sintesis poli(stirena-co-metil metakrilat) … · polimerisasi nanoemulsi. kestabilan emulsi diuji...

30
SINTESIS POLI(STIRENA-CO-METIL METAKRILAT) MENGGUNAKAN POLIMERISASI NANOEMULSI RIDHA MARTA PUTRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

Upload: doduong

Post on 08-Mar-2019

272 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

SINTESIS POLI(STIRENA-CO-METIL METAKRILAT)

MENGGUNAKAN POLIMERISASI NANOEMULSI

RIDHA MARTA PUTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Poli(stirena-

co-metil metakrilat) menggunakan Polimerisasi Nanoemulsi adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2017

Ridha Marta Putri

NIM G44120097

ABSTRAK

RIDHA MARTA PUTRI. Sintesis Poli(stirena-co-metil metakrilat) menggunakan

Polimerisasi Nanoemulsi. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan YENNY

MELIANA.

Biofouling adalah akumulasi mikroorganisme dan makroorganisme pada

material yang tenggelam di dalam air laut. Pada penelitian ini dikembangkan

antifouling berukuran nanometer berbasis kopolimer stirena dan metil metakrilat

dengan biosida Cu2O. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah

polimerisasi nanoemulsi. Kestabilan emulsi diuji dengan meragamkan kadar lauril

metakrilat dan nilai daya ultrasonikator. Tambahan lauril metakrilat yang

optimum adalah 5% dengan daya ultrasonikasi 75%. Kopolimer yang terbentuk

dianalisis menggunakan penganalisis ukuran partikel (PSA), spektrofotometer

inframerah transformasi fourier (FTIR), dan mikroskop transmisi elektron (TEM).

Keluaran PSA menunjukkan bahwa polimer yang terbentuk berukuran nanometer,

yaitu polimer dengan kadar Cu2O 5%, 10%, dan 15% berturut-turut 126 nm, 111.6

nm, dan 105.3 nm. Identifikasi menggunakan FTIR menunjukkan bahwa

polimerisasi telah berhasil dilakukan dengan menurunnya intensitas puncak

serapan C=C pada bilangan gelombang 1600–1680cm-1. Hasil analisis

menggunakan TEM menunjukkan bahwa Cu2O mengalami aglomerasi dan tidak

terdispersi dengan baik di dalam polimer.

Kata kunci: antifouling, costabilizer, nanoemulsi, polimerisasi

ABSTRACT

RIDHA MARTA PUTRI. Synthesis of Poly(styrene-co-methyl methacrylate) via

Nanoemulsion Polymerization. Supervised by SRI MULIJANI AND YENNY

MELIANA.

Biofouling is defined as the accumulation of micro- and macroorganisms on

surfaces immersed in the sea. This study developed a nanometer-sized antifouling

based on a copolymer of styrene and methyl methacrylate with Cu2O as a biocide.

The method used was nanoemulsion polymerization. Emulsion stability was tested

by varying levels of lauryl methacrylate addition and power value of an

ultrasonicator. The optimum value of the added lauryl methacrylate was 5% and

the optimum value of the ultrasonicator power was 75%. The copolymer was

analyzed by particle size analyzer (PSA), Fourier transform infrared spectroscopy

(FTIR), and transmission electron microscopy (TEM). The result of PSA

exhibited the polymers with Cu2O 5%, 10% and 15% levels were 126 nm, 111.6

nm, and 105.3 nm, respectively. The FTIR spectra indicate that the polymerization

process has been successful by decreasing the intensity of C=C absorption peak in

the wave number of 1600–1680 cm-1. The result of TEM showed that Cu2O under

went agglomeration and not dispersed well in the polymer.

Keywords: antifouling, costabilizer, nanoemulsion, polymerization

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kimia

pada

Departemen Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam

SINTESIS POLI(STIRENA-CO-METIL METAKRILAT)

MENGGUNAKAN POLIMERISASI NANOEMULSI

RIDHA MARTA PUTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini ialah polimer, dengan judul Sintesis Poli(stirena-co-

metil metakrilat) menggunakan Polimerisasi Nanoemulsi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Sri Mulijani, MSi dan Dr Yenny

Meliana selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan

kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih

penulis ucapkan pula kepada para peneliti dan staff Pusat Penelitian LIPI Serpong

atas bantuan dan saran yang telah diberikan dalam menyelesaikan karya ilmiah

ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada teman

teman yang senantiasa memberikan semangat, perhatian, serta saran kepada

penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh

keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2017

Ridha Marta Putri

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

BAHAN DAN METODE 2

Alat dan Bahan 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Stabilitas Ukuran Droplet Nanoemulsi 4

Poli(stirena-co-metil metakrilat) 7

Struktur Morfologi Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 18

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur lauril metakrilat 5 2 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan tambahan lauril metakrilat 1% dan daya ultrasonikator

40% ( ), 50% ( ), dan 75% ( ) 6

3 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 2,5% dan daya ultrasonikator 40%

( ), 50% ( ), dan 75% ( ) 6 4 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 5% dengan daya ultrasonikator 40%

( ), 50% ( ), dan 75% ( ) 7 5 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 5% selama 3 jam 7

6 Reaksi polimerisasi stirena dengan metil metakrilat (Acikbas et al.

2016). 8 7 Spektrum FTIR poli(stirena-co-metil metakrilat) 9

8 Hasil TEM poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 5% (a), Cu2O

10% (b), dan Cu2O 15% (c) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 13 2 Rangkaian alat polimerisasi nanoemulsi 14

3 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 1% 14

4 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 2,5% 15 5 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 5% 16 6 Hasil polimerisasi nanoemulsi 17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Material yang terendam di dalam air laut dengan cepat akan terlapisi oleh

lapisan makromolekul yang terdiri dari kolonisasi prokariot, uniseluler, dan

eukariot multiseluler. Fenomena ini disebut dengan biofouling dan dapat

didefinisikan sebagai akumulasi mikroorganisme dan makroorganisme pada

permukaan material yang tenggelam di dalam air laut. Biofouling merupakan

gangguan utama untuk industri maritim, terutama pada perkapalan. Biofouling

pada lambung kapal menyebabkan meningkatnya berat kapal sehingga mendorong

konsumsi bahan bakar yang berlebihan dan meningkatkan biaya pemeliharaan

(Perez et al. 2015). Azemar et al. (2015) menyebutkan bahwa pengembangan

biofouling pada permukaan material dapat menyebabkan masalah ekonomi dan

lingkungan, yaitu meningkatkan kekasaran pada permukaan material, degradasi

material, dan konsumsi bahan bakar kapal.

Salah satu teknik yang paling berkembang dalam mencegah fenomena ini

adalah dengan menggunakan cat antifouling yang mengandung logam. Cat ini

melindungi material terhadap biofouling dengan terus melepaskan senyawa

beracun seperti tembaga, zink, dan organotin ke dalam air laut di sekitarnya

(Perez et al. 2015). Sejak abad ke-19 yaitu awal dari penggunaan cat antifouling,

banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi terhadap

biofouling, namun hal tersebut berakhir dengan merugikan lingkungan. Contoh

yang banyak dikenal yaitu senyawa berbasis tributyltin (TBT), yang digunakan

sebagai biosida dalam formulasi cat untuk mendapatkan cat yang murah dengan

efisiensi penggunaan selama 5 tahun. Penggunaan cat berbasis TBT tersebut

menimbulkan permasalahan besar pada spesies laut akibat akumulasi dan tingkat

toksisitas TBT yang tinggi (Azemar et al. 2015).

Sejak diberlakukannya ketentuan oleh International Marine Organization

(IMO), maka beberapa negara telah melarang penggunaan material pencegah

terjadinya biofouling seperti TBT, tributyltin oxide (TBTO), diuron dan irgarol

karena tingkat toksisitas yang tinggi. Selama dekade terakhir ini telah dilakukan

pengembangan baru dan pembuktian tentang sistem antifouling bebas TBT

(Sampora et al. 2014). Oksida tembaga adalah biosida yang banyak digunakan

untuk menggantikan antifouling berbasis TBT. Meskipun efektivitas tembaga

tinggi dalam menghadapi biofouling, namun ternyata efeknya berdampak buruk

pula pada spesies selain target. Salah satu dampak buruknya yaitu menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan spesies kunci seperti rumput laut dan karang (Perez et

al. 2015). Movahedi et al. (2016) juga menyebutkan bahwa penggunaan tembaga

yang tersebar luas dapat menyebabkan pengaruh buruk pada lingkungan sekitar,

terutama pada pelabuhan dan daerah dengan sirkulasi air yang terbatas.

Penelitian ini bertujuan mengembangkan antifouling berukuran nanometer

berbasis poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan biosida Cu2O. Polimer

berukuran nanometer tersebut berfungsi memperlambat pelepasan biosida ke

lingkungan sekitar dan menjaga efisiensi biosida agar bertahan dalam waktu lama

(Bekiari et al. 2015). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

polimerisasi nanoemulsi. Polimerisasi nanoemulsi memiliki kelebihan diantaranya

2

dapat mengontrol ukuran droplet melalui perumusan campuran nanoemulsi dan

memiliki kemampuan nuklesi semua tetesan sehingga proses polimerisasi akan

lebih cepat (Darwish et al. 2011). Kelemahan polimerisasi nanoemulsi adalah

kemungkinan terjadinya polimerisasi pada saat pengadukan dengan kekuatan

tinggi. Pengadukan dengan kekuatan tinggi menghasilkan suhu dan tekanan yang

tinggi serta kondisi yang tepat untuk terjadinya reaksi kimia. Pada kondisi ini

radikal bebas dapat dihasilkan oleh dekomposisi air, monomer, surfaktan, atau

pecahnya rantai polimer untuk memulai polimerisasi (Mahdavian et al. 2009).

Nanoemulsi merupakan dispersi minyak dalam air atau air dalam minyak

yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan yang

memiliki ukuran droplet 50–500 nm. Ukuran droplet nanoemulsi yang kecil

membuat nanoemulsi stabil secara kinetik sehingga mencegah terjadinya

sedimentasi selama penyimpanan (Ben et al. 2013). Nanoemulsi adalah sistem

dua fase yang terdiri dari droplet yang stabil yang tersebar pada fase kontinu.

Droplet yang stabil biasanya dibuat dengan pengadukan berkekuatan tinggi pada

emulsi yang diformulasikan dari dua cairan bercampur (Weiss & Landfester 2010).

Selain didapatkan dengan pengadukan berkekuatan tinggi, sistem nanoemulsi juga

memerlukan costabilizer untuk menjaga kestabilan droplet emulsi (Landfester

2009). Costabilizer berfungsi mencegah terjadinya Ostwald ripening, yaitu difusi

partikel berukuran kecil menuju partikel berukuran lebih besar karena adanya

perbedaan energi (Lin & Chorng 2015).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain penganalisis ukuran partikel (PSA)

Nano Partica SZ-100 Series HORIBA, spektrofotometer inframerah transformasi

fourier (FTIR) IRPrestige-21 SHIMADZU, mikroskop transmisi elektron (TEM)

FEI Tecnai G2 20 S-Twin, ultrasonikator, termometer, penangas, pengaduk

magnet, neraca analitik, statif, dan alat-alat gelas. Bahan-bahan yang digunakan

antara lain Sodium Dodesil Sulfat (SDS), lauril metakrilat (LMA), minyak silikon,

NaHCO3, air demineralisasi, gas nitrogen, stirena, metil metakrilat,

azobisisobutironitril (AIBN) dan Cu2O.

Metode

Metode penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah

pembuatan fase minyak dan fase air emulsi. Tahap kedua adalah pembuatan

nanoemulsi melalui proses homogenisasi menggunakan ultrasonikator. Tahap

ketiga adalah proses polimerisasi nanoemulsi (Lampiran 1).

3

Pembuatan Nanoemulsi untuk Analisis Stabilitas Ukuran Partikel

(Modifikasi Meliana et al. 2010)

Pembuatan nanoemulsi diawali dengan pembuatan fase air dan fase

minyak. Pembuatan fase air dilakukan dengan mencampurkan 0,2833 g SDS

dengan nilai Konsentrasi Misel Kritis (KMK) SDS sebesar 8,2 mM, 0,0142 g

NaHCO3, dan 50 ml air demineralisasi ke dalam gelas piala lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet selama 10 menit. Pembuatan fase minyak

dilakukan dengan mencampurkan metil metakrilat 8,9 ml, stirena 9,2 ml dan lauril

metakrilat dengan variasi kadar 1%, 2,5%, dan 5% dari berat total monomer ke

dalam gelas piala kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnet di dalam

lemari asam selama 10 menit. Setelah itu, dilakukan proses homogenisasi yaitu

larutan fase minyak dimasukkan kedalam larutan fase air kemudian diaduk

menggunakan ultrasonikator dengan variasi daya 40%, 50%, dan 75% dengan

pengaturan 30 detik on dan 2 detik off. Nanoemulsi hasil proses homogenisasi

segera dianalisis menggunakan penganalisis ukuran partikel setiap 10 menit

selama 2 jam.

Pembuatan Nanoemulsi untuk Proses Polimerisasi Nanoemulsi (Modifikasi

Meliana et al. 2010)

Pembuatan fase air dilakukan dengan mencampurkan 0,2833 g SDS

dengan nilai KMK SDS sebesar 8,2 mM, 0,0142 g NaHCO3, dan 50 ml air

demineralisasi ke dalam gelas piala lalu diaduk menggunakan pengaduk magnet

selama 10 menit. Pembuatan fase minyak dilakukan dengan mencampurkan metil

metakrilat 8,9 ml, stirena 9,2 ml, dan lauril metakrilat dengan kadar yang telah

ditentukan dari analisis stabilitas ukuran pertikel dan Cu2O dengan variasi kadar

5%, 10%, dan 15% ke dalam gelas piala kemudian diaduk menggunakan

pengaduk magnet di dalam lemari asam selama 10 menit. Setelah itu, dilakukan

proses homogenisasi yaitu larutan fase minyak dimasukkan kedalam larutan fase

air kemudian diaduk menggunakan ultrasonikator dengan daya yang telah

ditentukan dari analisis stabilitas ukuran partikel selama 30 menit dengan

pengaturan 30 detik on dan 2 detik off.

Polimerisasi Nanoemulsi

Polimerisasi dilakukan segera setelah proses homogenisasi. Polimerisasi

dilakukan di dalam lemari asam. Nanoemulsi dimasukkan ke dalam labu leher tiga

yang terhubung dengan kondensor kemudian ditambahkan AIBN sebanyak 1 ml

sebagai inisiator. Setelah itu reaksi dibiarkan berlangsung pada suhu 70 ºC selama

3 jam dengan terus diaduk menggunakan pengaduk magnet dan dialiri oleh gas

nitrogen (Lampiran 2).

Pencirian Ukuran Partikel Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O

Pencirian ukuran partikel bertujuan mengetahui ukuran partikel

nanoemulsi stirena dan metil metakrilat dalam air hasil proses homogenisasi dan

poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O hasil proses polimerisasi nanoemulsi.

Pencirian ukuran partikel menggunakan PSA.

4

Pencirian Gugus Fungsi Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O

Pencirian gugus fungsi menggunakan FTIR. Pencirian gugus fungsi

bentujuan mengetahui gugus fungsi yang terbentuk pada poli(stirena-co-metil

metakrilat). Identifikasi kualitatif material melalui analisis gugus fungsi dilakukan

dengan melihat puncak serapan yang muncul pada spektrum yang dihasilkan yang

kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan tabel korelasi yang ada.

Pencirian Struktur Morfologi Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O

Pencirian struktur morfologi menggunakan TEM. Pencirian struktur

morfologi bertujuan mengetahui bentuk dan letak Cu2O terhadap poli(stirena-co-

metil metakrilat).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stabilitas Ukuran Droplet Nanoemulsi

Hal penting dari proses polimerisasi nanoemulsi adalah memastikan

bahwa nukleasi partikel terjadi secara dominan di dalam droplet emulsi. Dispersi

droplet monomer berukuran nanometer yang stabil diperlukan untuk mencapai

kondisi tersebut. Dispersi droplet monomer yang stabil yaitu droplet yang dapat

menghindari atau mengurangi terjadinya koalesensi dan degradasi droplet melalui

difusi monomer (Ostwald ripening). Hal tersebut dapat dicapai dengan

penambahan costabilizer atau senyawa hidrofobik ke dalam sistem emulsi

(Aguirre et al. 2014).

Penelitian ini menggunakan lauril metakrilat sebagai costabilizer. Lauril

metakrilat memiliki kelarutan yang tinggi terhadap monomer yaitu stirena dan

metil metakrilat, dan kelarutan yang rendah terhadap fase kontinu (Gambar 1).

Hal ini sesuai dengan teori menurut Schork et al. (2005) bahwa terdapat beberapa

sifat yang harus dimiliki senyawa yang akan digunakan sebagai costabilizer, yaitu

memiliki kelarutan yang tinggi pada fase monomer, kelarutan yang rendah pada

fase kontinu, dan berat molekul yang rendah.

Kelarutan yang tinggi pada fase monomer dapat memperbesar interaksi

antara costabilizer dengan monomer. Kelarutan yang rendah pada fase air dapat

melindungi dengan kuat droplet monomer yang terbentuk. Berat molekul yang

rendah agar memberikan rasio yang tinggi antara costabilizer dengan molekul

monomer pada droplet. Seluruh faktor tersebut akan mencegah terjadinya

pembengkakan droplet atau mencegah terjadinya kehilangan monomer akibat

Ostwald ripening (Schork et al. 2005). Rantai panjang alkil pada metakrilat

bertindak sebagai costabilizer untuk menstabilkan droplet emulsi dan mencegah

terjadinya Ostwald ripening, sedangkan gugus metakrilat dapat dimasukkan secara

kimia ke dalam partikel lateks selama polimerisasi radikal bebas berlangsung

(Kudianto et al. 2010).

5

Gambar 1 Struktur lauril metakrilat

Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat

polimer emulsi. Pada aplikasi pengecatan, dibutuhkan polimer emulsi dengan

ukuran partikel yang kecil agar diperoleh hasil pengecatan yang halus, kekuatan

adhesi yang kuat dan ketahanan terhadap air yang baik, serta kestabilan yang

cukup lama (Budianto et al. 2008). Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan

suatu partikel emulsi, yaitu partikel tersebut tidak mempunyai kecenderungan

untuk bergabung dengan partikel lainnya sehingga membentuk lapisan yang

terpisah. Emulsi yang baik adalah emulsi yang tidak terpisah menjadi suatu

lapisan-lapisan, tidak berubah warna dan tidak berubah konsistensinya selama

penyimpanan (Yunilawati et al. 2011). Stabilitas ukuran partikel emulsi diketahui

melalui hasil pengukuran diameter partikel droplet emulsi menggunakan PSA

selama 2 jam setiap 10 menit.

Hasil pengukuran menggunakan PSA menunjukkan bahwa penambahan

lauril metakrilat sebanyak 1%, 2,5%, dan 5% mampu menghasilkan sistem emulsi

berukuran nanometer. Penambahan lauril metakrilat 1% pada emulsi stirena dan

metil metakrilat tidak cukup mampu menghasilkan emulsi yang stabil dan

seragam. Hal ini dapat diketahui dari perubahan ukuran droplet emulsi yang

cukup signifikan (Gambar 2). Perbedaan ukuran droplet yang cukup besar dapat

memicu terjadinya peristiwa Ostwald ripening yaitu bergeraknya droplet

berukuran kecil menuju droplet berukuran besar oleh karena adanya perbedaan

energi (Meliana et al. 2011). Pada penambahan lauril metakrilat 2,5% emulsi yang

dihasilkan cukup stabil, namun tidak lebih stabil jika dibandingkan dengan emulsi

dengan penambahan lauril metakrilat sebanyak 5%. Pada penambahan lauril

metakrilat 2,5%, ukuran droplet emulsi yang terbentuk dengan nilai daya

ultrasonikator sebesar 40%, 50%, dan 75% memiliki rentang antara lain 100–300

nm (Gambar 3).

Keragaman dari ukuran partikel emulsi dilihat melalui nilai standar devisi.

Semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin seragam ukuran partikel

dropletnya. Emulsi dengan kadar lauril metakrilat 1% dan 2,5% memiliki nilai

standar deviasi lebih besar (lampiran 3&4) dibandingkan dengan emulsi dengan

kadar lauril metakrilat 5% (lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa emulsi

dengan kadar lauril metakrilat 5% memiliki ukuran partikel yang lebih seragam

dibandingkan dengan emulsi dengan kadar lauril metakrilat 1% dan 2,5%.

O

O

6

Gambar 2 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan tambahan lauril metakrilat 1% dan daya

ultrasonikator 40% ( ), 50% ( ), dan 75% ( )

Gambar 3 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 2,5% dan daya ultrasonikator 40%

( ), 50% ( ), dan 75% ( )

Pada penambahan lauril metakrilat 5% ukuran droplet yang dihasilkan

cenderung stabil pada rentang 100–200 nm. Pada sistem emulsi dengan

penambahan lauril metakrilat 5% diketahui bahwa sistem emulsi dengan nilai

daya ultrasonikator 50% pada menit ke-120 sudah mulai mengalami peningkatan

ukuran diameter partikel droplet, sedangkan pada sistem emulsi dengan nilai daya

ultrasonikator 40% dan 75% partikel emulsi cenderung masih berada dalam

keadaan stabil. Pada emulsi dengan nilai daya ultrasonikator 40% ukuran partikel

cenderung lebih besar dan tidak seragam dibandingkan emulsi dengan nilai daya

ultrasonikator 75% meskipun tidak signifikan. Standar deviasi emulsi dengan

daya ultrasonikator 75% lebih kecil dibandingkan dengan standar deviasi pada

emulsi dengan nilai daya ultrasonikator 40% (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan

bahwa emulsi dengan nilai daya ultrasonikator 75% memiliki droplet dengan

ukuran yang lebih seragam dibanding dengan emulsi dengan nilai daya

ultrasonikator 40%. Oleh sebab itu, sistem emulsi dengan kadar lauril metakrilat

0

100

200

300

400

500

600

700

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Rea

rata

Dia

met

er p

arti

kel

(nm

)

Waktu (Menit)

0

100

200

300

400

500

600

700

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Rer

ata

Dia

met

er p

arti

kel

(nm

)

Waktu (Menit)

7

5% dan nilai daya ultrasonikator 75% yang dipilih untuk proses polimerisasi

nanoemulsi.

Gambar 4 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 5% dengan daya ultrasonikator

40% ( ), 50% ( ), dan 75% ( )

Menurut Schork et al. (2005) dalam polimerisasi nanoemulsi, emulsi

hanya harus stabil selama proses polimerisasi itu berlangsung. Pada penelitian ini

polimerisasi dilakukan selama 3 jam, oleh karena itu dilakukan pengukuran

partikel droplet dengan lauril metakrilat 5% dan daya utrasonikasi 75% selama 3

jam setiap 10 menit untuk melihat kestabilan ukuran droplet yang terbentuk. Hasil

pengukuran droplet emulsi menunjukkan ukuran partikel droplet stabil dengan

dengan rentang ukuran 100–200 nm (Gambar 5).

Gambar 5 Rerata diameter partikel droplet emulsi stirena dan metil metakrilat

dalam air dengan lauril metakrilat 5% selama 3 jam

Poli(stirena-co-metil metakrilat)

Pada penelitian ini dihasilkan polimer emulsi berupa poli(stirena-co-metil

metakrilat). Polimerisasi dengan kadar Cu2O 5%, 10%, dan 15% menghasilkan

endapan bewarna coklat kehitaman (Lampiran 6). Endapan tersebut berupa oksida

0

100

200

300

400

500

600

700

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Rer

ata

Dia

met

er p

arti

kel

(nm

)

Waktu (menit)

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Rer

ata

Dia

met

er p

arti

kel

(nm

)

Waktu (menit)

8

tembaga yang tidak bereaksi dengan poli(stirena-co-metil metakrilat) (Mahdavian

et al. 2009). Rerata diameter partikel hasil polimerisasi nanoemulsi didapatkan

melalui pengukuran menggunakan PSA. Polimer dengan kadar Cu 5% memiliki

rerata diameter partikel sebesar 126 nm, polimer dengan kadar Cu 10% memiliki

rerata diameter partikel sebesar 111.6 nm, dan polimer dengan kadar Cu 15%

memiliki rerata diameter partikel sebesar 105.3 nm. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa proses polimerisasi terjadi di dalam droplet emulsi sehingga ukuran

partikel polimer yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan ukuran droplet emulsi

sebelum dilakukan polimerisasi (Tang & Dong 2009).

Reaksi yang terjadi pada polimerisasi stirena dan metil metakrilat pada

penelitian ini adalah reaksi polimerisasi terinisiasi radikal bebas dengan inisiator

AIBN. Pada umumnya, polimerisasi radikal yang melibatkan inisiator, melewati

beberapa tahap reaksi yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi

merupakan tahap ketika pusat aktif mulai terbentuk. Tahap propagasi merupakan

tahap ketika pusat aktif akan bereaksi dengan monomer secara adisi kontinu.

Tahap terminasi merupakan tahap penghentian pembentukan rantai polimer.

Inisiator adalah senyawa yang tidak stabil terhadap panas dan akan terurai

menjadi suatu radikal pada suhu tertentu. Kopolimer terinisiasi radikal bebas

utamanya menghasilkan kopolimer acak dan amorf. Hal ini disebabkan inisiasi

rantai vinil dari setiap monomer tidak selektif sehingga susunan rantai tidak

teratur (ataktik) (Stevens 2007).

Gambar 6 Reaksi polimerisasi stirena dengan metil metakrilat (Acikbas et al. 2016).

Gugus fungsi dari poli(stirena-co-metil metakrilat) diketahui melalui

pengukuran menggunakan sprektrometer FTIR. Spektrum inframerah terabsorpsi

oleh pita-pita adsorpsi gugus fungsional, sehingga dapat mengetahui struktur

polimer yang diuji. Pengukuran FTIR menghasilkan grafik transmitansi sampel

pada suatu nilai bilangan gelombang (Pavia et al. 2009).

Spektrum FTIR pada poli(stirena-co-metil metakrilat) menunjukkan

puncak serapan pada bilangan gelombang 2858–3007 cm-1 untuk ikatan C–H

(sp2), 1452 cm-1 untuk C=C aromatik, dan 702–758 cm-1 untuk C–H

monosubstitusi. Ketiga puncak serapan tersebut merupakan puncak serapan yang

dimiliki juga oleh stirena. Pada spektrum FTIR poli(stirena-co-metil metakrilat)

didapatkan pula puncak serapan pada bilangan gelombang 1726 cm-1 untuk C=O

dan 1141–1196 cm-1 untuk C–O (Gambar 7). Kedua puncak serapan tersebut

merupakan puncak serapan yang dimiliki juga oleh metil metakrilat. Selain itu,

pada spektrum FTIR poli(stirena-co-metil metakrilat) masih didapatkan puncak

serapan ikatan rangkap C=C yang dimiliki oleh monomer stirena dan metil

metakrilat yaitu pada bilangan gelombang 1600–1680 cm-1 namun dengan

CH2C +

C

C

CH3

H2C

O

O

CH3

CHH2C

C

C

CH3

H2C

O

O

CH3

H

9

intensitas rendah (Pavia et al. 2009) (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa

polimerisasi telah berhasil dilakukan namun tidak seluruh monomer

terpolimerisasi menjadi polimer. Monomer yang tidak terpolimerisasi disebabkan

oleh jumlah inisiator yag tidak cukup untuk menginisiasi seluruh monomer.

Spektrum FTIR pada Gambar 7 memperlihatkan terjadinya pergeseran

bilangan gelombang gugus karbonil ke arah bilangan gelombang 1728 cm-1,

sedangkan gugus karbonil monomer metil metakrilat muncul pada bilangan

gelombang 1717 cm-1. Adanya pergeseran ini diakibatkan oleh terjadinya reaksi

polimerisasi pada ikatan C=C yang ada pada metil metakrilat sehingga ikatan

rangkap terkonjugasi menjadi hilang dan menyebabkan terjadinya kenaikan energi

untuk melakukan stretching C=O. Kenaikan energi ini mengakibatkan terjadinya

kenaikan bilangan gelombang (Budianto et al. 2008).

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 7 Spektrum FTIR poli(stirena-co-metil metakrilat)

Struktur Morfologi Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O

Analisis hasil polimerisasi menggunakan Transmission Electron

Microscopy (TEM) bertujuan mengetahui struktur morfologi dari Cu2O dan

mengatahui letak Cu2O terhadap poli(stirena-co-metil metakrilat) yang terbentuk.

Prinsip kerja TEM yaitu sampel yang sangat tipis ditembak dengan berkas

elektron yang berenergi sangat tinggi. Berkas elektron dapat menembus bagian

selain partikel, sedangkan partikel menahan berkas elektron tersebut. Detektor

yang berada dibelakang sampel menangkap berkas elektron yang lolos. Akibatnya

detektor menangkap bayangan yang bentukya sama dengan bentuk partikel yang

menahan berkas elektron (Abdullah dan Khairurrijal 2009).

Hasil analisis menggunakan TEM menunjukkan bahwa Cu2O mengalami

aglomerasi atau penggumpalan dan tidak terdispersi dengan baik di dalam polimer.

Pada Gambar 11 bagian gelap menunjukkan Cu2O dan bagian yang terang

disekitarnya menunjukkan polimer yang terbentuk (Mirmohseni et al. 2016).

Aglomerasi disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari proses pengadukan

menggunakan ultrasonikator. Ultrasonikator dengan daya yang tinggi dapat

500750100012501500175020002500300035004000

1/cm

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

%T

3878

.85

3745

.76

3626

.17

3543

.23

3437

.15

3003

.17

2927

.94

2858

.51

2661

.77

2601

.97

2534

.46

2349

.30

2187

.28

1950

.03

1872

.88

1791

.87

1726

.29

1597

.06

1452

.40

1373

.32

1195

.87 11

41.8

6

977.

91

906.

54

856.

39

758.

02 702.

09 536.

21

451.

34 435.

91

Cu 0

Tra

nsm

itan

si (

%)

C-H

C=O C-O

C-H

(monosubstitusi)

C=C

(Ar)

C=C

10

menghasilkan suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi. Hal ini dapat memicu

terjadinya aglomerasi pada Cu2O (Mahdavian et al. 2009).

Aglomerasi yang terjadi pada Cu2O menyebabkan Cu2O tidak terdispersi

dengan baik di dalam polimer. Selain itu, Cu2O yang tidak terdispersi dengan baik

di dalam polimer disebabkan pula oleh ukuran partikel Cu2O yang lebih besar

dibandingkan dengan ukuran partikel droplet emulsi yang dihasilkan. Cu2O yang

digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran 350 nm, sedangkan nanoemulsi

yang dihasilkan memiliki rerata ukuran diameter partikel droplet 100–200 nm. Hal

ini menyebabkan Cu2O tidak dapat masuk kedalam droplet emulsi, sehingga Cu2O

tidak dapat berinteraksi dengan monomer.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Hasil TEM poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 5% (a), Cu2O

10% (b), dan Cu2O 15% (c)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Poli(stirena-co-metil metakrilat) berukuran nanometer (50-500 nm)

berhasil disintesis melalui proses polimerisasi nanoemulsi. Polimer dengan kadar

Cu2O 5%, 10%, dan 15% memiliki rerata diameter partikel berturut-turut 126 nm,

111.6 nm, dan 105.3 nm. Kadar optimum dari penambahan lauril metakrilat

adalah 5% dengan daya ultrasonikator yang optimum adalah 75%. Identifikasi

menggunakan FTIR menunjukkan bahwa polimerisasi telah berhasil dilakukan.

Hal ini ditandai dengan rendahnya intensitas puncak serapan C=C pada bilangan

gelombang 1600–1680 cm-1. Hasil pengukuran menggunakan TEM menunjukkan

bahwa Cu2O mengalami aglomerasi dan tidak terdispersi dengan baik di dalam

polimer.

Saran

Identifikasi menggunakan FTIR menunjukkan bahwa masih terdapat

monomer yang tidak terpolimerisasi menjadi polimer. Hal ini disebabkan inisiator

yang ditambahkan tidak cukup untuk menginisiasi seluruh monomer. Oleh karena

itu jumlah inisiator yang ditambahkan ke dalam proses polimerisasi perlu

11

ditingkatkan. Hasil pengujian TEM menunjukkan Cu2O mengalami aglomerasi

atau penggumpalan. Hal ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan saat proses

pengadukan menggunakan ultrasonikator dengan daya yang tinggi yaitu 75%.

Sebaiknya pengadukan dilakukan dengan daya ultrasonikator yang rendah dengan

formulasi komposisi bahan yang disesuaikan agar terbentuk sistem nanoemulsi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M dan Khairurrijal. 2009. Review: karakterisasi nanomaterial. Jurnal

Nanosains dan Nanoteknologi. 2(1):1-9.

Acikbas Y, Capan R, Erdogan M, Bulut L, Soykan C. 2016. Optical

characterization and swelling behaviour of Langmuir-Blodgett thin film of

a novel poly [(styrene (ST)-co-glycidyl methacrylate (GMA)]. Sensor and

Actuators B: Chemical. 241:1111-1120. doi:10.1016/j.snb.2016.10.025.

Aguirre M, Maria P, Jose RL. 2014. Particle nucleation and growth in seeded

semibatch miniemulsion polymerization of hybrid CeO2/acrylic latexes.

Polymer. 55:752-761.doi: 10.1016/j.polymer.2013.12.067.

Azemar F, Fabienne F, Karine R, dan Isabelle L. 2015. Development of hybrid

antifouling paints. Progress in Organic Coating. 87:10-19.doi:

10.1016/j.porgcoat.2015.04.007

Bekiari V, Konstantinos N, Nikolaos K, Georgia L, Pavlos A, George H, Joannis

KK, dan Georgios B. 2015. Release of polymeric biocides from synthetic

matrices for marine. Agriculture and Agricultural Science Procedia. 4:445-

450.

Ben ES, Muslim S, Chazraj C, dan Tomi Y. 2013. Optimasi nanoemulsi minyak

kelapa sawit (palm oil) menggunakan sukrosa monoester. Prosiding

Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III;

2013 Okt 4-5; Padang, Indonesia. Padang (ID): Universitas Andalas. Hlm

31-62.

Budianto E, Nizardo N M, Utari T. 2008. Pengaruh teknik polimerisasi emulsi

terhadap ukuran partikel kopoli (stirena/butil akrilat/metil metakrilat).

Makara Sains. 12(1): 15-22.

Darwish MSA, Stefanie M, Urs P, Ulrich K, Thomas T. 2011. Magnetite core-

shell nano-composites with chlorine functionality: preparation by

miniemulsion polymerization and characterization. Journal Polymer

Reseach. 18:79-88.doi: 10.1007/s10965-010-9393-5.

Kusdianto LCT, Yu FE, dan Chern CS. 2010. Nanoemulsion copolymerizations of

styrene dan reactive alkyl mehacrylate costabilizers. Journal of Applied

Polymer Science. 119:620-628.

Landfester K. 2009. Nanoemulsion polymerization and the structure of polymer

and hybrid nanoparticel. Chemical. 48:4488-4507.

doi:10.1002/anie.200900723.

Lin CT dan Chorng SC. 2015. Modeling the role of polymeric costabilizers in

retarding Ostwald ripening involved in styrene nanoemulsions. Journal of

the Taiwan Institute of Chemical Engineer. 000:1-8.

12

Mahdavian AR, Yaghoub S, Mehdi S. 2009. Nanocomposite particles with core–

shell morphology III: preparation and characterization of nano Al2O3–

poly(styrene–methyl methacrylate) particles via miniemulsion

polymerization. Polymer Bulletin. 63:329-340.doi:10.1007/s00289-009-

0090-7.

Movahedi A, Jingdong Z, Nina K, Kasper M, Magnus N. 2016. Copper-

coordinating polymers for marine anti-fouling coating: a phycochemical

and electrochemical study of ternary system of copper, PMMA and

poly(TBTA). Progress in Organic Coatings. 97:216-221.

Stevens MP. 2007. Kimia Polimer. Dr Ir Iis Sopyan, M Eng, penerjemah. Jakarta

(ID): PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An

Introduction.

Meliana Y, Cala NA, Lin CT, dan Chern CS. 2010. Ostwald ripening of two-

component disperse phase nanoemulsions containing monomer and reactive

costabilizer. Journal of Dispersion Science and Technology. 31(11):1568-

1573.

Meliana Y, Lilik S, Yi CH, Chun TL, Chorng SC. 2011. Effect of mixed

costabilizers on Otswals ripening of monomer nanoemulsions. Colloids and

Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspect. 389:76-81.

Mirmohseni A, Ali G, Manouchehr K. 2016. Silica encapsulation by

miniemulsion polymerization: A novel approach of efficient chemical

functionalization on silica nanoparticles. Polymer. 98:182-189.

doi:10.1016/j.polymer.2016.06.033

Pavia LD, Gary ML, George SK, dan James RV. 2009. Introduction to

Spectroscopy. Washington (US): Brooks/Cole, Cengage Learning.

Perez M, Monica G, dan Guillermo B. 2015. Evaluation of low copper content

antifouling paints containing natural phenolic compounds as bioactive

additives. Marine Enviromental Research. 109:177-104.

Sampora Y, Dieni M, Agus H. 2014. Preparasi dan Pencirian kopolimer vinil

asetat dan asam akrilat-Cu sebagai biosida untuk antifouling. Jurnal Sains

Material Indonesia. 15(4):201-207.

Schork FJ, Yingwu L, Wildfred S, James PR, Alessandro B, dan Kevin F. 2005.

Nanoemulsion polymerization. Advanced Polymer Science. 175:129-255.

doi:10.1007/b100115.

Tang E dan Dong S. 2009. Preparation of styrene polymer/ZnO nanocomposite

latex via miniemulsion polymerization and its antibacterial property. Colloid

Polymer Science. 287:1025-1032. doi:10.1007/s00396-009-2057-5.

Weiss CK dan Landfester Katharina. 2010. Nanoemulsion Polymerization as a

means to encapsulate organic and inorganic material. Advanced Polymer

Science. 61-113. doi:10.1007/12_2010_61.

Yunilawati R, Yemirta, Yesy K. 2011. Penggunaan emulsifier strearil alkohol

etoksilat derivate minyak kelapa sawit pada produk losion dan krim. Jurnal

Kimia dan Kemasan. 33(1):83-89.

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Air demineralisasi 50 ml

Sodium Dodecyl Sulfate

(SDS) 0.2833 g

NaHCO3 0.0142 g

Stirena 9.2 ml

Metil metakrilat 8.9 ml

Lauril metakrilat 5%

Cu2O 0%, 5%, 10%, 15%

Fase air Fase minyak

Nanoemulsi

Poli(stirena-co-metil metakrilat)/Cu2O

PSA FTIR TEM

Homogenisasi

Polimerisasi

14

Lampiran 2 Rangkaian alat polimerisasi nanoemulsi

Lampiran 3 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 1%

Waktu (Menit) LMA 1% daya

75% LMA 1% daya

50% LMA 1% daya

40%

0 280.8 122.4 142.2

10 204.5 179.0 533.7

20 250.0 255.2 135.7

30 365.6 248.7 150.8

40 424.4 233.2 202.7

50 528.6 286.7 168.1

60 206.6 239.0 169.0

70 491.2 374.5 153.0

80 579.1 314.7 157.2

90 216.0 378.4 170.1

100 647.7 322.1 157.5

110 236.6 343.0 164.0

120 421.6 429.6 414.8

x̅ 373.3 286.5 209.14

∑(𝑥𝑖 − �̅�)2

𝑛

𝑖=1

284142.5 87912.5 176328.1

SD 153.9 85.6 108.9

Contoh perhitungan :

𝑥 ̅ = ∑ 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛

15

= 280.8 + 204.5 + 250.0 + 365.6 + 424.4 + 528.6 + 206.6 + 491.2 + 579.1 + 216.0 +

13

647.7 + 236.6 + 421.6

= 373.3

∑ (𝑥𝑖 − �̅�)2𝑛𝑖=1 = (280.8 − 373.3)2 + (204.5 − 373.3)2 + (250.0 − 373.3)2 + (365.6 −

373.3)2 + (424.4 − 373.3)2 + (528.6 − 373.3)2 + (206.6 − 373.3)2 +(491.2 − 373.3)2 + (579.1 − 373.3)2 + (216.0 − 373.3)2 + (647.7 −373.3)2 + (236.6 − 373.3)2 + (421.6 − 373.3)2

= 284142.5

Standar Deviasi (SD) = √∑ (𝑥𝑖−�̅�)2𝑛

𝑖=1

𝑛−1= √

284142.5

13−1= 153.9

Lampiran 4 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 2,5%

Waktu (Menit) LMA 2,5%

daya 75% LMA 2,5% daya

50% LMA 2,5% daya

40%

0 284.1 164.0 185.5

10 153.2 133.3 190.7

20 173.7 170.4 169.5

30 168.9 179.3 209.0

40 131.2 235.3 194.0

50 122.0 163.3 160.8

60 129.9 183.8 186.0

70 171.9 271.0 219.3

80 122.8 201.9 274.2

90 182.1 167.0 207.2

100 166.4 162.1 226.4

110 134.5 153.7 236.2

120 130.5 153.8 210.3

x̅ 159.3 179.9 205.3

∑(𝑥𝑖 − �̅�)2

𝑛

𝑖=1

22462.8 16509.0 10752.8

SD 43.3 37.1 29.9

𝑥 ̅ = ∑ 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛

= 284.1 + 153.2 + 173.7 + 168.9 + 131.2 + 122.0 + 129.9 + 171.9 + 122.8 + 182.1 +

13

166.4 + 134.5 + 130.5

= 159.3

∑ (𝑥𝑖 − �̅�)2𝑛𝑖=1 = (284.1 − 159.3)2 + (153.2 − 159.3)2 + (173.7 − 159.3)2 + (168.9 −

159.3)2 + (131.2 − 159.3)2 + (122.0 − 159.3)2 + (129.9 − 159.3)2 +(171.9 − 159.3)2 + (122.8 − 159.3)2 + (182.1 − 159.3)2 + (166.4 −159.3)2 + (134.5 − 159.3)2 + (130.5 − 159.3)2

= 22462.8

16

Standar Deviasi (SD) = √∑ (𝑥𝑖 − �̅�)2𝑛

𝑖=1

𝑛 − 1= √

22462.8

13 − 1= 43.3

Lampiran 5 Rerata diameter partikel droplet emulsi dengan lauril metakrilat 5%

Waktu (Menit) LMA 5% daya

75% LMA 5% daya

50% LMA 5% daya

40% 0 166.3 170.2 102.8 10 161.6 153.0 141.8 20 143.0 123.2 149.9 30 160.9 136.2 177.2 40 173.1 161.2 127.1 50 166.5 140.3 147.8 60 148.9 163.4 159.0 70 183.0 171.8 167.4 80 149.3 142.3 198.5 90 129.0 190.8 166.9

100 154.8 188.4 173.1 110 188.1 192.4 179.7 120 186.4 253.6 203.9

x̅ 162.4 168.2 161.2

∑(𝑥𝑖 − �̅�)2

𝑛

𝑖=1

3713.8 13615.8 9287.2

SD 17.6 33.7 27.8

𝑥 ̅ = ∑ 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛

= 166.3 + 151.6 + 143.0 + 160.9 + 173.1 + 166.5 + 148.9 + 183.0 + 149.3 + 129.0 +

13

154.8 + 188.1 + 186.4

= 162.4

∑ (𝑥𝑖 − �̅�)2𝑛𝑖=1 = (166.3 − 162.4)2 + (161.6 − 162.4)2 + (143.0 − 373.3)2 + (160.9 −

373.3)2 + (173.1 − 373.3)2 + (166.5 − 373.3)2 + (148.9 − 373.3)2 +(183.0 − 373.3)2 + (149.3 − 373.3)2 + (129.0 − 373.3)2 + (154.8 −373.3)2 + (188.1 − 373.3)2 + (186.4 − 373.3)2

= 3713.8

Standar Deviasi (SD) = √∑ (𝑥𝑖 − �̅�)2𝑛

𝑖=1

𝑛 − 1= √

3713.8

13 − 1= 17.6

17

Lampiran 6 Hasil polimerisasi nanoemulsi

Keterangan :

(a) Poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 0%

(b) Poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 5%

(c) Poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 10%

(d) Poli(stirena-co-metil metakrilat) dengan Cu2O 15%

(b) (a)

(c) (d)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1994 sebagai putri

pertama dari pasangan Bapak Budiyanto dan Muntamah. Penulis lulus dari MAN

Insan Cendekia Gorontalo tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis masuk Program

Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada bulan Juli-Agustus 2015 di

Pusat Penelitian Kimia Lipi Serpong. Pada tahun ketiga penulis aktif sebagai

pengurus Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika).

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian

dan menyusun skripsi dengan judul Sintesis Poli(stirena-co-metil metakrilat)

menggunakan Polimerisasi Nanoemulsi.