seminar nasional tahunan ix hasil penelitian perikanan dan ... · ph f diukur langsung di lokasi...

13
Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 1 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 KESESUAIAN LAHAN MINAPOLITAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG, Chanos-chanos Forsk. DI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR Utojo* dan Erna Ratnawati Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg Sitakka No. 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected] Abstrak Wilayah pesisir Kabupaten Gresik sebagai lahan minapolitan untuk pengembangan budidaya tambak ikan bandeng, Chanos-chanos Forsk. sangat luas, mencakup di Kecamatan Dukun, Bungah, Ujung Pangkah, Panceng dan berpusat di Kecamatan Sidayu. Lahan tambak yang letaknya dekat laut bersalinitas payau (10,71 – 19,97 ppt) dan yang jauh dari laut airnya tawar (0,14 – 5,04 ppt). Penerapan komoditas ikan bandeng berdasarkan karateristik dan daya dukung lahan tambak yang sesuai dan bersifat eurihalin. Penelitian ini menggunakan teknologi SIG untuk menentukan lahan minapolitan yang sesuai bagi pengembangan budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Data sekunder yang diperoleh berupa data iklim, data pasang surut, peta Rupa Bumi Indonesia kawasan Gresik skala 1 : 50.000, citra digital landsat ALOS AVNIR-2 akuisisi 2010 dan peta bathimetri skala 1 : 200.000. Data primer diperoleh dengan metode survei di lokasi penelitian yaitu kualitas air dan tanah tambak. Penentuan stasiun pengamatan dilakukan secara acak dan sistematik. Setiap lokasi pengambilan contoh ditentukan posisi koordinatnya dengan alat Global Positioning System (GPS). Data lapangan (fisiko-kimia air dan tanah), data sekunder, dan data citra satelit digital ALOS tersebut dikumpulkan dan, dianalisis secara spasial dengan metode KRIGING menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Berdasarkan hasil survei dan evaluasi kesesuaian lahan minapolitan budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Gresik seluas 31.940,58 ha. Yang tergolong sangat sesuai (1.420,58 ha), yang tergolong cukup sesuai (30.520 ha). Saluran irigasi tambak mutlak diperlukan untuk memudahkan dalam remediasi tanah dan air melalui pengeringan, perendaman, pembilasan dan pengapuran serta pergantian air. Lokasi yang sesuai dengan komoditas budidaya, dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kelangsungan hidupnya sehingga teknologi dapat ditingkatkan. Kata kunci: areal tambak ikan bandeng, gresik, kesesuaian lahan, minapolitan, SIG Pengantar Ikan bandeng (Chanos-chanos forsk.) merupakan komoditas perikanan yang potensial, sangat diminati masyarakat pesisir, umumnya budidayanya dilakukan secara tradisional serta tetap menjadi komoditas yang banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia untuk kebutuhan pasar domestik. Produksi bandeng di tambak dapat ditingkatkan lebih dari 500% untuk kebutuhan ekspor melalui perbaikan dan perkembangan teknologi budidaya secara intensif (Ahmad et al., 1998). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Recana Tata Ruang Nasional dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 tahun 2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan dengan merevitalisasi tambak di Kabupaten Gresik. Kawasan tambak minapolitan dipusatkan di Kecamatan Sidayu dengan penyangganya di Kecamatan Dukun, Bungah, Ujung Pangkah dan Kecamatan Panceng serta komoditas unggulannya ikan bandeng. Sumber air utama untuk kawasan tambak air payau dari laut dan air tanah, untuk tambak air tawar dari Sungai Bengawan Solo dan Sungai Kali Lamong beserta percabangannya (Anonim, 2011). Usaha budidaya ikan bandeng di tambak yang berkelanjutan merupakan satu di antara kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir yang saat ini perlu direalisasikan dalam rangka kesinambungan usaha, peningkatan produksi dan ekspor serta seiring dengan pelestarian sumberdaya alamnya, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah dan nasional (Utojo et al., 2009). Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur, memiliki potensi sumberdaya lahan budidaya tambak ikan bandeng sangat luas dan belum dimanfaatkan secara RA-18

Upload: ngominh

Post on 06-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 1

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

KESESUAIAN LAHAN MINAPOLITAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG, Chanos-chanos Forsk.

DI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR

Utojo* dan Erna Ratnawati

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg Sitakka No. 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected]

Abstrak Wilayah pesisir Kabupaten Gresik sebagai lahan minapolitan untuk pengembangan budidaya tambak ikan bandeng, Chanos-chanos Forsk. sangat luas, mencakup di Kecamatan Dukun, Bungah, Ujung Pangkah, Panceng dan berpusat di Kecamatan Sidayu. Lahan tambak yang letaknya dekat laut bersalinitas payau (10,71 – 19,97 ppt) dan yang jauh dari laut airnya tawar (0,14 – 5,04 ppt). Penerapan komoditas ikan bandeng berdasarkan karateristik dan daya dukung lahan tambak yang sesuai dan bersifat eurihalin. Penelitian ini menggunakan teknologi SIG untuk menentukan lahan minapolitan yang sesuai bagi pengembangan budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Data sekunder yang diperoleh berupa data iklim, data pasang surut, peta Rupa Bumi Indonesia kawasan Gresik skala 1 : 50.000, citra digital landsat ALOS AVNIR-2 akuisisi 2010 dan peta bathimetri skala 1 : 200.000. Data primer diperoleh dengan metode survei di lokasi penelitian yaitu kualitas air dan tanah tambak. Penentuan stasiun pengamatan dilakukan secara acak dan sistematik. Setiap lokasi pengambilan contoh ditentukan posisi koordinatnya dengan alat Global Positioning System (GPS). Data lapangan (fisiko-kimia air dan tanah), data sekunder, dan data citra satelit digital ALOS tersebut dikumpulkan dan, dianalisis secara spasial dengan metode KRIGING menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Berdasarkan hasil survei dan evaluasi kesesuaian lahan minapolitan budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Gresik seluas 31.940,58 ha. Yang tergolong sangat sesuai (1.420,58 ha), yang tergolong cukup sesuai (30.520 ha). Saluran irigasi tambak mutlak diperlukan untuk memudahkan dalam remediasi tanah dan air melalui pengeringan, perendaman, pembilasan dan pengapuran serta pergantian air. Lokasi yang sesuai dengan komoditas budidaya, dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kelangsungan hidupnya sehingga teknologi dapat ditingkatkan. Kata kunci: areal tambak ikan bandeng, gresik, kesesuaian lahan, minapolitan, SIG Pengantar Ikan bandeng (Chanos-chanos forsk.) merupakan komoditas perikanan yang potensial, sangat diminati masyarakat pesisir, umumnya budidayanya dilakukan secara tradisional serta tetap menjadi komoditas yang banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia untuk kebutuhan pasar domestik. Produksi bandeng di tambak dapat ditingkatkan lebih dari 500% untuk kebutuhan ekspor melalui perbaikan dan perkembangan teknologi budidaya secara intensif (Ahmad et al., 1998).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Recana Tata Ruang Nasional dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 tahun 2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan dengan merevitalisasi tambak di Kabupaten Gresik. Kawasan tambak minapolitan dipusatkan di Kecamatan Sidayu dengan penyangganya di Kecamatan Dukun, Bungah, Ujung Pangkah dan Kecamatan Panceng serta komoditas unggulannya ikan bandeng. Sumber air utama untuk kawasan tambak air payau dari laut dan air tanah, untuk tambak air tawar dari Sungai Bengawan Solo dan Sungai Kali Lamong beserta percabangannya (Anonim, 2011).

Usaha budidaya ikan bandeng di tambak yang berkelanjutan merupakan satu di antara kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir yang saat ini perlu direalisasikan dalam rangka kesinambungan usaha, peningkatan produksi dan ekspor serta seiring dengan pelestarian sumberdaya alamnya, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah dan nasional (Utojo et al., 2009).

Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur, memiliki potensi sumberdaya lahan budidaya tambak ikan bandeng sangat luas dan belum dimanfaatkan secara

RA-18

Page 2: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

2 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

optimal serta pencapaian produktivitas tambaknya relatif rendah. Agar peningkatan produktivitas tambak ikan bandeng dapat optimal dengan meminimasi faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas lahan tambak perlu dilakukan penelitian kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya ikan bandeng di tambak secara berkelanjutan.

Peningkatan produksi budidaya tambak ikan bandeng yang maksimal dan berkelanjutan sangat ditentukan oleh sistem pengelolaan yang diterapkan dengan memperhatikan lingkungan dan potensi pengembangan lahan tambak yang sesuai dengan peruntukannya.

Kawasan lahan pesisir yang dijadikan sebagai sentra pengembangan budidaya tambak menggunakan teknologi yang semakin intensif harus dilandasi dengan perencanaan yang tepat, mempertahankan karakteristik wilayah dan daya dukung lahan tetap stabil serta memperhatikan kepentingan sektor lain (Naamin et al., 1991).

Penelitian ini bertujuan untuk memudahkan dalam mendapatkan data dan informasi secara cepat dan akurat tentang kesesuaian lahan minapolitan bagi pengembangan budidaya tambak ikan bandeng berkelanjutan di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur yang disajikan dalam bentuk peta tematik dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Bahan dan Metode

Penilitian dilaksanakan di wilayah pesisir Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur pada bulan April dan Mei 2011. Lokasi penelitian antara lain di Kecamatan Manyar, Kebomas, Cerme, Duduk Sampeyan, Dukun, Ujung Pangkah, Panceng, Bungah dan Sidayu dengan aktivitas penelitian berupa survei lokasi kesesuaian lahan budidaya tambak ikan bandeng berkelanjutan. Survei lokasi tersebut dilakukan berdasarkan morfologi pantainya, keragaman kawasan lahan budidaya dan vegetasi mangrove sebagai zonasi penyangga (McRae dan Burnham, 1981). Hasil akhir berupa peta kesesuaian lahan budidaya tambak secara spasial yang selanjutnya diharapkan oleh pengambil keputusan digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi dan mengalokasikan Rencana Tata Ruang Wilayah pesisir serta lahan minapolitan secara tepat, akurat dan terkini bagi pengembangan budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Pengumpulan data primer meliputi data topografi pesisir, peubah kualitas tanah seperti pHF diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment, 1998). Penentuan titik-titik pengambilan contoh tanah di lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pada peta Satuan Unit. Contoh tanah diambil pada 2 kedalaman tanah yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm dari permukaan tanah, diberi label kode lokasi dan tanggal pengambilannya, dimasukkan dalam cold box yang diberi es kering, dan dibawa ke Laboratorium Tanah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros untuk dianalisis. Peubah kualitas tanah yang dianalisis di Laboratorium meliputi tekstur tanah dengan metode hidrometer (Bouyoucos, 1962), bahan organik dengan metode Ignition loss (Melville, 1993), PO4 dengan metode Olsen (Sulaeman et al., 2005). Peubah kualitas air diukur langsung di lokasi penelitian dan mengikuti titik pengambilan contoh tanah meliputi suhu, pH, salinitas, dan oksigen terlarut dengan menggunakan Hydrolab Minisonde. Untuk contoh air menggunakan Kemmerer Water Sampler dan di masukkan dalam botol yang diberi label kode lokasi dan tanggal pengambilannya, selanjutnya dimasukkan dalam cold box yang diberi es kering dan dibawa ke Laboratorium Air Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau di Maros untuk dianalisis. Peubah kualitas air yang dianalisis meliputi NH4, NO2, NO3, PO4, bahan organik total, karbon organik, kekeruhan, dan padatan tersuspensi total mengikuti petunjuk Menon (1973), Parson et al. (1989), dan APHA (2005).

Setiap titik pengukuran dan pengambilan contoh di lokasi penelitian ditentukan posisinya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Jumlah titik pengukuran dan pengambilan contoh di lokasi penelitian ditentukan berdasarkan luas lokasi, kondisi lokasi dan tingkat keragaman lokasi (Duivenbooden, 1995). Sebaran titik pengukuran dan pengambilan contoh di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Page 3: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 3

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Gambar 1. Peta sebaran stasiun pengamatan kesesuaian lahan budidaya tambak ikan bandeng

berkelanjutan di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Pengumpulan data sekunder meliputi penelusuran laporan tahunan, pustaka hasil

penelitian dan hasil pengamatan data meteorologi dari berbagai instansi terkait. Peta yang dikumpulkan meliputi peta jenis tanah skala 1 : 250.000 Provinsi Jawa Timur, peta curah hujan tahunan Provinsi Jawa Timur, peta kelerengan Kabupaten Gresik, 6 peta Rupabumi Indonesia wilayah Gresik skala 1 : 50.000 dan peta administrasi Kabupaten Gresik. Menggunakan data citra ALOS (Advanced Land Observing Satelite) AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2) akuisisi tahun 2010 yang telah terkoreksi secara radiometrik, geometrik dan teregistrasi. Kemudian dilakukan penajaman citra untuk mendapatkan tampilan/gambar citra satelit yang baik dalam menentukan lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan klasifikasi citra satelit dengan menggunakan software sistem informasi geografis (SIG). Hasil klasifikasi citra tersebut telah divalidasi melalui survei lapangan yang dilakukan pada April dan Mei 2011, kemudian diintegrasikan dengan peta dasar dari peta Rupabumi Indonesia hasil skan dan dijitasi menggunakan program Er Mapper 7.1 serta menggunakan klasifikasi terbimbing untuk mendapatkan data/informasi tentang tutupan lahan di lokasi penelitian (Lillesand & Kiefer, 2000). Informasi spasial lain yang didapatkan dari data primer dan sekunder juga diintegrasikan dengan peta penutup/penggunaan lahan.

Pengolahan data dari data primer, sekunder, dan peta penutup/penggunaan lahan yang sudah dikumpulkan dengan menggunakan analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Selanjutnya melakukan interpolasi pada setiap peubah dalam bentuk layer-layer peta tematik dengan menggunakan metode kriging. Mengacu pada skala penilaian dan faktor pembobotan kesesuaian lahan budidaya tambak ikan bandeng (Ahmad et al., 1998; Ismail et al.,

Page 4: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

4 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

1993), peta-peta tematik tersebut dioverlay (tumpang susun) pada software dan image analysis dalam ArcView 3.3. Hasil analisis spasial yang didapatkan berupa peta tematik kesesuaian lahan minapolitan untuk pengembangan budidaya tambak ikan bandeng berkelanjutan di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur yang akurat dan terkini. Penilaian terhadap tingkat kesesuaian lahan minapolitan budidaya tambak ikan bandeng dilakukan secara kuantitatif melalui skoring dengan faktor pembobot (Tabel 1). Parameter yang pengaruhnya dominan dan relatif tidak dapat diubah memiliki faktor pembobot yang paling tinggi, parameter yang pengaruhnya sama dengan parameter yang lain memiliki faktor pembobot yang sama, sedangkan parameter yang kurang dominan pengaruhnya memiliki faktor pembobot yang lebih rendah. Nilai total faktor pembobot dari setiap parameter berjumlah 100. Lahan yang masuk kategori kesesuaian tinggi (S1) memiliki skor 3, kategori kesesuaian sedang (S2) memiliki skor 2, dan kategori kesesuaian rendah (S3) memiliki skor 1. Analisis secara kuantitatif menggunakan pendekatan: Y = Σ ai.Xn, di mana: Y = nilai tingkat kesesuaian lahan; ai = faktor pembobot; dan Xn = skor.

Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kategori ditentukan dari nilai persentase dari hasil perhitungan di atas. Dengan demikian akan diperoleh kisaran persentase setiap kategori sebagai berikut: kategori kesesuaian tinggi (S1): Y = 85 – 100%, kategori kesesuaian sedang (S2): Y = 70 – 84%, kategori kesesuaian rendah (S3): Y = 55 - 69% dan (N): Y = < 55%, kategori tidak sesuai untuk lahan tambak ikan bandeng. Tabel 1. Persyaratan tingkat kesesuaian lahan budidaya tambak ikan bandeng (Chanos-chanos

Forsk.)

Faktor/Peubah S1 S2 S3 N

1.Topografi dan Hidrologi: -Kemiringan (%) -Kestabilan pantai -Pasang surut (m) -Zona penyangga (mangrove) (m) 2. Kondisi Tanah: -Kedalaman tanah (m) -Kedalaman lapisan pirit dari permukaan tanah (m) -Liat (%) -pHF-pHFOX -Karbon organik (%) 3. Kualitas Air: -Suhu (oC) -Salinitas (ppt) -pH -Oksigen terlarut (mg/L) 4. Iklim: -Curah hujan tahunan (mm/tahun)

<1,0 Sangat stabil

1,5-2,5 130xselisih

pasut purnama (m) setempat

>2,0

>2,0

15-20 <1,0

1,5-2,5

28-31 15-25 7,5-8,5 4,0-7,5

2.500-3.000

1,0-2,0 Stabil

1,0-1,5 130xselisih pasut

(m) setempat

1,5-2,0

1,0-2,0

20-25 1,0-3,0 0,5-1,5

25-28

10-15 dan 25-30 8,5-9,5 dan 6,0-

7,5 7,5-10,0 dan 2,0-

4,0 2.000-2.500

2,0-3,0 Relatif stabil

0,5-1,0 dan 3,0-3,5 130xselisih pasut

(m) setempat

1,0-1,5

0,5-1,0

25-30 3,0-5,0

<0,5 dan 2,5-8,0

20-25 dan 31-40 <10 dan 30-50

9,5-11,0 dan 4,5-6,0

10,0-12,0 dan 1,0-2,0

3.000-3.500 dan 1.000-2.000

>3,0 Labil

<0,5 dan >3,5 Berada <100 m dari area yang

diproteksi

<1,0

<0,5

<15 dan >30 >5,0 >8,0

<20 dan >40

>50 >11,0 dan <4,5 >12,0 dan <1,0

>3.500 dan <1.000

Keterangan: S1 = Lahan kategori kesesuaian tinggi; S2 = Lahan kategori kesesuaian sedang; S3 = Lahan kategori kesesuaian rendah dan N = Lahan kategori tidak sesuai untuk tambak ikan bandeng

Menurut Hidayat et al. (1995), pengertian skala penilaian pada kategori kesesuaian tinggi

(S1) yaitu, apabila dalam tingkat pengelolaannya sangat didukung oleh parameter biofisik lahan dan karakteristik lingkungannya, sehingga tingkat produksi yang didapatkan tinggi. Kategori kesesuaian sedang (S2), apabila dalam tingkat pengelolaannya mulai terjadi penurunan parameter

Page 5: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 5

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

biofisik lahan, sehingga untuk mendapatkan tingkat produksi yang tinggi disarankan adanya input teknologi dan kategori kesesuaian rendah (S3), apabila dalam tingkat pengelolaannya disertai dengan penurunan parameter biofisik lahan yang berarti, produksi yang didapatkan rendah sehingga untuk meningkatkan produksi mutlak harus ada input teknologi.

Hasil dan Pembahasan Kondisi Umum Wilayah

Dalam rangka meningkatkan produksi budidaya tambak di lahan minapolitan yang maksimal dan kontinyu di Kabupaten Gresik Jawa Timur, pengembangan usaha budidaya tambak ikan bandeng sebaiknya disesuaikan dengan sistem pengelolaan, karakteristik wilayah, daya dukung lahan, terpadu dengan sektor lain, bersama-sama menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta dengan perencanaan tata ruang wilayah yang tepat dan ramah lingkungan. Dalam pengembangan kawasan budidaya tambak ramah lingkungan, evaluasi kesesuaian lahan dan di sepanjang kawasan pantainya harus disisakan untuk jalur hijau “buffer zone” perlu dilakukan guna menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan.

Pada umumnya kawasan pesisir Kabupaten Gresik memiliki topografi yang relatif rendah dan datar, kecuali sebagian lahan berupa bukit yaitu di Kecamatan Panceng dan Ujung Pangkah yang memiliki jenis tanah kapur. Tambak yang dibangun di areal dekat dengan laut dan muara Sungai Bengawan Solo yang elevasinya dapat dijangkau oleh pasang surut, airnya payau hingga asin, sedangkan tambak yang dibangun di areal jauh dari laut dan muara sungai tersebut ke arah daratan, umumnya tidak terjangkau oleh pasang surut, airnya tawar. Lahan rawa atau pasang surut yang tidak rata, bergelombang atau berbukit tidak layak dibangun untuk lokasi pertambakan karena memerlukan biaya yang mahal dalam memapas dan menimbun tanah, sedangkan lahan pasang surut yang memiliki kemiringan dan elevasi yang sangat landai merupakan lokasi yang ideal bagi pembangunan pertambakan. Lahan pesisir yang baik untuk budidaya tambak yaitu memiliki topografi relatif rendah dan datar serta elevasinya landai, apabila areal tersebut dibangun tambak yang meliputi desain, tata letak dan konstruksi serta dalam pengelolaan tambaknya memerlukan biaya yang relatif murah (Chanratchakool et al., 1995).

Menurut Ahmad et al. (1996), pengembangan usaha budidaya perikanan pesisir berbasis budidaya tambak dapat dilakukan pada kawasan pesisir yang memiliki kondisi lingkungan yang sesuai untuk persyaratan lokasi tambak antara lain: adanya sumber air laut dan air tawar, pasang surut 11 – 21 dm, topografi pantai relatif landai, kualitas tanah yang sesuai untuk teknologi yang akan diterapkan, curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun, bebas dari banjir, terlindung dari pengaruh arus kuat, gelombang besar, angin kencang serta bebas cemaran.

Berdasarkan sebaran potensi lahan pertambakan dan variasi salinitas air tambak di Kabupaten Gresik terdiri dari kawasan pertambakan air payau dan pertambakan air tawar. Pada tahun 2010, dengan luas pertambakan air payau 17.835,02 ha dapat mencapai produksi sebesar 21.431,39 ton dan pertambakan air tawar yang luasnya 14.629,05 ha dengan produksi 20.381,30 ton. Pada umumnya kawasan lahan pertambakan air payau terletak di dekat laut dan muara Sungai Bengawan Solo, sangat terjangkau oleh pasang surut air laut, airnya payau, tekstur tanahnya lempung liat berpasir hingga lempung berpasir, jenis vegetasi mangrovenya didominasi Avicennia sp. dan Sonneratia sp. Komoditas yang dibudidayakan di tambak air payau saat ini antara lain udang windu, udang vaname, bandeng, rumput laut (Gracilaria verrucosa), kerapu dan bawal. Lahan pertambakan air tawar letaknya jauh dari laut dan muara Sungai Bengawan Solo dan tidak terjangkau oleh pasang surut air laut, airnya tawar, tekstur tanahnya lempung berliat hingga lempung liat berpasir dan vegetasinya lebih banyak berasosiasi dengan vegetasi daratan seperti jenis Tamarindus sp., Acanthus sp., Hibiscus sp., dan Euchornia sp. Komoditas yang dibudidayakan di tambak air tawar saat ini antara lain udang windu, udang vaname, bandeng, tawes, tombro, lele, nila, patin dan kakap. Umumnya tambak air payau dan air tawar dikelola secara tradisional dan tradisional plus dengan monokultur dan polikultur dengan produksi relatif rendah. Kawasan lahan tambak minapolitan letaknya tersebar di wilayah tambak air payau dan tambak air tawar sehingga untuk meningkatkan produktivitas tambak berkelanjutan perlu dilakukan survei lokasi dengan menelaah karakteristik wilayah, permasalahan, kesesuaian dan pengelolaan lahan serta komoditas budidaya yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas.

Jumlah penduduk di Kabupaten Gresik pada tahun 2009 sebanyak 1.223.512 jiwa dengan kepadatan penduduk sebanyak 1.019 jiwa/km2 yang menyebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Gresik. Kepadatan tertinggi di sekitar kawasan pertambakan Kecamatan Manyar,

Page 6: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

6 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Kebomas, Cerme, Dukun, Bungah, kemudian di Kecamatan Panceng, Duduk Sampeyan dan Ujung Pangkah serta yang relatif sedikit kepadatannya di Kecamatan Sidayu. Besarnya jumlah penduduk dan industri serta terdapatnya sarana jalan roda empat yang memadai dari kawasan tambak ke kabupaten lain menjadikan konsumen pasar lokal yang baik bagi produksi tambak dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, tetapi dengan berkembangnya jumlah penduduk dan industri di kawasan pertambakan, limbah rumah tangga (organik) dan industri yang berlebihan terbuang dan terakumulasi di dasar perairan tambak, sungai dan laut dapat menurunkan kualitas airnya yang selanjutnya dapat menurunkan produktivitas tambak. Begitu juga semakin padat penduduknya dan berkembangnya industri menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang berdampak pada penyempitan lahan tambak dan kerusakan ekosistem mangrove. Hal ini terbukti pada tahun 2010, luas tambak di Kabupaten Gresik 32.464,07 ha dan tahun 2011, luas tambaknya 30.904,5 ha sehingga terjadi penurunan sebesar 1.559,57 ha, hal ini disebabkan terjadi alih fungsi lahan tambak menjadi lahan pemukiman dan industri serta konflik penggunaan lahan. Menurut Suyanto & Mujiman (2003), persyaratan wilayah untuk pertambakan antara lain adanya kawasan vegetasi mangrove minimum 10 – 20% dari jumlah luasan lahan yang akan dijadikan pertambakan, ketersediaan saluran pengairan, suplai sumber air dan pendukung lainnya.

Lahan pesisir yang sudah di kelola menjadi kawasan pertambakan, lahan tepi laut yang potensial untuk budidaya tambak dan disebelah kanan kiri sungai dalam kawasan sentra pertambakan, pengelola wajib menyisakan lahan tersebut sebagai kawasan jalur hijau yang berupa vegetasi hutan mangrove sesuai Keppres Nomor 32 Tahun 1990.

Lebar jalur hijau di sepanjang pantai Kabupaten Gresik yang harus diaplikasikan minimal 130 x nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah setempat (1,1 m) yang diukur dari garis pantai saat air surut terendah yaitu 143 m dan lebar jalur hijau di tepi sungai minimal berjarak 100 m dari kiri dan kanan sungai besar serta 50 m dari kiri dan kanan sungai kecil yang berada di luar pemukiman.

Berdasarkan Keppres tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik telah menetapkan rencana tata ruang wilayah pantai dan sungai berhutan mangrove untuk melindungi kegiatan budidaya tambak yang akan dikembangkan di beberapa kecamatan terutama yang mangrovenya tipis dan langsung berbatasan dengan Laut Jawa yaitu di Kecamatan Kebomas, Manyar, Bungah, Sidayu dan Ujung Pangkah (Anonim, 2010).

Tanah

Pada umumnya jenis tanah di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik didominasi tanah alluvial non sulfat masam karena lebih banyak dipengaruhi sedimentasi yang terbawa aliran Sungai Bengawan Solo saat banjir yang mengendap di kawasan lahan tambak sekitar hulu sungai sampai di hilir dan sebagian kecil tanah sulfat masam yaitu di kawasan lahan tambak sekitar mangrove. Hasil analisis tekstur tanah tambak di Kabupaten Gresik sebanyak 57 contoh tanah masing-masing pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm, cukup bervariasi mulai dari liat, lempung, lempung berliat, lempung berdebu, lempung berpasir, lempung liat berpasir hingga pasir berlempung (Tabel 2). Tekstur tanah tersebut didominasi oleh fraksi lempung dan liat yang berasal dari hulu daerah aliran sungai umumnya didapatkan di lokasi tambak bekas lahan kosong, sawah atau tegalan, sedangkan fraksi pasir yang berasal dari laut didapatkan di lokasi tambak bekas mangrove. Menurut Poernomo (1992), tekstur tanah tambak yang baik untuk budidaya udang dan ikan bandeng sistem tradisional yang hanya menggantungkan pada jasad renik bentik seperti kelekap dan lumut yaitu lempung liat berpasir, sedangkan tekstur tanah tambak sistem semiintensif dan intensif yang menggunakan pakan buatan yaitu lempung liat berpasir hingga lempung berpasir.

Page 7: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 7

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Tabel 2. Kisaran nilai setiap peubah kualitas tanah dan tekstur tanah tambak pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Peubah kualitas tanah Kedalaman (cm)

Kisaran nilai Nilai ideal

1. Tekstur

2. pH 3. Potensial redoks (mV) 4. PO4 (mg/L) 5. Bahan organik (%)

0-20

20-40

0-20 20-40

0-20 20-40

0-20 20-40

0-20 20-40

Lempung berdebu, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung liat

berpasir, lempung berliat, liat dan lempung

Lempung berpasir, lempung berdebu, lempung liatberpasir,

lempung berliat, liat dan lempung

6,24 – 7,98 5,94 – 7,81

(-312) – (+105) (-326) – (+310)

53,16 – 2.818,07 12,60 –3.097,10

0,67 – 11,53 0,11 – 10,45

Lempung liat berpasir: tambak

tradisional –semiintensif

Lempung berpasir:

tambak intensif

6,5 – 7,0

Minimal + 50 mV

> 60 mg/L: tambak tradisional, tambak

intensif kurang diperlukan

1,7 – 5,2% baik untuk tambak

Nilai pH tanah tambak yang didapatkan pada kedalaman 0-20 cm berkisar 6,24 – 7,98 dan kedalaman 20-40 cm berkisar 5,94 – 7,81. Secara umum sampai kedalaman 40 cm, pH tersebut tergolong netral, masih dalam kategori baik dan mendukung kegiatan budidaya tambak. Jenis tanah tambak yang demikian merupakan ciri tanah aluvial non sulfat masam. Netralnya pH tanah sangat ditentukan oleh rendahnya kandungan bahan organik yang didapatkan pada tambak bekas lahan kosong, sawah atau tegalan di hampir semua kecamatan. Tingginya kandungan bahan organik tanah, sebagian kecil didapatkan pada kawasan lahan tambak di areal mangrove yang memiliki potensi kemasaman tanah hasil akumulasi bahan organik dari sisa-sisa vegetasi mangrove seperti di Kecamatan Bungah dan Manyar.

Secara alami proses oksidasi dan reduksi dalam tanah dasar tambak untuk mengetahui tanah tambak dalam kondisi aerob atau anaerob. Kondisi tanah tambak yang baik, saat persiapan harus dilakukan penjemuran atau teroksidasi yang bermanfaat untuk memperbaiki sifat biofisik tanah, meningkatkan mineralisasi bahan organik dan menghilangkan senyawa-senyawa beracun seperti NH3, H2S, NO2 dan CH4. Nilai oksidasi dan reduksi potensial tanah tambak yang didapatkan di Kabupaten Gresik pada kedalaman 0-20 cm berkisar (-312 mV) – (+105 mV) dan kedalaman 20-40 cm berkisar (-326 mV) – (+310 mV). Hampir semua tambak di Kabupaten Gresik memiliki potensial redoks tanah bermuatan negatif karena tambaknya selalu tergenang dan jarang dikeringkan sehingga kondisi tambaknya tereduksi atau dalam kondisi anaerob. Saat tambak dalam kondisi anaerob terdapat senyawa-senyawa beracun yang dapat mematikan ikan yang dibudidayakan. Menurut Noor (2004), kondisi tanah tambak yang tergenang (anaerob), laju oksidasi dan proses perombakan bahan organik lebih lambat, tetapi memiliki laju pereduksi sulfur dan besi lebih cepat dari pada di tambak yang kering (aerob). Variasi nilai potensial redoks tergantung dari perbedaan tekstur dan banyaknya kandungan bahan organik dalam tanah. Tanah dasar tambak yang bertekstur dominan pasir dalam kondisi aerob laju oksidasi lebih cepat dari pada yang memiliki banyak kandungan bahan organik. Untuk mengembalikan kondisi dasar tambak yang baik diperlukan nilai redoks potensial minimal plus (+) 50 mV dengan nilai pH 6,5 – 8,5 (Boyd cit Widigdo, 2003).

Nilai kandungan fosfat tanah yang didapatkan di tambak dengan kedalaman 0-20 cm berkisar 53,16 – 2.818,07 mg/L dan kedalaman 20-40 cm berkisar 12,60 –3.097,10 mg/L,m tergolong rendah hingga tinggi, namun masih dalam kategori cukup baik terutama untuk kegiatan

Page 8: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

8 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

budidaya tambak sistem tradisional seperti yang dilakukan sebagian besar petambak di Kabupaten Gresik. Di tambak, fosfat termasuk unsur esensial untuk tumbuh dan berkembangnya produktivitas primer dan penambahan fosfat dapat meningkatkan produksi ikan herbivor di tambak (Boyd, 1995). Ketersediaan fosfat > 60 mg/L dalam tanah tambak tergolong baik untuk kegiatan budidaya tambak tradisional (Karthik et al., 2005).

Kandungan bahan organik tanah tambak dengan kedalaman 0-20 cm berkisar 0,67 - 11,53% dan kedalaman 20-40 cm berkisar 0,11 – 10,45%, secara umum tergolong rendah. Kandungan bahan organik tanah yang tinggi hanya didapatkan di kawasan tambak Desa Randu Boto Kecamatan Sidayu yaitu 10,45% dan 11,53%. Tanah tambak di desa tersebut bukan tergolong tanah gambut karena kandungan bahan organiknya masih lebih rendah dari 20%. Menurut Boyd (2002), kisaran kandungan bahan organik tanah yang baik untuk tambak yaitu 1,7 – 5,2%. Kisaran nilai kandungan bahan organik tanah yang didapatkan masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya tambak.

Sumber Air

Keberadaan laut, sungai besar dan sodetannya yang terbagi dalam beberapa cabang sungai dan muara sungai sebagai sumber air untuk mengairi pertambakan di Kabupaten Gresik, dapat memberikan salinitas air tambak cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 3. Salinitas air laut berkisar 26,55 – 28,11 ppt, muara sungai berkisar 18,82 – 25,15 ppt, dan Sungai Bengawan Solo berkisar 0,11 – 16,73 ppt serta sebagian air tanah dengan kedalaman 25 m dan 30 m, masing-masing salinitasnya 10,37 ppt dan 13,28 ppt, merupakan sumber air utama untuk memasok pertambakan di Kabupaten Gresik. Tambak yang dapat dijangkau air pasang laut, airnya relatif payau (10,71 – 19,97 ppt), sebaiknya komoditas yang dibudidayakan seperti udang windu, udang vaname, rumput laut dan organisme lain yang bersifat eurihalin dengan komoditas unggulannya yaitu ikan bandeng, sedangkan tambak yang sedikit atau sampai tidak terjangkau air pasang laut, airnya relatif tawar (0,14 – 5,04 ppt), sebaiknya membudidayakan komoditas air tawar seperti ikan gurami, tombro, nila, tawes, dan organisme lain yang bernilai ekonomis dengan mempertahankan salinitas yang optimum selama pemeliharaan. Kisaran salinitas yang diperlukan untuk pertumbuhan optimum udang windu, udang vaname dan rumput laut jenis Gracilaria verrucosa yaitu 15 – 25 ppt (Poernomo, 1988; Kordi, 2007; Anonymous, 1991) dan ikan bandeng dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 18 – 30 ppt (Ismail et al., 1993). Suhu air di kawasan tambak Kabupaten Gresik berkisar 27,88 – 35,69oC. Suhu air yang tinggi, didapatkan di tambak sangat dangkal, berbatasan dengan sawah dan pemukiman serta saat pengukuran dilakukan pada sore hari yaitu di Desa Dungus Kecamatan Cerme. Kisaran suhu air yang baik untuk budidaya ikan bandeng antara 25oC dan 32oC (Ismail et al., 1993).

Nilai pH air tambak yang di dapatkan di Kabupaten Gresik berkisar 8,08 – 10,34 relatif agak tinggi, namun masih dalam batas baik untuk budidaya tambak. Rata-rata tingginya pH air tambak karena jenis tanahnya yang aluvial non sulfat masam dan kandungan bahan organik tanah relatif rendah. Pada umumnya pH air yang baik bagi organisme akuatik berkisar 6,5 – 9,0 (Swingle, 1968). Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Jika pH rendah, dapat menghambat proses nitrifikasi dan sebagian besar tanaman air termasuk kelekap dan lumut mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH < 4 (Haslam, 1995). Kisaran nilai pH tambak tersebut umumnya netral hingga alkalis dan masih dalam batas baik sebagai media budidaya tambak ikan bandeng. Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor utama pembatas bagi kehidupan organisme akuatik. Kebutuhan organisme akuatik akan oksigen terlarut sangat bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktivitasnya. Oksigen terlarut di pertambakan Kabupaten Gresik berkisar 6,27 – 8,98 mg/L. Kisaran nilai konsentrasi oksigen terlarut tersebut masih baik dan sesuai untuk kegiatan budidaya tambak tradisional dan tradisional plus yang saat ini diaplikasikan oleh pembudidaya tambak di Kabupaten Gresik, walaupun terdapat kandungan oksigen terlarut yang rendah masih belum menjadi masalah. Menurut Effendi (2003), konsentrasi oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L, berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pencampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air.

Page 9: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 9

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Tabel 3. Kisaran nilai setiap peubah kualitas air tambak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur Peubah kualitas air

Satuan

Kisaran nilai

Nilai ideal

1. Salinitas: - laut

- muara sungai - sungai - tambak

2. Suhu air 3. pH 4. Oksigen terlarut 5. NH4-N 6. NO2-N 7. NO3-N 8. PO4-P

ppt ppt ppt

oC

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

26.55 – 28,11 18,82 – 25,15 0,11 - 16,73 0,14 -19,97

27,88 – 35,69 8,08 – 10,34 6,27 - 8,98

0,4234 – 5,0082 0,0092 – 0,0981 0,0702 – 3,7224 0,0032 – 0,9410

30 – 35 25 - 30

10 – 25 15 - 25 29 – 31 7,0 – 8,5

4 – 7 0,30 0,25

0,008 0,015

Kisaran nilai kadar amoniak (NH4+) di tambak Kabupaten Gresik yaitu 0,4234 – 5,0082

mg/L, masih dalam kategori baik dan mendukung kegiatan budidaya tambak. Tingginya kadar amoniak (5,0082 mg/L) didapatkan pada tambak yang baru dipupuk dengan urea dan rata-rata tingginya kadar amoniak di kawasan tambak karena letak saluran tambaknya melalui sawah dan pemukiman sehingga diduga sumber amoniak perairan tambak berasal dari akumulasi hasil pemecahan nitrogen organik (urea) dan reduksi gas nitrogen yang berasal dari limbah domestik. Amoniak dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun dari pada yang berbentuk ion (NH4

+), daya racun amoniak semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pH, suhu, dan salinitas serta kesadahan air tambak yang rendah. Kadar NH3-N antara 0,05 – 0,2 mg/L sudah menghambat laju pertumbuhan organisme akuatik pada umumnya (Poernomo, 1988). Menurunnya kadar amoniak dapat disebabkan oleh aktivitas aerasi, pengenceran di dalam tandon, proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrobacter dan Nitrosomonas, dan penyerapan oleh plankton yang terdapat di dalam air tambak.

Kandungan nitrit (NO2-N) merupakan produk dari proses nitrifikasi yang beracun terhadap ikan dan udang. Nilai kandungan NO2-N di lokasi survei berkisar 0,0092 – 0,0981 mg/L. Kisaran nilai tersebut umumnya masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya tambak. Perairan alami umumnya mengandung NO2-N sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (Canadian Council of Resource and Environment Ministers, 1987). Di perairan, kandungan nitrit jarang melebihi 1 mg/L dan kandungan nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L, bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sangat sensitif (Moore, 1991). Kandungan nitrat (NO3-N) merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi sebagai sumber unsur N esensial untuk pertumbuhan alga dan tanaman air yang dibutuhkan sebagai sumber utama pakan alami bagi ikan bandeng dan udang di tambak. Nilai kandungan NO3-N di lokasi survei berkisar 0,0702 – 3,7224 mg/L. Kisaran nilai tersebut masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya tambak. Tingginya kandungan NO3-N didapatkan pada tambak tradisional yang ditumbuhi banyak tanaman air dan kelekap. Untuk penerapan tambak tradisional, nitrat anorganik sangat diperlukan untuk menstimulir pertumbuhan kelekap, plankton, dan lumut sebagai pakan alami utama bagi ikan dan udang. Berdasarkan tingkat kesuburan perairan, ditinjau dari kandungan nitratnya, maka tambak di Kabupaten Gresik tergolong dalam perairan oligotrofik dan mesotrofik serta kandungan nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L (Effendi, 2003). Kandungan fosfat (PO4-P) ini umumnya dalam bentuk anorganik sebagai sumber unsur P esensial untuk pertumbuhan tanaman air, kelekap, plankton, dan lumut yang dibutuhkan sebagai sumber utama pakan alami bagi ikan bandeng dan udang di tambak. Kandungan PO4-P yang didapatkan di lokasi survei berkisar 0,0032 – 0,9410 mg/L, masih tergolong baik sebagai media budidaya tambak. Tingginya kandungan fosfat (0,9410 mg/L), didapatkan di tambak Desa Dungus Kecamatan Cerme dan diduga akibat dari akumulasi limbah pupuk pertanian SP36 dan limbah domestik karena letak kawasan tambak berbatasan dengan sawah dan pemukiman. Kandungan fosfat di perairan alami berkisar 0,005 – 0,020 mg/L dan di air tanah 0,02 mg/L. Kandungan fosfat total di perairan alami jarang yang melebihi dari 1 mg/L (Boyd, 1988). Berdasarkan tingkat kesuburan perairan, ditinjau dari kandungan fosfatnya, maka tambak di Kabupaten Gresik memiliki tingkat kesuburan sedang dan tinggi.

Page 10: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

10 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Lokasi Pengembangan Budidaya Tambak Lokasi pengembangan budidaya tambak ikan bandeng, Chanos-chanos Forsk. di

Kabupaten Gresik, dapat diidentifikasi dan disajikan dalam bentuk peta tematik (Gambar 2). Dari hasil analisis kesesuaian lahan tersebut menunjukkan bahwa kawasan tambak ikan bandeng yang ada di Kabupaten Gresik saat ini seluas 31.940,58 ha, yang tergolong kesesuaian tinggi (kelas S1) seluas 1.420,58 ha dan yang tergolong kesesuaian sedang (kelas S2) seluas 30.520 ha (Gambar 2). Lahan tambak ikan bandeng yang tergolong kesesuaian tinggi diartikan sebelum dan saat lahan dikelola tidak ditemukan kendala dan produksi yang didapatkan tinggi. Lahan tambak yang tergolong kesesuaian sedang diartikan sebelum dan saat lahan dikelola sudah terdapat kendala yang diatasi dan apabila produksi ditingkatkan, disarankan mengelola lahan. Lahan yang tergolong kesesuaian tinggi di peruntukkan bagi kegiatan budidaya ikan bandeng dengan teknologi semiintensif sampai intensif. Lahan yang tergolong kesesuaian sedang di peruntukkan bagi kegiatan budidaya ikan bandeng dengan teknologi tradisional sampai semiintensif. Vegetasi mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga atau jalur hijau saat ini sudah menipis perlu dilakukan revitalisasi dan rehabilitasi mangrove untuk melindungi kawasan pertambakan sesuai Keppres Nomor 32 Tahun 1990.

Gambar 2. Peta kesesuaian lahan budidaya tambak ikan bandeng, Chanos-chanos Forsk. di

Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Kesimpulan

Dengan memanfaatkan data citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 yang dipadukan dengan data lapangan dan dianalisis secara spasial dengan SIG menunjukkan bahwa kawasan tambak ikan bandeng yang ada di Kabupaten Gresik saat ini seluas 31.940,58 ha, yang tergolong kesesuaian tinggi (kelas S1) seluas 1.420,58 ha dan yang tergolong kesesuaian sedang (kelas S2) seluas 30.520 ha.

Page 11: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 11

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Kondisi tanah dan air di kawasan tambak Kabupaten Gresik saat ini sangat baik untuk kegiatan budidaya ikan bandeng.

Lahan yang tergolong kesesuaian tinggi di peruntukkan bagi kegiatan budidaya ikan bandeng dengan teknologi semiintensif sampai intensif. Lahan yang tergolong kesesuaian sedang di peruntukkan bagi kegiatan budidaya ikan bandeng dengan teknologi tradisional sampai semiintensif.

Vegetasi mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga atau jalur hijau saat ini sudah menipis perlu dilakukan revitalisasi dan rehabilitasi mangrove untuk melindungi kawasan pertambakan di sekitarnya sesuai Keppres Nomor 32 Tahun 1990.

Daftar Pustaka Ahmad, T., E. Ratnawati & M.J.R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penerbit

Penebar Swadaya, anggota IKAPI, Bogor, 96 hlm. Ahmad, T., A. Mustafa & A. Hanafi. 1996. Konsep pengembangan desa pantai mendukung

keberlanjutan produksi perikanan pesisir. P. 91-106. Dalam Poernomo, A., H.E. Irianto, S. Nurhakim, Murniyati, dan E. Pratiwi (Eds.). Prosiding Rapat Kerja Teknis Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Peneliti Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK, Serpong, 19-20 Nopember 1996. Badan Litbang Pertanian, Pulsitbang Perikanan, Jakarta.

Ahern, C.R. & G.E. Rayment. 1998. Codes for acid sulfate soils analytical methods. In: Ahern,

C.R., Blunden, B., and Stone, Y. (Eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW, p. 31-35.

Anonim. 2011. Gresik Dalam Angka. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik dan

Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik, 248 hlm. Anonim. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik Tahun 2010 - 2030.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Gresik, 128 hlm. Anonim. 1991. Mariculture of seaweeds. In: Shokita, S., Kakazu, K., Tomori, A. and Toma, T.

(Eds.), Aquaculture in Tropical Areas. Midori Shobo Co., Ltd., Tokyo, p. 31-95. APHA (American Public Health Association). 2005. Standart Methods for Examinition of Water and

Wastewater. APHA-AWWA-WEF, Washington, DC. 1,185 pp. Bouyoucos, C.J. 1962. Hydrometer method improved for making particle size analysis of soils.

Agronomy Journal, 54: 464-465. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University

Agricultural Experiment Station, Alabama, USA, 359 pp. Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York,

348 pp. Boyd, C.E., C.W. Wood & T. Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management.

Oregon State University. Corvallis, Oregon, 41 pp. Canadian Council of Resource and Environment Ministers. 1987. Canadian Water Quality.

Canadian Council of Resource and Environment Ministers, Ontario, 92 pp. Chanratchakool, P., J.F. Turnbull, S. Funge-Smith & C. Limsuwan. 1995. Health Management in

Shrimp Ponds. Second edition. Aquatic Animal Health Research Institute, Department of Fisheries, Kasetsart University Campus, Bangkok, 111 pp.

Duivenbooden, N.V. 1995. Land Use Systems Analysis as A Tool in Land Use Planning, 176 pp.

Page 12: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

12 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 258 hlm.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Prespective. John Wiley and Sons, Chichester,

UK. 253 pp. Hidayat, A., M. Soekardi & Ponidi. 1995. Kajian kesesuaian lahan untuk mendukung

pembangunan perikanan pantai dan pertanian di daratan Kasipute-Lainea, Sulawesi Tenggara. P. 96-162. Dalam Laporan Akhir Hasil Penelitian Potensi dan Hasil Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perikanan Pantai (Tingkat Tinjau Mendalam) Daerah Kasipute-Lainea, Sulawesi Tenggara. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bekerjasama dengan Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional, Jakarta.

Ismail, A., A. Poernomo, P. Sunyoto, Wedjatmiko, Dharmadi & R.A.I. Budiman. 1993. Pedoman

Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 679 hlm.

Karthik, M., J. Suri, N. Saharan & R.S. Biradar. 2005. Brackhiswater aquaculture site selection in

Palghar Taluk, Thane District of Maharashtra, India, using the techniques of remote sensing and Geographical Information System. Aquacultural Engineering, 32:285-302.

Kordi, K.M.G.H. 2007. Pemeliharaan Udang Vanname. Penerbit Indah, Surabaya, 100 hlm. Lillesand, T.M., & R.W. Kiefer. 2000. Remote Sensing and Image Interpretation. Fourth Edition.

John Wiley & Sons, New York, USA, 736 pp. McRae, S.G. & C.P. Burnham. 1981. Land Evaluation. Clanrendon Press Oxford, 239 pp. Melville, M.D. 1993. Soil Laboratory Manual. School of Geography, The University of New South

Wales, Sydney, 74 pp. Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and

Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang, 190 pp. Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. SpringerVerlag, New York, 334 pp. Naamin, N., F. Cholik, S. Ilyas, Dwiponggo, T. Ahmad, J. Widodo, dan W. Ismail. 1991. Petunjuk

Teknis Pengelolaan Perairan Laut dan Pantai Bagi Pembangunan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 88 pp.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa. Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Edisi ke-1,

cetakan 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 229 pp. Parsons, T.R., Y. Maita & C.M. Lalli. 1989. A Manual of Chemical and Biological Methods for

Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford, 173 pp. Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7.

Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros, 30 hlm.

Poernomo, A. 1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 40 hlm. Sulaeman, Suparto & Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman Air, dan

Pupuk. Dalam: Prasetyo, B.H. Santoso, D., dan Widowati, L.R. (Eds.). Balai Penelitian Tanah, Bogor, 136 hlm.

Page 13: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · pH F diukur langsung di lokasi penelitian dengan pH meter dan potensial redoks dengan redoxmeter (Ahern & Rayment,

Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-18) - 13

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Suyanto, R.S. & A. Mudjiman. 2003. Budidaya udang windu. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta, 213 hlm.

Swingle, H.S. 1968. Standardization of chemical analysis for waters and pond muds. FAO

Fisheries Report, 44(4): 397-406. Utojo, Mustafa, A., Rachmansyah & Hasnawi. 2009. Penentuan lokasi pengembangan budidaya

tambak berkelanjutan dengan aplikasi sistem informasi geografis di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Riset Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta 3(4): 407 – 423.

Widigdo, B. 2003. Permasalahan dalam budidaya udang dan solusinya. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan

dan Perikanan Indonesia, 10(1):18-23. Tanya Jawab -