setistosoma japonicum
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trematoda adalah yaitu trematoda diagenetik yang terpenting pada
manusia, terdiri atas tiga spesies yang penting yaitu : sehistosoma
hematodium (hidup di vena vesica uriraria), sehistosoma mansoni dan
sehistosoma japanicum terdapat di vena usus)
Secara marfologi, schistosoma tsb beda dengan trematoda yang khas.
Karena bentuknya yang kecil memanjang dan jenis kelamin yang terpisah.
Lingkaran hidup pada cacing dewasa yang halus, besarnya 0,6 sampai 2,5 cm.
hidup berpasangan , yang betina di dalam canalis gynaecophorus cacing
jantan. Tergantung dari pada species cacing, antara 300 (S.mansoni) sampai
3500 (S.japanicum) telur sehari dikeluarkan ke dalam vena. Oleh karena itu
bahwa telur tersebut akan berkembang biak dengan cepat dan tentunya akan
mengganggu dari pada vena tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, untuk memenuhi tugas Mikrobiologi
dan Parasitologi. Dan menambah ilmu pengetahuan tentang Mikrobiologi dan
Parasitologi yang nantinya akan berguna bagi mahasiswa. Dan juga sebagai
bahan tambahan bagi pembaca Mikrobiologi baik mahasiswa maupun
pembaca di luar.
C. Batasan Masalah
Kelompok kami membatasi masalah hanya pada penyebaran, patologi dan
simtomalogi, diagnosis, pencegahan, dan pengobatan.
1
BAB II
ISI
A. PENYEBARAN SCHISTOSOMA JAPONICUM DAN HOSPES
Terbatas di timur jauh. Penyakit ini sangat erdemik di lembah sungai
yangtze di tiongkok tengah jarang di temukan di pantai timur sebelah
selatan hongkong. Tedapat 5 daerah endemi (penyebaran) dilembah-
lembah sungai di pantai jepang ; banyak ditemukan fokus dipulau-pulau
mindanao, mindoro, luzon, samar dan leyte di Fhilipina. Sarang kecil di
sulawesi, thailand ; dan fokus yang berasal dari binatang di taiwan.
Oncomelania yang hidup disaluran air, selokan dan rawa merupakan
hospes perantaranya.
Sejumlah besar hospes reservoar termasuk tikus, mencit, kucing,
anjing, kiuda, sapi, kerbau, dan babi.
B. PATOLOGI DAN SIMTOMATOLOGI
Masa tunas mulai dengan waktu cercaria menembus kulit, yang
dapat menimbulkan pruritus dan alat lain oleh cacing yang belum dewasa,
timbullah perdarahan berupa petechia dan sarang dan sarang infiltrasi sel
eosinofil dan leukosit. Reaksi foksik dan alergi dapat menyebabkan
urtikaric, edema subkoten, serangan astma, leukositosis dan eosinofili.
Pada waktu berakhirnya masa tunas, hati menjadi nyeri dan besar. Dan
terdapat pula rasa perut tidak enak, demam, berkeringat, menggigil, dan
kadang-kadang diare.
Cacing mudah kemudian bermigrasi menentang aliran darah.
Schistosoma japonicom ke vena mesenterica superoir dan cabang-
cabangnya. Dengan dimulainya perletakan telur, stadium akut mulai. Pada
lingkungan hidup normal, telur mencari jalan melewati dinding usus dan
masuk ke dalam tinja. Bilamana terdapat telur disertai darah dan sel
jaringan nekrosiar. Banyak telur terbawa kembali, masuk dalam aliran
darah ke hati.
2
Telur schistosoma japonicum diletakkan di kelenjar limfe
mesenterium dan dinding usus, dan didapat tesi (kerukan). Telur yang
menyerbu usus dengan proliterasi jaringan ikat yang luas, pembentukan
papiloma dan thombosis pembuluh darah kecil.
Telur ditemukan dalam appedix dalam jumlah 75 % dari pada
infeksi usus, kadang-kadang disertai dengan infeksi bakteri sekunder,
tetapi telur ini jarang menimbulkan sindroma appendicitis.
Telur yang menjadi emboli terutama menyebabkan prodiferasi
piogresit dan fibroblastik, fibrosis periduksus, dan cirrhosis interstisial
dengan hipertensi portal yang semakin tinggi.
Zat toksin dari cacing dewasa, pigmentasi dan hipoproteinemia
karena salah gizi mungkin juga memegang peranan dalam pembentukan
lesihepar. Fibrosis hati menuju ke cirrhosis, adalah biasa pada schistosoma
japonicum.
Infeksi otak yang jarang sekali terjadi, terutama disebabkan
schisiosoma japonicum, ditimbulkan oleh telur yang menjadi emboli yang
bereaksi secara mekanis, sebagai zat protein asing dan sebagai bahan
toksik dan menimbulkan reaksi yang hebat dengan edema, infiltrasi sel
pada sumsum berat, sel-sel raksasa, perubahan pada vena, dan degenerasi
jaringan sekitarnya.
Sakit didaerah perut, hepatitis, anoreksi demam, myalgia disentri,
dan berat badan menurun adalah gejala-gejala khas untuk schistosomiosis
infestinalis. Stadium akut berlangsung 3 sampai 4 bulan. Dan lebih hebat
infeksi berat dan pada infeksi dengan schistosoma japonicum, karena telur
yang dihasilkan species ini lebih besar.
Telur yang masuk kedalam aliran sitemik dan disaring didalam
otak atau sumsum tulang menimbulkan bermacam-macam kelainan saraf.
Gejala yang timbul ditemukan adalah sakit kepala, disorientasi, coma,
afasia, amnesia, kekacauan, paraplegia, keadaan spastis dan epilepsi
jackson. Telur yang terbuka keparu-paru menyebabkan arteriolitis dan
fibrosis dan akhirnya menghasilkan payah vetrikel kanal atau cor
pulmonale.
3
Stadium menahun dapat berjalan bertahun-tahun, dan penderita
akan meninggal karena pneumoni atau infeksi lain, atau varices
dioesophagis.
C. DIAGNOSIS
1. telur dapat ditemukan dalam tinja atau urin sampai cacing timbul
menjadi dewasa (memakan waktu 5 sampai 13 minggu setelah
infeksi)
2. pada infeksi yang sangat ringan atau kronik telur mungkin sangat
sulit ditemukan dalam tinja atau urin. Biopsi dan/atau serologi
mungkin berguna pada pasien ini.
3. kadang-kadang telur schistosoma japonicum dapat ditemukan
dalam urin.
4. pasien yang telah diobati harus diikuti terus melalui pemeriksaan
telur dan parasit sampai 1 tahun untuk mengevaluasi
pengobatannya.
5. pada infeksi aktif, telurnya harus mengandung mirasida hidup atau
manep.
D. PENCEGAHAN
1. Mengurangi sumber infeksi.
2. mengurangi air yang berisi keong terhadap kontaminasi dengan
urine atau tinja yang terkena infeksi.
3. mengawasi keong sebagai hospes.
4. melindungi orang terhadap air yang mengandung cercaria.
4
E. PENGOBATAN
1. obat bersifat toksik terhadap hosper yang dapat menurunkan
produksi telur, tetapi obat.
2. digunakan prazikuantel, suatu pirnzinokuinolin, yang merupakan
obat pilihan utama untuk mengobati infeksi skistosoma.
3. metriforat, suatu penghambat organofosfor kolinesterae.
5
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bahan schistosoma japonicum dapat diduga pada stadium
perkembangan dengan timbulnya erupsi kulit berupa ptechia, gejala-gejala
toksik dan alergi, dan kelainan hepar dan paru-paru.
2. Saran
Bagi para penderita sebaiknya cepat melakukan suatu kolaborasi
dengan tim medis. Agar pengobatannya dapat terlaksana dengan hasil
yang baik.
Dan bagi masyarakat sekitar hendaklah menjauhi tempat-tempat
yang dapat menyalurkan suatu atau telur dari pada schistosoma seperti
yang telah dipaparkan di Bab Isi.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown W. Haroid, dasar Parasitologi klinis, P.T Gramedia, Jakarta 1997.
7