prinsip mekanisme: (1) melalui perbedaan waktu antara

masuknya suara ke dalam satu telinga dan kedalam telinga yang lain dan (2)

melalui perbedaan intensitas suara dalam kedua telinga. Mekanisme pertama

berfungsi paling baik untuk frekuansi di bawah 3000 siklus per detik, dan

mekanisme intensitas bekerja paling baik pada frekuensi yang lebih tinggi karena

kepala bertindak sebagai sawar (penghalang) suara pada frekuensi-frekuensi ini

(Guyton, 1997).

Perbedaan waktu yang dapat dideteksi, yang dapat sampai sesingkat

20µdet, dikatakan merupakan faktor terpenting pada frekuensi di bawah 3000 Hz

dan perbedaan kekerasan suara paling penting pada frekuensi di atas 3000 Hz

(Ganong, 2003).

Mekanisme perbedaan waktu membedakan arah jauh lebih tepat daripada

mekanisme intensitas karena mekanisme perbedaan waktu tidak bergantung pada

faktor-faktor luar, melainkan hanya bergantung pada interval waktu yang tepat

antara dua sinyal akustik. Jika seseorang melihat lurus ke arah suara, suara akan

mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang tepat sama, sedangkan jika

telinga kanan lebih dekat pada suara dibandingkan telinga kiri, sinyal suara dari

telinga kanan akan memasuki otak terlebih dahulu daripada sinyal dari telinga kiri

(Guyton, 1997).

Kedua mekanisme penentuan arah sumber suara di atas tidak dapat

mengatakan apakah bunyi berasal dari depan atau dari belakang, dari atas atau

dari bawah seseorang. Pembedaan ini dicapai melalui pinnae kedua

Page 37: Sistem Pendengaran

37

telinga.Bentuk pinnae mengubah kualitas bunyi yang memasuki telinga,

bergantung pada arah dari mana bunyi berasal (Guyton, 1997). Suara yang datang

langsung dari depan individu kualitasnya berbeda dengan yang datang dari arah

belakang, karena masing-masing pinnae (bagian telinga luar yang tampak)

mengarah sedikit ke depan. Selain itu, pantulan gelombang suara dari permukaan

pinnae berubah sewaktu suara bergerak ke atas dan ke bawah.Dengan demikian,

pinnae berperan penting dalam menentukan letak suara dalam bidang

vertikal.Pada hewan percobaan dan manusia, lokalisasi suara sangat terganggu

oleh lesi di korteks pendengaran (Ganong, 2003).

2.3.5.1 Mekanisme Saraf untuk Mendeteksi Arah Suara

Mekanisme untuk proses deteksi arah datangnya suara dimulai pada nuklei

olivarius superior dalam batang otak, meskipun hal ini membutuhkan jaras saraf

pada semua jalur dari nuklei ini ke korteks untuk menginterpretasikan sinyal.

Terjadinya mekanisme dianggap sebagai berikut: Pertama, nukleus

olivaruis superior dibagi menjadi dua bagian, (1) nukleus olivarius superior

medial dan (2) nukleus olivarius superior lateral. Nukleus lateral bertanggung

jawab untuk mendeteksi arah datangnya suara melalui perbedaan intensitas suara

yang mencapai kedua telinga dengan membandingkan secara tepat kedua

intensitas dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorius untuk menilai

arah (Guyton, 1997).

Sedangkan nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme

spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki

Page 38: Sistem Pendengaran

38

kedua telinga.Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua

dendrit utama, satu menonjol ke kanan lainnya menonjol ke kiri.Sinyal akustik

dari telinga kanan mengenai dendrit kanan, dan sinyal dari telinga kiri mengenai

dendrit kiri.Neuron-neuron di dekat salah satu perbatasan nukleus berespons

secara maksimum terhadap perbedaan waktu yang singkat; sedangkan neuron di

dekat perbatasan yang berlawanan berespons terhadap perbedaan waktu yang

sangat panjang; di antara keduanya, terhadang perbedaan waktu yang sedang. Jadi

pola spasial stimulasi neuron berkembang dalam nukleus olivarius superior

medial; suara yang datang langsung dari depan kepala menstimulasi satu

perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda

menstimulasi perangkat neuron lainnya pada sisi yang langsung berlawanan di

depan neuron (Guyton, 1997).

2.4 Kelainan Pendengaran

Tuli biasanya dibagi menjadi dua tipe (Adams, 1997) :

1. Tuli yang disebabkan oleh kerusakan koklea, nervus auditorius, dan

batang otak sehingga terjadi kegagalan untuk memperkuat gelombang

suara sebagai impuls saraf secara efektif pada koklea yang biasanya

disebut "Tuli Saraf "

2. Tuli yang disebabkan oleh kondisi patologis pada kanalis auditorius

eksternus, membran timpani (gangguan transmisi suara ke dalam koklea)

yang biasanya disebut "Tuli Konduksi"

Page 39: Sistem Pendengaran

39

3. Bila tuli saraf dan konduksi terjadi bersamaan maka disebut “Tuli

Campuran”

Jika koklea atau nervus auditorius rusak maka orang tersebut akan

mengalami tuli permanen. Tetapi, jika koklea dan nervus tetap utuh tetapi sistem

osikular-timpa-num telah hancur atau mengalami ankilosis (beku di tempat akibat

fibrosis atau kalsifikasi), gelombang suara masih dapat dikonduksikan ke dalam

koklea melalui konduksi tulang dari getaran suara yang dikenai pada tulang.Pola

lain tuli saraf sering terjadi sebagai berikut (Guyton, 1997) :

1. Tuli untuk suara berfrekuensi rendah yang disebabkan oleh paparan

berlebihan dan berkepanjangan terhadap suara yang sangat keras (ahli

mesin pesawat terbang) karena suara berfrekuensi rendah biasanya lebih

keras dan lebih merusak organ Corti.

2. Tuli untuk semua frekuensi yang disebabkan oleh sensitivitas obat

terhadap organ Corti, khususnya sensitivitas terhadap beberapa antibiotikn

seperti streptomisin, kanamisin, dan kloramfenikol.

2.4.1 Audiometer

Audiometer merupakan alat untuk menentukan sifat kelainan pendengaran.

Alat ini berbentuk earphone yang dihubungkan dengan osilator elektronik yang

mampu memancarkan suara murni dari frekuensi rendah sanpai frekuensi tinggi,

instrumen dikalibrasi sehingga tingkat intensitas nol dari suara pada setiap

frekuensi adalah kekerasan yang hampir tidak dapat di dengar oleh orang normal,

hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya pada orang-orang normal.

Page 40: Sistem Pendengaran

40

Bagaimanapun juga, kontrol volume kalibrasi dapat meningkatkan atau

menurunkan setiap nada suara di atas atau di bawah tingkat nol. Jika kekerasan

nada suara harus ditingkatkan sampai 30 desibel di atas normal sebelum dapat

didengar maka orang tersebut dikatakan menderita tuli 30 desibel untuk nada

tertentu, semakin tinggi desibel dan frekuensi Hertz maka semakin parah kelainan

pendengaran / tuli seseorang (Gambar 1). Dalam melakukan tes pendengaran

dengan menggunakan audiometer, satu tes kira-kira mencakup 8 sampai 10

frekuensi spektrum pendengaran, dan tuli ditentukan dari masing-masing

frekuensi ini (Guyton, 1997).

Audiometer selain dilengkapi dengan alat earphone untuk menguji

konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan vibrator elektronik untuk

menguji konduksi tulang dari prosesus mastoideus ke dalam koklea (Guyton,

1997).

Audiometer pada Tuli Saraf. Pada tuli saraf istilah ini mencakup

kerusakan koklea, nervus auditorius atau sirkuit sistem saraf pusat dari telinga

orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk

mendengar suara seperti pada pengujian konduksi udara dan konduksi tulang. Tuli

seperti itu dapat di sebabkan oleh kerusakan basis koklea.Tipe tuli ini terjadi pada

hampir semua orang tua (Guyton, 1997).

Audiogram pada tuli konduksi. Tipe tuli yang sering ditemukan adalah tuli

yang disebabkan oleh fibrosis telinga tengah setelah infeksi berulang pada telinga

tengah atau fibrosis yang terjadi pada penyakit herediter yang disebut

otosklerosis. Dalam kasus ini gelombang suara tidak dapat dijalarkan secara

Page 41: Sistem Pendengaran

41

mudah melalui osikel dari membran timpani ke fenestra ovalis.Pada kasus ini

konduksi tulang awalnya normal tetapi konduksi udara sangat tertekan pada

semua frekuensi terutama pada frekuensi rendah.Pada beberapa kasus tuli

konduksi permukaan wajah stapes menjadi terankilosis oleh pertumbuhan tulang

yamg berlebihan ke tepi fenestra ovalis. Dalam kasus ini orang tersebut menjadi

tuli total untuk konduksi udara tetapi dapat mendengar kembali secara hampir

normal dengan mengangkst stapes dan menggantikannya dengan prostesis baja

atau atau teflon halus yang menjalarkan suara dari inkus ke fenestra ovalis

(Guyton, 1997).

Gambar 17.Tingkat Desibel dan Frekuensi

Hertz(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

Page 42: Sistem Pendengaran

42

2.4.2 Model Uji

Hantaran Udara (HU) menggunakan telinga luar dan tengah untuk

menghantarkan bunyi ke koklearis dan seterusnya.Hantaran ini dianggap jalan

yang lazim untuk transmisi bunyi. Pada Hantaran Tulang (HT), tulang tengkorak

dibuat bergetar dengan jalan menempelkan benda yang bergetar secara periodik,

misalnya garpu tala. Rangsang yang dihantarkan tulang diduga menggetarkan

cairan koklearis tanpa melewati telinga luar dan tengah (Adams, 1997).

Uji hantaran tulang telah dianggap sebagai suatu alat untuk mengukur

integritas koklearis dan struktur di atasnya.Pendengaran hantaran tulang yang

normal jelas mengisyaratkan fungsi koklearis, saraf dan batang otak yang normal

pula.Jika komponen sensorineural (HT) normal, sedangkan seluruh sistem (HU)

terganggu (HT>HU) maka gangguan diduga merupakan akibat kerusakan bagian

sistem lainnya, yaitu telinga tengah dan telinga luar yang tidak terukur dengan

temuan hantaran tulang yang normal. Sebaliknya bila hantaran tulang tidak lebih

peka dari hantaran udara (HT≤HU), maka gangguan total diduga sebagai akibat

kerusakan atau perubahan pada mekanisme kokleatis atau retrokoklearis (Adams,

1997).

2.4.3 Uji Penala

Suatu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari

frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survey kepekaan pendengaran.

Perangkat yang lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu

128,256, 512, 1024, 2048, 4096, dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari hertz

Page 43: Sistem Pendengaran

43

yang merupakan istilah kontemporer dari “siklus per detik,” sebagi satuan

frekuensi. Semakin tinggi frekuensi semakin tinggi pula nadanya.Dengan

membatasi survei pada frekuensi bicara, maka frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz

biasanya memadai (Adams, 1997).

Gambar 18. Uji Penala (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

2.4.3.1 Ambang

Penala dipegang pada tangkainya dan salah satu tangan garpu tala dipukul

pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan

jangan memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan

menghasilkan nada berlebihan yang adakalanya kedengan dari jarak yang cukup

jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola

getar penala. Penala dipegang dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat

bunyi tidak lagi terdengar.Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa

dan dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengan

pasien dengan saat bunyi tidak lagi didengan pemeriksa.Prosedur ini tidak saja

memberikan estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relative, tapi juga suatu

Page 44: Sistem Pendengaran

44

pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi (Adams,

1997).

2.4.4. Uji Respon Auditorik Batang Otak (Auditory Brain Stem Evoked

Response = ABR)

Merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap

rangsangan.Alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan

pendengaran (bayi dan anak-anak) dan pasien dengan kondisi tertentu (koma,

stroke) yang tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien(Adams, 1997).

Potensial listrik dari otak (kulit kepala) yang distimulasi oleh bunyi telah

menjadi subjek penelitian klinisi selama tigaperempat abad ini. Berbagai

komponen respons termasuk respons lambat, respons laten menengah,

elektrokokleografi dan respons cepat telah menarik perhatian. Uji respons

auditorik batang otak yang dibangkitkan (ABR) telah menjadi semakin penting

dalam 20 tahun terakhir dan penggunaannya semakin meluas (Adams, 1997).

Seperti diketahui, ABR belum pernah dilakukan sebelum 1968. Peralatan

uji berkembang cepat dan pada tahun 1971, Jewett memastikan deskripsi dari

ABR. Kemajuan dalam teknologi ini berupa penurunan harga dan ukuran

komponen komputer secara cepat yang sangat penting untuk operasi aparatus

pengukuran ABR (Adams, 1997).

2.4.5 Teknik

Page 45: Sistem Pendengaran

45

ABR merupakan respons listrik saraf kedelapan dan sebagian batang orak

yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran

ditangkap oleh telinga dalam.Dengan menghadirkan sejumlah bunyi klik pada

telinga, dibangkitkan letupan sinkron dari serabut-serabut auditorik frekuensi

tinggi.Sangat disayangkan bahwa amat sukar untuk membaca suatu respons listrik

tunggal.Supaya pola ini dapat terlihat jelas, harus digunakan skema untuk

membuat rata-rata agar setiap gelombang atau lokasi perangsangan menjadi

nyata.Standar mutakhir menghadirkan rangsang klik pada tingkat 75 atau 80 dB di

atas ambang pendengaran. Bunyi klik ini diulangi denga kecepatan pengulangan

pasti, misalnya 11/detik atau 33/detik hingga respons klik 1500 atau 2000 telah

“di rata-ratakan”. Elektroda yang dipasang pada mastoid dibandingkan dengan

elektroda di tengah dahi, menciptakan suatu EEG.Dengan mengambil angka rata-

rata gelombang-gelombang EEG ini, terbentuklah suatu pola (Gambar 3). Bentuk-

bentuk gelombang ini dikemukakan oleh Jewett pada tahun 1971 dan diberi label I

sampai VII. Kini sudah jelas bahwa gelombang I dan II berasal dari daerah saraf

kranial kedelapan dan gelombang selanjutnya berasal lebih tinggi di batang otak

(Adams, 1997).

Page 46: Sistem Pendengaran

46

Gambar 19. Gelombang EEG pada Auditory Brain Stem Evoked Response =

ABR(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

2.4.6 Alat Bantu Dengar (Hearing Aid)

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan

dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga

komunikasi bisa berjalan dengan lancer (www.id.shvoong.com/medicine-and-

health) 

Alat bantu dengar terdiri dari: 

Microphone, merubah suara menjadi signal elektronik, signal elektronik

ini kemudian diperkeras oleh amplifier.

Amplifier, berfungsi untuk memperkeras elektronik signal dari mikrofon

menjadi signal yang lebih besar.

Page 47: Sistem Pendengaran

47

Receiver atau loudspeaker, merubah elektronik signal yang sudah

diperkeras menjadi suara.

Berikut ada empat jenis alat bantu pendengaran (FDA, 2009) :

1. Behind The Ear (BTE)

Jenis alat bantu pendengaran ini diletakkan di belakang telinga dan

dikaitkan di bagian atas daun telinga. Alat ini ditahan oleh bentuk telinga sesuai

dengan kanal telinga sehingga suara dari alat bantu pendengaran ini diteruskan ke

gendang telinga. Jenis ini mudah untuk dimanipulasi dan segala tipe rangkaian

dapat sesuai dengan model ini. Seluruh hearing aid, tanpa memperhatikan

jenisnya, dibuat dengan bagian dasar yang sama. Pada Hearing Aid jenis

BTE,seperti yang ditunjukkan dibawah ini, anda dapat mengamati mikrofon, tone

hook, volume control, saklar on/off,dan baterai.

Gambar 20.Behind The Ear (BTE) (FDA, 2009).

2. In The Ear (ITE)

Page 48: Sistem Pendengaran

48

Jenis ini diletakkan di dalam daun telinga. Alat ini akan menutup saluran

telinga sepenuhnya. Seperti halnya BTE, jenis tipe ini mudah dioperasikan dapat

sesuai dengan kebanyakan rangkaian yang dikembangkan.

Gambar 21.In The Ear (ITE) (FDA, 2009).

3. In The Canal (ITC)

Jenis ini diletakkan di dalam saluran kanal telinga dan tidak terlalu tampak

kelihatan dibandingkan dengan jenis BTE ataupun ITE.Karena bentuknya yang

lebih kecil sehingga jenis ini pasti lebih sukar untuk dimodifikasi dan tidak semua

tipe rangkaian dapat pas untuk model ini.

Page 49: Sistem Pendengaran

49

Gambar 22.In The Canal (ITC) (FDA, 2009).

4. Completely-in-the-Canal (CIC)

Jenis alat bantu dengar yang satu ini dipasang jauh di dalam saluran kanal

telinga dan umumnya tidak dapat dilihat.

Gambar 23.Completely-In-The-Canal (CIC) (FDA, 2009).

2.4.7 Audiometri Pediatrik

Perkembangan normal bicara dankomunikasi bahasa, hubungan pribadi

dan keluarga serta pencapaian intelektual dan pendidikan sangat bergantung pada

pendengaran yang utuh.Dengan demikian sudah menjadi kewajiban dokter untuk

Page 50: Sistem Pendengaran

50

mengembangkan keahlian dalam menilai pendengaran pasien anak dan untuk

mengenali sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan ini (Adams,

1997).

Kini telah jelas bahwa tahun-tahun pertama kehidupan adalah sangat

penting untuk memperoleh kecakapan berbahasa.Identifikasi dini adalah penting

agar bayi dengan gangguan pendengaran dapat memperoleh bimbingan

rehabilitatif ataupun pendidikan yang diperlukan, dan juga keluarganya jika ingin

mendapat bantuan. Seorang anak yang masih belum belajar bicara pada usia 12

hingga 18 bulan biasanya mencemaskan orangtuanya karena kondisi ini

seharusnya juga mengingatkan dokter keluarga akan risiko tinggi gangguan

pendengaran dan perlunya evaluasi pendengaran (Adams, 1997).

Pendengaran semua bayi dan anak dapat dievaluasi dengan pengukuran

pendengaran anak dapat dibedakan dalam 4 kategori : (1) audiometri bermain, (2)

audiometri bicara, yang biasanya memerlukan teknologi khusus. Dokter

seharusnya mampu melakukan beberapa uji terpilih dari salah satu kategori di atas

(Adams, 1997).

2.4.7.1 Penyesuaian Instrumental atau Tingkah Laku (Audiometri Bermain)

Dua sampai empat tahun

Penyesuaian instrumental atau tingkah laku yang lebih dikenal dengan

nama “audiometri bermain” sangat berhasil pada kelompok anak usia dua hingga

empat tahun. Jika anak mau menggunakan headphone, umumnya mau bila

Page 51: Sistem Pendengaran

51

dibujuk, metode ini dapat menghasilkan audiogram untuk masing-masing telinga

dan juga suatu perbandingan udara-tulang (Adams, 1997).

Anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu (misal,

sebuah kelereng dalam kotak) bila ia mendengar bunyi. Biasanya anak perlu

didorong dengan rasa antusias dan pujian.Metode penentuan ambang pendengaran

serupa dengan yang dilakukan pada dewasa (Adams, 1997).

2.4.7.2 Audiometri Bicara

Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan pembicaraan mempunyai

validitas yang mengesankan. Bila anak dapat mengulangi kata-kata, dapat

menunjuk objek dengan tepat ataupun melakukan perintah yang diberikan, maka

pemeriksa telah mendapat sampel dari sebagian sistem saraf, akan tetapi ada

beberapa masalah. Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan usia dan

lingkungan budaya anak. Keterbatasan intrinsic dalam perkembangan bahasa yang

ditimbulkan gangguan pendengaran akan membatasi luasnya kosa kata, kerumitan

kalimat dan seterusnya. Namun demikian, pelaksanaan audiometri bicara

bermanfaat pada beberapa keadaan (Adams, 1997).

Anak usia 3 tahun dan sebagian anak usia 2 tahun dapat diajarkan untuk

mengulangi kata-kata yang lazim atau untuk menunjuk objek-objek yang tak asing

baginya. Ambang penerimaan bicara dapat diperoleh bila kata-kata ini diucapkan

atau diperdengarkan melalui audiometer bicara yang telah dikalibrasi (Adams,

1997).

2.4.8 Rehabilitasi Pendengaran

Page 52: Sistem Pendengaran

52

2.4.8.1 Rehabilitasi Pendengaran untuk Dewasa

Tujuan rehabilitasi pendengaran harus memperbaiki efektivitas pasien

dalam komunikasi sehari-hari.pembentukan suatu program rehabilitasi untuk

mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian sosial dan pekerjaan. Partisipasi

pasien ditentukan oleh motivasinya, karena itu adalah penting bila pasien

memahami gangguan komunikasinya dan mendapat keterangan bagaimana terapi

dapat membantunya dalam mengatasi atau meringankan masalah tersebut. Karena

komunikasi merupakan proses dinamik antara dua orang atau lebih, maka

mengikutsertakan keluarga atau teman dekat pasien dalam bagian-baigan tertentu

dari terapi dapat terbukti bermanfaat (Adams, 1997).

Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen

tradisional dari rehabilitatif pendengaran.Pasien harus dibantu untuk

memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil dapat melatih

diskriminisasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam

lingkungan yang sunyi dan bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada

lokalisasi, pemakaian telefon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal: bising

dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar (Adams, 1997).

Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok,

sedangkan program kelompok memberi tugas khusus paling efektif bila dilakukan

secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk

menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi

harian normal untuk tujuan-tujuan peragaan ataupun dan penajaran (Adams,

1997).

Page 53: Sistem Pendengaran

53

Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-

isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membentu

kekurangan informasi dengannya.Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa

menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.Petunjuk lingkungan,

ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang

diucapkan.Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum

mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan

ini.Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat

berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya (Adams, 1997).

BAB III

KESIMPULAN

Page 54: Sistem Pendengaran

54

Dalam mencapai proses bicara yang normal, dibutuhkan sistem

pendengaran yang baik karena tahapan berbicara dimulai dari proses mendengar.

Perhatian dan disiplin ilmu yang berbeda diperlukan dalam menanggulangi

permasalahan berbicara.

Rehabilitasi pendengaran pasien meliputi berbagai macam aspek, dapat

bersifat perorangan ataupun dalam kelompok.Pasien harus memiliki motivasi

yang kuat untuk memahami gangguan yang dialaminya dalam berkomunikasi dan

keterangan bagaimana terapinya.Pada lingkungan atau kelompok, harus dapat

memberi kesempatan pada pasien untuk menyusun berbagai tipe situasi

komunikasi harian.

DAFTAR PUSTAKA

Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Page 55: Sistem Pendengaran

55

Euis. 2005. Pengukuran Fungsi Pendengaran. http:/file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197710132005012-EUIS_HERYATI/PENGUKURAN_FUNGSI_PENDENGARAN_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf. (Diakses 20 September 2014).

FDA. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids. www.fda.gov (diakses 22 September 2014).

Fisiologi pendengaran. Diunduh di: http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-dasar/fisiologi-pendengaran/ (Diakses 12 September 2014).

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22. Jakarta: EGC. Hal. 165-178

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 1997. Buju Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Alih Bahasa Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. Hal. 828-839.

Hasan et al. 1989. Fisiologi Sistem Tubuh Manusia. Diunduh di: http://fisiologi-tubuh-manusia-.blogspot.com (7 November 2011) (Diakses 17 September 2014).

Ketulian pada Musisi. Diunduh di: http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg (Diakses 20 September 2014).

Menguji Cara Kerja Telinga. Diunduh di: http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html (Diakses 17 September 2014).

Mustrie. 2012. Bagian dan Fungsi Organ Telinga Pada Manusia. Mustrieart.blogspot.com (diakses 17 September 2014)

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Hal. 176

Soepardi, E.A., Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal. 12-15.

Utamiati, A. 2012. Pengaruh Bising Terhadap Gangguan Pendengaran Pada Karyawan Kilang Padi di Desa Sidoarjo II Ramunia. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Page 56: Sistem Pendengaran

56