setelah ujian proposal

56
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perekonomian negara adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Sistem ekonomi suatu negara akan diikuti secara linear oleh kebijakan ekonomi. Sebagai contoh sederhana, jika suatu negara menganut sistem ekonomi pasar yang liberal-kapitalistik maka peran negara dalam pengaturan hukum di sektor privat sangat terbatas dan banyak diatur oleh komunitas ekonomi/bisnis selaku self regulatory organization (SRO). Sebaliknya jika sistem ekonomi sosialistik-etatisme yang dianut, dalam kebijakan pengaturan hukum di bidang ekonomi banyak diatur dan ditentukan oleh negara sehingga tidak jarang terjadi over regulated. 1 Indonesia menganut faham negara kesejahteraan (welfare state), hal ini terbukti dalam pemaknaan terhadap Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yaitu adanya tanggung jawab negara di bidang ekonomi, sistem demokrasi ekonomi Indonesia dan tujuan dari demokrasi ekonomi yaitu tercapainya kesejahteraan dan keadilan sosial. Tanggung jawab negara terkonsep lebih lanjut di alinea keempat 1 Muchammad Zaidun, Paradigma Baru Kebijakan Hukum Investasi Indonesia Suatu Tantangan dan Harapan. ( Surabaya : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi Universitas Airlangga, 2008)

Upload: erwin-setyo-nugroho

Post on 03-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

proposal tesis

TRANSCRIPT

Page 1: Setelah Ujian Proposal

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem perekonomian negara adalah sistem yang digunakan oleh suatu

negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu

maupun organisasi di negara tersebut. Sistem ekonomi suatu negara akan diikuti

secara linear oleh kebijakan ekonomi. Sebagai contoh sederhana, jika suatu negara

menganut sistem ekonomi pasar yang liberal-kapitalistik maka peran negara

dalam pengaturan hukum di sektor privat sangat terbatas dan banyak diatur oleh

komunitas ekonomi/bisnis selaku self regulatory organization (SRO). Sebaliknya

jika sistem ekonomi sosialistik-etatisme yang dianut, dalam kebijakan pengaturan

hukum di bidang ekonomi banyak diatur dan ditentukan oleh negara sehingga

tidak jarang terjadi over regulated.1

Indonesia menganut faham negara kesejahteraan (welfare state), hal ini

terbukti dalam pemaknaan terhadap Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yaitu adanya

tanggung jawab negara di bidang ekonomi, sistem demokrasi ekonomi Indonesia

dan tujuan dari demokrasi ekonomi yaitu tercapainya kesejahteraan dan keadilan

sosial. Tanggung jawab negara terkonsep lebih lanjut di alinea keempat

1 Muchammad Zaidun, Paradigma Baru Kebijakan Hukum Investasi Indonesia Suatu

Tantangan dan Harapan. ( Surabaya : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi Universitas Airlangga, 2008)

Page 2: Setelah Ujian Proposal

2

Pembukaan UUD 1945 yang memuat kewajiban negara dalam mengelola sumber

daya untuk kesejahteraan masyarakat.2

Perwujudan faham negara kesejahteraan yakni adanya campur tangan

pemerintah dalam bidang ekonomi melalui instrumen berupa regulasi di bidang

perbankan, investasi, persaingan usaha, perlindungan konsumen, dan lain-lain.

Salah satu contoh, di bidang persaingan usaha dibentuk Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat (selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999). Upaya ini

dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan umum

yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan pembangunan nasional adalah melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.3 Pada bidang perekonomian,

sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 menghendaki kemakmuran

masyarakat secara merata, bukan kemakmuran secara individu. Secara yuridis

melalui norma hukum dasar (state gerund gezet), sistem perekonomian yang

diinginkan adalah sistem yang menggunakan prinsip keseimbangan, keselarasan,

2 Fendi Setyawan. Demokrasi Ekonomi Indonesia. (Jember : Bahan Kuliah Peranan Hukum

dalam Pembangunan Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Jember, 2013) 3 Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Page 3: Setelah Ujian Proposal

3

serta memberikan kesempatan usaha bersama bagi setiap warga negara.

Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan ekonomi Indonesia haruslah bertitik

tolak dan berorientasi pada pencapaian tujuan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak

tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 kemudian diperburuk

dengan kondisi perekonomian dunia yang menurun menjadi alasan pemicu

reformasi dan restrukrurisasi dalam berbagai hal yang pada akhirnya turut

mempengaruhi kehidupan bernegara. Salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya krisis ekonomi adalah pada kenyataannya pemerintah Indonesia selama

ini dikenal tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas. Pada kurun 30 (tiga

puluh) tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan-perbuatan

yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pada saat

yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya

persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia

usaha. Disamping faktor krisis ekonomi maka Indonesia dalam waktu singkat

dipaksa keadaan untuk melakukan berbagai deregulasi peraturan ekonomi untuk

menyelesaikan masalah ekonominya.4

Era pasar bebas atau yang lebih dikenal dengan era globalisasi membawa

banyak perubahan pada tatanan ekonomi di Indonesia. Pasar bebas di Indonesia

dapat membawa dampak positif maupun negatif bagi perekonomian dan

masyarakat Indonesia. Terbukanya pintu bagi produk-produk asing untuk masuk

4 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia UU no. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004). Hlm.5.

Page 4: Setelah Ujian Proposal

4

ke Indonesia misalnya dapat memberikan suatu inspirasi masyarakat untuk dapat

mengembangkan suatu produk untuk dapat bersaing sehingga akan meningkatkan

kualitas produk baik barang atau jasa. Namun, hal tersebut juga dapat mematikan

usaha karena ketidakmampuan produk yang dihasilkan dalam negeri untuk

bersaing dengan produk luar negeri. Banyaknya pelaku usaha yang menjalankan

kegiatan usahanya otomatis menimbulkan suatu persaingan dalam dunia usaha.

Persaingan usaha yang semakin ketat menjadikan para pelaku usaha akan berbuat

apapun guna untuk melancarkan usahanya dan agar kegiatan usaha mereka dapat

terus berjalan dan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Persaingan dalam

dunia usaha tentunya diperbolehkan selama persaingan tersebut dilakukan secara

sehat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan namun apabila persaingan

tersebut dilakukan secara tidak sehat atau akan menjadikan pihak lain merasa

dirugikan tentunya persaingan tersebut tidak diperbolehkan karena akan

menghambat perkembangan ekonomi itu sendiri.

Berdasar segi manfaat, persaingan di dalam dunia usaha adalah cara yang

efektif untuk mencapai pendayagunaan sumber daya secara optimal. Adanya

rivalitas akan cenderung menekan ongkos-ongkos produksi sehingga harga

menjadi lebih rendah serta kualitasnya semakin meningkat. Bahkan lebih dari itu

persaingan dapat menjadi landasan fundamental bagi kinerja di atas rata-rata

untuk jangka panjang dan dinamakannya keunggulan bersaing yang lestari

(sustainable competitive advantage) yang dapat diperoleh melalui tiga strategi

Page 5: Setelah Ujian Proposal

5

generik, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus biaya.5 Terkait hal ini

persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana para pelaku usaha dipaksa

menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan

jasa dalam harga yang lebih rendah. Persaingan hanya dimungkinkan bila ada dua

pelaku usaha atau lebih yang menawarkan produk dan jasa yang sama.

Berdasarkan hal tersebut pelaku usaha berusaha menciptakan suatu produk dan

jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas, dan pelayanan. Kombinasi

tersebut untuk memenangkan persaingan merebut pilihan para konsumen dapat

diperoleh melalui inovasi, penerapan teknologi yang tepat serta manajemen yang

baik untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.

Hukum merupakan salah satu kaidah sosial yang ditujukan untuk

mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat.6 Pada hidup

bermasyarakat, setiap individu membutuhkan pemenuhan kebutuhan dan

keinginan namun di sisi lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut tidak

boleh melanggar atau merugikan kepentingan individu yang lainnya. Peran negara

disini dibutuhkan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai

instrumen untuk menciptakan ketertiban masyarakat. Hukum sangat diperlukan

untuk menghindari terjadinya kekacauan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

manusia. Sumber daya yang terbatas sebagai akibat permintaan pemenuhan

kebutuhan yang tidak terbatas.

5 Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha ( Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya

di Indonesia, ( Malang : Bayu Media, 2006). Hlm 102. 6 Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Kencana

Prenada Media Group, 2009). Hlm. 4

Page 6: Setelah Ujian Proposal

6

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai produk dari hukum

persaingan yang telah berlaku hampir lebih dari 15 (lima belas) tahun di Indonesia

dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru terutama dalam mengatur persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan masalah praktik-praktik perdagangan dengan

harapan berbagai masalah praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak

sehat di Indonesia dapat diselesaikan. Berkembangnya praktik perdagangan

apalagi dalam perdagangan internasional akan memaksa Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 untuk dikembangkan sesuai dengan tuntutan kondisi dunia usaha

tetapi tetap harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan amanat dan

semangat ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945 yang menghendaki terciptanya demokrasi di bidang ekonomi.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 secara substansi mengatur tentang

tiga garis besar tentang Perjanjian yang dilarang, Kegiatan yang dilarang, serta

Posisi Dominan. Pada dasarnya dunia usaha mementingkan atau mendambakan

keuntungan yang besar pada sektor usahanya. Hal ini yang secara langsung akan

menuntut mereka memiliki posisi dominan dalam suatu pasar. Memiliki posisi

yang dominan di dalam suatu pasar adalah impian dari setiap pelaku usaha. Hal

ini adalah wajar, dengan menjadi dominan dalam suatu pasar tentu akan

memberikan keuntungan yang lebih maksimal terhadap para pelaku usaha. Terkait

itu menjadi lebih ungggul (market leader) pada suatu pasar bukanlah merupakan

suatu hal yang dilarang, bahkan hal ini tentunya akan memacu para pelaku usaha

untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang

Page 7: Setelah Ujian Proposal

7

berkualitas dan harga yang kompetitif di dalam persaingan yang ada dengan

pelaku usaha lainnya dalam pasar tersebut.

Posisi dominan di suatu pasar bukanlah perkara yang mudah bagi setiap

pelaku usaha, si pelaku usaha harus meningkatkan kemampuan keuangannya,

kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk

menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu terlebih dahulu,

barulah kemudian si pelaku usaha bisa mencapai kedudukan posisi dominan di

dalam pasar. Terkait di dalam mencapai suatu posisi dominan dalam suatu pasar

adalah hal yang tidak mudah, maka si pelaku usaha cenderung akan terdorong

untuk melakukan segala cara untuk mencapai posisi dominan serta

mempertahankannya agar tidak tergoyahkan oleh pelaku usaha lain, bahkan

terkadang si posisi dominan melakukan tindakan-tindakan yang anti persaingan

dalam mempertahankan posisi dominannya.

Pada bagian Bab V Bagian keempat Undang-undang nomor 5 Tahun 1999

mengatur mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan. Penguasaan

sumber ekonomi dan pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok atau

golongan tertentu didalam suatu kegiatan usaha dapat melalui tindakan merger,

konsolidasi, dan akuisisi Perseroan, hal ini dapat dilakukan asalkan

memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan

Perseroan, serta kepentingan masyarakat termasuk pihak ketiga yang

berkepentingan dan persaingan bisnis yang sehat dalam Perseroan, serta

mencegah monopoli dan monopsoni. Pasal 28 Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 menyatakan :

Page 8: Setelah Ujian Proposal

8

“ (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.” Berdasar tiga bentuk penyatuan usaha, akuisisi lebih sering dipilih oleh

pelaku usaha karena didalam akuisisi kedua perusahaan atau lebih yang akan

menyatukan diri tetap ada, hanya saja terjadi perubahan kepemilikan aset atau

saham. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007) ataupun Peraturan

Pemerintah tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi perseroan terbatas,

mengartikan akuisisi Perusahaan sebagai akuisisi saham saja tidak termasuk

akuisisi asset dan atau akuisisi lainnya seperti akuisisi bisnis. Maka yang disebut

dengan akuisisi adalah pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan.7

Akuisisi merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat

mengembangkan kegiatan usaha, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh

pelaku usaha dengan melakukan akuisisi. Ketika suatu pelaku usaha ingin agar

pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih besar pertumbuhan perusahaan dan

perolehan laba yang semakin meningkat, tingkat efisiensi yang semakin tinggi dan

juga untuk mengurangi ketidakpastian akan pasokan bahan baku yang dibutuhkan

7 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2001). Hlm.4.

Page 9: Setelah Ujian Proposal

9

dalam berproduksi dan pemasaran hasil produksi biasanya perusahaan akan

menempuh jalan untuk melakukan penggabungan dengan pelaku-pelaku usaha

lain yang mempunyai kelanjutan proses produksi, salah satu caranya adalah

dengan melakukan akuisisi.8

Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam melakukan akuisisi saham suatu

PT berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menaati prinsip tata kelola perusahaan

yang baik atau yang sering disebut dengan prinsip Good Corporate Governance.

Secara umum, prinsip-prinsip dasar yang harus diterapkan oleh perusahaan dalam

akuisisi saham perusahaan adalah akuntabilitas, kemandirian, transparansi,

pertanggungjawaban dan kewajaran.9 Perwujudan prinsip pertanggungjawaban

antara lain organ perusahaan wajib mengelola perusahaan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 126 Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007, Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan,

Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan :

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Sebagai contoh, pada tahun 2008 PT.Carrefour Indonesia mengakuisisi

PT.Alfa Retailindo,Tbk dengan menandatangani perjanjian jual beli saham atau

Share Purchase Agreement (SPA) antara Carrefour dengan PT. Sigmantara

8 Ditha Wiradiputra, Pengantar Hukum Persaingan Usaha, ( Depok : Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004). Hlm.43. 9 Titin Sartika Putri, Prinsip-Prinsip Akuisisi Saham Perseroan Terbatas, (Jember :

Universitas Jember, Skripsi, 2012).

Page 10: Setelah Ujian Proposal

10

Alfindo dan Prime Horizon. Pte.Ltd. Jumlah saham Alfa milik PT. Sigmantara

Alfindo yang dibeli Carrefour sebesar 35% dan saham Alfa milik Prime Horizon

Pte. Ltd yang dibeli Carrefour sebesar 45%.10 Alasan Carrefour untuk

mengakuisisi Alfa adalah untuk meningkatkan penjualan dan menambah gerai

serta untuk menambah format pasar modern berupa supermarket sesuai dengan

trend bisnis ritel yang berkembang untuk menjadi multi format.Sedangkan alasan

PT.Sigmantara Alfindo sebagai pemilik saham Alfa sebelumnya untuk melepas

kepemilikannya kepada Carrefour adalah dikarenakan adanya kebutuhan dana

yang cukup besar serta akan memfokuskan bisnisnya pada pengembangan

minimarket melalui PT. Sumber Alfaria Trijaya,Tbk (Alfamart).11

Efisiensi usaha yang merupakan tujuan dari akuisisi yang dilakukan PT.

Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retailindo, Tbk sudah tentu harus

memperhatikan ketentuan yang ada didalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 karena akuisisi bisa menjadi sesuatu yang dilarang jika menyebabkan

terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dalam putusan

KPPU Perkara Nomor : 9/KPPU-L/2009, PT. Carrefour Indonesia telah

memenuhi unsur Pasal 28 ayat (2) namun tidak dapat dikualifikasikan melakukan

pelanggaran terhadap pasal tersebut karena belum ada Peraturan Pemerintah yang

mengatur lebih lanjut mengenai akuisisi yang menyebabkan praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.12 Hal tersebut mengindikasikan lemahnya Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam mengatur akuisisi yang menyebabkan

10 Putusan KPPU Nomor 9/KPPU-L/2009. Hlm. 9. 11 Ibid. 12 Wulanda Roselina, Akuisisi PT. Alfa Retailindo, Tbk. oleh PT. Carrefour Indonesia

dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan KPPU Perkara Nomor : 9/KPPU-L/2009), (Jember: Universitas Jember, Skripsi, 2012). Hlm.60.

Page 11: Setelah Ujian Proposal

11

persaingan usaha tidak sehat di Indonesia karena belum ada ukuran suatu akuisisi

dapat dikualifikasikan menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat. Hal ini memberikan peluang untuk pelaku usaha serta Majelis KPPU untuk

menginterpretasikan ketentuan mengenai akuisisi dan seharusnya Majelis KPPU

dalam memutus perkara tersebut tetap dapat menjerat pelaku usaha dengan

pelanggaran terhadap pasal 28 ayat (2) dengan memperhatikan dampak yang telah

ditimbulkan atas akuisisi PT. Alfa Retailindo, Tbk oleh PT. Carrefour Indonesia

sehingga dapat memberikan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Hal tersebut perlu dikaji, mengingat sebaik apapun suatu peraturan

perundang-undang dipersiapkan dan akhirnya diterbitkan, namun dalam

kenyataan tidak jarang bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam undang-

undang tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam masyarakat, atau bahkan

hal-hal yang seharusnya diatur dalam ketentuan tersebut justru terlewatkan.

Penyebab dari hal tersebut bisa bermacam-macam, namun dapat dikatakan secara

umum bahwa ketidakserasian antara apa yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan disebabkan karena perkembangan bidang ekonomi yang begitu cepat

yang terlambat di tangkap atau diantisipasi oleh pembuat undang-undang, atau

dapat pula terjadi karena ketidak mampuan pembuat undang-undang dalam

menangkap nilai-nilai hukum yang ada dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan akuisisi tersebut dan membahasnya dalam bentuk tesis yang

berjudul : “PRINSIP-PRINSIP AKUISISI SAHAM PERSEROAN

TERBATAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA”.

Page 12: Setelah Ujian Proposal

12

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan terbatas jika dikaitkan

dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat?

2. Apakah prinsip akuisisi saham perseroan terbatas dan pengaturan akuisisi

dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dapat menciptakan persaingan usaha yang

sehat dan tidak monopolistik?

3. Bagaimana konsepsi penerapan prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan

terbatas agar mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan

bagi masyarakat?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini terbagi menjadi dua,

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari tesis ini adalah merupakan tujuan yang bersifat

akademis, yaitu :

1. Memenuhi tugas dan melengkapi sebagian syarat-syarat untuk mencapai

gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas jember.

Page 13: Setelah Ujian Proposal

13

2. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam Ilmu Hukum

khususnya Hukum Perdata .

3. Menerapkan ilmu pengetahuan hukum yang diperoleh selama masa studi,

serta mengembangkan dan membuat analisis secara yuridis praktis

khususnya di bidang Hukum Persaingan Usaha.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari tesis ini adalah :

1. Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan

terbatas jika dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2. Mengetahui dan memahami prinsip akuisisi saham perseroan terbatas dan

pengaturan akuisisi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam

menciptakan persaingan usaha yang sehat dan tidak monopolistik.

3. Menemukan dan membangun konsepsi penerapan prinsip-prinsip akuisisi

saham perseroan terbatas agar mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan bagi masyarakat.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian selalu diharapkan dapat memberi manfaat pada semua

pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Karya tulis ini dapat menghasilkan konsep baru guna pengembangan hukum

yang mengatur tentang prinsip akuisisi perseroan terbatas dalam hukum

persaingan usaha

Page 14: Setelah Ujian Proposal

14

2. Karya tulis ini dapat memberikan inspirasi kepada pemerintah selaku

pemegang kekuasaan yang berwenang dalam membuat dan menyusun

peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Persaingan Usaha.

3. Karya tulis ini dapat dijadikan acuan ataupun bahan rujukan dalam

penelitian lanjutan dalam bidang Hukum Persaingan Usaha.

1.4 Metode Penelitian

Dalam pembuatan suatu karya ilmiah tentu tidak akan terlepas dari metode

penelitian. Penelitian hukum dilakukan untuk dapat menghasilkan argumentasi,

teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi.13 Metode penelitian ini akan mempunyai peranan penting dalam

pembuatan karya ilmiah yaitu untuk mengkaji obyek agar dapat dianalisis dengan

benar. Dengan pengkajian tersebut diharapkan akan mempunyai alur pemikiran

yang tepat dan mempunyai kesimpulan akhir yang dapat dipertangggungjawabkan

secara ilmiah.

Metode merupakan cara kerja bagaimana menemukan hasil atau

memperoleh atau menjalankan suatu kegiatan, untuk memperoleh hasil yang

konkrit. Menggunakan suatu metode dalam melakukan suatu penelitian

merupakan ciri khas dari ilmu pengetahuan untuk mendapatkan suatu kebenaran

hukum. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Persada Group, 2010).

Hlm. 35

Page 15: Setelah Ujian Proposal

15

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.14 Pada penulisan tesis ini

menggunakan metode yang terarah agar dapat memberikan pemikiran yang

sistematis dalam usaha menguji kebenaran ilmiah atas masalah yang dihadapi.

1.4.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam tesis ini adalah Yuridis Normatif (Legal Research).

Hukum sebagai konsep normatif adalah hukum sebagai norma, baik yang

diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum) ataupun

norma yang telah terwujud sebagai perintah yang eksplisit dan yang secara positif

telah terumus jelas (ius constitutum) untuk menjamin kepastiannya dan juga

berupa norma-norma yang merupakan produk dari seorang hakim (judments) pada

waktu hakim itu memutuskan suatu perkara dengan memperhatikan terwujudnya

kemanfaatan dan kemaslahatan bagi para pihak yang berperkara.15 Pengertian

penelitian tipe Yuridis Normatif ini adalah penelitian yang dilakukan dengan

mengkaji dan menganalisis substansi peraturan perundang-undangan atas pokok

permasalahan atau isu hukum dalam konsistensinya dengan asas-asas hukum yang

ada.16

1.4.2 Pendekatan Masalah

Pada penelitian hukum, terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat

dipilih. Penggunaan pendekatan yang tepat dan sesuai akan membawa alur

14 Ibid. 15 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). Hlm. 33 16 Peter Mahmud Marzuki. Op.cit. Hlm. 32.

Page 16: Setelah Ujian Proposal

16

pemikiran pada kesimpulan yang diharapkan. 17 Dalam penulisan tesis ini

digunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan

konseptual (conseptual approach).

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani. Berdasar pendekatan ini akan dikaji kesesuaian antara undang-

undang satu dengan undang-undang lain untuk mendapat argumentasi yang

sesuai. Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perudang-

undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi

fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Terkait itu peneliti harus melihat

hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut 18 :

1. Comprehensive, artinya norma-norma hukum yang ada didalamnya terkait

antara satu sama lain secara logis,

2. All inclusive, bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu

menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada

kekurangan hukum.

3. Systematic, bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain,

norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.

Pendekatan konseptual (conseptual approach) beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Pemahaman

akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi

17 Ibid, Hlm. 93-95. 18 Herowati Poesoko, Diktat Metode Penulisan dan Penelitian Hukum, ( Jember : Fakultas

Hukum Universitas Jember, 2012 ). Hlm. 36

Page 17: Setelah Ujian Proposal

17

peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam menyelesaikan isu

yang dihadapi.

Pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian normatif mempunyai

tujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang

dilakukan dalam praktik hukum. Pendekatan jenis ini biasanya yang digunakan

adalah mengenai kasus-kasus yang telah mendapat putusan. Kasus-kasus tersebut

bermakna empirik, namun dalam suatu penelitian normatif kasus-kasus tersebut

dapat dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran terhadap dampak dimensi

penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum. Hasil analisisnya

digunakan untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.19

1.4.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum digunakan untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus

memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya, diperlukan sebagai

sumber-sumber penelitian. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan tesis

ini adalah ;

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer mempunyai sifat autoritatif, yang artinya mempunyai

otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

19 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Malang: Bayu

Media, 2008). Hlm. 321.

Page 18: Setelah Ujian Proposal

18

hakim.20 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian tesis ini terdiri

dari:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 tentang

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham

Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat;

5. Putusan KPPU Nomor 9/KPPU-L/2009 tentang praktik monopoli dan/ atau

persaingan usaha tidak sehat atas akuisisi PT. Alfa Retailindo,Tbk oleh PT.

Carrefour Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang

bukan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum tersebut meliputi:

buku-buku teks, jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan.21 Bahan

hukum sekunder yang dapat dikadikan rujukan adalah bahan hukum yang harus

berkaitan dengan pengkajian dan pemecahan atas isu hukum yang dihadapi.

20 Peter Mahmud Marzuki. Op.cit. Hlm.141. 21 Ibid.

Page 19: Setelah Ujian Proposal

19

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus (hukum), internet dan ensiklopedia.22

1.4.4 Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum merupakan suatu cara yang digunakan untuk

menemukan jawaban atas permasalahan yang dibahas. Proses menemukan

jawaban tersebut dengan cara :

a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan

untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;

b. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai

relevansi juga bahan-bahan non-hukum;

c. Melakukan telaah atas permasalahan yang akan dibahas yang diajukan

berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;

d. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dalam menjawab

permasalahan yang ada;

e. Memberikan perskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di

dalam kesimpulan.23

Berdasarkan bahan-bahan hukum tersebut, Penulis menggunakan metode

deduktif yaitu proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dari pembahasan

mengenai permasalahan yang mempunyai sifat umum menuju permasalahan yang

22 Johny Ibrahim, Op.cit. Hlm. 296. 23 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit. Hlm. 171.

Page 20: Setelah Ujian Proposal

20

bersifat khusus. Berbagai informasi yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian

akan dianalisis dengan menggunakan metode anasisis isi (content analysis), baik

dalam membandingkan putusan dengan peraturan perundang-undangan terkait

untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

Page 21: Setelah Ujian Proposal

21

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Peran pemerintah dalam negara kesejahteraan dituntut responsif dalam

mengelola dan mengorganisasikan perekonomian nasionalnya untuk menjamin

ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warga

negaranya. Menurut G. Esping- Andersen dalam Fendi Setyawan, suatu negara

dapat dikatakan menganut faham negara kesejahteraan, apabila negara tersebut

menjalankan nilai-nilai sosialisasi hak dan kewajiban warga negara (social

citizenship); demokrasi penuh (full democracy); sistem hubungan industrial

modern (modern industrial relation system); hak untuk mendapatkan pendidikan

dan pengembangan sistem pendidikan modern (rights to education and the

expansion of modern mass education system); dan produksi serta penyediaan

kesejahteraan warga negara tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pasar.24

Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang

menganut sistem ketatanegaraan yang menitik beratkan pada mementingkan

kesejahteraan warga negaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk

menghilangkan perbedaan dalam ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil

kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin menghilangkan kemiskinan

dalam masyarakat. Adanya kesenjangan yang lebar antara masyarakat kaya

dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukkan

kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan

24 Fendi Setyawan, Op.cit. Hlm.5

Page 22: Setelah Ujian Proposal

22

yang akut dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan

menimbulkan dampak buruk dalam segala segi kehidupan masyarakat. Dampak

tersebut akan dirasakan mulai dari rasa ketidakberdayaan masyarakat miskin,

hingga berdampak buruk pada demokrasi, yang berupa mudahnya orang miskin

menerima suap (menjual suaranya dalam pemilihan umum) akibat keterjepitan

ekonomi, sebagaimana yang banyak disinyalir terjadi di Indonesia dalam beberapa

kali pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

2.2 Teori Keadilan

Di negara Indonesia, keadilan sosial merupakan bagian dari cita-cita bangsa

Indonesia seperti yang termaktub dalam Pancasila sila yang ke V (lima) artinya

bahwa keadilan sosial merupakan sesuatu yang ideal dicita-citakan oleh semua

rakyat bahkan dirumuskan dengan jelas dalam dasar negara kita Pancasila.

Keadilan merupakan persoalan fundamental dalam hukum. Kaum naturalis

mengatakan bahwa tujuan utama hukum adalah keadilan. Keadilan mengandung

sifat relativisme karena sifatnya abstrak, luas, dan kompleks maka tujuan hukum

seringkali tidak tegas. Selayaknya tujuan hukum haruslah lebih realistis seperti

kepastian hukum yang ditekankan oleh kaum positivisme dan kemanfaatan hukum

yang ditekankan oleh kaum fungsionalis. Keadilan itu bukan merupakan tujuan

hukum satu-satunya, tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan.

Page 23: Setelah Ujian Proposal

23

Summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux (hukum yang keras dapat

melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya).25

Teori tentang keadilan sosial, John Rawls dalam Dominikus Rato

berpendapat bahwa perlu ada keseimbangan, kesebandingan, dan keselarasan

(harmony) antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama atau

kepentingan masyarakat, termasuk didalamnya negara. Keadilan merupakan nilai

yang tidak dapat ditawar-tawar karena dengan keadilanlah ada jaminan kestabilan

dan ketenteraman dalam hidup manusia. Terkait hal tersebut agar tidak terjadi

benturan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama atau

kepentingan masyarakat itu diperlukan aturan-aturan yang dibangun secara adil

pula.26

John Rawls dikenal sebagai seorang filsuf yang secara keras mengkritik

ekonomi pasar bebas. Baginya pasar bebas memberikan kebebasan bagi setiap

orang, namun dengan adanya pasar bebas maka keadilan sulit untuk ditegakkan.

Oleh karena hal ini, ia mengembangkan sebuah teori yag disebut teori keadilan.

Menurut Rawls, prinsip paling mendasar dari keadilan adalah bahwa setiap orang

memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Terkait demikian,

supaya keadilan dapat tercapai maka struktur konstitusi politik, ekonomi, dan

peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi semua orang. Setiap orang

harus mengesampingkan atribut-atribut yang membedakannya dengan orang-

orang lain, seperti kemampuan, kekayaan, posisi sosial, pandangan religius dan

filosofis, maupun konsepsi tentang nilai. Untuk mengukuhkan situasi adil tersebut

25 Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum, (Yogyakarta : LaksBang Justitia, 2010). Hlm. 59

26 Ibid. Hlm..78.

Page 24: Setelah Ujian Proposal

24

perlu ada jaminan terhadp sejumlah hak dasar yang berlaku bagi semua, seperti

kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan berserikat,

kebebasan berpolitik, dan kebebasan di mata hukum.27

2.3 Teori Kepastian Hukum

Bagi aliran positivisme, tujuan hukum adalah semata-mata untuk

menciptakan kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu

mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan,

persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan

hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.28 Ajaran positivisme timbul

pada abad 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern. Kelahirannya hampir

bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa

keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya, positivisme hanya

membatasi diri pada pengalaman-pengalaman objektif, sedangkan empirisme

menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman subjektif.29

Tokoh terpenting dari aliran positivisme adalah August Comte (1798-1857), John

Stuart Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer (1820-1903).30

Radbruch memberi pendapat yang cukup mendasar mengenai kepastian

hukum. Ada 4 (empat) hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum.

27 http://vhiianachatrine.wordpress.com/2013/07/12/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-

sederhana-buku-a/, diakses pada hari rabu 16 April 2014, pukul 12.37 WIB. 28 A. Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum dalam Tanya Jawab, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2005). Hlm 71 29 Cita Yustisia Serfiyani, Analisa Persaingan Usaha di Bidang Importasi dan Distribusi

Film dalam Menumbuhkembangkan Perfilman Nasional, (Jember: Universitas Jember, Proposal Penelitian Tesis, 2013). Hlm. 20

30 Ibid.

Page 25: Setelah Ujian Proposal

25

Pertama, bahwa hukum itu positif yakni perundang-undangan. Kedua,bahwa

hukum itu didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti. Ketiga,

bahwa kenyataan (fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan.

Keempat, hukum positif tidak boleh mudah berubah.31 Pada dasarnya kepastian

hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya sehingga

masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Kepastian hukum

intinya adalah hukum ditaati dan dilaksanakan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka ukuran atau kriteria dari kepastian

hukum itu sendiri dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut 32:

a. Adanya kejelasan hukum, artinya dapat mudah dimengerti oleh rakyat;

b. Aturan hukum itu tidak bertentangan antara satu sama lain;

c. Aturan tidak boleh mensyaratkan perilaku yang di luar kemampuan subjek

hukum, artinya hukum tidak boleh memerintahkan sesuatu yang tidak

mungkin dilakukan;

d. Pengakuan terhadap hak dan kewajiban bagi setiap subjek hukum;

e. Adanya pengakuan dari warga negara prinsipil terhadap aturan-aturan

hukum;

f. Kepastian hukum dalam hal di pengadilan ditandai dengan sikap

kemandirian hakim dan tidak memihak dalam menerapkan aturan-aturan

hukum;

31 Fence M. Wantu. Peranan Hukum dalam mewujudkan Kepastian Hukum Keadilan dan

Kemanfaatan di Peradilan Perdata. ( Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, Ringkasan Disertasi, 2011). Hlm. 7.

32 Ibid. Hlm.8.

Page 26: Setelah Ujian Proposal

26

g. Kepastian hukum di pengadilan ditentukan kejelasan objek yang menjadi

sengketa;

h. Kepastian hukum di pengadilan harus menentukan secara jelas objek yang

dimenangkan oleh pihak-pihak yang berperkara;

i. Kepastian hukum di pengadilan ditentukan dapat dieksekusi atau

dilaksanakannya putusan.

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa

pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam

putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya

untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.33

2.4 Teori Kemanfaatan Hukum

Jeremy Bentham yakni seorang filsuf, ekonom, yuris, dan reformer hukum,

yang memiliki kemampuan untuk memformulasikan prinsip kegunaan/

kemanfaatan (utilitas) menjadi doktrin etika, yang dikenal sebagai utilitarianism

atau madzhab utilitis. Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh Bentham dalam

karya monumentalnya Introduction to the Principles of Morals and Legislation

33 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media

Group, 2008). Hlm.158.

Page 27: Setelah Ujian Proposal

27

(1789). Bentham mendefinisikannya sebagai sifat segala benda tersebut cenderung

menghasilkan kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk mencegah

terjadinya kerusakan, penderitaan, atau kejahatan, serta ketidakbahagiaan pada

pihak yang kepentingannya dipertimbangkan.34 Tujuan hukum adalah semata-

mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya

bagi manusia dan warga masyarakat dalam jumlah sebanyak-banyaknya. Utility

menurut Bentham dalam Peter Mahmud Marzuki adalah prinsip-prinsip yang

menyetujui atau menolak setiap tindakan apa pun yang dapat memperbesar atau

mengurangi kebahagiaan pihak yang kepentingannya dipengaruhi oleh tindakan

itu. Apabila pihak yang berkepentingan adalah perorangan maka prinsip utility

diarahkan untuk meningkatkan kebahagiaannya, sedangkan jika pihak yang

berkepentingan adalah masyarakat maka prinsip utility diarahkan untuk seluas-

luasnya kepentingan masyarakat. Tolak ukur tentang benar atau salah adalah

kebahagiaan terbesar untuk sebagian besar orang atau terkenal dengan ungkapan

“the greatest happiness for the greatest numbers”, yang bisa diartikan sebagai

kebahagiaan terbesar untuk sebesar-besarnya jumlah manusia.35

Pernyataan Bentham tersebut maka baik buruknya hukum harus diukur dari

baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan

hukum baru bisa di nilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari

penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya

penderitaan dan sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-

akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Sehingga

34 http://lapatuju.blogspot.com/2013/03/keadilan-kemanfaatan-dan-kepastian.html, diakses pada hari rabu tanggal 19 Februari 2014 pukul 09.08 WIB

35 Peter Mahmud Marzuki, 2008. Op.cit. Hlm.119.

Page 28: Setelah Ujian Proposal

28

tidak salah tidak ada para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan ini sebagai

dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama dari teori ini adalah

mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang

sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan

evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses

penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan

tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara.36

2.5 Teori Sistem Hukum

Hukum adalah suatu sistem yang terdiri atas sub-sub sistem. Lili Rasjidi

menyatakan bahwa membicarakan hukum sebagai suatu sistem selalu menarik dan

tidak pernah menemukan titik akhir karena sistem hukum (tertib hukum atau

stelsel hukum) memang tidak mengenal bentuk final. Munculnya pemikiran-

pemikiran baru sekalipun diluar disiplin hukum selalu dapat membawa pengaruh

kepada sistem hukum.37

Menurut Lawrence M.Friedman dalam Dyah Putri Purnamasari ada tiga

unsur dalam sistem hukum, yaitu38:

Pertama, sistem hukum mempunyai struktur. Sistem hukum terus berubah, namun

bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan berbeda, dan setiap bagian

36 Lili Rasjidi dan I. B Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, ( Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993), Hlm. 79-80. 37 Darji Darmodihardjo, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia,

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm 149. 38 Dyah Putri Purnamasari. Analisis Pembuktian Terbalik dalam Penyelesaian Sengketa

Konsumen ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Acara Perdata. ( Jember : Universitas Jember, Proposal Penelitian Tesis, 2013). Hlm.9

Page 29: Setelah Ujian Proposal

29

berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang

berkesinambungan. Inilah struktur hukum, kerangka atau rangkanya, bagian yang

tetap bertahan, bagian yang membentuk dan batasan terhadap keseluruhan.

Struktur disini dapat diartikan adalah aparat penegak hukum untuk lebih

memudahkan pemahaman. Kedua, sistem hukum mempunyai substansi yaitu

aturan, norma, dan pola perilaku nyata yang berada dalam sitem itu. Substansi

juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem

hukum itu (keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka

susun). Penekanannnya disini terletak pada hukum yang hidup (living Law),

bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum (law books). Komponen ketiga dari

sistem hukum adalah budaya hukum yaitu sikap manusia terhadap hukum dan

sistem hukum (kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya). Dengan kata lain

budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang

menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Tanpa

budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya yang diibaratkan

seperti ikan yang mati terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup berenang di

lautnya.

2.6 Penyatuan Usaha melalui Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi.

Tujuan penyatuan usaha adalah pencapaian sinergi penyatuan usaha yang

memungkinkan dua perusahaan atau lebih bisa saling menunjang kegiatan usaha

sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa jauh lebih besar bila dibandingkan jika

Page 30: Setelah Ujian Proposal

30

mereka melakukan usaha sendiri-sendiri. Penyatuan usaha dibagi menjadi 3 (tiga)

bentuk yaitu Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi.

2.6.1 Merger

Merger (penggabungan) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu

Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah

ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan

diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan

selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir

karena hukum.39

2.6.2 Konsolidasi

Konsolidasi (peleburan) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua

Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu

Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan

yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri

berakhir karena hukum.40

2.6.3 Akuisisi

Akuisisi adalah suatu kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu acquisition

yang secara harfiah memiliki pengertian mengambil alih, menguasai, dan

memperoleh. Akuisisi perusahaan dapat dilakukan terhadap berbagai kegiatan

39 Lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas. 40 Lihat Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas.

Page 31: Setelah Ujian Proposal

31

usaha dengan berbagai bentuk usaha.41 Berbagai pengertian atau definisi akuisisi

dapat ditemui dalam berbagai literatur hukum perusahaan, yang pada dasarnya

memiliki kesamaan maksud, didalam Black’s Law Dictionary, pengertian umum

akuisisi adalah:

“The act of becoming the owner of certain property; The act by

which one acquires or procures the property in anything. Used also

of thing acquired. Taking with, or againts, consent”

Terjemahan bebas Penulis yakni, suatu perbuatan untuk menjadikan pemilik

atas suatu barang tertentu, salah satu tindakan untuk memperoleh atau

diperolehnya suatu kepemilikan dalam hal apapun termasuk juga barang yang

diperoleh. Pengambilan tersebut dengan kesepakatan dan risiko. Secara yuridis

pengertian akuisisi antara lain terdapat didalam pasal 1 angka 11 Undang-undang

No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang merupakan perubahan dari

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa:

“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.” Beberapa tujuan yang ingin dicapai dari akuisisi yang dilakukan oleh

perusahaan antara lain42 :

1. untuk memperbaiki sistem manajemen perusahaan terakuisisi, hal ini dapat

terjadi apabila perusahaan yang lemah manajemen mengalami kesulitan

untuk berkembang secara operasional walaupun mempunyai cukup dana,

41 Felix Oentoeng Soebagjo, Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan, Cet.1, (Jakarta: Pusat

Pengkajian Hukum, 2006), hlm.10. 42 Munir Fuady,. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO. (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2001). Hlm.59.

Page 32: Setelah Ujian Proposal

32

perusahaan yang demikian tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain

terutama yang sejenis dan tidak mustahil akan mengalami kebangkrutan.

Salah satu cara menyelamatkannya adalah digabungkan dengan kelompok

konglomerasi yang berpengalaman dalam segi manajemen, yaitu dengan

cara menjual sebagian besar saham perusahaan yang mengalami kesulitan

manajemen kepada kelompok konglomerasi tersebut,

2. untuk meningkatkan diversifikasi usaha baik horizontal maupun vertikal.

Akuisisi horizontal dilakukan suatu perusahaan terhadap perusahaan yang

melakukan usaha yang sejenis, sedangkan akuisisi vertikal lebih cenderung

bertujuan untuk mengamankan produksi dan distribusi suatu perusahaan,

misalnya suatu produsen mie yang melakukan akuisisi terhadap perusahaan

tepung terigu, dimana tepung terigu merupakan bahan baku untuk

pembuatan mie,

3. di beberapa negara akuisisi sering dijadikan sarana untuk pengambilalihan

perusahaan yang lebih kecil oleh perusahaan yang lebih besar dan kuat

untuk tujuan pemusatan kekuatan ekonomi atau kedudukan monopolistik.

Menurut Kwiek Kian Gie, hasil dari akuisisi yang menghasilkan banyak

perusahaan yang dimiliki oleh satu orang atau satu keluarga dapat dipakai

sebagai sarana untuk melakukan penipuan, dan persembunyian terhadap

masyarakat mengenai keadaan yang sebenarnya dari perusahaan,

4. untuk mengurangi ataupun menghambat persaingan dapat menjadi tujuan

suatu perusahaan melakukan akuisisi, mengingat kondisi bersaing

merupakan kondisi yang kurang disukai oleh pelaku usaha, dengan

Page 33: Setelah Ujian Proposal

33

dilakukannya akuisisi jumlah pesaing akan berkurang, karena kebijakan

dipegang oleh satu perusahaan pengakuisisi,

5. untuk dapat mempertahankan kontinuitas bisnis suatu perusahaan, hal ini

dapat dilakukan suatu perusahaan dengan mengakuisisi perusahaan lain atau

jenis usaha yang ada dalam mata rantai bisnisnya sehingga akan

memudahkan kontrol atas jalur usaha yang ditempuhnya.

Pada perkembangannya akuisisi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

yaitu43:

1. Berdasarkan jenis usahanya, akuisisi dapat dibedakan dalam tiga kelompok besar, sebagai berikut: a) Akuisisi horizontal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh

suatu badan usaha yang masih berkecimpung dalam bidang bisnis yang sama.

b) Akuisisi vertikal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri hilir dengan hulu atau sebaliknya.

c) Akuisisi konglomerat, yaitu akuisisi badan usaha yang tidak memiliki bidang bisnis yang sama atau tidak saling berkaitan. Akuisisi jenis ini lebih didorong oleh motivasi memperbesar kerajaan bisnis konglomerat.

2. Berdasarkan segi lokalisasi antara perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, maka akuisisi dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Akuisisi internal, yaitu pengambilalihan anak perusahaan

oleh induk perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha.

b) Akuisisi eksternal, yaitu pengambilalihan perusahaan lain yang tidak termasuk dalam satu kelompok usaha.

3. Berdasarkan objek akuisisi, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Akuisisi terhadap saham perusahaan, yaitu

pengambilalihan perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga pihak pengakuisisi berhak menjadi pemegang saham pengendali.

43 Iswi Hariyani, R. Serfianto, & Cita Yustisia Serfiyani, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan

Pemisahan Perusahaan, ( Jakarta: Visimedia, 2011). Hlm. 25-28.

Page 34: Setelah Ujian Proposal

34

b) Akuisisi asset atau aktiva perusahaan, yaitu akuisisi asset yang dilakukan dengan cara membeli sebagian atau seluruh aktiva atau asset perusahaan.

c) Akuisisi kombinasi (saham dan aset), yaitu akuisisi perusahaan yang dilakukan dengan cara membeli saham dan asset milik perusahaan target.

d) Akuisisi secara bertahap, yaitu proses akuisisi yang dilakukan secara bertahap atau tidak secara langsung.

4. Berdasarkan motivasi akuisisi, maka akuisisi dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Akuisisi strategis, yaitu akuisisi yang keuntungannya

bersifat mendasar dan berjangka panjang. Pada umumnya ditempuh untuk meningkatkan sinergi perusahaan, menguasai bahan baku, meningkatkan produktivitas perusahaan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan efisiensi usaha, dan lain-lain.

b) Akuisisi finansial, yaitu akuisisi yang dilakukan karena dorongan motif mencari keuntungan finansial dalam jangka pendek. Bersifat spekulatif, yakni perusahaan pengakuisisi membeli saham perusahaan target dengan harga murah karena berharap mendapat keuntungan dari penghasilan perusahaan target atau dari penjualan saham tersebut kepada perusahaan lain.

5. Berdasarkan divestitur, yakni dengan melihat peralihan asset/ saham/ manajemen dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi.

Dalam akuisisi, terdapat 2 (dua) prinsip yang mendasari agar akuisisi dapat

berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu44:

a. Prinsip due diligence yang menerapkan bahwa dalam akuisisi, perusahaan

pengakuisisi harus mengikuti proses due diligence yang dinamis dimulai

dengan sebuah tim due diligence yang kuat yang memiliki tanggung jawab

dan kewenangan untuk mendapatkan informasi dan menganalisa data serta

mengintegrasikan data-data tersebut ke dalam satu visi akuisisi dan

mempertimbangkan dengan seksama perubahan-perubahan peraturan

44 Titin Sartika Putri, Op.cit. Hlm. 82

Page 35: Setelah Ujian Proposal

35

pemerintah dan standar-standar lain dalam pendekatan yang digunakan

untuk menyelesaikan akuisisi.

b. Prinsip Good Corporate Governance (Prinsip GCG) sesuai dengan

ketentuan dalam Penjelasan Pasal 4 UUPT. Prinsip-prinsip dasar yang harus

diterapkan oleh perusahaan dalam akuisisi saham perusahaan adalah

akuntabilitas (Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 114 ayat (1) UUPT), kemandirian

(Pasal 36 ayat (1)), transparansi (Pasal 66 ayat (1) dan (2), dan Pasal 75 ayat

(2) UUPT), pertanggungjawaban (Pasal 74 UUPT), dan kewajaran (Pasal 53

ayat (3) UUPT).

2.7 Saham

Istilah saham banyak ditemui di dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut tidak menjelaskan definisi

saham. Pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 31 ayat (1) Undang-

undang No 40 Tahun 2007, dapat penulis simpulkan bahwa saham adalah bagian

dari modal dasar Perseroan. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UUPT dapat

kita simpulkan juga bahwa saham adalah penyertaan modal yang dimasukkan oleh

subjek hukum ke dalam suatu Perseroan Terbatas pada saat pendirian Perseroan

Terbatas tersebut.45

45 Pasal 1 angka 1 UU No 40 Tahun 2007 : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut

Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Pasal 31 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007: “Modal dasar Perseroan terdiri atas

Page 36: Setelah Ujian Proposal

36

Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu

perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva

perusahaan.46 Surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal sering

disebut efek atau sekuritas, salah satunya yaitu saham karena saham mampu

memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan tanda

penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau

perseroan terbatas. Dengan memiliki saham, berarti kita ikut memiliki perusahaan

sehingga berhak hadir dalam RUPS.47

2.8 Perseroan Terbatas

Salah satu bentuk badan hukum yang sering dikenal adalah Perseroan

Terbatas atau PT. Perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun

2007, seperti yang terdapat pada pasal 1 angka 1 adalah:

“Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaanya.” Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri

dari saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.

Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan,

seluruh nilai nominal saham.” Pasal 7 ayat (2) UU No 40 Tahun 2007: “Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.

46 http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Juni2003/BAB%20IIa.pdf, diakses pada hari jumat 28 Februari 2014 pukul 14.13 WIB

47 Iswi Hariyani & R. Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, (Jakarta: VisiMedia, 2010). Hlm. 198.

Page 37: Setelah Ujian Proposal

37

perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan

perusahaan.48

Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan

tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan

pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliiki harta kekayaan sendiri. Setiap

orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti kepemilikan

perusahaan. Pemilik Saham mempunyai tanggung jawab terbatas yaitu sebanyak

saham yang dimiliki.49

Modal dasar Perseroan Terbatas (Authorised Capital) teridiri dari 3 jenis,

yaitu50:

1. Modal dasar (Authorised Capital) adalah jumlah saham yang dapat dikeluarkan oleh perseroan,sehingga modal dasar terdiri dari atas seluruh nominal saham,

2. Modal yang ditempatkan (issued capital atau subscribed capital) adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual kepada para pendiri maupun pemegang saham perseroan.

3. Modal yang disetor (paid up capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang menjadi penyertaan atau penyetoran modal riil yang telah dilakukan oleh pendiri maupun para pemegang saham perseroan.

Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25% dari modal dasar tersebut

harus telah ditempatkan dan setiap penempatan modal harus telah disetor paling

sedikit 50% dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan harus disetor penuh

pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.51Terdapat

48 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas;Keberadaan, Tugas, Wewenang, dan

Tanggung Jawab (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),hlm.30. 49 Ibid. 50 Swasti R . Maysuhara, Surat Kontrak dan Pendirian Usaha, (Yogyakarta : Cemerlang

Publishing, 2010), Hlm.41. 51 Ibid, Hlm..42.

Page 38: Setelah Ujian Proposal

38

perbedaan jumlah besarnya modal, pada UUPT Nomor 1 Tahun 1995 jumlah

modal dasarnya sebesar Rp.20.000.000,- sedangkan dalam UUPT Nomor 40

Tahun 2007 jumlah modal dasarnya adalah sebesar Rp. 50.000.000,-.

Suatu perseroan terbatas dapat diklasifikasikan kepada beberapa kriteria.

Dilihat dari banyaknya pemegang saham, maka perseroan dapat dibagi atas52:

a. Perusahaan tertutup, merupakan suatu perusahaan terbatas yang belum pernah menawarkan sahamnya kepada publik melalui penawaran umum dan jumlah pemegang sahamnya belum sampai pada jumlah pemegang saham dari suatu perusahaan publik. Kepada perusahaan tertutup berlaku ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

b. Perusahaan terbuka, yang dimaksud dengan perusahaan terbuka atau yang dikenal dengan istilah “PT Tbk” adalah suatu perseroan terbatas yang melakukan penawaran umum atas sahamnya atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan publik, sehingga telah memiliki pemegang saham publik, dimana perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursa-bursa efek. Terhadap perusahaan terbuka ini berlaku baik undang-undang perseroan terbatas maupun undang-undang pasar modal.

c. Perusahaan publik, yaitu perusahaan dimana keterbukaannya itu tidak melalui proses khusus, setelah ia memenuhi syarat untuk menjadi perusahan publik, antara lain jumlah pemegang sahamnya sudah mencapai jumlah tertentu yang oleh Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 ditentukan jumlah pemegang sahamnya minimal sudah menjadi 300 orang pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang kurangnya 3 milyar. Terhadap perusahaan publik berlaku undang-undang perseroan terbatas dan undang-undang pasar modal.

2.9 Hukum Persaingan Usaha

Pada dunia hukum, banyak istilah yang digunakan untuk bidang hukum

persaingan usaha (Competition Law) seperti hukum antimonopoli (anti monopoly

52 Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas Tinjauan terhadap

Undang-undang No.40 Tahun 2007, (Jakarta: PPHBI, 2001), Hlm. 181

Page 39: Setelah Ujian Proposal

39

law) dan hukum antitrust (antitrust law). Di Indonesia secara resmi digunakan

istilah Persaingan Usaha sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 5

tahun 1999.

Menurut Arie Siswanto53 yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha

(competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana

persaingan itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah54, hukum persaingan usaha

adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang

berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan

dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan dalam Kamus

Lengkap ekonomi yang ditulis oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes

sebagaimana dikutip oleh Winarno55, yang dimaksud dengan Competition Laws

(hukum persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur

tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan

yang membatasi dan praktik anti persaingan.

Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Pasal 1 angka 6

dijelaskan bahwa :

”Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.” Keberadaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berasaskan

demokrasi ekonomi dengan memerhatikan keseimbangan antara kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan umum tersebut mempunyai peranan yang sangat

53 Ari Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), Hlm.3 54 Hermansyah, Op.cit. Hlm.2 55 Winarno, Op.cit. Hlm. 37.

Page 40: Setelah Ujian Proposal

40

penting dan strategis dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di

Indonesia. Tujuan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tercantum dalam

ketentuan Pasal 3 yang memuat :

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Productive efficiency ialah efisiensi bagi perusahaan dalam menghasilkan

barang-barang dan jasa-jasa. Perusahaan dikatakan efisien apabila dalam

menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa perusahaan tersebut dilakukan dengan

biaya serendah-rendahnya karena dapat menggunakan sumber daya sekecil

mungkin. Allocative efficiency adalah efisiensi bagi masyarakat konsumen.

Masyarakat konsumen dapat dikatakan efisien apabila para produsen dapat

membuat barang-barang yang dibutuhkan oleh konsumen dan menjualnya pada

harga yang para konsumen bersedia untuk membayar harga yang dibutuhkan.

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, monopoli didefinisikan

sebagai bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas

penggunaan jasa tertentu oleh salah satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.

Black’s Law Dictionary, mengartikan Monopoli sebagai :

“Monopoly is a privilage or peculiar advantage vested in one or more persons or companies consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade,manufacture a particular article,or control the sale of the whole supply of

Page 41: Setelah Ujian Proposal

41

particular commodity.A form of martket structure in which one or only a few dominate the total sales of product or service.” Terjemahan bebas penulis yakni monopoli merupakan suatu keuntungan

istimewa yang diperoleh satu orang maupun perusahaan atau lebih berupa hak

atau kekuasaan istimewa untuk menjalankan sebuah usaha atau perdagangan

tertentu, produksi barang tertentu, atau untuk mengendaliakan suatu penyaluran

terhadap komoditas tertentu. Suatu bentuk struktur pasar dimana hanya ada satu

atau beberapa penjual yang mendominasi seluruh penjualan atas suatu barang atau

jasa.

Terkait demikian, monopoli adalah situasi pasar di mana hanya ada satu

pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha yang "rnenguasai" suatu produksi

dan / atau pemasaran barang dan / atau penggunaan jasa tertentu, yang akan

ditawarkan kepada banyak konsumen, yang mengakibatkan pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha tadi dapat mengontrol dan mengendalikan tingkat

produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya.56

Berdasar ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat

disimpulkan, ternyata tidak semua kegiatan monopoli dilarang. Hanya kegiatan

monopoli yang memenuhi unsur dan kriteria yang disebutkan dalam Pasal 17

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 saja yang dilarang dilakukan oleh satu

pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha . Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 menyatakan :

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat

56 Ningrum Natasya Sirait, Op.cit. Hlm.5.

Page 42: Setelah Ujian Proposal

42

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan/ atau pemasaran barang dan/ atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini apabila : a. barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama;atau c. satu pelaku usaha atau saru kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengertian monopoli

dibedakan dari pengertian praktik monopoli. Pengertian praktik monopoli

dikemukakan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

yaitu:

Praktik Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaba yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/ atau pemasaran atas barang dan/ atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:

Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyaipesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Pada Bab Posisi Dominan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 juga

memasukan beberapa hal yang memungkinkan pelaku usaha meraih sebagai posisi

dominan di dalam pasar, yaitu antara lain:

Page 43: Setelah Ujian Proposal

43

1. memiliki jabatan baik sebagai direksi ataupun sebagai komisaris dibeberapa

perusahaan yang bergerak di dalam pasar yang sama (Pasal 26 Undang-

undang No.5/1999);

2. memiliki saham secara mayoritas dibeberapa perusahaan yang bergerak di

dalam pasar yang sama (Pasal 27 Undang-undang No.5/1999);

3. melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha

(Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-undang No.5/1999).

2.9.1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha menurut Pasal 1 Angka 18

UU Nomor 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa :

Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha memiliki alasan filosofis

dan alasan sosiologis. Alasan filosofis yang dapat dijadikan dasar pembentukan

KPPU yaitu bahwa dalam mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum diperlukan

suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari negara (pemerintah dan rakyat).

Dengan kewenangannya yang berasal dari negara ini diharapkan lembaga

pengawas ini dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan sebaik-baiknya serta

sedapat mungkin mampu untuk bertindak secara independen.Sedangkan alasan

sosiologis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU adalah menurunnya

citra pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara serta beban

perkara pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lain adalah dunia usaha

Page 44: Setelah Ujian Proposal

44

membutuhkan penyelesaian yang cepat dan proses pemeriksaan yang bersifat

rahasia.Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang terdiri dari orang-

orang yang ahli dalam bidang ekonomi dan hukum sehingga penyelesaian yang

cepat dapat terwujud.57

Dasar Hukum pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah

Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999 :

“Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang ini dibentuk Komisi

Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.”

Status Komisi diatur dalam Pasal 30 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 5

Tahun 1999. KPPU adalah lembaga yang independen yang terlepas dari pengaruh

dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Berdasar Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, jelaslah

bahwa tujuan pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah untuk

mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999. Dalam hal ini Komisi

Pengawas Persaingan Usaha bertindak sebagai lembaga yudikatif. Pembentukan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha diharapkan dapat menyelesaikan kasus

pelanggaran hukum persaingan usaha dengan lebih cepat, efisien, dan efektif,

sesuai dengan asas dan tujuannya. Komisi bertanggung jawab kepada presiden

disebabkan Komisi melaksanakan sebagian dari tugas-tugas pemerintah,di mana

kekuasaan tertinggi pemerintahan berada di bawah presiden.

57 Ayudha D. Prayoga, dkk.,Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya, cet. I,

(ELIPS, 1999), hal. 128

Page 45: Setelah Ujian Proposal

45

Agar peran KPPU tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka KPPU

memiliki tugas sebagai berikut :

1) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2) melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3) melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

4) mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36;

5) memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6) menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-Undang ini;

7) memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.58

sedangkan wewenang KPPU adalah:

1) menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2) melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3) melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh KPPU sebagai hasil dari penelitiannya;

58 Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 46: Setelah Ujian Proposal

46

4) menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

5) memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini ;

6) memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

7) meminta bantuan penyidik untuk meghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan KPPU;

8) meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

9) mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

10) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat ;

11) memberitahukan putusan KPPU kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

12) menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.59

2.9.2 Konsep Pendekatan Hukum Persaingan Usaha

A. Pendekatan Per se

Per Se adalah rumusan pasal mengenai perbuatan tertentu yang dilarang

untuk dilakukan, dimana perbuatan tersebut sudah dapat terbukti dilakukan dan

dapat di proses secara hukum tanpa harus menunjukan akibat-akibat atau kerugian

yang secara nyata terhadap persaingan.60 Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang

berbunyi:

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda

59 Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. 60 Mustafa Kamal Rokan, Op.cit. Hlm.60.

Page 47: Setelah Ujian Proposal

47

dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang sama.

merupakan salah satu pasal yang mempergunakan perumusan Per Se sehingga

ketika pelaku usaha melakukan perbuatan yang dilarang oleh pasal tersebut,

pelaku usaha tersebut sudah dapat diproses secara hukum tanpa harus menunggu

adanya bukti-bukti bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut tanpa harus

menunjukan akibat-akibat atau kerugian yang secara nyata terhadap persaingan.

Pada pendekatan per se (bahasa latin yang sama artinya dengan sendirinya /

by itself / in itself / not subject to interpretation) beberapa bentuk persaingan

usaha seperti penetapan harga (price fixing) harus dianggap secara otomatis

(dengan sendirinya) bertentangan atau melanggar dengan hukum karena aspek

negatifnya dapat langsung terlihat atau diduga. Pendekatan pelarangan ini,

penekanannya terletak pada unsur formal dari perbuatannya. Sehingga tidak

diperlukan adanya klausula kausalitas di dalam pengaturannya seperti klausula

“…mengakibatkan kerugian perekonomian dan atau pelaku usaha lain.”61

B. Pendekatan Rule of Reason

Pendekatan Rule of Reason adalah untuk menyatakan bahwa suatu

perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan, penegak hukum harus

mempertimbangkan keadaan disekitar kasus untuk menentukan apakah perbuatan

itu membatasi persaingan secara tidak patut, dan untuk itu disyaratkan bahwa

penegak hukum harus dapat menunjukan akibat-akibat anti persaingan, atau

kerugian yang secara nyata terhadap persaingan.Dengan demikian dapat

61 Ibid.

Page 48: Setelah Ujian Proposal

48

dikatakan, Rule of reason lebih memfokuskan kepada melihat akibat yang

dimunculkan dari suatu perbuatan barulah pasal yang menggunakan rumusan

secara rule of reason ini dapat diterapkan.62

Beberapa bentuk tindakan persaingan usaha baru dianggap salah jika telah

terbukti adanya akibat dari tindakan tersebut yang merugikan pelaku usaha lain

atau perekonomian nasional secara umum. Dalam pendekatan rule of reason

mungkin saja dibenarkan adanya suatu tindakan usaha yang meskipun anti-

persaingan (misalnya tindakan merger yang menghasilkan dominasi satu pelaku

usaha) tetapi menghasilkan suatu efisiensi yang menguntungkan konsumen atau

perekonomian nasional pada umumnya. Atau sebaliknya suatu tindakan usaha

dianggap salah karena meskipun ditujukan untuk efisiensi tetapi ternyata dalam

prakteknya mengarah kepada penyalahgunaan posisi dominan yang merugikan

pelaku usaha, konsumen, dan perekonomian nasional umumnya, seperti pada

tindakan integrasi vertikal yang disertai dengan tindakan restriktif (menghasilkan

barriers to entry). Terkait itu, penekanan pada rule of reason adalah unsur

material dari perbuatannya. Dan pada rule of reason, tindakan restriktif tidak

rasionil yang menjadi sasaran pengendaliannya dan penentuan salah tidaknya

digantungkan kepada akibat tindakan usaha (persaingan) terkait terhadap pelaku

usaha lain, konsumen dan atau perekonomian nasional pada umumnya. Maka dari

itu untuk tindakan-tindakan tersebut dalam substansi pengaturannya dibutuhkan

klausula kausalitas seperti di atas.63

62 Mustafa Kamal Rokan, Op.cit. Hlm.65 63 Ibid,hlm.67

Page 49: Setelah Ujian Proposal

49

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL

Penulis memberikan konsep untuk menjawab isu hukum yang ada dalam

penelitian tesis ini sebagaimana telah dijabarkan dalam rumusan masalah serta

untuk mempermudah alur pikir. Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak

terhadap suatu objek akan melahirkan teori-teori yang berbeda, oleh karena itu

dalam suatu penelitian termasuk penelitian hukum, pembatasan-pembatasan

(kerangka) baik teori maupun konsepsi merupakan hal yang penting agar tidak

terjebak dalam polemik yang tidak terarah. Pentingnya kerangka konsepsional dan

landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum, dikemukakan juga oleh

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, bahwa kedua kerangka tersebut merupakan

unsur yang sangat penting.64 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain

bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat

ditentukan oleh teori.65

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan

jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku

usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat

meneiptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat

bersaingan seeara wajar dan sehat. Untuk itu diperlukan aturan hukum yang pasti

dan jelas yang mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat lainnya.

64 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Hlm.7.

65 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), Hlm.6.

Page 50: Setelah Ujian Proposal

50

Akuisisi merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat

mengembangkan kegiatan usaha dengan beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh

pelaku usaha dengan melakukan akuisisi. Penguasaan sumber ekonomi dan

pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok atau golongan tertentu

didalam suatu kegiatan usaha dapat melalui tindakan merger, konsolidasi, dan

akuisisi Perseroan, hal ini dapat dilakukan asalkan memperhatikan kepentingan

Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan Perseroan, serta

kepentingan masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkepentingan dan

persaingan usaha yang sehat dalam Perseroan, serta mencegah monopoli dan

monopsoni.

Hukum persaingan usaha di Indonesia mengacu pada bentuk akuisisi saham,

sebagaimana yang diatur didalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999. Pengaturan mengenai akuisisi didalam Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 terdapat didalam Pasal 28 dan 29. Pasal tersebut membahas

pengawasan terhadap konsentrasi yang mencakup penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan. Akuisisi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

dinyatakan sebagai anti persaingan atau melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-

Undang tersebut apabila pertama, pasca akuisisi pelaku usaha mempunyai

kemampuan menentukan harga barang dan/jasa. Kedua, mempunyai posisi

dominan dari pasar bersangkutan. Ketentuan mengenai Pengambilalihan saham

perusahaan yang dianggap dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat diatur

didalam Peraturan Pemerintah, hal ini dinyatakan didalam Pasal 28 ayat (3)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Page 51: Setelah Ujian Proposal

51

Pada tahun 2008 PT. Carrefour Indonesia mengakuisisi PT. Alfa

Retailindo,Tbk. Dalam putusan KPPU Perkara Nomor : 9/KPPU-L/2009, PT.

Carrefour Indonesia telah memenuhi unsur pasal 28 ayat (2) namun tidak dapat

dikualifikasikan melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut karena belum ada

Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai akuisisi yang

menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini sangat

menjadi perhatian publik karena UU tersebut lahir 1999 sedangkan kasus akuisisi

ini tahun 2008, rentang waktu kurang lebih 9 tahun bukan waktu yang sedikit

untuk sekedar merumuskan suatu peraturan yang telah menjadi amanat UU. Kasus

ini mewujudkan belum tercapainya kepastian hukum khususnya pengaturan

mengenai akuisisi. Terkait hal tersebut perlu kiranya untuk menganalisisi prinsip-

prinsip akuisisi saham perseroan terbatas dalam perpektif hukum persaingan

usaha. Dengan pisau analisis teori negara keadilan, kepastian dan kemanfaatan

hukum bermanfaat untuk menyusun sebuah konsepsi penerapan prinsip-prinsip

akuisisi saham perseroan terbatas agar mampu menciptakan keadilan, kepastian,

dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Page 52: Setelah Ujian Proposal

52

Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 tentang tujuan negara RI

Pembangunan Nasional

Pasal 33 UUD 1945 tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Perjanjian yang dilarang Kegiatan yang dilarang Penyalahgunaan Posisi Dominan

Rangkap Jabatan Kepemilikan Saham Mayoritas

Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi

Prinsip-Prinsip Akuisisi Saham

Perseroan Terbatas

Analisis Prinsip dan Pengaturan Akuisisi

Saham PT dalam Persaingan Usaha

Konsepsi Penerapan

Prinsip-prinsip Akuisisi Saham PT

- UU 5 / 1999 - UU 40 /2007

Teori Sistem Hukum, Teori Welfare State,

Teori Keadilan, Kepastian & Kemanfaatan Hukum

- Putusan KPPU Perkara No 9/ KPPU-L/ 2009

Terciptanya Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat

RPJPN

RPJMN

PROPENAS

Page 53: Setelah Ujian Proposal

53

BAB 4. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi 5 (lima) bab dan masing-masing

bab terdiri dari uraian yang berbeda antara bab yang satu dengan bab yang lain. Terkait

hal tersebut dibuat sistematika penulisan agar dapat mengetahui dengan jelas hal-hal

yang di uraikan dalam masing-masing bab tersebut. Sistematika ini juga dapat

digunakan sebagai pedoman agar dalam penulisan tesis ini penulis tidak keluar dari

substansinya. Adapun sistematika penulisan tesis ini sebagai berikut :

Bab 1, Pendahuluan yang berisi pemaparan latar belakang lahirnya isu hukum

sebagai pokok permasalahan. Rumusan masalah yaitu pertama, prinsip-prinsip akuisisi

saham perseroan terbatas jika dikaitkan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedua, analisis prinsip

akuisisi saham perseroan terbatas dan pengaturan akuisisi dalam UU Nomor 5 Tahun

1999 dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat dan tidak monopolistik. Ketiga,

konsepsi penerapan prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan terbatas agar mampu

menciptakan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Pada bab ini

ditegaskan pula tentang metodologi penelitian yang digunakan, baik tipe dan pendekatan

yang dilakukan termasuk tujuan dan manfaat penelitian yang diharapkan.

Bab 2, Tinjauan Pustaka yang menguraikan tentang landasan teori-teori yang

digunakan untuk mendeskripsikan permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis

ini, meliputi teori negara kesejahteraan, teori keadilan, teori kepastian hukum, teori

kemanfaatan hukum, teori sistem hukum, penyatuan usaha melalui merger, konsolidasi

& akuisisi, saham, perseroan terbatas, dan hukum persaingan usaha.

Page 54: Setelah Ujian Proposal

54

Bab 3, Kerangka Konseptual dituangkan secara konseptual abstraksi berbagai

teori, pemikiran ilmiah, yang memberikan pengertian berikut gambaran konseptual

berkaitan dengan isu hukum yang akan dijawab dalam pembahasan. Kerangka

konseptual disajikan secara teoritis dalam bentuk narasi dengan dilengkapi bagan.

Bab 4, Pembahasan dikemukakan lebih dalam tentang pemahaman dan analisis

terhadap isu-isu hukum tentang prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan terbatas jika

dikaitkan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Analisis prinsip akuisisi saham perseroan terbatas dan

pengaturan akuisisi dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam menciptakan persaingan

usaha yang sehat dan tidak monopolistik. Konsepsi penerapan prinsip-prinsip akuisisi

saham perseroan terbatas agar mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan bagi masyarakat.

Bab 5, Penutup dari tesis ini yang didalamnya berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan intisari dari permasalahan yang telah di uraikan atau dijabarkan

pada pembahasan maupun bab-bab sebelumnya untuk menjawab isu hukum yang

dihadapi sedangkan saran berisi tentang masukan atau pendapat dari penulis untuk

mengatasi masalah yang diteliti sebagai onjek penelitian tesis agar nantinya bisa

diimplementasikan oleh pihak-pihak yang membutuhkan.

Page 55: Setelah Ujian Proposal

55

BAB 5. RANCANGAN SUSUNAN BAB

SAMPUL DEPAN

SAMPUL DALAM

PRASYARAT GELAR MAGISTER

PENGESAHAN

PENETAPAN PANITIA UJIAN

PERNYATAAN ORISINALITAS

UCAPAN TERIMA KASIH

RINGKASAN

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

b. Tujuan Khusus

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.4 Metode Penelitian

1.4.1 Tipe Penelitian

1.4.2 Pendekatan Masalah

1.4.3 Sumber Bahan Hukum

1.4.4 Analisis Bahan Hukum

1.4.5 Desain Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toeri Negara Kesejahteraan

2.2 Teori Keadilan

2.3 Teori Kepastian Hukum

Page 56: Setelah Ujian Proposal

56

2.4 Teori Kemanfaatan

2.5 Teori Sistem Hukum

2.6 Penyatuan Usaha melalui Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi

2.6.1 Merger

2.6.2 Konsolidasi

2.6.3 Akuisisi

2.7 Saham

2.8 Perseroan Terbatas

2.9 Hukum Persaingan Usaha

2.9.1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha

2.9.2 Konsep Pendekatan Hukum Persaingan Usaha

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Prinsip-prinsip Akuisisi Saham Perseroan Terbatas

4.1.1 Prinsip-Prinsip Akuisisi Saham Perseroan Terbatas menurut UU

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

4.1.2 Prinsip-Prinsip Akuisisi Saham Perseroan Terbatas menurut UU

Nomor 5 Tahun 1999

4.2 Analisis prinsip akuisisi saham perseroan terbatas dan pengaturan akuisisi

dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam menciptakan persaingan usaha yang

sehat dan tidak monopolistik.

4.3 Konsepsi penerapan prinsip-prinsip akuisisi saham perseroan terbatas agar

mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR BACAAN