sianosis neonatus

33
Sianosis neonatus Selama pemeriksaan fisik, bayi nampak kebiruan. Sianosis terlihat bila terdapat lebih dari 3g hemoglobin desaturasi per desiliter. Karena itu, derajat sianosis tergantung pada saturasi oksigen dan konsentrasi hemoglobin. Sianosis akan lebih mudah terlihat pada hipoxemia pada polisitemia daripada pada anemia anak. Sianosis dapat menjadi tanda dari gangguan berat pada jantung, pernafasan dan neurologis (Gomella, 2004). Pertanyaan yang sering muncul (Gomella, 2004) a. Apakah bayi mengalami distres respirasi? Jika bayi menunjukkan usaha nafas yang meningkat, dengan peningkatan laju respirasi, retraksi dan nafas cuping hidung, distres respirasi harus menjadi diagnosis banding utama. Penyakit jantung sianotik biasanya tidak menunjukkan gejala gangguan respirasi, yang tersering adalah takipneu tanpa retraksi. Gangguan hematologi biasanya tanpa gejala respirasi dan kardial. b. Apakah terdengar murmur pada bayi? Murmur biasanya menunjukkan adanya gangguan jantung. Namun, transposisi vena besar dapat tidak terjadi murmur (sekitar 60%). c. Apakah sianosis bersifat kontinyu, intermitent, memiliki onset yang mendadak, atau hanya terjadi selama menangis dan minum ASI? Sianosis intermiten lebih sering terjadi akibat gangguan neurologis. Karena pada bayi dengan gangguan neurologis memiliki periode “apneic spells” pada periode pernafasannya. Sianosis yang kontinyu biasanya diakibatkan oleh gangguan sistem respirasi dan

Upload: handiana-samanta

Post on 23-Dec-2015

165 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sianosis

TRANSCRIPT

Sianosis neonatus

Selama pemeriksaan fisik, bayi nampak kebiruan. Sianosis terlihat bila terdapat lebih dari 3g

hemoglobin desaturasi per desiliter. Karena itu, derajat sianosis tergantung pada saturasi

oksigen dan konsentrasi hemoglobin. Sianosis akan lebih mudah terlihat pada hipoxemia

pada polisitemia daripada pada anemia anak. Sianosis dapat menjadi tanda dari gangguan

berat pada jantung, pernafasan dan neurologis (Gomella, 2004).

Pertanyaan yang sering muncul (Gomella, 2004)

a. Apakah bayi mengalami distres respirasi?

Jika bayi menunjukkan usaha nafas yang meningkat, dengan peningkatan laju

respirasi, retraksi dan nafas cuping hidung, distres respirasi harus menjadi diagnosis

banding utama. Penyakit jantung sianotik biasanya tidak menunjukkan gejala

gangguan respirasi, yang tersering adalah takipneu tanpa retraksi. Gangguan

hematologi biasanya tanpa gejala respirasi dan kardial.

b. Apakah terdengar murmur pada bayi?

Murmur biasanya menunjukkan adanya gangguan jantung. Namun, transposisi vena

besar dapat tidak terjadi murmur (sekitar 60%).

c. Apakah sianosis bersifat kontinyu, intermitent, memiliki onset yang mendadak, atau

hanya terjadi selama menangis dan minum ASI? Sianosis intermiten lebih sering

terjadi akibat gangguan neurologis. Karena pada bayi dengan gangguan neurologis

memiliki periode “apneic spells” pada periode pernafasannya. Sianosis yang kontinyu

biasanya diakibatkan oleh gangguan sistem respirasi dan kardiologi. Sianosis selama

minum ASI biasanya terjadi pada bayi dengan atresi esofagus dan refluks esofagus

berat. Sianosis yang terjadi secara tiba-tiba dapat disebabkan sedikitnya volume udara

inspirasi pada pneumothorax. Sianosis yang menghilang saat menangis, dicurigai

terjadio atresia koana. Bayi dengan tetralogy of fallot nampak sianosis saat menangis.

d. Apakah ada pembedaan sianosis?

Sianosis yang terjadi pada tubuh bagian atas adan bawah mengindikasikan terjadinya

gangguan jantung berat. Yang paling sering terjadi adalah sianosis pada anggota

tubuh bawah pada paten duktus arteriosus dimana terjadi aliran kiri-ke-kanan.

Sianosis yang terbatas pada anggota tubuh bagian atas terjadi pada hipertensi

pulmonal persisten, duktus arteriosus persisten, koartio aorta, dan transposisi arteri

besar.

e. Apakah faktor prenatal dan natal yang mempengaruhi?

Bayi dari ibu diabetisi meningkatkan resiko hipoglikemi, polisitemia, sinroma distres

respirasi dan penyakit jantung. Infeksi, seperti halnya yang terjadi pada ketuban pecah

dini, dapat mengakibatkan syok dan hipotensi yang disertai sianosis. Abnormalitas

cairan amnion, seperti olighohidramnion (berhubungan dengan paru hipoplastik) atau

polihidramnion (berhubungan dengan atresia esofagus) dapat juga menjadi penyebab

sianosis. Prosedur seksio cesaria berhubungan dengan distres respirasi. Beberapa

kondisi pre-natal berhunungan dengan meningkatnya insiden penyakit jantung

kongenital. Sebagai contoh:

1) Ibu diabetisis atau pengguna cocain: transposisis arteri besar

2) Ibu yang mengkonsumsi litium: anomali ebstein’s

3) Fenitoin: artrial septal defect. Ventricular septal defect, tertralogy of fallot.

4) Lupus: atrioventricular block

5) Ibu dengan penyakit jantung kongenital: meningkatkan angka kejadian pjb pada

anak.

Diagnosis banding

Penyebab sianosis pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai gangguan respirasi,

kardiologi, saraf pusat dan lainnya (Gomella, 2004).

a. Penyakit respirasi

1) Gangguan paru

a) Penyakit membran hialin

b) Transient tachypneu of the newborn

c) Pneumonia

d) Aspirasi mekonium

2) Volume inspirasi yang kecil

3) Defek kongenital (hernia diafragmatika, paru hipoplastik, emfisema lobaris,

malformasi kista adenomatoid, dan abnormalitas diafragma)

b. Penyakit jantung

1) Penyakakit jantung siamosis

a) Transposisi arteri besar

b) Total anomalous pulmonary venous return

c) Atresia trikuspid

d) Tertralogy of fallot

e) Truncus arteriosus

Penyakit jantung sianotik lain seperti anomali ebstein’s, patent ductus arteriosus,

ventricular septal defect, hypoplastic left heart syndrome, dan atresia pulmoner.

2) Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus

3) Penyakit jantung kongestif

c. Penyakit saraf pusat

Perdarahan peri dan intraventrikel, meingitis, dan gangguan kejang primer dapat

menyebabkan sianosis. Gangguan neuromuskular seperti werdning-hoffmann disease

dan miotonik distrofi kongenital juga dapat menyebabkan sianosis.

d. Penyebab lain

1) Methemoglobinemia. Mungkin diturunkandalam keluarga. PaO2 berada pada batas

normal

2) Polisitemia/ hiperviskositas sindrom. PaO2 berada pada batas normal

3) Hipotermia

4) Hipoglikemia

5) Sepsis/ meningitis

6) Pseudosianosis disebabkan oleh pencahayaan floresensi

7) Distres respirasi akibat sekunder dari obat yang digunakan ibu (misal magnesium

sulfat dan narkotika)

8) Syok

9) Obstruksi jalan nafas atas. Atresia koana adalah obstruksi yang paling sering

berkaitan dengan abnormalitas tulang. Penyebab lain adalah laringeal web,

stenosis trakea, goiter dan sindrom pierre-robin.

Penegakkan diagnosis

Pemeriksaan fisik (Gomella, 2004)

1. Nilai apakah sianosis yang terjadi pada bayi adalah sianosis central atau sianosis

perifer.

Pada sianosis sentral, kulit, bibir dan lidah akan nampak biru. Pada sianosis sentral

PaO2 < 50 mmHg. Pada sianosis perifer, warna kulit kebiruan, namun mukosa oral

akan berwarna pink.

2. Pemeriksaan jantung

Periksa apakah ada murmur, jumlah denyut jantung dan tekanan darah

3. Pemeriksaan paru

Apakah ada reftraksi, nafas cuping hidung, atau merintih. Retraksi biasanya minimal

pada penyakit jantung

4. Pemeriksaan abdomen

Apakah ada hepatomegali. Hepatomegali dapat terjadi pada penyakit jantung

kongestif, dan lebih mudah teraba pada paru yang hiperexpansi. Bentuk perut yang

scapoid merupakan petunjuk adanya hernia diafragmatika.

5. Pemeriksaan denyut

Pada koarsio aorta denyut arteri femolaris akan menurun. Pada patent ductus

arteriosus, denyut akan teraba meloncat.

6. Pemeriksaan neurologis

adanya apneu berhubungan dengan imaturitas sistem saraf pusat. Apakah terjadi

kejang pada anak, apakah selama kejang ada henti nafasa pada anak

Pemeriksaan penunjang (Gomella, 2004)

1. laboratorik

a) Analisa gas darah

Jika pasien tidak mengalami hipoxia, mungkin terjadi methemoglobinemia,

polisitemia atau penyakit saraf pusat.jika pasien mengalami hipoxia.

b) Tes hiperoxia

Periksa oksigen arteri pada udara ruang. Setelah itu berikan oksigen 100% bayi

selama 10-20 menit. Jika bayi memiliki penyakit jantung sianotik, PaO2 tidak akan

meningkat secara signifikan. Bila PaO2 meningkat diatas 150 mmHg,

kemungkinan penyakit jantung sianotik dapat disingkirkan. Kenaikan PaO2

dibawah 150 mmHg menunjukkan malformasi jantung sianotik, sedangkan pada

penyakit atau kelainan paru saturasi oksigen akan meningkat dan diatas 150

mmHg. Bayi dengan penyakit paru berat atau hipertensi pulmonal persisten tidak

akan mengalami peningkatan saturasi oksigen secara signifikan. Jika PaO2

meningkat sampai <20 mmHg, dicurigai terjadi hipertensi pulmonal persisten.

c) Tes aliran kanan-ke-kiri

Tes ini digunakan untuk menyiongkirkan hipertensi pulmonal persisten.

Menggambarkan aliran simultan darah dari arteri radialis kanan (preductal) dan

aorta descenden atau arteri radialis kiri (posduktal). Jika ada perbedaan >15%

(preduktal>posduktal), maka mungkin terjadi shunt. Akan lebih mudah jika

menggunakan dua oksimeter, masing-masing diletakkan di tangan kanan

(preduktal) dan satu ditangan kiri (posduktal) jika terjadi perbedaan 10-15% maka

dapat dipastikan adanya shunt.

d) Pemeriksaan darah lengkap

Untuk menyingkirkan penyebab infeksi. Jika hematokrit >65% menunjukkan

adanya polisitemia

e) Level glukosa serum

Untuk mendeteksi adanya hipoglikemi

f) Level methemoglobin

Perubahah warna darah setelah terpapar udara menjadi berwarna coklat. Untuk

mengkonfirmasi diagnosis, maka perlu pemeriksaan spektrofotometer dilakukan.

2. Radiologi

a) Transiluminasi dada

Dapat dilakukan bila curiga pneumothorax

b) Rontgen dada

Jika gambaran thorax dalam batas normal, menujukkan penyakit saraf pusat atau

penyakit lain yang harus dicari. Rontgen thorax dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi penyakit paru, gangguan volume inspirasi, ataupun hernia

diafragmatika. Selain itu, dapat juga untuk mengkonfirmasi penyakit jantung

seperti menilai ukuran jantung dan vaskularisasi pulmonal. Ukuran jantung dapat

normal atau membesar pada hipoglikemi, polisitemi, syok dan sepsis. Penurunana

vaskularisasi pulmonal dapat terlihat di tertralogy of fallot, atresia pulmonal,

truncus arteriosus, anomali ebstein. Peningkatan gambaran arteri dapat terlihat di

truncus arteriosus, ventrikel tunggal, dan transposisi. Peningkatan gambaran vena

dapat dilihat pada sindrom hipoplastik jantung kiri, dan total anomalous

pulmonary venous return.

c) EKG

EKG perlu dilakukan untuk mengevaluasi penyebab sianosis. EKG biasanya

normal pada pasien methemoglobinemia, atau hipoglikemia. Pada pasien dengan

polisitemia, hipertensi pulmonal, dan penyakit paru primer EKG mungkin normal

tapi juga dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan. EKG dapat

mengidentifikasi atresia trikuspid yang ditandai dengan deviasi axis ke kiri dan

hipertrofi ventrikular.

d) Echocardiography

Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi jika dicurigai adanya penyakit jantung

e) USG kepala

Untuk menyingkirkan [erdarahan peri dan intraventrikular.

Tatalaksana (Gomella, 2004)

Tatalaksana umum

1. Pemeriksaan fisik yang cepat dan tepat

Transiluminasi dada dengan cara memeriksa diruangan gelap, dan mendekatkan

cahaya dengan pencahayaan kuat pada dinding dada anterior diatas puting susu dan di

bagian axilla. Bagian yang bermasalah memiliki gambaran lebih terang dibandingkan

bagian yang sehat. Transiluminasi tidak efektif untuk pneumothorax yang minimal.

Mengkonfirmasi dengan pemeriksaan foto thorax lebih dianjurkan, sebelum

melakukan tindakan pemasangan chest-tube. Jika terdapat tension pneumothorax,

dekompresi harus segera dilakukan. Dekompresi dilakukan pada SIC 2-3 di linea

midclavikula, dengan menggunakan angiocath atau jarum yang di sertai pemasangan

chest tube.

2. Melakukan pemeriksaan laboratorium (analisa gas darah, darah lengkap dan rontgen

thorax)

3. Melakukan test hiperoxia

Tatalaksana spesifik

1. Penyakit paru

2. Pneumothorax

Penumothorax adalah terperangkapnya udara dicavum pleura. Pada neonatus dapat

terjadi akibat dari penggunaan ventilator dan tanpa penggunaan ventilator. Pada bayi

dengan ventilator maka akan terjadi overdistensi alveolus, atau kegagalan saat

mengurangi tekanan ventilator saat daya kembang paru membaik. Pneumothorax

terjadi akibat ruptur alveolus. Udara akan memenuhi pleura menyebabkan

pneumothorax. Pneumothorax dapat juga terjadi secara spontan saat proses

persalinan, saat terjadi tekanan untuk membuka alveolus yang kolaps, terjadi pada

sekitar 1% angka kelahiran.

Tatalaksana:

Pemberian oksigen, dilanjutkan dekompresi

3. Defek kongenital

Pada hernia diafragmatika dibutuhkan koreksi secara bedah

4. Penyakit jantung

Penggunaan prostaglandin E1 (PGE1) diindikasikan untuk obstruksi aliran jantung

kanan (atresia trikuspid, stenosis pulmonal, dan atresia pulmonal), onstruksi jantung

kiri (sindrom hipoplasi jantung kiri, stenosis katup aorta, koartio aorta preduktal, dan

gangguan arcus aorta) dan pada transposisi arteri besar. PGE1 dikontraindikasikan

untuk penyakit membran hialin, dan penyakit jantung dominan aliran kiri-ke-kanan

(patent ductus arteriosus, trunkus arteriosus, atau ventrikel septum defek) jika

diagnosis tidak jelasm maka PGE1 percobaan dapat diberikan selama 30 menit untuk

memperbaiki nilai gas darah.

5. Penyakit saraf pusat

6. Methemoglobinemia

Pemberian methylene blue hanya jika kadar methemoglobin meningkat dan bayi

dalam keadaan distres kardiopulmonal (takipneu dan takikardi). Diberikan 1mg/kgbb

methlene blue 1% dalam normal salin iv. Sianosis akan teratasi dalam 1-2 jam.

7. Syok

8. Polisitemia

Polisitemia adalah keadaan dimana kadar hematokrit 68% pada neonatus (batas atas

normal pada neonatus adalah 65%). Polisitemia terjadi pada 1.5-4% pada neonatus.

Neonatus dengan polisitemia biasanya asimptomatis. Gejala yang mungkin adalah

distres pernafasan, takipneu, hipoglikemi, letargi, tidak nafsu makan, dan sianosis.

Naonatus yang mengalami polisitemia menunjukkan tanda-tanda dehidrasi akibat

hemokonsentrasi akibat peningkatan hematokrit. Biasanya jelas pada neonatus berusia

> 48 jam.

Tatalaksana:

Jika dehidrasi akibat hemokonsentrasi sekunder, maka dilakukan rehidrasi selama 6-8

jam. Jenis cairannya tergantung pada umur dan kadar elektrolit 130-150 ml/kg/hari.

Kadar hematokrit dievaluasi tiap 6 jam, dan akan berkurang jika rehidrasi adekuat.

Jika terjadi polisitemia tanpa gelala, maka diberikan rehidrasi 20-40 ml/kg /hari, dan

evaluasi hematokrit per 6 jam. Jika polisitemia dengan gejala, maka diberikan

transfusi tukar. Untuk menghitung volume plasmanat yang dibutuhkan

(berat kgbb X volum darah 80ml/kg) x (hct pasien- hct target)

Hct pasien

Target kadar Hct biasanya 50-55, transfusi tukar dilakukan melalui vena umbilikal,

atau melalui vena perifer. Cairan yang dapat digunakan adalah plasmanate, 5%

albumin, normal saline, atau fresh frozen plasma.

Komplikasi:

Hiperbilirubin, kejang, enterokolitis nekrotikan, ileus, gagal ginjal, hipokalsemi,

trombosis vena renalis, dan gagal jantung kongestif.

9. Atresia koana

Membutuhkan prosedur bedah

10. Hipotermia

Dapat dilakukan rewarming dengan target kenaikan suhu 1 ◦C /jam kecuali pada

BBLR <1200g, umur kehmailan <28 minggu atau suhu <32◦C maka neonatus dapat

di rewarming lebih lambat (0.6◦C/jam).

11. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah plasma <40-45mg/dL. Gejala hipoglikemi

apada neonatus emliputi hipotonia, reflek menyusu tidak adekuat, iritable, respirasi

yang ireguler, nafsu makan menurun, reflek moro meningkat, sianosis, tremor, kejang,

letargi, perubahan kesadaran, suhu tubuh tidak stabil dan koma. Jarang disertai

bradikardi, takikardi, high pitched cry, takipneu, dan muntah. 40% neonatus dengan

hipoglikemi lahir dari ibu diabetes, atau diabetes dalam kehamilan.

Tatalaksana:

Infus minibolus 2ml/kg 10% glukosa dengan kecepatan 1.0ml/menit. Selanjutnya

diberikan IVFD glukosa 6-8 mg/kg/ menit dan dievaluasi setiap 30-60 menit.

Daftar pustaka

Gomella, Tricia Lacy., M. Douglas Cuningham, et al. 2004. Neonatology:

Cyanosis.Mc Graw Hill. P 216-229

(Gomella, 2004)

Aliran darah paru abnormal

Transposisi arteri besarTotal anomalous pulmonary venous returnCor triatriatum dexterPulmonary arterio venous malformation

Penyebab lain dengan pO2 normal

Methemoglobinemiapolisitemia

Sianosis sentral

Ambilan oksigen paru yang tidak efektif

Gagal nafas ( sindrom distres respirasi, pneumonia, aspirasi mekonium, pneumothorax, hernia diafragmatika)Obstruksi saluran nafas atas (sindrome pierre-robin, cincin vaskular, tumor leher dan fasial)Hipoventilasi ( apneu, asfiksia perinatal, sepsis, gangguan metabolisme, anomali saraf pusat atau otot, neonatal botulism

Aliran darah paru yang tidak efektif

Peningkatan resistensi vaskular paru ( hipertensi pulmonal persisten ideopatik, total anomalous pulmonary vemous return dengan obstruksi, cor triatriatum sinistrum)Anomali jantung kongenital ( tertralogy of fallot, atresia pulmonar, stenosis pulmonal dengan septum ventrikel intak, atresia katup trikuspid, anomali ebstein’, katub eustachiius prominen

Sianosis adalah kebiruan pada kulit dan membran mukosa disebabkan peningkatan

konsentrasi hemoglobin tereduksi (>1.9-3.1 mmol/L) dalam darah. Diklasifikasikan

sebagai sianosis perifer dan sianosis sentral (Izraelit, 2011).

1. Sianosis perifer atau disebut akrosianosis pada neonatus adalah adanya kebiruan

pada tangan dan kaki

2. Sianosis sentral adalah tanda patologis serius yang melibatkan kulit dan kebiruan

pada bibir dan lidah.

Patofisiologi dan penyebab tersering dari sianosis sentral pada neonatus adalah

Izraelit, A., V. Ten, G. Khrishamurthy, dan V. Ratner. 2011. Case Report: Neonatal

Cyanosis: Doagnosis and Management Challenges. International Scholarly Research

Network. Vol 2011.

Sianosis central adalah kebiruan pada kulit, membran mukosa dan lidah, yang terlihat bila

hemoglobin deoksigenasi > 3 g/dL diukur dari darah arteri, atau >5 g/dL (>3.1 mmol?l)

diukur dari darah kapiler. Berhubungan dengan tekanan oksigen parsial arteri yang rendah

(PaO2) dan rendahnya saturasi hemoglobin oksigen (SaO2) yang diukur dengan oksimetri.

Sianosis dipengaruhi oleh konsentrasi absolut deoxy Hb, bukan rasio oxy Hb: deoxy Hb

(Sasidgaran, 2004).

Sianosis perifer adalah kebiruan pada kulit, tanpa melibatkan mukosa membran dan lidah,

dan kadar PaO2 normal. Sianosis perifer terjadi karena peningkatan ekstraksi oksigen karena

gerakan lamban melalui kapiler menyebabkan peningkatan darah terdeoksigenasi di vena.

Ketidakstabilan vasomotor dan vasokontriksi akibat penurunan cardiac output, kedinginan

dan polisitemia dapat menyebabkan gerakan lamban ini di kapiler. Sianosis perifer dapat

normal pada neonatus, terutama jika hanya terjadi di ekstrimitas (akrosianosis) akibat

vasokonstriksi akibat hipotermi singkat, tapi dapat juga akibat sepsis (Sasidgaran, 2004).

Penegakkan diagnosis (Sasidgaran, 2004).

1. Anamnesis

Menanyakan riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat keluarga dengan penyakit

jantung bawaan, penanyakan hasil ultrasound yang pernah dilakukan selama

kehamilan apakah menunjukkan adanya deformitas atau kecurigaan penyakit jantung.

Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan Kemungkinan penyebab sianosis neonatusDiabetes dalam kehamilan Transient Tachypneu of the Newborn,

Respiratory Distress Syndrome (RDS), hipoglikemi, Transpotsition of the Great Arteries

Oligohidramnion Hipoplasi pulmonalHipertensi dalam kehamilan IUGR, polisitemia, hipoglikemiKonsumsi lithium (trimester I) Anomali ebstein’sIbu usia tua Trisomi 21 dengan defek jantung

kongenital (sianoti dan non sianotik)

Riwayat persalinan

Riwayat persalinan Kemungkinan penyebab sianosis neonatusKetuban pecah dini, demam, infeksi selama kehamilan

Sepsis

Sedatif/ anestesi Distres respirasi, apneuSeksiop cesaria Transient Tachypneu of the Newborn, dan

hipertensi pulmonal persisten (PPHN)Lahir prematur RDSMekonium + Sindrom aspirasi mekonium (pneumonia)

2. Pemeriksaan fisik

a. Menentukan tipe sianosis, sianosis sentral atau perifer

b. Mengevaluasi tanda vital, adakah tanda distres respirasi seperti takipneu, retraksi,

nafas cuping hidung dan merintih biasanya mengindikasikan adanya masalah dari

pernafasannya, sedangkan penyakit jantung bawaan biasanya tanpa takipneu atau

takipneu tanpa retraksi. Sepsis biasanya ditandai dengan sianosis perifer,

peningkatan denyut jantung, peningkatan laju respirasi, penurunana tekanan

darah, suhu tubuh yang bisa meningkat atau lebih rendah dari normal (normal

36.5-37.5◦C)

c. Menyingirkan kemungkinan atresia koana, dengan memasukkan kateter melalui

nares.

d. Mengevaluasi adakah murmur. Murmur sistolik biasa terdengar pada PJB sianotik

(kecuali TGA-dengan septum ventrikel intak dan tanpa stenosis pulmonal)

e. Mengevaluasi abdomen, bentuk abdomen yang scapoid menandakan hernia

diafragmatika

f. Menyingkirkan kemungkinan penyebab neurologis, mengobservasi pola

pernafasan adakah apneu, dan periodic breathing yang biasa berhubungan dengan

imaturitas sistem saraf. Kejang dapat menyebabkan sianosis pada bayi akibat

kegagalan bernafas selama episeode kejang.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah lengkap dan hitung jenis

Leukositopenia atau leukositosis mengindikasikan sepsis

Hematokrit >65% menegakkan diagnosis polisitemia

b. Glukosa serum

Untuk mendeteksi hipoglikemi

c. Analisis gas darah

PO2 arteri untuk mengkonfirmasi sianosis sentral, sedangkan SaO2 buakn

indikator yang baik karena afinitas Hb fatal terhadap O2 tinggi.

Peningkatan PaO2 mengindikasikan gangguan pulmoner, jantung atau susunan

saraf pusat.

Penurunan pH mengindikasikan sepsis, syok sirkulasi, dan hipoksemi berat

d. Methemoglobinemia

Penurunan SaO2 , normal PaO2, darah berwarna coklat pekat

e. Tes hiperoxia

Dengan memberikan oksigen 100% selama 10 menit

PaO2 > 100 mmHg mengarah pada gangguan pulmonal

PaO2 < 70 mmHg, peningkatan < 30 mmHg atau SaO2 tidak mengalami

peningkatan mengarahkan pada gangguan jantung ( aliran kanan-ke-kiri)

f. Mengukur PaO2 preductal-posduktal atau SaO2

g. Radiologi

Untuk mengidentifikasi penyebab pulmonal, misalnya pneumothorax, hipoplasi

pulmonal, hernia diafragmatika, edem pulmonal, efusi pleura.

Untuk mengevaluasi penyakit jantung kongenital, kardiomegali dan kongesti

vaskuler

Egg-on-a-string pada TGA

Boot-shaped (hipertrofi ventrikel kanan) pada TOF

Snowman, bentuk 8 (anomali drainase ruang jantung) pada TAPVR

h. Ekokardiografi

Diagnosis banding (Sasidgaran, 2004).

Untuk menentukan penyebab dari sianosis pada neonatus, maka harus didasrkan pada

mekanisme sianosis.

1. Gangguan ventilasi/perfusi

Transient tachypneu of the newborn (TTN), respiratory distress syndrome ,

pneumonia, aspirasi ( mekonium, darah, cairan amnion), atelektasis, hernia

diafragmatika, hipoplasi pulmonal, perdarahan pulmonal, CCAM .

Atau akibat desakan ekstrinsik: pneumothorax, efusi pleura ataupun hemothorax

2. Aliran kanan-ke-kiri

Itrakardiak 5T’s:

Tetralogy of Fallot, tricuspid atresia, transposition of the great arteries, total

anomalous pulmonary venous return, truncus arteriosus, dan atresia pulmonal.,

anomali ebstein’s (katup trikuspid abnormal), hypoplastic left heart.

Vena besar: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus

Intrapulmonal: malformasi arteri-vena pulmonal

3. Hipoventilasi alveolar

Depresi sistem saraf pusat: asfiksia, sedasi pada ibu, perdarahan intraventrikular,

kejang, meningitis, ensefalitis

Obstruksi jalan nafas: atresia koana, laringomalasia, sindroma pierre robin

Penyakit neuromuskulat: cedera nervus frenikus, miastenia gravis neonatal

4. Gangguan difusi

Edem pulmonal: penyakit jantung obstruksi (stenosis aorta), cardiomiopati

Fibrosis pulmonal

5. Penurunan afinitas hemoglobin oksigen

methemoglobinemia

6. Penurunan sirkulasi perifer

Sepsis, syok dengan berbagai penyebab, polisitemia, hipotermia, hipoglikemia,

penurunan cardiac output (hipokalsemi, kardiomiopati)

Tatalaksana (Sasidgaran, 2004).

Tatalaksana umum

1. Monitoring jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABCs)

Memberikan terapi suportif seperti pemberian oksigen dan ventilasi mekanik.

2. Monitoring tanda vital

3. Membuat akses vaskular dan mengambil sampel darah

4. Jika dicurigai sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas (contoh: ampicilin dan

gentamisin)

5. Jika dari pemeriksaan mengarah pada penyakit jantung bawaan dapat diberikan terapi

insial PGE1

Sasidharan, P. 2004. An approach to Diagnosis and Management of Cyanosis in Term

Infants. Pediatr Clin N Am. 51: 999-1021

Sianosis berasal dari bahasa yunani, kata kuaneos artinya biru tua. Oksigen dibawa darah

dalam dua bentuk. Oksigen diikat oleh hemoglobin, setiap gram hemoglobin dapat mengikat

1,34mL oksigen, sedangkan jumlah oksigen terlarut di plasma (0,003 mL per 100 mL

plasma) secara klinis tidak signifikan. Oleh sebab itu, tujuannya adalah agar mendapatkan

saturasi hemoglobin dan adekuat perfusi ke jaringan.

Hemoglobin teroksigenasi berwarna merah cerah, sedangkan hemoglobin tereduksi berwarna

berwarna biru tua atau keunguan.

Bayi dengan polisitemia akan memperlihatkan sianosis meskipun saturasi oksigen relatif

tinggi, sedangkan pada anemia sianosis sulit terlihat, hanya jika saturasi oksigen sangat

rendah.

Rasio hemoglobin fetal dan hemoglobin dewasa beragam dari satu bayi ke bayi yang lain,

dan proporsi efek terhadap saturasi oksigen setiap hemoglobin, berbeda berpengaruh

terhadap kadar PaO2. Jadi, jika bayi memiliki kadar hemoglobin dewasa lebih banyak, maka

sianosis sentral (saturasi arterial 75%-85%) akan terlihat saat kadar PaO2 turun dibawah 50

mmHg. Sebaliknya, jika bayi memiliki kadar hemoglobin fetal yang lebih besar, maka

sianosis sentral baru akan terlihat saat PaO2 kurang dari 40 mmHg. Jadi, bayi dengan proporsi

hemoglobin fetal yang tinggi mungkin mengalami reduksi oksigen yang serius sebelum

sianosis terlihat.

Adaptasi kardiopulmonal normal pada neonatus

Diagnosis banding pada sianosis neonatus

Algoritma evaluasi sianosis pada neonatus didasarkan pada prinsip ABCs airway, breathing

circulation

A: airway (jalan nafas)

1. Atresia koanan terjadi pada 1: 5000 bayi dimana atresia koana unilateral lebih sering

terjadi. Atresia koana perlu dicurigai ketika gejala distres pada bayi lebih menonjol

saat bayi tenang dan membaik ketika bayi menangis. Adanya atresia koana dapat

dipastikan dengan melakukan kateter suction, jika terjadi atresi koana maka kateter

suction tidak dapat melalui nares hingga orofaring, cara tersebut sama efektofnya

dengan pemeriksaan radiologis maupun ct-scan. Menstabilkan pernafasan, melalui

mulut akan membantu mengatasi distres ringan. Jika bayi mengalami neonatus maka

harus dicurigai adanya anomali yang lain, meliputi CHARGE (coloboma, heart

disease, atresia koana, retardasi pertumbuhan dan perkembangan, anomali

genitourinari, anomali telinga dan pendengaran).

2. Sindrom Pierre-Robin, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan micrognathia,

retrognathia. Obstruksi pernafasan akibat lidah bagian posteriot akan lebih nyata saat

dalam posisi telentang. Jika ada, celah palatuim tidak menimbulkan distres pernafasan

hanya menyebabbkan gangguan makan yang berat. Untuk penanganan membutuhkan

prosedur trakeostomi selama bebebrapa tahun hingga pertumbuhan mandibula cukup

untuk mempertahankan lidah dalam posisi anterior

3. Laringomalasia adalah kelainan anomali abnormal kongenital pada laring, yang

merupakan penyebab stridor inspirasi paling sering pada bayi. Laringomalasia tidak

dapat dikenali pada saat awal kehidupan, biasanya baru bisa ditegakkan beberapa

minggu awal kehiduopan bayi. Gejala pernafasan yang sering adalah memberat saat

menangis, makan dan infeksi saluran nafas. Refluk gastroesofagus sering

berhubungan. Stenosis subglotis biasanya menyertai sebagai malformasi kongenital

ataupun didapatkan kemudian akibat manipulasi jalan nafas. Bayi dengan

laringomalasia menampakkan gejala stridor, distres respirasi, ataupun apneu

obstruktif.

4. Paralisis pita suara biasanya berhubungan dengan trauma persalinan atupun trauma

prosedur bedah, dan merupakan penyebab stridor yang umum pada neonatus.

Biasanya terjadi unilateral, menyebabkan suara serak, sedangkan gejala pernafasan

minimal. Sedangkan bila terjadi bilateral, dapat menyebabkan distres pernafasan berat

dan membutuhkan trakeostomi segera. Pada kasus ini, anomali sistem saraf pusat

misalnya arnold-chiari harus dicurigai.

5. Penyebab intrinsik dan ekstrinsik kompresi trakea. Stenosis trakea ditandai dengan

adanya stridor expirasi, distres respirasi, mengi, dan batuk persisten. Gejala biasanya

memberat setelah terjadi infeksi pernafasan bagian atas. Diagnosis ini dapat

dikonfirmasi dengan melakukan bronkoskopi direk. Stenosis trakea biasanya

berhubungan dengan penyempitan cincin trakea komplit, yang membutuhkan

prosedur bedah. Beberapa keadaan ekstrinsik juga dapat menyebabkan kompresi

jalan nafas. Cincin vaskular dapat menyebabkan perkembangan abnormal dari kapiler

mediastinum, dapat menyebabkan pendesakan hingga terjadi obstruksi jalan nafas.

Anomali arteri inominata dari arcus aorta adalah penyebab tersering, namun anomali

lain termasuk arkus aorta ganda atau arteri subclavia yang menyimpang. Pemeriksaan

ct-scan ataupun MRI dapat secara akurat menentukan letak anomalinya. Masa di leher

atau mediastinum seperti teratoma, dan kistik higroma dapat juga menyebabkan

kompresi trakea, yang dicurigai bila terdapat masa dileher. Hemangioma subglotis

harus dicurigai pada neonatus yang meiliki hemangioma pada kulit. Namun

hemangioma biasanya meningkat ukurannya pada 6-12 bulan kehidupan, sedangkan

pada awal biasanya menunjukkan gejala yang ringan.

B: breathing (pernafasan)

1. Pneumonia neonatus umumnya didapat saat proses persalinan, lebih sering terjadi

pneumonia difusa daripada pneumonia lobaris. Pemeriksaan radiologi untuk

menyingkirkan gambaran groun glass apprearance dari sindrom distres pernafasan,

sedangkan pneumonia lebih sering menunjukka gambaran efusi pleura. Penumonia

bakterial adalah yang paling sering, dan patogen yang paling sering adalah

streptococcus B hemoliticus dan bacilus gram negatif lain seperti klebsiella, E. Coli,

enterobacter. Riwayat infeksi pada ibu menjadi faktor utama terjadinya pneumonia,

seperti ketuban pecah dini (.18 jam), riwayat demam pada ibu, korioamnionitis

ataupun penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat. Herpez simplex dan

citomegalovirus juga dapat menyebabkan pneumonia viral, namun biasanya disertai

infeksi diseminata. Infeksi klamidia kongenital dapat menyebabkan pneumonia, yang

biasanya muncul pada usia 2-8 minggu dengan gejala infeksi respirasi atas, seperti

batuk dan apneu.

2. Abnormalitas kongenital paru, jarang terjadi namun dapat menjadi penyebab tersering

dari distres respirasi pada neonatus. Pada awalnya biasanya akan asimtomatis, namun

gejala distres respirasa akan terus berkembang semakin nyata.

a. Hernia diafragmatika adalah defek yang cukup sering terjadi pada neonatus, tapi

karena biasanya disertai dengan hipoplasi pulmonal dan hipertensi pulmonal yang

signifikan, biasanya gejala distres pernafasan akan segera muncul setelah

kelahiran.

b. Congenital cyistic adenomatoid malformation (CCAM) adalah jaringan paru kistik

yang berhubungan dengan bronkus-bronkiolus. Dengan pemeriksaan radiologis

dapat dibedakan dengan hernia diafragmatika.

c. Pulmonary squestration memiliki karakter adanya jaringan paru primitif

nonfungsional yang tidak berhubungan dengan trakeo-bronkial namun

mendapatkan aliran darah dari sirkulasi sistemik (aorta torakal ataupun

abdominal). Sekuestrasi umumnya terjadi pada periode neonatus dengan gejala

yang sama dengan gejala gagal jantung kongestif, akibat dari “run-off

circulation”, namun kemudian lebih sering menunjukkan gejala infeksi pada

perkembangannya.

d. Congenital lobar emphysema (CLE) adalah keadaan overinflasi , area hiperplastik

paru yang dikelilingi oleh jaringan paru normal. Paling sering di lobus atas.

Gejalanya progresif, tapi jarang muncul saat lahir. Manajemennya dengan

prosedur bedah insisi, namun overinflasi ke area paru bagian lain mungkin dapat

terjadi

3. Akibat sekunder dari disfungsi sitem organ.

a. Cedera selama persalinan berhubungan dengan depresi neurologis atau hipoxic-

ischemic enchepalopaty (HIE) biasanya berhubungan dengan hipoventilasi.

Cedera saraf frenikus dapat menyebabkan paresis diafragma. Selain itu, sekresi

oral yang berlebih dan kemampuan menelan yang tidak adekuat dapat

menyebabkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan distres respirasi.

b. Hipoglikemi juga dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan distres

respirasi sekunder, lebih sering terjadi pada neonatus dengan kecil masa

kehamilan (KMK), besar masa kehamilan (BMK), bayi dengan ibu diabetisi,

asfiksia, atau meskipun jarang terjadi, pada hiperinsulinemi (contohnya pada

nesidioblastosis atau berkwith-wiedemann syndrome).

c. Distensi abdomen akan mendesak thorak dan mengganggu pernafasan normal.

Mungkin sebagi hasil dari proses patologis gastrointestinal.(obstruksi) atau akibat

desakan masa intra abdominal ( masa genitourinari/renal, dan asites berat).

Sehingga, dapat berakibat komplikasi episode apneu yang memperlihatkan tanda

sianosis.

C: circulation

1. Hemoglobin disirkulasi memegang peranan penting dalam oksigenasi. Baik

hemoglobin kadar tinggi maupun kadar rendah, dapat menyebabkan sianosis,

meskipun dengan mekanisme yang berbeda. Polisitemia dapat menyebabkan

hipertensi pulmonal karena peningkatan kekentalan darah mengganggu perfusi

pulmonal. Kasus ini dapat terjadi pada bayi dari ibu diabetisi, neonatus dengan peng-

klem-an tali pusat yang tertunda, hipoxia fetal kronis ( contohnya insufisiensi

placenta, preeklamsi) pada resipien sindroma twin-twin transfusion dan dalam kondisi

trisomi 21. Sebaliknya, anemia berat dapat menyebabkan distres pernafasan karena

proses transpor oksigen ke jaringan yang tidak adekuat sehingga menyebabkan

hipoxia seluler. Anemia dapat terjadi akibat penyakit hemolitik pada neonatus,

kehilangan darah akibat perdarahan eksternal (solusio plasenta, ruptur tali pusat) atau

perdarahan fetal-maternal, atau dapat terjadi pada neonatus donor pada sindrom twin-

twin transfusion.

2. Abnormalitas dari molekul hemoglobin dapat mengganggu ikatan hemoglobin

terhadap oksigen. Penyebab yang tersering adalah methemoglobinemia, yang

merupakan hasil dari oksidasi molekul hemoglobin dari fero normal menjadi feri.

Neonatus lebih rentan, hemoglobinj fetal lebih mudah teroksidasi daripada

hemoglobin adult, dan akibat dari kadar methemoglobin reduktase pada bayi relatif

lebih rendah. Methemoglobin adalah hasil dari paparan terhadap oksidan (nitrit,

sulfonamid, prilocain, metoclopramid) atau jarang akibat defisiensi methemoglobin

reduktase kongenita. Gejala klinis yang muncul antara lain adalah warna biru keabuan

pada neonatus tanpa gejala distres respirasi, saturasi oksigen yang menurun, tetapi

tekanan oksigen arterial yang normal.

3. Sianosis berat adalah gejala menonjol pada penyakit jantung bawaan berhubungan

dengan berkurangnya aliran darah pulmonal, atau pada bayi dengan sirkulasi yang

terpisah dan sedikit tercampur. Penurunan alirah darah pulmonal merupakan

karakteristik dari atresia trikuspid, atresia pulmonal, stenosis pulmonal, tetralogy of

fallot, dan anomali ebstein’s. TOF terjadi sekitar 10 % dari semua kasus penyakit

jantung bawaan, dan merupakan PJB sianotik yang paling sering dikenali ketika

neonatus. Stenosis aliran pulmonal pada TOF akan berlangsung progresif, sehingga

gejala klinis sianois akan nampak sesaat setelah lahir pada 25% bayi, tetapi sisanya

75% menjadi sianotik setelah umur 1 tahun. Pada kasus ini, aliran darah pulmonal

akan langsung menuju paru melalui patent ductus arteriosus. Karena itu, sianosis

akan memburuk ketika tiba saatnya duktus terturtup, dan akan membaik segera

setelah duktus terbuka kembali setelah penggunaan prostaglandin E1 (PGE1).

4. Transposition of the Great Arteries (TGA) adalah lesi jantung kongenital yang

memiliki gejala sianosis berat. Sirkulasi sistemik dan pulmonal terpisah secra

sempurna pada kasus ini, namun dalam keadaan transposisi komplit, sehingga

sirkulasi emnjadi paralel. Karena itu, darah terdeoksigenasi vena sistemik kembali ke

atrium kanan, masuk ke ventrikel kanan, dan keluar melalui aorta. Bayi dengan TGA

tergantung pada komunikasi antara dua sirkuit untuk bercampur. Jika septum

ventrikular intak, sianosis yang mengancam kehidupan akan bertambah berat saat

foramen ovale dan duktus srteriosus menutup dalam hitungan jam-hari setelah

kelahiran. Sementara patent ductus arteriosus akan memperberat percampuran atrium

dalam berbagai tingkatan, komunikasi interartrial yang makin kuat akan

meningkatkan percampuran dan oksigenasi. Bayi dengan Ventricular Septum Defect

yang besar ..........................................................................

5. Penyakit jantung yang berhubungan dengan percampuran darah, berhubungan dengan

kejadian sianosis. Contohnya, truncus arteriosus dan total anomalous pulmonry

venous return, lesi dengan karakteristik pulmonary-over circulation. Karena aliran

darah pulmonal normalnya meningkat, sianosis biasanya tidak signifikan dan tidak

mengalami perbaiakn dengan PGE1. Faktanya, peningkatan aliran darah pulmonal

(PGE1, oksigen suplementasi) harus dihindaru karena daoat memperburuk

oversirkulasi pulmonal sehingga mengurango aliran darah sistemik. Pada kasus yang

sangat jarang, total anomalous pulmonary venous return berhubungan dengan

obstruksi yang akhirnya menyebabkan penurunan aliran darah pulmonal dan sianosis

berat.

6. Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus adlah kegagalan transisi sirkulasi normal

setelah kelahiran. Gejala klinis yang muncul adalah hipereynsi pulmonal nyata yang

mengakibatkan hipoxemia, dan aliran kanan-ke-kiri ekstrapulmonal melalui aliran

darah fetus (foramen ovale dan duktus arteriosus). Kombinasi dari perfusi pulmonal

inadekuat dan shunt ekstrapulmonal menyebabkan hipoxemia refrakter. PPPHN

biasanya diikuti komplikasi penyakit parenkim paru pada neonatus, karena kapiler

pulmonal mengalami konstriksi sebagai respon terhadap hipoksia alveolar.namun,

PPHN dapat juga ideopatik, gejala yang muncul sebagai hasil dari remodeling

abnormal vaskularisasi yang berkembang selma masa gestasi sebagai respon terhadap

stres, hipoxia, dan atau hipertensi pulmonal. PPHN biasanya berhubungan dengan

hipoplasia paru, yang nampak pada hernia difragmatika kongenital

Penegakkan diagnosis

Evaluasi dimualai dengan menilai jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Dari anamnesis yang

harus digali adalah riwayat kehamilan, persaliann dan faktor resiko neonatus. Riwayat

diabetes pada ibu meningkatkan resiko penyakit jantung bawaan, polisitemia dan

hipoglikemia, yang berhubungan dengan letargu dan hipoventilasi. Adanya oligohidramnion

mengarahkan pada hipoplasi pulmonal, sedangkan polihidramniaon mengarah pada

abnormalitas jalan nafas, esofagus dan abormalitasan saraf. Pemeriksaan skrining terhadap

koloni streptococcus B hemolyticus do serviks uteri, dapat dilakukan untuk memperkirakan

kemungkianan infeksi, jika hasil kultur antenatalnya negatif. Riwayat ketuban pecah dini

mengarahkan oada infeksi bakterial, riwayat persalinan dengan penyulit dapat menyebabkan

perdarahan intrakranial dan paralisis nervus frenikus.

Pemeriksaan fisikdapat dilakukan saat neonatus dalam keadaan hangat dan tenang.

Karakteristik mpertumbuhan harus dicatat, neonatus dengan KMK atau BMK lebih rentan

terhadap polisitemia. Fokus utama adalah menentukan derajat distres respirasi, tidak adanya

distres respirasi mengarahkan pada penjakit jantung bawaan atau methemoglobinemia.

Insufisensi pernafasan akibat penyakit paru ditandai dengan laju pernafasan yang tingi

(takipneu) disertai retraksi dan nafas cuping hidung. Keadaan yang berhubungan dengan

neurologis berpotensi menyebabkan sianosis akibat dari adanya hipoventilasi, dan

berhubungan dengan pernafasan yang lambat dan ireguler. Selain itu, penting juga untuk

menilai tonus dan aktivitas bayi, dan menilai adakah pernafasan periodik dan atau “apneic

spells”. Pemeriksaan dapat menemukan trauma, misalnya erb’s palsy atau merintih.

Pemeriksaan jantung meliputi mengevaluasi denyut jantung, pulsasi perifer, dan perfusi

perifer. Auskultasi jantung harus difokuskan untuk mendengar suara jantung kedua, yang

akan terdengar keras dan tunggal, (atau split sempit) pada hipertensi pulmonal, seperti pada

transposisi dan atresia pulmonal. Auskultasi dari murmur terkadang tidak banyak membantu,

lesi besar seperti transposisi tidak berhubungan dengan murmur dan murmur keras seringkali

akibat dari lesi jinak, seperti defek septum ventrikel kecil. Murmur “harsh ejection”

merupakan ciri dari stenosis pulmonal.

Saturasi oksigen adalah persentasi dari hemoglobin yang berikatan dengan oksigen, yang

menggambatkan besarnya kandungan oksigen di darah. Pemeriksaan oksimetri merupakan

cara evaluasi saturasi oksigen non-invasif. Biasanya digunakan untuk mengukur saturasi

oksigen di tangan kanan, dan kaki untuk menentukan pola aliran melalui duktus arteriosus.

Arteri subklavia sinistra mungkin merupakan aliran preduktal ataupun posduktal aorta, maka

akan lebih baik jika tidak diukur di tangan kiri. Meskipun pengukuran tekanan gas oksigen

darah arteri adalah pemeriksaan standar, nyeri akibat pengamnbilan darh arteri dapat

mengakibatkan agitasi dan perubahan pada ventilasi dan oksigenasi. Gas darah vena dapat

juga digunakan untuk menilai pH dan PaCO2 tapi tidak untuk menilai oksigen,. Karena itu,

jika ada metabolik asidosis maka dapat mngindikaiskan adanya gagal jantung, sepsis,

asfiksia, atau gangguan metabolik. Bebrapa mikrosampling, dapat menilai laktat sehingga

dapat menambah informasi menganai perfusi secara global dan oxygenasi.

Pemeriksaan radiologi thorax dapat dilakukan sebagai pemeriksaan menyeluruh terhadap

sianosis neonatus. Lokasi gaster, hepar, dan jantung harus dapat ditentukan untuk

menyingkirkan kemungkinan dextrokardia atau situs inversus. Pemeriksaan lapang paru

untuk menilai adanya penyakit parenkim paru. (pneumonia pada neonatus lenbih sering

terjadi difus dibanding lobaris), atau abnormalitas paru misalnya malformasi kistik

adenomatoid. Peninggian hemidiafragma, pada lebih dari 2 SIC dibandingkan sisi satunya

menunjukkan adanya paralisis diafragma, akibat cedera saraf frenikus. Hiperinflasi paru

biasanya terlihat pada emfisema lobaris atau lesi kistik paru. Gambaran corakan vaskular

paru adalah karakteristik dari stenosis pulmonal ataupun atresi pulmonal dengan shunting

duktus inadekuat, dan biasa nampak pada anak dengan hipertensi pulmonal persisten pada

neonatus. Ukuran dan bentuk jantung dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.