shalat seseorang batal dikarenakan ada wanita yang melintas di hadapannya

Upload: annisa-indah-setyawati

Post on 07-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Shalat Seseorang Batal Dikarenakan Ada Wanita Yang Melintas Di HadapannyaSelasa, 11 Maret 2008 15:22:48 WIB SHALAT SESEORANG BATAL DIKARENAKAN ADA WANITA YANG MELINTAS DI HADAPANNYA? Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah shalat seseorang di Masjidil Haram bisa batal ketika ia ikut berjamaah dengan imam atau shalat sendirian karena da wanita yang melintas di hadapannya? Jawaban Tentang wanita yang dapat membatalkan shalat seseorang, hal ini telah ditetapkan dalam kitab Shahih Muslim dari hadits Abu Dzar, ia mengatakan : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Artinya : Perempuan, keledai dan anjing hitam dapat memutuskan (membatalkan) shalat seorang muslim jika dihadapannya tidak ada pembatas (penghalang), seperti jok bagian belakang kendaraan. Dengan demikian jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatas shalatnya, jika pelaku shalat itu memiliki pembatas shalat, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, jika orang yang shalat itu tidak memiliki pembatas, maka shalat orang itu menjadi batal, dan wajib baginya untuk mengulangi shalat walaupun ia telah mencapai di rakaat terakhir. Hal ini pun berlaku jika shalat itu dilakukan di masjid-masjid lainnya menurut pendapat yang paling kuat, karena dalil yang menyebutkan hal ini bersifat umum dan tidak ada pengkhususan pada suatu tempat. Berdasarkan ini Imam Al-Bukhari mengkategorikan hadits ini dalam Bab Pembatas Shalat Di Mekkah Dan Tempat Lainnya, dengan demikian hadits ini bersifat umum, sehingga jika seseorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, maka wajib bagi orang yang melakukan shalat itu untuk

mengulangi shalat tersebut, kecuali jika yang sedang shalat ini adalah seorang makmum yang shalat di belakang imam, karena pembatas pada imam adalah juga merupakan pembatas bagi orang yang shalat di belakangnya. Dengan demikian dibolehkan bagi seseorang untuk berjalan dihadapan orag yang shalat di belakang imam dan tidak berdosa. Namun jika orang itu berjalan di hadapan orang yang sedang shalat sendirian (tidak berjamaah mengikuti imam) maka itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Artinya : Seandainya orang yang berjalan di hadapan orang yang sedang melaksanakan shalat itu tahu akan dosa perbuatan itu yang akan ditimpakan kepadanya, maka berdiri selama empat puluh lebih baik baginya daripada ia berjalan di hadapannya itu. Al-Bazzar meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan empat puluh di sini adalah empat puluh tahun [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/233] Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia FatwaFatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Kategori Mabhats

Mengapa Harus Barzanji?Selasa, 1 Desember 2009 16:49:48 WIB MENGAPA HARUS BARZANJI? Oleh Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro

1). Keberadaan Kitab Barzanji Di Kalangan Kaum Muslimin. Kitab Iqdul jauhar f maulid an nabiyyi al azhar atau yang terkenal dengan nama Maulid Barzanji, adalah sebuah kitab yang sangat populer di kalangan dunia Islam, demikian juga di negara kita Indonesia, terutama di kalangan para santri dan pondok-pondok pesantren. Maka, tidak mengherankan jika di setiap rumah mereka terdapat kitab Barzanji ini. Bahkan, sebagian di antara mereka sudah menghafalnya. Sudah menjadi ritual di antara mereka untuk membacanya setiap malam Senin karena meyakini adanya

keutamaan dalam membacanya pada malam hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada juga yang membacanya setiap malam Jumat karena mengharap keberkahan malam hari tersebut. Ada juga yang membacanya setiap bulan sekali, dan ada juga pembacaan maulid barzanji ini pada hari menjelang kelahiran sang bayi atau pada hari dicukur rambutnya. Sudah kita ketahui bahwa mereka beramai-ramai membacanya dengan berjamaah kemudian berdiri ketika dibacakan detik-detik kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan pada perayaan maulid beliau pada tanggal 12 Rabil awwal. Mereka meyakini bahwa dengan membaca barzanji ini mereka telah mengenang dan memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka akan memperoleh ketentraman, kedamaian dan keberkahan yang melimpah. Demikianlah cara mereka untuk mewujudkan cinta sejati mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 2). Kandungan Kitab Barzanji Kitab ini mengandung sejarah dan perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara singkat mulai sejak beliau lahir, diangkat menjadi rasul, peristiwa hijrah dan pada peperangan hingga wafat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, dalam penyajiannya dipenuhi dengan lafadz-lafadz ghuluw dan pujian-pujian yang melampaui batas kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, terlebih ketika dibacakan masa-masa menjelang kelahiran beliau. Disebutkan bahwasanya binatang melata milik orang Quraisy sibuk memperbincangkan kelahiran beliau dengan bahasa Arab yang fasih', bahwa siah, Maryam binti Imran dan bidadari-bidadari dari surga mendatangi ibu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Aminah menjelang kelahiran beliau, tanaman yang dulu kering, menjadi tumbuh dan bersemi kembali setelah beliau lahir dan masih banyak lagi kemungkaran dalan barzanji ini, bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diberikan sebagian hak rububiyah yang tidak layak diberikan kecuali hanya kepada Allah k semata. Semua ini muncul karena sikap ghuluw atau ifrth dari kelompok yang mengaku cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal, sikap ghuluw adalah sikap yang tercela dalam agama Islam dan merupakan sebab penyimpangan dan jauhnya kaum Muslimin dari kebenaran yang sebelumnya telah menghancurkan umat pendahulu kita. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah k kecuali yang benar". [An-Nisa`/ 4:171-172] Dari Umar bin Khathab, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian menyanjungku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nashara menyanjung Isa bin Maryam sesungguhnya aku adalah seorang hamba. Oleh karena itu katakanlah tentang aku, hamba Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya.[HR Bukhri dan Muslim] Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Jauhilah sikap berlebih-lebihan, karena orang-orang sebelum kalian hancur binasa karena sikap berlebihan. [HR Muslim] Kitab Barzanji ini, serta kitab-kitab yang semisalnya seperti maulid Dibai dan al Burdah dijadikan pegangan oleh para penyembah kubur dan pemuja para wali dan habib dalam rangka mengenang dan membela pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Hal ini telah dikatakan oleh pendahulu mereka, seorang tokoh Quburi (pengagum kubur) yang hidup semasa dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, yaitu Nuruddin Ali bin Yakub yang terkenal dengan nama al Bakri (673-724 H), dia berkata: Aku sungguh khawatir atas mayoritas penduduk negeri ini (keburukan akan menimpa mereka) dengan sebab mereka enggan untuk membela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Inilah dalih yang menjadi sandaran untuk membenarkan kebidahan mereka. Sedangkan pernyataan ini telah dikupas dan dibantah oleh Syaikhul Islam dalam kitabnya al Istightsah f ar-radi alal bakr . Begitulah dalih mereka sejak dahulu hingga sekarang dalam mengadakan acara maulid dan membaca barzanji atau semisalnya. Mereka membela pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan menganggap bahwa kaum Wahabi tidak cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jelas, hal ini merupakan kedustaan yang besar atas ahlus sunnah wal jamaah, karena Ahlus sunnah wal jamaah adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam namun kecintaan mereka berada di antara ifrth (ghuluw) dan tafrth (meremehkan). Dalam buku maulid barzanji ini tidak dijumpai satu ayatpun dari Alqur`an dan juga tidak terdapat satu kalimat pun dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada hanyalah srah atau sejarah perjalanan hidup beliau yang tersaji dalam untaian-untaian puisi sebagai sanjungan kepada Rasulullah Shallallahju 'alaihi wa sallam. Kalau kita renungkan, mengapa kaum Muslimin negeri kita sangat cinta membaca kitab Barzanji ini? Mungkin di antara jawabannya adalah bahwa mereka hanya mengikuti tradisi dari pendahulu-pendahulu mereka, sehingga mereka takld buta dalam hal ini. Padahal mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan dengan membaca kitab Barzanji, tetapi dengan mewujudkan syahdat "Anna Muhammadan Rasulllh" dengan konsekuensi membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya, dan tidak beribadah kepada Allah Azza wa Jalla melainkan dengan syariatkan beliau. Inilah cinta sejati kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni dengan merealisasikan mutbaah (keteladanan) kepada beliau yang mulia dan menerapkankan sunnah beliau dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, bagaimana sebenarnya sikap seorang muslim terhadap kitab Barzanji ini ? Dan bagaimana dahulu salafus shlih, para pendahulu kita yang mulia mencintai dan memuliakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ? Dan apakah yang mereka baca dan pelajari dalam keseharian mereka? Apakah kitab Barzanji atau yang kitab yang lain?

Semoga pembahasan selanjutnya bisa memberikan jawabannya. 3). Para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Adalah Generasi Terbaik Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang paling bersemangat dalam kebaikan dan orang yang paling sempurna dalam mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mereka juga orang yang paling mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada satu riwayatpun dari mereka, bahwa sepeninggal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berkumpul lalu membaca srah dan mengenang kehidupan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Lau kna khairan lasabaqna ilaih; seandainya perbuatan itu baik niscaya mereka telah mendahuhuli kita dalam mengamalkannya. Demikian juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tidak pernah membaca srah beliau sendiri, tidak pernah mengajarkannya kepada para sahabat dan juga umatnya agar membaca srah pada hari kelahiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal, tidak ada satu kebaikan pun, melainkan telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak ada satu keburukan pun melainkan telah dilarang oleh beliau. Jadi, pembacaan maulid barzanji dan maulid yang lain adalah bidah dhallah yang harus dijauhi oleh kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia berkewajiban untuk menunjukkan umatnya kepada perkara terbaik yang dia ketahui untuk mereka, dan memberi peringatan atas perkara jelek yang dia ketahui untuk mereka. [HR Muslim] Maka, pembacaan barzanji dan yang semisalnya bukanlah merupakan suatu kebaikan yang ditunjukkan oleh beliau Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 4). Kebaikan Yang Hakiki Hanya Ada Pada Ilmu Syari Yang Shahh Di antara tanda-tanda kebaikan seseorang adalah jika dia difahamkan oleh Allah Azza wa Jalla tentang agama Islam yang murni yang bersumber dari Alqurn dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Diriwayatkan dari Muawiyah bin Sufyan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki Allah k untuk mendapatkan kebaikan maka Dia (Allah) akan memahamkannya dalam agama.[HR Bukhri] Jadi, di antara tanda-tanda seseorang akan mendapatkan kebaikan adalah dengan

mempelajari ilmu agama yang bersumber dari Alqurn dan hadits. Kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya. Kalau ditanyakan kepada kebanyakan saudara kita, mengapa mereka asyik membaca kitab Barzanji? Mereka pasti menjawab bahwa mereka hanya menginginkan kebaikan. Demikian juga para pelaku bidah, mereka menginginkan kebaikan dalam mengamalkan bidahnya. Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun dia tidak mampu memperolehnya, sebagaimana dikatakan oleh sahabat Ibnu Masd Radhiyallahu 'anhu 5). Kewajiban Untuk Berpegang Kepada Alqurn Dan As Sunnah Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan berpeganglah dengan tali Allah Azza wa Jalla semuanya dan janganlah berpecah belah. [Ali-Imrn:103] Syaikh as-Sadi berkata: " Agar mereka berpegang teguh dengan tali yang Allah Azza wa Jalla berikan. Dia menjadikannya sebagai sebab antara mereka dan Dia, yaitu agama dan kitab-Nya. Kemudian mereka bersatu di atasnya, tidak berpecah belah dan senantiasa seperti itu hingga mereka mati.[2] Alqurn dan as Sunnah adalah pedoman hidup kita dalam beragama dan kunci keselamatan di dunia dan akherat. Keduanya adalah jalan untuk meraih kebahagiaan yang abadi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: : Sesungguhnya aku telah tinggalkan pada kalian apabila kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya; Kitbullah dan Sunnah NabiNya. [HR Hkim]. 6). Keutamaan Membaca Dan Mempelajari Alqurn Dan Sunnah Allah Azza wa Jalla berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah k dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah k menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah k Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. [Fthir/ 35:29-30] Orang-orang yang membaca kitabullh akan mendapatkan keutamaan yang besar. Mereka juga tidak meninggalkan membaca sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam dalam memahaminya karena Alqurn dan Sunnah keduanya tidak bisa di pisahkan. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata: "Membaca Alqurn itu terbagi menjadi dua: Pertama adalah tilwah hukmiyyah yakni membenarkan beritanya, menerapkan hukumhukumnya dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangannya. Kedua adalah tilwah lafdziyah yakni sekedar membacanya, dan telah terdapat dalil yang banyak dalam keutamaan membaca Alqurn ini, baik membaca secara keseluruhan atau sebagian ayat-ayat tertentu saja.[3] 7). Adab-Adab Dalam Membaca Alqurn. Ketika kaum muslimin gemar membaca Alqurn dan sibuk mempelajarinya, maka sudah selayaknya mereka mengetahui etika dan adab dalam bermuamalah dengan Kitbullh. Di antara adab-adab dalam membaca Alqurn adalah: a). Membaca dengan niat yang ikhlas. Membaca Alqurn adalah ibadah yang mulia. Maka, disyaratkan untuk mengikhlaskan niat hanya mencari wajah Allah Azza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Bacalah Alqurn dan carilah dengannya wajah Allah Azza wa Jalla, sebelum datang satu kaum yang menegakkannya seperti melepaskan anak panah (membaca dengan cepat); mereka tergesa-gesa dan tidak mengharapkan pahala akherat. [HR Ahmad] Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Makna hadits ini adalah mereka tergesa-gesa dengan upahnya yang berupa uang atau agar terkenal dan semisalnya".[4] b). Membaca dengan menghadirkan hati, menghayati apa yang dibaca dan berusaha memahami maknanya. c). Membaca dalam keadaan berwudhu, karena hal ini lebih memuliakan Kalmullah d). Tidak membacanya di tempat yang kotor dan najis atau di tempat yang bising sehingga tidak mungkin dia mendengar bacaannya dengan baik, karena ini berarti merendahkan Kalmullah. e). Hendaknya membaca taawwudz; Adzu billhi minasy syaithnir rajm atau taawwudz yang lain sebelum mulai membacanya f). Hendaknya memperbagus suaranya. g). Hendaknya membaca dengan tartil. 8. Melakukan sujud tilawah ketika melewati ayat-ayat sajdah (ayat-ayat yang dianjurkan untuk sujud ketika membacanya). 8). Penutup

Kitab maulid Barzanji ternyata dipenuhi dengan kemungkaran aqidah di dalamnya. Dan tidak selayaknya kaum muslimin asyik membacanya dalam keadaan apapun, apalagi sebagian besar di antara mereka tidak memahami apa yang mereka baca. Perayaan maulid nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak disyariatkan dalam agama kita bahkan termasuk perbuatan bidah. Maka, ajakan kami hendaknya kaum muslimin semuanya kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan berpegang kepada Alqurn dan Sunnah di atas pemahaman salaful ummah dan istiqamah hingga wafat menjemput kita. Semoga Allah Azza wa Jalla ridha terhadap kita. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _________ Footnotes [1]. Al istightsah f ar-rad ala Al bakri, cet maktabah dual minhaj hal 23 [2]. Tafsr as-Sadi, cet. Muassasah ar Rislah hal 112 [3]. Majlis Syahri Ramadhn, cet. ar Riasah al Ammah hal 28 [4]. At Tibyn f Adbi Hamalatil Qurn, cet. Maktabah Ibnu Abbas -Yaman hal 68

Kategori Wanita : Muslimah

Mencari Ilmu Bagi Kaum WanitaSenin, 2 Juli 2007 15:22:08 WIB MENCARI ILMU BAGI KAUM WANITA Oleh Ummu Salamah As-Salafiyah

Allah Taala berfirman: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." [Al-Mujaadilah: 11] Dia juga berfirman: "Katakanlah, Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." [Az-Zumar: 9]

Dia pun berfirman: "Katakanlah, Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." [Thaahaa: 114] Dari Utsman Radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam bersabda: . Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya. [HR. AlBukhari] Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: . Allah akan memperindah seseorang yang mendengarkan satu hadits dari kami, lalu dia menghafalnya ketika dia mendapatkannya. Sebab, berapa banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih ahli darinya. Dan berapa banyak orang yang membawa fiqih tetapi dia bukan seorang ahli fiqih. [HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih] Dalil-dalil ini dan juga yang semisalnya bersifat umum dan tidak ada pengkhususan baginya. Dan berkumpul untuk mencari ilmu di masjid-masjid adalah lebih baik dan lebih utama. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: . Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan dunia yang diderita oleh seorang mukmin, maka kelak pada hari Kiamat Allah akan menghilangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan akhirat yang dideritanya. Barangsiapa yang

memudahkan orang yang sedang berada dalam suatu ke-susahan, maka Allah akan memudahkannya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke Surga. Dan tidaklah orang-orang berkumpul pada salah satu dari rumah-rumah Allah Taala (masjidmasjid), sedang mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketenangan kepada mereka serta diliputi oleh rahmat dan mereka akan dikelilingi oleh para Malaikat. Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat amal perbuatannya, maka dia tidak akan dipercepat oleh nasab (keturunan)nya. [HR. Muslim] Diriwayatkan juga dari hadits Uqbah bin Amir, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam keluar sementara kami masih berada di suffah, lalu beliau bersabda, Siapakah di antara kalian yang ingin pergi setiap hari ke Buthan atau ke al-Aqiq, lalu darinya dia datang dengan membawa dua unta yang berpunuk besar tanpa berbuat dosa dan tanpa pemutusan hubungan silaturahmi? Maka kami berkata, Wahai Rasulullah, kami menyukai hal tersebut. Beliau bersabda, k . Tidakkah salah seorang di antara kalian pergi ke masjid, lalu mengajar atau membaca dua ayat dari Kitabullah Azza wa Jalla, maka yang demikian itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta. Dan tiga ayat itu lebih baik baginya dari pada tiga ekor unta. Dan empat ayat itu lebih baik baginya daripada empat ekor unta dan begitu seterusnya. Dalil-dalil di atas bersifat umum dan tidak dikhususkan bagi kaum laki-laki saja, bahkan pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kaum wanita banyak yang pergi ke masjid-masjid untuk menimba ilmu. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sendiri telah mengkhususkan untuk menyampaikan nasihat (kepada kaum wanita). Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Fathimah binti Qais Radhiyallahu 'anha bahwasanya dia berkata di dalam haditsnya yang panjang di dalam kisah al-Jassasah, dia berkata, Ketika masa iddahku berakhir, aku mendengar seruan seorang penyeru Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berseru, Shalat berjamaah akan dilakukan. Lalu aku berangkat ke masjid dan mengerjakan shalat bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan aku berada di dalam barisan wanita yang langsung berada di belakang suatu kaum. Dan setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selesai mengerjakan shalatnya, beliau duduk di atas mimbar dan beliau tertawa seraya berucap, Hendaklah setiap orang selalu mendatangi tempat shalatnya. Kemudian beliau bertanya, Tahukah kalian, mengapa aku kumpulkan kalian?Mereka menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.

Beliau bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengumpulkan kalian karena suatu keinginan atau rasa takut, tetapi aku mengumpulkan kalian karena Tamim ad-Dari, yaitu seorang lakilaki yang beragama Nasrani. Dimana dia datang dan berbaiat serta menyatakan masuk Islam Dari Amrah binti Abdirrahman dari saudara perempuan Amrah, dia berkata, Aku menghafal: . Qaaf. Demi al-Qur-an yang mulia, dari mulut Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada hari Jumat, di mana beliau membacanya di atas mimbar setiap hari Jumat. [HR. Muslim] Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, dia berkata, Aku bersaksi atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. -Atau Atha berkata, Aku bersaksi atas Ibnu Abbas- bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar rumah bersama Bilal. Lalu beliau mengira bahwa beliau belum memperdengarkan kepada kaum wanita, maka beliau menasihati mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk bersedekah. Lalu ada seorang wanita yang melemparkan anting dan cincin. Sementara Bilal mengambil dari ujung bajunya. [HR. Al-Bukhari] Dari Abu Said al-Khudri, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar pada waktu Idul Adh-ha dan Idul Fithri ke tempat shalat (tanah lapang), maka beliau melintasi sekumpulan wanita, seraya bersabda: : : . : : : : : : . Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya kalian pernah diperlihatkan kepadaku sebagai penghuni Neraka yang paling banyak. Mereka bertanya, Karena apa, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Kalian banyak melaknat dan mengingkari suami. Aku tidak melihat pihak yang memiliki kekurangan pada akal dan agama yang lebih cepat menghilangkan akal orang laki-laki yang teguh melebihi salah seorang di antara kalian. Mereka bertanya, Lalu apa kekurangan agama dan akal kami, wahai Rasulullah? Beliau bertanya, Bukankah kesaksian seorang wanita itu seperti setengah kesaksian orang laki-laki? Mereka menjawab, Benar. Beliau bersabda, Demikianlah bagian dari kekurangan akalnya. Bukankah jika sedang haid, dia tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka menjawab, Benar. Beliau pun bersabda, Demikianlah bentuk kekurangan agamanya. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu, dia berkata, Kaum wanita pernah berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, Kami dikalahkan oleh kaum laki-laki untuk belajar kepadamu, karena itu, berikanlah satu hari untuk kami dari waktumu. Lalu beliau menjanjikan kepada mereka satu hari untuk menemui mereka, lalu beliau menasihati mereka sekaligus menyuruh mereka, dimana di antara yang diucapkan oleh beliau kepada mereka adalah: . Tidak ada seorang wanita pun di antara kalian ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, melainkan mereka akan menjadi pembatas dari Neraka. Kemudian ada seorang wanita berkata, Termasuk juga dua orang anak? Beliau menjawab, Termasuk juga dua orang anak. [HR. Bukhari] Satu dalil dari dalil-dalil yang banyak ini cukup untuk mematahkan ungkapan seorang: Kaum wanita tidak mempunyai hak membaca dan menulis Mereka untuk kita dan hendaklah mereka tetap dalam keadaan junub. Demikian juga orang yang menyatakan bidah bagi tindakan kaum wanita yang menimba ilmu di masjid. Bahkan yang lebih aneh dari ini adalah bagaimana mungkin dia melarang isterinya pergi ke rumah-rumah Allah untuk menuntut ilmu sementara dia memberi izin kepadanya untuk bermain dari rumah ke rumah dan dari toko ke toko lain. Sedangkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: . Janganlah kalian melarang hamba-hamba wanita Allah untuk pergi ke masjid. Lalu dengan dalil apa orang bodoh itu menilai bidah terhadap penuntutan ilmu bagi kaum wanita di masjid dan membolehkannya di rumah. Oleh karena itu, kita dan juga para ulama kita, ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak akan pernah rela jika masjid-masjid yang ada hampa dari halaqah-halaqah ilmiah dan hanya mengadakannya di rumah-rumah saja. Sebab, kami tidak melihat adanya berkah ilmu dan pengajaran, kecuali di dalam masjid, baik bagi laki-laki maupun wanita. Dan barangsiapa hendak memisahkannya, maka dia harus memberikan dalil, wallaahul mustaaan. Dan kita memo-hon kepada Allah Yang Mahaagung agar Dia menjadikan kita memahami agama serta menjadikan kita bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Sesungguhnya Dia Penguasa semuanya itu dan berkuasa atas segala sesuatu.

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Muminaat, Edisi Indonesia Dapatkan HakHakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM] Kategori Wanita : Thaharah

Isteri Tidak Bersuci Dengan Baik, Hukum Bersuci Setelah Bercumbu, Tempat Tidur Yang TernodaMinggu, 9 Maret 2008 10:49:33 WIB PERTANYAAN TENTANG ISTERI YANG TIDAK BERSUCI DENGAN BAIK Oleh Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Suami melaksanakan tugas-tugas agamanya dan takut kepada Allah, tetapi dia diuji dengan seorang isteri yang seringkali tidak bersuci dengan baik dari janabah, yang saya ketahui bahwa wanita ini menjadikan pancuran air mengguyur tubuhnya, dan air tersebut tidak mengenai kepalanya. Apakah dia berdosa setiap kali menyetubuhinya setelah mandi dengan cara yang telah saya sebutkan tadi? Jawaban Suami tersebut wajib menasihati isterinya dan menjelaskan kepadanya tentang cara mandi janabah. Yaitu harus mengguyurkan air di atas kepalanya, meskipun dalam keadaan terikat; berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu anha, bahwasanya ia menuturkan: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memintal rambut kepalaku, apakah aku harus menguraikannya untuk mandi janabah?" Beliau menjawab: "Cukuplah engkau mengguyurkan (air) di atas kepalamu sebanyak tiga kali guyuran, kemudian guyurkan air pada seluruh tubuhmu, maka engkau menjadi bersih." [1] PERTANYAAN TENTANG HUKUM BERSUCI SETELAH BERCUMBU Tatkala suami isteri bercumbu, mencium, atau menyentuh dengan syahwat, lalu dia melihat di celana dalamnya ada cairan yang berasal dari farjinya setelah kemaluannya ereksi kemudian melunak. Lalu ditanyakan tentang pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh hal itu berupa bersuci, serta sah dan tidaknya puasa?

Jawaban Penanya tidak menyebutkan dalam pertanyaannya bahwa ia merasa sperma keluar karena mencumbui isterinya. Ia hanyalah menyebutkan bahwa dia melihat cairan di celana dalam-nya. Tampaknya, wallaahu alam, bahwa apa yang dilihatnya adalah madzi, [2] bukan mani. Madzi adalah najis yang mengharuskan untuk menyuci kemaluan, dan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang shahih dari pendapat-pendapat para ulama. Ia juga tidak wajib mandi karenanya. Adapun jika yang keluar adalah mani, maka ia wajib mandi dan membatalkan puasa. Mani adalah suci, hanya saja ia kotor dan disyariatkan mencuci bagian pakaian atau celana yang terkena mani. Orang yang berpuasa disyariatkan menjaga puasanya dengan meninggalkan segala hal yang akan membangkitkan syahwatnya, seperti bercumbu dan sejenisnya. [3] PERTANYAAN TENTANG TEMPAT TIDUR YANG TERNODA Jika seorang pria mencampuri isterinya, lalu pakaian dan tempat tidur ternoda oleh bekas persetubuhan, maka apa hukum mengenai hal itu, dan apakah seseorang wajib untuk mandi setiap selesai berampur? Jawaban Pertama, dia wajib mencuci apa yang mengenai pakaian dan tempat tidur bekas persetubuhan; karena di dalamnya terdapat kotoran vagina dan cairannya yang bercampur dengan mani. Kedua, jika penis laki-laki telah masuk ke dalam vagina pe-rempuan, maka ia wajib mandi, walaupun tidak keluar mani. Dibolehkan mandi hanya sekali setelah menyetubuhi dua kali atau lebih kepada seorang isteri atau lebih; berdasarkam hadits shahih dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggilir para isterinya dengan sekali mandi. [4] PERTANYAAN TENTANG KELUARNYA MANI TANPA PERSETUBUHAN Jika cairan keluar dari wanita tanpa persetubuhan atau mimpi, apakah ia wajib mandi? Apakah wanita sama dengan laki-laki dalam hal pembagian cairan yang keluar dari kemaluannya, seperti mani, madzi dan wadi? Ataukah cairannya tersebut mengharuskan mandi, jika keluar, bagaimana pun keadaannya? Jawaban Jika mani keluar dari wanita dengan kenikmatan, maka ia wajib mandi, walaupun keluarnya mani tersebut darinya tanpa persetubuhan dan mimpi. Jika madzi keluar darinya, maka ia wajib mencuci kemaluannya. Jika wadi keluar darinya, maka hukumnya seperti hukum air kencing dan ia wajib mencucinya. Pembagian cairan wanita sebagaimana yang berlaku pada laki-laki. Ia harus berwudhu, jika hendak melakukan sesuatu yang meng-haruskan bersuci, seperti shalat dan sejenisnya, wa billaahit taufiiq. [5] PERTANYAAN APAKAH MENYENTUH WANITA MEMBATALKAN WUDHU? Syaikh Utsaimin menjawab: Yang benar bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan

wudhu secara mutlak, kecuali jika keluar sesuatu darinya (mani). Dalil atas hal itu adalah hadits shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau mencium salah seorang isterinya dan pergi untuk menunaikan shalat tanpa berwudhu. Karena pada dasarnya tidak ada yang membatalkan sehingga ada dalil yang secara tegas membatalkannya. Dan oleh karena orang itu telah menyempurnakan bersucinya sesuai dengan dalil syari, maka tidak dapat dianggap batal kecuali dengan dalil syari. Jika dikatakan: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman dalam Kitab-Nya: Atau menyentuh wanita. [Al-Maa-idah : 6] Jawaban Yang dimaksud dengan bersentuhan dalam ayat ini adalah jima (persetubuhan), sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma. Kemudian, di sana terdapat dalil lainnya berupa pembagian ayat ini, yaitu pembagian bersuci menjadi ashliyyah (asli) dan badaliyyah (pengganti), juga pembagian bersuci menjadi kubra (besar) dan shughra (kecil), serta pembagian sebab-sebab bersuci, baik yang kubra maupun shughra. Allah Subhanahu wa Taala berfirman "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerja-kan shalat, maka basuhlah wajah dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki [Al-Maa-idah: 6] Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah shughra. Kemudian Dia berfirman. "Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah." [Al-Maa-idah: 6] Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah kubra. Kemudian, Dia pun berfirman. "Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah. [AnNisaa: 43] Firman Allah, Maka bertayammumlah, ini adalah (thaharah) badal (pengganti). Sedangkan firman-Nya,Atau menyentuh perempuan, merupakan penjelasan mengenai sebab (thaharah) kubra. Seandainya kita memahaminya sebagai sentuhan dengan tangan, niscaya dalam ayat ini Allah telah menyebutkan dua sebab untuk bersuci shughra dan mendiamkan tentang sebab bersuci yang kubra. Padahal Dia berfirman, "Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah," ini jelas menyelisihi balaghah (keindahan bahasa) alQur-an. Atas dasar hal itu, maka ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah, Atau kamu menyentuh perempuan, (adalah) kamu menyetubuhi wanita,

sehingga ayat ini mencakup dua hal yang menyebabkan bersuci: sebab besar dan sebab kecil. Thaharah yang kecil ada di empat anggota tubuh, sedangkan yang besar ada pada seluruh tubuh. Thaharah seluruh tubuh yang digantikan dengan tayammum cukup diwakili oleh dua anggota tubuh saja (wajah dan tangan), karena dalam tayammum ini adalah sama saja, baik thaharah kecil maupun besar. Atas dasar ini, maka pendapat yang kuat bahwa sekedar menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tidak . Kecuali bila keluar sesuatu darinya, maka ia wajib mandi jika yang keluar tersebut adalah mani. Ia pun wajib mencuci kemaluan dan buah dzakarnya disertai dengan wudhu jika yang keluar adalah madzi. [6] [Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair] __________ Foote Note [1]. HR. Muslim (no. 330) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 106) kitab ath-Thahaarah, anNasa-i (no. 242) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 251) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ibnu Majah (no. 603) kitab ath-Thahaarah, Ahmad (no. 25938), ad-Darimi (no. 1157) kitab ath-Thahaarah. [2]. Madzi adalah cairan bening kental yang biasanya keluar dari kemaluan laki-laki pada saat mencumbu isterinya sebelum mencampurinya [3]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'. [4]. HR. Muslim (no. 309) kitab al-Haidh, Ibnu Majah (no. 478) kitab al-Haidh, atTirmidzi (no. 140) kitab ath-Thahaarah. Lihat Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'. [5]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Ifta (V/297). [6]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-Ulamaa' fii Isyratin Nisaa', (hal. 36) kepada kitab Majmuu Fataawaa wa Rasaa-il Syaikh Ibni Utsaimin.

Kategori Wanita : Wasiat

Pesan-Pesan Untuk IsteriMinggu, 27 Mei 2007 23:35:47 WIB PESAN-PESAN UNTUK ISTERI Oleh Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Anas berkata, Para Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam jika menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, maka mereka memerintahkan isteri agar berkhidmat kepada suaminya dan memelihara haknya. Ummu Humaid berkata, Para wanita Madinah, jika hendak menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, pertama-tama mereka datang kepada Aisyah dan memasukkannya di hadapannya, lalu dia meletakkan tangannya di atas kepalanya seraya mendoakannya dan memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah serta memenuhi hak suami[1] Abdullah bin Jafar bin Abi Thalib berwasiat kepada puterinya, Janganlah engkau cemburu, sebab itu adalah kunci perceraian, dan janganlah engkau suka mencela, karena hal itu menimbulkan kemurkaan. Bercelaklah, karena hal itu adalah perhiasan paling indah, dan farfum yang paling baik adalah air. Abud Darda' berkata kepada isterinya, Jika engkau melihatku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika aku melihatmu marah kepadaku, maka aku meredakanmu. Jika tidak, kita tidak harmonis. Ambillah pemaafan dariku, maka engkau melanggengkan cintaku. Janganlah engkau berbicara dengan keras sepertiku, ketika aku sedang marah Janganlah menabuhku (untuk memancing kemarahan) seperti engkau menabuh rebana, sekalipun Sebab, engkau tidak tahu bagaimana orang yang ditinggal pergi Janganlah banyak mengeluh sehingga melenyapkan dayaku Lalu hatiku enggan terhadapmu; sebab hati itu berbolak-balik Sesungguhnya aku melihat cinta dan kebencian dalam hati Jika keduanya berhimpun, maka cinta pasti akan pergi Amr bin Hajar, Raja Kindah, meminang Ummu Ayyas binti Auf. Ketika dia akan dibawa kepada suaminya, ibunya, Umamah binti al-Haris menemui puterinya lalu berpesan kepadanya dengan suatu pesan yang menjelaskan dasar-dasar kehidupan yang bahagia dan kewajibannya kepada suaminya yang patut menjadi undang-undang bagi semua wanita. Ia berpesan: Wahai puteriku, engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau keluar, dan engkau beralih pada kehidupan yang di dalamnya engkau naik untuk orang yang lalai dan membantu orang yang berakal. Seandainya wanita tidak membutuhkan suami karena kedua orang tuanya masih cukup dan keduanya sangat membutuhkanya, niscaya akulah orang yang paling tidak membutuhkannya. Tetapi kaum wanita diciptakan untuk lakilaki, dan karena mereka pula laki-laki diciptakan. Wahai puteriku, sesungguhnya engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau

keluar dan engkau berganti kehidupan, di dalamnya engkau naik kepada keluarga yang belum engkau kenal dan teman yang engkau belum terbiasa dengannya. Ia dengan kekuasaannya menjadi pengawas dan raja atasmu, maka jadilah engkau sebagai abdi, niscaya ia menjadi abdimu pula. Peliharalah untuknya 10 perkara, niscaya ini akan menjadi kekayaan bagimu. Pertama dan kedua, tunduk kepadanya dengan qanaah (merasa cukup), serta mendengar dan patuh kepadanya. Ketiga dan keempat, memperhatikan mata dan hidungnya. Jangan sampai matanya melihat suatu keburukan darimu, dan jangan sampai mencium darimu kecuali aroma yang paling harum. Kelima dan keenam, memperhatikan tidur dan makannya. Karena terlambat makan akan bergejolak dan menggagalkan tidur itu membuat orang marah. Ketujuh dan kedelapan, menjaga hartanya dan memelihara keluarga dan kerabatnya. Inti perkara berkenaan dengan harta ialah menghargainya dengan baik, sedangkan berkenaan dengan keluarga ialah mengaturnya dengan baik. Kesembilan dan kesepuluh, jangan menentang perintahnya dan jangan menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya, maka hatinya menjadi kesal dan jika engkau menyebarkan rahasianya, maka engkau tidak merasa aman terhadap pengkhianatannya. Kemudian janganlah engkau bergembira di hadapannya ketika dia bersedih, dan jangan pula bersedih di hadapannya ketika dia bergembira[2] Seseorang menikahkan puterinya dengan keponakannya. Ketika ia hendak membawanya, maka dia berkata kepada ibunya, Perintahkan kepada puterimu agar tidak singgah di kediaman (suaminya) melainkan dalam keadaan telah mandi. Sebab, air itu dapat mencemerlangkan bagian atas dan membersihkan bagian bawah. Dan janganlah ia terlalu sering mencumbuinya. Sebab jika badan lelah, maka hati menjadi lelah. Jangan pula menghalangi syahwatnya, sebab keharmonisan itu terletak dalam kesesuaian. Ketika al-Farafishah bin al-Ahash membawa puterinya, Nailah, kepada Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhitallahu anhu, dan beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya, Wahai puteriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini : bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yang terguyur hujan. Abul Aswad berkata kepada puterinya, Jangalah engkau cemburu, sebab kecemburuan itu adalah kunci perceraian. Berhiaslah, dan sebaik-baik perhiasan ialah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik-baik wewangian ialah menyempurnakan wudhu. Ummu Maashirah menasihati puterinya dengan nasihat berikut ini yang telah diramunya dengan senyum dan air matanya: Wahai puteriku, engkau akan memulai kehidupan yang

baru Suatu kehidupan yang tiada tempat di dalamnya untuk ibumu, ayahmu, atau untuk seorang pun dari saudaramu. Engkau akan menjadi teman bagi seorang pria yang tidak ingin ada seorangpun yang menyekutuinya berkenaan denganmu hingga walaupun ia berasal dari daging dan darahmu. Jadilah engkau sebagai isteri, wahai puteriku, dan jadilah engkau sebagai ibu baginya. Jadikanlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya dalam kehidupannya dan segalanya dalam dunianya. Ingatlah selalu bahwa suami itu anak-anak yang besar, jarang sekali kata-kata manis yang membahagiakannya. Jangan engkau menjadikannya merasa bahwa dengan dia menikahimu, ia telah menghalangimu dari keluargamu. Perasaan ini sendiri juga dirasakan olehnya. Sebab, dia juga telah meninggalkan rumah kedua orang tuanya dan meninggalkan keluarganya karenamu. Tetapi perbedaan antara dirimu dengannya ialah perbedaan antara wanita dan laki-laki. Wanita selalu rindu kepada keluarganya, kepada rumahnya di mana dia dilahirkan, tumbuh menjadi besar dan belajar. Tetapi dia harus membiasakan dirinya dalam kehidupan yang baru ini. Ia harus mencari hakikat hidupnya bersama pria yang telah menjadi suami dan ayah bagi anakanaknya. Inilah duniamu yang baru, wahai puteriku. Inilah masa kini dan masa depanmu. Inilah mahligaimu, di mana kalian berdua bersama-sama menciptakannya. Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tidak memintamu melupakan ayah dan ibumu serta saudara-saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selamalamanya. Wahai sayangku, bagaimana mungkin ibu akan lupa belahan hatinya? Tetapi aku meminta kepadamu agar engkau mencintai suamimu, mendampingi suamimu, dan engkau bahagia dengan kehidupanmu bersamanya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Udzr ad-Du'ali -pada hari-hari pemerintahan Umar Radhiyallahu anhu- menceraikan wanita-wanita yang dinikahinya. Sehingga muncullah kepadanya beberapa peristiwa yang tidak disukainya berkenaan dengan para wanita tersebut dari hal itu. Ketika dia mengetahui hal itu, maka dia memegang tangan Abdullah bin al-Arqam sehingga membawanya ke rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: Aku memintamu bersumpah demi Allah, apakah engkau benci kepadaku? Ia menjawab, Jangan memintaku bersumpah demi Allah. Dia mengatakan, Aku memintamu bersumpah demi Allah. Ia menjawab, Ya. Kemudian dia berkata kepada Ibnul Arqam, Apakah engkau dengar? Kemudian keduanya bertolak hingga sampai kepada Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu lalu mengatakan, Kalian mengatakan bahwa aku menzhalimi kaum wanita dan menceraikan mereka. Bertanyalah kepada al-Arqam. Lalu Umar bertanya kepadanya dan mengabarkannya. Lalu beliau mengirim utusan kepada isteri Ibnu Abi Udzrah (untuk datang kepada Umar). Ia pun datang bersama bibinya, lalu Umar bertanya, Engkaukah yang bercerita kepada suamimu bahwa engkau marah kepadanya? Ia menjawab, Aku adalah orang yang mula-mula bertaubat dan menelaah kembali perintah Allah kepadaku. Ia memintaku bersumpah dan aku takut berdosa bila berdusta, apakah aku boleh berdusta, wahai Amirul Mukminin? Dia menjawab, Ya, berdustalah. Jika salah seorang dari kalian tidak menyukai salah seorang dari kami, janganlah menceritakan hal itu kepadanya. Sebab, jarang sekali rumah yang dibangun di atas dasar

cinta, tetapi manusia hidup dengan Islam dan mencari pahala[3] Kepada setiap muslimah yang memenuhi hak-hak suaminya dan takut terhadap murka Rabb-nya karena dia mengetahui hak suaminya atasnya! Inilah contoh sebagian pria yang mensifati isterinya yang tidak mengetahui hak suaminya dan tidak pula memelihara kebaikannya. Ia tidak mempercantik diri dan tidak berdandan untuknya, serta bermulut kasar. Ia mensifatinya dengan sifat yang membuat hati bergetar dan telinga terngiangngiang. Camkanlah sehingga engkau tidak jatuh ke tempat yang menggelincirkan ini. [Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair] __________ Foote Note [1]. HR. Ibnu Abi Syaibah (IV/305-306). [2]. Ahkaamun Nisaa, Ibnul Jauzi (hal. 74-78). [3]. Syarhus Sunnah (XIII/120).

Kategori Wanita : Thaharah

Seorang Pria Menyetubuhi Isterinya Setelah Haidh Dan Nifas Sebelum Bersuci (Mandi Wajib)Senin, 28 Mei 2007 14:15:23 WIB HUKUM MENYETUBUHI ISTERI YANG SEDANG HAIDH Oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Tntang hukum persetubuhan yang dilakukan seorang pria terhadap isterinya yang sedang dalam keadaan haidh? Jawaban Persetubuhan yang dilakukan seorang pria terhadap isterinya yang sedang haidh adalah haram berdasarkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu alaihi wa sallam, Allah berfirman.

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh [Al-Baqarah : 222] Maksud ayat ini adalah larangan untuk menyetubuhi wanita yang sedang haidh. AlMahidl artinya adalah tempat keluarnya darah haidh yaitu faraj (kemaluan), dan jika seorang pria berani menyetubuhi isterinya yang sedang haidh itu maka hendaknya pria itu bertaubat dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi, kemudian pria itu dikenakan kaffarah (denda) sebanyak satu dinar atau setengah dinar berdasarkan hadits marfu Ibnu Abbas tentang pria yang menyetubuhi isterinya yang sedang mendapatkan haidh, ia berkata : Hendaknya ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar,. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Yang dimaksud dengan satu dianr adalah satu mitsqol emas ( satu dinar atau satu mistqol emas adalah 4 gram), dan jika ia tidak mendapatkannya maka sebagai penggantinya adalah seukuran harga perak. Wallahu Alam. [Fatawa wa Rasail Syaikh Muhamad bin Ibrahim 2/98] SEORANG PRIA MENYETUBUHI ISTERINYA SETELAH HAIDH DAN NIFAS SEBELUM BERSUCI (MANDI WAJIB) Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta Pertanyaan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seorang pria menyetubuhi isterinya yang telah habis masa haidhnya atau masa nifasnya sebelum isterinya itu mandi wajib, hal itu ia lakukan karena tidak mengetahuinya, apakah pria itu dikenakan kaffarah (denda)? Dan berapa banyak dendanya itu? Lalu jika wanita itu hamil karena persetubuhan itu, apakah anak hasil persersetubuhan itu disebut dengan anak haram? Jawaban Menyetubuhi wanita haidh pada kemaluannya adalah haram berdasarkan firman Allah. Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci [Al-Baqarah : 222] Barangsiapa yang melakukan hal itu maka hendaklah ia memohon ampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya, kemudian hendaknya ia bersedekah setengah dinar sebagai denda atas apa yang telah ia lakukan, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada pria

yang menyetubuhi isterinya yang sedang haid. Artinya : bersedekahlah engkau dengan satu dinar atau setengah dinar Berapapun yang anda keluarkan sebagai denda di antara dua pilihan itu dibolehkan, ukuran satu dinar adalah empat pertujuh kebutuhan per kapita Saudi. Jika kebutuhan per kapita Saudi adalah tujuh puluh real, maka kaffarah itu sebanyak dua puluh real atau empat puluh real yang anda sedekahkan kepada fakir miskin. Dan tidak boleh bagi seorang pria menyetubuhi isterinya setelah habis masa haidh sebelum sang isteri bersuci (mandi wajib) berdasarkan firman Allah. Artinya : Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu [Al-Baqarah : 222] Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak mengizinkan seorang pria menyetubuhi isterinya yang sedang haidh sebelum berhenti haidhnya dan sebelum bersuci (mandi haidh), dan bagi pria yang menyetubuhi isterinya sebelum mandi maka pria itu telah berbuat dosa serta dikenakan denda, kemudian jika persetubuhan itu menyebabkan kehamilan maka anak yang dilahirkan bukanlah anak haram melainkana anakyang sah secara syari. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta 5/398] [Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jamiah lil Maratil Muslimah, Edisi Indonesia FatwaFatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Zaenal Abidin Syamsudin Lc, Penerbit Darul Haq]

Cari

Home Adab Dan Perilaku Ahkam Akhlak Aktual Al-Ilmu Al-Irhab = Terorisme Al-Manhaj As-Salafy Al-Masaa'il Al-Qur'an

Al-Qur'an : Ilmu Al-Qur'an : Tafsir Al-Wala' Dan Al-Bara' Al-Wasailu Al-Mufidah Amalan Sunnah Anak-Anak Muslim Aqidah Ahlus Sunnah Aqidah Al-Wasithiyah Aqidah Empat Imam Ar-Rasaa-il Hukum As-Saa'ah : Ad-Dajjal As-Saa'ah : Al-Mahdi As-Saa'ah : Nabi Isa As-Sunnah As-Sunnah Dalam Islam Bai'at Bid'ah Dan Bahayanya Birrul Walidain Dakwah Demokrasi Dan Politik Do'a, Dzikir, Taubat Fatawa 'Arkanil Islam Fiqih Ibadah Firaq Fokus Utama Gambar, Lagu, Mainan Hadits Hajji Dan Umrah Hari Raya = Ied Hizbiyyah Dan Harokah Jenazah : Kematian, Mayit Jihad Fii Sabilillah Jual Beli Keluarga & Masalahnya Kesempurnaan Islam Kurban Dan Aqiqah Ma'ruf Nahi Mungkar Mabhats Makanan, Sembelihan Manhaj Media Dan Sarana Mu'amalat Dan Riba Mujmal Ahlissunnah Nasehat Nikah Nikah : Talak - Rujuk

Pakaian Dan Perhiasan Pengobatan Penyakit Perpecahan Umat ! Prinsip Dasar Islam Propaganda Sesat Puasa Puasa : Fiqih Puasa Puasa : I'tikaaf Qadha Dan Qadar Rifqon Ahlassunnah Rizqi, Harta, Nafkah Shalat Sihir, Jin, Perdukunan Sikap Kepada Kafir Siyasi Wal Fikri Sumpah Dan Nadzar Syarhu Ushulil Iman Syubhat Dan Jawaban Tauhid Tauhid Prioritas Utama Tazkiyatun Nufus Toleransi Ushul Ahlissunnah Wanita : Darah Wanita Wanita : Fiqih Shalat Wanita : Muslimah Wanita : Thaharah Wanita : Wasiat Waris, Hibah, Hadiah Zakat

Kategori Wanita : Wasiat

Contoh Untuk Diteladani : Ummu 'Uqail Seorang Wanita Yang Mengajarkan Kaum Pria Untuk BersabarJumat, 7 Maret 2008 15:49:06 WIB

UMMU 'UQAIL SEORANG WANITA YANG MENGAJARKAN KAUM PRIA UNTUK BERSABAR Oleh Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Inilah seorang wanita yang mengajarkan kepada kaum pria untuk bersabar, terutama terhadap kaum wanita, dan mengajarkan kepada mereka supaya ridha dengan ketentuan Allah. Kita memohon kepada Allah, semoga para wanita kita belajar bersabar ketika mengalami musibah yang menyedihkan, agar melahirkan untuk kita tokoh-tokoh seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Malik, Ahmad dan asy-Syafii. Abul Faraj Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa al-Ashmai berkata, Aku dan kawanku keluar menuju dusun, lalu kami tersesat jalan. Tiba-tiba kami menjumpai gubuk di kanan jalan, lalu kami menuju ke sana dan mengucapkan salam. Ternyata seorang wanita menjawab salam kami seraya bertanya, Siapa kalian? Kami menjawab, Kaum yang tersesat jalan. Kami datang kepada kalian untuk mengunjungi kalian. Ia mengatakan, Wahai kaum, palingkan wajah kalian dariku hingga aku menyelesaikan apa yang menjadi hak kalian. Kami pun melakukannya, lalu ia melemparkan kepada kami alas tidur seraya mengatakan, Duduklah di situ hingga puteraku datang. Kemudian dia melihat-lihat kedatangan puteranya hingga dia bisa melihatnya seraya mengatakan, Aku memohon kepada Allah keberkahan orang yang datang. Unta itu adalah unta puteraku, sedangkan yang menungganginya bukan puteraku. Ketika penunggang unta itu telah berdiri di hadapannya, ia mengatakan, Wahai Ummu Uqail, semoga Allah membesarkan pahalamu karena Uqail. Dia bertanya, Apakah puteraku wafat? Ia menjawab, Ya. Dia bertanya, Apa penyebab kematiannya? Ia menjawab, Unta berdesak-desakan padanya lalu ia terlempar ke sumur. Dia mengatakan, Turunlah, lalu penuhi hak bertamu kaum ini. Dia menyerahkan seekor domba kepadanya, lalu ia menyembelih dan mengolahnya serta menghidangkan makanan kepada kami. Kemudian kami makan dan kami kagum dengan kesabarannya. Ketika kami selesai, dia keluar kepada kami dalam keaadan tertutup hijab seraya mengatakan, Wahai kaum, apakah di antara kalian ada yang dapat membaca al-Qur-an dengan baik? Aku menjawab, Ya. Ia mengatakan, Bacakan kepadaku dari Kitabullah ayat-ayat yang aku menjadi terhibur dengannya. Aku mengatakan, Allah Azza wa Jalla berfirman: ".. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [Al-Baqarah: 155157] Ia bertanya, Apakah ayat-ayat ini dalam Kitabullah demikian? Aku menjawab, Ayatayat ini dalam Kitabullah demikian. Dia mengatakan, Assalaamu alaikum. Kemudian

dia meluruskan kedua telapak kakinya dan shalat dua rakaat, kemudian mengucapkan, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Di sisi Allah mendapatkan Uqail. Ia mengatakan demikian tiga kali. Ya Allah, aku melakukan apa yang Engkau perintahkan kepadaku, maka berikan kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku. [1] UMMU UMARAH SEORANG SHAHABIYAH MUJAHIDAH Inilah Ummu Umarah, seorang mujahidah yang membela Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan hidupnya. Membelanya karena agama, membelanya dan cemas terhadapnya adalah lebih penting baginya daripada dirinya sendiri. Di manakah kaum wanita sekarang jika di bandingkan dengan wanita-wanita yang membeli akhirat dengan dunia? Kemauan wanita pada zaman sekarang ini adalah membeli segala keinginan dan menikmati kehidupan dunia berikut berbagai kelezatannya. Sementara dia tidak menghiraukan perkara agama, bahkan di dalam rumahnya, bersama anak-anaknya. Ya Allah, selamatkanlah selamatkanlah. Inilah Ummu Umarah Nasibah binti Kaab bin Auf, seorang Shahabiyah mujahidah. Ia keluar di tengah pasukan kaum muslimin dalam perang Uhud dan mendapatkan ujian yang baik. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda tentangnya: Sungguh kedudukan Nasibah binti Kaab pada hari ini lebih baik dibanding kedudukan fulan dan fulan. [2] Ia sebagai bintang perang umat Islam. Kemudian ia memalingkan wajahnya dari mereka, ternyata pedang-padang kaum musyrikin menimpa mereka, memenggal leher-leher mereka dan menikam punggung-punggung mereka. Maka mereka bercerai berai dan mundur ke belakang. Dia pun pergi ke hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia mencabut panah dan memukul dengan pedang. Sedangkan di sekitarnya ada para tokoh seperti Ali, Abu Bakar, Umar, Saad, Thalhah, az-Zubair, al-'Abbas, kedua puteranya dan suaminya. Ia tidak ingin bahaya mendekati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi bentengnya. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri melainkan aku melihatnya berperang untuk membelaku. [3] Dari 'Umarah bin Ghazyah, ia mengatakan: Ummu 'Umarah menuturkan, Aku melihat orang-orang pergi dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan tidak tersisa kecuali sekelompok orang yang kurang dari sepuluh orang. Aku, anakku dan suamiku berada di depan Rasulullah untuk melindungi beliau. Sementara orang-orang melewati beliau untuk melarikan diri, dan beliau melihatku tidak memakai perisai. Ketika beliau melihat orang yang melarikan diri sambil membawa perisai, maka beliau mengatakan, Lemparkan perisaimu untuk dipakai orang yang berperang. Ia melemparkannya, lalu aku mengambilnya. Perisai tersebut aku pakai untuk melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Luka yang aku dapatkan hanyalah dari orang-orang berkuda. Seandainya mereka berjalan (tanpa tunggangan) seperti kami, niscaya kami dapat melukai mereka. Insya Allah.

Ketika seseorang berkuda datang lalu menebasku, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berteriak, Wahai putera Ummu 'Umarah! Ibumu! Ibumu! Lalu puteraku membantuku menghadapi pria tersebut sehingga aku berhasil membunuhnya. [4] Pada hari itu Ummu 'Umarah Radhiyallahu 'anha terluka sebanyak 13 luka. UMMUD DAHDAH : "JUAL BELIMU TELAH MENDAPAT KEUNTUNGAN" Di antara wanita yang mengajarkan kepada kita dan mengajarkan wanita-wanita kita agar yakin kepada Allah dan berinfak di jalan-Nya adalah Ummud Dahdah. Mari kita dengar kisahnya bersama suaminya dan ketaatannya kepadanya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu, ia menuturkan bahwa ketika turun ayat ini: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah) [Al-Baqarah: 245] Abud Dahdah al-Anshari bertanya, Wahai Rasulullah, benarkah Allah menginginkan pinjaman dari kami? Beliau menjawab, Ya. Ia mengatakan, Perlihatkan tanganmu kepadaku, wahai Rasulullah. Ketika beliau mengulurkan tangannya kepadanya, ia mengatakan, Sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun kepada Rabb-ku. Ia mempunyai kebun yang di dalamnya terdapat 600 pohon kurma, dan Ummud Dahdah beserta keluarganya berada di dalamnya. Abud Dahdah datang dan memanggilnya, Wahai Ummud Dahdah! Ia menjawab, Aku penuhi panggilanmu. Ia mengatakan, Keluarlah, sebab aku telah meminjamkannya kepada Rabb-ku Azza wa Jalla. Dalam satu riwayat bahwa Ummud Dahdah berkata kepadanya, Jual belimu telah mendapat keuntungan, wahai Abud Dahdah. Lalu ia mengangkat darinya perabot dan anakanaknya, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Alangkah banyaknya pohon kurma yang lebat di Surga milik Abud Dahdah. [5] [Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair] __________ Foote Note [1]. 'Audatul Hijaab (II/549). [2]. Ath-Thabaqaat (VIII/302); Siyar Alaamin Nubalaa' (II/978). [3]. Ath-Thabaqaat (VIII/303). [4]. Ath-Thabaqaat (VIII/302). [5]. Penulis Majmaauz Zawaa-id (VI/320) mengatakan: Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan para perawinya tsiqat.

Kategori Al-Qur'an : Tafsir

Ancaman Allah Bagi Orang Yang Berbuat Maksiat Di Masjidil HaramSabtu, 21 Nopember 2009 15:17:51 WIB ANCAMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA BAGI ORANG YANG BERBUAT MAKSIAT DI MASJIDIL HARAM Oleh Dr Muhammad bin Abdur Rahman Alu Sa'ud "Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih". [al Hajj/22 : 25] Ayat yang mulia ini menjelaskan tentang sifat orang kafir. Yaitu, mereka berpaling dari jalan Allah yang lurus. Yakni, yang telah dijelaskan kepada para hambaNya melalui para rasulNya. Mereka berbuat demikian, supaya tetap berada dalam orientasi-orientasi mereka yang hina. Bahkan berharap menjumpai orang-orang yang mau bergabung dan mengikuti pemikiran mereka. Sehingga bisa bersatu-padu dalam menghalangi manusia dari hidayah Allah. Sebagai contoh, kaum kafir Quraisy Mekkah. Mereka pun berupaya menghalangi manusia dari hidayah. Tidak itu saja, bahkan mereka juga menghalangi kaum Mukminin dari melakukan thawaf di sekitar Kabah dan beribadah karena Allah di Masjidil Haram. Kaum kafir Quraisy tidak membedakan antara kaum Muslimin penduduk al Haram maupun yang berasal dari luar. Mereka melakukan ini dengan maksud untuk menekan kaum Muslimin, para sahabat Rasulullah. Sehingga dengan perbuatan ini, berarti mereka telah menzhalimi diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka telah menyeleweng dari tujuan utama pendirian Masjidil Haram. Mereka berpaling dari kebenaran dan menempuh jalan kesesatan. Bahkan dalam kondisi ketidakberdayaan untuk menghambat kaum muslimin, baik secara fisik atau maknawi, mereka tetap memendam api kebencian untuk merealisasikannya. Oleh karena itu, Allah mengancam mereka dengan adzab yang pedih. ANCAMAN ALLAH BAGI PELAKU MAKSIAT DI MASJIDIL HARAM Masjidil Haram sebuah tempat termulia di dunia ini. Ia mempunyai keistimewaan

tersendiri dibandingkan dengan tempat lainnya. Yaitu, Allah mengancam orang yang ingin berbuat ilhad dan kezhaliman hanya berniat dengan siksaan yang pedih. Sementara di tempat lain, hukuman akan menimpa pelaku tatkala ia mengerjakannya dan terjadi dengan sebenar-benarnya. Bukan langsung menimpa saat ada niatan untuk itu bila belum dijalaninya. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan barangsiapa yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa (adzab) yang pedih" [al Hajj/22 : 25] Dalam ayat di atas terkandung kata-kata iradah (keinginan), ilhad (penyimpangan) dan zhulm. Berkaitan tentang al iradah, menurut al Jauhariy, bermaknaal masyi'ah (kehendak atau keinginan).[1] Sedangkan al Alusi menjelaskan, asal makna al iradah adalah, kekuatan yang terbentuk dari syahwat (keinginan, kesenangan), khathir (sesuatu yang terlintas dalam benak), dan amal (harapan)..[2] Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, sebagian ulama berpendapat, orang yang berkeinginan melakukan maksiat tidak akan diberi balasan (dosa), kecuali jika keinginan berbuat kejelekan itu terjadi di al Haram, meskipun ia tidak memiliki keinginan yang kuat. Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan barangsiapa yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa (adzab) yang pedih" [al Hajj/22 : 25] Al Imam ats Tsauri rahimahullah meriwayatkan dalam tafsirnya [3], dari as Suddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu , ia mengatakan : Tidaklah seseorang berkeinginan untuk berbuat satu kejelekan, kemudian akan dituliskan baginya (dosanya). Kecuali jika ada orang yang berkeinginan di Adan Abyan untuk membunuh seseorang di Masjidil Haram, maka Allah pasti akan menimpakan adzab pedih kepadanya.[5] Hal ini dikuatkan dengan kenyataan bahwa al Haram wajib diyakini keagungannya. Barang siapa bermaksud berbuat maksiat padanya, ia telah menyelisihi sebuah kewajiban dalam menodai keagungannya. Timbul satu tanda tanya, pengagungan terhadap Allah lebih ditekankan daripada pengagungan terhadap al Haram. Meskipun demikian, Allah tidak langsung menghukum

orang yang berniat untuk berbuat maksiat. Mengapa Allah menghukumi langsung dengan pelanggaran yang lebih rendah tingkatnya?. Jawabnya, menodai kemuliaan al Haram dengan perbuatan maksiat mengakibatkan pelecehan terhadap kemuliaan Allah. Sebab, mengagungkan al Haram termasuk mengagungkan Allah. Sehingga perbuatan maksiat yang dilakukan di tempat tersebut lebih berat dibandingkan dengan perbuatan yang dilakukan di tempat yang lainnya. Kendatipun itu juga termasuk menodai keagungan Allah. Mengenai makna kata ilhad, Abu Ubaidah mengatakan, lahada fiddin artinya, maala (condong) wa adala (berpaling). Menurut Ibnus Sikkit, mulhid adalah al 'adil 'anil haqqi (orang yang berpaling dari kebenaran), dan orang yang memasukkan ke dalam al haq, sesuatu yang bukan bagian darinya. Adapun ilhad fihi, sebagaimana dalam QS al Hajj/22 ayat 25 tersebut, az Zajjaj mengatakan, maksudnya adalah ragu-ragu tentang Allah k . Ada juga yang mengatakan, bahwa setiap orang yang berbuat zhalim di al Haram, berarti dia mulhid (orang yang melakukan penyimpangan). Ibnul Arabi rahimahullah mengatakan : firman Allah Azza wa Jalla : (dan siapa yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya ), maksud ilhad dalam ayat ini adalah, al mail (condong). Adapun secara syar'i adalah, kecendrungan yang tercela. Oleh karena itu, ilhad yang dimaksud dalam ayat ini adalah cenderung kepada kezhaliman.[6] Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan al hada fil haram adalah, meninggalkan niat yang semestinya saat melakukan hal-hal yang diperintahkan dan cenderung kepada perbuatan zhalim. Ath Thabari membawakan satu riwayat dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas : Al ilhad adalah at takdzib (mendustakan, tidak mengimani). Qatadah berkata : Yulhidun, maksudnya adalah yusyrikun (berbuat syirik). Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma , Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ... "Orang yang paling dibenci oleh Allah ada tiga. (Pertama), orang yang berbuat ilhad di al Haram " [7] Al Muhallab rahimahullah dan ulama lainnya berkata,Yang dimaksud tiga orang ini,

mereka adalah termasuk ahli maksiat yang paling dibenci oleh Allah Azza wa Jalla. Kata (abghadu, Red.) ini sama dengan kalimat akbarul kabair (dosa besar yang paling besar). Dan syirik merupakan maksiat yang paling dibenci oleh Allah Azza wa Jalla Sabda Rasulullah, mulhidun fil haram (orang yang berbuat ilhad di al Haram), arti dari mulhid, yaitu orang yang berpaling dari kebenaran. Ilhad, bermakna menyimpang dari tujuan. Timbul permasalahan, yaitu pelaku dosa kecil juga termasuk orang berpaling dari kebenaran, (namun, dia tidak termasuk orang yang paling dibenci oleh Allah, Red.) Jawabannya, ungkapan seperti ini biasa dipergunakan untuk (istilah) orang yang sudah keluar dari din (agama) (atau murtad, Red.). Jika ungkapan ini digunakan untuk mensifati pelaku satu kemaksiatan, itu berarti menunjukkan dosa maksiat tersebut sangatlah besar. Ada yang mengatakan, penjelasan keterangan ini dengan menggunakan jumlah ismiyah (istilah bahasa Arab, yaitu sebuah kalimat yang diawali dengan kata benda, Red.), mengisyaratkan tsubutus-sifat (penetapan sifat). Kemudian dengan menggunakan kata nakirah, tujuannya untuk tazhim (pengagungan). Sehingga ungkapan dengan gaya bahasa seperti ini menunjukkan besarnya dosa. Tentang firman Allah Azza wa Jalla : Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, bahwa al ilhad maksudnya perbuatan syirik. Atha' mengatakan: Perbuatan syirik dan pembunuhan. Firman Allah: (Hanya milik Allah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada Allah dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-namaNya. QS al A'raf/7 ayat 180-), maknanya menyimpang dari petunjuk yang benar, dengan memberi nama bagi Allah Azza wa Jalla dengan namanama yang tidak layak bagiNya. Makki bin Abi Thalib Al Qaisi berkata: Bentuk ilhad mereka dalam masalah Asma Allah (nama-nama Allah), yaitu mengalihkan nama-nama itu dari Allah Azza wa Jalla. Mereka menamai Tuhan dan patung-patung mereka dengannya. Mereka mengobrak-abrik nama-namaNya. Mereka menamakan sebagian patungnya Al Lata yang diambil dari kata Allah, dan Uzza yang diambil dari kata al Aziz [8]. Maha suci Allah dari apa yang mereka lakukan. Sedangkan azh zhulmu secara bahasa, artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.

Menurut makna leksikal, ungkapan untuk sesuatu yang melanggar batas kebenaran. Disebut juga dengan al jaur. Ada juga yang mengatakan : azh zhulmu yaitu memanfaatkan dan melanggar batas hak milik orang lain. Ibnul Arabi mengatakan : Sebenarnya azh zhulmu secara bahasa dan syara' yaitu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Yaitu, apabila seseorang melakukan dosa secara mutlak, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri atau yang berhubungan dengan makhluk. Dosa yang terakhir ini lebih besar (dibandingkan yang pertama). Satu kejahatan akan menjadi lebih besar tergantung pada kemuliaan waktu dan tempatnya. Misalnya, pada bulan-bulan haram dan di tanah haram. Sehingga pelanggaran yang ditentang berbentuk dua jenis. Pertama, pelanggaran itu sendiri dan kedua, pelecehan terhadap kehormatan bulan haram dan daerah haram.[9] Ibnul Arabi rahimahullah berkata tentang makna ayat di atas : Maknanya, barang siapa yang bermaksud melakukan mail (penyimpangan) di dalamnya, maka penyimpangan tersebut merupakan bentuk kezhaliman. Karena ilhad artinya al mail secara bahasa. Hanya saja, dalam kaca mata syariat, sudah berkonotasi yang jelek. Dengan ini, Allah telah menghilangkan tanda tanya yang ada, yaitu menjelaskan penyimpangan dengan bentuk kezhalimanlah yang dimaksudkan dalam ayat ini.[10] Ibnu Katsir berkata : Kata kerja di sini mencakup makna yahimmu (berkeinginan). Oleh karena itu, menjadi kata kerja transitif dengan tambahan huruf ba' . Allah Azza wa Jalla berfirman: Artinya kata beliau : Dan siapa yang bermaksud melakukan kejahatan yang sangat keji, berupa maksiat-maksiat yang besar. [secara dhalim] sengaja lagi berniat mengerjakan kezhaliman tersebut, bukan karena terdorong oleh takwil (kekeliruan pemahaman) dalam melaksanakan (tindakan yang salah itu) [11] Firman Allah [ waman yurid ] iradah di sini merupakan keinginan kuat untuk melaksanakannya dan sifat keras kepalanya untuk merealisasikan niat tersebut berupa berbagai macam perbuatan dosa dan maksiat di Masjidil Haram. Syaikh Bin Baz menyatakan: Sayyi`at (perbuatan-perbuatan dosa) di dalamnya (Baitullah) merupakan perkara yang sangat besar. Sebagaimana kebaikan akan dilipatgandakan di sana. Perbuatan-perbuatan dosa, menurut ahli ilmu dilipatgandakan, tapi dari sisi kaifiyah (bentuknya) bukan bilangannya. Karena orang yang mengerjakan kejelekan, ia hanya dibalas semisalnya. Tindakan dosa di al Haram tidak seperti dosa di tempat luar Haram. Dosanya lebih besar dan parah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Barang siapa ingin dan bermaksud (melakukan) ilhad dengan kezhaliman" Jika orang yang hanya berniat atau berkeinginan berbuat ilhad, ia berhak ditimpa siksa yang pedih. Bagaimana dengan orang yang sudah menjalankannya?. Bila orang yang hanya berniat saja diancam dengan siksaan yang pedih, maka apalagi orang yang telah berbuat kejahatan dan melampaui batas. Ia lebih berhak menerima hukuman dan siksaan yang pedih. Kesimpulan (Jadi) ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa hal tersebut haram. Tidak ada bedanya antara orang yang bermukim di sana atau pendatang, jamaah haji atau umrah. Dari situ, bisa diketahui bahwa berbuat aniaya kepada orang dan menyakiti mereka di al Haram yang aman baik dengan ucapan atau tindakan termasuk perbuatan haram yang besar. Pelakunya diancam dengan siksaan yang pedih. Perbuatannya termasuk bagian dari kabair (dosa-dosa besar). Oleh karenanya, kata Syaikh Bin Baz, kewajiban seorang muslim di setiap tempat dan waktu, agar ia bertakwa kepada Allah dan mengagungkan aturan-aturanNya, bekerjasama dengan orang lain dalam kebaikan dan ketakwaan serta menjauhi segala yang diharamkan oleh Allah Taala. Diadopsi dari: Al Ilhad Wazh Zhulmu Fil Masjidil Haram Bainal Iradati Wat Tanfidz Dr. Muhammad bin Abdur Rahman Alu Saud Majallah Jamiah Islamiyyah Edisi 107 Th. IXXX 14181419 H Hurmati Mekkah Wa Makanatil Baitil Athiq Wa Ma Warada Fi Dzalika Min Ayat Wa Ahadits Wa Atsar Syaikh Abdul Azin bin Abdillah bin Baz. Majallah al Majma al Fiqhi al Islami Rabithah Alam Islami Mekkah Mukarramah. Edisi 10 Th. VIII 1417 H 1996 M [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _________ Footnotes [1]. Ash Shihah dan Al Lisan maadah (rawada) [2]. Lihat Ruhul Ma'ani (1\201) [3]. hlm. 168 [4]. Nama tempat di gunung Aden [5]. Ibnu Hajar berkata : Isnadnya shahih. (Fat-hul Bari: 12/210). [6]. Lihat Ahkamul Qur`an (3/1276) [7]. HR. al Bukhari, kitab ad Diyat no. 6374 [8]. Lihat kitabnya, al Umdah Fi Gharibil Qur`an

[9]. Lihat kitab Ahkamul Qur`an ( 3/1276) [10]. Silahkan lihat kitab Ahkamul Qur`an ( 3/1276) [11]. Silahkan lihat tafsir Ibnu katsir dalam surat Al Hajj ayat 25 [12]. Risalah Hurmati Makkah Wa Makanatil Baitil Athiq Wa Ma Warada Fi Dzalika Min Ayat Wa Ahadits Wa Atsar Syaikh Baz. Hlm. 21-22 [13]. ibid 25

Kategori Tauhid Prioritas Utama

Wajib Atas Setiap Muslim Menerapkan Hukum Allah Dalam Segala Aspek Sesuai Dengan KemampuannyaSelasa, 10 Agustus 2004 07:44:28 WIB Sesungguhnya termasuk hal yang sangat mudah sekali bagi kamu adalah menerapkan hukum dengan apa-apa yang Allah turunkan dalam hal aqidah, ibadah, akhlakmu dalam hal mendidik anak-anakmu di rumah, dalam hal jual belimu, sementara itu termasuk hal yang sangat sulit sekali adalah engkau memaksakan atau menyingkirkan penguasa yang dalam kebanyakan hukum-hukumnya berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan. Maka mengapa engkau meninggalkan hal yang mudah dan mengerjakan hal yang sulit ?. Hal ini menunjukkan kepada salah satu di antara dua kemungkinan, kemungkinan pertama buruknya pendidikan dan bimbingan, kemungkinan kedua disebabkan buruknya aqidah yang mendorong mereka sehingga lebih memperhatikan apa-apa yang mereka tidak sanggup untuk merealisasikannya daripada memperhatikan apa-apa yang masih dalam batas kesanggupan mereka.

Siapakah Yang Berhak Berpolitik ? Dan Kapan ?Sabtu, 31 Juli 2004 15:02:19 WIB Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang waktu ! Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logis yang harus dilalui satu per satu. Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita benar-benar mengetahui urusan-urusan tersebut, pengetahuan kita itu tidak memberi manfaat kepada kita, karena kita tidak memiliki keputusan dan wewenang untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia. Adapun menyibukkan mereka dengan urusan-urusan emosional yang menyentil semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim mukallaf.

Asas Perubahan Kepada Perbaikan Adalah Manhaj Tasfiyah Dan TarbiyahRabu, 7 Juli 2004 07:28:55 WIB Kami selalu mendengungkan setiap saat dan selalu memfokuskan pada seputar dua point mendasar yang merupakan kaidah perubahan yang benar. Keduanya adalah Tashfiyah (pemurnian) dan Tarbiyah (pendidikan), kedua hal ini mesti berjalan bersama-sama sekaligus, yaitu tashfiyah dan tarbiyah. Jika dalam suatu negeri terdapat suatu jenis dari tashfiyah, yaitu tashfiyah dalam hal aqidah, maka hal ini termasuk peristiwa yang sangat besar yang terjadi dalam masyarakat Islam yang merupakan bagian bangsa di antara bangsa-bangsa lain. Adapun dalam hal ibadah, maka perlu membebaskan ibadah itu dari fanatik madzhab yang sempit dan berusaha kembali kepada sunnah yang shahih.

Da'wah Mengajak Kepada Aqidah Yang Shahih Membutuhkan Usaha Yang Sungguh-Sungguh Dan BerkelanjutanJumat, 18 Juni 2004 16:12:12 WIB Da'wah mengajak kepada tauhid dan menetapkan tauhid di dalam hati manusia mengharuskan kita tidak membiarkan melewati ayat-ayat tanpa perincian sebagai mana pada masa-masa awal. Demikian itu karena, yang pertama mereka memahami ungkapanungkapan bahasa Arab dengan mudah, dan yang kedua karena ketika itu tidak ada penyimpangan dalam hal aqidah yang muncul dari ilmu filsafat dan ilmu kalam yang bertentangan dengan aqidah yang lurus. Kondisi kita pada saat ini berbeda dengan kondisi kaum muslimin pada masa-masa awal.

Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan OrangSenin, 31 Mei 2004 09:04:43 WIB Seandainya engkau pada hari ini bertanya kepada beberapa guru besar Al-Azhar -misalnya- : "Dimana Allah ?", maka mereka akan menjawab :" Di setiap tempat !". Padahal Jariyah (budak wanita) menjawab bahwa Allah di langit, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban Jariyah tersebut. Mengapa ? Karena Jariyah itu menjawab berdasarkan fitrah dan dia hidup di tempat yang memungkinkan dengan istilah kita pada masa ini untuk kita namakan dengan sebutan "lingkungan salafiyah" yang belum tercemar dengan lingkungan yang buruk, karena dia telah lulus dari "madrasah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam" sebagaimana yang mereka istilahkan sekarang ini.

Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang LainnyaSelasa, 18 Mei 2004 07:41:20 WIB Memahamkan kaum muslimin kepada aqidah yang benar bersumber dari kalimat

thayyibah Laa Ilaaha Illallah, maka saya ingin membahas bahwa penjelasan tersebut tidak berarti seorang muslim hanya semata-mata memahami makna Laa Ilaha Illallah yaitu : "Tidak ada yang diibadahi dengan hak dalam alam semesta ini kecuali Allah saja!" Akan tetapi hal itu juga mengharuskan seorang muslim memahami ibadah-ibadah lainnya yang seyogyanya Rabb kita diibadahi dengannya, dan tidak memperuntukkan sedikit pun dari ibadah itu kepada seorang hamba diantara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Kategori Tauhid Prioritas Utama

Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang BaikSenin, 10 Mei 2004 09:05:32 WIB Kaum musyrikin dahulu mengetahui bahwa ucapan Laa Ilaaha Illallah mengharuskannya untuk berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Adapun mayoritas kaum muslimin sekarang ini, menafsirkan kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah ini dengan : "Tidak ada Rabb (pencipta dan pengatur) kecuali Allah". Padahal apabila seorang muslim mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan dia beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah, maka dia dan orang-orang musyrik adalah sama secara aqidah, meskipun secara lahiriah adalah Islam, karena dia mengucapkan lafazh Laa Ilaaha Illallah, sehingga dengan ungkapan ini dia adalah seorang muslim secara lafazh dan secara lahir.

Wajib Memberikan Perhatian Kepada Tauhid Terlebih Dahulu Sebagaimana Metode Para Nabi Dan RasulSelasa, 4 Mei 2004 11:07:13 WIB Anda mengetahui tentang kenyataan pahit yang dialami umat Islam sekarang ini berupa kebodohan dalam masalah aqidah dan masalah-masalah keyakinan lainnya, serta perpecahan dalam metodologi pemahaman dan pengamalan Islam. Kenyataan yang menyakitkan ini telah membangkitkan ghirah (semangat) orang-orang yang ikhlas dan berkeinginan untuk mengubahnya serta untuk memperbaiki kerusakan. Hanya saja mereka berbeda-beda cara dalam memperbaiki fenomena tersebut, disebabkan karena perbedaan pemahaman aqidah dan manhaj mereka, dengan munculnya berbagai gerakan dan jama'ah-jama'ah Islam Hizbiyyah yang mengaku telah memperbaiki umat Islam selama berpuluh-puluh tahun, tetapi bersamaan itu mereka belum berhasil.

Pendahuluan : At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal IslamSenin, 3 Mei 2004 20:04:43 WIB Ini adalah risalah yang sangat besar manfaat dan faidahnya baik bagi orang awam

maupun kaum intelektual, karena didalamnya memuat jawaban dari seorang alim ulama masa kini yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani semoga Allah merahmatinya dan memberi (kita) manfaat dengan ilmunya-. Dalam risalah ini beliau menjawab suatu pertanyaan yang berkembang di kalangan orang-orang yang memiliki ghirah (semangat) terhadap agama Islam, mereka resah siang dan malam memikirkan pertanyaan ini dan hati mereka pun dibuat sibuk dengannya.

Kategori Pakaian Dan Perhiasan

Hukum Wanita Mencukur Rambut, Membentuk Rambut Dan Menyemirnya Meniru Model Di MajalahRabu, 12 Maret 2008 04:41:06 WIB Jika menyerupai wanita kafir, maka hukumnya tidak boleh, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar. Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian darinya . Demikian pula apabila mecukurnya seperti lelaki, dengan mencukur pendek, atau hingga ke dua telinga yang biasa disebut lammah- yaitu rambut yang melampui ujung daun telinga dan belum mencapai pundak. Tidak diragukan bahwa mencukur pendek lebih besar (dosanya) daripada mencukur sebatas bawah telinga. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai lelaki, dan perbuatan tersebut merupakan dosa besar. Apabila tidak dengan tujuan menyerupai, tetapi dengan tujuan lain yang bukan untuk berhias, seperti karena tidak mampu memelihara, atau karena terus memanjang hingga menyebabkan kesulitan baginya, maka para ulama memperbolehkan sebatas keperluan.

Larangan Isbal, Melabuhkan Pakaian Hingga Menutup Mata KakiRabu, 16 Mei 2007 23:30:43 WIB Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain : Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abdulloh, naikkan sarungmu!".

Hukum Mengenakan Celana PanjangSenin, 22 Januari 2007 00:45:09 WIB Pakaian sempit yang menampakkan bentuk tubuh wanita dan potongan badannya tidak boleh dipakai. Pakaian sempit ini tidak boleh dipakai baik oleh wanita maupun pria, akan tetapi wanita lebih dilarang, karena fitnah yang ditimbulkannya bisa lebih besar. Sedangkan shalat yang dilakukan dengan mengenakan pakaian sempit dan menutup seluruh badannya, tetap sah karena telah memenuhi syarat menutup. Akan tetapi pelakunya berdosa karena ada syarat shalat yang tidak sempurna dikarekanakan pakaiannya yang sempit tersebut. Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, akan menjadi pengundang fitnah dan mendorong orang melihat kepadanya, apalagi bila yang mengenakannya adalah wanita.

Hukum Wanita Mengenakan Celana Kulot Yang Lebar, Hukum Mengenakan Pakaian Yang Terbuka Dan SempitMinggu, 21 Januari 2007 00:43:15 WIB Sebelum menjawab pertanyaan ini saya memberikan nasehat saya kepada para laki-laki yang beriman agar bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya yang berada dalam tanggung jawabnya, dari mulai anak laki-laki, anak perempuan, isteri-isteri, saudara wanita dan lainnya. Hendaknya ia takut kepada Allah atas mereka yang berada dalam pimpinannya dan tidak membuka peluang kepada pihak yang bisa merusak kaum wanita, Rasulullah Shallalalhu alaihi wa sallam telah bersabda. Saya tidak melihat makhluk yang kurang akal dan agamanya lebih mampu mengalahkan orang yang berakal daripada salah seorang di antara kalian (para wanita). Menurut saya, hendaknya seorang tidak terlena dengan berbagai mode pakaian yang diimpor ke sini. Banyak dari mode pakaian itu yang tidak sesuai dengan pakaian Islam, baik karena bentuknya yang pendek, sempit sekali atau tipis.

Hukum Tatto Di Tubuh Dan Hukum Membuat Tatto SementaraMinggu, 23 Juli 2006 06:53:37 WIB Diharamkan mentatto bagian tubuh, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya ia bersabda. "Dilaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta untuk disambungkan rambutnya, wanita yang mentatto dan wanita yang meminta untuk di tatto". Termasuk tatto yang dilakukan di pipi, bibir dan tubuh lainnya, dengan mengubah warnanya menjadi biru, hijau atau hitam. Bertato tidak menjadikan halangan untuk melaksanakan ibadah haji. Sedangkan menipiskan bibir dengan cara di tatto dalam jangka waktu tertentu, maka menurut hemat saya, hal itu tidak diperbolehkan, dan hendaklah kaum wanita muslimah menjauhkan diri dari hal-hal syubhat. Hendaknya jika memungkinkan untuk dihilangkan tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya, maka sebaiknya dihilangkan. Semoga Allah memberi taufik.

Alasan Diharamkannya Emas Bagi Kaum Laki-LakiMinggu, 2 April 2006 10:36:24 WIB

Perlu diketahui oleh penanya dan setiap orang yang mendengar acara ini bahwa alasan hukum dalam menetapkan hukum-hukum syariat bagi setiap orang mukmin adalah firman Allah dan sabda RasulNya. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang bertanya kepada kami tentang pewajiban atau pengharaman sesuatu, niscaya kami akan menunjukkan hukumnya berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Karena itu, berkenaan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka dapat kami katakan, Alasan diharamkannya emas bagi kaum laki-laki yang mukmin adalah firman Allah Subhanahu wa Taala dan sabda RasulNya Shallallahu alaihi wa sallam, dan alasan tersebut sudah dianggap cukup bagi setiap orang mukmin.

Kategori Rizqi, Harta, Nafkah

Agar Rizki Mendapat Keberkahan : Amal Shalih Membantu Mendatangkan KeberkahanRabu, 16 April 2008 10:57:03 WIB Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah . Ibnu Katsir rahimahullah berkata :Allah Subhanahu wa Taala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Taala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Taala akan menyiksanya akibat harta tersebut . Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Agar Rizki Mendapat Keberkahan : Dua Syarat Meraih KeberkahanSelasa, 15 April 2008 22:59:21 WIB Allah Subhanahu wa Taala berfirman tentang negeri Saba' : (Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun . Ayat diatas berbicara tentang negeri Saba sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah Subhanahu wa Taala. Dalam Al-Quran, Allah Subhanahu wa Taala telah menjelaskan kisah bangsa Saba, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli

tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba tidak perlu bersusah-payah memanen buahbuahan di kebun mereka. Untuk mengambil hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.

Nafkah Seorang Suami Untuk Istrinya Yang Bekerja Sebagai KaryawanMinggu, 23 Juli 2006 04:20:40 WIB Sebelum menikah, seorang perempuan memberikan persyaratan kepada calon suaminya agar tidak dilarang mengajar ketika sudah menikah, dan calon suaminyapun menyetujui syarat tersebut kemudian setelah setuju perempuan tersebut mau menerimanya sebagai suami istri. Masih wajibkah suaminya memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya sementara istrinya sudah punya penghasilan sendiri ? Dan bolehkah dia mengambil uang gaji istrinya tanpa sepengetahuan (kerelaan) istrinya ? Perlu diketahui bahwa istri tersebut termasuk seorang perempuan yang taat beragama, sehingga dia tidak mau mendengarkan musik dan nyanyian. Akan tetapi dia tinggal di rumah keluarga suami yang semuanya mempunyai kebiasaan mendengarkan musik. Apakah dalam keadaan seperti ini dia boleh tinggal di rumah keluarganya sendiri (bukan rumah keluarga suami)?

Mengumpulkan Harta Suami Istri Untuk Keperluan Rumah TanggaJumat, 3 Maret 2006 08:54:06 WIB Apabila seorang istri merelakan hartanya digabung dengan harta suami seperti diatas, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat istri tersebut seorang yang peduli dengan hartanya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala. Jika istrimu berbuat baik kepadamu (memberikan sebagian mas kawin tersebut kepadamu), maka terimalah dan makanlah dengan senang hati Adapun jika istri tersebut seorang yang tidak pernah memperdulikan hartanya (pemboros), maka anda tidak boleh mengambil hartanya sedikitpun. Sebaliknya anda harus menjaga hartanya untuk kepentingan dirinya. Mudahmudahan Allah Subhanahu wa Taala menolong kita semua agar kita senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang Dia ridhai.

Hijrah Di Jalan AllahRabu, 29 September 2004 17:45:37 WIB Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah Ta'ala, Allah serta merta mengganti semuanya, Allah memberikan kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada'in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan'a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra. Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata : "Walhasil, seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia ! Jika kamu membenci hiijrah dan tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam perjalananmu, maka sekali-kali jangan takut !

Berbuat Baik Kepada Orang-Orang LemahJumat, 17 September 2004 09:11:57 WIB Termasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin. Nabi yang mulia Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.