siaran pers konsorsium pengelola jasa lingkungan : ada 20 komunitas terlibat program penurunan emisi...

2
S I A R A N P E R S Untuk disiarkan segera Ada 20 Komunitas Terlibat Program Penurunan Emisi Berbasis Masyarakat Fokus progam pada komunitas pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat, dan Hutan Adat Jakarta, 5 Maret 2014 - The Indonesia Community Payment for Environmental Services (PES) Consortium telah memiliki 20 komunitas pengelola hutan yang sedang difasilitasi program penurunan emisi karbondioksida berbasis masyarakat. Program ini memfasilitasi masyarakat pengelola hutan untuk mengintegrasikan rencana pengelolaan hutan yang mereka buat termasuk rencana melindungi hutan dengan strategi penurunan emisi. Program ini juga membantu mereka untuk menghitung besaran emisi yang bisa diturunkan. Sebanyak 20 komunitas tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Luas lahan hutan yang masuk dalam program penurunan emisi gas rumah kaca berbasis masyarakat mencapai sekitar 69.300,12 ha. Sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) yang terlibat mencapai 17.002 Kepala Keluarga. Pemaparan mengenai hal tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers “Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Masyarakat” pada Kamis (5/3) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara: Arif Aliadi, Chairperson of The Indonesia Community PES (Payment for Environmental Services) Consortium, Chris Stephenson (Director of Plan Vivo), Victoria Gutierrez (Director of We Forest), dan Trinirmalaningrum (Direktur Perkumpulan Skala) sebagai moderator. Arif Aliadi mengatakan program ini diharapkan dapat berkontribusi dalam implementasi Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Selain itu, Program ini juga diharapkan dapat memberi manfaat berupa nilai tambah yang berasal dari besaran emisi karbon yang berhasil diturunkan. “Agar dapat diapresiasi, maka besaran emisi karbon akan diukur dengan menggunakan standard Plan Vivo,” kata dia. Untuk mengukur pencapaian target tersebut digunakan standard Plan Vivo. Chris Stephenson mengatakan Plan Vivo adalah salah satu standar internasional untuk menghitung besaran penurunan emisi karbondioksida. Plan Vivo sudah diterapkan di berbagai negara, seperti di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. “Pada tahun 2014, standard Plan Vivo telah digunakan di 29 negara. Diperkirakan ada USD 8 juta nilai manfaat yang dinikmati oleh 10.000 komunitas pengelola hutan.” Program penurunan emisi berbasis masyarakat juga didukung oleh We Forest yang akan berkontribusi dalam membangun hutan melalui program rehabilitasi hutan. Menurut Victoria, pada 2015 We Forest akan mendukung program rehabilitasi hutan dengan jumlah total bibit 500.000 bibit. Pada tahap pertama ini dukungan akan diawali di 4 lokasi dan diharapkan dukungan dapat dilanjutkan untuk tahun-tahun selanjutnya dengan jumlah yang lebih banyak. Program rehabilitasi hutan sangat penting karena semakin rusak hutan berarti semakin tinggi emisi yang dihasilkan, yang selanjutnya akan menyebabkan ketidak seimbangan komposisi gas rumah kaca di atmosfir. Pada gilirannya, hal ini akan berakibat pada terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Sebaliknya, semakin luas hutan yang

Upload: antonius-marhenanto

Post on 18-Jul-2015

26 views

Category:

Government & Nonprofit


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Siaran Pers Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan : Ada 20 Komunitas Terlibat Program Penurunan Emisi Berbasis Masyarakat

S I A R A N P E R S

Untuk disiarkan segera

Ada 20 Komunitas Terlibat Program Penurunan Emisi Berbasis Masyarakat

Fokus progam pada komunitas pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat, dan Hutan Adat

Jakarta, 5 Maret 2014 - The Indonesia Community Payment for Environmental Services (PES) Consortium telah memiliki 20 komunitas pengelola hutan yang sedang difasilitasi program penurunan emisi karbondioksida berbasis masyarakat. Program ini memfasilitasi masyarakat pengelola hutan untuk mengintegrasikan rencana pengelolaan hutan yang mereka buat termasuk rencana melindungi hutan dengan strategi penurunan emisi. Program ini juga membantu mereka untuk menghitung besaran emisi yang bisa diturunkan.

Sebanyak 20 komunitas tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Luas lahan hutan yang masuk dalam program penurunan emisi gas rumah kaca berbasis masyarakat mencapai sekitar 69.300,12 ha. Sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) yang terlibat mencapai 17.002 Kepala Keluarga.

Pemaparan mengenai hal tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers “Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Masyarakat” pada Kamis (5/3) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara: Arif Aliadi, Chairperson of The Indonesia Community PES (Payment for Environmental Services) Consortium, Chris Stephenson (Director of Plan Vivo), Victoria Gutierrez (Director of We Forest), dan Trinirmalaningrum (Direktur Perkumpulan Skala) sebagai moderator.

Arif Aliadi mengatakan program ini diharapkan dapat berkontribusi dalam implementasi Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Selain itu, Program ini juga diharapkan dapat memberi manfaat berupa nilai tambah yang berasal dari besaran emisi karbon yang berhasil diturunkan. “Agar dapat diapresiasi, maka besaran emisi karbon akan diukur dengan menggunakan standard Plan Vivo,” kata dia.

Untuk mengukur pencapaian target tersebut digunakan standard Plan Vivo. Chris Stephenson mengatakan Plan Vivo adalah salah satu standar internasional untuk menghitung besaran penurunan emisi karbondioksida. Plan Vivo sudah diterapkan di berbagai negara, seperti di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. “Pada tahun 2014, standard Plan Vivo telah digunakan di 29 negara. Diperkirakan ada USD 8 juta nilai manfaat yang dinikmati oleh 10.000 komunitas pengelola hutan.”

Program penurunan emisi berbasis masyarakat juga didukung oleh We Forest yang akan berkontribusi dalam membangun hutan melalui program rehabilitasi hutan. Menurut Victoria, pada 2015 We Forest akan mendukung program rehabilitasi hutan dengan jumlah total bibit 500.000 bibit. Pada tahap pertama ini dukungan akan diawali di 4 lokasi dan diharapkan dukungan dapat dilanjutkan untuk tahun-tahun selanjutnya dengan jumlah yang lebih banyak.

Program rehabilitasi hutan sangat penting karena semakin rusak hutan berarti semakin tinggi emisi yang dihasilkan, yang selanjutnya akan menyebabkan ketidak seimbangan komposisi gas rumah kaca di atmosfir. Pada gilirannya, hal ini akan berakibat pada terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Sebaliknya, semakin luas hutan yang

Page 2: Siaran Pers Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan : Ada 20 Komunitas Terlibat Program Penurunan Emisi Berbasis Masyarakat

S I A R A N P E R S

dijaga dari kerusakan maka semakin rendah emisi yang dihasilkan, dan pemanasan global dapat dicegah.

Gas karbondioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang dapat diserap oleh hutan sehingga gas tsb. tidak terlepas (emisi) ke atmosfir. Peran hutan untuk mencegah terjadinya emisi adalah salah satu bentuk dari jasa lingkungan.

--- S e l e s a i ---

Tentang PES Consortium : Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan Indonesia (PES Consortium ) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berinisiatif mendorong kerjasama multi pihak untuk membangun mekanisme imbal jasa lingkungan yang dihasilkan oleh komunitas pengelola hutan melalui upaya perlindungan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan.

Tentang We Forest : We Forest adalah sebuah organisasi non-profit yang berbasis di Belgia dengan 80% dari stafnya bekerja sebagai relawan. We Forest mendapatkan sumbangan dari perusahaan dan individu untuk mendanai reboisasi, dan menggunakan dana tersebut untuk penanaman 8 juta pohon di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Kami percaya reboisasi akan menciptakan awan lagi yang akan mencerminkan radiasi matahari, mendinginkan iklim dan mengurangi pemanasan global.

Tentang Plan Vivo : Plan Vivo adalah organisasi non-profit yang berbasis di Edinburgh yang mengembangkan standar yang ramah terhadap masyarakat dan sistem sertifikasi untuk proyek-proyek lingkungan. Plan Vivo telah disertifikasi lebih dari 10.000 petani hutan, 270 kelompok masyarakat yang mengelola lebih dari 60.000 hektar hutan, dan bersertifikat 1,8 juta ton CO2 offset. Plan Vivo adalah kerangka kerja untuk mendukung masyarakat dalam mengelola sumber daya alam mereka yang lebih berkelanjutan, dengan tujuan untuk menghasilkan manfaat iklim, mata pencaharian, dan ekosistem.

Kontak MediaArif Aliadi The Indonesia Community PES Consortium Handphone 08121102660E-mail [email protected]