seminar pajak

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Belajar tentang pajak dianggap rumit oleh kebanyakan orang. Hal ini disebabkan oleh jumlah peraturan perpajakan yang cukup banyak. Belajar pajak memerlukan pemahaman secara garis besar tentang pajak sebelum belajar mengenai detil-detil perpajakan. Pemahaman perpajakanan secara garis besar diharapkan dapat membantu menghadapi sebuah permasalahan apabila kita dapat mengetahui pada posisi mana sebenarnya masalah perpajakan tersebut berada. Dasar hukum paling utama bagi berlakunya pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UUD 1945 (Amandemen IV) yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang’. Itu berarti semua peraturan perpajakan haruslah menunjuk pada suatu undang-undang termasuk perangkat hukum di bawahnya sepanjang terdapat pelimpahan dari undang-undang yang mengaturnya. B. Tujuan penulisan Makalah ini bertujuan membahas tentang beberapa hal diantaranya sebagai berikut: 1. Pengertian self assessment, tax compliance ( kepatuhan pajak ) dan perlawanan terhadap pajak. 2. Aspek perpajakan dalam kegiatan pertambangan dan migas. 3. Aspek perpajakan dalam transaksi khusus.

Upload: puti-rahmiani

Post on 24-May-2015

1.251 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

pengertian pajak

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar pajak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Belajar tentang pajak dianggap rumit oleh kebanyakan orang. Hal ini disebabkan oleh jumlah peraturan

perpajakan yang cukup banyak. Belajar pajak memerlukan pemahaman secara garis besar tentang pajak

sebelum belajar mengenai detil-detil perpajakan. Pemahaman perpajakanan secara garis besar

diharapkan dapat membantu menghadapi sebuah permasalahan apabila kita dapat mengetahui pada

posisi mana sebenarnya masalah perpajakan tersebut berada.

Dasar hukum paling utama bagi berlakunya pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UUD 1945 (Amandemen

IV) yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan

undang-undang’. Itu berarti semua peraturan perpajakan haruslah menunjuk pada suatu undang-undang

termasuk perangkat hukum di bawahnya sepanjang terdapat pelimpahan dari undang-undang yang

mengaturnya.

B. Tujuan penulisan

Makalah ini bertujuan membahas tentang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:

1. Pengertian self assessment, tax compliance ( kepatuhan pajak ) dan perlawanan terhadap

pajak.

2. Aspek perpajakan dalam kegiatan pertambangan dan migas.

3. Aspek perpajakan dalam transaksi khusus.

Page 2: Seminar pajak

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Perpajakan

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Dari rakyat kepada Negara

2. Iuran Berdasarkan undang-undang

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat

bagi masyarakat luas.

B. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.

2. Fungsi mengatur(regulered)

Pajak sebagai alat untuk mengatur untuk melaksanakan kebijaksaan pemerintah dalam bidang

sosial dan ekonomi.

C. Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:

1. Official Assessment System

Adalah suatu system pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus-pegawai pajak)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri Official Assessment System

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus;

b. Wajib Pajak bersifat pasif;

c. Utang pajak timbul setelah diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat

Ketetapan Pajak oleh fiskus.

Page 3: Seminar pajak

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab,

kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar.

3. Withholding Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk

memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. pajak yang dipotong atau

dipungut oleh pihak lain ini, nanti bisa menjadi kredit pajak atau merupakan pelunasan atas pajak

terutang.

D. Tax compliance ( Kepatuhan pajak )

Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain: 2004), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian yaitu:

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di

mana:

1.Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

2.Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

3.Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

4.Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Menurut Erard dan Feinstein yang di kutip oleh Chaizi Nasucha dan di kemukakan kembali oleh Siti Kurnia

(2006:111) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak

atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap

pelayanan pemerintah.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi

dari:

“Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir; tidak

mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur

atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan

pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%;wajib pajak

yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar

tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal”.

Page 4: Seminar pajak

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, pengertian kepatuhan wajib pajak adalah

wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan perpajakan.

E. Hambatan pemungutan pajak

Sudah menjadi kewajiban masyarakat di bidang perpajakan, yaitu membayar pajak dengan benar dan

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun dalam kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi,

yaitu perlawanan terhadap pajak yang dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perlawanan Pasif

Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hanbatan yang mempersulit pemungutan pajak yang erat

hubungannya dengan struktur ekonomi, perkembangan intelektual dan sistem pemungutan pajak itu

sendiri. Walaupun perlawanan pajak ini tidak secara nyata dari masyarakat, namun akibatnya

masyarakat tidak mau membayar pajak.

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap focus

dan bertujuan untuk menghindari pajak. Usaha tersebut dapat berupa pengelakan atau

penyelundupan pajak, pembuatan faktur pajak fiktif, memanipulasi data, melalaikan pajak,dan

sebagainya.

Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax

Evation), Melalaikan Pajak.

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak

tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas

menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-

undang.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

Menahan Diri

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa

dikenai pajak. Contoh:

Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau

Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari

pajak atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat

pinggang dari plastik.

Page 5: Seminar pajak

Pindah Lokasi

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang

tarif pajaknya rendah. Contoh:

Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di

Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak.

Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar

yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan mereka

dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang

terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan

membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih

rendah.

Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak

terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan

undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara

yuridis. Contoh:

1. Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah negeri

Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena pengenaan pajak

ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal ini, mereka

mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa khusus anggota

yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka terbebas dari

pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.

2. Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop

menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan

asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film

tersebut dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan

gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop

menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat

murah khusus untuk wartawan.

Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-

undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya

dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.

Page 6: Seminar pajak

Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai

dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai

biaya sehingga pajaknya berkuarang.

b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan

pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap

negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri dari

perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional

bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri,

dll).

Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi

negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak

mudah disuap).

- Wajib Pajak Besar

Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax

Avoidance). Karena:

Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang

mampu mencari celah dalam undang-undang pajak.

Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran

juga besar.

Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus

memperkecil keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil,

performancenya akan turun sehingga harga sahamnya turun. Hal ini

mengakibatkan pamornya turun di depan relasi dagangnya. Sehingga mereka

akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih besar

dibandingkan pengurangan tarif pajak.

- Wajib Pajak Kecil

Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation). Karena:

Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.

Page 7: Seminar pajak

Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian

pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri

yang mencatat penghasilannya.

Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang

dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak

seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.

c. Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar

pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus

dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

1. Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan

SKP tersebut.

2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.

3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama

dengan putusan pengadilan yang berlaku.

4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan

yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.

Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan

cara halus.

Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita

tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.

Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke

tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang

tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan

pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat

Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun

perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang

berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak

termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.

F. Aspek perpajakan dalam kegiatan pertambangan dan migas.

Berikut disajikan prinsip-prinsip perpajakan yang berlaku dalam kegiatan hulu migas ;

1.Ring Fence policy

Ring Fence Policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban suatu kontraktor KKS

Page 8: Seminar pajak

di satu Wilayah Kerja Pertambangan (WKP, tidak bisa dikonsolidasikan ke WKP lainnya yang

dimiliki oleh KKKS yang sama. Tujuan dari kebijakan ini adalah agar KKKS yang dimiliki oleh

satu perusahaan induk dan beroperasi di beberapa wilayah kerja tidak dapat melakukan

konsolidasi biaya dari beberapa wilayah kerja tersebut, baik untuk tujuan cost recovery

maupun untuk tujuan perhitungan PPh Badan (Tax Consolidation).

Sesuai dengan prinsip ini, maka setiap WKP harus diusahakan oleh satu entity, dan setiap

entity, baik operator maupun silent partner, yang mempunyai penyertaan di suatu WKP,

wajib memiliki NPWP sendiri. Dalm hal Wajib pajak mengelola beberapa WKP, maka WP

tersebut harus membentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap WKP, dan wajib memiliki

NPWP sendiri untuk tiap-tiap WKP.

2. Uniformity Principle

Yaitu cost of oil harus sama dengan cost of tax, artinya bahwa biaya-biaya operasi yang boleh

dibebankan (Cost Recoverable) menurut KKKS harus sama dengan biaya-biaya yang boleh

dibebankan menurut UU PPh (Tax Deductible). Dengan demikian penghasilan untuk

kepentingan penghitungan KKKS sama dengan penghasilan untuk kepentingan penghitungan

pajak. Azas ini mengharuskan penghitungan PPh yang terutang oleh KKKS mengikuti

ketentuan yang tertuang dala UU PPh, sehingga terdapat keseragaman dengan WP Non Migas

lainnya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

3. Kompensasi Kerugian

UU PPh menyatakan bahwa kerugian dalam satu tahun pajak dapat dikompensasikan selama

5 (lima) tahun berturut-turut. Pembatasan jangka waktu kerugian yang dapat

dikompensasikan tidak dikenal dalam bidang usaha hulu migas ini. Atas biaya operasi yang

belum di recovery pada tahun-tahun sebelumnya, diizinkan untuk dilakukan pada setiap

tahun berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan Umum

Dua komponen utama penerimaan migas berasal dari penerimaan bagi hasil migas dan penerimaan

pajak penghasilan (PPh) migas atau pajak migas. Keduanya sangat tergantug kepada besaran nilai

produksi migas yang dapat dibagi (equity to be split). Dengan asumsi besarnya produksi kotor (lifting)

sudah benar, maka besar kecilnya equity to split tergantung pada besar kecilnya biaya yang dapat

dikembalikan (cost recovery). Karena itu, titik kritis penerimaan negara sektor migas sebenarnya ada

pada jenis dan jumlah biaya-biaya pembentuk cost recovery.

1. PPh Badan untuk Industri Migas

Page 9: Seminar pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 UU Migas bahwa penerimaan negara dari kegiatan

usaha hulu adalah pajak-pajak dan PNBP. Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa

kontraktor dapat memilih apakah kewajiban membayar pajak dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku saat kontrak ditandatangani atau sesuai dengan

ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pada prinsipnya PSC harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah pajak

(Branch Profit Tax/BPT). Dari tabel di atas dapat diketahui besaran tarif pajak efektif (setelah

menggabungkan tarif PPh Badan dan BPT) untuk masing-masing generasi PSC. Dari tabel

tersebut di atas juga dapat diketahui bahwa sebelum pemberlakuan UU Migas, bagi hasil

setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor yaitu 85/15 dan 65/35, namun dengan

pemberlakuan UU Migas maka bagi hasil untuk masing-masing PSC bersifat unik dan

tergantung dari hasil negosiasi antara kedua belah pihak.

Dari tahun 1960-1970, kontraktor akan mendapatkan bagiannya dalam basis netto yang berarti

bahwa pembayaran pajaknya dilakukan oleh Pertamina sebagai regulator waktu itu atas nama

kontraktor. Namun semenjak 1970 metode ini berubah menjadi basis bruto yang berarti

bahwa kontraktorlah yang melakukan pembayaran pajak kepada negara sehingga

penghitungan penghasilan kena pajak menjadi sangat diperlukan.

Perlakuan Biaya

Berkaitan dengan perubahan metode netto menjadi metode bruto maka dalam menghitung

penghasilan kena pajak Indonesia menggunakan asas yang disebut dengan “uniformity principle”.

Prinsip ini menyatakan bahwa biaya-biaya yang boleh dipulihkan (cost recovery) menurut

kontrak PSC harus sama dengan biaya-biaya yang boleh dikurangkan (deductable) menurut UU

PPh. Pengecualian dari asas ini adalah pembayaran signature bonus, education bonus, dan crude

oil production bonus oleh kontraktor kepada pemerintah. Pembayaran bonus-bonus ini bersifat

dapat dikurangkan (deductable) dalam penghitungan penghasilan kena pajak namun tidak boleh

dimasukkan dalam penghitungan cost recovery.

Pada prinsipnya dalam menghitung penghasilan kena pajak, penentuan biaya-biaya yang dapat

dikurangkan tetap menggunakan prinsip-prinsip yang dijelaskan pada pasal 6 ayat (1) UU PPh

sebagaimana disebutkan dalam KMK Nomor 458/KMK.012/1984. Dalam KMK ini juga dijelaskan

definisi penghasilan bruto adalah nilai uang yang direalisir Kontraktor dari produksi bagiannya

yang terjual. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa penghasilan bruto kontraktor berasal dari

bagiannya berupa minyak yang berasal dari FTP dan Equity to be split (lebih jelas dapat dilihat

pada ilustrasi soal di bagian terakhir).

Perlakuan Sumbangan

Page 10: Seminar pajak

Perlakuan atas sumbangan yang dilakukan kontraktor merujuk pada S-1111/MK/1985, yang

menyebutkan bahwa perlakuan sumbangan sesuai dengan prinsip umum dalam UU PPh yang

bersifat non deductable. Namun disebutkan pula, supaya dapat dikurangkan maka sumbangan

tersebut dapat dilakukan dalam bentuk investasi sehingga dapat dibebankan melalui mekanisme

penyusutan dan setelah disusutkan sepenuhnya maka dapat dihibahkan.

Perlakuan Biaya Pra Produksi

Perlakuan atas biaya pra produksi merujuk pada S-316/MK.012/1986 yang menegaskan bahwa

biaya yang menjadi beban dalam masa praproduksi (preproduction cost) sampai saat dimulainya

produksi komersial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

G. Aspek perpajakan dalam transaksi khusus

INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan

berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam

agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba

serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat

dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Sejarah perbankan syariah pertama kali muncul di

mesir pada tahun 1963. Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah baru lahir pada tahun

1991 dan secara resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah

diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk

penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai

dengan syariah. Adapun jenis produk atau jasa perbankan syariah adalah jasa untuk peminjam

dana dan jasa untuk penyimpan dana.

- Prinsip Perbankan Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan

pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :

Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman

dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat

hasil usaha institusi yang meminjam dana.

Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya

merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai

intrinsik.

Page 11: Seminar pajak

Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah

pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari

sebuah transaksi.

Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan

dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh

perbankan syariah.

- Produk Perbankan Syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Jasa untuk peminjam dana

Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan

pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio

tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak

Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan,

kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan,

kecurangan dan penyalahgunaan.

Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model

partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam

rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio

ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan

mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan

manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan

Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan

membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian

menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan

sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa

dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad

diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang

disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank

100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur

selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

Page 12: Seminar pajak

Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat

mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak

berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada

nasabah.

Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun

waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah

yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan

nisbah bagi hasil tertentu.

- Aspek syariah dalam UU PPN

Setelah UU Nomor 36 Tahun 2008 memberikan penegasan khusus tentang perlakuan

Pajak Penghasilan atas transaksi yang bermbasiskan syariah, kini giliran UU Nomor 42

Tahun 2009 juga memberikan ruang khusus untuk menegaskan perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai atas transaksi bermbasiskan syariah. Dalam kedua Undang-undang

ini, semangat yang diusung adalah sama, yaitu memberikan persamaan perlakuan

antara transaksi konvensional dan transaksi yang berbasiskan syariah. Equal treatment

ini memang sudah selayaknya dilakukan agar tidak terjadi pembebanan pajak yang

berbeda dalam suatu industri yang sama.

Ketentuan tentang transaksi berbasiskan syariah dalam UU PPN yang baru diatur dalam

dua tempat, yaitu :

1. Pasal 1A ayat (1) huruf h, di mana dalam bagian ini dijelaskan bahwa yang

termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan

Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian

pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya

dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan

Barang Kena Pajak.

2. Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d. Bagian ini menjelaskan bahwa jasa keuangan

adalah salah satu jasa yang tidak dikenai (atau dikenakan) PPN. Nah, termasuk

dalam jasa keuangan ini adalah jasa pembiayaan termasuk pembiayaan syariah

berupa sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), anjak piutang

(factoring), usaha kartu kredit dan/atau pembiayaan konsumen.

Transaksi derivatif

Berdasarkan PP No.17 / 2009 tersebut yang dimaksud dengan transaksi derivatif dijelaskan dalam

penjelasan Pasal 1 adalah :

Page 13: Seminar pajak

“ transaksi yang didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan

turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan

indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen.”

- Pelaksanaan

Dalam pasal 4 dari PP No 17 / 2009 tersebut dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak

berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

PP No 17 / 2009 sendiri mengatur adanya PPh sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) dari margin awal dan

lembaga kliring bertindak sebagai pemungut, penyetor dan pelapor dari PPh tersebut.

Konsep Dasar dan Aspek Pajak

Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif

Analisa mengenai ketentuan perpajakan atas penghasilan yang didapat dari transaksi instrumen derivatif

akan diuraikan sebagai berikut :

1. Penghasilan Usaha

Defenisi penghasilan usaha tidak dijelaskan dalam undang-undang pajak penghasilan. Pembedaan

antara penghasilan usaha dan penghasilan lainnya sangat penting dan dibutuhkan untuk menentukan

jenis penghasilan sesuai dengan penerapan undang-undang domestik maupun tax-treaty yang

bersangkutan. Apabila di dalam penghasilan usaha termasuk penghasilan yang didapat dari transaksi

instrumen keuangan derivatif, maka semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan transaksi

instrumen keuangan derivative diperkenankan untuk mengurangi penghasilan usaha (Perkasa

2004,108).

2. Bunga

Defenisi mengenai “premium” yang dapat dikatagorikan sebagai bunga harus diberi defenisi dan

penjelasan yang lebih rinci sehingga terdapat kejelasan dalam perlakuan pajak atas premium yang

tidak dapat digolongkan sebagai bunga (Perkasa 2004,109).

3. Keuntungan Penjualan/Pengalihan Harta (Capital Gain)

Penjelasan pasal (4) ayat 1 huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat digunakan untuk penerapan

tarif pajak yang berbeda atau untuk pengecekan apabila ada dugaan tax avoidance yang dilakukan oleh

wajib pajak. Analisis Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Transaksi Bursa Komoditi Berjangka

Beberapa konsep sebagai bahan perbandingan dalam rangka menganalisa model pengenaan pajak

penghasilan terhadap transaksi bursa komoditi berjangka:

Page 14: Seminar pajak

1. Konsep Perdagangan

Transaksi derivatif diperlakukan sebagai transaksi dagang biasa, laba dikenakan pajak penghasilan dan

kerugian dapat dikompensasikan baik secara vertikal maupun horizontal. Biaya-biaya yang dikeluarkan

perusahaan berkaitan dengan transaksi derivatif dapat di perhitungkan sebagai pengurang

pendapatan.

2. Konsep Zero Sum-Game

Dengan konsep ini laba dari transaksi derivatif tidak dikenakan pajak penghasilan, begitu pula dengan

kerugian dari transaksi derivatif tidak dapat dikompensasikan. Menurut konsep ini, negara secara

makro tidak mendapat apa-apa karena wajib pajak yang mendapatkan laba tidak dikenakan pajak,

sedangkan wajib pajak yangmendapatkan kerugian tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya.

Dengan penerapan konsep ini jelas para pelaku bursa dibebaskan dari kewajiban perpajakan

khususnya pajak penghasilan, namun pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) tetap bisa

dilaksanakan.

3. Konsep Investasi

Dengan konsep ini suatu transaksi di bursa komoditi berjangka dianggap sebagai suatu investasi.

Sebagai suatu investasi jumlah kerugian yang diakui tentunya tidak boleh melebihi nilai investasinya.

Pengenaan pajak penghasilan baik dikategorikan sebagai aktiva lancar maupun sebagai investasi

jangka panjang akan diperhitungkan ketika investasi tersebut mengalamai gain atau loss saat realisasi

penjualannya. Jadi tidak ada pengakuan keuntungan atau kerugian dari penilaian investasi tidak lancar

(investasi jangka panjang) di akhir tahun jika terjadi penurunan atau kenaikan harga pasar

sebagaimana yang diperkenankan dalam akuntansi komersial.

4. Konsep Pengenaan Pajak Penghasilan Final (gross final basis/presumptive taxation).

Konsep ini paling mudah diterapkan untuk mengatasi kesulitan mengidentifikasikan suatu transaksi

bertujuan lindung nilai atau spekulatif. Setiap transaksi di bursa komoditi langsung dikenakan pajak

penghasilan final. Pengenaan pajak penghasilan dengan pola ini terkesan yang mudah diterapkan.

Tidak disulitkan dengan identifikasi hedging atau bukan dari transaksi yang ada di bursa komoditi

berjangka, dan yang jelas semua pelaku baik individual maupun berbentuk badan tidak akan bias

menyembunyikan transaksi yang dilakukan di bursa. Namun demikian, perlu dipertimbangkan bahwa

pengenaan pajak penghasilan final ini bisa membuat pasar tidak bergairah, karena semua transaksi

baik yang laba maupun rugi dikenakan pajak. Di samping itu pula, bagi para pelaku lindung nilai

(hedger) ketentuan ini tentunya dirasa lebih memberatkan karena mereka bertransaksi bener-benar

untuk mendapatkan komoditinya, namun dikenakan pajak penghasilan final yang akan menambah

beban perusahaan ketika terjadi kerugian. Dengan tidak adanya kalkulasi deductible expense bagi para

pelaku transaksi maka rasa keadilan bagi calon wajib pajak menjadi terpenuhi, juga secara akuntansi

prinsip pengakuan pendapatan seperti ini tidak sesuai dengan matching principle, dan metode akrual.

Page 15: Seminar pajak

Bagi perusahaan yang menderita kerugian, pengenaan pajak penghasilan final ini akan menambah

beban mereka, namun dalam kondisi normal kerugian ini hanya bersifat jangka pendek (Wijono

2001,63).

NIRLABA

a.Kegiatan rumah sakit

Sebuah rumah sakit pada umumnya dapat dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Bagi rumah sakit

Pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupun PPh 29 (SPT Tahunan) karena rumah

sakit pemerintah bukan merupakan subyek pajak. Adapun kategori sebagai rumah sakit pemerintah

harus memenuhi hal-hal sebagai berikut yaitu :

1. Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2. Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,

3. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran,

4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara

Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau tidak

seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban menghitung pajak

sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.

- Aspek Perpajakan Rumah Sakit Pemerintah Dan Non Pemerintah

a. Kewajiban PPh Pasal 25/29

Seperti kita ketahui bahwa Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD)

didanai dari APBN dan APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri

sendiri. Dengan kata lain, rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa)

maupun PPh 29 (SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak beda hal jika rumah sakit swasta

sebagaimana objek penulisan kali ini yang tentu saja memiliki kewajiban PPh Pasal 25 dan untuk

itulah wajib pajak mengajukan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25.

b. Kewajiban PPh Pemotongan dan Pemungutan

Sama halnya baik rumah sakit pemerintah maupun swasta memiliki kewajiban sebagai pemungut

pajak PPh pasal 21, 23, 26,dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor,

jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan

dengan Pph 21 di rumah sakit disamping pengenaan PPh Pasal 21 atas karyawan non dokter dan

dokter, terdapat ketentuan khusus bagi rumah sakit, yaitu : Tenaga dokter berdasar status

hubungan kerja digolongkan menjadi:

Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,

Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,

Page 16: Seminar pajak

Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai

pegawai tetap rumah sakit,

Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di

rumah sakit,

Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,

Sedangkan terkait atas penghasilan yang diterima dokter dan pengenaan PPh nya dapat dibaca

dalam tulisan terdahulu yang berjudul Sekilas Tentang Penghasilan Seorang Dokter, dimana

penghasilan seorangdokter bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang

diterima oleh para dokter, dan penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para

dokter sebagaimana diberikan contoh dalam tulisan tersebut di atas.

c. Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai

Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat kepada pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki

kewajiban memungut PPN (pajak pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena

pajak.

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 Maret 2000 tentang

PPN Atas Penggantian Obat Di Rumah Sakit, ditegaskan bahwa instalasi farmasi (kamar obat)

merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan obat-obatan, gas medik alat

kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organic yang

tidak terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya ditegaskan bahwa penyerahan obat-

obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat) tidak terutang PPN.

Dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani rumah sakit yang terdiri dari pasien rawat inap,

pasien rawat jalan dan pasien gawat darurat. Mengingat instalasi farmasi rumah sakit melakukan

pelayanan kepada pasien rawat jalan sebagaimana lazimnya sebuah apotik, maka atas penyerahan

obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap terutang PPN, terkait

bagaimana mekanisme pengkreditan karena terdapat yang terutang PPN dan tidak dijelaskan

dalam PMK-78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha

Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak

Terutang Pajak.

- Jenis Jenis Pendapatan Sebuah Rumah Sakit

Yang menjadi objek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh sebuah

rumah sakit terdiri dari beberapa sumber, untuk itu penulis mencoba membagi penghasilan yang

diperoleh rumah sakit menjadi 2 (dua) jenis penghasilan yang meliputi :

Page 17: Seminar pajak

a. Penghasilan dari Operasional Pelayanan Pasien

Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa, sehubungan

dengan kategori penghasilan operasional pelayanan pasien dari sebuah rumah sakit

diantaranya:

1. Instalasi Rawat Inap, hal ini meliputi sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik,

pusat pelayanan kesehatan,

2. Instalasi Farmasi, hal ini meluputi diantaranya uang pendaftaran untuk pelayanan

kesehatan, dan penghasilan dari penjualan obat

3. Instalasi Rawat Jalan, hal ini meliputi Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti

uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen, scanning, pemeriksaan laboratorium, dll

4. Instalasi Penunjang Medik, meliputi uang pemeriksaan kesehatan termasuk general

check up, Senam Hamil dan Pijat Bayi.

5. Instalasi Gawat Darurat.

b. Penghasilan dari Operasional Lainnya

Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa, sehubungan

dengan kategori penghasilan operasional lainnya dari sebuah rumah sakit diantaranya :

1. Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha, yang meliputi diskon dari supplier yang

dibutuhkan oleh rumah sakit, Telepon. Listrik, Parkir

2. Pemakaian ruangan, yang meliputi penghasilan dari penyewaan alat kesehatan (Sewa

dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta) dan lain-lain.

3. Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga lainnya

4. dan lain-lain

b. Yayasan Pendidikan

1. Penghasilan yang Merupakan Obyek PPh :

- Uang pendaftaran dan uang pangkal

- Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan

- Uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama

apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan.

- Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dsb.

- Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian, dsb.

Penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2. Pengurang Penghasilan Bruto ( SE - 39/PJ.4/1995 ) :

- Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan, dosen, pengajar, karyawan.

Page 18: Seminar pajak

- Biaya umum, administrasi, alat tulsi menulis kantor

- Biaya publikasi/iklan

- Biaya kendaraan

- Biaya kemahasiswaan

- Biaya ujian semester

- Biaya sewa gedung dan utilities (listrik, telepon, air)

- Biaya laboratorium

- Biaya penyelenggaraan asrama

- Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya

- Biaya pemeliharaan kampus

- Biaya penyusutan

- Kerugian karena penjualan/pengalihan harta

- Biaya penelitian dan pengembangan

- Biaya beasiswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan

- Biaya pembelian buku-buku perpustakaan dan alat-alat olah raga dan peraga

- Subsidi/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu

- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

- Biaya pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari selisih lebih yang diakui

sebagai penghasilan.

3. Dana Pembangunan Gedung dan Prasarana Pendidikan ( KEP - 87/PJ./1995 )

- Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk

pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih (laba neto).

- Sisa lebih yaitu selisih lebih antara penghasilan yang merupakan obyek PPh (selain yang

dikenakan PPh Final) dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan.

- Dengan terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan tentang rencana fisik sederhana dan

rencana biaya pembangunan gedung dan prasarana pendidikan kepada KPP setempat, Yayasan

Pendidikan dapat mengakui dana pembanguan gedung dan prasarana pendidikan sebagai

penghasilan pada tahun digunakannya (pengenaan PPh-nya ditunda). Dan sebesar dana yang

telah digunakan tersebut merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada

tahun pajak yang bersangkutan.

- Tata Cara Pembentukan Dana Pembangunan Gedung dan Prasarana Pendidikan :

- Sisa lebih yayasan setiap tahun yang akan digunakan untuk pembanguan gedung dan

prasarana pendidikan dialihkan ke rekening dana pembangunan gedung dan prasarana

pendidikan.

Page 19: Seminar pajak

Sisa Lebih XXX

Dana Pembangunan Gedung XXX

- Pembukuan atas penggunaan dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dilakukan

dengan mendebit rekening aktiva dan rekening dana pembangunan gedung serta mengkredit

rekening kas atau utang dan rekening modal yayasan (penghasilan).

Aktiva XXX

Dana Pembangunan Gedung XXX

Kas atau utang XXX

Modal yayasan (penghasilan) XXX

- Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan tersebut wajib dipergunakan dalam

jangka waktu 4 tahun setelah berakhirnya tahun pajak disisihkannya dana tersebut.

- Apabila setelah lewat 4 tahun, Yayasan Pendidikan tidak mempergunakan dana pembangunan

gedung dan prasarana pendidikan di atas, maka dana pembangunan gedung dan prasarana

pendidikan tersebut harus diakui sebagai penghasilan yang terutang PPh pada tahunn pajak

berikutnya setelah masa 4 tahun tersebut terlewati. Di samping itu, terhadap yayasan ini akan

dikenai sanksi 2% per bulan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

- Dalam akuntansi fiskal (PPh), atas pengeluaran untuk pembangunan gedung dana prasarana

pendidikan tersebut tidak perlu dibebankan melalui penyusutan, melainkan dibebankan

langsung pada saat terjadinya/terutangnya biaya tersebut.

- Dalam hal pembangunan gedung dan prasarana pendidikan tersebut dibiayai dengan pinjaman,

maka bunga atas pinjaman tersebut dapat diakui sebagai biaya (pengurang penghasilan bruto).

- Yayasan Pendidikan atau organisasi yang sejenis yang membentuk dana pembangunan gedung

dan prasarana pendidikan wajib membuat :

- Pencatatan tersendiri atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang

diterima dan digunakan setiap tahun.

- Pernyataan bahwa dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang tidak

digunakan pada tahun diterimanya dana tersebut akan digunakan dalam jangka waktu

selambat-lambatnya 4 tahun setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

- Laporan mengenai penyediaan dan penggunaan dana pembangunan gedung dan prasarana

pendidikan dan menyampaikannya kepada Kepala KPP setempat dalam lampiran SPT Tahunan

PPh.

APARTEMEN

Pajak-pajak yang terkait dengan penjualan properti dari penjual (baik developer maupun penjual properti

bekas) kepada pembeli (pemakai langsung dan tidak untuk dijual kembali), paling tidak ada dua jenis:

Page 20: Seminar pajak

Pajak Penghasilan (PPh) Final dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila properti yang dijual tersebut

termasuk properti yang dikategorikan sebagai barang mewah, maka akan dikenakan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM).Pajak Penghasilan yang bersifat final atas peralihan hak atas tanah dan/atau

bangunan akan dikenakan kepada penjual dari hak tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor

71 tahun 2008, atas penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

dikenakan PPh Final sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan. Sedangkan pengalihan hak atas Rumah

Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya melakukan

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 1% dari nilai pengalihan.

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan NJOP

tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan, kecuali: dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah

adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; dalam hal pengalihan hak sesuai dengan

peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut

risalah lelang tersebut.PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan tidak dikenakan

terhadap Orang Pribadi yang penghasilannya dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang

mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan nilai dibawah Rp 60 juta. PPh Final juga tidak

dikenakan kepada Orang Pribadi atau Badan yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada

Pemerintah.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah semenda

dengan cara hibah yang dilakukan oleh Orang Pribadi pun tidak dikenakan PPh Final tersebut. Demikian

halnya untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah yang dilakukan baik oleh

Orang Pribadi maupun Badan. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan pun tidak

dikenakan PPh Final ini.PPN atas penjualan properti dikenakan terhadap kegiatan penjualan bangunan

baik berupa rumah, apartemen, kondominium maupun jenis-jenis lainnya. PPN terutang pada saat

pembayaran uang muka maupun pada saat pelunasan pembelian. PPN akan dikenakan kepada Pembeli,

dipungut oleh penjual dengan catatan penjual adalh Pengusaha Kena Pajak. Yang menjadi dasar

pengenaan PPN tersebut adalah nilai transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di

bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maka yang menjadi dasar pengenaannya adalah NJOP tersebut.

Penyerahan bangunan tersebut tidak seluruhnya terutang PPN. Rumah sederhana, rumah sangat

sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan

lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri

Pemukiman dan Prasarana Wilayah dibebaskan dari pengenaan PPN. Sedangkan untuk pembelian rumah

dengan kategori mewah, selain dikenakan PPN, pembeli akan dikenakan juga PPnBM. Kategori produk

properti yang dikenakan PPnBM antara lain produk apartemen, town house, rumah mewah,

kondominium. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003, atas penjualan properti-properti

tersebut dikenakan tarif sebesar 20%. Mulai 1 Juni 2009, penyerahan bangunan yang terutang PPnBM

Page 21: Seminar pajak

hanya berdasarkan luas bangunan, yaitu luas bangunan dengan town house non strata title sebesar

350m2 atau lebih sedangkan apartemen, kondominium, town house dengan strata title yang memiliki luas

150m2 atau lebih.

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi

kriteria tertentu di atas. PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.

PPN

Hampir dapat dipastikan semua transaksi apartemen baru dikenakan PPN, karena hanya properti

seharga Rp42 juta ke bawah yang dibebaskan dari PPN. Nilai PPN 10 persen dari harga jual. Jadi,

kalau apartemen Rp100 juta, PPN yang harus dibayar 10% x Rp100 juta = Rp10 juta. PPN biasanya

dibayarkan melalui developer, termasuk pelaporannya, dilakukan oleh developer.

BPHTB

Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi apartemen baik baru maupun lama yang dibeli dari

developer atau perorangan. Besarnya 5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi nilai jual objek

pajak tidak kena pajak (NJOPTKP). Di Jakarta NJOPTKP ditetapkan pemerintah provinsi sebesar

Rp60 juta. Jadi, untuk apartemen seharga Rp100 juta, BPHTB yang harus dibayar adalah 5% x

(Rp100 juta – Rp60 juta) = Rp2 juta.

AJB, Pertelaan dan BBN

Menurut Erwin Kallo, Direktur Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia , AJB, pertelaan dan

BBN biasanya dibayar satu paket. Besarnya kurang lebih satu persen. Jadi, bila harga apartemen

Rp100 juta, biaya yang harus dirogoh untuk ketiga item itu adalah Rp1 juta.

PPnBM

Seperti sudah disinggung di atas, khusus untuk apartemen dengan harga bangunan Rp4 juta ke atas

per m2 atau luasnya 150 m2 ke atas diwajibkan membayar PPnBM. Tapi pajak ini hanya dikenakan

pada apartemen yang dibeli dari developer. Besarnya 20 persen dari harga jual dibayar saat

bertransaksi. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antarperorangan.

Kewajiban Setelah Membeli

Bila sudah membeli apartemen, selain membayar service charge per bulan, setiap tahun pemilik

juga wajib membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Biasanya tagihan dilayangkan setiap bulan

Maret dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Pembayaran harus dilakukan

paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan. Bila sampai batas waktu yang ditetapkan belum

dibayar, dikenai denda 2 persen per bulan hingga maksimal 24 bulan.

Cara menghitung PBB apartemen:

Page 22: Seminar pajak

1. Hitung nilai perbandingan proposional (NPP) unit apartemen atau satuan rumah susun dengan

rumus: NPP = (LSn x 100%) / T LSn

Keterangan:

Sn: Satuan rumah susun (unit apartemen)

LSn: Luas unit apartemen

T LSn: Total luas unit apartemen

2. Hitung luas bumi (tanah) proposional: NPP x luas tanah bersama

3. Hitung luas bangunan proposional: NPP x total luas bangunan bersama

4. Luas bangunan proposional: total luas bangunan – total luas seluruh unit apartemen dan ruang

komersial

5. Hitung NJOP:

a. NJOP bumi proposional: luas bumi proposional x NJOP tanah yang ditetapkan kantor pajak

setempat

b. NJOP bangunan proposional: luas bangunan proposional x NJOP bangunan yang ditetapkan

kantor pajak setempat

c. NJOP unit apartemen: luas unit apartemen x NJOP bangunan yang ditetapkan kantor pajak

setempat.

6. Point a, b dan c kemudian dijumlahkan untuk memperoleh NJOP total

7. Hitung NJOP Kena Pajak (NJOPKP)

Rumusnya: NJOP total-NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

8. NJOPTKP telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp10 juta

9. Menghitung PBB:

a. Untuk apartemen yang nilainya di bawah Rp1 miliar rumusnya: 0,5% x 20% x NJOPKP.

b. Untuk apartemen yang nilainya Rp1 miliar ke atas rumusnya: 0,5% x 40% x NJOPKP.

JASA KONSTRUKSI

Jasa Konstruksi merupakan layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa

pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi. (PP 140 th 2000)

- Pekerjaan konstruksi:

Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta

pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,elektrikal, dan tata

lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, uantuk mewujudkan suatu bangunan atau

benruk fisik lain. (PP 140 th 2000)

Ketentuan perpajakan mengenai jasa konstruksi mulai tahun 2001 mengikuti ketentuan yang

diatur dalam PP 140 tahun 2000 dan Kmk No.559/KMK.04/2000 serta Keputusan Dirjen Pajak No

Page 23: Seminar pajak

Kep-96/PJ./2001. Dalam ketiga peraturan tersebut pengenaan pajak penghasilan atas jasa

Menurut sifatnya konstruksi dibedakan menjadi dua, yaitu final dan tidak final. Tergantung dari

kualifikasi WP sebagai pengusaha di bidang jasa konstruksi, kecil atau besar.

1. Bersifat Tidak Final

PPh atas jasa konsruksi bersifat tidak final dikenakan terhadap WP penerima jasa konstuksi

yang :

Tidak termasuk WP dengan kualifikasi usaha kecil termasuk orang perseorangan.

Termasuk pengusaha kecil berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga

yang berwenang tetapi nilai pengadaannya lebih besar dari Rp. 1.000.000.000.- (satu

miliar rupiah).

Atas pembayaran jasa konstruksi yang diterima WP pada saat pembayaran uang muka atau

termin dipotong PPh pasal 23 dengan tarif yang diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No

Kep-96/pj./2001 sbb:

Jenis Jasa Konstruksi Tarif

Jasa perencana konstruksi 4 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Jasa pengawasan konstruksi 4 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Jasa Pelaksanaan konstruksi 2 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

- Kewajiban PPh Pasal 25

Terhadap WP yang termasuk dalam kategori ini juga dikenakan ketentuan PPh Pasal 25

dalam hal pemberi penghasilan adalah bukan Badan pemerintah, subyek pajak badan

dalam negeri, bentuk usaha tetap atau orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang

ditunjuk oleh DJP sebagai pemotong pajak.

Untuk masa tahun pajak 2001, mulai tanggal 1 Januari 2001 WP wajib membayar PPh Pasal

25 dengan cara perhitungan 1/12 dari (seperdua belas) dari PPh yang dihitung berdasarkan

tarif umum pasal 17 Undang-undang PPh atas penghasilan neto bulan yang bersangkutan

setelah disetahunkan. Dengan memperhitungkan pajak yang dipotong dan dipungut oleh

pihak lain. Dalam hal ini, angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2001 belum tentu nihil.

2. Bersifat final

Page 24: Seminar pajak

PPh atas jasa konstruksi bersifat final dikenakan terhadap WP dengan kualifikasi usaha kecil

termasuk orang perorangan yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp.

1.000.000.000.- (satu miliar rupiah).

Atas pembayaran yang diterima pada saat pembayaran uang muka atau termin dipotong

PPh yang bersifat final dengan tarif yang diatur dalam PP No 140 Tahun 2000 sbb:

Jenis Jasa Konstruksi Tarif

Jasa perencana konstruksi 4 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Jasa pengawasan konstruksi 4 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Jasa Pelaksanaan konstruksi 2 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

- WP menyetor sendiri pph Finalnya

Dalam hal pemberi penghasilan adalah bukan Badan pemerintah, subyek pajak badan

dalam negeri, bentuk usaha tetap atau orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang

ditunjuk oleh DJP sebagai pemotong pajak. Maka WP menyetor sendiri PPh yang terhutang

pada saat menerima pembayaran uang muka dan termijn.

- Rugi Fiskal

Kerugian fiskal yang terjadi dari tahun-tahun sebelumnya tidak boleh dikompensasikan

dengan penghasilan kena pajak mulai masa pajak Januari 2001 dan seterusnya.

PEMBIAYAAN ATAU LEASING

Dalam bahasa Indonesia, leasing diartikan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU). Leasing merupakan salah

satu jenis jasa pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan barang modal bagi perusahaan yang

membutuhkan barang modal tersebut.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.

1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak memotong pajak penghasilan

pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian

sewa guna usaha dengan hak opsi”. Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa

angsuran-angsuran atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi

finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.

Pasal 17 ayat 2 menyatakan:

* Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah

biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Page 25: Seminar pajak

* Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa

hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee. Di sini dijelaskan

bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor untuk transaksi operational lease

diperlukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan sebagi

sewa-menyewa biasa.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

A. Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:

1. Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 1994 huruf d dan

e, Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam

transaksi capital lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang

PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah

pengusaha kena pajak.

2. Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan penyerahan barang

kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa.

3. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.

4. PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi lessor dan

merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN

yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak

Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.

B. Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan atas perolehan barang

tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian melease kembali barang

tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang

dilakukan.

Lease : Suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa

tertentu.

Lessee : Pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan

barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.

Lessor: Pemilik dari aktiva yang akan di lease.

Lease term: Jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:

a. Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.

b. Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease.

c. Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa

lease.

Page 26: Seminar pajak

d. Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbarui lease

dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease.

e. Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu diberikan jaminan oleh

lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi.

REVALUASI AKTIFA TETAP

PPh Final atas Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap

1. Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 384/KMK.04/1998 Jo SE - 29/PJ.42/1998

2. Wajib pajak yang diperkenankan untuk melakukan revaluasi aktiva tetap adalah wajib pajak dalam

negeri yang mempunyai aktiva tetap yang terletak/berada di Indonesia, dengan syarat telah

memenuhi semua kewajiban pajaknya (PPh, PPN, PPnBM, dan PBB) sampai dengan masa pajak

terakhir sebelum revaluasi.

3. Aktiva tetap yang dapat direvaluasi meliputi ; tanah, bangunan, dan bukan bangunan, dengan syarat

tidak dimaksudkan untuk dialihkan.

4. Revaluasi dapat dilakukan baik terhadap keseluruhan aktiva tetap maupun sebagian aktiva tetap

yang dimiliki. Penilaian didasarkan pada nilai pasar wajar pada saat penilaian yang dilakukan oleh

lembaga penilai yang diakui Pemerintah.

5. Apabila nilai pasar/nilai wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penilai ternyata tidak mencerminkan

keadaaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar/nilai wajar

aktiva yang bersangkutan.

6. Selisih lebih antara nilai pasar/nilai wajar dengan nilai sisa buku fiskal aktiva tetap yang dinilai

kembali, harus dikompensasikan terlebih dahulu dengan rugi fiskal tahun berjalan dan sisa rugi fiskal

tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.

7. PPh Final yang terutang = 10% x (Selisih antara nilai pasar dengan nilai sisa buku fiskal aktiva tetap -

Kompensasi kerugian yang masih diperkenankan).

8. Dalam rangka restrukturisasi usaha PPh Final tersebut dapat dibayar secara cicilan dalam jangka

waktu 5 tahun (tiap tahun minimal 20% dari PPh yang terutang, kecuali pelunasan terakhir).

9. Aktiva yang direvaluasi tersebut tidak diperkenankan dialihkan dalam jangka waktu 5 tahun, kecuali :

- Dialihkan kepada Pemerintah.

- Dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha bagi wajib pajak yang

diperkenankan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha berdasarkan nilai

buku

- Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 Jo 469/KMK.04/1998

8. Apabila aktiva tetap yang telah direvaluasi tersebut dialihkan sebelum lewat 5 tahun, wajib pajak

yang bersangkutan wajib menyetor tambahan PPh Final sebesar = 15% x (Selisih Penilaian Kembali

Aktiva Tetap - Kompensasi Kerugian yang masih diperkenankan).

Page 27: Seminar pajak

Bagaimana ketentuan revaluasi berdasakan 486/KMK.03/2002 Jo KEP - 519/PJ./2002 ?

Ketentuan revaluasi berdasarkan 486/KMK.03/2002 Jo KEP - 519/PJ./2002

1. Wajib pajak yang kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi secara sekaligus PPh final

yang terutang, dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua

belas) bulan.

2. Apabila PPh yang terutang lebih dari Rp 2.000.000.000.000,- (dua triliun rupiah), wajib pajak yang

tidak dapat melunasi hutang pajaknya dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran

lebih dari 1 (satu) tahun hingga paling lama 5 (lima) tahun.

3. Besarnya angsuran ditetapkan sbb :

- > Rp 2.000.000.000.000,- s.d. Rp 4.000.000.000.000,- = masa angsuran 2 (dua) tahun

- > Rp 4.000.000.000.000,- s.d. Rp 6.000.000.000.000,- = masa angsuran 3 (tiga) tahun

- > Rp 6.000.000.000.000,- s.d. Rp 8.000.000.000.000,- = masa angsuran 4 (empat) tahun

- > Rp 8.000.000.000.000,- = masa angsuran 5 (lima) tahun

Bagaimana tata cara dan prosedur pelaksanaan revaluasi Aktiva Tetap untuk Perpajakan (KEP -

519/PJ./2002)

Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan Revaluasi Aktiva Tetap Untuk Perpajakan (KEP - 519/PJ./2002)

1. Wajib pajak mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil yang membawahi KPP tempat wajib pajak

terdaftar (KPP domisili), selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan revaluasi, dengan

melampirkan :

a. Fotokopi surat ijin usaha jasa penilai yang dilegalisir oleh Instansi Pemerintah yang berwenang;

b. Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional yang diakui pemerintah;

c. Daftar revaluasi aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan;

d. laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum revaluasi aktiva tetap yang telah diaudit akuntan publik;

e. Surat keterangan tidak memiliki tunggakan pajak dari kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar

2. Apabila permohonan wajib pajak telah memenuhi persyaratan, maka Kepala kanwil wajib menerbitkan

Keputusan Persetujuan Dirjen Pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan wajib

pajak.

3. Keputusan Penolakan akan diterbitkan Kepala Kanwil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya

permohonan wajib pajak, apabila wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal maupun material.

4. Permohonan wajib pajak dianggap diterima apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kepala Kanwil tidak

memberikan keputusan.

E-COMMERCE

E-commerce adalah perdagangan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen

melalui sistem elektronik.

Page 28: Seminar pajak

Ada dua jenis e-commerce. Yang pertama adalah front-end e-commerce, yaitu transaksi melalui e-

commerce antara pengusaha (baik pribadi maupun badan hukum) dengan konsumen. Jenis lainnya adalah

back-end e-commerce, yaitu transaksi antara para pengusaha menyangkut transaksi informasi internal

dengan masing-masing pengusaha atau antara para pelaku usaha menyangkut pertukaran data komersial.

Kegiatan usaha e-commerce dapat dilakukan melalui apa yang disebut "Application Service Provider (ASP)

yang biasanya menjadi sarana utama bagi pelaku usaha di bidang ini. ASP menyediakan disk space untuk

disewa pengusaha untuk menawarkan produksinya.

Disk space tersebut tidak dapat dipergunakan tanpa dilengkapi dengan program tertentu (dalam bentuk

software) sehingga space tersebut menjadi website. Pemilik ASP biasanya menyewakan space yang

dimilikinya kepada perusahaan-perusahaan yang selanjutnya akan menggunakannya sebagai website-nya.

Perusahaan yang menyewa space dimaksud kemudian mengisinya dengan perangkat lunak yang dapat

diakses oleh para calon pembeli. Dari website tersebut maka perusahaan dimaksud menawarkan barang

produksinya. Perlakuan pajak penghasilan terhadap transaksi bisnis tersebut akan dibahas dibawah ini

dengan mengambil asumsi pertama bahwa ASP dimaksud berada di Indonesia.

- Perlakuan PPh

Agar lebih menyederhanakan analisis untuk tahap ini diberikan asumsi bahwa server yang

disebutkan diatas tidak mempunyai back-up servers sehingga server tersebut merupakan satu-

satunya server yang menjadi objek analisis.

Server dimiliki oleh wajb pajak Indonesia. Bagi wajib pajak dalam negeri yang mempunyai server

yang berlokasi di dalam negeri dan menyewakannya kepada wajib pajak lainnya, penghasilan

yang diperolehnya dari kegiatan tersebut adalah penghasilan atas sewa dari space yang

bersangkutan.

Dari sudut pandang penyewa, apakah penyewa tersebut wajib memotong sewa yang

dibayarkannya. Pemotongan PPh dalam Undang-undang Pajak Penghasilan yang menyangkut

pembayaran kepada wajib pajak dalam negeri, diatur di beberapa pasal yaitu pasal 4 ayat (2),

pasal 22, dan pasal 23.

Ketentuan yang paling dekat dengan kasus di atas adalah pasal 23, karena cakupan dari pasal

tersebut meliputi dividen; bunga; royalty; hadiah atau penghargaan; sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,

jasa konstruksi, jasa konsultan.

Apabila disimak cakupan PPh Pasal 23 tersebut maka yang paling mendekati adalah sewa

sehubungan dengan penggunan harta. Ketentuan Pasal 23 yang menyangkut penghasilan dari

penggunaan harta tidak terlalu jelas ruang lingkupnya. Apabila pengertian "harta" diberi

interpretasi yang luas maka mencakup harta berwujud dan harta tak berwujud.

Page 29: Seminar pajak

Yang pasti adalah bahwa suatu website bukan merupakan harta berwujud, sehingga apabila

pengertian "harta" diberi arti yang luas maka penyewaan "website" akan dicakup dalam

ketentuan Pasal 23 dimaksud. Pasal 23 mensyaratkan bahwa dalam hal yang membayar adalah

orang pribadi maka orang tersebut harus ditunjuk sebagai pemotong.

Dengan demikian apabila penyewa website adalah orang pribadi pembayaran yang dilakukan

kepada pemilik ISP tidak perlu memotong sepanjang yang bersangkutan tidak ditunjuk sebagai

pemotong.

Sebagaimana telah disinggung di muka, agar supaya website menjadi aktif dan dapat

dipergunakan diperlukan perangkat lunak yang sepsifikasinya tergantung kepada pemiliknya

sesuai dengan kebutuhannya.

Perangkat lunak ini diperlukan baik oleh pemilik ISP maupun penyewanya. Untuk keperluan

tersebut baik pemilik ISP maupun penyewa website akan meminta seorang programmer untuk

membuat program (perangkat lunak) sesuai dengan kebutuhannya.

Transaksi tersebut akan menimbulkan implikasi pajak terutama masalah pemotongan PPh.

Dengan perkataan lain, apakah pembayaran atas perangkat lunak tersebut merupakan objek

pemotongan. Hal ini ditentukan masuk jenis penghasilan apa pembayaran dimaksud. Hanya ada

dua jenis penghasilan yang paling mendekati yaitu royalti atau jasa.

Definisi "royalti" berdasarkan Undang-undang PPh [penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h] adalah

imbalan sehubungan sengan penggunaan: hak atas harta tak berwujud, hak atas harta berwujud,

dan Informasi.

Pada dasarnya "royalti" adalah imbalan sebagai pengganti penggunaan atas hak, sehingga

kepemilikan hak tersebut tetap pada penemunya/pemilik. Bila dibandingkan dengan kasus

perangkat lunak dalam kaitannya dengan website, perangkat lunaknya sudah berpindah tangan

kepada yang membelinya.

Atas dasar pertimbangan ini maka pembayaran atas perangkat lunak tersebut masuk dalam

kategori "jasa", yang berdasarkan ketentuan Pasal 23 masuk dalam kelompok jasa teknik, yang

dasar pemotongannya adalah penghasilan neto.

a. Implikasi pajak bagi perusahaan yang berdomisili di dalam negeri.

Implikasi pajak yang agak rumit dari kegiatan usaha dengan e-commerce juga timbul dalam hal

penyewa atas space di ISP (penyedia jasa Internet) adalah perusahaan yang berdomisili di luar

negeri. Pertama-tama adalah apakah dengan hadirnya perusahaan luar negeri melalui suatu

situs web, perusahaan tersebut dapat dianggap mempunyai "bentuk usaha tetap" di Indonesia.

Definisi "bentuk usaha tetap" diatur di Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh, yang berdasarkan

rinciannya memberikan indikasi bahwa keberadaan di Indonesia melalui harta berwujud,

disamping kegiatan pemberian jasa di Indonesia.

Page 30: Seminar pajak

Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan luar negeri melakukan kegiatan usaha melalui

website, sesuai dengan definisi, kegiatan ini tidak menimbulkan "bentuk usaha tetap". Hal yang

sama juga dapat dikatakan bila perusahaan luar negeri tersebut adalah perusahaan yang

berdomisili di negara yang mempunyai P3B dengan Indonesia.

Namun, bila kegiatan dari perusahaan tersebut memberikan jasa melalui website-nya maka

pembayaran yang diterima dari Indonesia merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26, dengan

asumsi bahwa perusahaan tersebut berdomisili di negara-negara yang tidak mempunyai P3B

dengan Indonesia.

Server dimiliki oleh wajib pajak luar negeri. Dalam hal ISP dimiliki oleh perusahaan di luar

negeri, masalah utama yang perlu diangkat adalah apakah kehadiran perusahaan tersebut

melalui server dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mempunyai "bentuk usaha tetap"

di Indonesia.

Sekali lagi dapat dikatakan bahwa Undang-undang Pajak Penghasilan belum mencakup

masalah ini, sehingga apabila definisi "bentuk usaha tetap" mencakup ISP maka Pasal 2 ayat (5)

perlu diubah dan ditambah.

Jika situasi tersebut dikaitkan dengan P3B maka ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu

pertama, dalam UU domestik dari negara-negara yang terlibat mempunyai aturan tersebut,

dan kedua, sesuai dengan commentary dari OECD, keberadaan ISP memenuhi ketentuan Pasal

5 dari OECD Model. Pasal 5 dari OECD Model mensyaratkan bahwa peralatan apapun yang

digunakan sebagai server, sifatnya harus tetap. Artinya server tersebut harus mempunyai

lokasi yang tetap dan pasti.

Secara garis besar, semua transaksi dalam kaitannya dengan persiapan untuk mengoperasikan

website, dalam hal server dimiliki oleh wajib pajak luar negeri sama dengan apa yang

dikemukakan sebelumnya.

Misalkan salah satu dari penyewa website, yaitu wajib pajak luar negeri, menggunakan

website-nya untuk menyimpan informasi yang menyangkut industri tertentu, yang kemudian

ditawarkan kepada pihak ketiga untuk menjadi pelanggannya (subscriber).

Pelanggan tersebut membayar iuran untuk dapat mengakses informasi dimaksud. Impikasi

pajak penghasilan dari transaksi tersebut adalah perlakuan pajaknya terhadap pembayaran

yang di lakukan oleh pelanggan. Yang prtama-tama dilakukan adalah menentukan masuk

dalam kategori penghasilan apa pembayaran tersebut.

Dari sudut pandang UU Pajak Penghasilan, pembayaran untuk informasi yang belum

diungkapkan ke public atau yang tidak dapat diperoleh melalui sarana yang tersedia di public,

masuk dalam kategori "royalti", sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)

huruf h.

Page 31: Seminar pajak

Jadi kalau pelanggannya adalah wajib pajak Indonesia maka yang bersangkutan harus

memotong PPh Pasal 26, dengan catatan bahwa tarifnya tergantung domisili dari wajib pajak

yang menerimanya. Pemotongan PPh pasal 26 ini bisa tidak final jika server tersebut dianggap

sebagai "bentuk usaha tetap".

Seandainya demikian maka pembayaran untuk informasi tersebut diperlakukan sebagai

penghasilan usaha (business income) dari wajib pajak yang menerimanya. Sebaliknya apabila

berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan "server" tersebut tidak/belum masuk dalam

definisi "bentuk usaha tetap" maka pemotongan PPh Pasal 26 menjadi final.

Server berada di luar negeri. Implikasi pajak penghasilan terhadap penghasilan yang

bersumber dari Indonesia sebagai akibat dari kegiatan usaha melalui e-commerce yang server-

nya berada di luar negeri, mirip dengan apabila server yang berada di Indonesia dimiliki oleh

wajib pajak luar negeri.

Dalam hal demikian maka ketentuan dari Undang-undang Pajak Penghasilan yang dapat

diterapkan adalah Pasal 26, dengan catatan bahwa pembayaran tersebut diterima oleh wajib

pajak dari Negara yang tidak mempunyai P3B dengan Indonesia.

Dalam hal demikian, setiap pembayaran yang bersumber dari Indonesia yang membayar,

termasuk orang pribadi, harus memotong PPh Pasal 26 sebesar 20%.

- Bentuk usaha tetap

Apa yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa dalam hal e-commerce melibatkan

wajib pajak luar negeri, faktor utama yang memungkinkan Indonesia dapat mengenakan

pajak adalah apakah suatu web page dapat menimbulkan "bentuk usaha tetap".

Sebagaimana disinggung di atas, web page ini dimasukkan dalam host komputer.

Teorinya web page tersebut akan menjadi "bentuk usaha tetap" di negara dimana host

komputer-nya berada, dengan catatan (sesuai dengan OECD Model) bahwa computer

tersebut tetap berada di satu tempat.

Ini sejalan dengan definisi "bentuk usaha tetap" yaitu ..a fixed place of business....

Dari sudut pandang Undang-undang Pajak Penghasilan, ketentuan tersebut tidak atau

belum dicakup di ketentuan Pasal 2 ayat (5).

Jadi hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam rangka upaya ekstensifikasi. Namun

demikian, perlu disadari bahwa bagi pemilik server atau web page sangat mudah

memindahkannya ke tempat lain atau Negara lain sehingga tidak terperangkap ke dalam

definisi "bentuk usaha tetap".

Pemenuhan kewajiban perpajakan. Di samping pendekatan yuridis fiskal, pendekatan

dari segi administratif juga perlu dipikirkan. Transaksi melalui e-commerce sulit dilacak

Page 32: Seminar pajak

tanpa tersedianya data atau informasi yang diperlukan, terutama apabila transaksi

tersebut dilakukan melalui server yang berada di luar negeri.

Pemenuhan kewajiban perpajakan, terutama yang menyangkut kewajiban memotong

PPh Pasal 26. Hal ini akan sangat tergantung kepada terbentuknya badan pengawas

yang bertugas untuk mengawasi lalu lintas komunikasi melalui internet tersebut.

Jika badan tersebut telah ada di Indonesia maka informasi yang dapat diberikan oleh

badan tersebut akan sangat bermanfaat bagi administrasi perpajakan.

PERLAKUAN PERPAJAKAN

PPh PASAL 4 AYAT 2

Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,

dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2. Penghasilan berupa hadiah undian;

3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di

bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan

pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa

konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

- Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)

1. Koperasi;

2. Penyelenggara kegiatan;

3. Otoritas bursa; dan

4. Bendaharawan;

- Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)

1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga

simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2. Penerima hadiah undian;

3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan

4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

Lain-Lain

1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;

2. Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;

Page 33: Seminar pajak

3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha,

namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final;

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh 24)

Pajak penghasilan pasal 24 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, menyatakan:

(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan

Undangundang ini dalam tahun pajak yang sama.

(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang

dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang

berdasarkan Undang-undang ini.

(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai

berikut:

a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas

lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau

bertempat kedudukan;

b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah

negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat

kedudukan atau berada;

c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat

harta tersebut terletak;

d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat

pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;

e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan;

f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam

pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi

penambangan berada;

g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan

h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah

negara tempat bentuk usaha tetap berada.

(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan

prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.

Page 34: Seminar pajak

(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau

dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah

tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa :

Adanya keterkaitan antara self assessment, Tax compliance dan perlawanan terhadap pajak

Undang-undang dan perlakuan pajak yang mengatur dari kegiatan pertambangan dan migas

Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi khusus

B. Saran

Makalah yang berjudul seminar perpajakan ini merupakan karya tulis berdasarkan himpunan material

yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan dan dalam

penyajian bahan penulis sangat mengharpakan kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya

kebenaran yang kita kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian makalah seminar

perpajakan ini.