selasa, 14 desember 2010 | media indonesia kembalinya ... fileselatan, kalimantan selatan. akibat...

1
RAJA MUDA KESULTANAN BANJAR: Bupati Banjar Pangeran Khairul Saleh (kanan) menerima keris dari tetuha adat Tuan Guru Besar Anang Jazuli Seman saat dinobatkan sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar di Martapura, Kalimantan Selatan, Minggu (12/12). Kembalinya Singgasana Kesultanan Banjar Denny Susanto HADIRI PENOBATAN: Raja Keraton Surakarta, Jawa Tengah, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII bersama istri memasuki Gedung Mahligai Sultan Adam Martapura, Kota Martapura, saat penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, Minggu (12/12). Ratusan tahun dibubarkan Belanda, Kesultanan Ban- jar dihidupkan lagi. Demi budaya, bukan kekuasaan. KESULTANAN Banjar berdiri pada 1520. Raja pertamanya adalah Sultan Suriansyah. Pada 1526 sang raja memeluk agama Islam. Ia meninggal pada 1546 dan dimakamkan di Kompleks Makam Sultan Suriansyah, Banjarmasin. Sang tokoh, setelah wafat, mendapat gelar Sunan Batu Habang. Dalam agama lama (Hindu), Sultan dianggap hidup menjadi begawan di alam gaib sebagai sangiang. Gelarnya adalah Perbata Batu Habang. Kesultanan Banjar merupa- kan penerus dari Kerajaan Ne- gara Daha, sebuah kerajaan Hindu yang beribu kota di Kota Negara, yang sekarang menjadi ibu kota Kecamatan Daha Sela- tan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Akibat konik, kesultanan ini berpindah-pindah dan terakhir beribu kota di Martapura, Ka- bupaten Banjar. Masa kejayaan Kesultanan Banjar terjadi pada abad ke-17, dengan lada sebagai komoditas dagang. Daerah-daerah di barat daya, tenggara, dan timur Pu- lau Kalimantan takluk dan membayar upeti kepada Kera- jaan Banjarmasin, nama lain Kesultanan Banjar. Sebelumnya, monarki ini membayar upeti kepada Kesul- tanan Demak. Namun, pada masa Kesultanan Pajang--pe- nerus Kesultanan Demak--Ke- sultanan Banjar tidak lagi me- ngirim upeti ke Jawa. Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin dicoba untuk di- rintis lagi oleh Kerajaan Tuban pada 1615. Untuk menakluk- kan Banjarmasin, bala bantuan dari Madura atau Arosbaya dan Surabaya dikerahkan. Upaya itu gagal karena mendapat perlawanan sengit dari rakyat di Pulau Borneo ini. Lolos dari rongrongan para menak Jawa, Kesultanan Banjar mampu meluaskan kekuasaan. Sayap kerajaan ini mampu terkepak ke Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pem- buang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap, dan Swarangan. Penguasa kecil di sejumlah daerah itu menjadi daerah taklukan pada 1636. Namun, kedatangan Belanda memorak-porandakan ke- langgengan penguasa di Banjar. Pada 11 Juni 1860, Kesultanan Banjar dihapus oleh pemerin- tah Belanda. Penjajah meng- gantinya dengan penguasa boneka. Di Martapura, ditunjuk Pangeran Jaya Pemenang dan di Amuntai kekuasaan diserah- kan kepada Raden Adipati Danu Raja. Pemberontakan yang me- nyulut terjadinya Perang Banjar membuat Belanda membubar- kan kerajaan boneka ini. Pada 1905, kekuasaan di daerah tak- lukan dihapuskan. Sejak saat itu, Kerajaan Banjar hilang. Tidak ada raja, istana, juga takhta. (Denny Susanto/N-2) Takhta Hilang di Tangan Belanda L ANTUNAN musik gamelan mengiringi langkah pasangan la- ki-laki dan perempuan itu. Mereka menaiki anak tang- ga menuju singasana. Pasangan itu tidak sendiri. Ada sejumlah penari tradisional sinoman had- rah, memayungi mereka. Beras kuning bercampur bunga melati dan uang logam ditaburkan. Selawat juga di- ucapkan para tetuha adat Ban- jar. Beberapa saat sebelumnya, iring-iringan rombongan raja- raja dari puluhan kesultanan dan keraton se-Nusantara me- masuki Mahligai Sultan Adam Martapura, Kota Martapura, Kalimantan Selatan, lokasi upa- cara. Rombongan itu dipimpin Raja Keraton Surakarta, Jawa Tengah, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII. Ada pula utusan Kerajaan Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Rombongan raja-raja yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Kesultanan Se-Nusantara itu mendapat pengawalan dari para abdi atau perajurit kerajaan. Tarian ko- losal tentang perlawanan Ke- sultanan Banjar terhadap pen- jajah Belanda menjadi suguhan, sebelum penobatan digelar. Hari itu, Minggu, 12 Desem- ber, adalah sejarah baru Kesul- tanan Banjar. Sejarah yang ter- putus sejak 1905 itu, pada tahun ini disambung lagi. Torehan baru dimulai dari ritual peno- batan Raja Muda Kesultanan Banjar oleh tetuha adat Lem- baga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar. Gusti Khairul Saleh yang kini menjabat Bupati Banjar dino- batkan sebagai raja muda. Khairul Saleh adalah ketu- runan Pangeran Singasari bin Sultan Sulaiman. Moyangnya ini adalah penguasa Kesultanan Banjar pada 1862. “Upacara penobatan raja mu- da ini bertujuan melestarikan tradisi dan adat istiadat Kesul- tanan Banjar,” tutur Pangeran Rusdi Effendi, tetuha adat Lem- baga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar. Prosesi itu berlangsung se- derhana. Penobatan ditandai dengan penyerahan keris dari pemuka adat, yang juga ulama besar, Tuan Guru Besar KH Anang Jazoeli Seman. Ritual diakhiri dengan doa. Upacara penobatan itu juga dibarengi dengan penganuge- rahan gelar pangeran kesul- tanan dan gelar budaya kepada tokoh masyarakat. Itu termasuk pemberian gelar budaya dan penyerahan keris oleh Sri Susu- hunan Paku Buwono XIII ke- pada Gubernur Kalsel Rudy Arifn. Ia dinilai berjasa meles- tarikan budaya daerah. Rudy juga mendapat gelar baru dari Raja Muda Kesul- tanan Banjar, yakni Datu Mang- ku Negeri. Tidak hanya elite negara dan para menak yang bersuka ria. Rakyat Martapura pun menda- pat suguhan yang membuat dahaga mereka akan kesenian negeri sendiri terpuaskan. Ya, hari itu, puncak pesta rakyat digelar. Ada berbagai kesenian tradisional atau karas- min, yang mereka reguk selama sepekan. Di antaranya maulid habsi, sinoman hadrah, bakuntau, bagasing, balogo, kuda gepang, bapandung, mamanda, wayang banjar, hingga pasar malam. Hajat yang dipusatkan di Alun-Alun Ratu Zaleha dan Taman Cahaya Bumi Selamat, di pusat Kota Martapura, itu tak pernah sepi dari kunjungan warga. Keraton baru Gusti Khairul Saleh dinobat- kan sebagai raja ke-23 dalam sejarah Kesultanan Banjar. Raja terakhir yang berkuasa adalah Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari pada 1862- 1905. Sejak itu, tidak ada lagi raja yang berkuasa. Pun, bangunan sik kerajaan yang dulu ada telah hancur dilindas usia. Se- bagian lainnya dibakar Belanda pada era penjajahan. Atas nama pelestarian bu- daya, Pemerintah Kabupaten Banjar, melalui Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar, berencana membangun kembali Keraton Banjar. Ber- dasarkan hasil penelitian, loka- si tepat untuk keraton adalah di Desa Telok Selong, Banjar. Di desa ini masih ada pening- galan kerajaan yang tersisa. Wujudnya adalah bangunan rumah banjar yang menjadi museum serta objek wisata budaya daerah. Untuk rencana ini, pemkab telah menyiapkan lokasi pem- bangunan keraton seluas 2 hektare. Biaya pembangunan bisa mencapai Rp8,5 miliar. Walhasil, penobatan digelar bukan berdiri sendiri. Ada ren- cana besar menegakkan kem- bali sejarah Kesultanan Banjar. “Penobatan raja muda adalah titik untuk mulai membangun kekerabatan kesultanan,” ung- kap Gubernur Rudy Ariffin. (Denny Susanto/N-2) denny_susanto@ mediaindonesia.com MI/DENNY SUSANTO MI/DENNY SUSANTO Nusantara | 9 SELASA, 14 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Masa kejayaan Kesultanan Banjar terjadi pada abad ke-17, dengan lada sebagai komoditas dagang. Daerah lain di Kalimantan takluk dan membayar upeti kepada Kerajaan Banjar.”

Upload: duongxuyen

Post on 23-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RAJA MUDA KESULTANAN BANJAR: Bupati Banjar Pangeran Khairul Saleh (kanan) menerima keris dari tetuha adat Tuan Guru Besar Anang Jazuli Seman saat dinobatkan sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar di Martapura, Kalimantan Selatan, Minggu (12/12).

Kembalinya Singgasana Kesultanan Banjar

Denny Susanto

HADIRI PENOBATAN: Raja Keraton Surakarta, Jawa Tengah, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII bersama istri memasuki Gedung Mahligai Sultan Adam Martapura, Kota Martapura, saat penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, Minggu (12/12).

Ratusan tahun dibubarkan Belanda, Kesultanan Ban-jar dihidupkan lagi. Demi budaya, bukan kekuasaan.

KESULTANAN Banjar berdiri pada 1520. Raja pertamanya adalah Sultan Suriansyah. Pada 1526 sang raja memeluk agama Islam. Ia meninggal pada 1546 dan dimakamkan di Kompleks Makam Sultan Suriansyah, Banjarmasin.

Sang tokoh, setelah wafat, mendapat gelar Sunan Batu Habang. Dalam agama lama (Hindu), Sultan dianggap hidup menjadi begawan di alam gaib sebagai sangiang. Gelarnya adalah Perbata Batu Habang.

Kesultanan Banjar merupa-kan penerus dari Kerajaan Ne-gara Daha, sebuah kerajaan Hin du yang beribu kota di Kota Negara, yang sekarang menjadi ibu kota Kecamatan Daha Sela-tan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Akibat konfl ik, kesultanan ini berpindah-pindah dan terakhir beribu kota di Martapura, Ka-

bupaten Banjar. Masa kejayaan Kesultanan

Banjar terjadi pada abad ke-17, dengan lada sebagai komoditas dagang. Daerah-daerah di barat daya, tenggara, dan timur Pu-lau Kalimantan takluk dan membayar upeti kepada Kera-jaan Banjarmasin, nama lain Kesultanan Banjar.

Sebelumnya, monarki ini membayar upeti kepada Kesul-tanan Demak. Namun, pada masa Kesultanan Pajang--pe-nerus Kesultanan Demak--Ke-sultanan Banjar tidak lagi me-ngirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin dicoba untuk di-rintis lagi oleh Kerajaan Tuban pada 1615. Untuk menakluk-kan Banjarmasin, bala bantuan dari Madura atau Arosbaya dan Surabaya dikerahkan. Upaya itu gagal karena mendapat perlawanan sengit dari rakyat di Pulau Borneo ini.

Lolos dari rongrongan para menak Jawa, Kesultanan Banjar mampu meluaskan kekuasaan. Sayap kerajaan ini mampu terkepak ke Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pem-buang, Sampit, Mendawai,

Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap, dan Swarangan. Penguasa kecil di sejumlah daerah itu menjadi daerah taklukan pada 1636.

Namun, kedatangan Belanda memorak-porandakan ke-langgengan penguasa di Banjar. Pada 11 Juni 1860, Kesultanan Banjar dihapus oleh pemerin-tah Belanda. Penjajah meng-gantinya dengan penguasa boneka. Di Martapura, ditunjuk Pangeran Jaya Pemenang dan di Amuntai kekuasaan diserah-kan kepada Raden Adipati Danu Raja.

Pemberontakan yang me-nyulut terjadinya Perang Banjar membuat Belanda membubar-kan kerajaan boneka ini. Pada 1905, kekuasaan di daerah tak-lukan dihapuskan. Sejak saat itu, Kerajaan Banjar hilang. Tidak ada raja, istana, juga takhta. (Denny Susanto/N-2)

Takhta Hilang di Tangan Belanda

LANTUNAN musik gamelan mengiringi langkah pasangan la-ki-laki dan perempuan

itu. Mereka menaiki anak tang-ga menuju singasana. Pasangan itu ti dak sendiri. Ada sejumlah penari tradisional sinoman had-rah, memayungi mereka.

Beras kuning bercampur bunga melati dan uang logam ditaburkan. Selawat juga di-ucapkan para tetuha adat Ban-jar.

Beberapa saat sebelumnya, iring-iringan rombongan raja-raja dari puluhan kesultanan dan keraton se-Nusantara me-masuki Mahligai Sultan Adam Martapura, Kota Martapura, Kalimantan Selatan, lokasi upa-cara. Rombongan itu dipimpin Raja Keraton Surakarta, Jawa Tengah, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII.

Ada pula utusan Kerajaan Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Rombongan raja-raja yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Kesultanan Se-Nusantara itu mendapat peng awalan dari para abdi atau perajurit kerajaan. Tarian ko-losal tentang perlawanan Ke-sultanan Banjar terhadap pen-jajah Belanda menjadi suguhan, sebelum penobatan digelar.

Hari itu, Minggu, 12 Desem-ber, adalah sejarah baru Kesul-tanan Banjar. Sejarah yang ter-putus sejak 1905 itu, pada tahun ini disambung lagi. Torehan

baru dimulai dari ritual peno-batan Raja Muda Kesultanan Banjar oleh tetuha adat Lem-baga Adat dan Kekerabat an Kesultanan Banjar.

Gusti Khairul Saleh yang kini menjabat Bupati Banjar dino-batkan sebagai raja muda.

Khairul Saleh adalah ketu-runan Pangeran Singasari bin Sultan Sulaiman. Moyangnya ini adalah penguasa Kesultanan Banjar pada 1862.

“Upacara penobatan raja mu-da ini bertujuan melestarikan tradisi dan adat istiadat Kesul-tanan Banjar,” tutur Pangeran Rusdi Effendi, tetuha adat Lem-baga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar.

Prosesi itu berlangsung se-derhana. Penobatan ditandai dengan penyerahan keris dari pemuka adat, yang juga ulama besar, Tuan Guru Besar KH Anang Jazoeli Seman. Ritual diakhiri dengan doa.

Upacara penobatan itu juga dibarengi dengan penganuge-rahan gelar pangeran kesul-tanan dan gelar budaya kepada tokoh masyarakat. Itu termasuk pemberian gelar budaya dan penye rahan keris oleh Sri Susu-hunan Paku Buwono XIII ke-pada Gubernur Kalsel Rudy Ariffi n. Ia dinilai berjasa meles-tarikan budaya daerah.

Rudy juga mendapat gelar baru dari Raja Muda Kesul-tanan Banjar, yakni Datu Mang-ku Negeri.

Tidak hanya elite negara dan para menak yang bersuka ria. Rakyat Martapura pun menda-pat suguhan yang membuat dahaga mereka akan kesenian negeri sendiri terpuaskan.

Ya, hari itu, puncak pesta rakyat digelar. Ada berbagai kesenian tradisional atau karas-min, yang mereka reguk selama sepekan. Di antaranya maulid habsi, sinoman hadrah, bakuntau, bagasing, balogo, kuda gepang,

bapandung, mamanda, wayang banjar, hingga pasar malam.

Hajat yang dipusatkan di Alun-Alun Ratu Zaleha dan Taman Cahaya Bumi Selamat, di pusat Kota Martapura, itu tak pernah sepi dari kunjungan warga.

Keraton baruGusti Khairul Saleh dinobat-

kan sebagai raja ke-23 dalam sejarah Kesultanan Banjar. Raja terakhir yang berkuasa adalah Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari pada 1862-1905.

Sejak itu, tidak ada lagi raja yang berkuasa. Pun, bangunan fi sik kerajaan yang dulu ada telah hancur dilindas usia. Se-bagian lainnya dibakar Belanda pada era penjajahan.

Atas nama pelestarian bu-daya, Pemerintah Kabupaten Ban jar, melalui Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar, berencana membangun kembali Keraton Banjar. Ber-dasarkan hasil penelitian, loka-si tepat untuk keraton adalah di Desa Telok Selong, Banjar.

Di desa ini masih ada pening-galan kerajaan yang tersisa. Wujudnya adalah bangunan rumah banjar yang menjadi museum serta objek wisata budaya daerah.

Untuk rencana ini, pemkab telah menyiapkan lokasi pem-bangunan keraton seluas 2 hektare. Biaya pembangunan bisa mencapai Rp8,5 miliar.

Walhasil, penobatan digelar bukan berdiri sendiri. Ada ren-cana besar menegakkan kem-bali sejarah Kesultanan Banjar.

“Penobatan raja muda adalah titik untuk mulai membangun kekerabatan kesultanan,” ung-kap Gubernur Rudy Ariffin. (Denny Susanto/N-2)

[email protected]

MI/DENNY SUSANTO

MI/DENNY SUSANTO

Nusantara | 9 SELASA, 14 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Masa kejayaan Kesultanan Banjar terjadi pada abad ke-17, dengan lada sebagai komoditas dagang. Daerah lain di Kalimantan takluk dan membayar upeti kepada Kerajaan Banjar.”