september 2006 september 2006 24 - persaingan sehat ... kompetisi/kompetisi...tumbuhan ekonomi....

12
25 24 September 2006 September 2006

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 2524 September 2006 September 2006

  • 32 September 2006 September 2006

    daftar isi

    The 2nd Conference on Competition Policy and Law

    kolom

    4

    Kebijakan Konsolidasi danRestruksurisasi Perbankan

    Trade off antara Prudentialitydan Kompetisi?

    laporan utama

    7

    Tender Pengadaan Gamma RayContainer Scanner

    laporan9

    Analisis Kebijakan Persaingan:

    Labelisasi dan PenetapanHarga Obat

    opini12

    Judicial Seminaron Competition Law

    aktivitas11

    KOMPETISI merupakan Newsletter yang diterbitkan olehSEKRETARIAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA

    Alamat Redaksi: Gedung KPPU Jalan Ir. H. Juanda No. 36 jakarta Pusat 10120Telp. 021-3507015, 3507043 Fax. 021-3507008 E-mail: [email protected] Website: www.kppu.go.id

    editorial

    Dalam rangka pembangunan dan pengembangan institusiKPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha, kerjasamayang dilakukan tidak hanya terbatas pada lingkup kerjasamakelembagaan yang dijalin secara nasional. Akan tetapi kerjasamaKPPU dalam lingkup regional dan internasional juga perludikembangkan dengan baik.

    Apresiasi yang diberikan oleh perwakilan dari negara-negarayang mengikuti The 2nd ASEAN Conference di Bali baru-baruini, setidaknya dapat dijadikan momentum KPPU untuk lebihdapat mendorong terjadinya percepatan perubahan pelakuusaha untuk berperilaku bersaing secara sehat melalui upayapenegakan hukum maupun advokasi kebijakan persaingan.

    Dalam edisi KOMPETISI kali ini, redaksi menjadikan The 2nd

    ASEAN Conference sebagai Laporan Utama, yang akan me-laporkan perkembangan wacana implementasi kebijakan danhukum persaingan yang dikemukakan oleh para peserta. Padarubrik Kolom redaksi mencoba mengupas kebijakan pemerintahdalam sektor ritel di Indonesia. Selanjutnya, perkembangan pe-negakan hukum dan kegiatan kajian kebijakan persaingan sertaaktivitas-aktivitas lain yang penting juga disajikan dalam edisiKOMPETISI kali ini, dengan harapan agar dapat mendorong ter-jadinya percepatan internalisasi prinsip persaingan usaha yangsehat di segenap sektor perekonomian nasional yang pada akhir-nya dapat meciptakan suatu iklim persaingan usaha yang sehat.

    Redaksi,Mokhamad Syuhadhak

    Direktur Komunikasi

    Sinergi Nasional, Regional, dan Internasional:Kebijakan Hukum Persaingan Usaha

    KPPU Indonesia Terbaik Se-ASEAN

    5Persaingan Usaha akan ditanganiHakim Khusus

    Distribusi Gas di Wilayah Cibitungdan Cilegon

    teropong16 Anggota KPPU Tetap MemegangKewenangan PengawasanUU No.5/1999

    cakrawala18Kunjungan Delegasi Kambojake KPPU

    info23

    - Surabaya- Balikpapan- Medan- Makassar

    forum KPD19

  • 54 September 2006 September 2006

    Sesi-sesi yang disusun dalam konferensi kali ini didahuluidengan pembukaan oleh Dr. Syamsul Maarif, SH, LLM, KetuaKPPU, Prof. Dr. Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung, danperwakilan dari Sekretariat ASEAN. Selanjutnya, prosespembahasan sejumlah wacana dalam konferensi ini dibagi dalamempat sesi utama, yang melingkupi:

    Sesi I : Economic Growth and Competition Policy,Sesi II : FTAs/EPAs (Economic Partnership Agreement)and Competition Policy,Sesi III : Implementation of Competition Policy and Law,Sesi IV : Cooperation in the Development of CompetitionPolicy and Law.Konferensi kali ini juga difokuskan untuk dapat menjawab

    sejumlah persoalan dalam hukum dan kebijakan persainganusaha di kawasan ASEAN dengan:1. Mendukung dan mempercepat proses keberadaan kebijakan

    dan hukum persaingan usaha yang dibutuhkan untuk

    memicu pertumbuhan ekonomi yangmenjadi prioritas masing-masing pe-merintah negara-negara ASEAN danintegrasi ekonomi ASEAN kedepan.

    2. Membangun agenda berjenjang yangmemuat kepentingan bersama dalamkebijakan dan hukum persaingan usahadi antara anggota negara-negaraASEAN dan selanjutnya dengan mitra-mitra kerjasama dagang dan ekonomi-nya diluar ASEAN.

    3. Menindaklanjuti agenda terencanaguna mendukung program ASEANConsultative Forum for Competition(ACFC) khususnya dibidang pem-bangunan kapasitas kelembagaan me-lalui pelatihan-pelatihan, seminar, loka-karya, kerjasama regional, dan parti-sipasi dari negara atau organisasi yangselama ini aktif sebagai mitra ASEAN.Pada prinsipnya, implementasi hukum

    dan kebijakan persaingan usaha senan-tiasa terkait dengan upaya memicu per-tumbuhan ekonomi. Berbagai macam fak-tor mempengaruhi jalannya penegakanhukum persaingan di kawasan ASEAN.Selain Perangkat pendukung yang perluterus “disempurnakan”, kesiapan hakim-hakim dalam menangani kasus persainganusaha juga menjadi salah satu faktor per-cepatan akselerasi implementasi hukumpersaingan, hal ini selaras dengan per-nyataan Ketua Mahkamah Agung BagirManan yang menyatakan: “bahwa sangatpenting memiliki Undang-undang hukumpersaingan usaha yang ditunjang denganhakim-hakim yang memiliki pengetahuantentang seluk beluk dunia usaha” **).Selain itu, Ketua MA juga menambahkanadanya indikasi bahwa hakim-hakim yangada tidak memahami prinsip dasar darihukum persaingan usaha itu sendiri danpemahaman akan prinsip dasar ini men-jadi hal yang sangat penting untuk dapatmenjalankan hukum persaingan usahasecara efektif, sehingga tujuan akhir pe-negakan hukum persaingan usaha untukmeningkatkan kesejahteraan konsumen,akses pasar dan efisiensi ekonomi secaramenyeluruh dapat terwujud secarakongkrit.

    Dengan terselenggaranya Konferensiini diharapkan adanya kontribusi positifdari setiap negara ASEAN dan organisasimitra dalam ruang hukum dan kebijakanpersaingan usaha, dan hal ini akan di-jadikan sebagai rekomendasi utama bagiperkembangan iklim persaingan usahayang sehat, khususnya di wilayah regionalASEAN.

    THE 2nd ASEAN CONFERENCEON COMPETITIONPOLICY AND LAWDinamika perkembangan persaingan usaha padalingkup regional negara-negara ASEAN memerlukanantisipasi strategis dari seluruh negara anggotanya. Mencermati hal ini, maka The 2nd ASEANConference on Competition Policy and Law yangdiselenggarakan di Bali, ditujukan untuk dapatmemicu implementasi hukum dan kebijakanpersaingan usaha khususnya di negara-negaraASEAN. Konferensi yang diselenggarakan selamadua hari (15 dan 16 Juni 2006) di Hotel Le Meridien,Bali, ini adalah sebagai salah satu bentuk upayamenindaklanjuti koordinasi yang telah dibangunsejak tahun 2003.

    lebih bersih, transparan dan profesional.Jika kondisi ini tercapai, maka programpemerintah untuk menciptakan iklimusaha dan investasi yang lebih baik diIndonesia akan sejalan. Iklim usaha yangbaik dipastikan akan mendukung per-tumbuhan ekonomi sesuai dengan targetjangka panjang pemerintah.

    Technical Assistance bagi ASEANKeberadaan hukum persaingan usaha

    dan lembaga pengawas yang eksistensi-nya sudah lebih lama seperti US – FTC(United States Fair Trade Commission) danJFTC (Japan Fair Trade Commission) tidakmenjamin bahwa implementasi hukumpersaingan usaha dapat berjalan tanpatantangan dan permasalahan dalam halpenegakan hukumnya. Sehingga lem-baga-lembaga pengawas persaingan ter-sebut harus senantiasa menyampaikanperkembangan paling mutakhir untukdijadikan acuan positif bagi perkembang-an hukum dan kebijakan persainganusaha di ASEAN.

    Berbagi pengalaman mengenai pe-nanganan suatu kasus persaingan usahayang hampir sama, adalah salah satu materipenting dalam lingkup technical assis-tance yang diagendakan secara rutin danberkesinambungan oleh lembaga peng-awas di luar anggota ASEAN. Meskipundemikian, technical assistance tidak di-rancang untuk merumuskan suatu hukumdan kebijakan persaingan untuk diadopsioleh setiap negara, oleh karena setiap ne-gara memiliki kondisi aktual yang berbedadengan negara lain, dalam berbagai sisikehidupan bernegara dan fakta yuris-diksinya.

    Peran ACFC dalam IklimPersaingan

    Kerjasama antar sesama lembaga per-saingan usaha dan lembaga terkaitnegara-negara ASEAN yang dibangunsecara berkelanjutan memang telah mulaimembawa hasil nyata bagi sejumlah ke-rangka kerja kebijakan persaingan usaha,melalui pembentukan ASEAN ConsultativeForum for Competition (ACFC). ACFCdalam perkembangannya direkomendasi-kan sebagai ajang distribusi informasi,pertukaran pengalaman, serta berbagai halyang berhubungan dengan kebijakan per-saingan usaha masing–masing negara.

    Pembentukan ACFC adalah salah satukesepakatan di tingkat ASEAN yang lahirdari The 1st ASEAN Conference on FairCompetition Law and Policy pada Maret2003. Beranjak dari kesepakatan 10 ne-gara ASEAN dan dukungan penuh Sekre-tariat ASEAN, ACFC terbentuk secara resmipada bulan Oktober tahun 2004 di Jakartadengan Thailand sebagai Ketua dan Indo-nesia sebagai Wakil Ketua pada periodesatu tahun pertama (2004-2005). Saat ini,dalam periode keduanya (2005-2006),ACFC diketuai oleh Indonesia dan Vietnamsebagai Wakil Ketua.

    Aktifitas ASEAN Conference ini biasterwujud dan menjadi lebih bermakna ka-rena adanya dukungan dari lembaga-lembaga donor. Jalinan komitmen dalamACFC ditujukan untuk memperkuat keber-adaan lembaga pengawas persainganusaha di setiap negara anggota ASEAN.Bagi KPPU, hal ini berarti dukungan untukmembangun institusi yang lebih aktif da-lam mengawasi persaingan usaha se-hingga dunia usaha di Indonesia berjalan

    laporan utama

    **) Sumber : Kompas

  • 76 September 2006 September 2006

    laporan utama

    Tabanan -Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesiadipuji sebagai KPPU terbaik di ASEAN. Pujian tersebut datangdari United Nations Conference on Trade and Development(UNCTAD), sebuah badan PBB bidang ekonomi.

    Hal ini disampaikan oleh Chief, Advisory Services and Capa-city Building Section Competition Law and Policy Branch UNCTADHassan Qaqaya dalam konferensi pers 2nd ASEAN Conferencedan Competition Policy dan Law di Hotel Le Meridien, Tabanan,Bali, Kamis (15/6/2006) malam.

    “Kami kagum. KPPU paling efektif di ASEAN, ada di Indone-sia. Terbukti dengan makin besarnya kepercayaan pebisnis danmakin sedikitnya komplain terhadap keputusan KPPU,” ujarHassan Qaqaya.

    Menurutnya sejak UU 5/1999 tentang Persaingan Usaha di-implementasikan, masih banyak hakim yang kurang memahami-nya. Namun itu bukan artinya yang terburuk. Negara maju justrubutuh waktu 10 tahun untuk efektif menerapkan hukum per-saingan usaha.

    KPPU Indonesia Terbaik Se-ASEAN

    Oleh: Taufik Ariyanto

    Kebijakan Konsolidasi dan Restrukturisasi Perbankan

    Trade off antara prudentialitydan kompetisi?

    kolom

    (mungkin) harus dikurangi sehingga akan tercipta segelintir sur-viving bank (atau anchor bank) yang too big to fail. Denganadanya segelintir bank yang too big to fail tersebut, diharapkanfungsi pengawasan bank menjadi lebih mudah dan aspek ke-stabilan dan prudentiallity menjadi lebih terjamin.

    Di satu sisi, dengan berkurangnya jumlah bank, maka marjinakan meningkat sebagai akibat market power yang dimiliki oleh

    segelintir (too big to fail)bank tersebut nanti-

    nya. Kondisi ter-sebut memang

    sesuai denganskena r i o

    Harmonisasi kebijakan terkait dengankebijakan persaingan usaha dalam meng-hadapi globalisasi yang kian kompetitif,menghindari terjadinya praktek anti per-saingan dan keberadaan hukum persaing-an usaha yang dapat mengakomodasipasar adalah pemikiran-pemikiran yang di-kembangkan dalam technical assistanceuntuk acuan lembaga-lembaga pengawasdi ASEAN. Selanjutnya, tidak dapat di-pungkiri bahwa kenyataan yang kerap di-hadapi para anggota ASEAN adalah ke-banyakan pelaku usaha mereka lebih

    memilih membangun konsensus diban-dingkan berkompetisi bebas. Padahal se-mangat persaingan yang jujur adalah unsurpemicu utama bagi pertumbuhan ekonomisuatu negara.

    Akhirnya, mengenali dan mengidenti-fikasi permasalahan dalam mengembang-kan efektifitas hukum dan kebijakan per-saingan usaha adalah rekomendasi utamayang diharapkan diperoleh dari konferensiini. Harapan yang diletakkan pada negara-negara peserta ACFC (ASEAN ConsultativeForum on Competition) tersebut tentu

    Tabanan, KOMPAS — Kasus-kasus persaingan usaha yang diajukanke pengadilan akan ditangani oleh hakim khusus. Hakimpengadilan negeri di enam kota yang ditentukan untuk menyidang-kan kasus persaingan usaha serta hakim agung pada tingkatbanding dibekali pemahaman khusus tentang persaingan usaha.

    Demikian dijelaskan Ketua Mahkamah Agung (MA) BagirManan dan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)Syamsul Maarif seusai pembukaan 2nd ASEAN Conference onCompetition Policy and Law di Tabanan, Bali, Kamis (15/6).

    Dalam rangkaian konferensi tersebut, diselenggarakan semi-nar kehakiman yang diikuti 15 hakim agung, 11 hakim peng-adilan negeri (PN) yang ditetapkan dapat menangani kasus per-saingan usaha, yakni PN di DKI Jakarta, Medan, Surabaya, Se-marang, Makassar, dan Balikpapan, serta perwakilan KejaksaanAgung dan Kepolisian RI.

    Ketua Muda MA Abdul Kadir Mappong menjelaskan, per-saingan usaha merupakan permasalahan baru bagi kehakimandi Indonesia. Para hakim dituntut memiliki pemahaman mikro-ekonomi, khususnya terkait dengan analisis ekonomi, standarpembuktian, serta cara pengenaan sanksi dan ganti rugi.

    Menurut Ketua KPPU Syamsul Maarif, terdapat kecenderung-an keputusan-keputusan KPPU tentang sejumlah kasus pe-nyimpangan persaingan usaha dipatahkan di PN, tetapi diper-kuat kembali pada tingkat banding oleh MA Oleh karena itu,

    Persaingan Usaha Akan Ditangani Hakim Khusus

    “Australia butuh 40 tahun, Jepang 60 tahun, Jerman 25tahun, Brazil 10 tahun, Uni Eropa sudah ada sejak 1950,” kataHassan. Dia mengusulkan di Indonesia agar ada pengadilanyang terdiri dari 2-3 hakim khusus untuk menangani persaing-an usaha.

    Dia menyatakan KPPU Indonesia lebih maju dari Thailanddan Singapura. Sistem yang digunakan sangat baik dan KPPUbersikap independen dari pemerintah. Hal itu juga didukungdengan UU Persaingan Usaha yang sangat cocok. ”KPPU Thai-land belum selesaikan 1 kasus pun, dan Singapura pemerintah-nya masih intervensi,” ungkap Hassan.

    Di tempat yang sama, anggota KPPU Soy Martua Pardedemengatakan cepatnya KPPU berkembang di Indonesia karenaadanya tenggat waktu jadwal penyelesaian perkara yang ter-tuang dalam UU Persaingan Usaha.

    “Kita speedy up karena diwajibkan dalam UU. Kalau tidakbisa, kerjanya jadi very slowly,” jelas Soy.

    Sumber : Detik.com

    pemahaman bersama tentang hukum antimonopoli masih perludibangun pada seluruh jajaran penegak hukum.

    Kasus penyimpangan hukum persaingan usaha yang me-nonjol di Indonesia umumnya terkait dengan penyalahgunaanposisi dominan dan penyimpangan dalam tender. Permasalahantersebut tak sedikit terjadi pada proyek-proyek infrastruktur.

    Lebih majuAkan tetapi, apresiasi positif terhadap efektivitas hukum per-

    saingan usaha di Indonesia disampaikan oleh Hassan Qaqayadari Divisi Perdagangan Barang, Jasa, dan Komoditas InternasionalUnited Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).

    Meskipun penguatan masih sangat perlu dilakukan, pe-nerapan hukum persaingan usaha di Indonesia dinilai UNCTADjauh lebih maju dibandingkan dengan penerapan hukum serupapada negara-negara berkembang lainnya di Asia. Pada tingkatregional ASEAN, hukum persaingan usaha baru diadopsi olehIndonesia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Akan tetapi, badanindependen dengan kemampuan menginvestigasi hingga me-netapkan sanksi terhadap penyimpangan hukum antimonopolibelum dipunyai negara-negara ASEAN, kecuali Indonesia.

    “Di Thailand hukumnya sudah ada, tetapi belum ada satu punkasus persaingan usaha dibawa ke pengadilan,” kata Hassan Qaqaya.

    Sumber : Kompas

    menjadi titik perhatian utama dalam ACFCAnnual Meeting yang menjadi agenda pe-nutup konferensi ini pada tanggal 16 Juni2006. Keseluruhan rangkaian kegiatankonferensi yang diselenggarakan atas kerjasama KPPU yang sekarang menjadi KetuaACFC dan dengan adanya dukungan yangkuat dari Sekretariat ASEAN akan men-jadikan ACFC sebagai media untuk mem-bantu percepatan terbentuknya lembagapersaingan usaha di negara-negara ASEANyang belum memilikinya.

    Mungkin beberapa dari kita sudah lupa, kapan pertamakalinya draft atau konsep Arsitektur Perbankan Indonesia pertama kali disosialisasikan oleh Bank Indonesia.Mungkin juga ada yang lupa kapan konsep API tersebut akandiformalkan melalui peraturan BI, yang tentu saja akan menjadiacuan bagi penyusunan business plan para bankir. Namun yangjelas, efek yang diharapkan oleh API tersebut belum terasasampai saat ini. Ketika bicara mengenai konsolidasi danrestrutkurisasi perbankan, pikiran kita akan otomatis terasosasidengan berbagai berita mengenai kekisruhan kawin paksa(merjer) BNI dengan BTN misalnya. Kekisruhan merjer jugamemusingkan BI, karena tidak ada bank yang memasukkan merjer/konsolidasi dengan sesama bank nasional lain dalam businessplan mereka. Kebanyakan bank lebih memilih joint venture ataubermitra dengan bank asing. Dalam kondisi tersebut, sulitmengharapkan konsolidasi perbankan agar sesuai dengan plat-form API dapat terwujud pada tahun 2010. Paling tidak, faktamenunjukkan bahwa API masih bersifatkonsep dan implementasinya masih jauhpanggang dari api.

    Sengaja atau tidak, fenomenamerjer/akuisisi memang sengajaatau tidak, telah dijadikan suatualat sebagai konsekwensi daripil ihan untuk melakukan re-strukturisasi industri perbankannasional. Nampak jelas bahwaparadigma berpikir policy makerperbankan Indonesia masihlebih mengedepankan aspeksafety dan prudent banking di-banding aspek persainganusaha dan efisiensi. Denganasumsi demikian, jumlah bank

  • 98 September 2006 September 2006

    kolomTabel Jumlah Bank di Beberapa Negara (Tahun 1993)

    Sumber: Barth, et al (1997), diolah

    Amerika Serikat 10,971 13.30 23,508.00Inggris 491 29.10 118,328.00Prancis 425 63.60 135,365.00Jerman 330 89.50 245,379.00Belanda 176 59.00 86,585.00Jepang 150 28.30 831,760.00

    Negara JumlahBankCR3

    (BerdasarkanPangsa Aset)

    PopulasiPendudukper Bank

    yang diharapkan. Tingginya marjin akan menjamin kontinuitasoperasional bank sehingga lagi-lagi aspek prudentiallity dankestabilan sistem perbankan tetap terjaga. Ada pendapat lainyang menyatakan bahwa marjin tinggi justru akan memancingpelaku usaha untuk masuk dalam industri yang bersangkutan?Jangan khawatir, disinilah peran Bank Indonesia denganmekanisme entry barrier, diantaranya melalui pengetatanketentuan batas permodalan dan Capital Adequacy Ratio (CAR).

    Terlepas dari tidak adanya hubungan antara prudentiallitydengan jumlah aset atau modal bank (baik besar maupun kecil),paradigma para policy maker perbankan juga masihmengandung beberapa kelemahan. Satu hal yang paling fun-damental adalah adanya market power di satu sisi yang memangakan menguntungkan pihak bank, namun di sisi lain justru akanmerugikan kesejahteraan konsumen. Tingginya marjin sukubunga pastinya akan memberatkan pelaku usaha yangmengandalkan pendanaan dari perbankan. Lagi-lagi hal tersebutakan berdampak kepada harga output akhir karena pelaku usahamenanggung cost of fund yang relatif tinggi. Dalam kondisidemikian, agak sulit untuk mengharapkan industri Indonesiamenjadi kompetitif, apalagi untuk bersaing dengan produk danjasa global.

    Dengan pengecualian Inggris dan Jepang, jelas terlihat bah-wa terdapat hubungan negatif antara jumlah bank dengantingkat konsentrasi pangsa pasar (diukur melalui rasio pangsaaset untuk 3 bank terbesar atau CR3). Makin sedikit jumlahbank, makin tinggi tingkat konsentrasi pangsa asetnya. Hal ter-sebut memang sejalan dengan mahzab klasik Structure Conduct-Performance. Implikasi selanjutnya adalah makin terkonsentrasistruktur pasar, maka makin besar kemampuan perusahaan ter-utama yang dominan untuk menetapkan harga (merupakan salahsatu conduct pelaku usaha) di atas harga yang wajar/kompetitif.Kemampuan tersebut sering disebut dengan market power, di-mana hal tersebut akan sangat musykil terjadi dalam strukturpasar yang relative kompetitif. Dengan demikian, terbukti secarakonseptual maupun empiris, bahwa jumlah bank berkorelasipositif dengan market power.

    Selanjutnya adalah, asumsi bank yang too big to fail justruakan menjadi disinsentif bagi bank untuk lebih efisien. Dalamkondisi rendahnya iklim persaingan antar bank dan tingginyamarjin yang dinikmati, maka dapat dipastikan tidak akan adarangsangan bagi bank untuk menjadi lebih efisien. Lagipula, whydo even bother to think of efficiency while we could still makingsignificant abnormal profit? Sementara, sampai saat ini belumada penelitian yang disosialisasikan secara luas yang mendukunghipotesa bahwa ada korelasi positif antara modal atau asset bankdengan aspek prudentiality. Bahkan, fakta justru menunjukkanbeberapa bank besar kerapkali mengalami masalah dengan aspekprudentiality tersebut, baik bila ditinjau dari sudut pandang NPL,tingginya nilai write off serta masih lemahnya system pengawasaninternal terkait dengan faktor operasional risk.

    Dalam perspektif kebijakan, secara konseptual dan empiris,keputusan untuk merestrukturisasi dan konsolidasi perbankandapat digambarkan sebagai sebuah trade off antara kesehatan/kestabilan perbankan dengan persaingan usaha. Kebijakan yanglebih bersifat penjagaan kestabilan akan mengorbankan aspekpersaingan usaha dimana to some extent akan mempengaruhiatau mengurangi kesejahteraan konsumen. Pengorbanan per-saingan akan terlihat pada berkurangnya jumlah pelaku usaha,rendahnya tingkat inovasi, tingginya entry barrier sementarakesejahteraan konsumen akan tercederai karena abuse of marketpower oleh pelaku bank. Dalam kondisi tersebut, tidak mungkinkita mencapai kedua tujuan sekaligus. Tantangan untuk regulatordan policy maker perbankan adalah bagimana menyeimbangkantrade off tersebut, apakah dengan maksimalisasi fungsi kestabil-an dengan menekan sekecil mungkin dampak negative terhadapiklim kompetisi. Atau juga bisa dengan memaksimalkan iklimkompetisi antar bank, dengan meminimalkan dampak negativeterhadap kestabilan dan kesehatan perbankan. Oleh karena itu,ada baiknya apabila koordinasi dan kerjasama antara Bank Indo-nesia dengan KPPU lebih diintensifkan dalam waktu ke depan.

    Pertanyaan selanjutnya adalah, siapa yang dapat menjaminbahwa jumlah bank sedikit akan menghasilkan market poweryang significant? Pertama-tama, perlu dijelaskan bahwa secarakonseptual, makin banyak pelaku usaha, makin tinggi tingkatatau iklim persaingannya. Dengan demikian, kebijakan sektorperbankan yang akan mengurangi jumlah bank (melalui insentifatau dorongan untuk merjer/akuisisi), tentunya akan berakibatkepada menurunnya iklim persaingan antar bank itu sendiri.Secara empiris, hal tersebut didukung oleh beberapa kajianseperti studi oleh Neven & Roller (1999) dan Brandt & Davis(2000) yang menemukan bukti adanya market power dalamindustri perbankan di kawasan Eropa. Hal tersebut jugadidukung oleh penelitian Swank (1995) dan Suominen (1994)yang membuktikan keberadaan market power dalam industriperbankan Belanda dan Finlandia. Sementara, beberapa kajiantidak menemukan adanya market power, seperti Shaffer (1989)dan Zardkoobi & Frase (1998) untuk industri perbankan diAmerika Serikat. Hasil yang serupa juga diperoleh Shaffer (1993)yang melakukan penelitian di wilayah Kanada. Beberapa hasilpenelitian tersebut mungkin akan lebih bermakna bila kitamenyimak table berikut:

    Tender PengadaanGamma Ray Container

    Scanner

    laporan

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesaimelakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No.19/KPPU-L/2005 yaitu dugaanpelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan PraktekMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999)berkaitan dengan tender pengadaan Gamma Ray ContainerScanner oleh Badan Otorita Batam. Majelis komisi yang terdiridari Erwin Syahril (Ketua), Pande Radja Silalahi dan MohammadIqbal (masing-masing sebagai anggota), memutuskan bahwaPanitia Pengadaan APBN DIPA 2005 Otorita Batam (Terlapor I)dan PT. Mitrabuana Widyasakti (Terlapor II) terbukti melanggarPasal 22 UU No.5/1999, dan menjatuhkan denda sebesar Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus ribu rupiah) terhadapTerlapor II.

    Perkara ini muncul, setelah KPPU menerima laporan padatanggal 28 September 2005, mengenai dugaan adanyapelanggaran UU No.5/1999 pada kegiatan tender pengadaanGamma Ray Container Scanner oleh Otorita Batam. Rapat Komisipada tanggal 10 Nopember 2005 memutuskan laporan tersebutsebagai perkara untuk diperiksa dalam PemeriksaanPendahuluan.

    Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 17November 2005 sampai dengan 28 Desember 2005 denganErwin Syahril, S.H. sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Dr.Pande RadjaSilalahi dan Dr. Ir. Bambang Purnomo Adiwiyoto, MSc masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa. Dalam PemeriksaanPendahuluan, Tim telah mendengar keterangan dari Pelapor,Terlapor I dan Terlapor II.

    Dari hasil Pemeriksaan Pendahuluan Tim Pemeriksamenemukan adanya indikasi pelanggaran Pasal 22 UU No.5/1999 yaitu:1. Perencanaan pengadaan Gamma Ray Container Scanner

    mengarah pada produk yang ditawarkan oleh Terlapor II.2. Spesifikasi teknis mengarah pada produk yang ditawarkan

    oleh Terlapor II.3. Kriteria penilaian spesifikasi teknis mengarah pada produk

    yang ditawarkan oleh Terlapor II. 4. Penilaian spesifikasi teknis dilakukan oleh pihak yang tidak

    berkompeten.5. Panitia pengadaan dan UPT Pengembangan Signal & Navigasi

    LIPI melakukan tindakan diskriminasi kepada beberapapeserta lelang.

    Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksamerekomendasikan kepada Komisi untuk melanjutkan perkarake dalam Pemeriksaan Lanjutan. Pemeriksaan Lanjutan telahdilakukan pada tanggal 29 Desember 2005 sampai dengan 24Maret 2006 dengan Erwin Syahril, S.H. sebagai Ketua MajelisKomisi, Dr.Pande Radja Silalahi dan Ir. H.Mohammad Iqbalmasing-masing sebagai anggota Majelis Komisi.

    Dalam Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi telah

  • 1110 September 2006 September 2006

    laporanmendengar keterangan dari Terlapor I, Terlapor II, dan Saksi -Saksi di bawah sumpah. Mengingat masih terdapat pihak yangperlu di dengar keterangannya, maka Majelis Komisimemutuskan untuk memperpanjang Pemeriksaan Lanjutanselama 30 hari kerja.

    Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama PemeriksaanPendahuluan, Pemeriksaan Lanjutan dan PerpanjanganPemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi menyimpulkan :1. Perencanaan pengadaan container scanner mengarah pada

    produk container scanner teknologi Gamma Ray Merk VACIS(Vehicle and Cargo Inspection System) yang diproduksi olehSAIC (Science Application International Corporation) jugamerupakan produk yang ditawarkan Terlapor II.

    2. Spesifikasi teknis mengarah pada produk VACIS (SAIC).3. Kriteria teknis dan penilaian teknis mengacu pada produk

    VACIS (SAIC).4. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk pekerjaan utama disusun

    berdasarkan harga produk VACIS (SAIC).5. Pembobotan penilaian harga dan teknis dimaksudkan untuk

    memenangkan Terlapor II.6. Terlapor II dan Panitia Pengadaan melakukan tindakan saling

    menyesuaikan harga penawaran dan HPS.7. Panitia Pengadaan melakukan tindakan diskriminatif kepada

    peserta tender tertentu.8. Penunjukan UPT Pengembangan Signal dan Navigasi LIPI

    sebagai Tim Teknis tidak sesuai dengan prosedur.9. UPT Pengembangan Signal dan Navigasi LIPI tidak memiliki

    kompetensi dalam melakukan penilaian aspek teknis danbukan dalam bidangnya.

    Sebelum memutuskan perkara ini, Majelis Komisimempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:1. Biro Perencanaan Otorita Batam, Direktur Pembangunan

    Otorita Batam sebagai penanggung jawab pengadaanGamma Ray Container Scanner, Penanggung Jawab KegiatanAPBN (DIPA 2005) Otorita Batam dan Panitia PengadaanGamma Ray Container Scanner telah melakukan tindakan-tindakan persekongkolan untuk memenangkan Terlapor II.Oleh sebab itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepadaatasan langsung dan pihak-pihak yang berwenang untukmengambil tindakan administratif dan tindakan hukumsesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    2. Dalam tender pengadaan Gamma Ray Container Scanner diPelabuhan Batu Ampar, Batam, UPT Pengembangan Signaldan Navigasi LIPI telah melaksanakan pekerjaan yang bukankompetensinya dan bukan bidangnya, serta melakukantindakan memfasilitasi terjadinya persekongkolan dalampengadaan container scanner di pelabuhan Batu Ampar untukmemenangkan Terlapor II. Oleh karenanya terhadap UPTPengembangan Signal dan Navigasi LIPI yang dalam hal iniadalah para personel yang terlibat dalam pelaksanaanperencanaan dan pelaksanaan tender pengadaan GammaRay Container Scanner di Pelabuhan Batu Ampar, yaitu Ir.Agus Suwahyono dan Ir. Soenarko, maka Majelismerekomendasikan agar LIPI memberikan sanksi administra-tif kepada mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan serta Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan,Majelis Komisi memutuskan:

    1. Menyatakan Terlapor I dan Terlapor II secara sah danmeyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5Tahun 1999.

    2. Menghukum Terlapor II untuk membayar denda sebesar Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus ribu rupiah) yang harusdisetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan bukanpajak Departemen Keuangan Direktorat JenderalPerbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara(KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No. 19,Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 1212.

    3. Melarang Terlapor II untuk mengikuti tender pengadaangamma ray container scanner selama 2 (dua) tahun di seluruhIndonesia.

    Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkaratersebut di atas dilakukan oleh KPPU dengan prinsipindependensi –tidak memihak siapapun- semata-mata sebagaipengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No.5/1999 agar terwujudnya kepastian berusaha yang sama bagisetiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehatdan efektif. Putusan Perkara No. 19/KPPU-L/2005 tersebutdibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbukauntuk umum pada hari Senin tanggal 5 Juni 2006 di GedungKPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.

    aktifitas

    Hukum dan kebijakan persainganusaha yang terus berkembangmenuntut teknik penanganan kasusyang semakin mendalam disamping pe-ningkatan pemahaman agar terbentuk per-samaan persepsi. Dalam kerangka pe-mikiran inilah KPPU, Mahkamah Agung,dan UNCTAD menyelenggarakan JudicialSeminar selama dua hari (13 dan 14 Juni2006) di Hotel Le Meridien, Bali, sebagaiupaya berlanjut untuk menyamakan per-sepsi mengenai efektifitas implementasihukum dan kebijakan persaingan usaha ba-gi para Hakim Agung, para hakim dari Peng-adilan Negeri di wilayah DKI Jakarta, Medan,Surabaya, Semarang, Makassar danBalikpapan, serta aparat penegak hukumdari Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.

    Sesi-sesi yang disusun dalam JudicialSeminar didahului dengan pembukaan o-leh Mr. Hassan Qaqaya (UNCTAD), H. AbdulKadir Mappong, SH/Ketua MudaMahkamah Agung, Dr. Syamsul Maarif, SH,LLM, Ketua KPPU dan Dr. Jur. SoendoroSoepringgo, SH dari GTZ - ICL (DeeutscheGesellschaft für Technische Zusamme-narbeit GmbH – Implementation ofCompetition Law). Selanjutnya, para pem-bicara diantaranya adalah Prof. FredericJenny (Visiting Professor-University College,London), Hon. Vaughn Walker (Chief Judge,North District of California) dan Mr. DavidPender (Advisor for ASEAN Countries dariUS – FTC) akan mengulas berbagai

    Judicial Seminaron Competition Law

    pendekatan hukum persaingan usaha.Proses pembahasan tiga topik utama

    dalam seminar ini dibagi dalam dua sesiutama, yang melingkupi penjelasan me-ngenai teori dalam penanganan kasuspersaingan dan studi kasus yang aktual,serta peranan hakim dalam menanganiperkara-perkara persaingan usaha. Pen-dalaman materi mengenai peranan hakimdalam kasus persaingan usaha, difokus-kan pada analisis ekonomi, standar pem-buktian dan penjelasan mengenai cara pe-ngenaan sanksi dan ganti rugi.

    Seminar juga membahas tentang pen-definisian pasar bersangkutan, market po-wer, entry barrier dan abuse of dominantposition. Seluruh rangkaian materi se-minar kembali menegaskan bahwa imple-mentasi hukum persaingan memerlukanpemahaman yang baik dari sisi hukum danekonomi. Strategi penanganan yang se-nantiasa berkembang menjadi acuan uta-ma penanganan perkara persainganusaha. Menyikapi kondisi ini, maka se-bagai tambahan referensi bagi peserta,UNCTAD juga membahas mengenaipentingnya manajeman kasus yangmenyeluruh dan kompetensi utama yangharus dicermati saat penanganan kasuspersaingan usaha. Bagaimanapun jugaseluruh materi yang direkomendasikanharus didukung oleh ketajaman analisisdan pengambilan keputusan yang terikatpada hukum yang berlaku.

  • 1312 September 2006 September 2006

    opini

    Bagi sebagian orang yang berpenghasilan pas-pasan, saat-saat menebus resep merupakan saat yang menegangkankarena membayangkan mahalnya harga obat di Indonesia.Konsumen, dalam hal ini pasien, juga tidak memiliki pilihan lainselain menebus obat-obatan sebagaimana resep tersebut ka-rena dipaksa percayadengan merek obat yangd i r e k o m e n d a s i k a npara dokter.

    Faktor transparansiyang kurang dituding men-jadi alasan tingginya hargaobat di Indonesia,ditambah dengan daya belimasyarakat yang rendah,mengakibatkan masya-rakat dalam keadaantertentu enggan menebusresep dokter. Tingkat pe-ngeluaran masyarakat Indo-nesia untuk kesehatanmasih rendah dibanding-kan negara lain, yaitu se-besar $5/kapita/tahun di-banding $12 di Malaysiadan $40 di Singapura.

    Berdasarkan kenyataanini, sebenarnya potensi pa-sar farmasi Indonesia cukupmenjanjikan, namun belumterkelola dengan baik. Potensipasar yang yang besar tersebut seharusnya dapatditingkatkan agar dapat meningkatkankesejahteraan sejalan dengan peningkatan dayabeli penduduk Indonesia yang diharapkan akanterjadi sejalan dengan peningkatan pertumbuhanekonomi nasional.

    Sejalan dengan maksud tersebut, pada 7 Februari 2006,Departemen Kesehatan mengeluarkan 2 (dua) kebijakan pentingbagi industri farmasi, yaitu Kepmenkes No. 69/2006 tentangPencantuman Harga Eceran Tertinggi di Label Obat danKepmenkes No. 68/2006 tentang Pedoman PelaksanaanPencantuman Nama Generik Pada Label Obat. Dalam penerapankebijakan ini, khususnya Kepmenkes No. 69/2006, berbagaisuara pro dan kontra mulai bermunculan. Ada pelaku usahayang menolak, dan ada yang menerima kebijakan ini denganalasan tersendiri.

    Dinamika yang begitu kuat dalam penerapan kebijakan ini,telah mendasari KPPU untuk melakukan suatu tinjauan dan ana-lisa mendalam atas kebijakan Departemen Kesehatan dalampencantuman harga eceran tertinggi (HET) pada label obat, baikdari sisi kebijakan pemerintah maupun sisi kepentingan pelakuusahanya.

    Industri Farmasi IndonesiaIndustri farmasi Indonesia saat ini telah mengalami pe-

    ningkatan dari sisi nilai penjualan nasional dengan posisi sebesarRp 23,6 trilyun. Namun dari sisi pertumbuhan, industri farmasiIndonesia mengalami trend penurunan dari 32% pada tahun2000 menjadi 13,1% pada tahun 2005. Ini menunjukkan bahwasecara jumlah, permintaan atas obat mengalami penurunan per-tumbuhan dari sisi kuantitas. Dari sudut keterjangkauan secaraekonomis, harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal danstruktur harga obat tidak transparan.

    Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antarasatu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obatyang sama, berkisar 1:2 sampai 1:5. Artinya, harga obat generik

    bermerk dapat mencapai5 kali harga obat generik-nya. Penelitian di atas jugamembandingkan hargaobat dengan nama da-gang dan obat generikmenunjukkan obat gene-rik bukan yang termurah.Keadaan ini antara lainmenggambarkan betapapentingnya kebijakanpemerintah mengenaipenetapan harga obat(pricing policy).

    Penelitian Departe-men Kesehatan pada ta-hun 2005 juga me-nunjukkan hal yang me-narik, dimana mereka me-nilai bahwa harga obat di Indonesia saat ini sangat bervariasi.Harga di apotek berdasarkan pengamatan cenderung beragamantar apotek satu dengan apotek lainnya. Sebagai contoh, Amoxyl250 gram, yang perbedaan harganya berkisar antara Rp 1.720,-hingga Rp 2.994,- per butir. Kemudian Baquinor 500 produksiSanbe Farma, harga yang diberikan di berbagai apotek dan rumahsakit juga sangat bervariasi.

    Secara keseluruhan, pemerintah menyimpulkan bahwa ter-lihat perbedaan harga yang sangat signifikan antar berbagai merekobat, dimana perbedaan antara harga minimal dan maksimalcukup beragam. Secara rata-rata, perbedaan harga tersebut

    Analisis Kebijakan Persaingan:

    Labelisasi dan PenetapanHarga Obat

    Etika kedokteran memberikan kewenangan kepada seorang dokter untuk mendiagnosa penyakit dansekaligus menuliskan berbagai merek obat bagi penyakit tersebut dalam suatu media yang disebut resep.Dalam kondisi ini, seorang dokter memegang peranan yang sangat penting dalam pemasaran suatu produkobat, khususnya obat resep. Setelah resep diperoleh, pasien dapat menebus obatnya di apotek ataupun ditoko-toko obat yang bisa membaca resep tersebut.

    12 September 2006

  • 1514 September 2006 September 2006

    opinimencapai 44,25%. Namun apabila diperhatikan secara individual,terlihat bahwa ada rentang yang sempit dan yang sangat besarantar berbagai jenis obat. Sebagai contoh, Losartan 500,perbedaan harganya cukup sempit yaitu antara Rp 7.700,- danRp 9.305,- atau 20,84%. Di sisi lain, Siprofloxacin 500, perbeda-an harganya sangat besar yaitu antara Rp 340,- dan Rp 2.142,-atau sebesar 530,56%.

    Perbedaan harga yang tinggi inilah yang dijadikan landasanbagi pemerintah untuk memangkas harga obat ditingkat apotekmelalui aturan/kebijakan pencantuman harga eceran tertinggi (HET).

    Pengaturan KebijakanSecara substansial, kebijakan ini mewajibkan pabrik obat

    untuk mencantumkan HET pada label obat. HET ini dihitungberdasarkan Harga Netto Apotik (HNA) ditambah PPN 10% danmargin apotik sebesar 25%. Berdasarkan kebijakan ini, HET di-cantumkan pada label obat sampai pada satuan kemasan terkecildan berlaku pada obat bebas dan obat ethical (obat yang hanyadapat diperoleh dengan resep dokter).

    Lebih lanjut pencantuman HET ini dilakukan dengan ukuranyang cukup besar dan warna yang jelas serta tempat yang mudahterlihat sehingga mudah dibaca konsumen. Pencetakan dilaku-kan dengan menggunakan cap dengan tinta permanen yangtidak dapat dihapus ataupun dicetak langsung pada kemasan.

    Kebijakan ini mulai diberlakukan 6 (enam) bulan semenjakditetapkannya kebijakan ini, yaitu pada tanggal 7 Februari 2006.Apotik dan Pedagang besar Farmasi dalam jangka waktu 6 (enam)bulan sejak tanggal tersebut, masih diperbolehkan memper-dagangkan obat tanpa label dengan HET tersebut.

    Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menganalisakebijakan ini adalah sejauh mana Pemerintah, dalam hal ini Men-teri Kesehatan, memiliki kewenangan untuk menetapkan HargaEceran Tertinggi (selanjutnya disebut dengan “HET”) terhadapobat-obatan, baik obat bebas maupun obat resep, serta sejauhmana kewenangan Pemerintah menetapkannya. Berdasarkantemuan KPPU, pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan,belum diberikan kewenangan dalam mengatur harga obat-obatan, khususnya obat bebas dan obat resep. Yang diatur olehundang-undang adalah kewajiban pemerintah untuk menyedia-kan bahan baku obat, obat-obatan, maupun peralatan kesehat-an yang dibutuhkan dalam menyelanggarakan upaya kesehatan.

    Kewenangan pemerintah dalam pengaturan harga obatsebenarnya sangat kecil. Dibandingkan dengan ribuan jenis obatyang beredar, Pemerintah hanya mempunyai kewenanganmengatur harga obat yang masuk dalam kategori Daftar Obat

    Esensial Nasional (selanjutnya disebut “DOEN”) yang diperbaruisetiap dua tahun sekali. Dari 232 jenis obat generik yang ada diIndonesia, yang masuk dalam DOEN hanya 153 jenis. Sisanyatidak termasuk dalam kategori obat esensial sehingga harganyaditentukan mekanisme pasar bersama dengan obat bebas, obatbranded generic dan obat paten.

    Berbeda dengan aturan kewenangan Pemerintah dalammengatur harga obat, aturan kewajiban pencantuman HET justrudapat dikaitkan dengan undang-undang kesehatan, khususnyaPeraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang PengamananSediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, khususnya pada Bab VIItentang Penandaan dan Iklan. Hal ini disimpulkan dari pen-cantuman kata-kata “sekurang-kurangnya” pada keterangandalam penandaan dan informasi persediaan farmasi. Walaupunaturan di atas tidak menyebutkan kewajiban pencantuman HETpada kemasan obat atau persediaan farmasi, namun denganadanya pernyataan “sekurang-kurangnya” tersebut, aturan pen-cantuman label menjadi fleksibel dan dapat ditambahkan.

    Dengan informasi demikian, dapat disimpulkan bahwa Pe-merintah memiliki kewenangan untuk meminta pelaku usahauntuk mencantumkan informasi tambahan yang dibutuhkandalam kemasan obat, baik itu berupa nama generik obat ter-sebut, maupun HETnya.

    Uji Dampak Terhadap PersainganPengukuran dampak persaingan atau competition assess-

    ment menyediakan informasi yang membantu analisa biaya danmanfaat yang dilakukan atas suatu kebijakan, yang diidentifikasimelalui metode regulatory impact analysis (RIA). Sehingga de-ngan assessment ini, informasi yang dihasilkan oleh RIA akansemakin lengkap dan dapat diandalkan.

    Competition assessment dilakukan melalui dua tahapan. Ta-hap pertama, pengambil kebijakan harus menyaring perilakupersaingan yang akan memberikan indikasi awal bahwa suatukebijakan atau usulan kebijakan beresiko mempengaruhi petapersaingan. Tahap kedua, yaitu bila hasil penyaringan tersebutmenunjukkan bahwa kebijakan tersebut mempengaruhi per-saingan, maka pengambil kebijakan harus mengumpulkan infor-masi tambahan dan melaksanakan competition assessment yanglebih mendalam.

    Dalam pengujian competition assessment yang sederhana,digunakan 9 (sembilan) pertanyaan yang harus ditanyakan atassuatu kebijakan atau usulan kebijakan. Pertanyaan-pertanyaanini merupakan pertanyaan “Benar-Salah” atau “Ya-Tidak”. Per-tanyaan tersebut meliputi pertanyaan tentang struktur pasar,pengaruh biaya regulasi, biaya tambahan bagi pemain baru,hambatan masuk pasar, perubahan jumlah dan ukuran pelakuusaha, sifat teknologi, dan perubahan cara bersaing.

    Hasil PengujianDengan berdasarkan hasil competition assessment, dapat

    disimpulkan bahwa terhadap produsen, pelaksanaan Kep-menkes No. 069/2006 tidak berdampak terhadap persainganusaha diantara produsen. Terhadap distributor, pelaksanaankebijakan berdampak dalam hal tambahan biaya akibat regulasi,tambahan biaya transaksi yang kurang menguntungkan apabiladibandingkan dengan perusahaan baru, dan pengembanganteknologi. Khusus terhadap apotek, pelaksanaan kebijakanberdampak dalam hal tambahan biaya akibat regulasi, tambahanbiaya transaksi yang kurang menguntungkan apabila di-bandingkan dengan perusahaan baru, pengembangan tekno-logi, dan perubahan cara bersaing.

    Secara keseluruhan, data yang dimilikimenunjukkan bahwa Kepmenkes No. 69/2006 belumberdampak terhadap persaingan di industri farmasisecara keseluruhan. Namun demikian perludiperhatikan bahwa analisa yang dilakukan terbataspada data-data umum yang dimiliki dan bukanberdasarkan data yang sangat spesifik.

    Dengan kondisi tersebut, keinginan Pemerintahuntuk mencantumkan label HET pada setiap kemasanobat dapat dibenarkan. Tetapi yang menjadipermasalahan adalah kewenangan Pemerintah dalammengatur harga dengan menetapkan formulasi HETsebagaimana kebijakan tersebut. Karena berdasarkaninformasi dan data yang dimiliki, Pemerintah belummemiliki kewenangan dalam mengatur harga obatbebas dan obat resep yang dihasilkan produsen,kecuali atas obat-obatan generik yang diatur dalamDaftar Obat Esensial Nasional.

    Pengaturan HET yang membatasi margin apotek dapatmengurangi perilaku bersaing mereka, yang tentu saja dapatberdampak kepada kualitas pelayanan yang diberikan. Akantetapi tindakan tersebut tidak selalu dapat disalahkan, karenaberdasarkan dokumen yang diperoleh KPPU, sebenarnya HargaNetto Apotek (HNA) yang menjadi indikator dalam penetapanHET, telah mengandung margin bagi apotek yang nilai beragamuntuk setiap obat yang tercantum dalam daftar HNA. Angkatersebut cukup bervariatif, mulai dari 10% hingga mencapai70% untuk obat-obat tertentu. Dengan kondisi tersebut, makapara ritailer (apotek) dapat menjual obat pada harga sedikit diatas atau di bawah HNA yang ditetapkan.

    Apabila merujuk pada pertimbangan dalam kebijakan pe-merintah ini, maka tujuan untuk memberikan informasi hargaobat yang benar dan transparan bagi masyarakat, dapat di-wujudkan. Tetapi hal ini belum efektif untuk menurunkan hargaobat di Indonesia. Karena kebijakan ini hanya membatasi margindi tingkat retailer yang notabene memang terbiasa menggunakanmargin tersebut.

    Untuk menciptakan kompetisi yang lebih sehat dalam industrifarmasi serta menurunkan harga obat di tingkat pembeli, makapemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) dapat me-nyusun suatu harga referensi bagi setiap obat yang beredar dipasar berdasarkan nama generik obat tersebut. Harga inisebaiknya ditetapkan dengan menggunakan pendekatan HargaJual Produsen (HJP) agar lebih objektif. Untuk menjamin peng-aturan, pelaksanaan, dan pengawasan harga ini, pemerintahdapat menetapkan/mendirikan suatu lembaga independen sek-toral yang didirikan berdasarkan undang-undang.

    Perumusan harga eceran tertinggi yang diberlakukan atasseluruh jenis obat dan dengan berdasarkan harga netto apotek,sebaiknya dilakukan hanya pada jenis obat tertentu denganmempertimbangkan struktur biaya produksi serta omzet pen-jualan pada tingkat produsen, pedagang besar farmasi, danapotek/toko obat agar tercipta persaingan harga obat yangrasional.

    Perbedaan harga yang signifikan antara obat generik(generic) dan obat generik bermerek (branded generic) untuk

    kelas terapi tertentu tanpa perbedaankhasiat, mengindikasikan penyalahgunaanpenguasaan pasar (market power) olehprodusen obat terhadap konsumen.Sehingga untuk mengurangipenyalahgunaan tersebut, pembatasanmaksimal atas harga obat generik bermerekdibandingkan harga obat generiknyadapat diberlakukan.

    Guna mengawasi harga obat,perluasan kewenangan Pemerintah dalampengawasan harga seluruh jenis obat perludilakukan untuk menjamin terjangkaunyaharga obat oleh sebagian besar masyarakat.

    Dalam rangka pengembangan industrifarmasi selanjutnya, sebaiknya kebijakandiarahkan kepada mendorong perananasuransi kesehatan dalam pengadaan obatnasional. Lebih lanjut guna mengurangiketergantungan bahan baku dan bahanpenolong impor, kebijakan peningkatanupaya penelitian dan pengembangandalam industri farmasi nasional perlumendapat perhatian pemerintah.

  • 1716 September 2006 September 2006

    teropong

    di Wilayah Cibitung dan CilegonDISTRIBUSI GAS

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesaimelakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yangberlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkaraNo.21/KPPU-L/2005 yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan UsahaTidak Sehat (UU No.5/1999) berkaitan dengan diskriminasidistribusi gas di wilayah Cibitung dan Cilegon yang dilakukanoleh PT. Pertamina (persero). Majelis komisi yang terdiri dariMohammad Iqbal (Ketua), Syamsul Maarif dan Erwin Syahril(masing-masing sebagai anggota), memutuskan bahwa PT.Pertamina (persero) sebagai Terlapor I, PT. Banten Inti Gasindosebagai Terlapor II dan PT. Isma Asia Indotama sebagai TerlaporIII tidak terbukti melanggar UU No.5/1999.

    Perkara ini muncul, setelah KPPU menerima laporan me-ngenai adanya dugaan pelanggaran UU No.5/1999 berkaitandengan diskriminasi distribusi gas di wilayah Cibitung dan Ci-legon yang dilakukan oleh PT. Pertamina (persero), PT. BantenInti Gasindo dan PT. Isma Asia Indotama.Berkaitan dengan hal tersebut, KPPUtelah melakukan serangkaianpemeriksaan yaitu pe-m e r i k s a a n

    pendahuluan, pemeriksaan lanjutan dan perpanjanganpemeriksaan lanjutan.

    Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 21November 2005 sampai dengan 30 Desember 2005 dengan Dr.Ir. Bambang Purnomo Adiwiyoto, MSc sebagai Ketua T imPemeriksa, Ir. Mohammad Iqbal dan Dr. Syamsul Maarif, SH, LLMmasing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa. Dalam pe-meriksaan pendahuluan, Tim telah mendengar keterangan dariPelapor dan Terlapor. Dari hasil pemeriksaan pendahuluan, Timmenemukan adanya indikasi pelanggaran ketentuan Pasal 6,Pasal 19 huruf a dan d, dan Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan merekomendasikan kepadaKomisi dan disetujui pada Rapat Komisi untuk melanjutkan kedalam pemeriksaan lanjutan.

    Pemeriksaan Lanjutan telah dilakukan pada tanggal 2 Januari

    2006 sampai dengan 28 Maret 2006 dengan Ir. MohammadIqbal sebagai Ketua Majelis Komisi, Dr. Syamsul Maarif, SH, LLMdan Erwin Syahril, S.H. masing-masing sebagai anggota MajelisKomisi. Dalam pemeriksaan lanjutan, Majelis Komisi telah men-dengar keterangan dari para Terlapor, 19 (sembilan belas) Saksidan Pemerintah serta melakukan pemeriksaan lapangan di wi-layah Cibitung dan Cilegon. Mengingat masih terdapat pihakyang perlu didengar keterangannya maka Majelis Komisi me-mutuskan untuk memperpanjang pemeriksaan lanjutan selama30 hari kerja sampai dengan tanggal 15 Mei 2006.

    Dari serangkaian pemeriksaan tersebut, Majelis Komisi tidakmenemukan bukti adanya pelanggaran Pasal 6, Pasal 19 huruf adan d serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dengan alasan:1. PT. Pertamina menghentikan penyaluran gas kepada PT. Igas

    Utama dengan alasan PT. Igas Utama tidak dapat memenuhikewajibannya sesuai dengan Surat Keputusan Bersama padatanggal 31 Agustus 2004;

    2. Penghentian aliran gas oleh PT. Pertamina kepada PT. IgasUtama bukan merupakan suatu bentuk tindakan yangmenghalangi PT. Igas Utama untuk melakukan kegiatanusaha yang sama di pasar bersangkutan karena PT. Pertaminabukan merupakan pesaing dari PT. Igas Utama atau keduanyatidak berada pada pasar bersangkutan yang sama yaituwilayah Cibitung dan Cilegon;

    3. PT. Isma Asia Indotama baik secara sendiri maupun bersamadengan PT. Pertamina tidak melakukan tindakanmenghalangi PT. Igas Utama untuk melakukan kegiatanusaha yang sama di wilayah Cibitung;

    4. PT. Banten Inti Gasindo baik sendiri maupun bersamadengan PT. Pertamina tidak melakukan tindakan yangmenghalangi PT. Igas Utama untuk melakukan kegiatanusaha yang sama di wilayah Cilegon;

    5. PT. Pertamina menyalurkan pasokan kepada PT. Igas Utamalebih sedikit dari PT. Banten Inti Gasindo karena telah sesuaidengan pembayaran (advance payment) dari hal ini bukanmerupakan bentuk diskriminasi dari PT. Pertamina kepadaPT. Igas Utama;

    6. PT. Pertamina memberikan syarat-syarat perdagangan yangsama kepada seluruh trader dalam mendapatkan pasokangas dan tidak terdapat persyaratan yang menghalangi paratrader untuk melakukan hubungan usaha dengan produsengas lainnya yang merupakan pesaing PT. Pertamina;

    7. PT. Pertamina memberikan perbedaan harga kepada traderbukan untuk mendiskriminasi kepada trader yang satudengan trader lainnya. Penentuan harga gas oleh PT.Pertamina dengan mempertimbangkan perhitunganekonomis yaitu jarak pengangkutan gas ke titik serah,indeksasi terhadap waktu, indeksasi terhadap bahan bakuatau bahan bakar pengganti, indeksasi terhadap produk,indeksasi terhadap indek harga konsumen, indeksasiterhadap harga energi dan marginMajelis Komisi juga menemukan fakta lain, yaitu:

    1. Perbedaan penafsiran mengenai prosedur pemberian ijinusaha di bidang minyak dan gas bumi dan hak khusus antaraBPH Migas dengan Direktorat Jenderal Migas sebagaimanadiatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004,dapat menimbulkan ketidakpastian kepada pelaku usahauntuk mengurus ijin usaha;

    2. Belum ditetapkannya besaran toll fee oleh BPH Migas untukwilayah Cibitung dan Cilegon, dapat mengakibatkantimbulnya dispute antara trader dengan konsumen;

    3. Perilaku Pemerintah Propinsi Banten yang memberikan

    perlakuan khusus hanya kepada PT. Banten Inti Gasindodapat menimbulkan iklim usaha yang tidak sehat;

    4. Penyambungan pipa milik PT. Igas Utama dengan pipa milikPT. Pertamina yang tidak sesuai dengan ketentuan dapatmenimbulkan perlakuan yang tidak sama diantara sesamatrader sehingga memberikan keuntungan bagi pelaku usahatertentu;

    5. Perbedaan penafsiran dalam Perjanjian Jual Beli Gas antaraPT. Pertamina dengan PT. Igas Utama seharusnya dapatdicarikan solusi yang saling menguntungkan bagi keduabelah pihak sehingga tidak merugikan konsumen.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Majelis Komisimemutuskan:1. Menyatakan Terlapor I, PT. Pertamina (persero) tidak terbukti

    melanggar ketentuan Pasal 6, Pasal 19 huruf a dan d, dan Pasal25 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

    2. Menyatakan Terlapor II, PT. Banten Inti Gasindo tidak terbuktimelanggar ketentuan Pasal 19 huruf a dan d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

    3. Menyatakan Terlapor III, PT. Isma Asia Indotama tidak terbuktimelanggar ketentuan Pasal 19 huruf a Undang-undang Nomor5 Tahun 1999;

    Selanjutnya, Majelis Komisi memberikan saran danpertimbangan kepada Pemerintah sebagai berikut:1. Meminta kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

    untuk segera menyelesaikan perbedaan penafsiran antaraDirektorat Jenderal Migas dengan BPH Migas mengenaiproses pemberian ijin usaha di bidang minyak dan gas bumiagar pelaku usaha memperoleh kepastian dalam berusaha;

    2. Meminta kepada Gubernur Banten untuk tidak melakukantindakan yang hanya menguntungkan satu pelaku usahasaja yaitu PT. Banten Inti Gasindo sehingga pelaku usahalain mendapat kesempatan yang sama untuk berusaha diwilayah Propinsi Banten;

    3. Meminta kepada BPH Migas untuk menyelesaikanpermasalahan yang timbul berkaitan dengan kegiatanpengangkutan gas bumi melalui pipa dalam perkara ini.

    Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkaratersebut di atas dilakukan oleh KPPU dengan prinsipindependensi —tidak memihak siapapun— semata-matasebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaanUU No. 5/1999 guna terwujudnya kepastian berusaha yang samabagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yangsehat dan efektif.

    16 September 2006

  • 1918 September 2006 September 2006

    cakrawala

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembalimendapatkkan kunjungan dari salah satu negara anggotaASEAN, kali ini kunjungan di lakukan oleh CambodianMinistry of Commerce yang terdiri dari 8 orang perwakilan yangbertujuan untuk melakukan studi banding tentang hukumpersaingan di Indonesia, dimana keberadaan dan kinerjalembaga KPPU akan dijadikan sebagai salah satu referensi dalammenyusun draf undang-undang hukum persaingan yangnantinya akan di terapkan di Kamboja.

    Kunjungan Delegasi Kambojake KPPU

    forum KPD Surabaya1. Penanganan perkara di KPD Surabaya

    KPD KPPU Surabaya dalam kerangka menjalankan misimendukung penegakan hukum KPPU telah menginisiasi danmemfasilitasi pemeriksaan perkara di KPPU. Setidaknya ada 3perkara yang persidangannya dilakukan di KPD KPPU Surabayayang berlokasi di Bumi Mandiri Ruang 703 Jl Basuki Rahmat129-137 Surabaya. Perkara dimaksud meliputi:1. Perkara 11/KPPU-I/2005 tentang dugaan kartel konsorsium

    distributor Semen Gresik2. Perkara 14/KPPU-L/2005 tentang persekongkolan tender

    pengadaan jasa Harbour Mobile Crane dan Rubber TyredGantry oleh PT Berlian Jasa Terminal Indonesia di Surabaya

    3. Perkara 15/KPPU-L/2005 tentang tender pengadaan alat pro-teksi lingkungan di Dinas Perhubungan SurabayaDua perkara pertama yaitu perkara 11/KPPU-I/2005 tentang

    dugaan kartel konsorsium distributor Semen Gresik dan perkara14/KPPU-L/2005 tentang persekongkolan tender pengadaan jasaHarbour Mobile Crane dan Rubber Tyred Gantry oleh PT BerlianJasa Terminal Indonesia di Surabaya telah diputus oleh KPPUyang pembacaan putusannya dilakukan di Jakarta.

    2. Sosialisasi dan VisiKepala KPD Surabaya pada 17 Maret 2006 mengadakan

    kunjungan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan PropinsiJawa Timur dalam rangka diskusi sharing informasi mengenaikebijakan persaingan dan perkembangan dunia usaha di JawaTimur. Dalam pertemuan ini disepakati perlunya kerja sama dankomunikasi dalam pengumpulan informasi struktur usaha diJawa Timur sehingga diharapkan terkompilasinya informasi yangkomprehensif. Dalam kerangka ini dibahas pula perkembanganPutusan KPPU khususnya dalam kerangka isu-isu persainganlokal. Diharapkan dengan jalinan komunikasi ini, dapat dirintissuatu visi kebijakan ekonomi daerah yang mengedepankan per-saingan usaha yang sehat.

    3. Public HearingDalam rangka menjalankan tugasnya, KPD KPPU Surabaya

    mencermati ekspansi usaha pasar modern yang cenderungmenekan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dari informasi risetyang menyebutkan fakta menyusutnya angka pembelanjaan

    barang-barangkebutuhan po-kok di pasar tra-disional Suraba-ya dan mening-katnya rata-rataangka penjualanbarang serupa dipasar modern.Sebagai suatukeniscayaan per-saingan, secaraekonomi hal inim e r u p a k a n

    buah dari kompetisi. Meskipun harus dipahami bahwa secarabertahap perlu adanya perbaikan dari sudut pola prilaku bisnis(business practices) dan kebijakan persaingan (competition Policy).

    Dari sudut prilaku bisnis, KPPU telah bersikap dengan PutusanNomor Putusan No 02/KPPU-L/2005 mengenai larangan cara

    bersaing pasar retail modern yang mengeksploitasi parapemasoknya melalui trading terms (persyaratan perdagangan).Sementara dari sudut kebijakan, KPPU mengadvokasi adanyapengaturan struktural dalam bentuk pemberlakukan peraturanperundang-undangan nasional dan daerah yang memberi ruangberusaha yang sehat bagi pengusaha kecil dan menengah.

    Atas dasar ini, maka KPD Surabaya mengadvokasi kesadarandan perhatian para pelaku usaha pasar modern dan pembuatkebijakan daerah dalam bentuk Public Hearing PersainganSehat Pasar Ritel di Jawa Timur.

    Acara dilaksanakan di Hotel Hyatt Surabaya pada hari Rabutanggal 29 Maret 2006 dipimpin oleh Komisioner Ir TadjuddinNoer Said dan Ir Mohammad Iqbal. Forum yang dimoderatori olehA Junaidi, Kepala KPD KPPU Surabaya ini dihadiri oleh beberapaasosiasi pelaku usaha pasar retail daerah, pelaku usaha UKM danpimpinan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur.

    Pada akhir pertemuan diperoleh pokok-pokok informasi danusulan kebijakan yang salah satunya berupa perlunya suatuundang-undang perdagangan retail yang dapat memayungikebebasan berusaha pelaku usaha kecil dan menengah sertamenjamin kepastian usaha pelaku usaha retail besar agar tercapaikeseimbangan perlakuan yang menjamin terciptanya persainganusaha yang sehat.

    Kunjungan MahasiswaPada tanggal 22 Mei 2006, rombongan mahasiswa Fakultas

    Hukum Universitas Trunojoyo Bangkalan Jawa Timur meng-adakan kunjungan orientasi lapangan di Kantor Perwakilan da-erah KPPU Surabaya. Rombongan yang dipimpin oleh RhidoJusmadi, SH staf pengajar di Fakultas Hukum tersebut ditemuioleh kepala KPD KPPU Surabaya.

    Kunjungan ini bertujuan untuk membangun komunikasilembaga antara Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo denganKPD KPPU Surabaya dan memperkenalkan mahasiswa pada ki-nerja institusi penegak hukum bidang persaingan usaha. Bidangyang selama ini diterima dan dipelajari mahasiswa secaraakademis di kampus.

    KPD Surabaya menyambut baik kunjungan tersebut karenamenjadi salah satu wahana sosialisasi eksistensi KPD KPPUSurabaya dan membangun pemahaman secara akademistentang struktur KPPU, posisi hukum sebagai lembagapenegakan hukum dan internalisasi prinsip-prinsip hukumpersaingan berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999. Koeksistensiantara KPPU khususnya KPD Surabaya dengan lingkunganakademis merupakan prasyarat terwujudnya generasi sadar danpaham hukum persaingan yang sehat pada masa mendatang.

    Kunjungan delegasi Kamboja yang berlangsung selamaempat hari, tepatnya pada hari Senin tanggal 19 sampai dengantanggal 22 Juni 2006 juga bertujuan untuk mengklarifikasibeberapa isu tentang kerangka kelembagaan KPPU dalammelakukan penegakan hukum persaingan di Indonesia dan isu-isu lain yang berhubungan pelaksanaan rutinitas dan teknisdari masing-masing unit di KPPU.

    Pada hari pertama kunjungan kali ini di isi oleh sambutanketua KPPU yang dilanjutkan dengan pengenalan kelembagaanKPPU dari mulai sumber daya, alokasi anggaran sampaipengenalan ruang kerja lembaga KPPU, pembahasan isu-isupenanganan perkara, penegakan hukum persaingan danpenyampaian saran dan kebijakan kepada pemerintah dilakukanpada hari kedua dan ketiga. Pada hari terakhir pertemuan, di isidengan pengenalan program-program komunikasi yang ditujukan untuk mensosialisasikan undang-undang dankelembagaan KPPU yang diakhiri dengan penutupan olehdirektur Komunikasi KPPU.

    Dari hasil kunjungan kali ini diharapkan dapat dirumuskansuatu undang-undang hukum persaingan yang dapat diimpementasikan di Kamboja, dimana Negara–negara anggotaASEAN lainnya telah lebih dulu memiliki dan menerapkan hukumpersaingan seperti Vietnam, Thailand dan Singapura. BahkanASEAN juga telah memiliki suatu forum resmi yaitu “ASEANConsultative Forum for Competition (ACFC)” yang pada tahunini mengadakan pertemuan kali kedua tingkat ASEAN yangberlangsung di Bali pada tanggal 14-16 Juni 2006, dan negara-negara ASEAN yang menjadi anggotanya juga turut hadir danberperan aktif dalam forum ini.

  • 2120 September 2006 September 2006

    forum KPD Medan

    GELIAT Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan di dalammensosialisasikan eksistensinya menunjukkan sinyalemen yangmenarik. Harapan terwujudnya hubungan kelembagaan yangkonstruktif dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SumateraUtara (DPRD Sumut) dalam menginternalisasi kebijakanpersaingan di daerah sangat penting untuk diwujudkan. Dengandemikian baik langsung maupun tidak langsung, sinergisitastersebut akan berpengaruh positif terhadap strategi percepatanpembangunan ekonomi di daerah. Intensitas komunikasi danketerbukaan akses informasi satu sama lain, dari hari keharisemakin menunjukkan kedekatan hubungan yang proporsional.Hal tersebut setidaknya menjadi prakondisi yang kondusif dalamupaya mengkonstruksikan hubungan fungsi kelembagaanataupun institusi-intitusi pengawas yang efektif di daerah.

    Adapun beberapa isu menarik yang berkembang di Medandan sekitarnya selama tiga bulan terakhir, diantaranya terkaitdengan kelangkaan minyak tanah, kelangkaan pupuk, tender 9paket pengadaan barang senilai 102 Milyar di PT PLN (Persero)Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) Aceh-Sumut-Riau, Putusan KPPU tentang distribusi Garam di Sumut,perubahan perilaku kesepakatan tariff AABI karena adanyakesediaan dan advokasi pembatalan kesepakatan tariff fumigasi.

    Selanjutnya, pada tanggal 19 Juli 2006, Sekretariat KPPU RIdan KPD KPPU di Balikpapan mengadakan Diskusi Hasil KebijakanPersaingan di bidang transportasi laut yang membahasmengenai Rancangan Undang-undang Pelayaran. Acara Diskusiini menghadirkan Bapak Moh. Iqbal selaku Komisioner KPPUsebagai narasumber dan dihadiri oleh Dinas PerhubunganPropinsi Kalimantan Timur, PT. Pelabuhan Indonesia V CabangSamarinda, INSA Balikpapan dan TKBM Samarinda.

    Dalam rangka mempererat tali si laturahmi denganpemerintah daerah di Kalimantan, KPD KPPU di Balikpapanmengadakan beberapa kunjungan dinas. Pada tanggal 23 Mei2006, KPD KPPU di Balikpapan mengadakan kunjungan dinaske Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi PropinsiKalimantan Timur. Pada pertemuan tersebut, Kepala KPD KPPUdi Balikpapan telah menjelaskan maksud dan tujuan dibukanyaKantor Perwakilan Daerah KPPU di Balikpapan.

    Selanjutnya, pada tanggal 12 Juli 2006, KPD KPPU diBalikpapan juga mengadakan kunjungan dinas ke KantorGubernur Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Dalam kunjungan,KPD KPPU di Balikpapan memberikan informasi mengenai telahdibukanya Kantor Perwakilan Daerah KPPU di Balikpapan yangwilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Kalimantan. Terhadapkeberadaan KPD KPPU di Balikpapan tersebut, PemerintahPropinsi Kalimantan Selatan menyambut positif danmengharapkan adanya sosialisasi keberadaan KPD KPPU diBalikpapan yang ditujukan pada seluruh dinas dan instansi diKalimantan Selatan.

    Dalam kaitannya dengan pengawasan hukum anti monopolidan persaingan usaha, KPD KPPU di Balikpapan telahmengidentifikasi beberapa isu anti monopoli dan persainganusaha di Kalimantan, misalnya persaingan usaha dalam eksporkepiting hidup (live crab), transparansi pelaksanaan tenderpemerintah daerah di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,persekongkolan tender dalam pengadaan alat kesehatan danperalatan gizi pada beberapa RSUD di Kalimantan T imur,penunjukan langsung dalam pengadaan kendaraan dinas dibeberapa pemerintah daerah di Kalimantan Timur danKalimantan Selatan, integrasi vertikal dan penetapan hargadalam industri ternak ayam. Disamping itu, Sekretariat KPPUjuga telah mengadakan beberapa klarifikasi berkenaan denganadanya laporan persaingan usaha tidak sehat dalam industriternak ayam dan persekongkolan tender dalam beberapa pakettender irigasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan KimpraswilPropinsi Kaltim.

    BalikpapanRangkaian Kegiatan Kantor Perwakilan Daerah KPPUdi Balikpapan

    Dalam rangka sosialisasi Kantor Perwakilan Daerah (KPD)KPPU di Balikpapan, maka pada tanggal 17 Mei 2006, SekretariatKPPU RI dan KPD KPPU di Balikpapan mengadakan SeminarHarmonisasi Kebijakan Persaingan yang diselenggarakan diHotel Bumi Senyiur, Samarinda dan ditujukan untuk Dinas-dinasdi lingkungan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur danperusahaan-perusahaan besar di Kalimantan Timur. Seminartersebut dibuka oleh Bapak Sjaharie Jaang, Wakil WalikotaSamarinda yang mewakili Gubernur Kalimantan Timur yangberhalangan hadir. Narasumber dalam seminar ini adalah BapakErwin Syahril (Komisioner KPPU), Bapak Moh. Iqbal (KomisionerKPPU) dan Kepala Bappeda Kaltim.

    Disamping itu, Sekretariat KPPU RI dan KPD KPPU diBalikpapan juga telah mengadakan Diskusi Hasil KebijakanPersaingan di bidang Farmasi pada tanggal 5 Juli 2006 yangdilselenggarakan di ruang rapat KPD KPPU Balikpapan. Padaacara diskusi ini, Sekretariat KPPU mengundang beberapastakeholder dalam industri farmasi di Kalimantan Timur, yaituAsosiasi GP Farmasi Kalimantan Timur dan perwakilan daripemilik Apotek di Kalimantan Timur.

    merupakan salah satu pointer yang tersampaikan dalam audiensiKomisi B Bidang Perekonomian DPRD Sumut dengan SegenapAnggota Komisi KPPU di kantor KPPU Jakarta pada medio April2006.

    Terkait dengan Putusan KPPU tentang Distribusi Garam keSumatera Utara yang dibacakan pada 13 Maret 2006, ketujuhpelaku usaha yang dijatuhi sangsi oleh KPPU tidak mengajukankeberatan ke PN setempat. Sedangkan terkait dengan perkarakartel kesepakatan dan pembagian wilayah pelaku usaha aspalbeton di Sumatera Utara yang tergabung dalam AABI Sumut,ditetapkan untuk tidak ditindaklanjuti ke tahapan PemeriksaanLanjutan mengingat beberapa hal, diantaranya adanya kesediaandari para pihak yang melakukan kesepakatan untuk melakukanperubahan perilaku dengan melakukan pencabutan terhadapisi kesepakatan.

    Dibuatnya perjanjian kesepakatan tarif oleh 6 perusahaanfumigator di Sumatera Utara pada tanggal 18 April 2006,setelah mendapatkan penjelasan secara persuasif terkait denganpotensi berseberangan dengan prinsip persaingan usaha yangsehat, kemudian secara resmi dicabut oleh mereka yangmelakukan kesepakatan tarif per tanggal 7 juni 2006. Namundemikian, perkembangan terakhir yang diperoleh dari penggunajasa fumigasi, khususnya para eksportir, menginformasikanbahwa di lapangan, tarif yang dikenakan oleh para fumigatormasih senilai dengan besaran tarif kesepakatan 18 April 2006.Informasi ini sedang terus didalami, sehingga apabila terbuktibenar dapat menjadi bukti yang cukup untuk diusulkan ketahapan proses penegakan hukum.

    forum KPD

    Baik kelangkaan minyak tanah maupun kelangkaan pupuk,merupakan permasalahan ritual tahunan yang tak kunjungmendapatkan solusi yang mujarab. Permasalahan lemahnyafungsi pengawasan distribusi lebih dominan dibandingkandengan isu persaingannya, mengingat latar belakang kebijakanpendistribusian minyak tanah bersubsidi tidak lain merupakanbentuk penugasan pemerintah kepada pertamina dimanapenetapan besaran margin distributor serta harga ecerannyakepada konsumen akhir telah diatur di dalamnya.

    Terkait dengan tender pengadaan barang di PT PLN PikitringSumut-Aceh-Riau senilai 102 Milyar, KPPU KPD Medan telahproaktif menyurati dan mengingatkan kepada segenappenyelenggara tender untuk sungguh-sungguh memperhatikanprinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diaturdi dalam UU No.5/1999 dan Pedoman Larangan PersekongkolanTender KPPU. Inisiasi KPPU KPD Medan untuk secara proaktifmelakukan pengawasan dan identifikasi praktek persainganusaha tidak sehat dalam segenap proses tender tersebut,

    MakassarDALAM rangka upaya peningkatan kapabilitas para hakim

    Pengadilan Negeri di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal27 s/d 28 April 2006 Sekretariat KPPU bekerjasama denganMahkamah Agung dan GTZ menyelenggarakan LokakaryaHukum Persaingan Usaha bagi Hakim Pengadilan Negeri se-Sulawesi Selatan di Hotel Quality-Makassar.

    Kegiatan Lokakarya yang diikuti oleh 41 (empat puluh satu)hakim yang merupakan wakil dari seluruh Pengadilan Negerise-Sulawesi Selatan ini menghadirkan 5 (lima) orang narasumber yaitu: Pande Radja Silalahi (Anggota Komisi), R. KurniaSya’ranie (Direktur Penegakan Hukum Sekretariat KPPU), Susanti

  • 2322 September 2006 September 2006

    forum KPDAdi Nugroho (Mahkamah Agung),Setio Anggoro Dewo (MagisterAkuntansi FE UI), Ningrum NatasyaSirait.

    KPD Makassar memandangkegiatan ini mempunyai nilaistrategis dalam proses law en-forcement khususnya terkaitdengan upaya hukum i.e upayakeberatan terhadap Putusan KPPU,terlebih lagi saat ini KPD Makassarsudah mulai menerima beberapalaporan dugaan pelanggaran UUNo.5/1999 dan saru diantaranyabahkan tengah melalui proses Pemeriksaan Lanjutan.

    Melalui kegiatan bernuansa transfer knowledge ini pula KPDMakassar berharap agar output-nya dapat diimpelementasikanpada saat proses keberatan, dalam hal ini para Hakim PengadilanNegeri tersebut diharapkan dapat lebih mudah memahami alurperkara dan pertimbangan Putusan KPPU yang merupakanperpaduan aspek hukum dan ekonomi.

    Local Competition Communities NetworkingMembangun networking dengan local competition commu-

    nities tampaknya menjadi salah satu pilihan strategi yangdipergunakan oleh KPD Makassar baik dalam upayamensosialisasikan UU No. 5 / 1999 maupun untuk mengukuhkaneksistensi kelembagaan KPPU itu sendiri. Berikut ini adalahserangkaian kegiatan yang coba diimplementasikan oleh KPDMakassar sebagai langkah awal terbentuknya networkingdimaksud, diantaranya:

    Mengadakan audiensi Dengan DPRD ProvinsiSulawesi SelatanMelihat kecenderungan semakin kuatnya peranan DPRDdalam merespon setiap dinamika ekonomi di daerah, KPDMakassar memandang perlu untuk membuka akses denganlembaga para wakil rakyat ini.Sebagai langkah awal, pada tanggal 5 Mei 2006 KPDMakassar telah melakukan audiensi dengan Ir. H. Chairul TalluRahim, MP selaku Ketua Komisi B (Bagian Perekonomian)DPRD Propinsi Sulawesi Selatan.Pada pertemuan ini beliau mengharapkan agar KPPU dapatsegera menyelenggarakan sosialisasi UU No. 5/1999 secarakhusus kepada wakil-wakil rakyat se-Sulawesi Selatan,mengingat saat ini banyak praktek-praktek bisnis yangdisinyalir bersinggungan dengan UU No. 5/1999 sedangkantingkat pemahaman para wakil rakyat di daerah terhadapundang-undang dimaksud masih minim.

    Kedepan, KPD Makassar akan berusaha untuk merealisasikanusulan sosialisasi tersebut dan lebih aktif membangun net-working dengan lembaga wakil rakyat di provinsi lain dalamwilayah kerja KPD Makassar.Audiensi Dengan Akademisi Universitas HasanuddinImplementasi UU No. 5 / 1999 menurut KPD Makassar masihmempunyai beberapa permasalahan yang mendasar, salahsatunya adalah belum “membuminya” konsep ekonomipersaingan.Hal tersebut merupakan tantangan bagi stakeholderpersaingan di Indonesia, terutama kalangan akademisi agarmembangun landasan empiris untuk menjadi dasarpenerapan kebijakan dan hukum persaingan usaha di

    IndonesiaSeiring dengan pemikiran tersebut KPD Makassarmemandang perlu untuk membuka networking dengankalangan akademisi lokal.Pada kesempatan ini KPD Makassar mengawali kegiatannyadengan melakukan audiensi di Universitas Hasanuddin, yaitudengan:1. Prof. Dr. H. Nurhayati Abbas, SH., MH. selaku Pembantu

    Dekan III (Kemahasiswaan) Fak. Hukum Univ. Hasanuddin;2. Abdul Madjid Salatu selaku Direktur Pusat Studi Kebijakan

    dan Menajemen Pembangunan (PSKMP) Univ. Hasanuddin,dan Agussalim selaku Development Planning;

    3. Dr. H. Fattah Kadir, SE., SU. selaku Dekan Fak. Ekonomi Univ.Hasanuddin, yang didampingi oleh Dr. Muh. Asdar selakuKetua Lembaga Penelitian Ekonomi Syariah Fak. EkonomiUniv. Hasanuddin.

    4. Prof. Dr. Dadan Ahmad Suryamiharja (Pembantu Rektor IUniv. Hasanuddin) selaku Caretaker Dekan Fak. Hukum Univ.Hasanuddin

    Melihat respon positif yang muncul dalam audiensi tersebut,KPD Makassar berencana untuk lebih memberi space bagikalangan akademisi untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan KPPU.Audiensi dengan Badan Pusat StatistikDalam rangka mengoptimalkan Memorandum of Understand-ing (MoU) antara KPPU dengan Badan Pusat Statistik, padatanggal 22 Mei 2006 KPD Makassar telah melakukan audiensidengan Bpk. Mariadi Mardian, MS selaku Kepala Kantor BadanPusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan.Pada kesempatan inibeliau menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama denganKPPU c.q KPD Makassar khususnya terkait dengan masalahpenyediaan data dan informasi aktivitas / statistik / potensi /problem ekonomi di wilayah Indonesia Bagian Timur yangmenjadi wilayah kerja KPD Makassar.

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha(KPPU) kini dapat menepiskekhawatiran akan terjadinyakevakuman pada masa transisi sampaiterpilihnya Anggota KPPU periode 2006 –2011. Walaupun Presiden belummenetapkan anggota baru untuk periodeselanjutnya, tetapi kevakuman tersebuttelah diantisipasi dengan diberlakukannyaKeputusan Presiden (Keppres) Nomor 18/P Tahun 2006 tertanggal 8 Juni 2006.

    Berdasarkan Keppres tersebut, makaPresiden kembali mempercayakankeanggotaan KPPU sampai terpilihnyaAnggota KPPU periode 2006 – 2011kepada Anggota KPPU periodesebelumnya, yaitu :

    info

    Anggota KPPU tetap Memegang KewenanganPENGAWASAN UU NO.5/1999

    1. Ir. H. Tadjuddin Noersaid2. Sdr. Faisal Hasan Basri, SE, MA3. Dr. Syamsul Maarif, SH, LLM4. Ir. H. Moh. Iqbal5. Dr. Pande Raja Silalahi6. Sdr. Soy Martua Pardede7. Sdr. Erwin Syahrir, SHSaat ini, dengan ketentuan masa

    perpanjangan jabatan tersebut, makaKPPU tetap dapat melaksanakan tugas danwewenangnya sebagaimana ketentuandalam pasal 35 UU No.5/1999.

    Jadi, seluruh kegiatan penangananperkara tetap berlangsung sesuai denganprosedur yang berlaku, demikian jugadengan ketentuan penghitungan waktupenanganan perkaranya.

    Menyikapi kondisi ini, makadiharapkan bahwa selama masa tugasperpanjangan ini komitmen dandukungan terhadap UU No.5/1999 tetapterjaga. Selain itu, agar Anggota KPPUuntuk periode 2006–2011 dapat segeraditetapkan oleh Presiden yang nantinyaakan terdiri dari tenaga-tenaga yangbertanggung jawab dan berkualitas.