seminar akuntansi syariah (asuransi menurut …€¦ · · 2016-12-11seminar akuntansi syariah...
TRANSCRIPT
SEMINAR AKUNTANSI SYARIAH
(Asuransi Menurut Pandangan Islam)
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Seminar Akuntansi Syariah
Oleh:
Lydia Nur Fadhila 133403036
Maya Nurmayanthi 133403047
Esti Dwi Utari 133403052
Esti Mustikasari 133403053
Linlin Carolina 133403058
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SILIWANGI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berat
rahmat dan hidayah-Nya penulis telah mampu menyelesikan makalah berjudul
“Asuransi Menurut Pandangan Islam”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Syariah.
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan
perlindungan pada tertanggung apabila terjadi resiko di masa mendatang.
Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan
mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung
dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia
bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan
mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat
kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk
mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu
anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Euis Rosidah, S.E, M.Ak., selaku dosen mata kuliah yang telah
membantu penulis selama menyusun makalah ini;
2. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini;
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
semoga Allah swt. Memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki
banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistemmatika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu,penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin
Tasikmalaya, November 2016
Penulis
ABSTRACT
In Islam, insurance has actually been practiced since the time of The
Prophet Muhammad saw. The precursor of Islamic insurance, according to
some scholars is al-diyah „ala al-„aqilah. Al-„aqilah is the habit of Arab tribes
having been practiced long before Islam where if one member of the tribe were
killed by other tribe members, the heirs of the victim will be paid with blood
money (al-diyah) as compensation by the next of kind of the killer. Next of kind
of the killer is known as al-„aqilah. After the arrival of Islamic law. Furthermore,
al-„aqilah was contained in the Charter of Medina. In the next period, this al-
„aqilah or insurance continued to be practiced by the caliphs, especially during
Caliph Umar bin al-Khatab until now. Islamic insurance or sharia-based
insurance is more nuanced with generosity rather than profit oriented.
Therefore, the aspect of mutual help always serves as a primary basis of the
practice of Islamic insurance. Islam regards insurance as a social phenomenon
forned on the basis of mutual help and a sense of humanity. Today Islamic
insurance is growing rapidly in many countries. This suggests that Islamic
insurance is quite attractive to the public in various countries. The problem is,
until now there are many people including some Muslims who do not
understand Islamic insurance.
Keywords : Islamic insurance
ABSTRAK
Dalam Islam, asuransi sebenarnya sudah dipraktikan sejak zaman
Rasulullah saw. Cikal bakal konsep asuransi Islam menurut sebagian ulama
adalah al-diyah „ala al-„aqilah. Al-„aqilah adalah kebiasaan suku Arab jauh
sebelum Islam datang. Jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota
suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai
kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari
pembunuh tersebut dikenal dengan al-„aqilah. Setelah Islam datang, sistem al-
„aqilah disahkan oleh Rasulullah saw menjadi bagian dari Hukum Islam. Bahkan
al-„aqilah tertuang dalam Piagam Madinah. Pada periode berikutnya, al-„aqilah
atau asuransi ini terus dijalankan oleh para Khalifah Umar bin Khattab sampai
sekarang. Asuransi Islam atau asuransi yang berdasarkan syariah lebih banyak
bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented. Oleh karena
itu, aspek tolong menolong selalu dijadikan dasar utama dalam menegakkan
praktik asuransi Islam. Islam memandang pertanggungan sebagai suatu
fenomena sosial yang dibentuk atas dasar saling tolong menolong dan rasa
kemanusiaan. Saat ini asuransi Islam sudah tumbuh di berbagai negara. Hal ini
menunjukkan bahwa asuransi Islam ternyata cukup diminati oleh masyarakat di
berbagai negara. Yang menjadi masalah, sampai saat ini masih banyak
masyarakat termasuk sebagian umat Islam yang belum memahami asuransi
Islam.
Kata kunci: Asuransi islam
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Makalah .................................................................................... 3
D. Kegunaan Makalah ............................................................................... 3
E. Prosedur Makalah ................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah yang Melatarbelakangi Adanya Asuransi ................................ 5
B. Manfaat Serta Prinsip Asuransi Dalam Islam ....................................... 26
C. Pandangan Islam terhadap Asuransi .................................................... 28
D. Jenis-Jenis Asuransi yang Ada di Indonesia ........................................ 40
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 52
B. Saran .................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang memiliki aturan universal, artinya islam
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam aspek ibadah,
politik, sosial, budaya, maupun aspek ekonomi. Hal ini sesuai dengan QS.
Al-Maidah ayat 3, yaitu yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan
juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Pada saat ini, banyak masyarakat dengan berbagai kondisi yang
akhirnya menjadi alasan seperti halnya akan terjadi kecelakaan, rumah
tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan yang
dimilikinya pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi
tiba-tiba membutuhkan biaya besar ditahun-tahun mendatang dan lain
sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut merupakan gambaran yang digembosi
oleh pihak asuransi dan akhirnya menjadi alasan masyarakat memilih untuk
memanfaatkan jasa asuransi tersebut.
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan
perlindungan pada tertanggung apabila terjadi resiko di masa mendatang.
Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan
mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung
dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam
dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis
akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada
tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan
untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada
salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal
dunia.
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-
lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun
perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang
telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi
yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa sejarah yang melatar belakangi adanya asuransi?
2. Bagaimana manfaat dan prinsip asuransi dalam islam?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap asuransi?
4. Apa saja jenis asuransi yang ada di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun
dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Sejarah yang melatarbelakangi adanya asuransi;
2. Manfaat dan prinsip asuransi dalam islam;
3. Pandangan islam terhadap asuransi;
4. Jenis asuransi yang ada di Indonesia.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik
secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna
sebagai pengembangan konsep asuransi menurut pandangan islam.
Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambahan pengetahuan dan konsep
ke ilmuan khususnya tentang konsep asuransi menurut
pandangan islam;
2. Pembaca/guru, sebagai media informasi tentang konsep asuransi
menurut pandangan islam baik secara teoritis maupun praktis.
E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini
penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan
komprehensif. Data teoretis dalam makalah ini dikumpulkan dengan
menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema
makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks tema makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah yang Melatarbelakangi Adanya Asuransi
Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk asuransi
perjalanan laut, yaitu pada abad 14 Masehi. Namun sebenarnya, asuransi
ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi. Praktek asuransi
waktu itu, seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang
akan berlayar. Jika kapal itu hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika
kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan)
yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan
pengembalian hutang dan ribanya. Di dalamnya merupakan perjanjian yang
bersifat riba, mengandung unsur perjudian dan bahaya. Dan hingga pada
saat ini, asuransi tetap memiliki unsur-unsur sebagaimana saat muncul
pertama kali.
Kemudian, pada abad 17 Masehi muncul asuransi di daratan, yaitu
di kalangan bangsa Inggris. Pertama kali, muncul dalam bentuk asuransi
kebakaran. Kemunculannya setelah terjadi kebakaran hebat di kota London
pada tahun 1666 Masehi. Kerugian yang diderita pada waktu itu, tidak
kurang dari 13 ribu rumah, dan sekitar 100 gereja terbakar. Dari sini,
asuransi kebakaran kemudian menyebar ke banyak negara di luar Inggris
pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika
Serikat, serta semakin bertambah jenisnya, khususnya pada abad 20
Masehi.
Adapun latar belakang lahirnya sistem asuransi syariah dan
penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia
adalah :
a. Dengan sistem konvensional, sistem perekonomian akan rapuh dan
tidak akan menyelesaikan problem,
b. Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al Qur‟an
(pedoman bagi umat Islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah
banyak mengandung unsur-unsur keadilan dibandingkan dengan
sistem konvensional,
c. Adanya permintaan pasar,
d. Adanya kebijakan pemerintah yang memberi kesempatan pada
perusahaan untuk membuka divisi syariah dan Fatwa MUI No.
21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah,
e. Asuransi syariah di Indonesia sebelum kurun waktu tahun 2001
hanya dijalankan oleh PT. Takaful sebagai pemain tunggal bidang
usaha asuransi syariah.
Perkembangan Asuransi Syariah
Asuransi syariah di Indonesia secara de facto diawali dengan
berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994
atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI)
yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui
Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa
Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha
muslim Indonesia. TEPATI ini mengadakan studi banding ke Malaysia pada
tanggal 7-10 Agustus 1993 sebagai langkah awal pendirian,untuk melihat
perkembangan dan sistem asuransi syariah di Malaysia yang dikelola oleh
perusahaan atau syarikat Takaful Malaysia SDN, Bhd.
Setelah melakukan studi banding TEPATI mendirikan PT. Syarikat
Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994, dengan nomor ijin usaha
dan operasional berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-
6712.HT.01.01. Th. 1994 dan SIUP Departemen Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 533/09-01/PB/VII/2000. Sebagai pelopor asuransi
syariah di Nusantara, PT. Syarikat Takaful Indonesia telah melayani
masyarakat dengan jasa perlindungan asuransi yang sesuai dengan prinsip
syariah dan menerapkan prinsip-prinsip murni syariah pertama di
Indonesia, selama lebih dari satu dasawarsa, melalui dua perusahaan
operasionalnya: PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan
PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah), sebagai anak
perusahaan dari PT. Takaful Indonesia sebagai perusahaan induk (Holding
Company).
Keberadaan PT. Syarikat Takaful Indonesia secara de jure baru
diakui dengan didirikan PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di
bidang asuransi jiwa syariah (Islamic Life Insurance Company) pada 4
Agustus 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan pada
SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-9583.HT.01.01. Th. 1994 dan SK.
Menteri Keuangan RI No. 385/KMK.017/1994 dan mulai beroperasi pada 25
Agustus 1994 ditandai dengan peresmian oleh Menteri Keuangan Mar‟ie
Muhammad dan diikuti dengan pendirian anak perusahaan yang bergerak
di bidang asuransi umum syariah (Islamic General Insurance Company)
yaitu PT Asuransi Takaful Umum, dengan nomor ijin usaha dan operasional
berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-18.286.HT.01.01. Th.
1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 247/KMK.017/1995 pada tanggal
31 Mei 1995, yang diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J.
Habibie pada 1 Juni 1995.
Asuransi Takaful sampai dengan tahun 2001 awal merupakan
pemain tunggal dalam asuransi syariah di Indonesia, namun peluang
terbuka untuk usaha asuransi syariah dengan adanya kebijakan pemerintah
melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang
memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk
menjalankan usahanya berbasis syariah melalui 3 (tiga) alternatif pendirian
yaitu:
1. Konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke
asuransi syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsur
maysir, gharar dan riba,
2. Membentuk langsung lembaga asuransi syariah; atau
3. Membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah.
Adapun menurut Syakir Sula (dalam Wirdyaningsih, dkk, 2005,
hlm. 185-187) perbandingan antara asuransi kooperatif (takaful) dan
asuransi bisnis (konvensional), yaitu:
Tabel 1. Perbandingan Antara asuransi Takaful dan Asuransi
Konvensional:
No Prinsip
Asuransi Bisnis
(Konvensional)
Asuransi Kooperatif
(Takaful)
1 Konsep Perjanjian antara dua
pihak atau lebih
dengan mana pihak
penanggung
mengikatkan diri
kepada tertanggung,
dengan menerima
premi asuransi, untuk
memberikan
pergantian kepada
tertanggung.
Sekumpulan orang
yang saling
membantu, saling
menjamin, dan bekerja
sama dengan ara
masing-masing
mengeluarkan
dana tabarru.
2 Asal usul Dari masyarakat
babilonia 4000-3000
sm yang dikenal
dengan
perjanjian hammurabi
dan tahun 1668 di
coffe house london
berdirilah lioyd of
Dari al-aqidah
kebiasaan suku arab
jauh sebelum islam
dating. Kemudian
disahkan oleh
rasulullah menjadi
hokum islam, bahkan
telah tertuang dalam
london sebagai cikal
baal asuransi
konvensional.
konstitusi pertama di
dunia (konstitusi
madina) yang dibuat
langsung rasulullah.
3 Sumber hukum Bersumber dari pikiran
manusia dan
kebudayaan.
Berdasarkan hukum
positif, hukum alami,
dan contoh
sebelumnya.
Bersumber dari wahyu
illahi. Sumber hukum
dalam syariah islam
adalah al-qur‟an,
sunnah atau
kebiasaan rasul, ijma‟,
fatwa sahabat, qiyas,
istihsan, „urf „tradisi‟,
dan mashalih
mursalah.
4 “maghrib”
(maisir, gharar
dan riba)
Tidak selaras dengan
syariah islam karena
adanya maisir, gharar
dan riba. Hal yang
diharamkan dalam
muamalah.
Bersih dari adanya
praktik maisir, gharar
dan riba.
5 DPS (Dewan
Pengawas
Syariah)
Tidak ada, sehingga
dalam banyak
praktiknya
bertentangan dengan
Ada, yang berfungsi
untuk mengawasi
suatu pelaksana
operasional
kaidah-kaidah syara‟ perusahaan agar
terbebas dari praktik-
praktik muamal- ah
yang bertentang
dengan prinsip-prinsip
syariah.
6 Akad Akad jual beli dan
akad mulzim
Akad tabaru dan
akad tijarah
7 Jaminan/risk
(risiko)
Transfer of risk, di
mana terjadi transfer
risiko dari tertanggung
ke penanggung.
Sharing of risk, di
mana terjadi proses
saling menanggung
antara satu peserta
dengan peserta
lainnya (ta‟awun).
8 Pengelolaan
dana
Tidak ada pemisahan
dana, yang berakibat
pada terjadinya dana
hangus (untuk
produk saving life)
Pada produk-
produk saving
life terjadi pemisahan
dana, yaitu dana
tabarru.
9 Investasi Bebas melakukan
investasi dalam batas-
batas ketentuan
perundang-undangan
dan tidak terbatasi
Dapat melakukan
investasi sesuai
dengan ketentuan
perundang-undangan,
sepanjang tidak
halal dan haramnya. bertenang- an dengan
printsip-prinsip syariah
islam. Bebas dari riba
dan tempat-tempat
investasi terlarang.
10 Kepemilikan
dana
Dana yang terkumpul
dari premi peserta
seluruhnya menjadi
milik perusahaan
Dana yang terkumpul
dari peserta dalam
bentuk iuran atau
kontribusi. Merupakan
milik peserta, asuransi
syariah hanya sebagai
pemegang amanah
dalam mengelola dana
tersebut.
11 Unsur premi Unsure premi terlihat
dari table mortalitas
(mortality table), bunga
(interest), biaya
asuransi (cost of
insurance)
Iuran atau kontribusi
terdiri dai unsur
tabarru dan
tabungan. Tabarru‟ jug
a dihitung dari table
mortalitas, tapi tanpa
perhitungan bunga
teknik.
12 Loading Loading pada asuransi
konvensional cukup
Pada sebagian
asuransi syariah,
besar terutaa
dipeuntukkan untuk
komisi agen, bisa
menyerap premi tahun
pertama dan kedua.
Karena itu, nilai tunai
pada tahun pertama
dan kedua biasanya
belum ada (masih
hangus)
loading (komisi agen)
tidak dibebankan pada
peserta, tetapi dari
dana pemegang
saham. namun,
sebagian yang lainnya
mengambil dari sekitar
20-30 persen saja dari
premi tahun pertama.
Dengan demikian, nilai
tunai tahun pertama
sudah terbentuk.
13 Sumer
pemberdayaan
klaim
Sumber biaya klaim
adalah dari rekening
perusahaan, sebagai
konsekuensi penang-
gung terhdapa
tertanggng. Murni
bisnis dan tidak ada
nuansa spiritual.
Sumber pembayaran
klaim diperoleh dari
rekening tabarru‟ yaitu
peserta saling
menanggung. Jika
salah satu peserta
mendapat musibah,
maka peserta lainnya
ikut menannggung
bersama resiko.
14 System
akuntansi
Menganut konsep
asuransi actual basis,
Menuut konsep
asuransi cast basis,
yaitu proses akuntansi
yang mengakui
terjadinya peristiwa
atau keadaan non kas.
Dan mengakui
pendapatan,
peningkatan asset,
expenses,
laibiities, dalam
jumlah tertentu yang
baru akan diterima
dalam waktu yang
akan datang.
mengakui apa yang
telah benar-benar ada
, sedangkan accrual
basis dianggap
bertentangan dengan
syariah karena
mengakui adanya
pendapat, harta,
beban atau utang yang
akan terjadi di masa
yang akan datang.
Sementara apakah itu
benar-benar dapat
terjadi hanya allah
yang tahu.
15 Kentungan
(profit)
Keuntungan yang
diperoleh dari surplus
underwriting komisi
reasuransi, dan hasil
investasi seluruhnya
adalah keuntungan
perusahaan
Profit yang diperoleh
dari surplus
underwriting, komisi
reasuansi, dan hasil
investasi, bukan
seluruhnya mnjadi
milik perusahaan, tapi
dilakukan bagi hasil
(mudharabah) dengan
peserta
16 Misi dan visi Secara gars besar misi
utama dari asuransi
konvensional adalah
misi ekonomi dan misi
social
Misi yang diemban
daam asuransi syariah
adalah misi akidah,
misi ibadah (ta‟awun),
misi ekonomi
(iqtishodl) dan misi
pemberdayaan umat
(social)
Tabel 2. Perusahaan Asuransi dengan Sistem dan Prinsip Islami Tahun
1994-2002:
Perusahaan Asuransi Tahun Keterangan
Asuransi Takaful Keluarga 1994 Asuransi Syariah
Asuransi Tafakul Umum 1995 Asuransi Syariah
Asuransi Syariah Mubarakah 2001 Konversi Penuh
MAA Asuransi Jiwa 2001 Divisi Syariah
Asih Great Eastern 2001 Divisi Syariah
Tri Pakarta 2002 Divisi Syariah
AJB Bumiputera 1912 2002 Divisi Syariah
BRIngin Jiwa Sejahtera 2002 Divisi Syariah
Asuransi Jasa Indonesia
(JASINDO)
2002 Divisi Syariah
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa selama rentang tahun 1994
sampai dengan tahun 2002, terdapat 9 (sembilan) perusahaan asuransi
di Indonesia yang menerapkan sistem dan prinsip Islami. Pertumbuhan
perusahaan asuransi syariah tersebut didukung dengan kebijakan
pemerintah dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 268/KMK.06/2002.
Regulasi tersebut menyebabkan beberapa perusahaan asuransi
membuka divisi syariah dan ada yang melakukan konversi penuh
kepada sistem syariah, sehingga semakin banyak pemain dalam usaha
asuransi syariah.
Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia ini tidak terlepas dari
faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung
perkembangan asuransi syariah tersebut antara lain jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai lebih dari 220.000.000 jiwa dan mayoritas
beragama Islam ( 85%), sedangkan jumlah penduduk untuk wilayah
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar 35.000.000 jiwa
dan 94% beragama Islam. Namun demikian pangsa pasar yang
demikian besar belumlah tergarap secara maksimal. Ini terbukti asuransi
syariah baru dapat menggarap 1,2% sampai 1,5% dari pangsa pasar
asuransi nasional yang mencapai 10%-20% dari jumlah penduduk
Indonesia.
Selain potensi pasar tersebut, faktor pendukung pertumbuhan
asuransi syariah juga berkaitan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) PP
No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu modal
minimum bagi pendirian perusahaan asuransi berdasarkan prinsip
syariah adalah Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), modal
pendirian ini lebih kecil daripada modal pendirian perusahaan asuransi
secara konvensional sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah). Modal pendirian yang lebih sedikit ini pertumbuhan asuransi
syariah mempunyai peluang lebih besar, karena dimungkinkan bagi
munculnya perusahaan-perusahaan baru di bidang asuransi syariah.
Perkembangan dan pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia
khususnya Yogyakarta masih mengalami kesulitan ataupun kendala
sebagai suatu hambatan dalam asuransi syariah. Adapun kendala
ataupun kesulitan yang dihadapi perusahaan asuransi dalam
mengembangkan asuransi syariah adalah :
1. Belum adanya payung hukum mengenai asuransi syariah.
Belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur
mengenai asuransi syariah di Indonesia. Selama ini, asuransi
syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara operasional asuransi
syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73
Tahun 1992 jo PP No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan usaha perasuransian, maupun regulasi
menteri keuangan yang berkaitan dengan asuransi syariah dan
juga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui Fatwa DSN-MUI
yang berkaitan dengan asuransi syariah. Regulasi yang ada
tersebut sudah lebih baik dan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan asuransi syariah karena regulasi tersebut
dikeluarkan pemerintah melalui menteri keuangan berkaitan
dengan asuransi syariah, namun regulasi yang ada dan Fatwa
DSN-MUI belum bisa mengakomodasi asuransi syariah karena
Fatwa DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga
diperlukan peraturan perundang-undangan yang secara khusu
mengatur asuransi syariah. Namun, sampai saat ini belum ada
payung hukum bagi asuransi syariah, meskipun RUU Asuransi
Syariah sudah lama diajukan ke DPR dan diharapkan RUU ini
akan segera disetujui DPR sebagaimana RUU Perbankan Syariah
yang telah lebih dulu disetujui belum lama ini.
2. Faktor sumber daya manusia
Masih terbatasnya sumber daya manusia yang benar-
benar mempunyai kualifikasi, mengerti mengenai syariah dan
asuransi syariah, serta mempunyai semangat perjuangan dan
pengembangan ekonomi syariah khususnya asuransi syariah.
Minimnya sumber daya manusia ini disebabkan karena sebagian
besar dari sumber daya manusia yang ada merupakan lulusan
dari program studi konvensional dan kurang paham mengenai
syariah sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara
pengetahuan yang dipelajari saat di perguruan tinggi dengan
bidang kerja yang dijalaninya dan kondisi ini dapat menghambat
perkembangan ekonomi syariah. Selain jumlah sumber daya
manusia yang minim, kendala dari segi sumber daya manusia
yaitu masih rendahnya motivasi diri dan belum ada pemahaman
yang matang mengenai segmentasi pasar dari team marketing
perusahaan sehingga masih ada kekacauan pasar.
3. Manajemen kantor cabang
Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan fakta
bahwa manajemen kantor cabang masih tumpang tindih. Kantor
cabang belum mempunyai pemisahan fungsi manajemen
layaknya di kantor pusat sehingga dimungkinkan terjadi tumpang
tindih diantara fungsi manajemen tersebut.
4. Kendala operasional.
Kendala operasional ini berkaitan dengan prosedur
akseptasi lebih ketat, misalnya untuk dapat mengcover asuransi
personal accident diperlukan list peserta dan jika tidak ada maka
berakibat jatuh ke gharar, sedangkan di asuransi konvensional
tanpa list peserta (no name) sudah bisa di cover. Selain dalam hal
prosedur akseptasi, kendala operasional ini juga dapat terjadi
dalam hal pembayaran yang tidak lancar (macet) karena suatu hal
peserta tidak dapat menyetorkan premi pada waktunya bahkan
dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam pembayaran.
Jika terjadi demikian perusahaan memberikan toleransi kepada
peserta sehingga hubungan antara peserta dengan perusahaan
tidak terputus dan tetap dapat proteksi dengan dana tabarru‟
dicover dengan jumlah nilai tunai yang ada dan apabila
pembayaran sudah kembali lancar, nilai tunai yang dipinjam akan
dikembalikan. Namun apabila peserta memutuskan untuk berhenti
sebelum masa asuransi berakhir maka akan diberikan seluruh
nilai tunai yang sudah terkumpul. Selain itu kendala operasional ini
proses penyelesaian polis yang cenderung lama bisa lebih dari 14
(empat belas) hari sejak surat permintaan diajukan oleh calon
peserta bahkan bisa mencapai 30 (tiga puluh) hari atau lebih,
terutama bagi Kantor Cabang yang belum menggunakan sistem
online, belum diberi kewenangan underwriting oleh Kantor Pusat
serta harus melewati prosedur seleksi field underwriting dan
underwriting dimulai dari kantor cabang ke kantor wilayah baru
kemudian diteruskan ke kantor pusat untuk diproses underwriting.
5. Kurangnya kesadaran berasuransi
Kesadaran masyarakat Indonesia untuk berasuransi masih
sangat kurang (rendah), untuk jumlah pastinya secara normatif
tidak bisa disebutkan, namun partisipasi ekonomi syariah saat ini
baru 2%. Kurangnya kesadaran ini terbukti dengan ratio asuransi
nasional yang hanya mencapai 12% dari jumlah penduduk
Indonesia dan untuk asuransi syariah sekitar 1,2%.
6. Ketidaktahuan masyarakat
Pada dasarnya masyarakat belum banyak yang
mengetahui mengenai asuransi syariah, operasional maupun
produk asuransi syariah serta keberadaan divisi/kantor cabang
syariah pada perusahaan asuransi konvensional disebabkan
karena sosialisasi yang dilakukan masih kurang intens dan belum
ke semua customer. Akibat ketidaktahuan akan asuransi syariah
ini, bagi masyarakat yang mempunyai pengalaman traumatik
dengan asuransi konvensional berpendapat bahwa asuransi ini
tidak jauh berbeda dengan asuransi yang pernah mereka ikuti
dimana uang mereka akan hilang dan sulit dalam prosedural
sehingga mereka merasa enggan, cenderung tidak simpatik dan
non kooperatif ketika disinggung mengenai asuransi syariah.
Sedangkan bagi masyarakat yang masih netral, beranggapan
bahwa asuransi itu mahal sehingga diperlukan anggaran khusus
dan ada dana lebih untuk berasuransi, prosedur yang rumit dan
masih binggung dengan produk dalam asuransi syariah yang
sekiranya sesuai dengan kondisi dirinya. Dua kelompok
masyarakat ini, setelah diberi penjelasan singkat mengenai
asuransi syariah mulai terbuka cakrawala pemikirannya.
7. Adanya perasaan traumatik pada asuransi konvensional
Perasaan traumatik ini lahir karena mempunyai
pengalaman dengan asuransi konvensional yaitu ketika mereka
sebagai nasabah asuransi konvensional dan karena suatu hal
tidak dapat menunaikan kewajibannya membayar premi maka
ketika mereka akan mengurus asuransi tersebut mengalami
kesulitan prosedural dan bahkan dalam polis secara jelas dan
terang terdapat klausa bahwa apabila tidak sanggup melakukan
pembayaran maka uang yang sudah dibayar tidak bisa
dikembalikan.
Perkembangan usaha asuransi syariah tersebut juga dipengaruhi
oleh produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi
dengan prinsip syariah. Mengenai produk asuransi syariah ini berkaitan
dengan produk dasar asuransi. Produk dasar asuransi dibedakan dalam
tiga kelompok yaitu :
a. Term Insurance (Asuransi Berjangka), jenis asuransi untuk
memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu khususnya
jangka pendek, biasanya dalam waktu satu tahun atau dua tahun
dan asuransi jenis ini tidak mengandung unsur tabungan (non
saving). Manfaat asuransi diberikan ketika tertanggung meninggal
dunia dalam periode waktu tertentu. Apabila tertangung meninggal
dunia dalam masa asuransi, perusahaan asuransi sebagai
penanggung akan membayar uang pertanggungan dan ahli waris
yang ditunjuk akan menerima uang pertanggungan tersebut sesuai
dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih hidup
sampai jangka waktu asuransi berakhir polis tersebut tidak berlaku
dan tidak akan mendapat uang pertanggungan.
b. Endowment Insurance (Asuransi Dwiguna), jenis asuransi ini
memberikan perlindungan dan menyediakan sejumlah dana dalam
jangka waktu tertentu minimal 5 (lima) tahun dan mengandung unsur
tabungan (saving). Asuransi dwiguna ini terdiri dari pure insurance
dan total insurance. Produk asuransi dwiguna ini misalnya asuransi
pendidikan dan asuransi hari tua. Manfaat asuransi diberikan apabila
tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi dan tertanggung
masih tetap hidup sampai dengan masa asuransi berakhir. Apabila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka
perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada
ahli waris yang ditunjuk sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi
apabila tertanggung masih tetap hidup sampai akhir perjanjian, maka
tertanggung akan menerima uang pertanggungan dari perusahaan
asuransi.
c. Whole life Insurance (Asuransi Seumur Hidup), jenis asuransi ini
memberikan perlindungan tetap seumur hidup peserta. Manfaat
asuransi diberikan pada waktu kapanpun tanpa dibatasi waktu
berakhirnya perjanjian. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam
masa asuransi (seumur hidup) maka peserta/ahli waris akan
mendapat uang pertanggungan.
d. Unit link merupakan produk asuransi yang lahir karena mengikuti
perkembangan dan permintaan pasar dengan tujuan untuk investasi
dan berlaku dalam jangka waktu tertentu. Manfaat berupa
kesempatan memilih jenis investasi untuk pengembangan dananya
dan memberikan pertanggungan apabila tertanggung mengalami
musibah sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Produk asuransi selain dibedakan berdasarkan produk dasar
tersebut juga dibedakan menurut obyeknya yaitu :
Asuransi Jiwa (life insurance), suatu bentuk asuransi yang
menyediakan manfaat berkaitan dengan perlindungan jiwa/keluarga
seseorang atas hidup atau matinya seseorang tersebut. Produk
asuransi jiwa ini dibedakan asuransi perseorangan (retail) dan
asuransi kumpulan (corporate). Asuransi perseorangan (retail)
melibatkan perusahaan asuransi dan individu (perseorangan),
sedangkan asuransi kumpulan (corporate) melibatkan perusahaan
asuransi dengan lembaga/instansi/perusahaan lain maupun
sekelompok individu.
Asuransi Umum (general insurance), suatu bentuk asuransi yang
memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
sebagai akibat terjadinya musibah (evenement).
Produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi
dengan prinsip syariah, yaitu :
Asuransi Jiwa /Takaful Keluarga/Life Insurance
Produk ini dibedakan atas asuransi perseorangan (retail), asuransi
kumpulan (corporate), asuransi dengan unsur tabungan (saving),
dan asuransi tidak dengan unsur tabungan (non saving) dan
bertujuan untuk memberikan perlindungan keapda peserta yang
bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau
penerima wasiatnya, apabila ia meninggal dunia, sebagai tabungan
bagi peserta yang masih hidup, serta sebagai persiapan apabila
peserta mendapat kesulitan dana akibat sakit, kecelakaan maupun
mendapat ketidakmampuan. Produk asuransi syariah ini terdiri dari
asuransi perseorangan (asper)/layanan individu (retail) dan asuransi
kumpulan (askum)/layanan group/kelompok (corporate).
Asuransi Kerugian/Asuransi Umum/Takaful Umum/General
Insurance
Produk dari general insurance ini tidak mengandung unsur tabungan
(non saving). Produk asuransi syariah yang dikeluarkan dan
dipasarkan asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa produk
asuransi syariah berdasarkan jenis usahanya dapat dibedakan
menjadi asuransi jiwa yang terdiri dari produk saving dan non saving
baik secara individual maupun kumpulan, serta asuransi umum yang
merupakan produk non saving.
B. Manfaat Serta Prinsip Asuransi Dalam Islam
Manfaat Asuransi syariah:
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam
menggunakan asuransi syariah, yaitu:
- Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan
diantara anggota.
- Implementasi dari anjuran Rasulullah saw agar umat islam saling
tolong menolong
- Jauh dari bentuk-betuk muamalat yang dilarang syariat.
- Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari
resiko kerugian yang diderita satu pihak.
- Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara kusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
- Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan
biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti atau
membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak
tertentu dan tidak pasti.
- Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak
asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya
akad.
Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar‟I, jika tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat islam. Untuk
itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
- Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerjasama),
tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis atau
keuntungan materi semata. Allah swt berfirman, “Dan saling
tolong-menolong lah dalam kebaikandan ketqwaan dan jangan
saling tolong menolong dalam dosa dan permushan.”
- Asuransi syariat tidak bersifat mu‟awadhoh, tetapi tabarru „atau
mudhorobah.
- Sumbangan (tabarru‟) sama dengan hibah (pemberian) oleh
karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa
diselesaikan menurut syariat. Setiap anggota yang menyetor
uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai
dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah.
Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang
guna membantu orang yang sangat memerlukan.
- Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya
dengan tujuan supaya ia dapat imbalan yang berlipat bila terkena
suatu musibah. Akan tetapi jiga diberi uang jamaah sebagai ganti
atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
- Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan
menurut aturan syar‟i.
C. Pandangan Islam terhadap Asuransi
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan
asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya
(muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik
itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun
ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya
sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi)
yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari
klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi
(muammin) di saat hidupnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi
merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang
mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta
asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:
a. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau
berkepentingan atas harta benda,
b. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak
yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung
risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang
diasuransikan.
Asuransi Konvensional
Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki
asuransi konvensional, diantaranya adalah:
Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang
wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan
pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban
tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban
penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang
diasuransikan.
Akad asuransi ini adalah akad mu‟awadhah, yaitu akad yang
didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti
dari apa yang telah diberikannya.
Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari
kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu
melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan
jumlah yang dia ambil.
Akad asuransi ini adalah akad idz‟an (penundukan) pihak yang kuat
adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-
syarat yang tidak dimiliki tertanggung,
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di
Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya,
maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang
agama Islam.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak
Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang
mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya
dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah
SWT, yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan
Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)
“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari
langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang
lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan
hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu
sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya
telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya,
termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah
menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu
mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya. Melibatkan diri ke
dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah
asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya
dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih
diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi
ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut
terbagi tiga, yaitu:
A. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk
asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii
(mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth„i
(mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
Asuransi sama dengan judi
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang
polis, apabila tidak bisa pembayaran preminya, akan hilang
premi yang sudah dibayar melanjutkan atau di kurangi.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-
praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang
tidak tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama
halnya dengan mendahului takdir Allah.
B. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,
Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas
Syari„ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar
Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman
Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha).
Mereka beralasan:
Tidak ada nash (al-Qur„an dan Sunnah) yang melarang
asuransi.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab
premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta„awuniyah).
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun
seperti taspen.
C. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat
komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu
Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan
kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam
asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan
alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial
(boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat
adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak
haramnya asuransi itu.
Asuransi Syariah
A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar‟i, jika tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam.
Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja
sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi
bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,”
Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan
dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan.”
Asuransi syariat tidak bersifat mu‟awadhoh, tetapi tabarru‟ atau
mudhorobah.
Sumbangan (tabarru‟) sama dengan hibah (pemberian), oleh
karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi
peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang
telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi
menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang
terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang
yang sangat memerlukan.
Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil
uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang
berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang
jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang
diberikan oleh jamaah.
Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan
menurut aturan syar‟i.
B. Ciri-Ciri Asuransi Syari‟ah
- Akad asuransi syari‟ah adalah bersifat tabarru‟, sumbangan yang
diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru‟,
maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan
diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad
berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan
tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan
hasil mudhorobah bukan riba. Akad asuransi ini bukan akad
mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah
pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan
tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan,
sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang
diberikan oleh jama‟ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus
yang ditunjuk bersama).
- Dalam asuransi syari‟ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena
semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin
jama‟ah seperti dalam asuransi takaful.
- Akad asuransi syari‟ah bersih dari gharar dan riba.
- Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
C. Manfaat asuransi syariah.
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam
menggunakan asuransi syariah, yaitu:
Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di
antara anggota.
Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam
salimg tolong menolong.
Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari
resiko kerugian yang diderita satu pihak.
Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan
biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/
membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak
tertentu dan tidak pasti.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak
asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau
berhentinya akad.
Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha
pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).
Perbandingan Antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari‟ah. Jika
diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara
asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sebagai
berikut:
Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing-
masing pihak,
Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para
anggota,
Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus),
Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-
masing pihak.
B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.
Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki
perbedaan mendasar dalam beberapa hal yaitu:
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan
asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan
dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi
supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam
asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong).
Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang
tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi
konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan
perusahaan).
Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah
(premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi
hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional,
investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem
bunga.
Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik
nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk
mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi
menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana
tersebut.
Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari
rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah
diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta
yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional,
dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik
dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi
hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan
sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim,
nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar‟i yang bisa dijadikan
objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan
banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam
asuransi tersebut.
Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari
bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang
menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang
senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh
syariat Islam.
Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta
[Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia]
mengeluarkan fatwa sebagai berikut :
Asuransi ada dua macam. Majlis Hai‟ah Kibaril Ulama telah
mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan
keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang
dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau
menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga
masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti ;
sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk
shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak
orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk
asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap
manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya
atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian
dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah
dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi
yang tercakup dalam firman Allah Ta‟ala “Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah :
90].
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan
bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang
dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk
kepentingan syar‟i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim,
pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
D. Jenis-Jenis Asuransi yang Ada di Indonesia
Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi dapat dikategorikan
dalam dua jenis. Yaitu at-Ta‟mîn at-Tijâri dan at-Ta‟mîn at-Ta‟âwuni.
1. Asuransi at-Ta‟mîn at-Tijâri.
Yaitu asuransi yang bertujuan mencari keuntungan, atau
asuransi yang dijadikan usaha, asuransi yang memiliki angsuran
yang pasti. Angsuran ini, otomatis menjadi milik perusahaan asuransi
sebagai ganti dari pembayaran yang dia tanggung jika terjadi
musibah, atau sesuai dengan yang disepakati. Jika jumlah
pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang angsuran, maka
itu ditanggung oleh perusahaan dan merupakan kerugiannya. Jika
tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan
tanpa ganti apapun dan ini merupakan keuntungan bagi perusahaan
asuransi. Inilah asuransi yang hendak dibicarakan di sini. Dan ini
terlarang, karena bersifat spekulasi yang merugikan salah satu
pihak.
2. Asuransi at-Ta‟mîn at-Ta‟âwuni, dan disebut juga dengan at-Ta‟mîn
at-Tabâduli, atau at-Ta‟mîn al-Islami.
Yaitu asuransi gotong-royong, atau asuransi yang sesuai
dengan agama Islam. Asuransi ini tidak bertujuan mencari
keuntungan, namun hanya bersifat tolong-menolong dalam
menanggung kesusahan. Contohnya, sekelompok orang bersama-
sama mengumpulkan uang. Dengan uang ini, mereka membantu
orang yang terkena musibah.
Perusahaan asuransi Islam ini, tidak otomatis memiliki uang
angsuran dari nasabah. Demikian juga uang yang dibayarkan ketika
terjadi musibah bukan milik perusahaan, namun milik bersama.
Perusahaan ini hanyalah menyimpan, mengembangkan, dan
memberikan bantuan.
Selain dua jenis asuransi di atas, masih ada jenis asuransi
lainnya, yaitu at-Ta‟mîn al-Ijtima‟i (jaminan keamanan sosial).
Asuransi at-Ta‟mîn al-Ijtima‟i. Asuransi ini juga tidak mencari
keuntungan dan bukan asuransi khusus pada seseorang yang
khawatir terjadinya musibah tertentu. Asuransi at-Ta‟mîn al-Ijtima‟i ini
bertujuan untuk membantu orang banyak, yang kemungkinan bisa
berjumlah jutaan orang. Seperti yang dilakukan oleh negara atau
suatu pemerintahan untuk para pegawainya, yang dikenal dengan
istilah peraturan pensiun (di Indonesia dikenal dengan istilah
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau Taspen, Red.). Yaitu
dengan cara memotong gaji bulanan dalam prosentase tertentu, dan
ketika telah sampai masa pensiun, maka uang (pemotongan gaji)
tersebut diberikan kembali dalam bentuk gaji pensiun bulanan, atau
uang pesangon yang diberikan sekaligus untuk membantu
kehidupannya. Dan jenis ini, sebenarnya tidak termasuk dalam
kategori asuransi. Namun hal ini tidak mengapa, asalkan tidak
disimpan di bank yang menjalankan riba.
Macam-Macam Asuransi Tijâri
At-Ta‟mîn at-Tijâri, sebagai asuransi yang bertujuan mencari
keuntungan ini sangat banyak macamnya. Antara lain sebagaimana berikut.
1. Asuransi Kecelakaan
Asuransi jenis ini berkenaan dengan harta-harta yang dimiliki,
seperti asuransi pencurian, asuransi kebakaran, dan semacamnya.
Juga diberlakukan untuk pertanggungan terhadap nasabah, seperti
asuransi kecelakaan kendaraan, asuransi kecelakaan kerja, dan
semacamnya.
2. Asuransi Pribadi
Yaitu asuransi dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan
manusia itu sendiri, berkaitan dengan kehidupannya, kesehatannya,
atau keselamatannya. Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan
asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan (jasmani).
3. Asuransi Jiwa
Yaitu perjanjian yang mengharuskan perusahaan asuransi
memberikan sejumlah uang kepada nasabah atau kepada orang
ketiga, ketika nasabah (atau orang ketiga) itu meninggal dunia,
ataupun pemberiaan dalam keadaan nasabah (atau orang ketiga) itu
masih hidup sampai umur tertentu. Pemberian perusahaan asuransi
ini sebagai ganti dari angsuran-angsuran yang telah disetorkan oleh
nasabah terdahulu. Asuransi jiwa ini dapat digolongkan dalam
beberapa macam.
a. Asuransi Kematian.
b. Asuransi Untuk Keadaan Tetap Hidup.
Dalam asuransi ini, nasabah membayar sejumlah uang tertentu
kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan
membayarkan sejumlah uang tertentu juga (yang lebih banyak)
pada waktu yang ditentukan, jika nasabah itu tetap hidup
sampai waktu tersebut. Tetapi jika nasabah meninggal sebelum
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian asuransi, maka
asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh
nasabah itu hilang. Begitu pula ahli waris nasabah tidak dapat
memanfaatkannya. Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur
perjudiannya.
c. Asuransi Yang Memiliki Unsur Kombinasi.
Yaitu penggabungan dua jenis asuransi di atas. Perusahaan
asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi
kepada orang yang diasuransikan, jika nasabah meninggal
pada selang waktu tertentu, atau membayarkan kepada
nasabah jika ia masih hidup setelah selesainya waktu asuransi.
Oleh karena itu, angsuran asuransi jenis ini lebih besar
(nominalnya) dari dua jenis asuransi yang disebutkan
sebelumnya (1 dan 2). Adapun asuransi dari musibah-musibah
yang menimpa badan, yaitu perusahaan asuransi menjamin
pembayaran sejumlah uang (klaim) kepada orang yang
diasuransikan, jika nasabah tertimpa musibah yang berkaitan
dengan badannya selama masa asuransi. Atau diberikan
kepada orang tertentu, jika nasabah yang mengikuti asuransi
itu meninggal. Termasuk dalam jenis ini, yaitu asuransi
kesehatan. Dan terkadang asuransi kesehatan mencakup
seluruh jenis penyakit, atau penyakit tertentu, atau tindakan
operasi penyakit, atau sebagian penyakit. Dokumen transaksi
asuransi menentukan jenis bahaya yang diasuransikan, dan
yang tercatat itulah yang mendapatkan jaminan asuransi dari
perusahaan.
Dasar Hukum Asuransi Dalam Islam
Di dunia timur, asuransi dikenal pada abad XIX M, sedang di barat telah
dikenal sejak abad XIV M, karena itu para imam madzhab empat tidak ada
yang menyinggung persoalan ini.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami.
Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari
rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan
rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang
memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)
“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?
Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……”(Q. S. An-Naml: 64)
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan
(kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah
menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk
manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah,
bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan
mengikhtiarkannya.
Mengkaji hukum asuransi menurut syariat Islam sudah tentu dilakukan
dengan menggunakan metode ijtihad (reasoning/exercise of judgement) yang
lazim dipakai oleh ulama mujtahidin dahulu. Dan diantara metoda ijtihad yang
mempunyai banyak peranan di dalam meng istinvat-kan masalah baru yang
tidak ada nashnya di dalam Al Quran dan Hadits adalah masalah mursalah atau
isthislah (public good) dan qiyas (analogical reasoning).
Pada perkembangannya, jika mengacu pada ketiga ayat diatas maka
Asuransi menuai perbedaan pendapat dikalangan umat muslim, perbedaan
tersebut diantaranya adalah seperti berikut:
- Haram
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi
jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‟i. Alasan-alasan yg mereka
kemukakan ialah:
a. Asuransi sama dengan judi,
b. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti,
c. Asuransi mengandung unsur riba/renten,
d. Asurnsi mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis
apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang
premi yg sudah dibayar atau di kurangi,
e. Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek
riba. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak
tunai,
f. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn
mendahului takdir Allah,
g. Menjadikan takdir Allah sebagai obyek bisnis.
- Boleh
Asuransi di perbolehkan. Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd.
Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd.
Rakhman Isa . Mereka beralasan:
a. Tidak ada nash yg melarang asuransi,
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak,
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak,
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-
premi yg terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yg
produktif dan pembangunan,
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah,
f. Asuransi termasuk koperasi,
g. Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.
- Syubhat
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak
ada dalil yg tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut.
Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-
hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah
SWT dalam Al-Qur‟an hanya memberikan aturan yang bersifat garis
besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk
mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan
dengan Al-Qur‟an dan Hadits. Al-Qur‟an maupun Hadits tidak menyebutkan
secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa
asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat
substansi perasuransian secara Islami sebagai dasar operasional asuransi
syariah.
Hakikat asuransi secara syariah adalah saling bertanggung jawab, saling
bekerja sama atau bantu-membantu dan saling menanggung penderitaan
satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariah,
karena prinsip-prinsip dasar syariah mengajak kepada setiap sesuatu yang
berakibat keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang
meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-
Qur‟an surah al-Maidah ayat 2 yang artinya:“Dan tolong-menolonglah kamu
dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
Prinsip asuransi syariah yang menekankan pada semangat
kebersamaan dan tolong-menolong (ta’awun). Semangat asuransi syariah
menginginkan berdirinya sebuah masyarakat mandiri yang tegak di atas
asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim
terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling
menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain. Dalam model asuransi
ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil (aklu
amwalinnas bilbathil), karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata
sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi
syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan kepada
perekonomian umat.
Pedoman Perasuransian
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi
syariah berpegang pada pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu Fatwa DSN-MUI No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di samping
Fatwa DSN-MUI yang paling terkini yang terkait dengan akad perjanjian
asuransi syariah yaitu Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang
Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52/DSN-
MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, Fatwa No.
53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.
Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah
berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/
KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat
dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa ”Setiap pihak dapat
melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip
syariah…” Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum
dalam Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin
usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip
syariah, Pasal 32 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip
syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
konvensional, dan Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan
prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
dengan prinsip syariah.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/
KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi
syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang
diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
3. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/
LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan
simpulan sebagai berikut:
1. Perkembangan asuransi dalam sejarah sudah lama terjadi. Khususnya
dalam sejarah Islam, asuransi sudah dikenal sejak zaman Nabi Yusuf a.s
dengan 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik, dengan
menyisihkan hasil panen untuk digunakan pada masa paceklik tersebut.
Selanjutnya penggunaan asuransi juga terjadi pada zaman Nabi
Muhammad sallallahu alaihi wasallam dengan dikenalnya system „aqilah,
dimana seorang pembunuh harus membayar diyat untuk mengganti rugi
nyawa / uang darah. Kemudian penggunaan asuransi mulai berkembang
hingga sedunia. Ketika abad ke-14 asuransi dilakukan oleh orang-orang
Arab yang melakukan perdagangan ke negara-negara lain dengan jalur
laut. Barang-barang dagangan diasuransikan untuk menjaga keutuhan
barang-barang tesebut. Selanjutnya pada abad ke-20. Praktik asuransi
mulai berkembang di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika bahkan
sampai Eropa. Sampai akhirnya pada saat ini, perkembangan asuransi
telah memasuki fase yang memberikan dampak keuntungan bagi bisnis
melainkan dengan nilai-nilai sosial yang ada di dalam asuransi tersebut.
Inilah asuransi yang memasuki masa modern, yaitu asuransi yang
dengan aspek bisnis. Di Indonesia pun hingga saat ini masih marak
digunakannya asuransi di bidang bisnis, yaitu contohnya asuransi
konvensional.
2. Manfaat asuransi yaitu tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
sepenanggungan diantara anggota, implementasi dari anjuran Rasulullah
saw agar umat islam saling tolong menolong; jauh dari bentuk-betuk
muamalat yang dilarang syariat; secara umum dapat memberikan
perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak,
meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara kusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya, pemerataan biaya, yaitu
cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan
tidak perlu mengganti atau membayar sendiri kerugian yang timbul yang
jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti; sebagai tabungan, karena
jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi
peristiwa atau berhentinya akad. Prinsip Asuransi syariah harus
dibangun atas dasar taawun (kerjasama), tolong menolong, saling
menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan materi semata.
Asuransi syariat tidak bersifat mu‟awadhoh, tetapi tabarru „atau
mudhorobah. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun
(kerjasama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis
atau keuntungan materi semata; Asuransi syariat tidak bersifat
mu‟awadhoh, tetapi tabarru „atau mudhorobah; Sumbangan (tabarru‟)
sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik
kembali. Kalau terjadi peristiwa diselesaikan menurut syariat. Setiap
anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan,
harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah.
Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna
membantu orang yang sangat memerlukan; Tidak dibenarkan seseorang
menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia dapat
imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi jiga diberi
uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan
oleh jamaah; Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus
dijalankan menurut aturan syar‟i.
3. Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu
ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena
masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka
masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang
mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar
dihindari. Asuransi menuai perbedaan pendapat dikalangan umat
muslim, perbedaan tersebut diantaranya adalah seperti berikut: (a)
Haram yaitu asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya
temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq
Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‟i.
Alasan-alasan yg mereka kemukakan ialah: asuransi sama dengan judi,
asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti, asuransi mengandung
unsur riba/renten, asuransi mengandung unsur pemerasan karena
pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya
akan hilang premi yg sudah dibayar atau di kurangi, premi-premi yg
sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. Asuransi
termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai, hidup dan
mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn mendahului
takdir Allah, menjadikan takdir Allah sebagai obyek bisnis; (b) Boleh yaitu
asuransi di perbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd.
Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd.
Rakhman Isa . Mereka beralasan: tidak ada nash yang melarang
asuransi, ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak, saling
menguntungkan kedua belah pihak, asuransi dapat menanggulangi
kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di
investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan, asuransi
termasuk akad mudhrabah, asuransi termasuk koperasi, asuransi di
analogikan dengan sistem pensiun seperti taspen; (c) Syubhat yaitu
alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak
ada dalil yg tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi
tersebut. Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-
hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah
SWT dalam Al-Qur‟an hanya memberikan aturan yang bersifat garis
besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk
mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan
dengan Al-Qur‟an dan Hadits.
4. Jenis-jenis asuransi dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu 1) dari segi
bentuknya : asuransi gotong royong dan asuransi bisnis; 2) dari segi
kandungannya : asuransi bahaya dan asuransi orang; 3) dari segi
keumuman dan kekhususannya : asuransi pribadi dan asuransi sosial.
Adapun perbedaan dari asuransi bisnis (konvensional) dan asuransi
kooperatif (takaful) adalah jika di asuransi konvensional, seorang
tertanggung harus selalu membayar uang premi secara periodik kepada
penanggung. Asuransi konvensional tidak selaras dengan syari‟ah islam
karena adanya maisir, gharar, dan riba. Sedangkan asuransi kooperatif
(takaful) bentuk asuransinya yaitu saling membantu dan kerja sama
dengan sukarela masing-masing mengeluarkan dana tabarru. Asuransi
bersih dari maisir, gharar, dan riba sehingga asuransi ini sesuai dengan
syari‟ah. Pandangan islam terhadp asuransi adalah asuransi kooperatif
(takaful) tidak ada keraguan untuk dibolehkan karena bentuknya tolong
menolong dalam hal kebaikan. Tidak seperti halnya asuransi
konvensional yang diharamkan karena mengandung unsur riba, gharar,
qimar, dan jahaalah.
B. Saran
Kita sebagai manusia ciptaan Allah swt seharusnya tidak boleh
mendahului kehendak-Nya dengan memprediksikan hal-hal yang
sebenarnya tidak kita ketahui yaitu akan adanya kecelakaan atau kerugian
di masa nanti. Asuransi yang kita gunakan sebaiknya menggunakan
asuransi yang sesuai syari‟ah islam, yaitu asuransi kooperatif atau asuransi
takaful. Penggunaan asuransi dengan bidang bisnis seharusnya dikurangi
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, Sofiniyah (penyunting). 2005. Sistem Operasional Asuransi Syariah.
Renaisan: Jakarta.
Shabill, L .(2014). Pandangan Islam Terhadap Asuransi. [Online]. Tersedia:
http://Linafadilashabil.blogspot.co.id/2014/03/pandangan-islam-terhadap-
asuransi-24-html. [20 September 2016].
Institute, E. (2013.8.Februari). Asuransi dalam Perspektif Islam. [Online]. Tersedia:
http://gamaccainstitute.blogspot.co.id/2013/02/asuransi-dalam-persfektif-islam-
html. [20 September 2016].
Fimadani. (2014). Hukum Asuransi Menurut Islam. [Online]. Tersedia:
http://www.fimadani.com/hukum-asuransi-dalam-pandangan-islam.
[20 September 2016].
Fatan. (2015). Pengertian Manfaat Asuransi. [Online]. Tersedia:
http://fatan10.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-manfaat-dan-tujuan-
asuransi.html. [20 September 2016].