sinusitis.docx

55
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem pernafasan adalah sebuah system yang dimulai dari hidung sampai alveolus. Sistem pernafasan berperan penting untuk memenuhi kebutuhan O 2 dan CO 2 dalam darah sehingga terganggunya system ini menjadi suatu kewaspadaan tersendiri. Sinus merupakan rongga yang terbentuk oleh tulang wajah. Terjadinya gangguan di area sinus dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Hal yang ditakutkan adalah ketika sinusitis dibiarkan terlalu lama sehingga terjadi komplikasi yang lebih parah. Untuk mengetahui berbagai masalah dari sinusitis, maka disusunlah makalah tentang sinusitis. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah anatomi system pernafasan? 2. Bagaimanakah etiologi sinusitis? 3. Bagaimana patofisiologi sinusitis? 4. Bagaimana prognosis sinusitis? 5. Bagaimana tindakan medis pada pasien sinusitis? 1

Upload: dianasuardi

Post on 20-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sinusitis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem pernafasan adalah sebuah system yang dimulai dari hidung

sampai alveolus. Sistem pernafasan berperan penting untuk memenuhi

kebutuhan O2 dan CO2 dalam darah sehingga terganggunya system ini menjadi

suatu kewaspadaan tersendiri.

Sinus merupakan rongga yang terbentuk oleh tulang wajah. Terjadinya

gangguan di area sinus dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Hal

yang ditakutkan adalah ketika sinusitis dibiarkan terlalu lama sehingga terjadi

komplikasi yang lebih parah.

Untuk mengetahui berbagai masalah dari sinusitis, maka disusunlah

makalah tentang sinusitis.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah anatomi system pernafasan?

2. Bagaimanakah etiologi sinusitis?

3. Bagaimana patofisiologi sinusitis?

4. Bagaimana prognosis sinusitis?

5. Bagaimana tindakan medis pada pasien sinusitis?

6. Bagaimanakaha asuhan keperawatan sinusitis?

C. TUJUAN PENULISAN 

Pembuatan makalah ini ditujukan untuk menjawab berbagai

pertanyaan yang telah dijabarkan pada masalah.

1

Page 2: Sinusitis.docx

D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan

Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian

Anatomi fisiologi Sistem Pernafasan

Etiologi

Patofisiologi

Pemeriksaan diagnostic

Tindakan operatif

Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Tutup

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 3: Sinusitis.docx

BAB  II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum dalam

kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan

sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada rongga-rongga udara di sekitar

hidung yang diikuti oleh infeksi saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus

tersebut mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya saluran

udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan tempat berkembang

biaknya bakteri.

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus atau

sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang

terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang

berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah

empat pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi,

sedangkan sinus maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus

sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga

mata dan di belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh

sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui sebuah

lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus dengan rongga hidung

yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab lubang ini buntu maka

udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi di

dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan.

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

Sistem respirasi terdiri dari:

1. Saluran Nafas Bagian Atas

3

Page 4: Sinusitis.docx

a. Rongga hidung

- Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami  tiga hal :

- Dihangatkan

- Disaring

- Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri

dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi

menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel

yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar

serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk,  pembuluh

darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut

dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke

b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)

c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat

pangkal lidah)

d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran

makanan)

2. Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Laring

Terdiri dari tiga struktur yang penting

- Tulang rawan krikoid

- Selaput/pita suara

- Epilotis

- Glotis

b. Trakhea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin

tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan

oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.

c. Bronkhi

4

Page 5: Sinusitis.docx

Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan

ini disebut carina.Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat

dengan trachea.

Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius,

inferior. Bronchus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior

d. Alveoli

Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.

Membran alveolar :

- Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga

alveoli

- Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang

menghasilkan surfactant.

- Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang

saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran

darah dalam rongga endotel

- Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel

kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit

serum.

e. Aliran pertukaran gas

Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel

alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit.

Membran « sitoplasma eritrosit «  molekul hemoglobin

f. Surfactant

Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan

normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan  pada

waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.

g. Sirkulasi Paru

Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri

pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena

pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

5

Page 6: Sinusitis.docx

h. Paru  

Merupakan  jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus

terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf,

sistem limfatik.

i. Rongga dan Dinding Dada

Rongga ini terbentuk oleh:

- Otot-otot interkostalis

- Otot – otot pektoralis mayor dan minor

- Otot – otot trapezius

- Otot –otot seratus anterior/posterior

- Kosta- kosta dan kolumna vertebralis

- Kedua hemi diafragma yang secara aktif mengatur mekanik

respirasi.

3. Fungsi Sistem Respirasi

a. Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²

b. Keseimbangan asam basa

c. Keseimbangan cairan

d. Keseimbangan suhu  tubuh

e. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi

f. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin,

ECF dan angiotensin.

g. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh

bakteri

C. ETIOLOGI

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis :

a. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu

yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.

Termasuk flu biasa, rhinitis alergi (pembengkakan pada lapisan hidung),

6

Page 7: Sinusitis.docx

polip hidung (pertumbuhan kecil di lapisan hidung), atau septum

menyimpang (pergeseran di rongga hidung).

b. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan

molar)

Pada Sinusitis Akut, yaitu: Infeksi virus. Sinusitis akut bisa terjadi

setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya

Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

c. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam

keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh

menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus

lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang

biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

d. Infeksi Jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan

system kekebalan, contohnya jamur Aspergillus. Peradangan menahun

pada saluran hidung Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita

rhinitis vasomotor. Septum nasi yang bengkok Tonsilitis yg kronik Pada

Sinusitis Kronik, yaitu: Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak

sembuh.

e. Alergi

Karies dentis ( gigi geraham atas ) Septum nasi yang bengkok sehingga

menggagu aliran mucosa. Benda asing di hidung dan sinus paranasal

Tumor di hidung dan sinus paranasal.

D. PATOFISIOLOGI

7

Page 8: Sinusitis.docx

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus

juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila

terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia

tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan

negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-

mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial

dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus

merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret

menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan

memerlukan terapi antibiotic.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),

inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa

makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar

sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid

atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan

tindakan operasi.

Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995

membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik

jika lebih dari 8 minggu.

Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4

minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih  dari 3

bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan

dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik

adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.

8

Page 9: Sinusitis.docx

Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada

sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus

influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis

lebih banyak di temukan (20%).

Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi

umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan

anaerob.

9

Page 10: Sinusitis.docx

10

Page 11: Sinusitis.docx

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Sinusitis maksila akut

Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri

pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-

kadang berbau dan bercampur darah.

2. Sinusitis etmoid akut

Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata,

dan pusing.

3. Sinusitis frontal akut

Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang

setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.

4. Sinusitis sphenoid akut

Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring

5. Sinusitis Kronis

Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang

berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain

misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan

sering demam.

F. KLASIFIKASI SINUSITIS

Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Sinusitis akut :

Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.

Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal

akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

2. Sinusitis kronis : 

Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu

tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. 

11

Page 12: Sinusitis.docx

G. PROGNOSIS

1. Sinusitis dapat menjadi akut jika tidak segera ditangani dalam kurun

waktu kurang dari 4 minggu;

2. Sinusitis dapat menjadi subaku jika tidak segera ditangani dalam kurun

waktu 4-12 minggu; dan

3. Sinusitis dapat menjadi kronis jika tidak segera ditangani dalam kurun

waktu lebih dari 12 minggu.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Rinoskopi

a. Anterioir

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan

edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid

anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan

pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak

keluar dari meatus superior.

b. posterior :

Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Dentogen : Caries

gigi (PM1,PM2,M1)

2. Transiluminasi (diaphanoscopia)

Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan

transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga

tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

3. X Foto sinus paranasalis:

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s,

Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan

mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya

terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan

kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan

12

Page 13: Sinusitis.docx

meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,

frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan

Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

Pemeriksaan CT –Scan Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik

untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan

komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air

fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau

lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada

kasus-kasus kronik).

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada

pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar

membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama

makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level. Polip yang

mengisi ruang sinus

Polip antrokoanal Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh

massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT

Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang

pengapuran perifer. Pemeriksaan di setiap sinus. Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-

kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa

hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada

pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.

Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam

mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila

yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus

maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk

diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus

maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).

13

Page 14: Sinusitis.docx

Sinusitis etmoid akut Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental,

mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat

perselubungan di sinus etmoid. Sinusitis frontal akut Pemeriksaan rongga

hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap,

dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak

bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang

terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik,

tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.

Sinusitis sfenoid akut Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau

krusta serta foto rontgen. 

I. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

a. Drainage

Dengan pemberian obat, yaitu Dekongestan local : efedrin 1%

(dewasa) ½% (anak) .Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.

b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.

c. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu : 

- Amoksilin 3 x 500 mg

- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet

- Diksisiklin 100 mg/hari.

- Ampisilin 4 X 500 mg

- Pemberian obat simtomatik :Contohnya parasetamol., metampiron

3 x 500 mg.

d. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan Cabut geraham atas bila penyebab

dentogen Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20) perasi Cadwell Luc bila

degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).

2. Penatalaksanaan Pembedahan

a. Pencucian sinus paranasal :

14

Page 15: Sinusitis.docx

Pada sinus maksila Dilakukan fungsi sinus maksila, dan

dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah,

dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain

dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas

dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung

trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus

maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga

tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu

dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau

dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.

Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk

membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan

ditampung di tempat bengkok.

Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada

lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang

tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan

trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata

tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah

menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud

mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan

karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar,

dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat,

yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar

bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid Pencucian sinus

dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien

ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung

diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek”

supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut,

tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal,

15

Page 16: Sinusitis.docx

oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam

lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat

pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa

gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung

jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari

sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup.

Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

Pembedahan, dilakukan : bila setelah dilakukan pencucian

sinus 6 kali ingus masih tetap kental. bila foto rontgen sudah tampak

penebalan dinding sinus paranasal. Persiapan sebelum pembedahan

perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.

b. Macam pembedahan sinus paranasal

1) Sinus maksila

a) Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung

dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya

ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di

sinus maksila. Alat yang perlu disiapkan ialah : alat fungsi

sinus maksila semprit untuk mencuci pahat untuk memotong

dinding lateral hidung alat pengisap tampon kapas atau kain

kasa panjang yang diberi salep Tindakan dilakukan di kamar

bedah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat

selama 2 hari.

Perawatan pasca tindakan : beri antrostomi dilakukan pada

kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat

oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui

mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak. tampon

diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat

perdarahan, pasien boleh pulang.

16

Page 17: Sinusitis.docx

b) Operasi Caldwell-Luc

Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus

tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis

dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi

geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi

diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di

atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat

atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus

maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu

diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan

terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila.

Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka

dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus

maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari

plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar

rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.

Perawatan pasca bedah :beri kompres es di pipi, untuk

mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah. perhatikan

keadaan umum : nadi, tensi,suhu perhatikan apakah ada

perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila

terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu. makanan

lunak tampon dicabut pada hari ketiga.

2) Sinus etmoid

Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan

dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas

hidung dengan pipi (ekstranasal). 

a) Etmoidektomi intranasal. 

17

Page 18: Sinusitis.docx

Alat yang diperlukan ialah : spekulum hidung cunam

pengangkat polip kuret ( alat pengerok ) alat pengisap tampon

Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia).

Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media

di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang

terbesar (bula etmoid) dibuka. Polip yang ditemukan

dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan

dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan

dikerjakan dapat dilihat dengan baik.Perawatan pasca-bedah

yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan

perdarahan.

b) Etmoidektomi ekstranasal

Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di

daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.

3) Sinus frontal

Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi

Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal,

tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka

dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke

hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga

sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan.

Perban dibuka setelah seminggu. Seringkali pembedahan untuk

membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid,

yang disebut fronto-etmoidektomi.

4) Sinus sfenoid

Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah

dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan

pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara

sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi

18

Page 19: Sinusitis.docx

5) Sinus Fungsional.

Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic

sinus surgery) Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan

endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka. Endoskop

dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini

dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga

melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop,

tetapi cukup dengan melihat monitor. Dengan bantuan endoskop

dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus

medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus

frontal. Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid

anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid.

Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak

dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di

sinus sfenoid.

Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-

sinus yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk

mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.

J. KOMPLIKASI

Kelainan pada Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab

komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan

manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga

terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.

Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan : Peradangan atau reaksi

edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis

didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina

papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah

pada kelompok umur ini. Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri

telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

19

Page 20: Sinusitis.docx

Abses subperiosteal Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding

tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. Abses orbita Pus telah

menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai

dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis

konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin

bertambah. Thrombosis sinus kavemosus

Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus

kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. Kelainan

intracranial Meningitis akut.

Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,

infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau

langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus

frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara

ethmoidalis.

Abses dura Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,

sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga

pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu

menimbulkan tekanan intra kranial.

Abses subdural Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau

permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. Abses otak

Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat

terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Osteitis dan

Osteomylitis. Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada

tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat

sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

Mukokel

Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista

ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista

retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,

20

Page 21: Sinusitis.docx

ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi

tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai

pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke

lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan

gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

Pyokokel.

Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun

lebih akut dan lebih berat. Anatomi Sinus. Sinus paranasal merupakan salah

satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat

bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari

yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid

kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai

muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa

rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,

kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah

ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid

anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus

sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior

rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada

usia antara 15-18 tahun.

K. ANATOMI FISIOLOGI SINUS

1. Sinus maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir

sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan

cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan

fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah

21

Page 22: Sinusitis.docx

permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding

dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan

dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus

maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke

hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila

adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang

juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut

dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke

atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan

komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar

sinus, sehingga drenase hanya  tergantung dari gerak silia, lagi pula

dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum

adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang

atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan

selanjutnya menyebabkan sinusitis.

2. Sinus frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke

empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel

infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada

usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20

tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar

dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang

lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran

lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan

dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus

berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk

22

Page 23: Sinusitis.docx

dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus

frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke

daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di

resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

3. Sinus etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan

akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus

bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti

pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke

posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan

1,5 cm dibagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai

sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang

terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini

jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi

sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid

posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior

yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya

kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan

bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina basalis),

sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih

sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,

disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang

terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu

penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium

sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat

menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat

menyebabkan sinusitis maksila.

23

Page 24: Sinusitis.docx

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan

lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat

tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang

sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

4. Sinus sfenoid  

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid

posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum

intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan

lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus

berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan

menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai

indensitasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan

kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak

sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa

serebri posterior didaerah pons.

5. Kompleks ostio-meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius,

ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus

etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks

ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di

belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel

etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

6. Sistem mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa

bersilia dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara

teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti

jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

24

Page 25: Sinusitis.docx

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari

sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di

infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba

Eusthacius.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung

diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-superior

muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati secret pasca-nasal

(post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.

7. Fungsi sinus paranasal

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi

sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak

mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat

pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal

antara lain: Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus

berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean

ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan

rongga hidung.

Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 

volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam

untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak

mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi

orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan

tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung

dan organ-organ yang di lindungi.

Membantu keseimbangan kepala.

25

Page 26: Sinusitis.docx

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya

aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,

sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

Membantu resonasi suara

Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan

mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi

sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai

resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara

dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

Membantu produksi mucus

Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus

ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

26

Page 27: Sinusitis.docx

8. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:

nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis

kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan

c. Keluhan utama : Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan

tenggorokan

d. Riwayat penyakit saat ini 

e. Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam,

pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman

berkurang.

e. Riwayat penyakit dahulu :

f. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau

trauma

g. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT. Klien pernah

menderita sakit gigi geraham.

f. Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin

ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

h. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih)

i. Interpersonal : hubungan dengan orang lain

j. Pola fungsi kesehatan

k. Pola persepsi dan tatalaksana hidup

Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi

obat tanpa memperhatikan efek samping.

h. Pola nutrisi dan metabolism Biasanya nafsu makan klien berkurang

karena terjadi gangguan pada hidung.

27

Page 28: Sinusitis.docx

i. Pola istirahat dan tidur

Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.

j. Pola persepsi dan konsep diri

Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep

diri menurun.

k. Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus

menerus baik purulen, serous maupun mukopurulen

2. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik

umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda

vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel),

dan B6 (Bone).

Pernafasan B1 (breath)

Bentuk dada : normal

Pola napas : tidak teratur

Suara napas : ronkhi

Sesak napas : ya

Batuk : tidak

Retraksi otot bantu napas ; ya

Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

Kardiovaskular B2 (blood)

Irama jantung : regular

Nyeri dada : tidak

Bunyi jantung ; normal

Akral : hangat

Persyarafan B3 (brain)

Penglihatan (mata) : normal

Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan

28

Page 29: Sinusitis.docx

Penciuman (hidung) : ada gangguan

Kesadaran: gelisah

Reflek: normal

Perkemihan B4 (bladder)

Kebersihan : bersih

Bentuk alat kelamin : normal

Uretra : normal

Produksi urin: normal

Pencernaan B5 (bowel)

Nafsu makan : menurun

Porsi makan : setengah

Mulut : bersih

Mukosa : lembap

Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

Kemampuan pergerakan sendi : bebas

Kondisi tubuh: kelelahan

29

Page 30: Sinusitis.docx

3. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan

obstruksi/adanya penumpukan sekret/mukus, ditandai dengan

kesulitan bernapas. 

b. Nyeri kepala dan sinus berhubungan dengan penekanan pada dinding

sinus, ditandai dengan sakit kepala. 

c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan adanya peradangan pada sinus, ditandai dengan

nafsu makan menurun.

d. Insomnia berhubungan dengan hidung buntu, dan peradangan pada

sinus, ditandai dengan perasaan pusing. 

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang

penyakit dan terganggunya aliran udara, ditandai dengan perasaan

gelisah.

4. Intervensi Keperawatan

a. Ketidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi

atau adanya penumpukan sekret/mucus, ditandai dengan kesulitan

bernapas

1) Tujuan: jalan napas efektif setelah sekret dikeluarkan

2) Kriteria hasil: 

a) Klien tidak bernapas lagi melalui mulut

b) Jalan napas kembali normal terutama hidung

3) Intervensi

l. Kaji penumpukan sekret yang ada 

Rasional: mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya

m. Berikan oksigen tambahan

Rasional: memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

n. Observasi tanda-tanda vital

30

Page 31: Sinusitis.docx

Rasional: mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan

operasi

o. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan secret

Rasional: kerja sama untuk menghilangkan penumpukan

sekret/masalah

b. Nyeri kepala, dan sinus berhubungan dengan penekanan pada dinding

sinus, ditandai dengan sakit kepala

1) Tujuan: nyeri klien berkurang atau hilang

2) Kriteria hasil:

a) Klien Mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau

hilang

b) Klien tidak menyeringai kesakitan 

3) Intervensi:

p. Kaji tingkat nyeri klien

Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan

tindakan selanjutnya 

q. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya

Rasional: dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien

berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri

r. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

Rasional: klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi

sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri

s. Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien 

Rasional: mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi

klien.

c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya

peradangan pada sinus, ditandai dengan nafsu makan menurun

1) Tujuan: kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi

2) Kriteria hasil: 

a. Klien menghabiskan porsi makannya

31

Page 32: Sinusitis.docx

b. Berat badan tetap (seperti sebelum sakit) atau bertambah

3) Intervensi:

a) Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

Rasional: mengetahui kekurangan nutrisi klien

b) Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan 

Rasional: dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan

memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi

c) Catat intake dan output makanan klien

Rasional: mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien

d) Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

Rasional: dengan sedikitit tapi sering mengurangi penekanan

yang berlebihan pada lambung

e) Sajikan makanan secara menarik

Rasional: meningkatkan selera makan klien

d. Insomnia berhubungan dengan hidung buntu, peradangan sinus,

ditandai dengan perasaan pusing

1) Tujuan: Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

2) Kriteria hasil: Klien tidur 6-8 jam sehari

3) Intervensi:

a) Kaji kebutuhan tidur klien

Rasional: mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan

kebutuhan istirahat tidur

b) Ciptakan suasana yang nyaman

Rasional: agar klien dapat tidur dengan tenang

c) Anjurkan klien bernapas lewat mulut

Rasional: pernapasan tidak terganggu

d) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat

Rasional: pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

32

Page 33: Sinusitis.docx

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang

penyakit dan terganggunya aliran udara, ditandai dengan perasaan

gelisah

1) Tujuan: cemas klien berkurang/hilang

2) Kriteria hasil:

a) Klien akan menggambarkan tentang penyakit yang

dideritanya serta pengobatannya.

b) Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola

kopingnya

4) Intervensi:

a) Kaji tingkat kecemasan klien 

Rasional: menentukan tindakan selanjutnya

b) Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien:

i. Temani klien

ii. Perlihatkan rasa empati (datang dengan menyentuh

klien)

Rasional: memudahkan penerimaan klien terhadap informasi

yang diberikan.

c) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang

dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas,

singkat mudah dimengerti

Rasional: meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan

terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif

d) Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya:

i. Tempatkan klien di ruangan yang lebih tenang

ii. Batasi kontak dengan orang lain/klien lain yang

kemungkinan mengalami kecemasan

Rasional: dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan

akan meningkatkan ketenangan klien

e) Observasi tanda-tanda vital

33

Page 34: Sinusitis.docx

Rasional: mengetahui perkembangan klien secara dini

5. Evaluasi

a. Jalan napas kembali efektif

b. Rasa nyeri berkurang

c. Kebutuhan nutrisi sudah terpenuhi

d. Kebutuhan tidur sudah terpenuhi

e. Kecemasan dapat diatasi

34

Page 35: Sinusitis.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering

ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah

satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu

sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi

virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan

kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan

perubahan mukosa dan merusak silia.

Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya

akut dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan oleh

streptococcus pneumonia  (30-50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh

bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.

B. TUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga bermanfaat khususnya bagi tim

penulis dan umumnya bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah yang

kami buat masih sangat jauh dari sempurna untuk itu kami menerima kritik

dan saran dari pembaca.

35

Page 36: Sinusitis.docx

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A.2009.Patofisiologi Perjalanan Penyakit.Jakarta.EGC

Pearce, Evelyn C., 2011.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta.Gramedia

Pustaka.

Doenges. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku

Kedokteran EGC

Higler, AB. 2009. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC

Soepardi, EA. 2011. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

dan Leher. Jakarta: Gaya Baru

Muttaqin, A.2010.Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Pernafasan.Jakarta.Salemba

36