sistem koagulasi

31
SISTEM KOAGULASI Sistem Koagulasi merupakan suatu rangkaian proses dengan hasil akhir terbentuknya fibrin. Dalam proses koagulasi ini melibatkan tiga komponen, yaitu komponen vaskuler, komponen trombosit, dan komponen koagulasi. Dimana masing-masing komponen ini mempunyai bagian yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan faal koagulasi yang baik maka ketiga komponen tersebut harus bekerja sama dengan suatu proses yang berkeseimbangan dan saling mengontrol. Terdapat Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin yaitu: 1. Langkah pertama : Proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ektrinsik yang menghasilkan tenase complex yang akan mengaktifkan factor X menjadi factor X aktif. 2. Langkah Kedua :Pembentukan prothrombin activator (prothrombinase complex) yang akan memecah protrombin menjadi thrombin. 3. Langkah Ketiga : prothrombin activator yang akan memecah protrombin menjadi thrombin. 4. Langkah Keempat : Thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan faktor XIII sehingga timbul fibrin yang stabil 1

Upload: sutilao

Post on 26-Dec-2015

122 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hematologi

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Koagulasi

SISTEM KOAGULASI

Sistem Koagulasi merupakan suatu rangkaian proses dengan hasil akhir

terbentuknya fibrin. Dalam proses koagulasi ini melibatkan tiga komponen,

yaitu komponen vaskuler, komponen trombosit, dan komponen

koagulasi.  Dimana masing-masing komponen ini mempunyai bagian yang

berbeda-beda. Untuk mendapatkan faal koagulasi yang baik maka ketiga

komponen tersebut harus bekerja sama dengan suatu proses yang

berkeseimbangan  dan saling mengontrol.

Terdapat Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan

fibrin yaitu:

1. Langkah pertama : Proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan

ektrinsik yang menghasilkan tenase complex yang akan mengaktifkan

factor X menjadi factor X aktif.

2. Langkah Kedua :Pembentukan prothrombin activator (prothrombinase

complex) yang akan memecah protrombin menjadi thrombin.

3. Langkah Ketiga : prothrombin activator yang akan memecah protrombin

menjadi thrombin.

4.  Langkah Keempat : Thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta

mengaktifkan faktor XIII sehingga timbul fibrin yang stabil

Proses pembekuan darah terjadi karena adanya aktivasi dari ke 12 faktor

pembekuan darah dengan bantuan ion-ion lainnya , serta proses ini terbagi

menjadi dua jalur yaitu :

1.      Jalur ekstrinsik (extrinsic pathway)

2.      Jalur intrinsik (intrinsic pathway)

Untuk Aktivasi jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kontak antara jaringan

subendotil dengan darah yang akan membawa faktor jaringan (tissue factor)

serta aktivasi faktor VII. pada jalur ini semua bahan yang diperlukan untuk

proses pembekuan darah terdapat dalam aliran darah. Bahan bahan tersebut

1

Page 2: Sistem Koagulasi

biasanya beredar dalam bentuk precursor yang inaktif ( tidak aktif ) , dan

beberapa diantaranya merupakan proenzim dan kofaktor.

Sedangkan,  Aktivasi jalur intrinsik dimulai dengan aktivasi faktor kontak

(contact factor), yaitu faktor XII, HMWK, dan prekalikrein. Selanjutnya terjadi

aktivasi faktor XI, X, dan IX. pada jalur ini diperlukan bahan yang berasal dari

jaringan pembuluh darah yang terluka / rusak ( tissue factor / tissue

tromboplastin ). Dan pada akhirnya Gabungan factor intrinsic dan ekstrinsik

tersebut akan mengakibatkan perubahan factor X menjadi factor X aktif, dan

selanjutnya bersama sama membentuk benang- benang fibrin.

a. Faktor Koagulasi

      Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang

terdapat dalam darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein

ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen) jika terjadi aktivasi,

protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya

secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjuan

(waterfall). Jenis-jenis protein tersebut adalah :

Faktor-faktor pembekuan darah antara lain sebagai berikut :

1. Faktor I (Fibrinogen)

Faktor I(F I) atau fibrinogen adalah suatu glikoprotein yang larut

dalam plasma yang dalam proses koagilasi akan dipengaruhi oleh

trombin menjadi fibrin.Fibrin sendiri secara spesifik mengikat faktor

koagulasi F X aktif dan trombin serta berikatan silang dengan sesama

fibrin membentuk gumpalan.sebagaimana halnya banyak protein dalam

plasma darah fibrinogen disintesis oleh hati.

2. Faktor II (Protombin)

Prothrombin sebagai faktor II koagulasi darah adalah suatu

glikoprotein penting dalam proses koagulasi darah.prothrombin akan

diubah menjadi trom bin oleh pengaruh faktor X atau

2

Page 3: Sistem Koagulasi

protrombinase,selanjitnya trombin yang terbentuk akan mengubah

fibrinogen menjadi fibrin. Seperti halnya fibrinogen, protrombin

disintesis dalam sel liver. Adanya gangguan fungsi hati akan berikab pada

terganggunya sintesis protrombin.

3. Faktor III (Tromboplastin)

Tromboplastin jaringan sebagai faktor III adalah suatu

glikoprotein permukaan sel yang memeiliki afinitas tinggi terhadap

foktor VII dan mampu memulai rangkaian reaksi koagulsi darah. Jika

faktor – faktor koagulasi lain umumnya berada di darah dalam bentuk

tidak aktif, faktor III bersifat fungsional dan mampu mengawali koagulasi

darah bila terekspresikan di permukaan sel. Sebagai suatu protein di

membran sel, Faktor III mengandung ranah pada polipeptidanya yaitu

ranah ekstrasel, transmembran, dan sitoplasmik.

4. Faktor IV (Kalsium)

Calsium adalah salah satu mineral yang diperlukan oleh tubuh

khususnya dalam bentuk ion (Ca). Semua sel tubuh memerlukan Calsium

dalam kadar yang berfariasi, bahkan sel otot jantung, otot rangka serta

syaraf sangat bergantung pada keberadaan ion Calsium untuk kontraksi

dan mengantarkan impuls syaraf. Sebagian besar Calsium dalam tubuh

terdapat di jaringan tulang, dan tubuh berusaha untuk menjaga

keseimbangannya agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam

darah, Calsium diangkut menuju jringan, tetapi dalam darah sendiri

Calsium terlibat Calsium terlibat dalam beberapa langkah reaksi

koagulasi, termasuk aktivitas trombosit. Begitu tergantungnya proses

koagulasi darah dengan Calsium.

5. Faktor V (Proakselerin)

Sebagaimana faktor koagulasi lain yang telah diuraikan di atas,

Faktor V yang disebutjuga dengan faktor labil atau proaccelerin adalah

3

Page 4: Sistem Koagulasi

protein dalam darahyang disintesis di hati. Dalam darah, faktor V ada

dalam bentuk tidak aktif, tetapi bila diaktifkan, protein ini mampu

berinteraksi dengan faktor X. Faktor V dapat diaktifkan menjadi faktor Va

bila terjadi perlukaan yang merusak pembuluh darah. Kedua faktor Va

dan Xa dapat membentuk kompleks yang mampu mengubah protrombin

yang elum aktif menjadi trombin yang aktif. Yang disebut terakhir ini

selanjutnya mampu mengubah fibringen menjadi fobrin sebagai

komponen pembentuk trombus.

Selain bentuk aktifnya yang bersama dengan faktor Xaktif

membentuk kompleks yang akan mengaktifkan protrombin, faktor v juga

berperan dalam mengatur sistem koagulasi lewat interaksinya dengan

protein C aktif (APC). Interaksi kedua macam protein ini mampu

membuat Faktor VIIIa tidak aktif, sehingga koagulasi darah dapat

dicegah.

6. Faktor VII (Prokonvertin)

Faktor VII (F VII) atau faktor stabil dan proconvertin adalah suatu

glikoprotein yang disintesis di hati dengan adanya Vitamin K. Dalam

bentuk tidak aktifnya atau sebagai zimogen, f VII adalah molekul protein

rantai tunggal yang mengandung ranah serupa EGF dan ranah ujung

amino yang mengandung residu 10 g – karboksiglutamat (Gla). Dengan

adanya residu ini, Faktor VII dapat berikatan dengan ion metal divalen

dan berperanserta dalam reaksi yang bergantung pada Calsium.

7. Faktor VIII (Antihemofilik faktor A)

Faktor VIII (F ( VIII) atau anti- hemophilic faktor (AHF) sangat

dikenal karena protein ini penting dalam koagulasi darah dan

kekurangan menimbulkan kelainan darah yang telah relatif lama dikenali.

Secara biokimia, dalam proses koagulasi darah, F VIII berfungsi sebagai

kofaktor bagi F Ixa deb=ngan adanya ion Ca dan fosfolipid akan

4

Page 5: Sistem Koagulasi

membentuk suatu kompleks yang mengubah F X menjadi F X aktif (F Xa).

Diantara berbagai faktor koagulasi, kekurangan F VIII dalam darah

menimbulkan keleinan penggumpalan darah yang dikenal dengan

hemofilia A. Sebaliknya bila F VIII berlebihan dalam darah, pasien

berisiko tinggi untuk munculnya trombosiis vena atau emboli paru-paru.

8. Faktor IX (Antihemofilik faktor B)

Faktor IX adalah protein yang juga disintesis di hati dan beredar di

darah dalam bentuknya yang tidak aktif. Bila terjadi jejas, F IX akan

diaktifkan oleh faktor koagulasi lain yaitu faktor Xia. Faktor Ix yang telah

aktif (F Ixa) selanjutnya akan berinteraksi dengan F VIII dan molekul-

molekul lain.

Interaksi ini akan meningkatkan reaksi biokimia terbentuknya

gumpalan darah. Ganggguan produksi F IX sebagai akibat mutasi gena

baik mutasi noktah, delesi maupun insersi bahkan penataan ulang gena,

dapat menimbulkan gangguan proses koagulasi yang dalam praktik klinis

dikenal dengan hemofilia B.

9. Faktor X (Faktor Stuart)

Dintara berbagai faktor koagulasi darah yang ada di plasma darah,

Factor X (F X) berperan sangat penting dalam sistem koagulasi. Seperti

halnya faktor koagulasi lain, Faktor X adalah suatu protein yang disintesis

dalam hati dan memerlukan adanya vitamin K.

Dengan demikian bila seseorang mengalami kekurangan vitamin

K, maka pembentukan Faktor x dan faktor-faktor koagulasi lain yang

bergantung pada adanya vitamin K akan terganggu. Pada awal proses,

Faktor X diaktifkan oleh Faktor VIII aktif dalam tahapan propagasi.

10. Faktor XI (Antihemofilik faktor C)

Faktor XI atau plasma thromboplastin antecedent adalah protein

plasma juga, yang disintesis di hati dan memiliki sifat sebagai protease

5

Page 6: Sistem Koagulasi

serin dalam bentuk yang belum aktif(sebagai zimogenn). Seperti halnya

faktor koagulasi lain, zimogen juga harus diaktifkan dulu sebelum

berfungsi dalam reaksi koagulasi.

Dalam bentuk yang belum aktif, secara biokimia Faktor Xia oleh

Faktor XII aktif, trombin dan autokatalisis. Dalam bentuk aktifnya, Faktor

XIa akan mengaktifkan Factor IX menjadi Faktor Ixa yang akan

mengaktifkan Faktor X.

11. Faktor XII (Faktor Hagemen)

Faktor XII (F XII) atau disebut juga Faktor Hageman adalah salah satu

protein plasma darah yang juga bersifat sebagai serinprotease yang

belum aktif atau sebagai Zimogen. Faktor XII akan mengaktifkan Faktor

XI dan prekallikrein, sementara untuk mengaktifkan Faktor XII menjadi

Faktor XII aktif (F XIIa) diperlukan permukaan-permukaan bermuatan

negatif seperti misalnya kaca.

12. Faktor XIII (Faktor stabilisasi fibrin)

Faktor XIII (F XIII) atau Faktor penstabil fibrin pada dasarnya

adalah enzim dalam sintesis koagulasi darah sebagaimana faktor-faktor

yang lain.

Sebagai suatu enzim, Faktor XIII adalah suatu transglutaminase

dengan molekul protein heterotetramer yang mampu membuat fibrin

saling ikat dan stabil. Faktor XIII diaktifkan oleh trombin menjadi Faktor

XIII aktif (F XIIIa) dengan bantuan Calsium sebagai kofaktor.

Peran trombin mengaktifkan Faktor XIII tampaknya juga paralel

dengan peran trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang masi

berbentuk jejaring larutan protein yang tiap inin-E nya saling ikat hanya

dengan satu unit-D nya.

6

Page 7: Sistem Koagulasi

b. Kaskade Koagulasi

Proses pembentukan fibrin jika digambarkan secara skematik mirip

seperti air terjun (waterfall) atau seperti tangga (cascade). Artinya aktivasi

faktor awal akan mengaktifkan faktor berikutnya disertai dengan proses

amplifikasi sehingga molekul yang dihasilkan akan bertambah banyak.

Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury

sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah

ini harus dilokalisir hanya pada daerah injury, tidak boleh menyebar pada

tempat lain karena akan membahayakan peredaran darah.

Untuk itu, tubuh membuat mekanisme control dimana endotil yang intact

memegang peran penting.

1. Adanya AT III (Anti thrombin III) yang terikat pada permukaan endotil

dengan perantaraan heparin sulfat. AT III akan menginaktifkan thrombin

dan factor Xa.

2. Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat

thrombin. Kompleks thrombin-trombomodulin akan mengaktifkan

protein C (dengan bantuan protein-S sebagai kofaktor) akan

menginaktifkan factor Va dan factor VIIIa, dengan demikian

pembentukan thrombin akan berkurang.

Adanya proses pengendali atau (natural anti koagulan) diatas serta

pengenceran faktor aktif diluar tempat injury dapat mengendalikan proses

koagulasi sehingga tidak menyebar ke tempat lain.

c. Mekanisme Koagulasi Darah

Sebagai salah satu mekanisme alami dalam sirkulasi darah, koagulasi

darah dapat terjadi kapan saja baik dalam skala kecil maupun besar, adanya

jejas didalam tubuh, dapat dilihat secara kasat mata ataupun tidak. Hakekat

koagulasi darah ditempat yang menyebabkan terbukanya sistem vaskular

7

Page 8: Sistem Koagulasi

tertutup adalah suatu upaya pertahanan diri agar darah sebagai cairan ekstrasel

tubuh dapat dipertahankan volume maupun kandungannya. Hal ini dapat

dimengerti karena bila darah keluar dari sistem vaskular baik dalam bentuk

perdarahan eksternal maupun perdarahan internal, maka dapat timbul syok

atau kematian.

Dengan koagulasi yang cepat ditempat yang jejas, bahaya syok dan

kematian dapat dicegah, keseimbangan air , elektrolit termaksut asam-basa

tubuh dapat dipertahankan. Namun demikian ada kalanya koagulasi darah tidak

harus dimulai karena adanya kerusakan pembuluh vaskuler yang nyata tetapi

diawali oleh gangguan sistem vaskular baik akibat kelainan fungsi pemompaan

jantung, perubahan kandungan komponen darah maupun perubahan integritas

permukaan lumen pembuluh darah.

Bila terjadi perdarahan akibat luka atau kerusakan akibat pembuluh

darah, proses penghentian perdarahan atau hemostatis segera terjadi dengan

tiga mekanisme. Pertama vase vaskular yang dimulai dengan adanya

vasokontriksi pembuluh darah di tempat perlukaan lewat kontraksi otot polos

pembuluh darah. Vasokontriksi ini menyebabkan diameter pembuluh darah

menyempit dan aliran darah melambat.

Selanjutnya adalah fase trombosit yaitu dimulainya trombosit yang saling

berdekatan satu sama lain. Kondisi perlekatan atau adhesi trombosit ini

dimungkinkan karena adanya perlukaan atau jejas di pembuluh darah

menyebabkan kerusakan sel-sel endotel dan melepaskan faktor von Willebrand.

Faktor yang terlepas ini menyebabkan permukaan sel-sel endotel yang

rusak lengket dan merangsang adhesi trombosit. Trombosit yang saling lengket

selanjutnya melepaskan ADP yang kemudian makin memperbanyak agregasi

trombosit untuk membentuk gumpalan trombosit.

Gumpalan trombosit pada fase tadi berfungsi ganda antara lain

menyebabkan penyumbatan kebocoran di pembuluh darah kecil, memfasilitasi

8

Page 9: Sistem Koagulasi

lepasnya tromboplastin jaringan (Faktor III) yang menstimulasi proses

koagulasi dan sekresi tromboxan sebagai vasokontriktor kuat. Secara visual,

trombus sendiri ada berbagai macam antara lain trombus putih, trombus merah,

dan deposit fibrin yang tersebar didalam pembuluh darah kecil atau kapiler-

kapiler.

Secara biokimia, proses pembentukan trombus melibatkan peran

berbagai macam protein dan elemen lain yang dapat dikelompokan menjadi 5

macam kelompok : (i) zimogen protease serin yang diaktifkan selama proses

koagulasi, (ii) kofaktor, (iii) fibrinogen, (iv) transglutaminase yang menstabilkan

gumpalan fibrin , dan (v) protein-protein pengatur dan lain-lain. Dengan fase

trombosit yang memulai proses koagulasi ini, maka pada fase berikutnya yaitu

fase koagulasi yang melibatkan banyak faktor –faktor koagulasi yang berujung

pada terbentuknya fibrin.

Dalam proses koagulasi tampak sederhana sebagai bentuk perubahan

darah cair menjadi gumpalan atau trombus, dalam kenyataannya melibatkan

berbagai elemen seluler atau non seluler serta reaksi biokimia yang sangat

kompleks. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, trombosit sebagai elemen

seluler mengawali proses agregasinya membentuk sumbat trombsit.

Kemudian berbagai senyawa protein yang sebetulnya adalah zigomen

serta elemen lain saling berinteraksi sampai terbentuknya trombin. Trombin

inilah yang pada akhirnya memacu pembentukan jala-jala fibrin yang mengikat

agregat trombosit, sehingga terbentuk gumpalan darah yang lebih stabil atau

trombus.

Pada fase inilah terjadi rangkaian reaksi biokimia yang dapat

dikelompokan menjadi jalur reaksi intrinsik dan jalur ekstrinsik untuk

menghasilkan fibrin stabil.

9

Page 10: Sistem Koagulasi

Secara umum, dapat digambarkan dalam skema kaskade koagulasi :

Pada saat pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur

secara bersamaan. Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan

berkontaknya factor XII dan trombosit dengan kolagen di dinding pembuluh

darah mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang sangat penting antara

jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah jalur ektrinsik sifatnya dapat ekplosit,

sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan

yang dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V

yang terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat

10

Page 11: Sistem Koagulasi

terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya

memerlukan waktu 1-6 menit untuk menghasilkan pembekuan.

1. Jalur Ekstrinsik (Extrinsic Pathway)

Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga

faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap

komponen darah dalam sirkulasi. Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor

jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ . Faktor jaringan dengan bantuan kalsium

menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue

factor dan kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex)

mengaktifkan faktor X menjadi FXa.

Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena dihambat oleh tissue

factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya memulai

proses koagulasi, sehingga proses koagulasi berikutnya dilanjutkan oleh

jalur intrinsik.

2. Jalur Intrinsik (Intrinsic Pathway).

Pada Jalur intrinsik, kolagen yang terpapar (exposed) dan

komponen yang bermuatan negatif lain dari jaringan ikat subendotel

menyebabkan aktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Selanjutnya Factor

XIIa bekerja secara enzimatik mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan

reaksi ini juga memerlukan HMW Kininogen, dimana bradikinin

dilepaskan dari HMWK tersebut, serta dipercepat oleh Prekalikrein dan

terdapat pula pengkonversian prekalikrein menjadi kalikrein.

Kemudian Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor

IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa . Faktor IXa selanjutnya

mengaktifkan faktor X pada permukaan membran yang dilengkapi faktor

3 trombosit untuk menghasilkan faktor Xa. Dalam reaksi ini memerlukan

perakitan komponen, yang dinamakan komplek tenase, yaitu : Ca2+ dan

kofaktor lainnya.

11

Page 12: Sistem Koagulasi

Bersama dengan kalsium dan kofaktor , Pada jalan ektrinsik,

faktor jaringan (likoprotein dari sel yang rusak) mengaktifkan faktor

pembekuan VII yang selanjutnya mengaktifkan faktor X secara langsung.

Pada jalan akhir bersama ( final common pathway) faktor Xa

bersamaan dengan kofaktor faktor V, kalsium dan faktor 3 trombosit

selanjutnya mengkonversi protrombin menjadi trombin. Trombin

menghidrolisis ikatan arginin-lisin fibrinogen membebaskan fibrino

pepetida A dan B untuk membentuk monomer fibrin. Monomer-

monomer fibrin berikatan spontan ikatan hidrogen membentuk polimer

fibrin yang longgar dan tidak larut.

Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga

mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa. Faktor ini merupakan

transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang

secara kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida,

sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan

peningkatan resistensi terhadap proteolisis.

GANGGUAN KOAGULASI

12

Page 13: Sistem Koagulasi

A. Gangguan Koagulasi Herediter

1. Hemofili A dan B

Hemofili A dan B merupakan gangguan faal koagulasi herediter yang

paling sering dijumpai disamping penyakit von willerand. Insiden

penyakit ini adalah 1-2 per 10.000 penduduk/pertahun. Hemofili A

merupakan 85%, sedangkan hemofili B merupakan 15% kasus hemofili.

1.1 Patogenesis

Dasar pathogenesis, yaitu :

1. Hemofili A disebabkan oleh definisi F.VIII cloting activity (F.VIIIC) dapat

karena sintesis menurun atau pembentukan F.VIII. C dengan struktur

abnormal

2. Hemofili B disebabkan karena defisiensi F.IX. F.VIIIdiperlukan dalam

pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F

VIII mengganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkursngnys

pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofili

diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofili

tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan.

1.2 Derajat Penyakit

Derajat penyakit hemofili ditentukan oleh kadar faktor VIII atau faktor IX

dalam darah :

1. Berat (severe): aktivitas F.VIII/F.IX <1 % normal akan timbul gejala klinik

berat ;

2. Sedang (moderate) : aktivitas F.VIII/F.IX antara 1-5%

3. Ringan (mild) : aktivitas F.VIII/F.IX antara 5-30%.

1.3 Gejala Klinik

13

Page 14: Sistem Koagulasi

Gejala klinik hemofili A dan hemofili B tidak dapat dibedakan. Hemofili

dijumpai pada anak laki-laki, sedangkan anak wanita sebagian besar sebagai

karies. Gejala klinik dapat timbul berupa:

1. Perdarahan sejak kecil : perdarahan saat sirkumsisi, pencabutan gigi,

atau luka postrauma

2. Perdarahan spontan sering terjadi trauma perdarahan sendi

(haemarthros). Perdarahan sendi berulang-ulang menyebabkan

kerusakkan sendi (anklylose) dan gangguan berjalan. Perdarahan otot

dan hematoma juga sering terjadi.

1.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk kasus hemofili adalah :

1. Tes penyaring

APTT memanjang, sedangkan waktu perdarahan, PPT dan waktu

thrombin normal. APPT dapat dapat tidak memanjang (normal) pada

kasus hemofili ringan.

2. Tes konfirmatif terdiri atas :

a. Pengukuran kuantitatif F.VIII dan F.IX

b. Jika F.VIII defisiensi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan faktor von

Willebrand

3. Pemeriksaan pada karier wanita-juga menunjukkan F.VIIIC menurun

(50%)

1.5 Diagnosis

Diagnosis banding perlu dilakukan untuk membedakan hemofili A, hemofili

B, dan penyakit von Willebrand, seperti terlihat pada tabel 12-3.

Diagnosis Diferensial Hemofili

14

Page 15: Sistem Koagulasi

No Hemofili A Hemofili B Penyakit von

Willebrand

1. Inheritance Sex linked Sex linked Autosomal dominan

(inkomplit)

2. Tempat

perdarahan

Otot,sendi,

postrauma

Otot,sendi,

postrauma

Mukosa,lukakulit,

postrauma/operasi

3. Bledding

time

N N Memanjang

4. PPT N N N

5. APPT Memanjang Memanjang Memanjang

6. F.VIIIC Rendah N N

7. F.VIIIR:AG

(vWF)

N N Rendah

8. F.IX N Rendah N

9. Tes ristosetin N N N

1.6 Pengobatan

Pada prinsipnya pengobatan hemofili bersifat multidisiplin, dilakukan oleh

ahli klinik (pediatric atau interna), patologi klinik, ahli rehabilitasi medic,

ortopedik dan ahli psikolog: Modalitas terapi terdiri atas :

1. Pemberian F.VIII untuk hemofili A dan F.IX untuk hemofili B selama

hidup

2. Pencegahan kecacatan dengan pendidikan kesehatan

3. Rehabilitasi apabila terjadi kerusakkan sendi

Untuk terapi, preparat yang dapat dipakai adalah :

1. Cryoprecipitate mengandung F.VIII, vWF, fibrinogen, F.XIII

2. Lyophilized F.VIII komersial-dibuat dari pool donor (2000-5000 orang)

bahaya penularan hepatitis dan HIV (AIDS)

15

Page 16: Sistem Koagulasi

3. Lyophilized F.IX-prothrombin complex concentrate mengandung semua

vit K-dependent factors.

Pemberian Desmopressin (DDAVP)

Pada hemofili ringan, DDAV dapat mengeluarkan cadangan F.VIIIR: AG

(faktor von Willebrand) untuk mengurangi kebutuhan F.VIII.perawatan dan

rehabilitas diberikan berupa berikut :

1. Perawatan sendi untuk mencegah terjadinya ankilosis

2. Perawatan gigi

3. Pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma (seminimal mungkin),

serta hindari pemberian injeksi intramuskuler

4. Hindari pemberian aspirin

B. Gangguan Koagulasi Didapat (Acquired Coagulation Disorders)

Yang termasuk kelompok ini ialah :

1. Defisiensi Vitamin K

2. Gangguan perdarahan pada penyakit hati

3. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

4. Kelainan akibat timbulnya antibody terhadap faktor pembeku.

1. Defisiensi Vitamin K

Kekurangan vitamin K akan mengganggu “vitamin K-dependent factors”:

prothrombin, F.VII, F.IX dan F.X sehingga menyebabkan gangguan pada kaskade

koagulasi, terutama pada extrinsix pathway dan common pathway. 1-6 penyebab

defisiensi vitamin K, yaitu :

1. Penyediaan vitamin K tidak adekuat

a. Penderita dengan nutrisi tidak adekuat

b. Penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga membunuh

flora usus

2. Absopsi terganggu

16

Page 17: Sistem Koagulasi

a. Ikterus obstruktiva

b. Kelainan usus dengan stestorrhea (sprue, ileitis)

3. Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan

a. Kelainan Laboratorium

Pada defisiensi vitamin K dijumpai gangguan fungsi prothrombin, F.VII,

F.IX, dan F.X sehingga memberikan manifestasi laboratorik berupa: 1-6

1. PPT memanjang

2. APTT normal

3. Thrombin time normal

b. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan klinik, lakukan pemeriksaan PPT

kemudian beri 25 mg vitamin K1 subkutan. Dilakukan pemeriksaan ulang PPT

setelah 24 jam. Jika PPT mendekati normal maka diagnosis defisiensi vitamin K

dapat dibuat.

c. Terapi

Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mg vitamin K1

intravena perlahan-lahan. Juga diberikan transfuse plasma segar atau

freshfrozen plasma.

2. Gangguan Perdarahan Pada Penyakit Hati

Gangguan hemostasis sangat sering dijumpai pada penyakit hati.

Patogenesisnya sangat kompleks antara lain karena :

1. Gangguan sintesis faktor koagulasi

2. Meningkatkan fibrinolisis oleh :

a. Gangguan pembersihan TPA oleh hati

b. Hepatosit juga membentuk alpha 2 anti plasmin

3. Obstruksi bilier mengganggu absorpsi vitamin K sehingga mengganggu

fungsi F.II, VII, IX, dan X.

17

Page 18: Sistem Koagulasi

4. Splenomegali dapat menimbulkan hipersplenisme yang mengakibatkan

trombositopenia dan gangguan faal trombosit

5. Gangguan faal fibrinogen

6. Akibat DIC, misalnya pada acute fulminant hepatitis atau acute fatty liver

degeneration of pregnancy

3. KOAGULASI INTRAVASKULER DISEMINTA (KID)=DISSEMINATED

INTRAVASKULAR COAGULATION (DIC)

DIC ialah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh deposisi fibrin

sistemik dan pada saat yang sama terjadi kecenderungan pendarahan. Keadaan

ini mengakibatkan:

a. Konsumsi berlebihan faktor pembekuan darah dan trombosit

sehingga menimbulkan defisiensi faktor pembekuan dan

trombositopenia.

b. Fibrinolisis sekunder yang menghasilkan FDP (fibrin/fibrinogen

degradation product) yang bekerja sebagai

Adanya deposisi fibrin dan kedua hal diatas menyebabkan terjadi nya

pendarahan dan thrombosis pada saat bersamaan. Bick memberikan definisi

minimal sebagai berikut:

DIC adalah suatu kelainan thrombohemoragik sistemik yang dijumpai

bersamaan dengan kelainan klinis tertentu dan adanya bukti laboratorik dari

(1)aktivasi pro koagulan; (2) aktivasi vibrionolitik; (3) konsumsi inhibitor; dan

(4) bukti biokimia kerusakan atau gagal end-organ. Nama lain penyakit ini

adalah consumptive coagulapathy atau defibrination syndrome.

a. Patogesis

DIC dapat dijumpai pada 3 jenis kelainan;

18

Page 19: Sistem Koagulasi

1. Infeksi berat terutsms oleh sepsis gram negative, Clostridium

welchii,malaria berat dan infeksi virus tertentu.

2. Pada komplikasi kehamilan terdiri atas :

a. Solutio plasentae

b. Emboli cairan amnion

c. IUF ( intrauterine foetal death)

d. Abortus septic atau abortus yang dirangsang dengan cairan

hipertonik

e. Endotoksin, misalnya pada septic abortion

3. Pada penyakit keganasan :

a. “ mucous secreting carcinoma” : pancreas, prostat,kolon, dan

paru

b. Leukemia promielostik akut

Penyebab lain adalah reaksi transfuse, syok anafilaktik, kerusakan

jaringan yang luas, seperti pada trauma atau luka bakar kerusakan hati berat

dan gigitan ular. DIC akan mengakibatkan :

1. Trombositopenia

2. Defisiensi faktor pembeku

3. Munculnya FDP dalam plasma

b. Gejala Klinik

Gejala klinik DIC yang dapat dijumpai adalah :

1. Pendarahan : kulit (petechie, dan echymosis), perdarahan mukosa

(epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, dll) easy bruising, dan

pendarahan organ.

2. Hemorrahagic tissue necrosis dan oklusi multiple pembuluhdarah kecil

sehingga menimbulkan multiple organ failure antara lain :

a. Ginjal : menimbulkan gagal ginjal

b. Adrenal dan kulit : Waterhouse –fredricksen syndrome

19

Page 20: Sistem Koagulasi

c. Pembuluh darah tepi: menimbulkan ganggren

d. Hati menimbulkan ikterus

e. Otak menimbulkan kesadaran menurun

3. Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab DIC

c. Manifestasi Laboratorium

Manifestasi laboratorik DIC adalah :

1. Trombositopenia dapat diketahui dari hitung trombosit dan evaluasi

trombosit pada apusan darah tepi

2. APTT,PPT, thrombin time memanjang, APTT lebih sensitive

dibandingkan dengan PPT pada DIC

3. Fibrinogen plasma menurun

4. FDP dalam serum meningkat

5. Faktor VIII dan faktor V menurun

6. Apusan darah tepi: anemia mikroangiopatik dengan dijumpai adanya

fragmentosit dan mikrosferosit

7. DD-dimer (hasil pemecahan fibrin ikat silang) positif

8. Tes parakoagulasi positif

d. Diagnosis

Bick membuat diagnosis berdasarkan criteria klinis dan laboratorik. Kriteri

klinis minimal adalah

1. Bukti klinis adanya pendarahan, thrombosis, atau keduanya

2. Gejala tersebut harus terjadi pada setting klinis tertentu.

Kriteria laboratorik untuk DIC adalah

1. Tes grup I (bukti adanya aktivasi prokoagulasi)

a. Peningkatan fragmen protrombin 1+2

b. Peningkatan fibrinopeptida A

c. Peningkatan fibrinopeptida B

d. Peningkatan kompleks TAT (thrombin anti thrombin)

20

Page 21: Sistem Koagulasi

e. Peningkatan D-dimer

2. Tes Grup II (bukti adanya aktivasi system fibrinolitik)

a. Peningkatan D-dimer

b. Peningkatan FDP

c. Peningkatan plasmin

d. Peningkatan kompleks plasmin anti plasmin

3. Tes grup III (bukti adanya konsumsi inhibitor)

a. Penurunan AT-III

b. Penurunan alpha-2—antiplasmin

c. Penurunan heparin kofaktor II

d. Penurunan protein C dan S

e. Peningkatan kompleks TAT

4. Tes grup IV (bukti adanya kerusakan atau gagal end organ)

a. Peningkatan LDH

b. Peningkatan kreatinin serum

c. Penurunan pH

d. Penurunan PaO2

Untuk menegakan diagnostic laboratorik DIC hanya diperlukan satu dari

masing-masing grup I, II, dan III dan paling sedikit dua dari grup IV . D-dimer

yang diperiksa dengan cara yang benar.

e. Terapi

Terapi DIC bersifat sangat kompleks, terapi pada prinsipnya dapat berupa

berikut;

a. Terapi terhadap penyakit dasar merupakan tindakan yang paling

penting .

b. Terapi suportif dengan darah segar, fres frozen plasma, fibrinogen

atau platelet concentrate.

21

Page 22: Sistem Koagulasi

c. Pemberian heparin . sampai saat ini pemberian heparin masih

controversial karena dapat menimbulkan/menambah perdarahan.

22