siaran pers: menggalang dukungan industri berbasis lahan untuk pembangunan berkelanjutan
DESCRIPTION
Jakarta, 5 Juni 2012 – Indonesia terus menguatkan koordinasi dan menggalang dukungan untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan. Inisiatif dan praktik baik dari berbagai kalangan terus didata dan didukung agar bisa menjadi lebih baik di masa depan.TRANSCRIPT
![Page 1: Siaran Pers: Menggalang Dukungan Industri Berbasis Lahan Untuk Pembangunan Berkelanjutan](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020221/568c52391a28ab4916b5cdbf/html5/thumbnails/1.jpg)
SIARAN PERS
MENGGALANG DUKUNGAN INDUSTRI BERBASIS LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Jakarta, 5 Juni 2012 – Indonesia terus menguatkan koordinasi dan menggalang dukungan untuk
menjalankan pembangunan berkelanjutan. Inisiatif dan praktik baik dari berbagai kalangan terus
didata dan didukung agar bisa menjadi lebih baik di masa depan. Semangat itulah yang terpancar
dalam seminar “We Care, We Share. A Gallery of Good Practices in Land-based Industries: Palm Oil,
Mining, and Forestry” yang diselenggarakan Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ di Jakarta hari
ini. Ketua Satgas REDD+, Kuntoro Mangkusubroto, menyatakan, “Seminar ini hanya merupakan
titik awal dari serangkaian dialog menuju penguatan komitmen dunia usaha Indonesia pada
pembangunan berkelanjutan.”
Praktik baik yang dimaksud di sini adalah inisiatif sejumlah industri berbasis lahan memadukan upaya pelestarian lingkungan, keterlibatan sosial yang baik ke dalam strategi dan aturan bisnis mereka. Di sektor kehutanan, misalnya, sejumlah pelaku bisnis kehutanan secara proaktif sudah menerapkan kaidah-kaidah sustainable forest management yang berdampak pada turunnya emisi karbon. Di sektor perkebunan, sejak beberapa tahun lalu timbul inisiatif Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), yang pada gilirannya juga berkontribusi pada penurunan emisi dari kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia. Inisiatif serupa juga ada di sektor-sektor lain, termasuk di industri ekstraktif semacam pertambangan. Meski belum sempurna dan perlu diperbaiki, praktik-praktik ini patut dihargai.
Seminar ini menghadirkan pembicara dari pelaku bisnis berbasis lahan, yaitu dari sektor
pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan. Paparan dari masing-masing pelaku bisnis ini
kemudian dikritisi oleh sejumlah ahli sebelum diulas pula oleh para peserta lainnya. Beberapa poin
menarik yang muncul diantaranya adalah adanya kerjasama dari pelaku bisnis perkebunan seperti
Golden Agri Resources (GAR) melalui anak perusahaannya, PT SMART Tbk, dengan The Forest
Trust yang menghasilkan temuan metode praktis untuk mengidentifikasi hutan yang memiliki stok
karbon tinggi (STK). “Metode hutan SKT lebih mendekatkan kami pada usaha memastikan
kenihilan rekam jejak deforestasi pada kegiatan produksi minyak sawit. Kebijakan ini tak dapat
kami lakukan sendiri, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bekerjasama
menyukseskan upaya ini,” ungkap Daud Dharsono, Direktur Utama PT. SMART Tbk. Komitmen GAR
ini ditanggapi kritis oleh Senior Scientist di Center for International Forestry Research (CIFOR),
Daniel Murdiyarso, yang mengatakan, “Perbaikan metode akan meningkatkan kredibilitas. Oleh
karena itu, kebijakan sektor bisnis perlu mempertimbangkan metode yang kredibel dan transparan
sehingga bisa diadopsi secara luas.”
Dari sektor pertambangan, Rock Funston, Project Director IndoMetCoal, BHP Billiton, menceritakan
pengalaman mereka mereklamasi lahan pasca tambang di Petanggis dengan melibatkan komunitas
![Page 2: Siaran Pers: Menggalang Dukungan Industri Berbasis Lahan Untuk Pembangunan Berkelanjutan](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020221/568c52391a28ab4916b5cdbf/html5/thumbnails/2.jpg)
lokal sejak awal. “Sampai saat ini, masyarakat masih merasakan manfaatnya, termasuk untuk
konservasi dan ekowisata. Prinsip pelibatan masyarakat ini, kami harapkan dapat direplikasi untuk
industri berbasis lahan lainnya,” tandas Rock.
Pada bagian penutup seminar, Kuntoro menegaskan lagi peran yang bisa diambil berbagai pihak
untuk menyukseskan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. “Setiap sektor
memiliki kewajiban yang sama, yang disesuaikan dengan spesifikasi sektornya, untuk
mengaplikasikan good practice, dan menjadikannya accepted practice. Pemerintah juga punya
kewajiban untuk menciptakan enabling conditions. Peraturan mungkin perlu diganti. Insentif
mungkin perlu ditambah. Meski demikian, sektor swasta jangan menunggu pemerintah berubah.
Saya juga tidak menunggu sektor swasta berubah. Kita harus bersama-sama saling mendorong
untuk membuat critical mass.”
Selanjutnya Kuntoro berjanji akan mengundang semua pihak untuk berkumpul lagi dalam 3 bulan
ke depan, supaya apa yang telah dibahas dalam tiap sektor dapat diangkat dan dipecahkan secara
konkret. UKP4 dan Satgas REDD+ akan mengawal terus agar proses ini bisa berlangsung dengan
baik.
Keterangan lebih lanjut
Ketua Kelompok Kerja Komunikasi dan Pelibatan Para Pihak
Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+
Chandra Kirana