simulasi kasus farma

29
LAPORAN SIMULASI KASUS DERMATITIS ALERGIKA Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran Oleh: Crashana Siregar I1A008072 Renny Mardayati I1A007078 Bayu Saputera I1A008027 Pembimbing: Rina Astiyani Jenah, S.Si, Apt UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Upload: philip-siregar

Post on 05-Dec-2014

67 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

farma

TRANSCRIPT

Page 1: simulasi kasus farma

LAPORAN SIMULASI KASUS

DERMATITIS ALERGIKA

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran

Oleh:Crashana Siregar I1A008072Renny Mardayati I1A007078

Bayu Saputera I1A008027

Pembimbing:Rina Astiyani Jenah, S.Si, Apt

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANBAGIAN FARMAKOLOGI

BANJARBARU2013

Page 2: simulasi kasus farma

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang abnormal dan merugikan terhadap

zat yang biasanya tidak berbahaya bagi kebanyakan orang. Bila seseorang alergi terhadap

sesuatu, sistem kekebalan tubuh secara keliru percaya bahwa zat ini berbahaya bagi tubuh

Anda. Zat yang menyebabkan reaksi alergi, seperti makanan tertentu, debu, serbuk sari

tanaman, atau obat-obatan, dikenal sebagai alergen. Alergen masuk ke tubuh dengan

berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui

suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam

perhiasan atau jam tangan, dan lain-lain.1

Dermatitis alergika merupakan salah satu bentuk dari alergi, yang memberikan

manifestasi klinis pada kulit. Baru-baru ini, kejadian dermatitis alergika telah meningkat

tajam, terutama di negara-negara maju. Gejala-gejala dermatitis alergika diyakini muncul

sebagai akibat dari kombinasi penyebab keturunan dan lingkungan. Peningkatan penyakit

ini dianggap sangat tergantung pada perubahan lingkungan (efek dari polusi lingkungan)

dan perubahan gaya hidup. Modernisasi lingkungan seperti yang terlihat di negara-negara

maju diyakini menghasilkan terganggunya keseimbangan sistem kekebalan dalam tubuh.

Hal ini sekarang sedang dianggap sebagai penyebab utama penyakit alergi.2

Tingkat kejadian dermatitis alergika yang meningkat menjadikan penatalaksanaan

penyakit ini penting diketahui dan dipahami oleh para klinisi. Makalah ini menyajikan

penjelasan tentang dermatitis alergika dan contoh simulasi kasus yang dapat dijadikan

referensi dalam penatalaksanaan dermatitis alergika. Diharapkan dengan adanya makalah

Page 3: simulasi kasus farma

ini, menjadi bahan acuan yang penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit ini.

2. Definisi

Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi

hipersensitivitas tipe I, ditandai dengan pruritus, lesi ekzematous, xerosis (kulit kering),

dan likenifikasi (penebalan kulit dan peningkatan tanda-tanda kulit). Dermatitis alergika

bersifat steril, adanya infeksi dari dermatitis alergika dapat disebabkan oleh adanya infeksi

sekunder yang menyertainya.3

3. Faktor Predisposisi

Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat peningkatan

kadar IgE total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan

psikis. Faktor eksogen, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, alergen debu,

tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan

suhu dan kelembaban), serta higien lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor

predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus.1,2

4. Patofisiologi

Mekanisme imun yang mendasari timbulnya dermatitis alergi adalah mekanisme tipe

I dalam klasifikasi Gell dan Coomb yang diperankan oleh IgE. Reaksi ini timbul segera

setelah tubuh terpajan dengan alergen, yang akan menimbulkan respon imun dengan

terbentuknya IgE. Bila kemudian tubuh kembali terpajan dengan alergen serupa, maka

alergen tersebut akan berikatan dengan IgE yang sudah terikat pada sel mast, yang telah

tersensitasi dan akan terjadi degranulasi yang mengakibatkan mediator keluar. Granula

Page 4: simulasi kasus farma

yang sudah ada ini adalah histamin yang mempunyai efek vasodilatasi mukosa sehingga

terjadi edem mukosa dan perembesan plasma ke sekitarnya, pada kulit akan menyebabkan

edem dan eritema yang disertai rasa gatal. Selain histamin, juga dilepaskan mediator

seperti ECF-A dan NCF yang akan menarik sel eosinofil dan sel netrofil ke tempat alergen

berada.4

Sel limfosit T yang berada di kulit mempunyai reseptor IgE dengan afinitas rendah.

Dikenal dua macam T helper, yaitu Th1 yang akan menghasilkan sitokin IFN-α dan Th2

yang menghasilkan IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang pembentukan IgE dan peningkatan

pelepasan histamin.4

Gambar 1. Reaksi hipersensitivitas tipe I

Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe I adalah sebagai berikut.

a. Fase sensitasi: waktu yang diperlukan untuk pembentukan IgE sampai diikat oleh

reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.

Page 5: simulasi kasus farma

b. Fase aktivasi: waktu selama terjadinya pajanan ulang dengan antigen yang spesifik,

mastosit melepaskan isinya yang berisi granul (yang akan menimbulkan reaksi alergi).

c. Fase efektor: waktu terjadinya respon yang kompleks sebagai efek bahan yang

dilepaskan mastosit dengan aktifitas farmakologi.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari dermatitis alergika adalah adanya perasaan gatal, adanya

makula eritematosa, papula, atau papulovesikel, daerah eksematous yang berkrusta,

likenifikasi, dan eksoriasi. Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder mungkin menyertai.5

Bentuk lesi diawali dengan makula eritem, vesikel atau papula, disertai gatal hebat

dan adanya likenifikasi. Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa cubiti

dan poplitea, leher depan dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata.5

6. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. IgE serum

IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada

penderita dermatitis alergika menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum

terutama bila disertai gejala alergi.3

b. Eosinofil

Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis alergika.

Berbagai mediator berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk

menuju ke tempat peradangan.3

Page 6: simulasi kasus farma

c. TNF-α

Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis alergika

dibandingkan penderita asma bronkhial.3

d. Sel T

Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah

absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan

imunofluouresensi terlihat aktifitas sel Th menyebabkan pelepasan sitokin yang

berperan pada patogenesis dermatitis atopik.3,5

e. Uji tusuk

Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes

intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil positif.3

f. Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman

Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis

mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan

diambil dari pus tempat lesi penderita.3

2. Dermatografisme Putih

Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni: akan

tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar

ke daerah sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada

penderita alergi bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi

timbul kepucatan dan tidak timbul edema.3,5

3. Percobaan Histamin

Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis alergika, eritema

Page 7: simulasi kasus farma

akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit

yang normal.3

7. Diagnosis

Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat digunakan untuk

memastikan penyakit dermatitis alergika. Pada umumnya diagnosis dibuat dari riwayat

adanya penyakit alergi, misalnya eksim, asma dan rinitis alergik, pada keluarga, khususnya

kedua orang tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat

beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis alergika dan menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan iritasi/alergi

kulit.3

8. Penatalaksanaan

Pasien dengan dermatitis alergika biasanya tidak memerlukan terapi darurat.

Beberapa penatalaksanaan umum untuk dermatitis alergika adalah sebagai berikut.6

a. Hindari faktor penyebab.

b. Moisturization (tergantung pada iklim), mandi hangat diikuti dengan pemakaian

pelembab seperti petrolatum.

c. Steroid topikal saat ini merupakan andalan pengobatan. Terapi awal terdiri dari bubuk

hidrokortison 1% dalam basis salep yang dioleskan 2 kali sehari untuk lesi pada wajah

dan lipatan. Sebuah salep steroid midstrength (triamcinolone atau betametason valerat)

diberikan 2 kali setiap hari untuk lesi papula sampai ekzematous yang jelas. Steroid

dihentikan ketika lesi menghilang.

Page 8: simulasi kasus farma

d. Probiotik telah dieksplorasi sebagai pilihan terapi untuk pengobatan dermatitis

alergika. Alasan untuk mereka gunakan adalah bahwa produk bakteri dapat

merangsang respon kekebalan dari Th1 bukannya Th2 dan karena itu bisa

menghambat perkembangan produksi antibodi IgE.

e. Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi sekunder. Mereka tidak berpengaruh

pada penyakit stabil tanpa adanya infeksi.

f. Upaya lainnya, seperti pakaian harus lembut sebelah kulit, pakaian harus dicuci dalam

deterjen ringan tanpa pemutih atau pelembut kain, dan penghindaran makanan yang

dapat menyebabkan alergi, sangat membantu dalam mengatasi dermatitis alergika.

9. Prognosis

Prognosis penyakit ini bergantung kepada kepatuhan penderita dalam pengobatan dan

kejadian infeksi sekunder yang menyertainya. Kebanyakan pasien membaik, hal ini dapat terjadi

pada semua usia.3

Page 9: simulasi kasus farma

BAB II

SIMULASI KASUS

2.1 Kasus

Tn. Haryadi, 32 tahun, pekerjaan administrator jaringan komputer di Telkom, alamat Jalan Kuripan

No. 27 Banjarmasin, datang ke praktek dokter umum jam 18.00. dengan keluhan gatal-gatal. Sejak

pagi tadi badan dan lengan terasa gatal-gatal dan muncul bintil-bintil kecil seperti gigitan nyamuk.

Sudha diberi bedak Herocyn, tapi masih saja gatal dan tetap ingin menggaruk, sampai ada yang

luka dan sakit. Pasien tidak tahu apa penyebab gatal-gatal ini, tapi sejak kecil, gatal-gatal ini sering

muncul hilang-timbul. Pasien juga adalah penderita asma.

Tanda Vital: TD = 120/80 mmHg, N = 88 x/’, RR = 24 x/’, t = 37oC

Pemeriksaan Fisik:

Kepala dan leher : dalam batas normal

Thorax, abdomen, dan ekstremitas : papul-papul hiperemis tersebar secara generalisata di

kulit, beberapa nampak bekas garukan dan iritasi

Diagnosa: Dermatitis Alergika

2.2. Tujuan Pengobatan

- menghindari faktor penyebab dan pencegahan berulangnya kontak kembali dengan

alergen penyebab

Page 10: simulasi kasus farma

- menekan kelainan kulit

- mengobati reaksi alergi (keluhan gatal-gatal) dan mengatasi peradangan

- untuk mencegah adanya infeksi sekunder

2.3. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat untuk Dermatitis Alergika

No. Kelompok Obat Jenis obat

1. Kortikosteroid Prednisone, Prednisolone

2. Antihistamin Loratadine, Cetirizine.

3. Antibiotik Amoxicillin, Clindamicin

2.4. Perbandingan Kelompok Obat Dermatitis Alergika menurut Khasiat, Keamanan,

dan Kecocokannya

Kelompokobat

Efek (khasiat) Indikasi Efeksamping Kontra Indikasi

KORTIKOSTEROID

Prednison Kortikosteroid Imunosupresan untuk mengobati kelainan autoimun, penyakit inflamasi, uveitis, penyakit ginjal,

Hiperkalemia, edema osteonekrosis, myopathy, tukak peptic, euphoria, psikosis, miastenia gravis, penggunaan bersama glukokortikoid menyebabkan infeksi dan krisis adrenal.

Hipersensitivitas; infeksi virus, tukak peptic, disfungsi hati, infeksi tuberculosis dan infeksi jamur.

Metilprednisolon Kortikosteroid Terapi substitusi insufisiensi sekresi korteks adrenal, penyakit alergi, penyakit keganasan

Tukak peptik,miopati, psikosis, pemberian yang dihentikan tiba-tiba menimbulkan insufisiensi adrenal akut

Diabetes mellitus, infeksi berat, tukak peptic, hipertensi, gangguan kardiovaskular

ANTIHISTAMIN

Page 11: simulasi kasus farma

Loratadine Antihistamin Antihistamin golongan long acting non sedatif, Untuk pengobatan simptomatik penyakit alergi.

Jarang. Mulut kering dan sedasi, lesu, nyeri kepala..

Bayi prematur dan bayi baru lahir, hati-hati pada wanita hamil dan menyusui,.

Cetirizine Antihistamin Antihistamin non sedatif.

Menimbulkan kantuk 14% pada pasien, mulut kering, pusing, lelah, gugup, tenggorakan kering

penyakit ginjal Hati-hati pada wanita hamil, hipersensitivitas

ANTIBIOTIK

Amoxicillin Antibiotik Antibiotik golongan penicillin, broad spectrum, untuk mengobati infeksi bakteri dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati radang tenggorokan, infeksi kulit, jerawat, infeksi saluran kemih, dan infeksi klamidia.

Mual, muntah, diare, urtikaria, nyeri sendi, demam, udem, reaksi alergi.

Hati-hati pada orang yg hipersensitif terhadap antibiotik golongan penisilin

Clindamicin Antibiotik Antibiotik penicillin, broad spectrum.Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti S. aureus, Klebsiella sp, E. coli, H. influenzae, Enterobacter  sp, infeksi yang terjadi di kulit, intra-abdomen dan infeksi ginekologi.

Angioneurotik, syok anafilaksis, konvulsi

Hati-hati pada orang yg hipersensitif terhadap antibiotik golongan penisilin

2.5 Resep Rasional Pilihan dan Alternatif Obat yang Digunakan untuk Dermatitis Alergika

Resep untuk Obat Kortikosteroid

Page 12: simulasi kasus farma

Uraian ObatPilihan ObatAlternatif

Nama Obat Prednison Metilprednisolon

Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : PrednisonPaten : ErlanisoneBSO : Tablet 5 mg

Generik : PrednisolonPaten : EltazonBSO : Tablet 5 mg

BSO yang Diberikan dan Alasannya

Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Dosis Referensi 4-6 tablet sehari pada dosis supresif, ½ - 4 tablet sehari pada dosis maintanance

1-4 tablet sehari; dosis diturunkan secara bertahap sampai dosis terendah efektif.

Dosis untuk Kasus dan Alasannya 30 mg sehari, sesuai dosis terapi dermatitis

30 mg sehari, sesuai dosis terapi dermatitis

Frekuensi Pemberian dan Alasannya

3x sehari sesuai dosis 3x sehari sesuai dosis

Cara Pemberian dan Alasannya Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Waktu Pemberian dan Alasannya Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung

Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung

Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari; untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol

Page 13: simulasi kasus farma

Resep untuk Obat Antihistamin

Uraian ObatPilihan ObatAlternatif

Nama Obat Loratadine Cetirizine

Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : LoratadinePaten : AllorisBSO : tablet 10 mg

Generik : CetirizinePaten : RyzenBSO : tablet 10 mg

BSO yang Diberikan dan Alasannya

Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Dosis Referensi 1 tablet sehari 1 tablet sehari

Dosis untuk Kasus dan Alasannya 1x10 mg sehari, sesuai dosis yang dianjurkan

1x10 mg sehari, sesuai dosis yang dianjurkan

Frekuensi Pemberian dan Alasannya

1x sehari sesuai dosis 1x sehari sesuai dosis

Cara Pemberian dan Alasannya Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan

Waktu Pemberian dan Alasannya Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung

Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung

Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari; untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol

Page 14: simulasi kasus farma

Resep untuk Obat Antibiotik

Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif

Nama Obat Amoksisilin Clindamicin

Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : amoksisilin kapsul 250 mg, kaptab 500 mg, sirup kering 125mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial.Paten : Amoksan kapsul 250 mg, 500 mg, sirup kering 125 mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial

Generik: Kapsul 250 mg, 500 mg; Kaptab 250 mg, 500 mg; Serbuk Inj.250 mg/vial, 500 mg/vial, 1g/vial, 2 g/vial; Sirup 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml; Tablet 250 mg, 500 mg.Paten: Ampi cap 500mg, Ampi syr 125 mg/5 mL 60 ml.

BSO yang Diberikan dan Alasannya

Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa

Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa

Dosis Referensi Amoksisilin 750-1500 mg/hari Ampicillin 250 – 500 mg/hari

Dosis untuk Kasus dan Alasannya 500 mg/8 jam alasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu menekan pertumbuhan kuman.

500 mg tiap 12 jam alasannya agar memudahkan pasien dalam ketaatannya meminum obat, jika dinadingkan dengan 4x250 mg.

Frekuensi Pemberian dan Alasannya

3 kali sehari karena waktu eliminasinya habis dalam 6-8 jam

4 kali sehari karena waktu eliminasinya habis dalam 6 jam

Cara Pemberian dan Alasannya Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Waktu Pemberian dan Alasannya Sebelum makan, memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum makan)

Sebelum makan, memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum makan)

Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol

2.6. Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus

Page 15: simulasi kasus farma

Resep Pilihan

dr. Bahri SaputraSIP. 0326/XXJ/2013

Praktek Dokter Umum

Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 BanjarmasinTelp (0511) 324565

Alamat Praktek :Jl. Kompleks Veteran No.27

BanjarmasinTelp (0511) 264187

Banjarmasin, 21 Maret 2013

R/ Amoxicillin tab 500mg No. XV (knp pilih golongan penisilin?) lini pertama pemberian antibiotik ∫. t.d.d .tab I ac (o.8.h)

R/ Prednisone tab 10 mg No.XV ∫. t.d.d .tab I pc

R/ Loratadine tab10 mg No. V ∫ prns.d.d tab I pc (pruritus)

#trus herocyn nya gmn dteruskan atau dstop ? distop

Pro: Tn. HaryadiUmur/BB: 32th/ 50kgAlamat: Jl. Kuripan No.27 Banjarmasin

Resep Alternatif

Page 16: simulasi kasus farma

dr. Bahri SaputraSIP. 0326/XXJ/2013

Praktek Dokter Umum

Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 BanjarmasinTelp (0511) 324565

Alamat Praktik :Jl. Kompleks Veteran No.27

BanjarmasinTelp (0511) 264187

Banjarmasin, 21 Maret 2013

R/ Clindamicin tab 300mg No. XV (knp pilih golongan yg sama, lg pula mmg nya msh ada ampi oral pasaran?) ∫. b.d.d .tab I ac (o.12.h)

R/ Metilprednisolon tab 10 mg No. XV (sbnrnya pake metil apa ga ?) ∫t.d.d tab I pc

R/ Cetirizine tab 10 mg No. V (knp pilih ini sbgi alternatif bkn sbgi pilihan uta ma?) lebih menyebabkan kantuk dibanding Loratadine ∫ prn.s.d.d tab I pc (pruritus)

Pro: Tn. HaryadiUmur/BB: 32th/ 50kgAlamat: Jl. Kuripan No.27 Banjarmasin

2.7. Pengendalian Obat

Page 17: simulasi kasus farma

Pada kasus dermatitis alergika, pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal

dan pengobatan sistemik. Pada kasus ini penderita juga memiliki riwayat asma. Manifestasi alergi pada

penderita ini terjadi pada kulit; dermatitis alergika dan pada saluran nafas; asma.

Pada prinsipnya, pengobatan dermatitis alergika adalah menghindari dan menyingkirkan

faktor penyebab serta pengobatan simptomatis yaitu dengan menghilangkan dan mengurangi

keluhan dan menekan peradangan.

Penggunaan kortikosteroid sistemik ditujukan pada kasus akut dan berat seperti pada kasus ini

didapatkan papul-papul hiperemis tersebar secara generalisata, beberapa nampak bekas garukan dan

iritasi di sekitar thorax, abdomen, dan ekstremitas. Obat kortikosteroid diberikan untuk mengatasi

peradangan dalam jangka waktu pendek. Kortikosteroid golongan prednison yang dapat mencegah atau

menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi zat kimia, mekanik atau allergen. Gejala ini

umumnya berupa kemerahan, rasa sakit dan panas, pembengkakan di tempat radang. Penggunaan

klinis kortikoteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif, dalam hal ini penyebab penyakit

tetap ada hanya gejala yang dihambat. Pada kasus ini, diberikan Metilprednisolon 3x 10 mg perhari

karena lesi pada penderita ini adalah lesi generalisatapada regio thorax, region abdomen dan

ekstremitas.

Pada pengobatan sistemik, pilihan obat antihistamin adalah sebagai terapi simptomatik

untuk mengatasi alergi tipe eksudatif akut, mengatasi reaksi alergi yaitu gatal-gatal. Loratadine

merupakan antihistamin non sedative generasi kedua dengan aktivitas sebagai antagonis

kompetitif sel aktif terhadap reseptor H1 perifer. Jika dibandingkan dengan cetirizine, cetirizine

lebih menyebabkan kantuk sehingga dapat mengganggu aktivitas pasien sebagai seorang

administrator jaringan komputer. Dosis pemberian loratadine pada dewasa adalah 10 mg

diberikan 1 kali sehari setelah makan, karena obat ini dapat menyebabkan gangguan saluran

Page 18: simulasi kasus farma

cerna yaitu berupa mual. Diberikan selama 3 - 5 hari.

Pada kasus ini juga diberikan antibiotik karena pasien menggaruk kulit yang gatal sehingga

terjadi luka. Antibitoik diberikan dengan tujuan untuk mencegah dan mengobati infeksi sekunder dari

luka tersebut. Antibiotik yang diberikan pada kasus ini adalah amoxicillin tablet 500 mg 3 kali sehari

untuk 5 hari. Diharapkan pemberian amoxicillin dengan dosis 500 mg tersebut telah mampu menekan

pertumbuhan kuman dan mencapai konsentrasi puncak optimal di dalam plasma darah.

Amoksisilin dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan,

gigi, saluran genitourinaria, kulit dan struktur kulit, dan saluran pernapasan bawah oleh Streptococcus

spp,S. pneumoniae, Staphylococcus spp, H. influenzae., E. coli, P. mirabilis, atau E. faecalis. Amoksisilin

bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri pada tahap terakhir dengan jalan inaktivasi D-

alanin-transpeptidase. Beberapa keuntungan amoksisillin dibandignkan dengan ampicillin adalah

penyerapan obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran

seni lebih tinggi.

Penggunaan antibiotika sangat tergantung pada kepatuhan penderita untuk menghindari

terjadinya resistensi. Efek samping obat dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan waktu

pemberian obat dan mengetahui adanya kontraindikasi. Informasi yang jelas tentang cara penggunaan

obat sangat penting untuk pengendalian obat dan jika masih didapatkan gejala setelah masa terapi

maka perlu dilakukan evaluasi terapi dengan meminta penderita kontrol ulang.

Selain itu, intervensi terapi non farmakologis perlu diberikan kepada penderita karena

pada prinsipnya penatalaksanaan kasus-kasus dermatitis alergika adalah mengidentifikasi

penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindari faktor penyebabnya, meminum dan

menggunakan obat sesuai aturan pakai, menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan tempat

tinggal, serta tidak menggaruk kulit apabila terasa gatal untuk menghindari terjadinya infeksi

sekunder.

Page 19: simulasi kasus farma

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhowmik D, Kumar KPS, Umadevi M. Allergy: symptoms, diagnosis, treatment and

management. The Pharma Innovation 2012; 1(3): 16-29.

2. Yosida A, Kohchi C, Inagawa H, Nishizawa T, Soma GI. Improvement of allergic dermatitis

via regulation of the Th1/Th2 immune system balance by macrophages activated with

lipopolysaccharide derived from Pantoea agglomerans (IP-PA1). Anticancer Research 2009;

29: 4867-70.

Page 20: simulasi kasus farma

3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine. New York: McGraw-Hill, 2008.

4. Nency YM. Prevalensi dan faktor resiko alergi pada anak usia 6-7 tahun di Semarang. Tesis:

dipresentasikan di Universitas Diponegoro Semarang pada Maret 2005.

5. Bircher AJ, Schmidli F, Strub C, Muller B, Scherer K. Systemic allergic dermatitis reaction

to nikel released from an eyelet in an intravenous catheter. Contact Dermatitis 2009; 61:

180-2.

6. Kim BS. Dermatitis atopic treatment and management. (http://emedicine.medscape.com).

Diakses pada 21 Maret 2013.