sejarah turunnya al-quran
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Al-Quran bagi kaum Muslimin adalah verbum dei (kalãmu-Allãh) yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang
lebih dua puluh tiga tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang
berada di luar kemampuan apapun: “Seandainya Kami turunkan al-Quran ini
kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah
karena gentar kepada Allah” (59:21). Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan
Nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan
individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya. Bahkan, masyarakat
Muslim mengawali eksistensinya dan memperoleh kekuatan hidup dengan
merespon dakwah al-Quran. Itulah sebabnya, al-Quran berada tepat di jantung
kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa
pemahaman yang semestinya terhadap al-Quran, kehidupan, pemikiran dan
kebudayaan kaum Muslimintentunya akan sulit dipahami.1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah al-Quran?
2. Bagaimana proses pengumpulan al-Quran?
3. Apa Tujuan Pokok Diturunkannya Al-Qur’an?
1.3 TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini tidak lain hanya untuk mengetahui, memperlajari
dan memhami lebih dalam mengenai sejarah al-Quran sebagai pedoman hidup
1 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Divisi Muslim Demokrasi, Jakarta, 2011, hlm. 1.
1
umat Islam. Selain itu juga menunjang kepada tugas mata kuliah ilmu
al-Quran/Tafsir sebagai sarana melengkapi tugas mata kuliah tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH AL-QURAN
Al-Qur'an (ejaan KBBI: Alquran, dalam bahasa Arab �ر�ق adalah kitab (آن
suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak
dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.2
Kitab suci kaum Muslimin, yang berisi kumpulan wahyu Ilahi yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun, secara populer
dirujuk dengan nama “al-Qur’ãn” .(القران) Sebagian besar sarjana Muslim
memandang nama tersebut secara sederhana merupakan kata benda bentukan
(mashdar) dari kata kerja (fi‘l ) qara’a (قرأ), “membaca.” Dengan demikian al-
qur’ãn (القران) bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqrû’). 1 Dalam
manuskrip al-Quran beraksara kufi yang awal, kata ini ditulis tanpa menggunakan
hamzah – yakni al-qurãn – dan hal ini telah menyebabkan sejumlah kecil sarjana
Muslim memandang bahwa terma itu diturunkan dari akar kata qarana (قرن),
“menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain” atau “mengumpulkan,” dan
alqurãn (القران) berarti “kumpulan” atau “gabungan.”3
Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang
terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari
3 ayat, yaitu Al-‘Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr. Sebagian ulama
menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi
menyatakan 6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena
perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada setiap
awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata
pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa
2 Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIB3 Taufik Adnan Amal, op.cit hlm. 54.
3
Siin, Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya
sebagai ayat, ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat.
Untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, para
ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang sama panjang, dan
dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an).
Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-
tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf (seperdua), dan as-salasah
(tiga perempat). Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula dalam 554
ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat. Setiap satu
ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat
yang panjang berisi beberapa ruku’, sedang surat yang pendek
hanya berisi satu ruku’. Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-
Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal
walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah
lembut”.4
Sehubungan dengan pewahyuan al-Quran, dikemukakan bahwa ia pertama
kali diturunkan pada malam al-qadr atau malam yang diberkahi Tuhan (97:1 dan
44:3-4). Malam ini, menurut penjelasan bagian al-Quran lainnya (2:185), terjadi
pada salah satu malam di bulan Ramadlan. Sejumlah besar mufassir berupaya
menginterpretasikan malam tersebut dengan merujuk 8:41, yang mengindikasikan
pewahyuan furqãn pada “hari bertemunya dua pasukan” – yakni bertemunya
pasukan Islam dengan bala tentara Quraisy dalam Perang Badr – dan menetapkan
tanggal 17 Ramadlan sebagai yang dimaksud oleh bagian-bagian al-Quran di atas.
Tetapi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemberian furqãn dalam Perang
Badr lebih merefleksikan “penyelamatan” atau pertolongan Tuhan berupa
penganugerahan kemenangan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran yang
tidak seimbang itu. Lebih jauh, beberapa hadits memberi penjelasan lain
tentangnya. Sebagian hadits mengemukakan laylatu-l-qadr terjadi pada malam
4 Pustaka Ilmu Tafsir, Kenapa Al-Quran Tidak Dibukukan dalam Satu Mushaf, diakses dari http://www.cybermq.com/pustaka/detail/ilmu-tafsir/54/kenapa-al-quran-tidak-dibukukan-dalam-satu-mushhaf pada 21 Oktober 2015, 06:50 WIB
4
ganjil di bulan Ramadlan, sementara hadits lain menjelaskannya terjadi pada
malam ganjil di pertigaan terakhir bulan tersebut.5
Penurunan pertama al-Quran ini setidak-tidaknya dalam bentuk embrionik
dari lawh al-mahfûdz ke bayt al-‘izzah di langit dunia – atau hati Nabi,
sebagaimana dikemukakan sejumlah pemikir seperti Al-Gazali dan Syah Wali
Allah al-Dihlawi.53 Dari bentuk embrionik ini kemudian berkembang rincian-
rincian al-Quran selama kurang lebih 20 (atau 23 atau 25) tahun,54 selaras dengan
perkembangan misi kenabian Muhammad. Ibn Abbas, salah seorang sahabat Nabi
yang memiliki otoritas dalam studi al-Quran, misalnya, mengemukakan bahwa al-
Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada laylat al-qadr, setelah itu bagian
demi bagiannya diturunkan secara berangsurangsur kepada Muhammad dari
waktu ke waktu.6
Pendapat yang paling shahih mengenai yang pertama kali turun ialah
firman Allah:
HقH ل Hخ OذMي ال HكR ب Hر M م Mاس� ب� أ Hاق�ر
YقH عHل مMن� Hان Hس� اإلن HقHلHخ
م� Hر� األك Hكb ب HرHو� أ Hاق�ر
M Hم �قHل Mال ب HمO عHل OذMي ال
Hم� Hع�ل ي Hم� ل مHا Hان Hس� اإلن HمO عHل
Terjemah:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Alaq
96: 1-5).5 Taufik Adnan Amal, op.cit. hlm. 78-79.6 Ibid., hlm. 79.
5
Pendapat ini didasarkan pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim serta yang lainnya, dari Aisyah r.a., yang mengatakan:
“Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi bagi Rasulullah s.a.w. adalah mimpi
benar di waktu tidur. Beliau melihat dalam mimpi itu datangnya bagaikan
terangnya pagi hari. Kemudian dia suka menyendiri. Dia pergi ke gua Hira untuk
beribadah beberapa malam. Untuk itu ia membawa bekal. Kemudian ia pulang
kepada Khadidjah r.a., maka Khadidjah pun membekalinya seperti bekal
terdahulu. Di gua Hira dia dikejutkan oleh suatu kebenaran. Sesosok malaikat
datang kepadanya dan mengatakan: “Bacalah!” Rasulullah berkata, maka aku
menjawab: “Aku tidak pandai membaca”. Lalu Dia (Malaikat) memelukku
sehingga aku merasa amat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi:
“bacalah!” Aku pun menjawab: “Aku tidak pandai membaca”. Lalu dia
merangkulku yang kedua kalinya sampai aku kepayahan. Kemudian dia lepaskan
lagi dan dia berkata: “Bacalah!” Aku menjawab: “Aku tidak pandai membaca”
maka dia merangkulku yang ketiga kalinya sehingga aku kepayahan. Kemudian
dia berkata: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah ..... sampai
dengan ...apa yang tidak diketahuinya”, (Hadis). 2) Dikatakan pula, bahwa yang
pertama kali turun adalah firman Allah: yaa ayyuhal muddatsir (wahai orang-
orang yang berselmut) (QS. Al-Mudatsir). Ini didasarkan pada hadits yang
diriwayatkan oleh dua syaikh hadits (Imam Bukhari dan Muslim): Dari Salmah
bin Abdurrahman; dia berkata: “Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdulah:
Yang manakah diantara Qur’an itu yang turun pertama kali? Dia menjawab: “Yaa
ayyuhal muddatsir”. Aku bertanya lagi: Ataukah Iqra’ bismi rabbik? Dia
menjawab: aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasulullah s.a.w. kepada
kami: “Sesungguhnya aku berdiam diri di gua Hira. Maka ketika habis masa
diamku, aku turun lalu aku telusuri lembah. Aku lihat ke depan dan belakang,
kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat
menakutkan. Maka aku pulang ke Khadidjah memerintahkan dia untuk
menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan: “Wahai orang yang berselimut;
bangkitlah, lalu berilah peringatan (QS. Al-Mudatsir)” Jabir berpendapat bahwa
surat Al-Mudatsir-lah yang pertama diturunkan. Karena surat ini diturunkan
6
secara utuh, sedangkan surat Al-Alaq hanya diturunkan sebagian saja yaitu 1-5.
ini diperkuat oleh hadits Abu Salamah dari Jabir yang terdapat dari Shahih
Bukhari dan Muslim. Jabir berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w.
ketika ia berbicara mengenai terputusnya wahyu, maka katanya dalam
pembicaraan itu: “Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit. Lalu aku
angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat malaikat yang mendatangi aku di gua Hira
itu duduk diatas kursi antara langit dan bumi, lalu aku pulang dan aku katakan:
“Selimuti aku!” Mereka pun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan: “yaa
ayyuhal muddatsir”.7
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua pendapat yang
sebenarnya tidak bertentangan, yaitu pendapat dari hadis Aisyah, dan hadis Jabir.
Perbedaanya yaitu terletak pada penyebutan ayat pertama yang turun dengan surat
pertama yang turun. Hadits dari Aisyah menyebutkan ayat yang pertama kali
turun ialah Al-Alaq 1-5. Sedangkan hadis dari Jabir mengatakan surat yang
pertama turun adalah surat Al-Mudatsir.8
2.2 PROSES PENGUMPULAN AL-QURAN
Ada tiga fase dalam pengumpulan al-Qur’an, yaitu pada masa Rasulullah,
masa khalifah Abu Bakar al-Siddiq, dan masa khalifah Utsman bin Affan. Berikut
akan dijelaskan proses pengumpulan al-Qur’an dari tiap-tiap fase tersebut.9
2.2.1 Pengumpulan AI-Qur'an pada Masa Rasulullah
Kita telah mengetahui Al-Qur'an itu diturunkan secara berangsur-angsur.
Rasulullah menerima A1-Qur'an melalui malaikat Jibril kemudian beliau mem-
bacakan serta mendiktekannya kepada para sahabat yang mendengarkannya. Pada
periode pertama sejarah pengumpulan Al-Qur'an dapat dikatakan bahwa setiap
ayat yang diturunkan kepada Rasulullah selain beliau hafal sendiri juga dihafal
7 Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIB8 Ibid,.9 Zulkifli Sekarbela, Mei 2012, Sejarah Pengumpulan Al-Quran diakses dari http://zulkifli-sekarbela.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-pengumpulan-al-quran.html pada 21 Oktober 2015, 07.20 WIB
7
dan dicatat oleh para sahabat. Dengan cara tersebut Al-Qur'an terpelihara di dalam
dada dan ingatan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
Pengumpulan al-Qur’an pada masa Rasulullah dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu: pertama, pengumpulan dalam dada berupa hafalan dan
penghayatan serta pengumpulan dalam catatan berupa penulisan kitab.10
Berkaitan dengan kondisi Nabi yang ummi, maka perhatian utama beliau adalah
menghafal dan menghayati ayat-ayat yang diturunkan. Ibnu Abbas meriwayatkan,
karena besarnya konsentrasi Rasul kepada hafalan, hingga ketika wahyu belum
selesai disampaikan malaikat Jibril, Rasulullah menggerak-gerakkan kedua
bibirnya agar dapat menghafalnya. Karena itu turunlah ayat:
. . . إن ثم قرءانه فاتبع قرأناه فإذا وقرءانه جمعه علينا إن به لتعجل لسانك به تحرك ال
بيانه .علينا
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”11
Nabi Muhammad Saw setelah menerima wahyu langsung menyampaikan
wahyu tersebut kepada para sahabat agar mereka menghafalnya sesuai dengan
hafalan Nabi, tidak kurang dan tidak lebih. Dalam rangka menjaga kemurnian al-
Qur’an, selain ditempuh lewat jalur hafalan, juga dilengkapi dengan tulisan. Fakta
sejarah menginformasikan bahwa segera setelah menerima ayat al-Qur’an, Nabi
Saw memanggil para sahabat yang pandai menulis, untuk menulis ayat-ayat yang
baru saja diterimanya disertai informasi tempat dan urutan setiap ayat dalam
suratnya. Ayat-ayat tersebut ditulis di pelepah-pelepah kurma, batu-batu, kulit-
kulit atau tulang-tulang.12
10 Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 11811 QS. Al-Qiyaamah (75): 17.12 Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 123.
8
Penulisan pada masa ini belum terkumpul menjadi satu mushaf disebabkan
beberapa faktor, yakni: pertama, tidak adanya faktor pendorong untuk
membukukan al-Qur’an menjadi satu mushaf mengingat Rasulullah masih hidup,
dan sama sekali tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian
al-Qur’an. Kedua, al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur, maka suatu hal yang
logis bila al-Qur’an baru bisa dikumpulkan dalam satu mushaf setelah Nabi Saw
wafat. Ketiga, selama proses turun al-Qur’an, masih terdapat kemungkinan
adanya ayat-ayat al-Qur’an yang mansukh.13
2.2.2 Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar al-
Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu
Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-
pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan
Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa
tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur,
termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’an.
Setelah syahidnya 70 huffazh, sahabat Umar ibn Khattab meminta kepada
khalifah Abu Bakar, agar al-Qur’an segera dikumpulkan dalam satu mushaf.
Dikhawatirkan al-Qur’an itu secara berangsur-angsur hilang, seandainya al-
Qur’an itu hanya dihafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang.14
Semula khalifah Abu Bakar itu ragu-ragu untuk mengumpulkan dan
membukukan ayat-ayat al-Qur’an, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi
Saw. Tapi setelah beliau shalat istikharah, kemudian beliau mendapat kesesuaian
pendapat dengan usul sahabat Umar bin Khattab.
Pada waktu munaqasyah antara khalifah Abu Bakar dengan sahabat Umar
diundang pula penulis wahyu pada zaman Rasul yang paling ahli yaitu Zaid bin
Tsabit. Kemudian ia menyetujui pula akan gagasan itu. lalu dibentuklah sebuah
tim yang dipimpin Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas
13 Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, h. 248.14 Muchotob Hamzah, Studi al-Qur’an Komprehensif (Yogyakarta: Gema Media, 2003), h. 125.
9
suci tersebut. Pada mulanya, Zaid keberatan, tetapi akhirnya juga dapat
diyakinkan.15 Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya
dalam qira’at, penulisan, pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya pada
masa pembacaan Rasulullah Saw yang terakhir kalinya.16
Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut dengan
sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber utama dalam
penulisan tersebut adalah ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dan dicatat di hadapan
Nabi Saw dan hafalan para sahabat.17 Di samping itu, untuk lebih hati-hati,
catatan-catatan dan tulisan al-Qur’an tersebut baru benar-benar diakui berasal dari
Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Dalam rentang waktu kerja tim Zaid pernah suatu kali menjumpai kesulitan,
mereka tidak menemukan naskah ayat 128-129 surah at-Taubah:
رءوف بالمؤمنين عليكم حريص عنتم ما عليه عزيز أنفسكم من رسول جاءكم لقد
العظيم. العرش رب وهو تكولت عليه هو إال إله ال الله حسبي فقل تولوا فإن رحيم
Padahal, banyak sahabat penghafal al-Qur’an termasuk Zaid sendiri jelas-
jelas menghafal ayat tersebut. Akhirnya, naskah ayat tersebut ditemukan juga di
tangan seorang yang bernama Abu Khuzaimah al-Anshari.
Hasil kerja Zaid yang telah berupa mushaf al-Qur’an disimpan oleh Abu
Bakar sampai akhir hayatnya. Setelah itu berpindah ke tangan Umar ibn Khattab.
Sepeninggal Umar mushaf disimpan oleh Hafshah binti Umar.
Dari rekaman sejarah di atas, diketahui bahwa Abu Bakar adalah orang
pertama yang memerintahkan penghimpunan al-Qur’an. Umar bin al-Khattab
adalah pelontar idenya serta Zaid bin Tsabit adalah pelaksana pertama yang
melakukan kerja besar penulisan al-Qur’an secara utuh dna sekaligus
menghimpunnya ke dalam satu mushaf.
15 Shubhi Shalih, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 74 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 18.16 Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 124.17 Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, h. 252 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 18.
10
Dalam masalah pengumpulan al-Qur’an ini, sedikitnya ada tiga pertanyaan
yang perlu mendapat perhatian18:
1. Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan al-Qur’an padahal
masalahnya sudah jelas baik dan diwajibkan oleh Islam?
Hal ini karena Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah terhadap
usaha menghayati dan menghafal al-Qur’an, dan mencukupkan diri dengan
hafalan yang tidak mantap. Dan dikhawatirkan mereka hanya berpegang dengan
apa yang ditulis pada mushaf, sehingga akhirnya mereka lemah untuk menghafal
al-Qur’an.
2. Mengapa Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua?
Karena Zaid adalah orang yang betul-betul mempunyai pembawaan dan
kemampuan yang tidak dimiliki sahabat yang lain, dalam hal mengumpulkan al-
Qur’an. Ia adalah sahabat yang hafidz, ber-IQ tinggi, sekretaris wahyu yang
menyaksikan sajian akhir wahyu, wara’ serta besar tanggung jawabnya, lagi
sangat teliti.
3. Apakah maksud kata-kata Zaid bin Tsabit: “Sampai aku menemukan akhir surat
at-Taubah dari Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak ada pada orang lain.”
Hal tersebut tidak berarti bahwa ayat ini tidak ada pada hafalan Zaid dan sahabat-
sahabat yang lain, karena mereka menghafalnya. Akan tetapi, beliau bermaksud
hendak mengkompromikan antara hafalan dan tulisan serta dalam rangka kehati-
hatian. Dan karena langkah lurus itulah, sempurna pulalah al-Qur’an.
Adapun karakteristik penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar ini
adalah19:
1. Seluruh ayat al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf
berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2. Meniadakan ayat-ayat al-Qur’an yang telah mansukh.
3. Seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya.
18 Muchotob Hamzah, Studi al-Qur’an Komprehensif, h. 127-128.19 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 19.
11
4. Dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qira’at)
sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah.
2.2.3 Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan Utsman, wilayah negara Islam telah meluas
sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu, Islam sudah
tersebar ke beberapa wilayah di Afrika, Syiria dan Persia. Para penghafal al-
Qur’an pun akhirnya menjadi tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru,
yaitu silang pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qira’at) al-
Qur’an.20
Para pemeluk Islam di masing-masing daerah mempelajari dan menerima
bacaan al-Qur’an dari sahabat ahli qira’at di daerah yang bersangkutan. Penduduk
Syam misalnya, belajar al-Qur’an pada Ubay bin Ka’ab. Warga Kufah berguru
pada Abdullah bin Mas’ud sementara penduduk yang tinggal di Basrah berguru
dan membaca al-Qur’an dengan qira’at Abu Musa al-Asy’ari.21
Versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing-masing ahli qira’at
satu sama lain berlainan. Hal ini rupanya menimbulkan dampak negatif di
kalangan umat Islam waktu itu. Masing-masing saling membanggakan versi
qira’at mereka dan saling mengakui bahwa versi qira’at mereka yang paling baik
dan benar.
Melihat kenyataan yang memprihatinkan ini Utsman segera mengundang
para sahabat dari Anshar dan Muhajirin bermusyawarah mencari jalan keluar dari
masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar mushaf Abu
Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Mushaf-mushaf itu nantinya
dikirim ke berbagai kota atau daerah untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin
terutama manakala terjadi perselisihan qira’at al-Qur’an antar mereka.
20 Ibrahim al-Ibyari, Tarikh al-Qur’an (Kairo: Daar al-Qalam, 1965), h. 81 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 20.21 Hasanuddin AF, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam al-Qur’an (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), h. 56 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 20.
12
Untuk terlaksananya tugas tersebut, khalifah Utsman menunjuk satu tim
yang terdiri dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Zubair,
Sa’id ibn al-‘As dan Abdurrahman ibn al-Haris ibn Hisyam. Keempat orang ini
adalah para penulis wahyu. Tim ini bertugas menyalin mushaf al-Qur’an yang
tersimpan di rumah Hafsah, karena dipandang sebagai mushaf standar.
Hasil kerja tim tersebut berjudul empat mushaf al-Qur’an standar. Tiga
diantaranya dikirim ke Syam, Kufah, dan Basrah dan satu mushaf ditinggalkan di
Madinah untuk Utsman sendiri yang nantinya dikenal sebagai al-Mushaf al-
Imam.22 Adapun mushaf yang semula dari Hafsah dikembalikan lagi kepadanya.
Ada juga riwayat yang mengatakan jumlah pengadaan mushaf sebanyak 5 buah,
ada lagi yang menyebut 7 buah dan dikirim selain tiga tempat di atas ke Mekkah,
Yaman, dan Bahrain. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan al-Qur’an
dapat diselesaikan secara tuntas, Utsman memerintahkan semua mushaf al-Qur’an
yang berbeda dengan hasil kerja “panitia empat” ini segera dibakar.23
Tentang jumlah mushaf yang ditulis, berapapun jumlahnya tidak menjadi
persoalan. Yang pasti, upaya tersebut telah berhasil melahirkan mushaf baku
sebagai rujukan kaum muslimin dan menghilangkan perselisihan serta perpecahan
di antara mereka. Beberapa karakteristik mushaf al-Qur’an yang ditulis pada masa
Utsman ibn ‘Affan antara lain24:
1. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis seluruhnya berdasarkan riwayat yang
mutawatir.
2. Tidak memuat ayat-ayat yang mansukh.
3. Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana al-
Qur’an yang kita kenal sekarang. Tidak seperti mushaf al-Qur’an yang ditulis
pada masa Abu Bakar yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara
surat-suratnya disusun menurut urutan turun wahyu.
22 adr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an (Mesir: ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1957), Jilid I, h. 240 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 21.23 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 21.24 Ibid, h. 21-22.
13
4. Tidak memuat sesuatu yang tidak tergolong al-Qur’an, seperti yang ditulis
sebagian sahabat Nabi dalam masing-masing mushafnya, sebagai penjelasan
atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tertentu.
5. Dialek yang dipakai dalam mushaf ini hanya dialek Quraisyi sekalipun pada
mulanya diizinkan membacanya dengan menggunakan dialek lain.
Bila kita cermati tujuan pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar
ialah mengumpulkan seluruh al-Qur’an menjadi satu, supaya sesuatu darinya tidak
ada yang hilang. Sementara tujuan penyalinan Utsman ke dalam beberapa mushaf
adalah membikin mushaf yang disepakati oleh seluruh ummat untuk
penyeragaman mushaf dan pembatasan bacaan. Karena dikhawatirkan nanti di
kemudian hari ada penyelewengan. Bentuk tulisan Utsmani ini adalah sesuai dan
persis dengan bentuk tulisan mushaf kumpulan Abu Bakar dan tulisan di zaman
Nabi Saw.25
Setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan
Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu
penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan
setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan
sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
Para Ulama telah meneliti surah-surah Makki dah Madani; dan
menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan
ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ
mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri berikut.
Ketentuan Makkiah Ciri Khas Temanya
1. Setiap surat yang didalamnya mengandung ayat “sajdah”,
2. Setiap surat yang mengandung lafal kalla (hanya terdapat separuh
terakhir al-Qur‟an = 33x dalam 15 surat),
25 Maftuh Basthul Birri, Mari Memakai al-Qur’an Rasm Utsmaniy (PP. Lirboyo Kediri, Madrasah Murottilil Qur’anil Karim), h. 39.
14
3. Setiap surat mengandung “ya ayyuhan Naas” dan tidak mengandung
“ya ayyuha ladzina amanu”,
4. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu,
5. Mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali al-Baqarah,
6. Setiap surat dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim,
alif lam ra dan lainya,
7. Berisi ajakan kepada Tauhid dan beribadah hanya kepada Allah,
pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari
kiamat dan kenegriannya, neraka, surga, ayat-ayat kauniah,
8. Berisi dasar-dasar hukum bagi perundang-undangan dan akhlak,
9. Ayat dan suku katanya pendek-pendek disertai dengan kata-kata yang
mengesankan sekali, pernyataan singkat, keras dengan diperkuat lafal-
lafal sumpah.
Ketentuan Madaniah Ciri Khas Temanya
1. Berisi kewajiban atau had (sanksi),
2. Disebutkan tentang orang-orang munafik,
3. Terdapat dialog dengan ahli kitab,
4. Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad,
hubungan sosial, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.
5. Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani, dan
ajakan untuk masuk islam, penyimpangan mereka terhadap agama
Allah, permusuhan terhadap kebenaran dan perselisihan setelah datang
ilmu kepada mereka.
6. Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dengan gaya bahasa yang
memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan sasarannya.26
2.3 Tujuan Pokok Diturunkannya Al-Quran
Allah menurunkan al-Quran melalui Malaikat Jibril. Firman Allah yang
bermaksud: "Suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
26 Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIB
15
secara teperinci yang diturunkan di sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi maha
Mengetahui." (Hud, ayat 1)
Mه� Hي عHل �ا �مMن وHم�هHي MابH �كMت ال HنMم Mه� HدHي ي Hن� Hي ب RمHا ل م�صHدRق�ا RقHح� Mال ب HابH �كMت ال Hك� Hي Mل إ Hا �ن ل HنزH Hه�م وHأ �ن Hي ب �م فHاح�ك
ه� Oـ الل Hل HنزH أ MمHا �حHقR ب ال HنMم HكHاءHج عHمOا Hه�وHاءHه�م� أ Mع� Oب Hت ت HالHة� وHع ر� Mش �م� مMنك Hا �ن جHعHل �ل� Mك ل
ا �هHاج� �م� وHمMن Hاك آت مHا فMي �م� �وHك �ل Hب Rي ل �كMن Hـ وHل وHاحMدHة� مOة�� أ �م� Hك عHل HجH ل ه� Oـ الل Hاء Hش Hو� Mق�وا وHل Hب ت فHاس�
Mات Hر� ي Hخ� Mف�ونH ال Hل ت Hخ� ت MيهMف �م� �نت ك MمHا ب �م �ك Rئ Hب �ن فHي جHمMيع�ا �م� جMع�ك مHر� Mه Oـ الل MلHى إ
“Dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab (Al-Quran) dengan
membawa kebenaran, untuk mengesahkan benarnya Kitab-kitab Suci yang telah
diturunkan sebelumnya dan untuk memelihara serta mengawasinya. Maka
jalankanlah hukum di antara mereka (Ahli Kitab) itu dengan apa yang telah
diturunkan oleh Allah (kepadamu), dan janganlah engkau mengikut kehendak
hawa nafsu mereka (dengan menyeleweng) dari apa yang telah datang kepadamu
dari kebenaran. Bagi tiap-tiap umat yang ada di antara kamu, Kami jadikan
(tetapkan) suatu Syariat dan jalan ugama (yang wajib diikuti oleh masing-
masing). Dan kalau Allah menghendaki nescaya Ia menjadikan kamu satu umat
(yang bersatu dalam ugama yang satu), tetapi Ia hendak menguji kamu (dalam
menjalankan) apa yang telah disampaikan kepada kamu. Oleh itu berlumba-
lumbalah kamu membuat kebaikan (beriman dan beramal soleh). Kepada Allah
jualah tempat kembali kamu semuanya, maka Ia akan memberitahu kamu apa
yang kamu berselisihan padanya.”(Surah Al-Maidah 5: Ayat 48)27
Al-Qur’an tidak diturunkan Allah sekedar untuk mencari berkah dari
membacanya, menjadi hiasan dinding rumah, atau dibacakan kepada orang yang
meninggal dunia agar mendapat rahmat dari Allah.
Sesungguhnya Allah menurunkan Al-Qur’an untuk memastikan petunjuk-
Nya bagi perjalanan hidup manusia, sehingga kehidupan mereka dapat diatur
dengan petunjuk dan agama yang diturunkan-Nya. Dengan cahaya petunjuk-Nya,
Allah memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk menuju jalan yang lebih
27 Huda-Hudaazizahcaem, Maret 2012, Tujuan Diturunkannya Al-Quran, diakses dari: http://huda-hudaazizahcaem.blogspot.co.id/2012/03/tujuan-al-quran-diturunkan.html, pada 22 Oktober 2015, 07.25 WIB.
16
lurus, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang
benderang.
Al-Qur’an tidak diturunkan oleh Allah untuk dibacakan kepada orang-
orang yang meninggal dunia, tetapi untuk dijadikan sumber hukum bagi orang-
orang yang hidup. Ia tidak diturunkan untuk menjadi hiasan dinding, tetapi untuk
menjadi hiasan bagi manusia itu sendiri.
Berkah yang diberikan oleh Al-Qur’an akan muncul ketika kita mengikuti
dan mengamalkannya, sebagaimana difirmankan oleh Allah:
“Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat.” (Al An’am:155)
Al-Qur’an itu menunjukkan sendiri berbagai tujuan diturunkannya Al-
Qur’an oleh Allah; yaitu diamalkan dalam kehidupan umat manusia. Sebuah
penjelasan yang lebih jelas dari fajar yang menyingsing di pagi hari. Misalnya
firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu…” (An-Nisaa’: 102)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran
dari Tuhanmu, (Muhammad dan mukjizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu
cahaya yang terang-benderang (Al Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman
kepada Allah dan berpegang teguh (agama)-Nya, niscaya Allah akan
memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari pada-Nya (surga) dan
limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk
sampai) kepada-Nya.” (An Nisaa’: 174-175)
“…Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
17
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizing-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang kurus.” (Al
Maa’idah: 15-16)
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan
kamu dari sebagian apa yang telah Allah turunkan kepadamu…” (Al
Maa’idah:49)
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’an dengan berbahasa Arab,
agar kamu memahaminya.” (Yusuf: 2)
“…Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia kepada gelap gulita kepada cahya yang terang-benderang
dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.” (Ibrahim: 1)
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang
mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. Dan
sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami
sediakan bagi mereka azab yang pedih.” (Al Israa’: 9-10)
Adalah penting bagi kita agar kita mengamalkan Al Qur’an dan mengikuti
petunjuknya dengan baim untuk memahami dengan jelas apa yang dikehendaki
oleh Allah dari kita di dalam kitab suci-Nya itu. Dan hal ini sangat bergantung
kepada baiknya pemahaman kita terhadap Al-Quran, kebenaran kita dalam
menafsirkan ayat-ayat dan hukum-hukumnya, sehingga kita tidak mengada-
adakan suatu perkataan yang tidak dikatakan olehnya, dan tidak memberikan
beban yang tidak mampu ditanggung olehnya, menambahkan sesuatu yang tidak
ada padanya, mengurangi sesuatu yang telah ada padanya, atau mengakhirkan
sesuatu yang mestinya didahulukan dan mendahulukan sesuatu yang mestinya
18
diakhirkan. Pemahaman yang baik seperti ini memerlukan kaidah dan aturan yang
mampu mencegah permainan orang-orang yang tidak benar, penakwilan orang-
orang yang bodoh, dan kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang
menyimpang.28
28 Tripod, Mengapa Allah Menurunkan Al-Quran, diakses dari: http://kkmmss2000.tripod.com/mengapaAllahmenurunkan.htm, pada 22 Oktober 2015, 09.00 WIB.
19
BAB III
PENUTUP
Sesuai dengan yang telah diuraikan di dalam penyusunan makalah ini,
maka dapat disimpulkan, bahwasanya Al-Quran adalah pedoman umat manusia
muslim sebagai wahyu Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Kemudian, berangsur-angsur ayat demi ayat turun dan
surat demi surat turun pula. Al-Quran merupakan hujjah yang tidak bisa begitu
saja semena-mena dipegang, dibaca dan diamalkan. Seluruh manusia harus tahu
sejarah tentang Al-Quran.
Melalui sejarah ini, manusia akan mempergunakan Al-Quran sesuai
dengan tujuan Allah menurunkannya. Sebagai sumber dari segala sumber yang
mampu memantik segala argumen yang mustahil. Bahwa Al-Quran melalui
sejarahnya menunjukkan keesaan dan keagungan Sang Maha Kuasa.
20
DAFTAR PUSTAKA
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Divisi Muslim Demokrasi, Jakarta, 2011.Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIBustaka Ilmu Tafsir, Kenapa Al-Quran Tidak Dibukukan dalam Satu Mushaf, diakses dari http://www.cybermq.com/pustaka/detail/ilmu-tafsir/54/kenapa-al-quran-tidak-dibukukan-dalam-satu-mushhaf pada 21 Oktober 2015, 06:50 WIBTaufik Adnan Amal, op.cit. hlm. 78-79.Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIBZulkifli Sekarbela, Mei 2012, Sejarah Pengumpulan Al-Quran diakses dari http://zulkifli-sekarbela.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-pengumpulan-al-quran.html pada 21 Oktober 2015, 07.20 WIBQS. Al-Qiyaamah (75): 17.Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 123.Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, h. 248.Muchotob Hamzah, Studi al-Qur’an Komprehensif (Yogyakarta: Gema Media, 2003), h. 125.Shubhi Shalih, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 74 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 18.Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, h. 124.Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, h. 252 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 18.Muchotob Hamzah, Studi al-Qur’an Komprehensif, h. 127-128.Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 19.Ibrahim al-Ibyari, Tarikh al-Qur’an (Kairo: Daar al-Qalam, 1965), h. 81 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 20.Hasanuddin AF, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam al-Qur’an (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), h. 56 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 20.adr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an (Mesir: ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1957), Jilid I, h. 240 dalam Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 21.Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 21.Maftuh Basthul Birri, Mari Memakai al-Qur’an Rasm Utsmaniy (PP. Lirboyo Kediri, Madrasah Murottilil Qur’anil Karim), h. 39.Adi Musyafak, Sejarah Al-Quran, diakses dari https://adimusyafak.files.wordpress.com/2014/05/sejarah_al-quran_wwwichan-romanblogspotcom_.pdf pada 22 Oktober 2015, 06:48 WIBHuda-Hudaazizahcaem, Maret 2012, Tujuan Diturunkannya Al-Quran, diakses dari: http://huda-hudaazizahcaem.blogspot.co.id/2012/03/tujuan-al-quran-diturunkan.html, pada 22 Oktober 2015, 07.25 WIB.Tripod, Mengapa Allah Menurunkan Al-Quran, diakses dari: http://kkmmss2000.tripod.com/mengapaAllahmenurunkan.htm, pada 22 Oktober 2015, 09.00 WIB.
21