sindrom deconditioning

6
SINDROM DECONDITIONING Sindrom deconditioning adalah sekumpulan gejala yang menimbulkan kapasitas fungsional menurun pada beberapa sistem tubuh akibat imobilisasi/gerakan tubuh berkurang dalam jangka waktu yang lama. Berkurangnya gerakan tubuh dapat sebagian atau seluruh tubuh, paling sering disebabkan oleh gangguan neuromuskuloskeletal seperti stroke, tumor medulla spinalis, myocardial infark, dan trauma. Adapun system yang pertama kali terkena adalah system musculoskeletal. Gambaran dari sindrom deconditoning berbeda-beda tergantung dari derajat dan lama imobilisasi. Beberapa system yang mengalami deconditioning adalah musculoskeletal, kardiovaskular, respirasi, kulit, gastrointestinal, genitourinaria, metabolism dan nutrisi, endokrin, serta neurologi, emosi intelektual. Sistem muskuloskletal Pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko mengalami kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut. Kontraktur terjadi karena perubahan patologis oada bagian tulang sendi, otot atau pada jaringan penunjang disekitar sendi. Factor posisi dan mekanik juga dapat menyebabkan kontraktur pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan

Upload: sartika-rizky-hapsari

Post on 10-Aug-2015

314 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

deconditioning

TRANSCRIPT

Page 1: SINDROM DECONDITIONING

SINDROM DECONDITIONING

Sindrom deconditioning adalah sekumpulan gejala yang menimbulkan kapasitas

fungsional menurun pada beberapa sistem tubuh akibat imobilisasi/gerakan tubuh berkurang

dalam jangka waktu yang lama. Berkurangnya gerakan tubuh dapat sebagian atau seluruh tubuh,

paling sering disebabkan oleh gangguan neuromuskuloskeletal seperti stroke, tumor medulla

spinalis, myocardial infark, dan trauma. Adapun system yang pertama kali terkena adalah system

musculoskeletal. Gambaran dari sindrom deconditoning berbeda-beda tergantung dari derajat

dan lama imobilisasi. Beberapa system yang mengalami deconditioning adalah musculoskeletal,

kardiovaskular, respirasi, kulit, gastrointestinal, genitourinaria, metabolism dan nutrisi, endokrin,

serta neurologi, emosi intelektual.

Sistem muskuloskletal

Pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko mengalami kontraktur karena sendi-sendi

tidak digerakkan. Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang tidak mau

menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut. Kontraktur terjadi karena perubahan patologis

oada bagian tulang sendi, otot atau pada jaringan penunjang disekitar sendi. Factor posisi dan

mekanik juga dapat menyebabkan kontraktur pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi.

Imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot.

Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2 % perhari. Massa otot sebagian besar menurun dari

kaki bawah dan otot-otot tubuh. Posisi imobilisasi juga berperan terhadap beratnya pengurangan

otot, imobilisasi dengan posisi meringkuk akan mengakibatkan pengurangan otot yang lebih

banyak dibandingkan posisi imobilisasi terlentang.

Osteoporosis dapat timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan

pembentukan tulang. Imobilisasi ternyata meningkatkan resorpsi tulang, dan meningkatkan kadar

kalsium serum akibatnya massa tulang menurun.

Sistem kardiovaskular

Penurunan efisiensi jantung, perubahan tanggapan kardiovaskkular postural dan penyakit

tromboemboli dapat terjadi akibat imobilisasi yang lama. Hipotensi postural merupakan

Page 2: SINDROM DECONDITIONING

penurunan tekanan darah sebanyak 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk dengan salah satu

gejala yang sering timbul adalah sinkop. Tirah baring lama akan mengakibatkan respons

kardiovaskular normal menjadi tidak normal yang akan menghasilkan penurunan volume

sekuncup jantung dan curah jantung.

Sistem respirasi

Imobilisasi dikaitkan dengan terjadinya pneumonia akibat dari retensi sputum dan aspirasi lebih

mudah terjadi pada pasien geriatric. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak

berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan

sputum sulit keluar. Selain itu proses penuaan mengakibatkan perubahan pada tekanan penutup

saluran kecil, kondisi tersebut akan mengurangi asupan O2 dan pernapasan cepat dangkal

sebagai kompensasinya.

Sistem gastrointestinal

Masalah utama pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi lama adalah konstipasi, skibala dan

obstruksi usus. Imobilisasi lama akan menyebabkan penurunan sekresi lambung, penurunan

absorbsi, atrofi mucosa intestinal sehingga feces akan lebih lama tinggal di usus.

Kulit

Pasien imobilisasi umumnya tidak bergerak pada malam hari karena tidak adanya gerakan pasif

maupun aktif. Tidak adanya aktivitas ini mengakibatkan peningkatan tekanan pada daerah kulit

yang sama secara terus menerus. Tekanan akan memberikan pengaruh pada daerah kulit sacral

ketika dalam posisi berbaring. Aliran darah akan terhambat pada daerah kulit yang tertekan dan

menghasilkan anoksia jaringan dan nekrosis. Tekanan tersebut juga dapat menyebabkan

kompresi pembuluh darah yang bisa timbul edema.

Sistem Genitourinaria

Aliran urin juga akan terganggu akibat tirah baring yang lama kemudian menyebabkan infeksi

saluran kemih mudah terjadi. Inkotinensia urin juga sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan

imobilisasi yang umumnya disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak

Page 3: SINDROM DECONDITIONING

sempurna. Retensi urin akan memudahkan terjadinya infeksisaluran kemih dan bila dibarengi

dengan hiperkalsiuria akan mengakibatkan terjadinya pembentukan batu ginjal.

Sistem metabolisme dan nutrisi

Imobilisasi ternyata juga berperan pada terjadinya hipoalbuminemia, mempengaruhi system

metabolic yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolism zat gizi. Penurunan nafsu

makan dapat mengakibatkan penurunan berat badan. Keadaan tidak beraktivitas dan imobilisasi

akan meningkatkan ekskresi nitrogen urin, sehingga pasien akan mengalami hipoprotenimia dan

edema.

Sistem endokrin

Pasien lanjut usia yang mengalami imobilisasi akan mengalami intoleransi glukosa karena sensor

insulin menurun yang mengakibatkan penurunan sensitivitas otot untuk sirkulasi insulin. Selain

itu terjadi gangguan circardian rhythm, gangguan temperatur dan respon keringat, gangguan

regulasi gangguan hormon paratiroid, gangguan tiroid, gangguan adrenal, gangguan pituitary,

growth, dan gangguan androgen.

Sistem neurologis, emosi dan intelektual

Kemampuan sensoris pada pasien lansia yang imobilisasi lama akan mengalami penurunan

seperti atensi menurun, bingung, disorientasi, gangguan eye-hand coordination. Kapasitas

intelektual pun ikut menurun. Selain itu, terjadi gangguan emosi dan perilaku. Ambang

pendengaran pun menigkat sehingga pasien lansia hanya dapat mendengar suara yang keras dan

pasien ini biasanya berbicara dengan keras pula. Kemampuan visual pun ikut menurun.

Penatalaksanaan

Non farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya

sekumpulan sindrom ini akibat imobilisasi. Berbagai upaya yang dapat dilakukan `dengan

beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring

Page 4: SINDROM DECONDITIONING

total, perubahan posisi secara teratur dan latihan ditempat tidue dapat dilakukan sebagai upaya

mencegah terjadinya kelemahan dan kontraktur otot serta sendi. Selain itu, mobilisasi dini berupa

turun dari tempat tidur ke kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara bertahap, untuk

mencegah terjadinya kontraktur otot dapat dilakukan gerakan pasif sebanyak satu-dua kali sehari

selama 20 menit.

Untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah menghilangkan

penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu dapat dilakukan perubahan

posisi lateral 30 derajat, penggunaan kasur anti dekubitus, atau menggunakan bantal berongga.

Program latihan jasmani yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi pasien, berdasarkan

ada tidaknya penyakit, status imobilisasi, tingkat aktivitas, dan latihannya. Control tekanan darah

secara teratur dan penggunaan obat-obatan. Monitor asupan cairan dan makanan mengandung

serat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu juga perlu dilakukan

evaluasi dan pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar pasien. Pemberian nutrisi yang

adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi.

Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap

terjadinya thrombosis. Pemberian antikoagulan merupakan terapi farmakologik yang dapat

diberikan untuk mencegah terjadinya thrombosis pada pasien geriatric dengan imobilisasi. Low

dose heparin (LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan profilaksis yang

aman dan efektif untuk pasien geriatric dengan imobilisasi dan resiko thrombosis non

pembedahan terutama strok. Namun pemberian antikoagulan ini perlu dilakukan dengan hati-hati

dan penuh pertimbangan. Penurunan faal ginjal dan hepar serta adanya interaksi obat perlu

diperhatikan juga.