siklus hidup lalat bibit

16
Pengendalian Lalat Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan “kesan dan pesan” tersendiri. Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat” (seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya? Mengenal Lalat Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang

Upload: zoe-zh

Post on 24-Jun-2015

1.301 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Siklus Hidup Lalat Bibit

Pengendalian Lalat

Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat bahkan setiap

saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala

keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat

peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini,

keberadaan lalat telah berhasil memberikan “kesan dan pesan” tersendiri.

Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan di dalam

kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada

“penyakit lalat” (seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh

karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu

memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya?

Mengenal Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan

ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena

yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil

(berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat

perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari

tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya

mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap

gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang

akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk

menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.

Page 2: Siklus Hidup Lalat Bibit

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini,

mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga

dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat

oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di

lingkungan gelap.

Siklus hidup lalat

Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500

butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan,

sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat

hidup). Bisa kita bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat

memberikan ancaman tersendiri.

Keberadaan Lalat, Berbahaya?

Page 3: Siklus Hidup Lalat Bibit

Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti halnya penyakit Newcastle

disease (ND) yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan suatu

agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai vektor atau agen pembawa atau

penular penyakit. Peranan lalat menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi

tubuhnya yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus, bakteri, protozoa)

melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang

unik, yaitu lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair baru

disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit

masuk ke dalam tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi kita tahu

dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di ransum ayam.

Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat hinggap disuatu tempat, maka

+ 125.000 bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh

mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005) peneliti di fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor

lalat yang memiliki berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak 10% dari

berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini

disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.

Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama dengan suaminya, yaitu Prof. Drh.

R Wasito, M.Sc, PhD seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah melakukan

penelitian peranan lalat terhadap penularan penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat

beku yang telah dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari Makasar dan

Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih

berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat tersebut dalam

penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai vektor mekanik atau vektor biologik? Kita

tunggu hasil penelitian berikutnya.

Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet atau inang perantara bagi

infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat

dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang cacing pita tersebut.

Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli)

maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar bakteri kolera

maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.

Page 4: Siklus Hidup Lalat Bibit

Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa bibit

penyakit

Selain penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab keretakan keharmonisan

hubungan sosial antara peternak dengan warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu

keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang

berkembang di peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau

masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang menjadi

sumber munculnya lalat tersebut.

 

Bagaimana Pengendalian Lalat ?

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah merupakan

suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu,

pengendalian lalat ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-

gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita.

Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya di

kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang

menjadikan lalat bandel, ialah :

Page 5: Siklus Hidup Lalat Bibit

Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan

sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)

Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang

tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut

pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan

manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada

spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas

dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat

ada bahaya yang mengancam dirinya.

Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang

banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk

mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus dilakukan secara

komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar

ialah kontrol manajemen, biologi, mekanik dan kimia.

Kontrol manajemen

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik

pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat

perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit

penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak

(melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam

yang memiliki kadar air sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan

lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk

mencegah perkembangbiakan lalat.

Page 6: Siklus Hidup Lalat Bibit

Lakukan pembersihan feses minimal 1 x seminggu sehingga dapat memutus siklus

perkembangbiakan lalat. Hal ini berdasarkan periode waktu lalat bertelur, yaitu setiap

minggu (4-7 hari)

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah :

1. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus

hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali

2. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan

protein kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang

tinggi dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)

3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu

mengembalikan kemampuan tanah menyerap air

4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum

tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki

kondisi genting yang bocor

5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan

cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam

kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat

6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik

dapat mempercepat proses pengeringan feses

7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor

8. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air

mengendap

Page 7: Siklus Hidup Lalat Bibit

Selain menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi kandang dengan baik juga

menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. Langkah sanitasi

yang dapat dilakukan yaitu :

Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun telur yang pecah

Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari kandang

Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi jika kondisinya basah

Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin kemudian semprot dengan

desinfektan seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep

Kontrol biologi

Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini relatif

jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam

mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak

bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat telah

dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan

ekosistem kandang.

Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia

nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa

Page 8: Siklus Hidup Lalat Bibit

lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian

puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat

(pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae dan

Fuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga

merupakan “lawan” lalat.

Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif

sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu,

hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun

demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di

kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah

organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.

Kontrol mekanik

Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada

umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat,

biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal

(aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk

mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat

penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.

Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya

tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke arah

pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga bisa

digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik

pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka

populasi lalat banyak.

Kontrol kimiawi

Page 9: Siklus Hidup Lalat Bibit

Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit

terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat.

Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak

akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut.

Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?

Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol

kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi

penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi

kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan

pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga

harus dilakukan dengan tepat.

Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan

(Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup

lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan

membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis

obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja

obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk

membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif yang

bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa

tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan begitu juga

sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat).

Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang seperti fenomena

gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di dalam kandang hanya 20%

sedangkan lalat yang “tersembunyi” (telur, larva dan pupa) sesungguhnya jauh lebih

banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa akan menjadi lebih sulit karena

mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan lalat untuk menghindar (mata majemuk). Oleh

karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah

teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat.

Page 10: Siklus Hidup Lalat Bibit

Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa dan lalat tidak akan

terbentuk

Untuk mendukung hal itu, Medion telah me-launching sebuah produk dengan

kandungan zat aktif (cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat,

yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur dalam ransum.

Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah dilakukan oleh intern Medion

maupun bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada

(UGM).

a) Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)

Gejala: daun berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau bagian yang

terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi

kerdil atau mati.

Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan dan

bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm.

Pengendalian:

(1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman akan sangat membantu memutus siklus

hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung;

Page 11: Siklus Hidup Lalat Bibit

(2) tanaman yang terserang lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan, agar hama tidak

menyebar;

(3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan terutama terhadap

tanaman inang yang sekaligus sebagai gulma;

(4) pengendalian secara kimiawi insektisida yang dapat digunakan antara lain: Dursban 20 EC,

Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26 dan Promet 40 SD sedangkan dosis

penggunaan dapat mengikuti aturan pakai.

b) Ulat pemotong

Gejala: tanaman jagung yang terserang biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang

ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung yang masih muda

itu roboh di atas tanah. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera

litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa

armigera).

Pengendalian

: (1) bertanam secara serentak pada areal yang luas, bias juga dilakukan pergiliran tanaman;

(2) dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di dalam tanah; (3)

sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih dahulu dengan insektisida.