sengketa tanah meruya selatan

4
Kebijakan Pertanahan di Indonesia SENGKETA TANAH MERUYA SELATAN (JAKARTA BARAT) Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H. Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada tahun 1972 – 1973 dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. PT. Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak langsung mengeksekusi tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan sudah di tempati warga meruya sekarang yang hak atas tanahnya sudah milik warga yang tinggal di meruya yang sudah mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah kurun waktu singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang, baik penghuni, lingkungan sekitar, institusi terkait yang menangani, pasti personelnya sudah silih berganti. Warga merasa memiliki hak dan ataupun kewenangan atas tanah meruya tersebut. Mereka merasa telah menjalankan tugas dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak mau disalahkan, tidak ingin kehilangan hak miliknya. Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan sekarang. Cara-cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-langkah Mety Silfitriana (E 12112265)

Upload: meyli-asdarina

Post on 12-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Sengketa Tanah Meruya Selatan

Kebijakan Pertanahan di Indonesia

SENGKETA TANAH MERUYA SELATAN (JAKARTA BARAT)

Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H.

Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada

tahun 1972 – 1973 dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. PT.

Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak langsung

mengeksekusi tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007 baru

melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan sudah di tempati warga meruya

sekarang yang hak atas tanahnya sudah milik warga yang tinggal di meruya yang

sudah mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan

Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah

kurun waktu singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang,

baik penghuni, lingkungan sekitar, institusi terkait yang menangani, pasti

personelnya sudah silih berganti. Warga merasa memiliki hak dan ataupun

kewenangan atas tanah meruya tersebut. Mereka merasa telah menjalankan tugas

dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak mau

disalahkan, tidak ingin kehilangan hak miliknya.

Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan

sekarang. Cara-cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-langkah

penindakan 30 tahun yang lalu pada saat ini telah banyak berubah. Paradigma

masa lalu bahwa warga banyak yang belum memiliki sertifikat akan berhadapan

dengan program sertifikasi yang memberi kemudahan dalam memperoleh

sertifikat tanah.

Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media hingga

DPR pun turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya yang

menempati tanah meruya sekarang tidak merasa punya sengketa dengan pihak

manapun. Bahkan tidak juga membeli tanah dari PT Portanigra, namun tiba-tiba

saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala keluarga atau sekitar 21.000

warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya tanah milik warga,

tanah milik negara yang diatasnya terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosial pun

Mety Silfitriana (E 12112265)

Page 2: Sengketa Tanah Meruya Selatan

Kebijakan Pertanahan di Indonesia

masuk dalam rencana eksekusi. Hal ini dikarenakan sengketa yang terjadi 30

tahun lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun 2007, di mana warga meruya

sekarang mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan

Badan Pertanahan Nasional (BPN). Di sini terbukti adanya ketidaksinkronan

dan kesemrawutan hukum pertanahan indonesia yang dengan mudahnya

mengeluarkan sertifikat tanah yang masih bersengketa. Dan bila dikaitkan

dengan UU No 5 Tahun 1960 pada pasal 34 dan 40 mengenai hak guna usaha

ataupun hak guna bangunan dihapus karena dicabut untuk kepentingan

umum dan termaksuk dalam kriteria tanah terlantar yaitu Dalam Pasal 2 PP

No.11/2010, yang termasuk sebagai obyek tanah terlantar meliputi tanah

yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar

penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau

tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan

pemberian hak atau dasar penguasaannya.

PENYELESAIAN KASUS

Pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga yang dihasilkan adalah

pemilik kuasa yakni PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya yang sudah di warga

sebelum tahun 1997 yang memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang menampati

tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa diukur kecuali mereka mempunyai surat

jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya.

Keputusan dari pengadilan negeri Jakarta Barat bahwa PT. Portanigra hanya

bisa mengelola lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus

Mercu Buana, sedangkan Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli

langsung hak kepemilikan tanah ke PT. Portanigra.

Mety Silfitriana (E 12112265)

Page 3: Sengketa Tanah Meruya Selatan

Kebijakan Pertanahan di Indonesia

Sumber Bacaan :

http://lawlowlew.blogspot.com/2013/07/hukum-agraria-kasus-dan-

analisis.html

UU No 5 Tahun 1960

PP No.11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Mety Silfitriana (E 12112265)