sintesis partikel nano cao dengan metode … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di...

12
1 Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012 SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA Sari Rahmawati*, Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc., 1 Dra. Ratna Ediati, MS, PhD. 2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Pengaruh pelarut air dan organik terhadap ukuran partikel dan morfologi dari CaO yang disintesis dengan metode kopresipitasi menggunakan asam oksalat serta kalsium asetat sebagai prekursor telah diamati pada penelitian ini. Ukuran nano pada oksida kalsium diperoleh melalui dekomposisi termal dengan suhu 800 °C dari kalsium oksalat bermedia air dan organik. Fasa pada sampel dikonfirmasi melalui XRD dengan perangkat lunak rietica, dan diperoleh data bahwa CaO yang dipreparasi dengan pelarut etilen glikol memiliki kristalinitas yang paling rendah dibandingkan dengan pelarut air, polietilen glikol 400, dietilen glikol dan gliserol. Untuk menganalisis gugus yang terdapat pada permukaan oksida, sampel dianalisis menggunakan spektroskopi FTIR. Berdasarkan spektra FTIR diketahui bahwa pada sampel CaO masih terdapat gugus CO dari CaCO 3 dan OH dari Ca(OH) 2 . Analisis SEM menunjukkan morfologi yang berbeda untuk CaO yang dihasilkan pada pelarut air dan organik. Melalui persamaan Scherrer dan analisis rietica diketahui pelarut yang paling baik adalah dietilen glikol yang menghasilkan ukuran partikel CaO sebesar 72,13 nm dengan %berat CaO sebesar 93,34. Kata Kunci: CaO, partikel nano, kopresipitasi, asam oksalat I. PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini partikel nano mendapatkan banyak perhatian dari peneliti di seluruh dunia, yang terlihat dari banyaknya tulisan ilmiah dan artikel yang dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel nano dapat terjadi secara alamiah ataupun sintesis. Sintesis partikel nano merupakan pembuatan partikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya (Rahman, 2008). Partikel *Corresponding author e-mail : [email protected] 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya nano banyak diteliti karena dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan seperti: bahan untuk mereduksi polusi, katalis, penarget sel kanker, biosensor, dan baterai. Kalsium oksida (CaO) merupakan material anorganik yang penting, karena dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi transesterifikasi karena memiliki banyak keuntungan yaitu memiliki aktivitas yang tinggi, tahan lama, biaya murah, serta memiliki kekuatan basa yang tinggi (Liu, dkk., 2008). CaO bersifat sedikit larut dalam metanol dibandingkan dengan oksida atau hidroksida logam alkali tanah yang lain seperti SrO dan Ba(OH) 2 yang terlarut secara penuh dalam media reaksi (Granados dkk, 2007). Kebanyakan katalis CaO yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi masih berukuran mikro, seperti yang dilaporkan oleh Xin (2009), yang menggunakan kristal CaO dengan diameter berukuran 4-8 μm untuk reaksi transesterifikasi. Oleh sebab itu, sintesis CaO

Upload: buiduong

Post on 28-Jun-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

1

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN

KARAKTERISASINYA

Sari Rahmawati*, Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc.,1 Dra. Ratna Ediati, MS, PhD.

2

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK

Pengaruh pelarut air dan organik terhadap ukuran partikel dan morfologi dari CaO yang

disintesis dengan metode kopresipitasi menggunakan asam oksalat serta kalsium asetat sebagai

prekursor telah diamati pada penelitian ini. Ukuran nano pada oksida kalsium diperoleh melalui

dekomposisi termal dengan suhu 800 °C dari kalsium oksalat bermedia air dan organik. Fasa pada

sampel dikonfirmasi melalui XRD dengan perangkat lunak rietica, dan diperoleh data bahwa CaO

yang dipreparasi dengan pelarut etilen glikol memiliki kristalinitas yang paling rendah

dibandingkan dengan pelarut air, polietilen glikol 400, dietilen glikol dan gliserol. Untuk

menganalisis gugus yang terdapat pada permukaan oksida, sampel dianalisis menggunakan

spektroskopi FTIR. Berdasarkan spektra FTIR diketahui bahwa pada sampel CaO masih terdapat

gugus CO dari CaCO3 dan OH dari Ca(OH)2. Analisis SEM menunjukkan morfologi yang berbeda

untuk CaO yang dihasilkan pada pelarut air dan organik. Melalui persamaan Scherrer dan analisis

rietica diketahui pelarut yang paling baik adalah dietilen glikol yang menghasilkan ukuran partikel

CaO sebesar 72,13 nm dengan %berat CaO sebesar 93,34.

Kata Kunci: CaO, partikel nano, kopresipitasi, asam oksalat

I. PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini partikel nano

mendapatkan banyak perhatian dari peneliti

di seluruh dunia, yang terlihat dari

banyaknya tulisan ilmiah dan artikel yang

dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan

baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel

nano dapat terjadi secara alamiah ataupun

sintesis. Sintesis partikel nano merupakan

pembuatan partikel dengan ukuran yang

kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah

sifat atau fungsinya (Rahman, 2008). Partikel

*Corresponding author e-mail :

[email protected] 1 Alamat sekarang :

Jur Kimia, Fak MIPA

Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya

nano banyak diteliti karena dapat

diaplikasikan dalam berbagai bidang

kehidupan seperti: bahan untuk mereduksi

polusi, katalis, penarget sel kanker,

biosensor, dan baterai.

Kalsium oksida (CaO) merupakan

material anorganik yang penting, karena

dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi

transesterifikasi karena memiliki banyak

keuntungan yaitu memiliki aktivitas yang

tinggi, tahan lama, biaya murah, serta

memiliki kekuatan basa yang tinggi (Liu,

dkk., 2008). CaO bersifat sedikit larut dalam

metanol dibandingkan dengan oksida atau

hidroksida logam alkali tanah yang lain

seperti SrO dan Ba(OH)2 yang terlarut secara

penuh dalam media reaksi (Granados dkk,

2007). Kebanyakan katalis CaO yang

digunakan dalam reaksi transesterifikasi

masih berukuran mikro, seperti yang

dilaporkan oleh Xin (2009), yang

menggunakan kristal CaO dengan diameter

berukuran 4-8 µm untuk reaksi

transesterifikasi. Oleh sebab itu, sintesis CaO

Page 2: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

2

berukuran nano sangat diperlukan dalam

upaya mendapatkan katalis CaO dengan

aktivitas yang lebih tinggi.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa

terdapat dua metode utama yang menjelaskan

tentang preparasi nano-CaO, diantaranya

adalah dekomposisi termal, sol-gel. Melalui

metode sol-gel diperoleh partikel nano

berukuran sekitar 4 nm, akan tetapi

memerlukan biaya yang tinggi serta proses

yang sangat komplikasi dan memakan

banyak waktu, sehingga sangat sulit untuk

mengaplikasikan metode sol-gel pada

industri. metode dekomposisi termal

memiliki beberapa keuntungan seperti proses

yang sederhana, biaya murah, kemudahan

memperoleh produk dengan kemurnian

tinggi. Akan tetapi pada metode dekomposisi

termal, CaO seringkali dihasilkan melalui

kalsinasi CaCO3 secara langsung dengan

suhu tinggi (Tang, dkk., 2007). Metode

kopresipitasi merupakan suatu metode

sintesis bottom up yang dapat digunakan

dalam pembuatan partikel nano. Kelebihan

metode kopresipitasi dibandingkan dengan

metode yang lain adalah metode kopresipitasi

memiliki proses yang sederhana dan dapat

menghasilkan partikel yang berukuran butir

sangat kecil. Melalui metode kopresipitasi,

Bhargava dkk (2007) menggunakan asam

oksalat dan amonium hidroksida sebagai

agen pengendap untuk menghasilkan MgO

dengan ukuran partikel nano. Selanjutnya,

Taufiq dkk. (2010) telah mensintesis CaO

yang dicampur dengan MgO dan ZnO

melalui metode kopresipitasi untuk

memperoleh katalis dengan luas permukaan

yang lebih besar. Agen pengendap berupa

asam oksalat telah berhasil dipakai dalam

sintesis katalis campuran oksida CaO dan

ZnO berukuran nano yang kemudian

digunakan sebagai katalis dalam

memproduksi biodiesel dari refined palm oil

(Yulianti, 2011). Keberadaan agen

pengendap pada metode kopresipitasi sangat

mempengaruhi ukuran partikel dari material

yang akan disintesis.

Pelarut sangat berpengaruh pada ukuran

partikel padatan hasil sintesis seperti yang

dilaporkan oleh Kanade dkk. (2005). Zhang

dkk. (2002) dan Kwon dkk. (2002) juga

mengamati pentingnya pelarut dalam

mengontrol morfologi material. Oleh karena

itu perlu diamati pengaruh jenis pelarut

terhadap pembentukan suatu material. Dalam

penelitian ini dipilih pelarut air, gliserol,

etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen

glikol 400 dalam sintesis CaO. CaO yang

diharapkan adalah partikel CaO dalam

ukuran nano.

II. EKSPERIMEN

2.1 Sintesis Partikel Nano CaO

Partikel nano CaO disintesis dengan

menyiapkan terlebih dahulu

Ca(CH3COO)2H2O yang dilarutkan dalam

akua demineralisasi sehingga dihasilkan

larutan kalsium asetat 0,1 M dengan volume

sebanyak 100 mL. Endapan kalsium oksalat

diperoleh dengan penambahan secara

perlahan-lahan 50 mL larutan asam oksalat

0,15 M disertai pengadukan dengan

kecepatan 150 rpm selama 12 jam pada

temperatur kamar. Eksperimen yang sama

dilakukan dengan variasi pelarut etilen glikol,

dietilen glikol, polietilen glikol 400 dan

gliserol sebagai pelarut Ca(CH3COO)2H2O.

Produk padat diperoleh dengan sentrifus,

diikuti pencucian berturut-turut dengan akua

demineralisasi lalu dengan aseton serta

dikeringkan dalam oven pada 120 oC selama

satu malam. Padatan yang telah kering

kemudian dikalsinasi dalam furnace pada

temperatur 800 oC selama 6 jam.

2.2 Karakterisasi Hasil Sintesis

2.2.1 Difraksi Sinar-X

Karakterisasi menggunakan teknik

difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk

mengidentifikasi fase kristal dan analisis

terbentuk atau tidaknya material nano CaO

dari sampel yang telah disintesis. Untuk

keperluan karakterisasi XRD, sampel CaO

dibentuk menjadi serbuk. Sebanyak ± 0,2 g

sampel ditempatkan pada suatu cetakan

(sample holder) kemudian disinari dengan

sumber radiasi Cu Kα ( = 1,54056)

dengan rentang sudut 2 sebesar 5-90o,

dan kecepatan scan 0,020o.

2.2.2 SEM (Scanning Electron Microscopy)

Morfologi dan ukuran partikel dari

sampel padat dianalisis menggunakan

Scanning Electron Microscopy (SEM).

Sampel yang akan dianalisis dengan SEM

terlebih dahulu dipreparasi dengan

menambahkan etanol kemudian digetarkan

dengan ultrasonik yang bertujuan untuk

Page 3: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

3

mengurangi aglomerasi pada sampel yang

akan dianalisis. Setelah dilakukan preparasi,

sampel dimasukkan dalam sample holder

kemudian dilakukan perbesaran gambar SEM

antara 5000-40.000 kali.

2.2.3 Spektrofotometri Inframerah

Spektrum inframerah direkam

menggunakan spektrofotometer Fourier

Transform Infrared (FTIR), yang dilakukan

dengan mencampurkan sampel kedalam pelet

KBr dengan komposisi sampel 1% terhadap

total campuran. Kemudian dilakukan

karakterisasi pada bilangan gelombang antara

4000 cm-1 sampai 400 cm-1.

2.2.4 Penghalusan Difraktogram

(Refinement)

Analisis Rietveld merupakan salah satu

analisis lanjut untuk mengetahui karakter

fisis dari material secara kuantitatif

berdasarkan data difraksi sinar-X dengan

menggunakan program komputer berupa

software Rietica. Pada penelitian ini, untuk

CaO dibuat model dari ICSD nomor 75785,

CaCO3 dari ICSD nomor 16710. Setelah

dilakukan pemilihan model, selanjutnya

dilakukan pencocokan pola difraksi terukur

dengan pola difraksi terhitung dengan cara

mengubah/memperhalus (refining)

parameter–parameter dalam model terhitung.

Analisis ini disebut proses Refinement. Dari

proses refinement, akan diperoleh parameter–

parameter keluaran (output) yang selanjutnya

akan digunakan dalam analisis lanjutan.

Parameter–parameter yang direfine adalah

dengan Background (Bo, B1, B2, B3, B4,

B5), Sample displacement, Phase scale,

Lattice parameter, Size, U parameter,

Asymetry parameter, Overall thermal,

Preferred orientation. Dengan memanfaatkan

parameter keluaran Rietica tersebut maka

dapat menganalisis komposisi fasa dari

sampel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sintesis Partikel Nano CaO

Sintesis partikel nano CaO dilakukan

melalui metode kopresipitasi sesuai dengan

metode yang dilakukan oleh Kanade dkk.

(2006). Pada penelitian Kanade dkk. (2006)

digunakan larutan Zn(CH3COO)2 0,1 M

sebagai prekursor dan asam oksalat 0,15 M

sebagai agen pengendap untuk menghasilkan

partikel nano ZnO. Pada penelitian ini untuk

menghasilkan partikel nano CaO digunakan

larutan Ca(CH3COO)2 0,1 M sebagai

prekursor dengan agen pengengap yang sama

dengan yang digunakan oleh Kanade dkk.

(2006) yaitu berupa larutan asam oksalat

dengan konsentrasi 0,15 M. Penggunaan

konsentrasi dan agen pengendap yang sama

ini dimaksudkan untuk memperoleh CaO

dengan ukuran yang kecil.

Disamping itu, untuk menghasilkan

partikel nano CaO dengan ukuran sekecil

mungkin, pada penelitian ini digunakan

beberapa pelarut yang berbeda yaitu pelarut

air, etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG),

polietilen glikol 400 (PEG), dan gliserol.

Penggunaan pelarut air dan etilen glikol telah

dilaporkan oleh Kanade dkk. (2006) dapat

menghasilkan partikel nano ZnO dengan

ukuran yang cukup kecil (25-14 nm).

Sedangkan pemilihan pelarut polietilen glikol

didasarkan pada penelitian Adam dan Wong

(2011) yang menggunakan polietilen glikol

sebagai medium untuk mensintesis partikel

nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

penelitian ini, polietilen glikol tersebut diuji

apakah dapat menghasilkan partikel nano bila

digunakan sebagai pelarut pada metode

kopresipitasi. Adapun penggunaan dietilen

glikol sebagai pelarut dimaksudkan untuk

mendapatkan korelasi antara etilen glikol dan

polietilen glikol dalam hal kemampuannya

untuk menghasilkan partikel berukuran nano,

seperti yang dikemukakan oleh Iijima dan

Kamiya (2009) bahwa reagen partikel nano

seperti garam logam dan logam kompleks

dapat larut dalam media pelarut poliol (etilen

glikol, dietilen glikol, trietilen glikol) yang

memiliki sifat polar. Pelarut lain berupa

gliserol dipilih berdasarkan sintesis partikel

nano NiO dengan metode presipitasi yang

dilakukan oleh Li dkk. (2005). Pada sintesis

tersebut gliserol berhasil digunakan sebagai

pelarut untuk menghasilksan NiO berukuran

12 hingga 30 nm.

Sintesis dimulai dengan membuat larutan

kalsium asetat dengan cara melarutkan

padatan kalsium asetat ke dalam akua

demineralisasi hingga diperoleh larutan

kalsium asetat dengan konsentrasi 0,1 M.

Kemudian ke dalam larutan tersebut

ditambahkan asam oksalat tetes demi tetes

sambil diaduk menggunakan magnetik stirer

dengan kecepatan 160 rpm selama 12 jam

Page 4: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

4

hingga diperoleh larutan yang keruh.

Perubahan larutan dari jernih menjadi keruh

menunjukkan bahwa larutan telah jenuh serta

merupakan indikasi bahwa telah terbentuk

kalsium oksalat. Reaksi yang terjadi pada

kopresipitasi ini ditunjukkan oleh Kanade

dkk. (2006) sebagai berikut:

Ca(CH3COO)2(l) + H2C2O4(l) → CaC2O4(s)

+ 2CH3COOH(l) (4.1)

Hasil yang diperoleh kemudian disaring

dengan menggunakan kertas saring. Setelah

dilakukan penyaringan ternyata masih

didapatkan filtrat yang keruh. Filtrat yang

masih keruh ini menandakan bahwa masih

ada partikel-partikel berukuran kecil yang

lolos dari penyaringan dan kembali masuk ke

dalam filtrat. Oleh sebab itu, untuk

memisahkan filtrat dengan endapan kalsium

oksalat yang memiliki ukuran partikel kecil

maka digunakan alat sentrifus (Yulianti,

2011). Endapan yang diperoleh kemudian

dicuci dengan akua demineralisasi dan dicuci

kembali dengan aseton sehingga diperoleh

endapan berwarna putih. Perlakuan ini

dilakukan untuk mengurangi sisa asam

oksalat yang tidak bereaksi (Kanade dkk.,

2006). Endapan putih kemudian dikeringkan

dalam oven selama 12 jam pada suhu 120 °C.

Selanjutnya, padatan dikalsinasi pada suhu

800 °C selama 6 jam untuk menghilangkan

ion oksalat dan juga senyawa organik yang

masih tersisa sehingga diperoleh padatan

CaO. Suhu kalsinasi tersebut juga digunakan

oleh Cho dkk. (2009) untuk mensintesis CaO

dari prekursor berupa kalsium asetat.

Pemilihan suhu kalsinasi tersebut didasarkan

pada hasil analisis DTA-TGA yang

dilakukan oleh Cho dkk. (2009) bahwa

CaCO3 terdekomposisi pada suhu 450 °C dan

CaO dihasilkan pada suhu 600-720 °C.

Reaksi dekomposisi dari padatan kalsium

oksalat menjadi padatan kalsium oksida

dituliskan dalam persamaan berikut ini

(Kanade dkk., 2006; West, 1984) :

CaC2O4 (s) CaCO3 (s) + CO (g) (4.2)

CaCO3 (s) CaO (s) + CO2 (g) (4.3)

Prosedur tersebut kemudian diulangi lagi

untuk mensintesis CaO dengan pelarut yang

berbeda, dimana larutan kalsium asetat dibuat

dengan cara melarutkan padatan kalsium

asetat ke dalam etilen glikol hingga diperoleh

larutan kalsium asetat 0,1 M. Presedur

tersebut diulangi pula pada penggunaan

pelarut dietilen glikol, polietilen glikol 400,

dan gliserol. Pada persamaan reaksi 4.1

terjadi pada pelarut air, dan media pelarut

organik menghasilkan jumlah kalsium

oksalat yang sama. Reaksi pada media air

lebih cepat dibandingkan dengan reaksi pada

media organik yang disebabkan karena

kepolaran dan konstanta dielektrik yang

tinggi pada air. Polaritas dan tekanan uap

jenuh dari pelarut dapat mempengaruhi hasil

reaksi dibawah kondisi termal, dimana

pelarut organik yang kurang polar akan

sangat berperan dalam mengontrol nukleasi

bila dibandingkan dengan pelarut air yang

lebih polar (Kanade dkk., 2006).

3.2 Karakterisasi

3.2.1 Difraksi Sinar-X (XRD)

Analisis dengan XRD dilakukan untuk

mengetahui struktur serta kristalinitas dari

sampel CaO. Pola difraksi sinar-x dimonitor

pada 2θ = 5-90°. Perbandingan pola XRD

dari sampel CaO dengan variasi pelarut

berupa air, etilen glikol, dietilen glikol,

polietilen serta gliserol ditunjukkan pada

Gambar 4.1. Pada CaO murni, puncak

muncul pada 2θ = 32,2°; 37,3°; 53,8°; 64,1°

dan 67,3° (Taufiq dkk, 2010).

Pada kelima sampel CaO yang disintesis

terlihat memiliki puncak yang cenderung

sama mengindikasikan bahwa kelima sampel

tersebut memiliki fasa yang sama. Selain itu

juga terdapat fasa CaCO3 pada 2θ = 29,5°

yang juga muncul pada CaO sintesis. Adanya

pola difraksi CaCO3 tersebut menandakan

bahwa pada CaO hasil sintesis masih terdapat

sedikit pengotor yang disebabkan kondisi

sampel yang terbuka saat dikarakterisasi

XRD sehingga memungkinkan terbentuknya

CaCO3 melalui penyerapan CO2 dari atmosfer

selama analisis XRD (Umdu, 2008). Agrinier

dkk. (2001) mengungkapkan bahwa CaO

dapat bereaksi dengan CO2 secara lambat

pada suhu kamar membentuk CaCO3. Reaksi

tersebut dapat dituliskan pada persamaan

berikut ini :

CaO (s) + CO2 (g) → CaCO3 (s) (4.4)

Page 5: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

5

Agrinier dkk. (2001) juga menyebutkan

bahwa ukuran partikel CaO sangat

mempengaruhi kapasitas penyerapan CO2,

dimana semakin kecil ukuran CaO maka

akan semakin besar daya absorpsinya

terhadap CO2 dikarenakan luas permukaan

yang lebih besar.

Gambar 3.1 Gambar pola difraksi sampel

CaO sintesis.

Pada difraktogram Gambar 3.1 terlihat

bahwa fasa CaO pada pelarut gliserol

dibandingkan dengan etilen glikol mengalami

penurunan intensitas. Sedangkan intensitas

pada fasa CaO yang disintesis dengan pelarut

air lebih tinggi dibandingkan dengan

intensitas CaO yang disintesis dengan pelarut

PEG dan EG, namun tidak lebih tinggi

dibandingkan dengan intensitas CaO yang di

sintesis dengan pelarut gliserol dan DEG.

Intensitas pada pola difraksi XRD

berhubungan dengan tingkat kristalinitas

dimana umumnya semakin tinggi kristalinitas

maka akan semakin besar ukuran partikelnya

(HORIBA Scientific, 2010). Pada sampel

yang disintesis dengan pelarut organik EG

dan PEG memiki intensitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan intensitas yang dimiliki

oleh sampel CaO dengan media pelarut air.

Melalui hasil tersebut dapat diketahui bahwa

sampel CaO yang disintesis dengan pelarut

organik EG dan PEG memiliki ukuran

partikel yang lebih kecil dibandingkan

dengan sampel CaO yang disintesis dengan

pelarut air, gliserol dan DEG.

Pelarut organik PEG memiliki fasa CaO

dengan puncak yang lebih rendah

dibandingkan dengan media pelarut DEG

dan gliserol. Sedangkan pelarut EG memiliki

fasa CaO dengan puncak yang paling rendah,

hal ini mengindikasikan bahwa pelarut etilen

glikol memiliki kemampuan mendispersi

yang paling baik diantara keempat pelarut

lainnya. Pelarut PEG dan DEG memiliki

puncak dengan intensitas yang hampir sama

dengan selisih yang sangat tipis,

menunjukkan bahwa baik pelarut PEG dan

DEG memiliki kemampuan mendispersi yang

hampir sama. Park dan Oh (2009)

mengungkapkan bahwa sampel CaCO3

sebagai prekursor CaO yang dipreparasi

menggunakan aditif berupa polimer seperti

etilen glikol, polietilen glikol dan propilen

glikol memiliki puncak dengan intensitas

yang lebih rendah dan broad bila

dibandingakan dengan sampel CaCO3 yang

dipreparasi tanpa menggunakan aditif

polimer. Hasil tersebut sesuai dengan hasil

analisis XRD pada sampel yang disintesis

pada penelitian ini. CaO yang disintesis

dengan pelarut gliserol dan DEG juga

memiliki puncak yang lebih broad

dibandingkan dengan puncak dari CaO yang

disintesis dengan air. Trung, dkk. (2009)

mengungkapkan bahwa kristal berukuran

nano dapat menyebabkan pelebaran puncak

dan overlap pada difraktogram. Sehingga

dapat diketahui bahwa sampel yang disintesis

dengan pelarut organik dapat menghasilkan

pelebaran puncak pada difraktogram, dimana

puncak yang melebar dapat mengindikasikan

ukuran partikel yang semakin kecil.

Tabel 3.1 Hubungan kristalinitas sampel

CaO sintesis pada variasi

pelarut.

Media

pelarut

(°)

Tinggi

puncak,

I

%

Kristalinitas

Air 37,44 2725 90

Gliserol 37,36 3025* 100

EG 37,36 2440 81

DEG 37,38 2809 93

PEG 37,36 2673 88

Page 6: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

6

Hubungan kristalinitas sampel CaO

dengan variasi media pelarut ditunjukkan

pada Tabel 3.1. Hubungan kristalinitas

tersebut dihitung berdasarkan intensitas

puncak difraksi dari sampel CaO yang

disintesis dengan media gliserol pada 2θ =

37,36° dimana sampel tersebut memiliki

intensitas tertinggi (kristalinitas dianggap

100%) sehingga digunakan sebagai standar

pembanding (*). Tabel 3.1 menunjukkan

bahwa sampel CaO yang disintesis dengan

media gliserol memiliki intensitas yang

paling tinggi yaitu 100 diikuti dengan CaO

yang disintesis dengan media dietilen glikol,

air, polietilen glikol 400 dan CaO yang

disintesis menggunakan media etilen glikol

memiliki % kristalinitas terendah yaitu

sebesar 81. Hasil tersebut sesuai dengan hasil

sintesis partikel nano ZnO yang dilakukan

oleh Kanade dkk. (2006) yaitu kristalinitas

yang lebih rendah diperoleh saat digunakan

media pelarut etilen glikol. Hasil analisis

XRD yang dilakukan Lee dan Lee (2002)

memperlihatkan partikel nano TiO2 yang

disintesis menggunakan media etilen glikol

dengan jumlah lebih besar dapat

menghasilkan puncak dengan intensitas yang

lebih rendah dibandingkan dengan

penggunaan sedikit etilen glikol.

Kristalinitas dapat menunjukkan

perkiraan ukuran partikel dari suatu sampel,

semakin kristalin umumnya akan semakin

besar ukuran partikelnya. Melalui hasil

perhitungan % kristalinitas tersebut tampak

bahwa penggunaan media pelarut yang

berbeda akan dihasilkan kristalinitas yang

berbeda pula. Penggunaan bahan organik

sebagai pelarut dapat memperkecil

kristalinitas yang dapat memperbesar

kemungkinan terbentuknya partikel nano

dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini

disebabkan pelarut organik memiliki

kemampuan mendispersi yang lebih baik

dibandingkan dengan air (Kanade dkk.,

2006).

3.2.2 Penghalusan Rietveld dengan

perangkat lunak Rietica

Perangkat lunak rietica digunakan dalam

penghalusan rietveld untuk mengetahui fasa-

fasa yang terkandung dalam sampel yang

dianalisis. Melalui hasil penghalusan dengan

rietica kelima sampel CaO sintesis sesuai

dengan puncak-puncak yang dimodelkan

oleh data ICSD no. 75785 untuk senyawa

CaO, dan ICSD no. 16710 untuk CaCO3.

Kecocokan dari hasil pengukuran tersebut

menunjukkan bahwa pada kelima sampel

yang diuji mengandung dua fasa yaitu CaO

dan CaCO3. Setelah dilakukan penghalusan

menggunakan rietica akan diketahui tingkat

kesesuaian antara data terhitung dan terukur.

Hasil penghalusan berupa nilai-nilai Rwp

(R-weighted pattern) antara 22,295-23,561%,

dan GoF (goodness of fit) antara 1,507-

1,588% ditampilkan pada Tabel 3.2. Plot

selisih antara pola terhitung dan terukur

berfluktuasi tidak terlalu signifikan. Hasil

tersebut menandakan bahwa proses

refinement acceptable karena memiliki nilai

GoF kurang dari 4% yang menunjukkan

adanya kecocokan antara stuktur oksida hasil

sintesis dengan struktur oksida acuan.

Tabel 3.2 Tingkat kesesuaian (figures of

merit) sampel CaO sintesis pada

variasi pelarut.

Media pelarut GOF Rwp

Air 1,573 23,561

Gliserol 1,588 23,496

EG 1,507 22,384

DEG 1,567 22,990

PEG 1,509 22,295

Komposisi fasa sampel CaO dapat

diketahui dengan melakukan perhitungan

menggunakan perangkat lunak rietica. Data

perbandingan komposisi dua fasa yang

diperoleh untuk kelima sampel CaO

ditampilkan pada Tabel 3.3. Secara garis

besar kelima sampel memiliki perbandingan

komposisi fasa yang sama, dimana fasa CaO

terdapat sebesar 89,27-93,56 %berat dan

terdapat fasa CaCO3 dengan jumlah sebesar

6,44-10,73 %berat (Tabel 3.3). Adanya fasa

CaCO3 yang teramati dapat disebabkan

kondisi yang terbuka saat analisis XRD

sehingga ada kemungkinan sampel CaO

mengalami kontak dengan udara, seperti

analisis yang dilakukan oleh Umdu (2008)

yang menyatakan bahwa sampel CaO dapat

berubah fasa menjadi CaCO3 bila mengalami

kontak dengan udara selama analisis XRD.

Selain itu, fasa CaCO3 yang muncul dapat

pula disebabkan kalsinasi pada suhu 800 °C

belum dapat membuat CaCO3 terdekomposisi

Page 7: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

7

secara keseluruhan membentuk CaO (Park

dan Oh, 2009).

Tabel 3.3 Perbandingan komposisi fasa dan

ukuran kristal dari sampel CaO

sintesis pada variasi pelarut.

Media

pelarut

Komposisi fasa

(% molar)

Ukuran

Partikel

CaO CaCO3

Air 93,56 6,44 92,66 nm

Gliserol 92,26 7,74 84,20 nm

EG 90,14 9,86 67,59 nm

DEG 93,34 6,66 72,13 nm

PEG 89,27 10,73 72,12 nm

Tabel 3.3 juga menunjukkan ukuran

partikel dari sampel CaO yang dihitung

dengan menggunakan persamaan Scherrer.

Hasil tersebut serupa dengan sintesis partikel

nano yang dilakukan oleh Trung dkk. (2003)

dimana partikel nano TiO2 berukuran 50 nm

dihasilkan tanpa pelarut organik, 10-15 nm

pada media PEG. Gliserol dan dietilen glikol

tampak sebagai pelarut organik yang dapat

menghasilkan ukuran partikel kecil meskipun

memiliki intensitas yang tinggi, dikarenakan

pelarut tersebut memiliki puncak

difraktogram yang broad. Hal ini disebabkan

gliserol berperan dalam menghasilkan

viskositas yang tinggi dan menstabilkan

larutan campuran yang dapat menghalangi

agregasi pada partikel kalsium dan

menunjang pembentukkan kalsium nano

dengan yield yang tinggi (Li dkk., 2005).

Peranan gliserol dalam menghasilkan ukuran

partikel nano dapat dijelaskan sebagai

berikut: Ca2+ mula-mula berinteraksi dengan

gliserol membentuk Ca-gliserol yang

kemudian berubah menjadi endapan setelah

dilakukan penambahan larutan asam oksalat.

Selama kalsinasi, gliserol yang masih tersisa

dipermukaan endapan mulai terdekomposisi

menjadi H2, CO dan CO2 selanjutnya Ca

kemudian menjadi CaCO3 yang akhirnya

terdekomposisi pada suhu 800 °C

membentuk CaO berukuran nano. Tahapan

ini sama seperti hasil sintesis yang dilakukan

oleh Li dkk. (2005) untuk menghasilkan

partikel nano Ni/NiO pada media gliserol.

Selain terjadi pada pelarut gliserol, tahapan

reaksi serupa juga berlaku pada pelarut

organik etilen glikol, dietilen glikol, dan

polietilen glikol dimana pada pelarut glikol

memiliki kemampuan dalam menstabilkan

permukaan partikel pada suhu yang tinggi

dan menunjang formasi kristal CaO dengan

dispersivitas yang baik sehingga arah

pertumbuhan kristal CaO terkontrol dan

dapat dihasilkan ukuran partikel yang lebih

kecil dibandingkan dengan pelarut air

(Kanade dkk., 2006).

Polaritas dapat pula mempengaruhi

pembentukan partikel nano. Bila ditinjau dari

kepolarannya maka urutan pelarut dari

kopolaran tinggi ke rendah adalah sebagai

berikut:

Air >Gliserol >Etilen Glikol >Dietilen Glikol

>Polietilen Glikol

Umumnya, semakin polar pelarut maka

ukuran partikel kristal yang dihasilkan juga

akan semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan

kemampuan mendispersi. Pelarut semi polar

memiliki kemampuan mendispersi yang lebih

baik karena dapat mencegah terjadinya

aglomerasi yang dapat menyebabkan

terjadinya sintering saat kalsinasi, dimana

sintering tersebut dapat memperbesar ukuran

partikel.

3.2.3 Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah dilakukan

dengan tujuan untuk mengidentifikasi gugus

fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa.

Analisis FTIR dilakukan pada panjang

gelombang 4000-400 cm-1. Gambar 3.3.

menunjukkan adanya puncak yang muncul

pada kelima sampel yang secara umum

hampir sama. Pada kelima sampel yang

dianalisis menunjukkan adanya pita OH di

daerah sekitar 3600 cm-1, pita CH di 2300-

2900 cm-1, pita CO di daerah sekitar 1400

cm-1, 1700 cm-1, dan 875 cm-1, serta pita CaO

pada daerah sekitar 400 cm-1. Pita dari gugus

OH muncul sangat tajam di bilangan

gelombang 3643,53 cm-1 pada sampel yang

disintesis dengan media air, gliserol,

polietilen glikol, sedangkan sampel dengan

media dietilen glikol dan etilen glikol muncul

pada bilangan gelombang 3641,6 cm-1.

Gugus OH dengan puncak yang tajam

merupakan karakteristik dari CaO standar

(Ruiz dkk, 2009), sehingga kemunculan

gugus OH tersebut menunjukkan adanya

kecocokan puncak antara kelima sampel yang

dianalisis dengan CaO standar. Akan tetapi

kemunculan gugus OH tersebut pada daerah

3643,53 cm-1 hingga 3641,6 cm-1 tidak dapat

Page 8: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

8

begitu saja memastikan bahwa sampel yang

dianalisis benar-benar merupakan CaO

karena Ca(OH)2 juga memiliki karakteristik

puncak yang tajam didaerah 3643 cm-1

seperti hasil analisis yang dilakukan oleh

Granados dkk, (2007) yang mendapati

adanya gugus OH dari Ca(OH)2 sehingga

ada kemungkinan bahwa puncak tersebut

menunjukkan keberadaan air yang teradsorb

pada permukaan CaO dimana CaO sangat

mudah menyerap uap air dari udara. Oleh

sebab itu maka perlu ditemukannya ciri khas

puncak yang meyakinkan bahwa sampel

benar-benar mengandung CaO.

Puncak yang sangat lebar pada daerah

sekitar 400 cm-1 dapat dijadikan acuan untuk

memastikan kehadiran CaO pada sampel, hal

ini dikarenakan diantara spektrum CaO

standar, CaCO3 standar dan Ca(OH)2 standar

nampak hanya CaO standar yang memiliki

puncak yang melebar pada panjang

gelombang tersebut sebab puncak di daerah

sekitar 400-500 cm-1 berhubungan dengan

ikatan Ca-O dengan vibrasi ulur.

Pita dengan puncak di daerah sekitar

1700 cm-1 menunjukkaan adanya gugus C=O

(karbonil) yang disebabkan oleh ikatan C=O

stretching, dimana pada sampel dengan

media pelarut air, gliserol dan polietilen

glikol muncul puncak di panjang gelombang

1793,80 cm-1 dan muncul dengan puncak

yang lemah pada sampel yang disintesis

dengan media pelarut etilen glikol dan

dietilen glikol. Ikatan O-C-O stretching dari

karbonat muncul pada semua sampel di

bilangan gelombang 1400 cm-1

. Sedangkan

vibrasi tekuk C-O dari gugus karbonat

muncul pada bilangan gelombang 870 cm-1,

dimana pada kelima sampel yang di sintesis

gugus tersebut muncul pada bilangan

gelombang yang hampir sama yaitu di daerah

875,68 cm-1 (air, PEG), 877,61 cm-1 (gliserol,

DEG, EG). Puncak di sekitar 870 cm-1

merupakan karakteristik puncak yang

biasanya muncul pada CaCO3 dan Ca(OH)2

(Ruiz dkk., 2009). Hal ini menunjukkan

bahwa sampel mengandung senyawa lain

selain CaO yang mengindikasikan sampel

hasil sintesis belum murni.

Gambar 3.2 Spektra FT-IR sampel CaO

sintesis pada variasi pelarut.

3.2.2 Scanning Electron Microscopy

Analisis menggunakan SEM dilakukan

untuk mengetahui morfologi permukaan dari

sampel padat. SEM merupakan teknik

analisis menggunakan elektron sebagai

sumber pencitraan dan medan

elektromaknetik sebagai lensanya. SEM dari

sampel CaO dengan variasi pelarut

diilustrasikan pada Gambar 3.3. Perbesaran

20.000 kali pada gambar SEM dilakukan

untuk mengetahui bentuk morfologi dari

sampel secara global.

Morfologi dari CaO yang disintesis

menggunakan pelarut air ditunjukkan pada

Gambar 3.3 (a). Pada gambar SEM dengan

perbesaran 20.000 kali terlihat kumpulan

partikel berbentuk bulat dengan ukuran yang

tidak homogen dengan ukuran diameter

berkisar antara 65-290 nm. Pada CaO yang

disintesis dengan pelarut etilen glikol,

gambar SEM dengan perbesaran 20.000 kali

menunjukkan kumpulan partikel berbentuk

bunga karang yang lebih homogen bila

dibandingkan dengan CaO yang disintesis

dengan pelarut air. Pada gambaran SEM

tersebut terlihat morfologi dari CaO yang

berbentuk bulatan pipih yang saling sambung

menyambung hingga memanjang seperti tali

dengan diameter antara 72-110 nm.

Kumpulan partikel berbentuk bunga karang

Page 9: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

9

pada CaO yang disintesis dengan pelarut

dietilen glikol hampir serupa dengan gambar

SEM pada CaO yang disintesis dengan

pelarut etilen glikol, akan tetapi pada sampel

CaO yang disintesis dengan pelarut dietilen

glikol tersebut didapatkan pula bentuk

partikel berupa kubus berukuran besar dan

kecil. Partikel berbentuk kubus tersebut

serupa dengan morfologi dari CaO murni

yang dianalisis oleh Taufiq dkk, 2010.

Namun, ukuran partikel berbentuk kubus

pada sampel CaO yang disintesis dengan

pelarut dietilen glikol ini memiliki ukuran

yang jauh lebih kecil (sekitar 0,3-2,5 µm)

bila dibandingkan dengan CaO murni yang

dianalisis oleh Taufiq dkk, 2010, yaitu

sebesar 2-10 µm.

Pada CaO yang disintesis dengan pelarut

polietilen glikol, gambar SEM yang

dihasilkan serupa dengan CaO yang

disintesis dengan pelarut etilen glikol dan

dietilen glikol. Pada Gambar 3.3 (d) terlihat

kumpulan partikel menyerupai bunga karang

yang terdiri dari bulatan pipih yang saling

sambung menyambung hingga memanjang

seperti tali dengan diameter 50-210 nm. CaO

yang disintesis dengan pelarut gliserol

memiliki bentuk yang berbeda dengan CaO

yang disintesis dengan pelarut air, etilen

glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol.

Seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 (d),

morfologi dari CaO sintesis pada media

gliserol terlihat lebih homogen dibandingkan

dengan keempat hasil sintesis CaO yang lain.

Morfologi dari CaO memiliki bentuk tidak

beraturan dan tepian yang tidak rapi dengan

diameter antara 90-200 nm.

Ukuran-ukuran partikel yang diperoleh

dari analisis morfologi SEM tersebut

memiliki perbedaan dengan ukuran partikel

yang diperoleh dari perhitungan Scherrer.

Hal ini disebabkan ukuran-ukuran yang

diperoleh dari SEM diukur secara kasat mata

sehingga ukuran yang dihasilkan menjadi

kurang akurat. Sedangkan penentuan ukuran

partikel melalui perhitungan Scherrer

diperoleh dari data XRD yang memiliki

ketelitian yang lebih baik dalam menganalisis

ketebalan kristal.

Pada Gambar 3.3, CaO yang disintesis

dengan gliserol nampak memiliki ukuran

partikel yang paling besar dibandingkan

dengan sampel lainnya pada gambar SEM,

sedangkan menurut perhitungan Scherrer,

CaO yang disintesis dengan media gliserol

memiliki ukuran partikel yang kecil. Hal ini

menunjukkan bahwa bentuk morfologi yang

tampak tersebut tidak dapat mewakili ukuran

partikel CaO yang sebenarnya karena ada

kemungkinan bahwa pada partikel yang

tersusun seperti bongkahan besar tersebut

terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran

yang lebih kecil lagi.

Gambar 3.3 SEM CaO yang disintesis

dengan pelarut air (a), Etilen

glikol (b) Dietilen glikol (c),

Polietilen glikol (d), Gliserol

(e).

Aglomerasi terjadi pada seluruh sampel

terutama pada sampel yang disintesis dengan

media air, hal ini disebabkan karena pelarut

air memiliki kemampuan mendispersi yang

kurang baik bila dibandingkan dengan

pelarut organik. Pada media pelarut air,

reaksi dispersi lebih homogen dibandingakan

dengan pelarut organik menjadikan

pertumbuhan inti kristal akan

kurang terlindungi yang dapat mendorong

pertumbuhan kristal CaO mengarah ke

ukuran yang lebih besar (Kanade dkk., 2006).

Etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen

glikol berperan sebagai surfaktan yang dapat

menstabilan permukaan partikel pada

temperatur yang tinggi serta menghasilkan

Page 10: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

10

formasi kristal CaO monodispersi dengan

kemampuan dispersi yang baik. Gliserol

dapat menghasilkan kerekatan dan kestabilan

tinggi pada larutan campuran yang dapat

mencegah terjadinya agregasi pada partikel

kalsium dan menghasilkan formasi partikel

nano kalsium dengan yield yang tinggi (Li

dkk., 2005). Ukuran partikel lebih kecil dan

morfologi yang berbeda menunjukkan bahwa

pelarut organik memiliki peranan dalam

mengontrol nukleasi dan orientasi dari

kristal (Kanade, 2006).

3.3 Hasil Keseluruhan

Penggunaan pelarut berupa air, gliserol,

etilen glikol, dietilen glikol dan polietilen

glikol 400 dalam mensintesis CaO melalui

metode kopresipitasi telah berhasil

membentuk partikel CaO berukuran nano.

Hal tersebut menunjukkan bahwa metode

kopresipitasi merupakan metode yang cukup

baik digunakan sebagai metode dalam

mensintesis partikel nano. Kehadiran pelarut

dalam sintesis partikel nano juga sangat

penting dalam mengontrol morfologi dan

ukuran partikel, hal ini terlihat pada analisis

SEM yang menunjukkan morfologi yang

berbeda dengan penggunaan pelarut yang

berbeda serta ukuran partikel yang dihasilkan

bervariasi dengan penggunaan pelarut yang

berbeda. Melalui perhitungan dengan

persamaan Scherrer terlihat bahwa

penggunaan pelarut organik dapat

membentuk ukuran partikel yang lebih kecil

dibandingkan dengan pelarut air. Selain itu,

penggunaan pelarut juga mempengaruhi

rendemen fasa CaO yang terbentuk. Melalui

analisis menggunakan rietica diperoleh hasil

dimana pelarut air menghasilkan rendemen

fasa CaO yang paling banyak. Hubungan

antara ukuran partikel dengan %berat fasa

CaO dapat dilihat pada gambar 3.4.

Bila ditinjau dari kepolarannya maka

urutan pelarut dengan kepolaran tinggi ke

rendah adalah sebagai berikut:

Air >Gliserol >Etilen Glikol >Dietilen Glikol

>Polietilen Glikol

Pada gambar 3.4 terlihat bahwa penggunaan

pelarut air yang memiliki kepolaran tinggi

dapat menghasilkan rendemen fasa CaO

paling besar, akan tetapi ukuran partikel yang

dihasilkan cukup besar yaitu mendekati batas

ukuran partikel nano (mendekati 100 nm).

Sedangkan pelarut etilen glikol mampu

menghasilkan ukuran partikel yang paling

kecil dibandingkan pelarut lain, akan tetapi

rendemen fasa CaO yang dihasilkan cukup

kecil.

Gambar 3.4 Hubungan ukuran partikel

dengan %berat fasa CaO pada

media pelarut air, gliserol, etilen

glikol, dietilen glikol, dan

polietilen glikol.

Pelarut yang baik untuk penelitian ini

adalah pelarut yang dapat menghasilkan

ukuran partikel kecil dengan rendemen fasa

CaO yang besar. Dari kelima pelarut yang

diuji nampak bahwa pelarut dietilen glikol

memiliki dua kriteria tersebut, hal ini

menunjukkan bahwa pelarut dietilen glikol

adalah pelarut yang sangat baik digunakan

dalam sintesis partikel nano CaO. Pelarut

dengan kepolaran tinggi seperti air akan

melarutkan secara sempurna kalsium asetat

yang bersifat polar, hal ini dapat

mengakibatkan kristal CaO yang terbentuk

adalah kristal sejati yang memiliki ukuran

partikel yang besar. Penggunaan pelarut

dengan kepolaran yang sangat rendah dapat

menyebabkan aglomerasi karena banyak

partikel dari kalsium asetat yang sukar larut

sehingga mengakibatkan ukuran partikel CaO

yang dihasilkan juga akan besar. Pelarut

dietilen glikol memiliki kepolaran sedang

sehingga mampu menghasilkan koloid yang

dapat menyebabkan terbentuknya partikel

berukuran kecil-kecil.

IV. KESIMPULAN

Partikel nano CaO telah berhasil

disintesis menggunakan metode kopresipitasi

dengan prekursor kalsium asetat dalam media

Page 11: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

11

pelarut air, etilen glikol, dietilen glikol,

polietilen glikol, dan gliserol. Hasil XRD

menunjukkan bahwa CaO yang dipreparasi

dengan pelarut etilen glikol memiliki

kristalinitas yang paling rendah dibandingkan

dengan pelarut air, polietilen glikol, dietilen

glikol dan gliserol. Berdasarkan spektra FTIR

diketahui bahwa pada sampel CaO masih

terdapat gugus CO dari CaCO3 dan OH dari

Ca(OH)2. Hasil analisis dengan SEM

menunjukkan bahwa penggunaan pelarut

yang berbeda telah menghasilkan morfologi

yang berbeda pula. Dari perhitungan Scherrer

dan analisis rietica diperoleh pelarut yang

paling baik adalah pelarut dietilen glikol

yang menghasilkan partikel nano CaO

sebesar 72,13 nm dengan %berat CaO

sebesar 93,34.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc., Dra.

Ratna Ediati, MS, PhD atas bimbingannya

sampai terselesainya penelitian ini. Orang tua

yang tiada henti mendukung dan mendoakan

anak-anaknya. Pak Hamzah Fansuri selaku

koordinator TA serta semua pihak yang

terlibat dalam pembuatan makalah ini

VI. DAFTAR PUSTAKA

Adam, F., dan Wong, M. S., (2011), The

Synthesis of Organic Carbonates

Over Nanocrystalline CaO Prepared

Via Microemulsion Technique,

Catalysis Communications, 13, 87–

90.

Agrinier, P., Deutsch, A., Scharer, U.,

Martinez, I., (2001), Fast Back-

Reactions of Shock-Released CO2

from Carbonates: An experimental

approach, Geochimica et

Cosmochimica Acta, 65, 2615–2632.

Bhargava, A., Alarco, J. A., Mackinnon,

D.R., Page, D., Ilyushechkin, A.,

(2007), Synthesis and

Characterisation of Nanoscale

Magnesium Oxide Powders and

Their Application in Thick Films of

Bi2Sr2CaCu2O8, Materials Letters,

34, 133–142

Cho, Y.B., Seo, G., Chang, D.R., (2009),

Transesterification of tributyrin with

methanol over calcium oxide

catalysts prepared from various

precursors, Fuel Processing

Technology, 90, 1252–1258.

Granados, M,L., Poves, M.D.Z., Alonzo,

D.M., Marizcal, R., Galisteo, F.C.,

Moreno-Tost, R., Santamaria, J., dan

Fierro, J.L.G., (2007), Biodiesel from

Sunflower Oil Using Activated

Calcium Oxide, Applied Catalysis B,

Enviromental, 73, 317-326. HORIBA Scientific, (2010), A Guidebook to

Particle size analysis, HORIBA

Instruments, Inc, USA.

Iijima, M., dan Kamiya, H., (2009), Surface

Modification for Improving the

Stability of Nanoparticles in Liquid

Media, KONA Powder and Particle

J, 27, 119-129.

Kanade, K.G., Kale, B.B., Aiyer, R.C., Das,

B.K., (2005), Effect of solvents on

the synthesis of nano-size zinc oxide

and its properties, Materials

Research Bulletin, 41, 590–600.

Kwon, Y.J., Kim, K.H., Lim, C.S., Shim,

K.B., (2002), Characterization of

ZnO nanopowders synthesized by the

polymerized complex method via an

organochemical route, J.Ceram, Pro

Res, 3, 146-149.

Lee, S.J., dan Lee, C.H., (2002), Fabrication

of Nano-Sized TiO2 Powder Via an

Ethylene Glycol Entrapment Route,

Materials Letters, 56, 705– 708.

Li, Y., Cai, M., Rogers, J., Xu, Y., dan Shen,

W., (2006), Glycerol-Mediated

Synthesis of Ni and Ni/NiO Core-

Shell Nanoparticles, Materials

Letters, 60, 750–753.

Liu, X., He, H., Wang, Y., Zhu, S., Piao, X.,

(2008), Transesterification of

Soybean Oil to Biodiesel Using CaO

as a Solid Base Catalyst, Fuel, 87,

216–221.

Park, J.H., dan Oh, S.G., (2009), Preparation

of CaO as OLED getter material

through control of crystal growth of

CaCO3 by block copolymers in

aqueous solution, Materials

Research Bulletin, 44, 110–118.

Rahman, R., (2008), Pengaruh Proses

Pengeringan, Anil, dan Hidrotermal

Terhadap Kristallinitas Nanopartikel

TiO2 Hasil Proses Sol-Gel, FT,

Departemen Metalurgi dan Material,

Universitas Indonesia.

Page 12: SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE … · dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel ... nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada

12

Ruiz, M.G., Hernández, J., Baños, L.,

Montes, J.N., dan García, M.E.R.,

(2009), Characterization of Calcium

Carbonate, Calcium Oxide, and

Calcium Hydroxide as Starting Point

to the Improvement of Lime for

Their Use in Construction, J. of

Materials in Civil Engineering, 694-

698.

Taufiq, Y.Y.H., Lee, H.V., Hussein., Yunus,

R., (2010), Calcium-Based Mixed

Oxide Catalysts For Methanolysis of

Jatropha Curcas Oil to Biodiesel,

Biomass and Bioenergy, 35, 827-834.

Trung, T., Cho, W.J., Ha, C.S., (2003),

Preparation of TiO2 nanoparticles in

glycerol-containing solutions,

Materials Letters, 57, 2746–2750.

Umdu, E.S., (2008), Methyl Ester Production

From Vegetable Oils on

Heterogeneous basic Catalysts,

Engineering and Sciences of İzmir

Institute of Technology.

West, Anthoni R., (1989), Solid State

Chemistry and Its Application, John

Wiley & Sons, New York.

Xin, B.H., Zhen S.X., Hua, L.X., Yong, L.S.,

(2009), Synthesis of Porous CaO

Microsphere and Its Aplication in

Catalyzing Transesterification

Reaction for Biodiesel, Trans

Nonferrous Met. Soc, 19, 674-677.

Yulianti, C. H., (2011), Sintesis Katalis

Nanopartikel Campuran Oksida CaO

dan ZnO dan Aktivitasnya pada

Transesterifikasi Refines Palm Oil

untuk Produksi Biodiesel, Fakultas

MIPA, Jurusan Kimia, ITS,

Surabaya.

Zhang, J., Sun, L., Yin, J., Su, H., Liao, C.,

Yan, C., (2002), Control of ZnO

Morphology via a Simple Solution

Route. Chem. Mater, 14, 4172.