sistem koagulasi
DESCRIPTION
hematologiTRANSCRIPT
SISTEM KOAGULASI
Sistem Koagulasi merupakan suatu rangkaian proses dengan hasil akhir
terbentuknya fibrin. Dalam proses koagulasi ini melibatkan tiga komponen,
yaitu komponen vaskuler, komponen trombosit, dan komponen
koagulasi. Dimana masing-masing komponen ini mempunyai bagian yang
berbeda-beda. Untuk mendapatkan faal koagulasi yang baik maka ketiga
komponen tersebut harus bekerja sama dengan suatu proses yang
berkeseimbangan dan saling mengontrol.
Terdapat Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan
fibrin yaitu:
1. Langkah pertama : Proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan
ektrinsik yang menghasilkan tenase complex yang akan mengaktifkan
factor X menjadi factor X aktif.
2. Langkah Kedua :Pembentukan prothrombin activator (prothrombinase
complex) yang akan memecah protrombin menjadi thrombin.
3. Langkah Ketiga : prothrombin activator yang akan memecah protrombin
menjadi thrombin.
4. Langkah Keempat : Thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta
mengaktifkan faktor XIII sehingga timbul fibrin yang stabil
Proses pembekuan darah terjadi karena adanya aktivasi dari ke 12 faktor
pembekuan darah dengan bantuan ion-ion lainnya , serta proses ini terbagi
menjadi dua jalur yaitu :
1. Jalur ekstrinsik (extrinsic pathway)
2. Jalur intrinsik (intrinsic pathway)
Untuk Aktivasi jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kontak antara jaringan
subendotil dengan darah yang akan membawa faktor jaringan (tissue factor)
serta aktivasi faktor VII. pada jalur ini semua bahan yang diperlukan untuk
proses pembekuan darah terdapat dalam aliran darah. Bahan bahan tersebut
1
biasanya beredar dalam bentuk precursor yang inaktif ( tidak aktif ) , dan
beberapa diantaranya merupakan proenzim dan kofaktor.
Sedangkan, Aktivasi jalur intrinsik dimulai dengan aktivasi faktor kontak
(contact factor), yaitu faktor XII, HMWK, dan prekalikrein. Selanjutnya terjadi
aktivasi faktor XI, X, dan IX. pada jalur ini diperlukan bahan yang berasal dari
jaringan pembuluh darah yang terluka / rusak ( tissue factor / tissue
tromboplastin ). Dan pada akhirnya Gabungan factor intrinsic dan ekstrinsik
tersebut akan mengakibatkan perubahan factor X menjadi factor X aktif, dan
selanjutnya bersama sama membentuk benang- benang fibrin.
a. Faktor Koagulasi
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang
terdapat dalam darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein
ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen) jika terjadi aktivasi,
protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya
secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjuan
(waterfall). Jenis-jenis protein tersebut adalah :
Faktor-faktor pembekuan darah antara lain sebagai berikut :
1. Faktor I (Fibrinogen)
Faktor I(F I) atau fibrinogen adalah suatu glikoprotein yang larut
dalam plasma yang dalam proses koagilasi akan dipengaruhi oleh
trombin menjadi fibrin.Fibrin sendiri secara spesifik mengikat faktor
koagulasi F X aktif dan trombin serta berikatan silang dengan sesama
fibrin membentuk gumpalan.sebagaimana halnya banyak protein dalam
plasma darah fibrinogen disintesis oleh hati.
2. Faktor II (Protombin)
Prothrombin sebagai faktor II koagulasi darah adalah suatu
glikoprotein penting dalam proses koagulasi darah.prothrombin akan
diubah menjadi trom bin oleh pengaruh faktor X atau
2
protrombinase,selanjitnya trombin yang terbentuk akan mengubah
fibrinogen menjadi fibrin. Seperti halnya fibrinogen, protrombin
disintesis dalam sel liver. Adanya gangguan fungsi hati akan berikab pada
terganggunya sintesis protrombin.
3. Faktor III (Tromboplastin)
Tromboplastin jaringan sebagai faktor III adalah suatu
glikoprotein permukaan sel yang memeiliki afinitas tinggi terhadap
foktor VII dan mampu memulai rangkaian reaksi koagulsi darah. Jika
faktor – faktor koagulasi lain umumnya berada di darah dalam bentuk
tidak aktif, faktor III bersifat fungsional dan mampu mengawali koagulasi
darah bila terekspresikan di permukaan sel. Sebagai suatu protein di
membran sel, Faktor III mengandung ranah pada polipeptidanya yaitu
ranah ekstrasel, transmembran, dan sitoplasmik.
4. Faktor IV (Kalsium)
Calsium adalah salah satu mineral yang diperlukan oleh tubuh
khususnya dalam bentuk ion (Ca). Semua sel tubuh memerlukan Calsium
dalam kadar yang berfariasi, bahkan sel otot jantung, otot rangka serta
syaraf sangat bergantung pada keberadaan ion Calsium untuk kontraksi
dan mengantarkan impuls syaraf. Sebagian besar Calsium dalam tubuh
terdapat di jaringan tulang, dan tubuh berusaha untuk menjaga
keseimbangannya agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam
darah, Calsium diangkut menuju jringan, tetapi dalam darah sendiri
Calsium terlibat Calsium terlibat dalam beberapa langkah reaksi
koagulasi, termasuk aktivitas trombosit. Begitu tergantungnya proses
koagulasi darah dengan Calsium.
5. Faktor V (Proakselerin)
Sebagaimana faktor koagulasi lain yang telah diuraikan di atas,
Faktor V yang disebutjuga dengan faktor labil atau proaccelerin adalah
3
protein dalam darahyang disintesis di hati. Dalam darah, faktor V ada
dalam bentuk tidak aktif, tetapi bila diaktifkan, protein ini mampu
berinteraksi dengan faktor X. Faktor V dapat diaktifkan menjadi faktor Va
bila terjadi perlukaan yang merusak pembuluh darah. Kedua faktor Va
dan Xa dapat membentuk kompleks yang mampu mengubah protrombin
yang elum aktif menjadi trombin yang aktif. Yang disebut terakhir ini
selanjutnya mampu mengubah fibringen menjadi fobrin sebagai
komponen pembentuk trombus.
Selain bentuk aktifnya yang bersama dengan faktor Xaktif
membentuk kompleks yang akan mengaktifkan protrombin, faktor v juga
berperan dalam mengatur sistem koagulasi lewat interaksinya dengan
protein C aktif (APC). Interaksi kedua macam protein ini mampu
membuat Faktor VIIIa tidak aktif, sehingga koagulasi darah dapat
dicegah.
6. Faktor VII (Prokonvertin)
Faktor VII (F VII) atau faktor stabil dan proconvertin adalah suatu
glikoprotein yang disintesis di hati dengan adanya Vitamin K. Dalam
bentuk tidak aktifnya atau sebagai zimogen, f VII adalah molekul protein
rantai tunggal yang mengandung ranah serupa EGF dan ranah ujung
amino yang mengandung residu 10 g – karboksiglutamat (Gla). Dengan
adanya residu ini, Faktor VII dapat berikatan dengan ion metal divalen
dan berperanserta dalam reaksi yang bergantung pada Calsium.
7. Faktor VIII (Antihemofilik faktor A)
Faktor VIII (F ( VIII) atau anti- hemophilic faktor (AHF) sangat
dikenal karena protein ini penting dalam koagulasi darah dan
kekurangan menimbulkan kelainan darah yang telah relatif lama dikenali.
Secara biokimia, dalam proses koagulasi darah, F VIII berfungsi sebagai
kofaktor bagi F Ixa deb=ngan adanya ion Ca dan fosfolipid akan
4
membentuk suatu kompleks yang mengubah F X menjadi F X aktif (F Xa).
Diantara berbagai faktor koagulasi, kekurangan F VIII dalam darah
menimbulkan keleinan penggumpalan darah yang dikenal dengan
hemofilia A. Sebaliknya bila F VIII berlebihan dalam darah, pasien
berisiko tinggi untuk munculnya trombosiis vena atau emboli paru-paru.
8. Faktor IX (Antihemofilik faktor B)
Faktor IX adalah protein yang juga disintesis di hati dan beredar di
darah dalam bentuknya yang tidak aktif. Bila terjadi jejas, F IX akan
diaktifkan oleh faktor koagulasi lain yaitu faktor Xia. Faktor Ix yang telah
aktif (F Ixa) selanjutnya akan berinteraksi dengan F VIII dan molekul-
molekul lain.
Interaksi ini akan meningkatkan reaksi biokimia terbentuknya
gumpalan darah. Ganggguan produksi F IX sebagai akibat mutasi gena
baik mutasi noktah, delesi maupun insersi bahkan penataan ulang gena,
dapat menimbulkan gangguan proses koagulasi yang dalam praktik klinis
dikenal dengan hemofilia B.
9. Faktor X (Faktor Stuart)
Dintara berbagai faktor koagulasi darah yang ada di plasma darah,
Factor X (F X) berperan sangat penting dalam sistem koagulasi. Seperti
halnya faktor koagulasi lain, Faktor X adalah suatu protein yang disintesis
dalam hati dan memerlukan adanya vitamin K.
Dengan demikian bila seseorang mengalami kekurangan vitamin
K, maka pembentukan Faktor x dan faktor-faktor koagulasi lain yang
bergantung pada adanya vitamin K akan terganggu. Pada awal proses,
Faktor X diaktifkan oleh Faktor VIII aktif dalam tahapan propagasi.
10. Faktor XI (Antihemofilik faktor C)
Faktor XI atau plasma thromboplastin antecedent adalah protein
plasma juga, yang disintesis di hati dan memiliki sifat sebagai protease
5
serin dalam bentuk yang belum aktif(sebagai zimogenn). Seperti halnya
faktor koagulasi lain, zimogen juga harus diaktifkan dulu sebelum
berfungsi dalam reaksi koagulasi.
Dalam bentuk yang belum aktif, secara biokimia Faktor Xia oleh
Faktor XII aktif, trombin dan autokatalisis. Dalam bentuk aktifnya, Faktor
XIa akan mengaktifkan Factor IX menjadi Faktor Ixa yang akan
mengaktifkan Faktor X.
11. Faktor XII (Faktor Hagemen)
Faktor XII (F XII) atau disebut juga Faktor Hageman adalah salah satu
protein plasma darah yang juga bersifat sebagai serinprotease yang
belum aktif atau sebagai Zimogen. Faktor XII akan mengaktifkan Faktor
XI dan prekallikrein, sementara untuk mengaktifkan Faktor XII menjadi
Faktor XII aktif (F XIIa) diperlukan permukaan-permukaan bermuatan
negatif seperti misalnya kaca.
12. Faktor XIII (Faktor stabilisasi fibrin)
Faktor XIII (F XIII) atau Faktor penstabil fibrin pada dasarnya
adalah enzim dalam sintesis koagulasi darah sebagaimana faktor-faktor
yang lain.
Sebagai suatu enzim, Faktor XIII adalah suatu transglutaminase
dengan molekul protein heterotetramer yang mampu membuat fibrin
saling ikat dan stabil. Faktor XIII diaktifkan oleh trombin menjadi Faktor
XIII aktif (F XIIIa) dengan bantuan Calsium sebagai kofaktor.
Peran trombin mengaktifkan Faktor XIII tampaknya juga paralel
dengan peran trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang masi
berbentuk jejaring larutan protein yang tiap inin-E nya saling ikat hanya
dengan satu unit-D nya.
6
b. Kaskade Koagulasi
Proses pembentukan fibrin jika digambarkan secara skematik mirip
seperti air terjun (waterfall) atau seperti tangga (cascade). Artinya aktivasi
faktor awal akan mengaktifkan faktor berikutnya disertai dengan proses
amplifikasi sehingga molekul yang dihasilkan akan bertambah banyak.
Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury
sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah
ini harus dilokalisir hanya pada daerah injury, tidak boleh menyebar pada
tempat lain karena akan membahayakan peredaran darah.
Untuk itu, tubuh membuat mekanisme control dimana endotil yang intact
memegang peran penting.
1. Adanya AT III (Anti thrombin III) yang terikat pada permukaan endotil
dengan perantaraan heparin sulfat. AT III akan menginaktifkan thrombin
dan factor Xa.
2. Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat
thrombin. Kompleks thrombin-trombomodulin akan mengaktifkan
protein C (dengan bantuan protein-S sebagai kofaktor) akan
menginaktifkan factor Va dan factor VIIIa, dengan demikian
pembentukan thrombin akan berkurang.
Adanya proses pengendali atau (natural anti koagulan) diatas serta
pengenceran faktor aktif diluar tempat injury dapat mengendalikan proses
koagulasi sehingga tidak menyebar ke tempat lain.
c. Mekanisme Koagulasi Darah
Sebagai salah satu mekanisme alami dalam sirkulasi darah, koagulasi
darah dapat terjadi kapan saja baik dalam skala kecil maupun besar, adanya
jejas didalam tubuh, dapat dilihat secara kasat mata ataupun tidak. Hakekat
koagulasi darah ditempat yang menyebabkan terbukanya sistem vaskular
7
tertutup adalah suatu upaya pertahanan diri agar darah sebagai cairan ekstrasel
tubuh dapat dipertahankan volume maupun kandungannya. Hal ini dapat
dimengerti karena bila darah keluar dari sistem vaskular baik dalam bentuk
perdarahan eksternal maupun perdarahan internal, maka dapat timbul syok
atau kematian.
Dengan koagulasi yang cepat ditempat yang jejas, bahaya syok dan
kematian dapat dicegah, keseimbangan air , elektrolit termaksut asam-basa
tubuh dapat dipertahankan. Namun demikian ada kalanya koagulasi darah tidak
harus dimulai karena adanya kerusakan pembuluh vaskuler yang nyata tetapi
diawali oleh gangguan sistem vaskular baik akibat kelainan fungsi pemompaan
jantung, perubahan kandungan komponen darah maupun perubahan integritas
permukaan lumen pembuluh darah.
Bila terjadi perdarahan akibat luka atau kerusakan akibat pembuluh
darah, proses penghentian perdarahan atau hemostatis segera terjadi dengan
tiga mekanisme. Pertama vase vaskular yang dimulai dengan adanya
vasokontriksi pembuluh darah di tempat perlukaan lewat kontraksi otot polos
pembuluh darah. Vasokontriksi ini menyebabkan diameter pembuluh darah
menyempit dan aliran darah melambat.
Selanjutnya adalah fase trombosit yaitu dimulainya trombosit yang saling
berdekatan satu sama lain. Kondisi perlekatan atau adhesi trombosit ini
dimungkinkan karena adanya perlukaan atau jejas di pembuluh darah
menyebabkan kerusakan sel-sel endotel dan melepaskan faktor von Willebrand.
Faktor yang terlepas ini menyebabkan permukaan sel-sel endotel yang
rusak lengket dan merangsang adhesi trombosit. Trombosit yang saling lengket
selanjutnya melepaskan ADP yang kemudian makin memperbanyak agregasi
trombosit untuk membentuk gumpalan trombosit.
Gumpalan trombosit pada fase tadi berfungsi ganda antara lain
menyebabkan penyumbatan kebocoran di pembuluh darah kecil, memfasilitasi
8
lepasnya tromboplastin jaringan (Faktor III) yang menstimulasi proses
koagulasi dan sekresi tromboxan sebagai vasokontriktor kuat. Secara visual,
trombus sendiri ada berbagai macam antara lain trombus putih, trombus merah,
dan deposit fibrin yang tersebar didalam pembuluh darah kecil atau kapiler-
kapiler.
Secara biokimia, proses pembentukan trombus melibatkan peran
berbagai macam protein dan elemen lain yang dapat dikelompokan menjadi 5
macam kelompok : (i) zimogen protease serin yang diaktifkan selama proses
koagulasi, (ii) kofaktor, (iii) fibrinogen, (iv) transglutaminase yang menstabilkan
gumpalan fibrin , dan (v) protein-protein pengatur dan lain-lain. Dengan fase
trombosit yang memulai proses koagulasi ini, maka pada fase berikutnya yaitu
fase koagulasi yang melibatkan banyak faktor –faktor koagulasi yang berujung
pada terbentuknya fibrin.
Dalam proses koagulasi tampak sederhana sebagai bentuk perubahan
darah cair menjadi gumpalan atau trombus, dalam kenyataannya melibatkan
berbagai elemen seluler atau non seluler serta reaksi biokimia yang sangat
kompleks. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, trombosit sebagai elemen
seluler mengawali proses agregasinya membentuk sumbat trombsit.
Kemudian berbagai senyawa protein yang sebetulnya adalah zigomen
serta elemen lain saling berinteraksi sampai terbentuknya trombin. Trombin
inilah yang pada akhirnya memacu pembentukan jala-jala fibrin yang mengikat
agregat trombosit, sehingga terbentuk gumpalan darah yang lebih stabil atau
trombus.
Pada fase inilah terjadi rangkaian reaksi biokimia yang dapat
dikelompokan menjadi jalur reaksi intrinsik dan jalur ekstrinsik untuk
menghasilkan fibrin stabil.
9
Secara umum, dapat digambarkan dalam skema kaskade koagulasi :
Pada saat pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur
secara bersamaan. Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan
berkontaknya factor XII dan trombosit dengan kolagen di dinding pembuluh
darah mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang sangat penting antara
jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah jalur ektrinsik sifatnya dapat ekplosit,
sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan
yang dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V
yang terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat
10
terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya
memerlukan waktu 1-6 menit untuk menghasilkan pembekuan.
1. Jalur Ekstrinsik (Extrinsic Pathway)
Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga
faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap
komponen darah dalam sirkulasi. Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor
jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ . Faktor jaringan dengan bantuan kalsium
menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue
factor dan kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex)
mengaktifkan faktor X menjadi FXa.
Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena dihambat oleh tissue
factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya memulai
proses koagulasi, sehingga proses koagulasi berikutnya dilanjutkan oleh
jalur intrinsik.
2. Jalur Intrinsik (Intrinsic Pathway).
Pada Jalur intrinsik, kolagen yang terpapar (exposed) dan
komponen yang bermuatan negatif lain dari jaringan ikat subendotel
menyebabkan aktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Selanjutnya Factor
XIIa bekerja secara enzimatik mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan
reaksi ini juga memerlukan HMW Kininogen, dimana bradikinin
dilepaskan dari HMWK tersebut, serta dipercepat oleh Prekalikrein dan
terdapat pula pengkonversian prekalikrein menjadi kalikrein.
Kemudian Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor
IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa . Faktor IXa selanjutnya
mengaktifkan faktor X pada permukaan membran yang dilengkapi faktor
3 trombosit untuk menghasilkan faktor Xa. Dalam reaksi ini memerlukan
perakitan komponen, yang dinamakan komplek tenase, yaitu : Ca2+ dan
kofaktor lainnya.
11
Bersama dengan kalsium dan kofaktor , Pada jalan ektrinsik,
faktor jaringan (likoprotein dari sel yang rusak) mengaktifkan faktor
pembekuan VII yang selanjutnya mengaktifkan faktor X secara langsung.
Pada jalan akhir bersama ( final common pathway) faktor Xa
bersamaan dengan kofaktor faktor V, kalsium dan faktor 3 trombosit
selanjutnya mengkonversi protrombin menjadi trombin. Trombin
menghidrolisis ikatan arginin-lisin fibrinogen membebaskan fibrino
pepetida A dan B untuk membentuk monomer fibrin. Monomer-
monomer fibrin berikatan spontan ikatan hidrogen membentuk polimer
fibrin yang longgar dan tidak larut.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga
mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa. Faktor ini merupakan
transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang
secara kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida,
sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan
peningkatan resistensi terhadap proteolisis.
GANGGUAN KOAGULASI
12
A. Gangguan Koagulasi Herediter
1. Hemofili A dan B
Hemofili A dan B merupakan gangguan faal koagulasi herediter yang
paling sering dijumpai disamping penyakit von willerand. Insiden
penyakit ini adalah 1-2 per 10.000 penduduk/pertahun. Hemofili A
merupakan 85%, sedangkan hemofili B merupakan 15% kasus hemofili.
1.1 Patogenesis
Dasar pathogenesis, yaitu :
1. Hemofili A disebabkan oleh definisi F.VIII cloting activity (F.VIIIC) dapat
karena sintesis menurun atau pembentukan F.VIII. C dengan struktur
abnormal
2. Hemofili B disebabkan karena defisiensi F.IX. F.VIIIdiperlukan dalam
pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F
VIII mengganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkursngnys
pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofili
diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofili
tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan.
1.2 Derajat Penyakit
Derajat penyakit hemofili ditentukan oleh kadar faktor VIII atau faktor IX
dalam darah :
1. Berat (severe): aktivitas F.VIII/F.IX <1 % normal akan timbul gejala klinik
berat ;
2. Sedang (moderate) : aktivitas F.VIII/F.IX antara 1-5%
3. Ringan (mild) : aktivitas F.VIII/F.IX antara 5-30%.
1.3 Gejala Klinik
13
Gejala klinik hemofili A dan hemofili B tidak dapat dibedakan. Hemofili
dijumpai pada anak laki-laki, sedangkan anak wanita sebagian besar sebagai
karies. Gejala klinik dapat timbul berupa:
1. Perdarahan sejak kecil : perdarahan saat sirkumsisi, pencabutan gigi,
atau luka postrauma
2. Perdarahan spontan sering terjadi trauma perdarahan sendi
(haemarthros). Perdarahan sendi berulang-ulang menyebabkan
kerusakkan sendi (anklylose) dan gangguan berjalan. Perdarahan otot
dan hematoma juga sering terjadi.
1.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kasus hemofili adalah :
1. Tes penyaring
APTT memanjang, sedangkan waktu perdarahan, PPT dan waktu
thrombin normal. APPT dapat dapat tidak memanjang (normal) pada
kasus hemofili ringan.
2. Tes konfirmatif terdiri atas :
a. Pengukuran kuantitatif F.VIII dan F.IX
b. Jika F.VIII defisiensi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan faktor von
Willebrand
3. Pemeriksaan pada karier wanita-juga menunjukkan F.VIIIC menurun
(50%)
1.5 Diagnosis
Diagnosis banding perlu dilakukan untuk membedakan hemofili A, hemofili
B, dan penyakit von Willebrand, seperti terlihat pada tabel 12-3.
Diagnosis Diferensial Hemofili
14
No Hemofili A Hemofili B Penyakit von
Willebrand
1. Inheritance Sex linked Sex linked Autosomal dominan
(inkomplit)
2. Tempat
perdarahan
Otot,sendi,
postrauma
Otot,sendi,
postrauma
Mukosa,lukakulit,
postrauma/operasi
3. Bledding
time
N N Memanjang
4. PPT N N N
5. APPT Memanjang Memanjang Memanjang
6. F.VIIIC Rendah N N
7. F.VIIIR:AG
(vWF)
N N Rendah
8. F.IX N Rendah N
9. Tes ristosetin N N N
1.6 Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan hemofili bersifat multidisiplin, dilakukan oleh
ahli klinik (pediatric atau interna), patologi klinik, ahli rehabilitasi medic,
ortopedik dan ahli psikolog: Modalitas terapi terdiri atas :
1. Pemberian F.VIII untuk hemofili A dan F.IX untuk hemofili B selama
hidup
2. Pencegahan kecacatan dengan pendidikan kesehatan
3. Rehabilitasi apabila terjadi kerusakkan sendi
Untuk terapi, preparat yang dapat dipakai adalah :
1. Cryoprecipitate mengandung F.VIII, vWF, fibrinogen, F.XIII
2. Lyophilized F.VIII komersial-dibuat dari pool donor (2000-5000 orang)
bahaya penularan hepatitis dan HIV (AIDS)
15
3. Lyophilized F.IX-prothrombin complex concentrate mengandung semua
vit K-dependent factors.
Pemberian Desmopressin (DDAVP)
Pada hemofili ringan, DDAV dapat mengeluarkan cadangan F.VIIIR: AG
(faktor von Willebrand) untuk mengurangi kebutuhan F.VIII.perawatan dan
rehabilitas diberikan berupa berikut :
1. Perawatan sendi untuk mencegah terjadinya ankilosis
2. Perawatan gigi
3. Pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma (seminimal mungkin),
serta hindari pemberian injeksi intramuskuler
4. Hindari pemberian aspirin
B. Gangguan Koagulasi Didapat (Acquired Coagulation Disorders)
Yang termasuk kelompok ini ialah :
1. Defisiensi Vitamin K
2. Gangguan perdarahan pada penyakit hati
3. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
4. Kelainan akibat timbulnya antibody terhadap faktor pembeku.
1. Defisiensi Vitamin K
Kekurangan vitamin K akan mengganggu “vitamin K-dependent factors”:
prothrombin, F.VII, F.IX dan F.X sehingga menyebabkan gangguan pada kaskade
koagulasi, terutama pada extrinsix pathway dan common pathway. 1-6 penyebab
defisiensi vitamin K, yaitu :
1. Penyediaan vitamin K tidak adekuat
a. Penderita dengan nutrisi tidak adekuat
b. Penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga membunuh
flora usus
2. Absopsi terganggu
16
a. Ikterus obstruktiva
b. Kelainan usus dengan stestorrhea (sprue, ileitis)
3. Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan
a. Kelainan Laboratorium
Pada defisiensi vitamin K dijumpai gangguan fungsi prothrombin, F.VII,
F.IX, dan F.X sehingga memberikan manifestasi laboratorik berupa: 1-6
1. PPT memanjang
2. APTT normal
3. Thrombin time normal
b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan klinik, lakukan pemeriksaan PPT
kemudian beri 25 mg vitamin K1 subkutan. Dilakukan pemeriksaan ulang PPT
setelah 24 jam. Jika PPT mendekati normal maka diagnosis defisiensi vitamin K
dapat dibuat.
c. Terapi
Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mg vitamin K1
intravena perlahan-lahan. Juga diberikan transfuse plasma segar atau
freshfrozen plasma.
2. Gangguan Perdarahan Pada Penyakit Hati
Gangguan hemostasis sangat sering dijumpai pada penyakit hati.
Patogenesisnya sangat kompleks antara lain karena :
1. Gangguan sintesis faktor koagulasi
2. Meningkatkan fibrinolisis oleh :
a. Gangguan pembersihan TPA oleh hati
b. Hepatosit juga membentuk alpha 2 anti plasmin
3. Obstruksi bilier mengganggu absorpsi vitamin K sehingga mengganggu
fungsi F.II, VII, IX, dan X.
17
4. Splenomegali dapat menimbulkan hipersplenisme yang mengakibatkan
trombositopenia dan gangguan faal trombosit
5. Gangguan faal fibrinogen
6. Akibat DIC, misalnya pada acute fulminant hepatitis atau acute fatty liver
degeneration of pregnancy
3. KOAGULASI INTRAVASKULER DISEMINTA (KID)=DISSEMINATED
INTRAVASKULAR COAGULATION (DIC)
DIC ialah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh deposisi fibrin
sistemik dan pada saat yang sama terjadi kecenderungan pendarahan. Keadaan
ini mengakibatkan:
a. Konsumsi berlebihan faktor pembekuan darah dan trombosit
sehingga menimbulkan defisiensi faktor pembekuan dan
trombositopenia.
b. Fibrinolisis sekunder yang menghasilkan FDP (fibrin/fibrinogen
degradation product) yang bekerja sebagai
Adanya deposisi fibrin dan kedua hal diatas menyebabkan terjadi nya
pendarahan dan thrombosis pada saat bersamaan. Bick memberikan definisi
minimal sebagai berikut:
DIC adalah suatu kelainan thrombohemoragik sistemik yang dijumpai
bersamaan dengan kelainan klinis tertentu dan adanya bukti laboratorik dari
(1)aktivasi pro koagulan; (2) aktivasi vibrionolitik; (3) konsumsi inhibitor; dan
(4) bukti biokimia kerusakan atau gagal end-organ. Nama lain penyakit ini
adalah consumptive coagulapathy atau defibrination syndrome.
a. Patogesis
DIC dapat dijumpai pada 3 jenis kelainan;
18
1. Infeksi berat terutsms oleh sepsis gram negative, Clostridium
welchii,malaria berat dan infeksi virus tertentu.
2. Pada komplikasi kehamilan terdiri atas :
a. Solutio plasentae
b. Emboli cairan amnion
c. IUF ( intrauterine foetal death)
d. Abortus septic atau abortus yang dirangsang dengan cairan
hipertonik
e. Endotoksin, misalnya pada septic abortion
3. Pada penyakit keganasan :
a. “ mucous secreting carcinoma” : pancreas, prostat,kolon, dan
paru
b. Leukemia promielostik akut
Penyebab lain adalah reaksi transfuse, syok anafilaktik, kerusakan
jaringan yang luas, seperti pada trauma atau luka bakar kerusakan hati berat
dan gigitan ular. DIC akan mengakibatkan :
1. Trombositopenia
2. Defisiensi faktor pembeku
3. Munculnya FDP dalam plasma
b. Gejala Klinik
Gejala klinik DIC yang dapat dijumpai adalah :
1. Pendarahan : kulit (petechie, dan echymosis), perdarahan mukosa
(epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, dll) easy bruising, dan
pendarahan organ.
2. Hemorrahagic tissue necrosis dan oklusi multiple pembuluhdarah kecil
sehingga menimbulkan multiple organ failure antara lain :
a. Ginjal : menimbulkan gagal ginjal
b. Adrenal dan kulit : Waterhouse –fredricksen syndrome
19
c. Pembuluh darah tepi: menimbulkan ganggren
d. Hati menimbulkan ikterus
e. Otak menimbulkan kesadaran menurun
3. Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab DIC
c. Manifestasi Laboratorium
Manifestasi laboratorik DIC adalah :
1. Trombositopenia dapat diketahui dari hitung trombosit dan evaluasi
trombosit pada apusan darah tepi
2. APTT,PPT, thrombin time memanjang, APTT lebih sensitive
dibandingkan dengan PPT pada DIC
3. Fibrinogen plasma menurun
4. FDP dalam serum meningkat
5. Faktor VIII dan faktor V menurun
6. Apusan darah tepi: anemia mikroangiopatik dengan dijumpai adanya
fragmentosit dan mikrosferosit
7. DD-dimer (hasil pemecahan fibrin ikat silang) positif
8. Tes parakoagulasi positif
d. Diagnosis
Bick membuat diagnosis berdasarkan criteria klinis dan laboratorik. Kriteri
klinis minimal adalah
1. Bukti klinis adanya pendarahan, thrombosis, atau keduanya
2. Gejala tersebut harus terjadi pada setting klinis tertentu.
Kriteria laboratorik untuk DIC adalah
1. Tes grup I (bukti adanya aktivasi prokoagulasi)
a. Peningkatan fragmen protrombin 1+2
b. Peningkatan fibrinopeptida A
c. Peningkatan fibrinopeptida B
d. Peningkatan kompleks TAT (thrombin anti thrombin)
20
e. Peningkatan D-dimer
2. Tes Grup II (bukti adanya aktivasi system fibrinolitik)
a. Peningkatan D-dimer
b. Peningkatan FDP
c. Peningkatan plasmin
d. Peningkatan kompleks plasmin anti plasmin
3. Tes grup III (bukti adanya konsumsi inhibitor)
a. Penurunan AT-III
b. Penurunan alpha-2—antiplasmin
c. Penurunan heparin kofaktor II
d. Penurunan protein C dan S
e. Peningkatan kompleks TAT
4. Tes grup IV (bukti adanya kerusakan atau gagal end organ)
a. Peningkatan LDH
b. Peningkatan kreatinin serum
c. Penurunan pH
d. Penurunan PaO2
Untuk menegakan diagnostic laboratorik DIC hanya diperlukan satu dari
masing-masing grup I, II, dan III dan paling sedikit dua dari grup IV . D-dimer
yang diperiksa dengan cara yang benar.
e. Terapi
Terapi DIC bersifat sangat kompleks, terapi pada prinsipnya dapat berupa
berikut;
a. Terapi terhadap penyakit dasar merupakan tindakan yang paling
penting .
b. Terapi suportif dengan darah segar, fres frozen plasma, fibrinogen
atau platelet concentrate.
21
c. Pemberian heparin . sampai saat ini pemberian heparin masih
controversial karena dapat menimbulkan/menambah perdarahan.
22