selasa, 16 november 2010 | media indonesia rei gemas ... fileperumahan. “pengembang ini tidak cari...

1
18 | Ekonomi Nasional SELASA, 16 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA REI Gemas Pemerintah tidak Jelas T ERJEPIT di antara ke- bijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Begitulah kira-kira posisi para pelaku usaha properti di Indonesia saat ini. Teru- tama mereka yang banyak mengembangkan proyek pe- rumahan untuk kelas mene- ngah bawah. Tumpang tindih aturan pusat dan daerah tak hanya satu dua kali terjadi. Bahkan kebijakan pusat yang berstatus program nasional pun sering kali tidak mendapat dukungan, bahkan terhambat karena aturan-aturan yang di- terapkan di daerah. Nasib pengembang di daerah menjadi kian ruwet ketika pe- merintah daerah (pemda) menganggap mereka sebagai komoditas untuk meningkat- kan pendapatan asli daerah. Retribusi dikenakan tinggi, perizinan sulit dan mahal, itu semua membuktikan ketidak- berpihakan pemda terhadap pengembang di daerahnya. Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) yang baru ter- pilih pada Musyawarah Na- sional (Munas) REI ke-13, pe- kan lalu, Setyo Maharso me- ngaku gemas dengan kondisi tersebut. “Antara REI (pengembang) dan pemerintah itu sebetulnya partner setara. Namun, ke- nyataannya pemerintah, ter- utama pemerintah daerah, malah banyak menunjukkan ketidakberpihakannya,” kata- nya, akhir pekan lalu. Ia mengingatkan, keberadaan pengembang termasuk yang ada di daerah sangatlah strate- gis. Bagaimanapun, dengan ang- garannya yang terbatas, peme- rintah membutuhkan pengem- bang untuk menuntaskan pro- gram di bidang penyediaan perumahan. “Pengembang ini tidak cari pekerjaan dari pemerintah, me- reka justru menciptakan la- pangan kerja. Ini yang harus- nya diapresiasi, bukan malah dipersulit,” tegas Maharso. Dari contoh kasus itu, ia me- nyadari ‘pekerjaan rumah’ REI ke depan adalah memprioritas- kan programnya untuk men- dudukkan kembali posisi pe- ngembang sebagai mitra yang sejajar dengan pemerintah. Asosiasi ini mestinya juga bisa memfasilitasi pemerintah dan stakeholder terkait dengan kebi- jakan sehingga produk dari ke- bijakan itu bisa lebih feasible dan dapat dijangkau masyarakat. Dipikul bersama P ersoalan positioning pengembang yang membuat gundah Maharso ternyata juga menjadi kegundahan pemerin- tah. Wakil Presiden (Wapres) Boediono pun ikut mengingat- kan soal posisi pemerintah dan pelaku usaha properti dalam penanganan masalah peruma- han ini saat membuka Munas REI ke-13, pekan lalu. Boediono mengakui memang ada kebijakan-kebijakan peme- rintah yang masih harus diper- baiki agar mempermudah jalannya sektor properti. “Penting bagi pemerintah untuk juga fokus pada tanggung jawab dan tugasnya. Dengan demikian, antara pemerintah dan pelaku usaha dapat menca- pai titik temu yang baik,” ujar Boediono. Namun, Boediono pada ke- sempatan itu juga menegaskan kepada para pelaku usaha properti untuk tidak hanya asyik bermain di sisi pasar. Me- reka juga harus memperhatikan tugas dan peran nonpasar. “Kalau bukan (lahan) untuk permukiman, ya jangan di- paksa. Ini untuk masa depan anak cucu kita. Harus ada win- win solution,” ujarnya. (Tup/E-1) [email protected] JEPANG menegaskan minat untuk berinvestasi di berbagai proyek infrastruktur di Indone- sia. Penegasan itu disampaikan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan organi- sasi federasi bidang ekonomi di Jepang (Keidanren). Demikian dilaporkan wartawan Media Indonesia Dwi Tupani dari Tok- yo, Jepang, kemarin. Dalam pertemuan Wakil Presiden Boediono dengan Presiden JBIC Hirose Watanabe, JBIC menyambut baik rencana pembangunan pelabuhan baru di sekitar Jakarta. Institusi itu menyarankan agar pemba- ngunan pelabuhan disertai in- frastruktur kereta api khusus. “Saat bertemu Wapres, pihak JBIC membawa sejumlah pro- posal kerja sama dan pemba- ngunan jaringan kereta untuk transportasi barang salah satu- nya,” kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, seusai pertemuan. Sebelumnya Wapres pernah membahas permintaan re- lokasi industri Jepang ke Indo- nesia dengan JBIC. Menurut lembaga itu, untuk relokasi diperlukan transportasi dan pelabuhan laut yang memadai. “Minat relokasi besar, terutama kawasan industri manufaktur di Jawa Barat. Masalahnya pelabuhan,” kata Yopie. Pelabuhan barang alternatif Pelabuhan Tanjung Priok ini akan dibangun di Karawang atau Cilegon. Menurut Yopie, usulan JBIC terkait dengan jalur kereta khusus akan ditin- daklanjuti kementerian ter- kait. Pihak JBIC pun menyampai- kan ketertarikan pada proyek infrastruktur seperti pembang- kit listrik di Jawa Tengah yang masuk skema kemitraan peme- rintah dan swasta (public private partnership/PPP). Sementara itu, Keidanren meminati pengembangan ka- wasan industri di Jawa dan Sumatra. Dua kawasan itu me- rupakan bagian dari enam ko- ridor pertumbuhan yang dita- warkan pemerintah. Enam koridor pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah akan dibangun di Jawa, Suma- tra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan kawasan timur Indonesia. “Mereka ter- tarik pengembangan dua kori- dor itu dalam format kerja sama dengan pemerintah Indo- nesia,” kata Yopie. Kaidanren menyatakan ter- tarik dengan proyek PPP. Na- mun, mereka menunggu ske- ma yang ditawarkan pemerin- tah. (E-6) Jepang Incar Infrastruktur Indonesia Pemerintah daerah kerap menganggap pengembang sebagai komoditas untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Ahmad Punto DUA calon investor sudah masuk tahap pengurusan ana- lisis mengenai dampak ling- kungan (amdal) dalam rangka program food estate di Merauke, Papua. Kedua investor tersebut adalah Grup Cendrawasih dan Grup Rajawali. Sebanyak 35 calon investor lainnya baru dalam tahap mendapatkan izin pendirian lokasi dari bupati setempat. “Sudah ada dua perusahaan yang serius bergabung dalam Food Estate Merauke, yaitu Grup Cendrawasih dan Rajawali. Mereka telah sampai pada ta- hap pengurusan amdal,” kata Sekretaris Pelaksana Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) Sutoto di Kan- tor Kementerian Pertanian, Ja- karta, kemarin. Food estate merupakan kon- sep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi. Program itu men- cakup pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan sangat luas, serta dikonsentrasikan di luar Pulau Jawa. Hasil dari pengembangan food estate diproyeksikan seba- gai sumber pasokan ketahanan pangan nasional dan jika ber- lebih, bisa diekspor. Hal yang diatur dalam regulasi food estate antara lain soal luas maksimum lahan, jangka waktu usaha, penggunaan subsidi bagi pelaku usaha, ketentuan fasili- tas kredit, dan saham maksimal yang bisa dimiliki asing. Di Merauke, jumlah lahan yang telah disetujui untuk di- jadikan lahan food estate seluas 552 ribu hektare. Jumlah itu tidak sampai setengah dari to- tal lahan yang diperlukan 37 perusahaan yang sudah meng- ajukan izin. Jumlah total lahan yang diminta sekitar 1,2 juta hektare. Karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) akan meninjau ulang jumlah lahan yang diminta para calon inves- tor. “Ada ketidakseimbangan permintaan dengan ketersedia- an lahan. Kami akan melaku- kan peninjauan ulang,” imbuh Sutoto. Kementan akan membagi Food Estate Merauke menjadi 16 kelompok, yaitu 7 kelompok di Semangga, Kampung Serapu, serta 9 kelompok di Kampung Muram Sari. Dalam perencanaan yang diatur dalam rencana tata ru- ang wilayah Provinsi Papua, pembangunan Food Estate Me- rauke ini akan dilakukan secara bertahap selama lima tahun. (HA/E-3) Dua Investor Serius Garap Food Estate GABUNGAN Pengusaha Ke- lapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak pemerintah me- makai rupiah sebagai harga patokan ekspor (HPE) minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) yang selama ini memakai dolar AS. Selain itu, Gapki me- ngusulkan penggunaan harga CPO nasional sebagai harga referensi CPO. “Kami akan memaksa HPE mulai Januari 2011 mengguna- kan rupiah. Sampai bulan ini surat keputusan menteri perda- gangan (mengenai HPE) masih pakai dolar AS,” kata Sekjen Gapki Joko Supriyono, di Ja- karta, kemarin. Usulan penggunaan rupiah, menurut Joko, terkait dengan menurunnya kepercayaan ma- syarakat internasional terhadap dolar AS. Adapun penggunaan harga nasional sebagai harga referensi sudah semestinya diupayakan. Selama ini pemerintah meng- gunakan penghitungan harga patokan CPO dari pasar inter- nasional, antara lain Rotter- dam. Ditambahkan Ketua Bidang Organisasi Gapki Bambang Aria Wisena, pihaknya tengah mendorong Indonesia menjadi referensi harga CPO interna- sional. Namun, diakuinya, hal itu tidak mudah diwujudkan. “Harus ada kepercayaan ter- hadap pasar di dalam negeri. Kemudian harus ada transpa- ransi,” ujarnya. Ia mengatakan saat ini di In- donesia sudah memiliki dua bursa terkait perdagangan CPO, yaitu Bursa Berjangka Jakarta dan Indonesia Com- modity and Derivatives Ex- change. “Mudah-mudahan (perdagangan CPO) kedua per- usahaan itu bisa mencapai volume yang bisa dijadikan referensi sehingga tidak lama lagi, kita akan menjadi referensi harga dunia.” Terkait dengan kenaikan harga CPO yang kini mencapai US$1.100 per ton, Bambang mengakui itu di luar prediksi yang berkisar US$800 per ton. Pendorong utamanya bukan masalah pasokan, melainkan akibat menguatnya investasi lembaga pembiayaan hedging ke pembelian komoditas me- nyusul turunnya kepercayaan terhadap dolar AS. (Ant/E-2) Gapki Minta Ekspor CPO Pakai Rupiah SAWIT: Pekerja mengangkut kelapa sawit di perkebunan PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor, Jabar, beberapa waktu lalu. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mendesak pemerintah memakai rupiah sebagai harga patokan ekspor minyak sawit mentah. PENGEMBANG PROPERTI: Pengunjung melihat maket perumahan dalam pameran properti di Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Tumpang tindih aturan pusat dan daerah membuat posisi pengembang kian terjepit. ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO ANTARA/JAFKHAIRI

Upload: vankhue

Post on 21-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18 | Ekonomi Nasional SELASA, 16 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

REI Gemas Pemerintah tidak Jelas

TERJEPIT di antara ke-bijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Begitulah kira-kira posisi para pelaku usaha properti di Indonesia saat ini. Teru-tama mereka yang banyak mengembangkan proyek pe-rumahan untuk kelas mene-ngah bawah.

Tumpang tindih aturan pusat dan daerah tak hanya satu dua kali terjadi.

Bahkan kebijakan pusat yang berstatus program nasional pun sering kali tidak mendapat dukungan, bahkan terhambat karena aturan-aturan yang di-terapkan di daerah.

Nasib pengembang di daerah menjadi kian ruwet ketika pe-merintah daerah (pemda) menganggap mereka sebagai komoditas untuk meningkat-kan pendapatan asli daerah. Retribusi dikenakan tinggi, perizinan sulit dan mahal, itu semua membuktikan ketidak-berpihakan pemda terhadap pengembang di daerahnya.

Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) yang baru ter-pilih pada Musyawarah Na-sional (Munas) REI ke-13, pe-kan lalu, Setyo Maharso me-

ngaku gemas dengan kondisi tersebut.

“Antara REI (pengembang) dan pemerintah itu sebetulnya partner setara. Namun, ke-nyataannya pemerintah, ter-utama pemerintah daerah, malah banyak menunjukkan ketidakberpihakannya,” kata-nya, akhir pekan lalu.

Ia mengingatkan, keberadaan pengembang termasuk yang ada di daerah sangatlah strate-gis.

Bagaimanapun, dengan ang-garannya yang terbatas, peme-rintah membutuhkan pengem-bang untuk menuntaskan pro-gram di bidang penyediaan perumahan.

“Pengembang ini tidak cari pekerjaan dari pemerintah, me-reka justru menciptakan la-pangan kerja. Ini yang harus-nya diapresiasi, bukan malah dipersulit,” tegas Maharso.

Dari contoh kasus itu, ia me-nyadari ‘pekerjaan rumah’ REI ke depan adalah memprioritas-kan programnya untuk men-dudukkan kembali posisi pe-ngembang sebagai mitra yang sejajar dengan pemerintah.

Asosiasi ini mestinya juga bisa memfasilitasi pemerintah dan stakeholder terkait dengan kebi-jakan sehingga produk dari ke-bijakan itu bisa lebih feasible dan dapat dijangkau masyarakat.

Dipikul bersamaP e r s o a l a n p o s i t i o n i n g

pengembang yang membuat gundah Maharso ternyata juga menjadi kegundahan pemerin-tah. Wakil Presiden (Wapres) Boediono pun ikut mengingat-kan soal posisi pemerintah dan pelaku usaha properti dalam penanganan masalah peruma-han ini saat membuka Munas REI ke-13, pekan lalu.

Boediono mengakui memang ada kebijakan-kebijakan peme-rintah yang masih harus diper-baiki agar mempermudah jalannya sektor properti.

“Penting bagi pemerintah untuk juga fokus pada tanggung jawab dan tugasnya. Dengan demikian, antara pemerintah dan pelaku usaha dapat menca-pai titik temu yang baik,” ujar Boediono.

Namun, Boediono pada ke-sempatan itu juga menegaskan kepada para pelaku usaha properti untuk tidak hanya asyik bermain di sisi pasar. Me-reka juga harus memperhatikan tugas dan peran nonpasar.

“Kalau bukan (lahan) untuk permukiman, ya jangan di-paksa. Ini untuk masa depan anak cucu kita. Harus ada win-win solution,” ujarnya. (Tup/E-1)

[email protected]

JEPANG menegaskan minat untuk berinvestasi di berbagai proyek infrastruktur di Indone-sia. Penegasan itu disampaikan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan organi-sasi federasi bidang ekonomi di Jepang (Keidanren). Demikian dilaporkan wartawan Media Indonesia Dwi Tupani dari Tok-yo, Jepang, kemarin.

Dalam pertemuan Wakil Presiden Boediono dengan Presiden JBIC Hirose Watanabe, JBIC menyambut baik rencana pembangunan pelabuhan baru di sekitar Jakarta. Institusi itu menyarankan agar pemba-ngunan pelabuhan disertai in-

frastruktur kereta api khusus.“Saat bertemu Wapres, pihak

JBIC membawa sejumlah pro-posal kerja sama dan pemba-ngunan jaringan kereta untuk transportasi barang salah satu-nya,” kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, seusai pertemuan.

Sebelumnya Wapres pernah membahas permintaan re-lokasi industri Jepang ke Indo-nesia dengan JBIC. Menurut lembaga itu, untuk relokasi diperlukan transportasi dan pelabuhan laut yang memadai. “Minat relokasi besar, terutama kawasan industri manufaktur di Jawa Barat. Masalahnya

pelabuhan,” kata Yopie.Pelabuhan barang alternatif

Pelabuhan Tanjung Priok ini akan dibangun di Karawang atau Cilegon. Menurut Yopie, usulan JBIC terkait dengan jalur kereta khusus akan ditin-daklanjuti kementerian ter-kait.

Pihak JBIC pun menyampai-kan ketertarikan pada proyek infrastruktur seperti pembang-kit listrik di Jawa Tengah yang masuk skema kemitraan peme-rintah dan swasta (public private partnership/PPP).

Sementara itu, Keidanren meminati pengembangan ka-wasan industri di Jawa dan

Sumatra. Dua kawasan itu me-rupakan bagian dari enam ko-ridor pertumbuhan yang dita-warkan pemerintah.

Enam koridor pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah akan dibangun di Jawa, Suma-tra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan kawasan timur Indonesia. “Mereka ter-tarik pengembangan dua kori-dor itu dalam format kerja sama dengan pemerintah Indo-nesia,” kata Yopie.

Kaidanren menyatakan ter-tarik dengan proyek PPP. Na-mun, mereka menunggu ske-ma yang ditawarkan pemerin-tah. (E-6)

Jepang Incar Infrastruktur Indonesia

Pemerintah daerah kerap menganggap pengembang sebagai komoditas untuk meningkatkan

pendapatan asli daerah.

Ahmad Punto

DUA calon investor sudah masuk tahap pengurusan ana-lisis mengenai dampak ling-kungan (amdal) dalam rangka program food estate di Merauke, Papua. Kedua investor tersebut adalah Grup Cendrawasih dan Grup Rajawali. Sebanyak 35 calon investor lainnya baru dalam tahap mendapatkan izin pendirian lokasi dari bupati setempat.

“Sudah ada dua perusahaan yang serius bergabung dalam Food Estate Merauke, yaitu Grup Cendrawasih dan Rajawali. Mereka telah sampai pada ta-hap pengurusan amdal,” kata Sekretaris Pelaksana Merauke

Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) Sutoto di Kan-tor Kementerian Pertanian, Ja-karta, kemarin.

Food estate merupakan kon-sep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi. Program itu men-cakup pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan sangat luas, serta dikonsentrasikan di luar Pulau Jawa.

Hasil dari pengembangan food estate diproyeksikan seba-gai sumber pasokan ketahanan pangan nasional dan jika ber-lebih, bisa diekspor. Hal yang diatur dalam regulasi food estate

antara lain soal luas maksimum lahan, jangka waktu usaha, penggunaan subsidi bagi pelaku usaha, ketentuan fasili-tas kredit, dan saham maksimal yang bisa dimiliki asing.

Di Merauke, jumlah lahan yang telah disetujui untuk di-jadikan lahan food estate seluas 552 ribu hektare. Jumlah itu tidak sampai setengah dari to-tal lahan yang diperlukan 37 perusahaan yang sudah meng-ajukan izin. Jumlah total lahan yang diminta sekitar 1,2 juta hektare.

Karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) akan meninjau ulang jumlah lahan

yang diminta para calon inves-tor. “Ada ketidakseimbangan permintaan dengan ketersedia-an lahan. Kami akan melaku-kan peninjauan ulang,” imbuh Sutoto.

Kementan akan membagi Food Estate Merauke menjadi 16 kelompok, yaitu 7 kelompok di Semangga, Kampung Serapu, serta 9 kelompok di Kampung Muram Sari.

Dalam perencanaan yang diatur dalam rencana tata ru-ang wilayah Provinsi Papua, pembangunan Food Estate Me-rauke ini akan dilakukan secara bertahap selama lima tahun. (HA/E-3)

Dua Investor Serius Garap Food Estate

GABUNGAN Pengusaha Ke-lapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak pemerintah me-makai rupiah sebagai harga patokan ekspor (HPE) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang selama ini memakai dolar AS. Selain itu, Gapki me-ngusulkan penggunaan harga CPO nasional sebagai harga referensi CPO.

“Kami akan memaksa HPE mulai Januari 2011 mengguna-kan rupiah. Sampai bulan ini surat keputusan menteri perda-gangan (mengenai HPE) masih pakai dolar AS,” kata Sekjen Gapki Joko Supriyono, di Ja-karta, kemarin.

Usulan penggunaan rupiah, menurut Joko, terkait dengan menurunnya kepercayaan ma-syarakat internasional terhadap dolar AS.

Adapun penggunaan harga nasional sebagai harga referensi sudah semestinya diupayakan. Selama ini pemerintah meng-gunakan penghitungan harga patokan CPO dari pasar inter-nasional, antara lain Rotter-dam.

Ditambahkan Ketua Bidang Organisasi Gapki Bambang Aria Wisena, pihaknya tengah mendorong Indonesia menjadi referensi harga CPO interna-sional. Namun, diakuinya, hal

itu tidak mudah diwujudkan.“Harus ada kepercayaan ter-

hadap pasar di dalam negeri. Kemudian harus ada transpa-ransi,” ujarnya.

Ia mengatakan saat ini di In-donesia sudah memiliki dua bursa terkait perdagangan CPO, yaitu Bursa Berjangka Jakarta dan Indonesia Com-

modity and Derivatives Ex-change. “Mudah-mudahan (perdagangan CPO) kedua per-usahaan itu bisa mencapai volume yang bisa dijadikan referensi sehingga tidak lama lagi, kita akan menjadi referensi harga dunia.”

Terkait dengan kenaikan harga CPO yang kini mencapai

US$1.100 per ton, Bambang mengakui itu di luar prediksi yang berkisar US$800 per ton. Pendorong utamanya bukan masalah pasokan, melainkan akibat menguatnya investasi lembaga pembiayaan hedging ke pembelian komoditas me-nyusul turunnya kepercayaan terhadap dolar AS. (Ant/E-2)

Gapki Minta Ekspor CPO Pakai Rupiah

SAWIT: Pekerja mengangkut kelapa sawit di perkebunan PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor, Jabar, beberapa waktu lalu. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mendesak pemerintah memakai rupiah sebagai harga patokan ekspor minyak sawit mentah.

PENGEMBANG PROPERTI: Pengunjung melihat maket perumahan dalam pameran properti di Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Tumpang tindih aturan pusat dan daerah membuat posisi pengembang kian terjepit.

ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO

ANTARA/JAFKHAIRI