senin, 28 maret 2011 merajut hubungan bisnis negara islam ... filekomunitas islam pada 2005, salah...

1
K ONFERENSI Ke-7 Forum Ekonomi Is- lam Dunia (WIEF) akan digelar di Astana, Kazakhstan, pada 7-9 Juni 2011. Ajang yang digagas beberapa pemimpin negara komunitas Islam pada 2005, salah satunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, itu akan dihadiri sejumlah kepala nega- ra dan delegasi dari Organisasi Konferensi Islam (OKI). Adapun tema yang diusung kali ini adalah Globalising growth: connect, compete, col- laborate. Dalam forum itu akan dibuka dialog melalui kerja sama bisnis antara pengusaha muslim dan nonmuslim. Se- lain menginisiasi kesepakatan bisnis, para peserta dapat sa- ling menyampaikan dan me- nyelesaikan isu-isu bisnis penting antara dunia muslim dan nonmuslim. Berikut petikan wawancara wartawan Media Indonesia Anindityo Wicaksono de- ngan Ketua WIEF Foundation Tun Musa Hitam di Jakarta, beberapa waktu lalu. Apa yang dicapai WIEF dalam enam kali forum yang sudah dilaksanakan? Prasangka, salah persepsi, dan interpretasi negatif telah mewarnai hubungan antara komunitas negara muslim dan nonmuslim, khususnya pas- catragedi serangan ke World Trade Center (WTC) pada 1998. Sejak itu, dunia Barat selalu mengidentikkan ko- munitas Islam sebagai orang- orang berbahaya. Kami ingin terus menghilangkan persepsi negatif itu melalui perbin- cangan bisnis. Sejak WIEF mengadakan konferensi yang pertama, tidak boleh ada pembica- raan tentang agama, spiritual, politik, dan ideologi di forum bisnis. Kenapa? Karena Anda tidak bisa membawa hal-hal seperti itu dalam konferensi yang membicarakan bisnis, tentang untung dan rugi. Kami hanya katakan, mari datang dan bicarakan bisnis. Saat kami pertama me- mulai, dunia Barat tidak tahu apa-apa tentang kami. Mereka melihat forum ini sebagai per- temuan kelompok komunitas negara muslim sama dengan lainnya. Namun, dengan usia forum yang sudah enam tahun ini, antusiasme dunia Barat terus meningkat. Semakin banyak lagi pemimpin negara yang ingin terlibat. Mereka bahkan datang ke kami, membujuk agar delegasi mereka dapat diikutsertakan. Dengan proses ini, memang persepsi negatif dunia Barat akan komunitas muslim belum bisa hilang sepenuhnya. Namun, secara perlahan itu berkurang. Bagaimana Anda melihat prospek dan tantangan sistem perbankan dan keuangan syariah ke depan? Perbankan dan keuangan syariah beberapa tahun ini sebenarnya terus berkem- bang dan kian populer di dunia internasional. Namun, kepopuleran syariah baru se- batas di antara pelaku bisnis, bankir, dan ekonom. Harus diakui, konsep ini belum be- gitu po puler di masyarakat umum karena belum hilang- nya persepsi negatif dunia Barat terhadap Islam. Inilah peluang bagi perbankan dan sistem keuangan syariah un- tuk menunjukkan kepada dunia nilai-nilai ideal dan praktis yang dibawanya. Skandal-skandal yang memicu krisis keuangan ba- ru-baru ini dapat membawa perbankan syariah ke level lebih tinggi daripada saat ini, terutama di Barat. Krisis keuangan telah menimbulkan kekecewaan karena ada pe- nyalahgunaan, malapraktik, bahkan korupsi di sistem keuangan konvensional. Pelaku bisnis mulai mencari alternatif lain. Kelemahan-kelemahan ini telah dengan cepat diiden- tifikasi perbankan dan ko- munitas Islam. Kesempatan- kesempatan ini dengan cepat diambil perbankan syariah. Namun, cepat populernya konsep syariah di dunia in- ternasional saat ini juga jadi tantangan tersendiri. Karena populer dalam periode yang begitu pendek, lahirlah ting- kat ekspektasi yang sangat tinggi. Di sisi lain, masih ada ba- nyak yang harus diselesaikan perbankan syariah, terutama soal masih adanya perbe- daan interpretasi hingga stan- dardisasi regulasi tentang konsep syariah di tiap negara. Padahal, agar ideal, perlu ada suatu standar baku yang dapat diterima dan diimplementasi- kan semua negara. Melambatnya pertumbu- han ekonomi di Barat saat ini menyebabkan modal membanjiri negara-negara berkembang, termasuk ko- munitas Islam. Bagaimana mengoptimalkan aliran mo- dal agar masuk ke sektor riil? Benar bahwa uang yang mengalir deras dari Barat hampir berhenti saat ini, tapi belum berhenti. Namun, ka- rena skandal-skandal di per- bankan konvensional, tingkat kepercayaan dunia Barat ke- pada sistem keuangan mereka sendiri belum pulih. Kita bisa memanfaatkannya karena negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia sudah memiliki dasar yang kuat, yakni perbankan dan sistem keuangan syariah ini. Oleh perbankan, modal itu bisa di- gunakan untuk pembangunan infrastruktur dan industri. Ini sudah terjadi. Kita lihat, dalam Konferensi Ke-5 WIEF di Jakarta, telah ditandatangani kesepakatan bisnis konkret sekitar US$3 miliar (sekitar Rp26 triliun). Di Malaysia (Konferensi Ke-6 WIEF) juga. Kesepakatan bis- nis itu ada tentu karena ada- nya trust. Jika menginginkan investasi masuk, tiap negara harus bekerja keras mem- perbaiki regulasi agar lebih bersahabat. Jangan lupa, perbankan dan sistem keuangan syariah harus tetap berada dalam sya- riah compliance. Di dalam itu sendiri, masih ada persoalan perbedaan pemahaman kon- sep syariah di antara negara pelaksana. Mana yang halal atau haram masih belum stan- dar dan baku. Apakah mulai munculnya tanda-tanda tren rebound per- ekonomian di negara Barat saat ini akan memicu modal yang selama ini mengalir ke negara-negara berkembang, khususnya negara komunitas muslim di Asia, kembali ke sana? Saya pikir, masih ada waktu lama agar modal ini kembali ke sana. Dunia Barat masih butuh proses untuk recover karena kerusakan yang di- timbulkan krisis keuangan oleh sistem keuangan konven- sional mereka cukup serius. Pada saat bersamaan, kita terus berjalan maju dan negara Barat masih hidup di dunia fantasi ciptaan mereka yang lekat dengan kemakmuran dan kenyamanan. Padahal, tidak akan ada ke- makmuran tanpa kerja keras. Mereka masih menikmati zona kenyamanan mereka, memimpikan upah tinggi, banyak liburan, tetapi kerja santai. Saya tidak katakan hal itu tidak ada di sini, tetapi se- cara umum negara-negara muslim sedang dalam proses kerja keras, meraih pendidi- kan. Di sisi lain, kita harus memanfaatkan peluang itu dan membangun bangsa kita ma- sing-masing serta menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mempersiapkan demi meng- hadapi masa depan. Apakah Anda telah melihat persatuan di antara komuni- tas negara Islam dalam meng- hadapi persoalan menipisnya energi dan pangan global? Sejauh ini, krisis pangan dan energi masih menjadi persoalan semu. Tidak seorang pun dapat memprediksinya dengan tepat. Artinya, Anda hanya dapat mengelola kri- sis ini dan meminimalkan dampaknya seoptimal mung- kin. Kedua tema ini juga yang dibicarakan dalam Konferensi Ke-5 WIEF di Jakarta (2009). Ketika seluruh peserta mem- bicarakan hal yang sama, ada banyak perspektif yang dapat muncul, dan terciptalah kola- borasi. Kedua isu ini yang juga diminta pemerintah Kazakh- stan untuk dijadikan tema uta- ma pembicaraan di Konferensi Ke-7 WIEF nanti. Mereka ingin memberi tahu para partisipan, apa saja regulasi mereka dan insentif yang ada untuk ber- investasi pada sektor pangan dan energi. Dengan demikian, minat investor diharapkan meningkat. Apakah Anda setuju jika dikatakan kesenjangan di antara negara-negara maju dan berkembang semakin lebar? Pemerataan tidak ada kaitan langsung dengan perbankan atau sistem keuangan syariah. Distribusi tingkat kesejahte- raan sangat erat kaitannya dengan manajemen kemak- muran dan redistribusi keka- yaan. Ini sangat bergantung pada kepemimpinan politik tiap negara, strategi, dan pe- nempatan prioritas. Memang, beberapa negara lebih sukses jika dibandingkan dengan lainnya. Namun, hal terpenting adalah pendidikan, riset, dan inovasi. Di WIEF, tiga hal itu menjadi titik be- rat. Dengan tiga hal itu, Anda hanya akan butuh waktu lebih cepat dalam menghasilkan sesuatu. (E-4) anindityo @mediaindonesia.com Merajut Hubungan Bisnis Negara Islam dan Barat Perbankan dan keuangan syariah beberapa tahun ini sebenarnya terus berkembang dan kian populer di dunia internasional, namun baru sebatas di antara pelaku bisnis, bankir, dan ekonom. Harus diakui, konsep ini belum begitu populer di masyarakat umum karena belum hilangnya persepsi negatif dunia Barat terhadap Islam.” W A WANCARA 16 SENIN, 28 MARET 2011 Jika menginginkan investasi masuk, tiap negara harus bekerja keras memperbaiki regulasi agar lebih bersahabat. Nama: Tun Musa Hitam Lahir: 18 April 1934 Pendidikan: Bachelor of arts Universitas Malaya, Malaysia Program Master International Relations University of Sussex, Inggris Karier: 1981-1986 Deputi Perdana Menteri Malaysia 1978-1981 Menteri Pendidikan Malaysia 1974-1978 Menteri Industri Primer Malaysia, Deputi Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia, Kepala Otoritas Pengembangan Lahan Malaysia BIODATA MI/ADAM DWI

Upload: vohanh

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SENIN, 28 MARET 2011 Merajut Hubungan Bisnis Negara Islam ... filekomunitas Islam pada 2005, salah satunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, itu akan dihadiri sejumlah kepala nega-ra

KONFERENSI Ke-7 Forum Ekonomi Is-lam Dunia (WIEF) akan d ige lar d i

Astana, Kazakhstan, pada 7-9 Juni 2011. Ajang yang digagas beberapa pemimpin negara komunitas Islam pada 2005, salah satunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, itu akan dihadiri sejumlah kepala nega-ra dan delegasi dari Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Adapun tema yang diusung kali ini adalah Globalising growth: connect, compete, col-laborate. Dalam forum itu akan dibuka dialog melalui kerja sama bisnis antara pengusaha

muslim dan nonmuslim. Se-lain menginisiasi kesepakatan bisnis, para peserta dapat sa-ling menyampaikan dan me-nyelesaikan isu-isu bisnis penting antara dunia muslim dan nonmuslim.

Berikut petikan wawancara wartawan Media Indonesia Anindityo Wicaksono de-ngan Ketua WIEF Foundation Tun Musa Hitam di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Apa yang dicapai WIEF dalam enam kali forum yang sudah dilaksanakan?

Prasangka, salah persepsi, dan interpretasi negatif telah mewarnai hubungan antara komunitas negara muslim dan nonmuslim, khususnya pas-catragedi serangan ke World Trade Center (WTC) pada 1998. Sejak itu, dunia Barat selalu mengidentikkan ko-munitas Islam sebagai orang-orang berbahaya. Kami ingin terus menghilangkan persepsi negatif itu melalui perbin-cangan bisnis.

Sejak WIEF mengadakan konferensi yang pertama,

tidak boleh ada pembica-raan tentang agama, spiritual, politik, dan ideologi di forum bisnis. Kenapa? Ka rena Anda tidak bisa membawa hal-hal seperti itu dalam konferensi yang membicarakan bisnis, tentang untung dan rugi. Kami hanya katakan, mari datang dan bicarakan bisnis.

Saat kami pertama me-mulai, dunia Barat tidak tahu apa-apa tentang kami. Mereka

melihat forum ini sebagai per-temuan kelompok komunitas negara muslim sama dengan lainnya.

Namun, dengan usia forum yang sudah enam tahun ini, antusiasme dunia Barat terus meningkat. Semakin banyak lagi pemimpin negara yang ingin terlibat. Mereka bahkan datang ke kami, membujuk agar delegasi mereka dapat diikutsertakan. Dengan proses ini, memang persepsi negatif dunia Barat akan komunitas muslim belum bisa hilang sepenuhnya. Namun, secara perlahan itu berkurang.

Bagaimana Anda melihat prospek dan tantangan sistem perbankan dan keuangan syariah ke depan?

Perbankan dan keuangan syariah beberapa tahun ini sebenarnya terus berkem-bang dan kian populer di dunia internasional. Namun, kepo puleran syariah baru se-batas di antara pelaku bisnis, bankir, dan ekonom. Harus diakui, konsep ini belum be-gitu po puler di masyarakat umum karena belum hilang-nya persepsi negatif dunia Barat terhadap Islam. Inilah peluang bagi perbankan dan sistem keuangan syariah un-tuk menunjukkan kepada dunia nilai-nilai ideal dan praktis yang dibawanya.

S k a n d a l - s k a n d a l y a n g memicu krisis keuangan ba-ru-baru ini dapat membawa perbankan syariah ke level lebih tinggi daripada saat ini, terutama di Barat. Krisis keuangan telah menimbulkan kekecewaan karena ada pe-nyalahgunaan, malapraktik, bahkan korupsi di sistem keuangan konvens iona l . Pelaku bisnis mulai mencari alternatif lain.

Kelemahan-kelemahan ini telah dengan cepat diiden-tifikasi perbankan dan ko-munitas Islam. Kesempatan-kesempatan ini dengan cepat diambil perbankan syariah.

Namun, cepat populernya konsep syariah di dunia in-ternasional saat ini juga jadi tantangan tersendiri. Karena populer dalam periode yang begitu pendek, lahirlah ting-kat ekspektasi yang sangat tinggi.

Di sisi lain, masih ada ba-nyak yang harus diselesaikan perbankan syariah, terutama soal masih adanya perbe-daan interpretasi hingga stan-dardisasi regulasi tentang konsep syariah di tiap negara. Padahal, agar ideal, perlu ada suatu standar baku yang dapat diterima dan diimplementasi-kan semua negara.

Melambatnya pertumbu-han ekonomi di Barat saat ini menyebabkan modal membanjiri negara-negara berkembang, termasuk ko-munitas Islam. Bagaimana mengoptimalkan aliran mo-dal agar masuk ke sektor

riil?Benar bahwa uang yang

mengalir deras dari Barat hampir berhenti saat ini, tapi belum berhenti. Namun, ka-rena skandal-skandal di per-bankan konvensional, tingkat kepercayaan dunia Barat ke-pada sistem keuangan mereka sendiri belum pulih.

Kita bisa memanfaatkannya karena negara-negara seperti Malay sia dan Indonesia sudah memiliki dasar yang kuat, yakni perbankan dan sistem keuangan syariah ini. Oleh perbankan, modal itu bisa di-gunakan untuk pembangunan infrastruktur dan industri. Ini sudah terjadi.

Kita lihat, dalam Konferensi Ke-5 WIEF di Jakarta, telah ditandatangani kesepakatan bisnis konkret sekitar US$3 miliar (sekitar Rp26 triliun). Di Malaysia (Konferensi Ke-6 WIEF) juga. Kesepakatan bis-nis itu ada tentu karena ada-nya trust. Jika menginginkan investasi masuk, tiap negara harus bekerja keras mem-perbaiki regulasi agar lebih bersahabat.

Jangan lupa, perbankan dan sistem keuangan syariah harus tetap berada dalam sya-riah compliance. Di dalam itu sendiri, masih ada persoalan perbedaan pemahaman kon-sep syariah di antara negara pelaksana. Mana yang halal atau haram masih belum stan-dar dan baku.

Apakah mulai munculnya tanda-tanda tren rebound per-ekonomian di negara Barat saat ini akan memicu modal yang selama ini mengalir ke negara-negara berkembang, khususnya negara komunitas muslim di Asia, kembali ke sana?

Saya pikir, masih ada waktu lama agar modal ini kembali ke sana. Dunia Barat masih butuh proses untuk recover karena kerusakan yang di-timbulkan krisis keuangan oleh sistem keuangan konven-sional mereka cukup serius. Pada saat bersamaan, kita

terus berjalan maju dan negara Barat masih hidup di dunia fantasi ciptaan mereka yang lekat dengan kemakmuran dan kenyamanan.

Padahal, tidak akan ada ke-makmuran tanpa kerja keras. Mereka masih menikmati zona kenyamanan mereka, memimpikan upah tinggi, banyak liburan, tetapi kerja santai.

Saya tidak katakan hal itu tidak ada di sini, tetapi se-cara umum negara-negara muslim sedang dalam proses kerja keras, meraih pendidi-kan. Di sisi lain, kita harus memanfaatkan peluang itu dan membangun bangsa kita ma-sing-masing serta menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mempersiapkan demi meng-hadapi masa depan.

Apakah Anda telah melihat persatuan di antara komuni-tas negara Islam dalam meng-hadapi persoalan menipisnya energi dan pangan global?

Sejauh ini, krisis pangan dan energi masih menjadi persoalan semu. Tidak seorang pun dapat memprediksinya dengan tepat. Artinya, Anda hanya dapat mengelola kri-sis ini dan meminimalkan dampaknya seoptimal mung-kin.

Kedua tema ini juga yang dibicarakan dalam Konferensi Ke-5 WIEF di Jakarta (2009). Ketika seluruh peserta mem-bicarakan hal yang sama, ada banyak perspektif yang dapat muncul, dan terciptalah kola-borasi. Kedua isu ini yang juga di minta pemerintah Kazakh-stan untuk dijadikan tema uta-ma pembicaraan di Konferensi Ke-7 WIEF nanti. Mereka ingin memberi tahu para partisipan, apa saja regulasi mereka dan insentif yang ada untuk ber-investasi pada sektor pangan dan energi. Dengan demikian, minat investor diharapkan meningkat.

Apakah Anda setuju jika dikatakan kesenjangan di antara negara-negara maju dan berkembang semakin lebar?

Pemerataan tidak ada kaitan langsung dengan perbankan atau sistem keuangan syariah. Distribusi tingkat kesejahte-raan sangat erat kaitannya dengan manajemen kemak-muran dan redistribusi keka-yaan. Ini sangat bergantung pada kepemimpinan politik tiap negara, strategi, dan pe-nempatan prioritas.

Memang, beberapa negara lebih sukses jika dibandingkan dengan lainnya. Namun, hal terpen ting adalah pendidikan, riset, dan inovasi. Di WIEF, tiga hal itu menjadi titik be-rat. De ngan tiga hal itu, Anda hanya akan butuh waktu lebih cepat dalam menghasilkan sesuatu. (E-4)

[email protected]

Merajut Hubungan BisnisNegara Islam dan Barat

Perbankan dan keuangan

syariah beberapa tahun ini sebenarnya terus berkembang dan kian populer di dunia internasional, namun baru sebatas di antara pelaku bisnis, bankir, dan ekonom. Harus diakui, konsep ini belum begitu po puler di masyarakat umum karena belum hilang nya persepsi negatif dunia Barat terhadap Islam.”

WAWANCARA16 SENIN, 28 MARET 2011

Jika menginginkan investasi masuk, tiap negara harus bekerja keras memperbaiki regulasi agar lebih bersahabat.

Nama:Tun Musa Hitam

Lahir: 18 April 1934

Pendidikan: Bachelor of arts Universitas Malaya, MalaysiaProgram Master International Relations University of Sussex, Inggris

Karier:1981-1986 Deputi Perdana Menteri Malaysia1978-1981 Menteri Pendidikan Malaysia 1974-1978 Menteri Industri Primer Malaysia,Deputi Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia,Kepala Otoritas Pengembangan Lahan Malaysia

BIODATA

MI/ADAM DWI